OPEN ACCESS
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 DOI : 10.55759/zam.v3i1.56
E-ISSN : 2723 – 4002 jurnal.stiqzad.ac.id
45
© 2021 by the authors; This is an Open Access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/), which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.
Konsep Persaudaraan Dalam Al-Qur`an
Ahmad Miftahusolih1, Heggy Fajrianto2, Taufik CH3
1.2.3 Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur`an (STIQ) ZAD, Cianjur, Indonesia
E-mail : 1[email protected] ; 2[email protected] ;
3[email protected] Abstract
The goal to achieve in this study is to get to know the problems faced by people in the field of brotherhood commonly known as Ukhuwah Islamiyyah. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik meneliti dari ayat-ayat yang tercantum di dalam Al-Qur’an dan dari kitab tafsirnya yang berkaitan dengan Ukhuwwah Islamiyyah. This research quotes from several books of interpretation in general and more specifically taken from the tafsir book of Taisirul Karim Ar- Rahman fii Tafsir Kalamil Mannan by Imam Abdurrahman Bin Nashir Bin Abdirrahman As-Sa'di. Based on the results of the research, from the disputes that will occur in the community by understanding the promises of Allah Subhanahu Wa Ta'ala and the warnings of Allah Subhanahu Wa Ta'ala that have been mentioned in the Qur'an, and from the stories mentioned in the Qur'an, which of course Ukhuwwah Islamiyyah should be realized in the life of society in general and among Muslims in particular. It should be realized from the point of view of how to make peace in everyday life with good morals, and how to speak words with commendable morals.
Keywords: The Concept ; Ukhuwah Islamiyyah ; The Brotherhood ; The Qur 'an Abstrak
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui problematika yang dihadapi oleh masyarakat di bidang persaudaraan yang biasa dikenal dengan sebutan Ukhuwah Islamiyyah. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik meneliti dari ayat-ayat yang tercantum di dalam Al-Qur’an dan dari kitab tafsirnya yang berkaitan dengan Ukhuwwah Islamiyyah. Penelitian ini mengutip dari beberapa buku-buku tafsir pada umumnya dan lebih khususnya diambil dari kitab Tafsir Taisirul Karim Ar- Rahman fii Tafsir Kalamil Mannan karangan dari Imam Abdurrahman Bin Nashir Bin Abdirrahman As-Sa’di.
Berdasarkan hasil penelitian, dari pertikaian yang akan terjadi di khalayak masyarakat dengan cara memahamkan janji-janji Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan peringatan-peringatan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah disebutkan di dalam Al-Qur’an, dan dari kisah-kisah yang disebutkan di dalam Al-Qur’an, yang tentunya Ukhuwwah Islamiyyah seharusnya terealisasi di kehidupan masyarakat pada umumnya dan di kalangan umat Islam pada khususnya. Seharusnya terealisasi dari sudut pandang bagaimana cara bermuamalah dalam kehidupan sehari-hari dengan akhlak yang baik, dan bagaimana cara bertutur kata dengan akhlak yang terpuji.
Kata kunci: Konsep ; Persaudaraan ; Ukhuwah Islamiyyah ; Al-Qur`an
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 46
A. PENDAHULUAN
Ukhuwah artinya persaudaraan. Istilah ini menjadi tidak asing bila dikaitkan dengan hubungan sosial sesama umat muslim yang ingin hidup berkelompok, pada dasarnya sudah menjadi suatu ketetapan bagi umat manusia untuk hidup secara sosial atau berserikat. Sebagaimana penjelasan menurut al-raghib dalam mufradat alfadzhil qur’an, kata ukhuwah berasal dari kata akhun. Akhun mengandung arti berserikat dengan yang lain karena kelahiran dari kedua belah pihak atau karena persusuan. Kata ini juga menjelaskan seluruh mukmin bersaudara.
Sementara menurut Imam Hassan Al-Banna, ukhuwah bisa diartikan sebagai keadaan mengikatnya hati-hati dan jiwa-jiwa dengan ikatan aqidah. Ikatan inilah yang mendefinisikan ukhuwah sebagai persaudaraan keimanan. Pernyataan tersebut selaras dengan pernyataan para ulama terdahulu, mereka mengatakan: “ukhuwah artinya jalinan persaudaraan yang didasari dengan keimanan kepada Allah dan rosulnya. Dalam istilah lain yang kerap kita jumpai adalah “ukhuwah islamiyyah”. Sebagimana yang sudah disebutkan ulama terdahulu bahwasanya ukhuwah yang didasari dengan keimanan dan persatuan aqidah akan menciptakan persaudaraan yang lebih kuat dari persaudaraan yang dilahirkan dari satu ibu. Atau istilah lainnya adalah “ukhuwatun nasab”
Sebagaimana yang sudah diterangkan dalam firman Allah, QS. Al- Hujurat ayat 10 yang berbunyi:
َنْوَُحَْرُ ت ْمُكملَعَل َهٰللّا اوُقم تاَو ْمُكْيَوَخَا َْيَْب اْوُحِلْصَاَف ٌةَوْخِا َنْوُ نِمْؤُمْلا اَمنَِّا
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati.”
Dalam ayat ini diterangkan bahwasanya kedudukan persaudaraan yang dilandasi dengan keimanan dan ikatan aqidah lebih tinggi derajatnnya dan lebih kuat ikatannya.
Dengan konsep persaudaraan yang diajarkan oleh Allah dan rosulnya akan menciptakan hubungan persaudaraan sesama umat manusia pada umumnya dan umat islam pada khusunya akan senantiasa harmonis, karena ukhuwah islamiyyah adalah istilah yang berkaitan dengan persaudaraan dan membangun silaturahmi, karena tujuan dari ukhuwah islamiyyah adalah membangun kerukunan antar sesama umat.
Membangun ukhuwah islamiyyah adalah sikap yang harus dimiliki setiap umat islam.
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 47
Akan tetapi realita yang terjadi pada khalayak umat Islam pada masa ini telah menunjukkan tanda-tanda lemahnya suatu persaudaraan yang telah dibentuk oleh Allah dan rasulnya (ukhuwah islamiyyah), seperti contohnya adalah terjadinya pertikaian yang disebabkan oleh permasalahan yang sepele, hilangnya budaya silaturahmi antar sesama umat muslim, merasa acuh terhadap sesamanya. Hal-hal semacam ini seharusnya tidak terjadi dikehidupan orang-orang muslim karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengajarkan untuk selalu menjaga persaudaraan yang dahulu pernah beliau contohkan kepada umatnya. Jika merujuk kepada kitab-kitab sejarah sudah pastinya hal yang paling pertama dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ketika sampai dikota madinah adalah mempersaudarakan antara kaum muhajirin dan kaum ansor.
Sesungguhnya didalam persaudaraan terdapat keutamaan dan pengaruh positif pada masyarakat dalam menyatukan hati, menyamakan kata dan merapatkan barisan. Orang- orang yang terikat dengan persaudaraan memiliki banyak keutamaan seperti diantaranya adalah: kelak dihari kiamat mereka memiliki kedudukan yang mulia yang dicemburui oleh para syuhada, wajah-wajah mereka bagaikan cahaya diatas cahaya, seperti yang hadist yang bersumber dari umar bin khotob, nabi Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya dari hamba-hamba kami ada sekelompok manusia, mereka bukan para nabi dan juga bukan para syuhada. Para nabi dan syuhada cemburu kepada mereka karena kedudukan mereka di sisi Allah dihari kiamat. Para sahabat bertanya: siapakah mereka wahai Rasulullah? Mereka adalah suatu kaum yang mencintai karena Allah padahal tidak ada hubungan persaudaraan (persaudaraan sedarah) antara mereka, dan tidak ada hubungan harta (waris), maka demi Allah sesungguhnya wajah- wajah mereka bagaikan cahaya dan sesungguhnya mereka diatas cahaya, mereka tidak takut Ketika manusia merasa takut, dan tidak pula sedih Ketika manusia sedih, kemudia beliau membaca ayat ini:
منِا ۤ َلََا َنۡوُ نَزَۡيَ ۡمُه َلََو ۡمِهۡيَلَع ٌفۡوَخ َلَ ِهٰللّا َءٓاَيِلۡوَا
Ketahuilah bahwa sesungguhnya (bagi) para wali Allah itu tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih. [QS. Yunus: 62]
Hadist di atas diriwayatkan oleh Abu Daud, no: 3060.
Terjadinya suatu penyimpangan sosial dalam persaudaraan dikhalayak masyarakat pada kehidupan sehari-hari dilatar belakangi oleh minimnya pengetahuan masyarakat islam dalam menyikapi persaudaran dalam Islam, dari fakta-fakta yang terlihat maka
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 48
penting bagi masyarakat islam untuk mengetahui konsep persaudaraan dalam Al-Qur`an atau lebih mudahnya bisa disebut konsep persaudaraan dalam Islam sesuai Al-Qur’an dan al-sunnah.
B. KONSEP PERSAUDARAAN DALAM AL-QUR`AN
Perlu diketahui bahwasanya lafadz ukhuwwah (persaudaraan) dan pecahan dari lafadz ukhuwwah (persaudaraan) disebutkan didalam al-qur’an kurang lebih sebanyak Sembilan puluh enam kali, bahwasanya penyebutan dengan jumlah banyak berati menunjukkan begitu pentingnya urusan persaudaraan, karena mengandung banyak keutamaan dan nilai-nilai positif terhadap masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, diantara dari keutamaan persaudaraan Islamiyyah adalah:
Pertama, mereka merasakan buah dari lezatnya iman. Sedangkan selain mereka tidak merasakan seperti apa buah lezatnya keimanan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Ada tiga golongan yang dapat merarasakan manisnya iman: orang yang mencintai Allah dan rosulnya lebih dari mencintai dirinya sendiri, mencintai seseorang karena Allah, dan ia benci Kembali pada kekafiran sebagai mana ia benci jika ia dicampakkan kedalam api neraka” (HR. Bukhari).
Kedua, mereka berada dalam naungan cinta Allah SWT di akhirat. Allah SWT berfirman,
يلظ لَإ لظ لَ موي يلظ في مهلظأ مويلا ،ليلابج نوباحتلما نيأ
“Dimana orang-orang yang saling mencintai karena-ku, maka hari ini aku akan menaungi mereka dengan naungan kecuali dengan naungan-ku.” (HR. Muslim)
Dan juga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di sebuah desa. Di tengah perjalanan, Allah mengutus malaikatnya. Ketika berjumpa, malaikat bertanya, “Mau kemana?” orang tersebut menjawab, “Saya mau mengunjungi saudara didesa ini.” Malaikat bertanya, “Apakah engkau ingin mendapatkan sesuatu keuntungan darinya?” ia menjawab, “Tidak. Aku mengunjunginya hanya karena aku mencintainya karena Allah.” Malaikat pun berkata,
“Sungguh utusan Allah yang diutus padamu memberi kabar untukmu, bahwa Allah telah mencintaimu, sebagaimana engkau mencintai saudaramu karenanya” (HR. Muslim).
Ketiga, mereka adalah ahli surga diakhirat kelak. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang mengunjungi orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah maka malaikat berseru, berbahagialah kamu, berbahagialah
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 49
kamu dengan perjalananmu, dan kamu telah mendapatkan salah satu tempat disurga.”
(HR. At-Tirmidzi).
Dan juga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda di dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim:
محر عطاق ةنلجا لخدي لَ
“Tidaklah masuk kedalam surga bagi orang-orang yang memutus tali silaturahim”
(HR. Muslim)
Keempat, bersaudara karena adalah amal mulia dan salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebagaiman yang pernah dikisahkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah ditanya tentang derajat imam yang paling tinggi, beliau bersabda, “hendaklah kamu mencitai dan membenci karena Allah SWT” kemudian rosul ditanya Kembali, selain itu apa wahai Rasulullah?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab, “hendaknya engkau mencintai orang lain seperti engkau mencitai dirimu sendiri, dan hendaklah engkau membenci bagi orang lain sebagaimana engkau membenci bagi dirimu sendiri.” (HR. Imam Al-Munziri).
Kelima, diampuni dosanya oleh Allah SWT Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “jika dua orang muslim bertemu dan mereka saling berjabat tangan, maka dosa-dosa mereka hilang dari kedua tangan mereka, bagai berjatuhan dari pohon.”
Melihat begitu pentingnya konsep persaudaraan dalam Al-Qur’an, persaudaraan terbagi menjadi beberapa bagian sebagaimana yang sudah ditetapkan didalam kitab yang telah diturunkan kepada hamba yang paling mulia ini:
1. Persaudaraan Dalam Ikatan Aqidah
Aqidah secara Bahasa adalah: Diambil dari kalimat Bahasa arab (دقعي-دقع) yang berarti tali pengikat sesuatu dengan yang lain, sehingga menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jika masih dapat dipisahkan berarti belum ada pengikat dan sekaligus berarti belum ada aqidahnya. Dalam pembahasan yang masyhur aqidah diartikan sebagai iman, kepercayaan atau keyakinan.
Sedangkan secara istilah pengertian dari aqidah adalah: Keyakinan yang teguh kepada Allah SWT, dan pada apa yang dituntut darinya dari tauhid, keyakinan kepada malaikat-malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Hari Akhir, dan takdir, baik dan buruknya. Dan tentunya keimanan tersebut harus terealisasi pada keyakinan
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 50
didalam hati, terucap pada lisannya dan diaplikasikan dalam perbuatan sehari-hari, jika salah satu tidak ada pada diri seseorang maka batal-lah keimanan-nya.
Banyak salaf yang menyebut aqidah yang benar dengan nama sunnah, untuk membedakannya dari aqidah dan pernyataan mazhab sesat, karena aqidah yang benar, yaitu aqidah Ahlussunnah wal-jama'ah, adalah berasal dari Sunnah Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam yang dijelaskan untuk Al-Qur'an.1
Telah ditetapkan didalam Al-Qur’an bahwasanya persaudaraan dalam ikatan aqidah adalah konsep persaudaraan yang paling kuat sebagaimana yang telah disebutkan didalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 10:
َنْوَُحَْرُ ت ْمُكملَعَل َهٰللّا اوُقم تاَو ْمُكْيَوَخَا َْيَْب اْوُحِلْصَاَف ٌةَوْخِا َنْو ُ نِمْؤُمْلا اَمنَِّا
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati.”
Di dalam ayat ini menunjukkan adanya kontrak dan ikatan yang dibuat oleh Allah SWT di antara orang-orang yang beriman, bahwa jika ada orang, di timur atau barat bumi dan di utara atau selatan bumi, beriman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, kitab- kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir, maka dia adalah saudara bagi orang-orang yang beriman, suatu persaudaraan yang wajib dia cintai untuknya. Orang-orang yang beriman, apa yang mereka cintai untuk diri mereka sendiri, dan apa yang mereka benci untuk diri mereka sendiri, apa yang mereka benci untuk diri mereka sendiri.2
Ayat ini juga menunjukkan bahwasanya lebih kuatnya persaudaraan dalam ikatan aqidah dibandingkan dengan persaudaraan dalam ikatan nasab, karena persaudaraan dalam ikatan nasab akan terputus dengan melanggar urusan perkara agama, dan sebaliknya persaudaraan dalam ikatan aqidah tidak akan terputus dengan melanggar urusan perkara nasab, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 46:
َن ْو ُكَت ْنَا َك ُ
ظ ِع َا ْْٓيِ نِا ٌمْلِع ٖهِب َكَل َسْيَل اَم ِنْلَٔـ ْسَت َلََف ٍح ِلاَص ُرْيَغ ٌلَمَع ٗهَّنِاۚ َك ِلْهَا ْنِم َسْيَل ٗهَّنِا ُحْوُنٰي َلاَق َنْي ِل ِه ٰج ْ
لا َن ِم
1 Abdullah Al-Jibrin, Tashil Al-Aqidah Al-Islamiyyah, darul ‘ushaimy, cet. 2, juz.1, hal.1
2 Abdurrahman bin Nashir Al-Sa’di, Taisir Kariim Ar-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Mannan, Beirut: mu’assat al- risalah. Cet.1, 1420 H, juz.1. hal. 800
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 51
“Dia (Allah) berfirman, “Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu karena perbuatannya sungguh tidak baik. Oleh karena itu, janganlah engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikatnya).
Sesungguhnya Aku menasihatimu agar engkau tidak termasuk orang-orang bodoh.”
Dan juga disebutkan dalam sebuah hadis
ِلْهَج َبَأ َُُدْن ِع َدَجَوَ ف – ملسو هيلع الله ىلص – ِمللّا ُلوُسَر َُُءاَج ُةاَفَوْلا بِلاَط َبَأ ْتَرَضَح اممَل ِبَلأ – ملسو هيلع الله ىلص – ِمللّا ُلوُسَر َلاَق ، ِةَيرِغُمْلا ِنْب َةميَمُأ ِبَأ َنْب ِمللّا َدْبَعَو ، ماَشِه َنْب ُنْب ِمللّا ُدْبَعَو لْهَج و ُبَأ َلاَقَ ف . ِمللّا َدْنِع اَِبِ َكَل ُدَهْشَأ ةَمِلَك ، ُمللّا ملَِإ َهَلِإ َلَ ْلُق ، ِٰمَع َي بِلاَط ملسو هيلع الله ىلص – ِمللّا ُلوُسَر ْلَزَ ي ْمَلَ ف ِبِلمطُمْلا ِدْبَع ِةملِم ْنَع ُبَغْرَ تَأ ، بِلاَط َبَأ َي َةميَمُأ ِبَأ ِةملِم ىَلَع َوُه ْمُهَم ملَك اَم َرِخآ بِلاَط وُبَأ َلاَق متَّح ، ِةَلاَقَمْلا َكْلِتِب ِناَدوُعَ يَو ، ِهْيَلَع اَهُضِرْعَ ي – ُمللّا ملَِإ َهَلِإ َلَ َلوُقَ ي ْنَأ َبَأَو ، ِبِلمطُمْلا ِدْبَع
“Ketika Abu Thalib hendak meninggal dunia, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mendatanginya. Di sisi Abu Thalib ada Abu Jahal bin Hisyam dan ‘Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata kepada Abu Thalib, “Wahai pamanku! Katakanlah ‘laa ilaaha illAllah’, suatu kalimat yang dapat aku jadikan sebagai hujjah (argumentasi) untuk membelamu di sisi Allah”. Maka Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah berkata, “Apakah Engkau membenci agama Abdul Muthallib?” Maka Rasulullah terus-menerus mengulang perkataannya tersebut, sampai Abu Thalib akhirnya tidak mau mengucapkannya. Dia tetap berada di atas agama Abdul Muthallib dan enggan untuk mengucapkan ‘laa ilaaha illAllah’.” (HR.
Bukhari no. 1360 dan Muslim no. 141).
Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memintakan ampunan setelah meninggalnya pamannya dengan mengucapkan:
" َكْنَع َهْنُأ َْلَ اَم َكَل منَرِفْغَ تْسََلأ ،اللهو"
“Demi Allah, akan kumohonkan ampun untukmu selama aku tidak dilarang.”
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 52
Dan dengan itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ditegur oleh Allah SWT didalam Al-Qur’an dalam surah At-Taubah ayat 113:
ْمُمنََّا ْمَُلَ َميَْبَ ت اَم ِدْع َ ب ْۢ
ْنِم هبْرُ ق ْ ِليوُا آْوُ ناَك ْوَلَو َْيِْكِرْشُمْلِل اْوُرِفْغَ تْسمي ْنَا آْوُ نَمها َنْيِذملاَو ِِٰبمنلِل َناَك اَم ِمْيِحَْلجا ُبهحْصَا
”Tidak ada hak bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik sekalipun mereka ini kerabat(- nya), setelah jelas baginya bahwa sesungguhnya mereka adalah penghuni (neraka) Jahim”.
Dan juga disebutkan didalam Al-Qur’an senada dengan ayat teguran diatas, surah Al- Qosos ayat 56:
َنْيِدَتْهُمْلِب ُمَلْعَا َوُهَوۚ ُء ۤاَشمي ْنَم ْيِدْهَ ي َهٰللّا منِكهلَو َتْبَ بْحَا ْنَم ْيِدَْتَ َلَ َكمنِا
”Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) tidak (akan dapat) memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk). Dia paling tahu tentang orang-orang yang (mau) menerima petunjuk”.
Jika persaudaraan dalam ikatan nasab lebih kuat dibandingkan dengan persaudaraan dalam ikatan aqidah tentunya Allah SWT tidak akan menegur Nabi Nuh, Nabi Ibrohim dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Melihat begitu pentingnya mempererat persaudaraan di antara kaum muslimin wajib bagi setiap kaum muslimin untuk menjaga tali persaudaraan tersebut dan mencegah permusuhan diantara kaum muslimin sebagaimana yang sudah ditetapkan didalam surah Al-Hujurat ayat 10:
َنْوَُحَْرُ ت ْمُكملَعَل َهٰللّا اوُقم تاَو ْمُكْيَوَخَا َْيَْب اْوُحِلْصَاَف ٌةَوْخِا َنْوُ نِمْؤُمْلا اَمنَِّا
”Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati”.
Dari penetapan ayat diatas menunjukkan bahwasanya kalimat perintah menunjukan wajib untuk dilaksanakan kecuali ada dalil yang merubah ketentuan tersebut, sebagaimana yang disebutkan dalam ilmu usul fiqh:
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 53
هفلاخ ىلع ليلدلا لد ام لَإ بوجولل رملأا في لصلأا
”Aturan dalam hal ini adalah wajib, kecuali yang ditunjukkan dengan bukti yang bertentangan”
Kaidah tersebut menunjukkan bahwasanya wajib bagi setiap muslim untuk menjaga persaudaraan dan mendamaikan jika terjadi pertikaian diantara kaum muslimin sebagaimana yang dikatakan oleh Imam At-Thobary.
Jika mereka berperang atau berselisih dengan berpegang pada hukum Allah dan hukum Rasul-Nya, maka arti kedua bersaudara dalam konteks ini adalah: semua yang berperang atau berselisih adalah dari orang-orang yang beriman.3
Maksud yang dikatakan oleh Imam At-Thobary adalah Seperti yang dikatakan oleh Ibnu al-Utsaimin dalam tafsirnya, di mana dia berkata: “Berdamailah antara dua saudaramu,” artinya: Allah hanya memerintahkan perdamaian antara dua kubu yang berselisih; Karena orang-orang mukmin itu bersaudara, dua kubu yang berperang adalah saudara, dan kita juga bersaudara dengan mereka, bahkan dengan pertempuran itu4.
Mendamaikan pertikaian antara kaum muslimin adalah salah satu hak bersaudara dalam ikatan iman, oleh sebab itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan untuk menjaga hak tersebut:
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, "Maukah kalian aku beri tahu tentang suatu amalan yang lebih tinggi derajat (keutamaannya) dari puasa, shalat, maupun sedekah?" Para sahabat serentak menjawab "Ya". Beliau lalu bersabda, "Mendamaikan hubungan persahabatan dan kekerabatan karena rusaknya hal tersebut merupakan tanda kehancuran" (HR Tirmidzi).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sangat memperhatikan problematika persaudaraan oleh sebab itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
"Mereka (sesama muslim) itu adalah saudaramu. Oleh karena itu, damaikanlah yang berselisih, mintalah bantuan mereka untuk menghadapi lawan yang tidak mampu kalian kalahkan, serta sebaliknya bantulah mereka dalam menghadapi lawan yang tidak mampu mereka kalahkan" (HR Ahmad).
Salah satu hak saudara muslim terhadap muslim lainnya adalah senatiasa mencitai saudaranya sebagaimana dia mencitai dirinya tanpa mengharapkan imbalan apapun dan
3 Abu ja’far At-Thobary, jami’ul bayan fi Ta’wil Al-Qur’an, mu’assah Ar-Risalah, cet. 1, 1420 H, Juz.22, Hal. 297
4 Ibnu utsaimin, tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Hal. 13154
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 54
selalu menjaga kehormatan satu sama lain sebagaimana yang telah ditetapkan didalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
ثيدلحا بذكأ ٰنٰظلا ٰنإف ،ٰنٰظلاو مكٰيِإ
adalah
“Jauhkanlah dirimu dari prasangka buruk karena prasangka buruk (Muttafaq’alaih)
” ucapan yang paling bohong.
Hujurat ayat 12 -
SWT didalam surat Al Allah
Dan dikatakan juga dalam firman disebutkan:
َلََو اْوُسمسََتَ َلَمو ٌْثِْا ِٰنمظلا َضْعَ ب منِا ِِّٰۖنمظلا َنِٰم ا ْيرِثَك اْوُ بِنَتْجا اوُنَمها َنْيِذملا اَهُّ يَٓهي َ ي
ا ضْعَ ب ْمُكُضْعم ب ْبَتْغ
ْيِخَا َمَْلح َلُكْميَّ ْنَا ْمُكُدَحَا ُّبُِيََا َ ت َهٰللّا منِا َهٰللّا اوُقم تاَو ُُْوُمُتْهِرَكَف ا تْ يَم ِه
ٌمْيِحمر ٌبامو
”Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang”.
Dilarangnya seorang muslim berburuk sangka terhadap muslim lainya adalah salah satu menjaga kehormatan muslim lainya dan menjaga kehormatan seorang muslim adalah hak muslim terhadap muslim lainya yang paling utama.
Oleh kerenanya diharpkan bagi setiap muslim untuk senantiasa menjaga lisannya karena sesungguhnya lisan adalah salah satu anggota tubuh yang paling tajam lebih tajam dari pada pedang,
ْنِْلاِل َناَك َنهطْيمشلا منِا ْمُهَ نْ يَ ب ُغَزْ نَ ي َنهطْيمشلا منِا ُنَسْحَا َي ِه ِْتِملا اوُلْوُقَ ي ْيِداَبِعِٰل ْلُقَو ا نْ يِبُّم ااوُدَع ِناَس
”Katakan kepada hamba-hamba-Ku supaya mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (dan benar). Sesungguhnya setan itu selalu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia”.
Menjaga persaudaraan dalam ikatan aqidah begitu banyak keutamaan yang akan didapat oleh seorang muslim, berikut adalah keutamaan-keutamaan yang akan diperoleh oleh seorang muslim:
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 55
a. Menolong Saudara Akan Senatiasa Ditolong Oleh Allah
Allah memerintahkan hambanya untuk senantiasa menolong saudaranya, sebagaimana yang telah disebutkan didalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
ِهيِخَأ ِنْوَع ِفي ُدْبَعْلا َناَك اَم ِدْبَعْلا ِنْوَع ِفي ُمللّاَو
Artinya:”Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama si hamba selalu menolong saudaranya.” (HR.Muslim)
b. Doanya Senantiasa Akan Diamini Oleh Para Malaikat
Disebutkan didalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang diriwayatkan oleh imam muslim:
لْثِِبِ َكَلَو ،َيِْمآ :هب لكولما ُكَلَمْلا َلاَق ِبْيَغْلا ِرْهَظِب ِهيِخَِلأ ُدْبَعلا اَعَد نم
Artinya:”Apabila seorang muslim berdoa untuk kebaikan saudaranya tanpa sepengetahuan yang bersangkutan, maka malaikat mengamininya dan mendoakan,
"Semoga engkau mendapat hal yang serupa.(HR.Muslim)
c. Sesama Muslim Ibarat Satu Tubuh
ُهَل ىَعاَدَت ٌوْضُع ُهْنِم ىَكَتْشا اَذِإ ،ِدَسَْلجا لَثَم مهفطاعَتَو ْمِهُِحَاَرَ تَو مهِٰداوَت ِفي َيِْنِمْؤُمْلا ُلَثَم .ىملحاو رهسلب دَسَْلجا ُرِئاَس
”Perumpamaan orang-orang mukmin dalam persahabatan kasih sayang dan persaudaraannya sama dengan satu tubuh; apabila salah satu anggotanya merasa sakit, maka rasa sakitnya itu menjalar ke seluruh tubuh menimbulkan demam dan tidak dapat tidur (istirahat)” (HR.Muslim)
Dan juga disebutkan dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
ضْعَ ب ُهُضْعَ ب ُّدُشَي ،ِناَيْ نُ بْلاَك ِنِمْؤُمْلِل ُنِمْؤُمْلا ا
Artinya:”Orang mukmin (terhadap mukmin lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lainnya saling kuat-menguatkan”.(HR.Muslim).
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 56
2. Persaudaraan Dalam Ikatan Nasab
Persaudaraan dalam ikatan nasab adalah persaudaraan yang terbangun dari satu Rahim atau biasa disebut terlahir dari ayah dan ibu yang sama sebagaimana yang disebutkan didalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 30:
َنْيِر ِس ٰخ ْلا َنِم َحَبْصَاَف ٗهَلَتَقَف ِهْي ِخَا َلْتَق ٗه ُسْفَن ٗهَل ْتَعَّوَطَف
”Kemudian, hawa nafsunya (Qabil) mendorong dia untuk membunuh saudaranya) Maka, dia pun (benar-benar) membunuhnya sehingga dia termasuk orang-orang yang rugi.”
Disebut juga saudara dalam ikatan nasab walaupun tidak terlahir dari ibu yang sama akan tetapi dari ayah yang sama sebagaimana yang telah ditetapkan didalam Al-Qur’an surah Yusuf ayat 59:
ُْيرَخ ۠
َنََاَو َلْيَكْلا ِفِْو ُا ِْٰٓنَا َنْوَرَ ت َلَ َا ۚ ْمُكْيِبَا ْنِٰم ْمُكمل خَِب ْ ِنْوُ تْ ئا َلاَق ْمِهِزاَهَِبج ْمُهَزمهَج اممَلَو َْيِْلِزْنُمْلا
”Ketika dia (Yusuf) menyiapkan perbekalan (bahan makanan) untuk mereka, dia berkata, “Bawalah kepadaku saudaramu yang seayah denganmu (Bunyamin).
Tidakkah kamu melihat bahwa aku menyempurnakan takaran (gandum) dan aku adalah sebaik-baiknya penerima tamu?”
Sebatas inilah persaudaraan dalam ikatan nasab yang dengannya berbangga-bangga, disamping itu persaudaraan dalam ikatan aqidah-lah yang paling mulia derajatnya disisih Allah SWT sebagaimana yang telah disebutkan didalam Al-Qur’an surah Al- Hujurat ayat 13:
َدْنِع ْمُكَمَرْكَا منِا ۚ اْوُ فَراَعَ تِل َلِٕى ۤاَبَ قمو بْوُعُش ْمُكهنْلَعَجَو ىهثْ نُامو رَكَذ ْنِٰم ْمُكهنْقَلَخ منَِا ُسامنلا اَهُّ يَٓهي ٌْيرِبَخ ٌمْيِلَع َهٰللّا منِا ْمُكىهقْ تَا ِهٰللّا
”Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku- suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti”.
Dalam konteks ayat diatas Abdurrahman bin Nashir Al-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan bahwasanya, “Yang Mahakuasa mengatakan bahwa Dia menciptakan anak-
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 57
anak Adam dari satu asal dan satu jenis kelamin, dan semuanya laki-laki dan perempuan, dan mereka semua kembali ke Adam dan Hawa, tetapi Allah Yang Mahakuasa mengutus dari mereka banyak laki-laki dan perempuan, dan memisahkan mereka, dan menjadikan mereka berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, yaitu: suku muda dan tua, dan itu demi saling mengenal, karena mereka Jika masing-masing berdiri sendiri, hubungan saling mengenal ini tidak akan terjadi, yang akan menghasilkan nafkah, gotong royong, warisan, dan hak-hak kerabat, tetapi Allah menjadikan mereka berbangsa-bangsa dan bersuku- suku agar terjadi hal-hal tersebut dan hal-hal lain yang tergantung pada hubungan perkenalan dan hak-hak garis keturunan, tetapi kedermawanan adalah melalui ketakwaan, jadi yang paling mulia Di antara mereka di sisi Allah-lah yang paling bertaqwa di antara mereka, Dialah yang paling taat di antara mereka dan tidak mungkar, bukan yang paling kekerabatannya dan kaumnya, bukan pula yang paling mulia di antara mereka secara nasab, melainkan Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengetahui. Dia mengetahui orang-orang yang mengamalkan ketakwaan Allah lahir dan batin, dan siapa yang melakukannya secara lahiriah dan tidak batiniah, maka Dia memberi balasan kepada masing-masing dengan apa yang pantas baginya.5
Dan dalam ayat ini terdapat pernyataan bahwa salah satu hak saudara adalah tidak menyombongkan diri atau mencelakai saudara-saudaranya, karena sekalipun saudara itu telah mencapai apa yang telah dicapainya dalam hal harta, harkat, atau selain kebesaran, tetap saja dia berasal dari soliditas yang sama.
3. Saudara Sepersusuan
Disebutkan didalam Al-Qur’an saudara sepersusuan surah An-Nisa’ ayat 23:
ِتْخُْلَا ُتهنَ بَو ِخَْلَا ُتهنَ بَو ْمُكُتهلهخَو ْمُكُتهٰمَعَو ْمُكُتهوَخَاَو ْمُكُته نَ بَو ْمُكُتههممُا ْمُكْيَلَع ْتَمِٰرُح ْنِٰم ْمُكِرْوُُُح ِْفي ِْتِهٰلا ُمُكُبِٕى ۤ
َبَرَو ْمُكِٕى ۤا َسِن ُتههممُاَو ِةَعاَضمرلا َنِٰم ْمُكُتهوَخَاَو ْمُكَنْعَضْرَا ِْٓتِهٰلا ُمُكُتههممُاَو َنْيِذملا ُمُكِٕى ۤاَنْ بَا ُلِٕىَۤلاَحَو ِّۖ ْمُكْيَلَع َحاَنُج َلاَف منِِبِ ْمُتْلَخَد اْوُ نْوُكَت ْملَ ْنِاَف ِّۖمنِِبِ ْمُتْلَخَد ِْتِهٰلا ُمُكِٕىۤاَسِٰن
ا مْيِحمر ا رْوُفَغ َناَك َهٰللّا منِا َفَلَس ْدَق اَم ملَِا ِْيَْتْخُْلَا َْيَْب اْوُعَمَْتَ ْنَاَو ْۙ
ْمُكِب َلاْصَا ْنِم
5 Abdurrahman bin Nashir Al-Sa’di, Taisir Kariim Ar-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Mannan, Beirut: mu’assat al- risalah. Cet.1, 1420 H, juz.1. hal. 802
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 58
”Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara- saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu) dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat-ayat yang mulia ini mengandung penjelasan tentang wanita-wanita yang diharamkan karena pertalian darah, dan wanita-wanita karena sepersusuan dan wanita- wanita yang diharamkan karena perkawinan dan wanita-wanita yang diharamkan karena penyatuan dan juga wanita-wanita yang dihalalkan. Adapun wanita-wanita yang diharamkan karena pertalian darah, mereka ada tujuh kelompok sebagaimana yang disebutkan oleh Allah yaitu: ibu, yang termasuk makna ibu adalah setiap orang yang menjadi sebab kelahiran dirimu walupun jauh. Kemudian anak perempuan, dan termasuk dalam makna anak perempuan adalah setiap orang yang engkau menjadi penyebab kelahirannya. Saudara perempuan sekandung atau seayah atau seibu, saudara perempuan ayah yaitu seluruh seluruh saudara perempuan ayah anda atau kakek anda dan seterusnya ke atas. Saudara perempuan ibu, yaitu setiap saudara perempuan ibu anda atau nenek anda dan seterusnya ke atas yang menjadi ahli waris ataupun tidak.
Keponakan perempuan dari saudara laki-laki dan keponakan perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya kebawah. Mereka semua itu adalah wanita-wanita yang diharamkan karena pertalian darah menurut ijma’para ulama, sebagaimana juga nash ayat yang mulia di atas. Sedangkan selain dari mereka maka termasuk firman Allah “dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian” yang demikian itu seperti anak perempuan bibi atau paman dari ayah atau anak perempuan bibi atau paman dari ibu. Adapun wanita-wanita yang diharmakan Karena persusuan, maka sesungguhnya Allah telah menyebutkan pada ayat di atas yaitu di antara mereka adalah ibu dan saudara perempuan, hal itu adalah sebuah dalil tentang haramnya menikahi ibu, padahal hak air susunya bukanlah miliknya, sesungguhnya air susu itu adalah hak yang memiliki susu, indikasi ayat tersebut menunjukan bahwa pemilik dari air susu itu adalah ayah bagi anak susan tersebut, lalu bila telah terbukti dalam hal tersebut penamaan ayah dan ibu, maka harus terbukti pula hal-hal yang menjadi cabang dan kedua label tersebut, seperti
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 59
saudara-saudara perempuan keduanya kakek nenek keduanya dan keturunan keduanya, dan nabi telah bersabda ”diharamkan dari persesusuan apa yang diharamkan dari keturunan.”
Dengan demikian tersebarlah pengharaman itu dari pihak ibu yang menyusui dan pemilik air susu tersebut, sebagaimana juga tersebar pada sanak family pada anak tersebut hingga pada anak keturunannya saja, akan tetapi dengan syarat sepersusuan tersebut adalah sebanyak lima kali susuan dalam usia dua tahun sebagaimana yang telah dijelaskan oleh sunnah. Adapun wanita-wanita yang diharamkan karena pernikahan adalah empat kelompok, yaitu; istri-istri bapak dan seterusnya ke atas, istri-istri anak dan seterusnya ke bawah baik yang menjadi ahli waris maupun yang terhalang ibu dari istri dan seterusnya ke atas dan mereka yang disebut tadi adalah diharamkan dengan sempurnanya akad nikah.
Sedangkan yang keempat adalah anak perempuan tiri, yaitu anak perempuan istrinya dan seterusnya kebawah, kelompok yang satu ini tidaklah haram kecuali bila suami telah menggauli istrinya sebagaimana Allah berfirman pada ayat ini ”anak-anak pada istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri” dan jumhur ulama juga telah berkata ”sesungguhnya firman Allah “yang dalam pemeliharaan” sebuah pengikat yang keluar dari perkara yang sering terjadi hingga tidak memiliki arti dan makna, karena sesungguhnya anak perempuan tiri itu tetap haram (dinikahi) walaupun tidak berada dalam pemeliharaan namun ikatan tersebut memiliki dua faidah: Pertama, menyimpan sebuah indikasi tentang hikmah dari pegharaman anak peremuan tiri dan bahwa ia adalah dalam posisi anak kandung maka sangatlah jelek menjadikannya halal untuk dinikahi. Kedua, ikatan itu menyimpan sebuah isyarat tentang bolehnya berkhalwat dengan anak perempuan tiri, karena ia adalah dalam posisi orang-orang yang ada dalam pemeliharaannya seperti anak-anak perempuan nya sendiri dan semisalnya.
Wanita-wanta yang diharamkan karena penghimpunan maka Allah telah menyebutkan tentang penyatuan saudara perempuan kemudian Allah mengharamkannya, Dan Nabi saw juga telah mengharamkan penyatuan antara seorang perempuan dengan amah (bibi dari pihak ayah) atau khalah (bibi dari pihak ibu) maka setiap dua perempuan yang disatukan yang memliki ikatan pertalian darah adalah diharamkan seandainya diumpamakan salah seorangnya adalsh laki-laki dan lainnya adalah perempuan maka yang perempuan haram bagi yang laki-laki karena itu
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 60
diharamkan menyatukan antara keduanya, yang demikian itu karena akan menjadi salah satu sebab di antara sebab-sebab putusnya tali kekeluargaan.6
4. Saudara Setanah Air
Disebutkan didalam Al-Qur’an surah asy-syu’ara’ ayat 161 Allah SWT berfirman:
ۚ َنْوُقم تَ ت َلََا ٌطْوُل ْمُهْوُخَا ْمَُلَ َلاَق ْذِا
”Ketika saudara mereka, Lut, berkata kepada mereka, “Mengapa kamu tidak bertakwa?”
Yaitu, ia menjadikan Luth seorang saudara bagi bangsanya, dan bukan keturunan mereka, tetapi tamu di antara mereka, karena kaum Luth termasuk di antara penduduk palestina, orang kan’an, dan Luth adalah orang ibrani, putra saudaraku ibrahim, tetapi apabila ia menetap di negeri mereka dan hidup bersama mereka, keadaan mereka, dan penampilan mereka, ia menjadi saudara bagi mereka.7
Saudara-saudara di tanah air membuat saudara itu tinggal bersama saudara- saudaranya di rumah mereka, memberikan kebaikan bagi mereka, menghilangkan bahaya dari mereka dan bekerja sama dengan mereka, sebagaimana yang difirmankan didalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 2:
َلََو َماَرَْلحا َرْهمشلا َلََو ِهٰللّا َرِٕى ۤاَعَش اْوُّلُِتُ َلَ اْوُ نَمها َنْيِذملا اَهُّ يَٓهي َْلَا
َتْيَ بْلا َْيِْٰم ۤ
ها َٓلََو َدِٕى ۤ
َلاَقْلا َلََو َيْد
هاَنَش ْمُكمنَمِرَْيَ َلََو اْوُداَطْصاَف ْمُتْلَلَح اَذِاَو نَاَوْضِرَو ْمِِٰبِمر ْنِٰم لاْضَف َنْوُغَ تْ بَ ي َماَرَْلحا ْمُكْوُّدَص ْنَا مْوَ ق ُن
اْوُدَتْعَ ت ْنَا ِماَرَْلحا ِدُِْسَمْلا ِنَع َع اْوُ نَواَعَ ت َلََو ِّۖىهوْقم تلاَو ِِٰبْلا ىَلَع اْوُ نَواَعَ تَو
اوُقم تاَوِّۖ ِناَوْدُعْلاَو ِْثِْْلَا ىَل
ِباَقِعْلا ُدْيِدَش َهٰللّا منِا َهٰللّا
”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah,) jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram,) jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qalā’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda) dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitulharam sedangkan mereka mencari karunia dan rida Tuhannya!) Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah (jika mau). Janganlah sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu
6 Abdurrahman bin Nashir Al-Sa’di, Taisir Kariim Ar-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Mannan, Beirut: mu’assat al- risalah. Cet.1, 1420 H, juz.1. hal. 173
7 Muhammad At-Thohir bin Muhammad bin Muhammad At-Thohir bi ‘Asyur, At-Tahrir wa At-Tanwir, tunus:
darut tunisiyyah, cet.1, 1984 H, Juz.19. Hal.178
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 61
kaum, karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.”
Penyerang membayar mereka, karena dia memiliki apa yang mereka miliki dan dia berkewajiban kepada mereka, dan inilah yang mengingatkan Islam dalam perhatiannya yang terbesar terhadap hak-hak tetangga, terutama jika mereka adalah kerabat Muslim.
C. SIMPULAN
Dari pembahasan tentang konsep persaudaraan dalam Al-Qur’an dari pertinjauan beberapa pakar-pakar tafsir terhususnya tafsir Taisir Kariim Ar-Rahman Fii Tafsir Kalam Al-Mannan, dapat disimpulkan bahwasanya menurut pakar-pakar tafsir seperti:
Abdurrahman bin Nashir Al-Sa’di, Ibnu ‘Asyur, dan Al-Qurthubi, pesan-pesan yang disampaikan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan persaudaraan yaitu : Pertama, menjelaskan begitu pentingnya mempererat tali persaudaraan dalam ikatan aqidah atau dalam ikatan iman. Kedua, mengarahkan masyarakat muslim untuk senantiasa menjaga dan mendamaikan antara hubungan persaudaraan dalam ikatan aqidah yakni, dengan menjaga tutur kata, perilaku terhadap saudaranya, dan selalu menjaga tali silaturahmi antar umat muslim.
Zad Al-Mufassirin, Page 45-62, Vol. 3 No. 1, 2021 | 62
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jibrin, Abdullah bin Abdul Aziz. Tashil Al-Aqidah Al-Islamiyyah, Darul ‘Ushaimy, Riyadh: Markaz Al-Manhaj lil Isyrofi Watadribi Attarbawi, 1436 H.
Al-Sa’di, Abdurrahman bin Nashir. Taisir Kariim Ar-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Mannan, Beirut: Mu’assat Ar-Risalah. 1420 H
Al-Sa’di, Abdurrahman bin Nashir. Taisir Kariim Ar-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Mannan, Beirut: Mu’assat Ar-Risalah. 1420 H
Al-Sa’di, Abdurrahman bin Nashir. Taisir Kariim Ar-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Mannan, Beirut: Mu’assat Ar-Risalah., 1420 H
Al-Utsaimin, Muhammad bin Sholeh. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Mesir: Ibnu Al-Jauzi, 1423 H
At-Thobary, Abu ja’far. jami’ul bayan fi Ta’wil Al-Qur’an, Beirut: Mu’assah Ar-Risalah, 1420 H
Ibnu ‘Asyur, Muhammad At-Thohir bin Muhammad bin Muhammad At-Thohir. At-Tahrir wa At-Tanwir, Tunus: Darut Tunisiyyah, 1984 H