• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA PADA PAPAN NAMA BADAN PUBLIK DI GORONTALO. Sri Nurlaela Sabubu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA PADA PAPAN NAMA BADAN PUBLIK DI GORONTALO. Sri Nurlaela Sabubu"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

231

Sri Nurlaela Sabubu Kantor Bahasa Provinis Gorontalo

Jalan dr. Zainal Umar Sidiki, Tilongkabila, Bone Bolango, Gorontalo Pos-el srinurlaela.sabubu@gmail.com

Abstrak

Penggunaan bahasa Indonesia wajib digunakan pada nama bangunan atau gedung merupakan amanat dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penggunaan bahasa Indonesia pada papan nama badan publik di Gorontalo. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 27 kesalahan ejaan dalam penggunaan bahasa Indonesia pada papan nama badan publik di Kota Gorontalo, berupa kesalahan penulisan tanda baca, singkatan, dan kata asing.

Kata Kunci: bahasa Indonesia, papan nama; badan publik;

The Using of Indonesian on Signboard of Office in Gorontalo

Abstract

The use of Indonesian is an obligatory on signboard of building as a mandate in Undang- Undang Republik Indonesia Number 24 of 2009 concerning Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (the Flag, Language and State Emblem and National Anthem).

The purpose of this study was to find out how the Indonesian language is used on the signboards of public offices in Gorontalo. The method used is descriptive qualitative. The results showed that there were 27 spelling errors in the use of Indonesian on the signboards of public offices in Gorontalo City, in the form of errors in writing punctuation marks, abbreviations, and foreign words.

Keywords: signboard; public offices; spelling errors

PENDAHULUAN

Bahasa negara yaitu bahasa Indonesia disebutkan pada pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan sebagai Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945. Kemudian pada tahun 2009, dikeluarkan Undang- Undang No. 24 Tahun 2009.

Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan pada Pasal 36 ayat 3 menyatakan “Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga pendidikan, dan organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.” Selain itu juga pada pasal 38 ayat 1 berbunyi “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk

jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum.” Undang-undang ini sangat jelas mengatur penggunaan bahasa Indonesia yang wajib digunakan di ruang publik.

Tujuan pengutamaan bahasa Indonesia di ruang publik adalah (1) memasyarakatkan pemakaian bahasa Indonesia sesuai Undang- Undang No. 24 Tahun 2009, (2) menanamkan sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia, (3) meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahasa Indonesia sebagai lambang jati diri bangsa, (4) meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar di ruang publik, (5) mendokumentasikan pemakaian bahasa ruang publik di wilayah kabupaten/kota, (6) mengevaluasi pemakaian bahasa di ruang publik, dan membina pemakaian bahasa yang baik dan benar, dan (7) mewujudkan

(2)

232 bahasa di ruang publik yang memartabatkan bahasa Indonesia.

Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pengutamaan Bahasa Negara di Ruang Publik pada poin 2, mewajibkan pengutamaan penggunaan bahasa Indonseia pada 5 (lima) objek ruang publik, yaitu:

1. Nama lembaga dan gedung;

2. Nama bangunan, jalan, apartemen atau pemukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, dan lembaga pendidikan;

3. Penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum;

4. Nama ruang pertemuan; dan

5. Nama dan informasi produk barang/jasa Berdasarkan hal tersebut, pada poin nomor 1 disebutkan nama lembaga dan gedung, seluruh lembaga pemerintah yang ada di wilayah Indonesia. Lembaga pemerintah yang dimaksud salah satunya adalah badan publik.

Terdapat beberapa badan publik yang ada di Kota Gorontalo. Dalam pengutamaan bahasa negara di badan publik, plang kantor atau lembaga badan publik seharusnya sudah mengikuti aturan yang telah ada pada Undang-Undang No. 24 Tahun 2019. Oleh karena itu, kajian ini akan membahas bagaimana ketepatan penggunaan bahasa Indonesia pada kantor atau lembaga badan publik yang ada di Gorontalo.

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan pada bagian awal tulisan ini, dirumuskanlah masalah pokok kajian, yaitu bagaimana penggunaan bahasa Indonesia pada papan nama kantor/lembaga badan publik se-kota Gorontalo. Secara umum, penelitian ini bertujuan mengetahui penggunaan bahasa Indonesia pada papan nama kantor/lembaga badan publik se-kota Gorontalo. Dalam kajian ini akan dibatasi pada penggunaan Ejaan yang sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia pada papan nama kantor/lembaga badan publik yang ada di Kota Gorontalo. Penulis memilih aspek ejaan ini atas pertimbangan, ejaan merupakan pengetahuan dasar dalam

kemahiran berbahasa yang seharusnya sudah dikuasai dengan baik oleh penutur berbahasa Indonesia.

Penelitian tentang penggunaan bahasa pada ruang publik sudah pernah dilakukan antara lain oleh Muqri, dkk (2016). Muqri, dkk. melakukan penelitian dengan judul Penggunaan Bahasa pada Papan Nama di Ruang Publik Jalan Protokol Jakarta.

Penelitian tersebut bertujuan mengidentifikasi dan mengetahui penggunaan bahasa pada papan nama di ruang publik jalan protokol Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa pada papan nama terbatas pada satuan sintaksis kata dan frasa (Muqri et al., 2016).

Hasibuan juga melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa pada Penulisan Media Luar Ruang di Wilayah Kota Medan” (2018).

Tujuan dari penelitian tersebut adalah menganalisis kesalahan penulisan di media luar ruang di Kota Medan. Hasil yang didapatkan adalah masih banyak kesalahan menulis di media luar ruang yang tidak sesuai dengan aturan Indonesia (Hasibuan, 2018)

Penelitian tentang analisis kesalahan berbahasa juga dilakukan oleh Sabrina dengan judul “Analisis Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Kata Pengantar Skripsi Mahasiswa PBSI FKIP UNSYIAH” (2018). Metode dalam penelitian tersebut adalah metode deskriptif kualitatif. Dari pengolahan data, didapatkan hasil yaitu masih terdapat kesalahan penggunaan bahasa Indonesia dan yang paling dominan adalah kesalahan ejaan (Sabrina, 2018).

Pada media luar ruang, Hasanudin melakukan penelitian dengan judul

“Analisis Kesalahan Berbahasa pada Media Luar Ruang di Kabupaten Bojonegoro”

(2017). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan sampel tulisan pada media luar ruang di Kabupaten Bojonegoro. Kesimpulan dari hasil penelitian ini salah satunya adalah unsur kebahasaan yang sering terjadi kesalahan

(3)

233 berbahasa dalam media luar ruang yaitu kesalahan pada aspek pemakaian tanda baca. Khususnya tanda tititk (.), penulisan kata depan di, penggunaan kata pukul dan jam, dan singkatan (Hasanudin, 2017).

Dari semua kajian/penelitian di atas, kajian ini mengambil objek Papan nama (plang) dari kantor/lembaga badan publik yang ada di Kota Gorontalo dan akan membahas tentang bagaimana penggunaan ejaan pada plang tersebut. Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini memfokuskan dan memperdalam kajian mengenai kesalahan ejaan.

TEORI Badan Publik

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyatakan:

“Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non-pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.“

Dari definisi tersebut, terlihat bahwa pendekatan yang digunakan UU KIP untuk mendefinisikan Badan Publik adalah pendekatan sumber pendanaan lembaga, yaitu bersumber dari APBN, APBD, sumbangan masyarakat, dan sumbangan luar negeri, sehingga Badan Publik dalam definisi ini, selain instansi pemerintah, termasuk pula partai politik, civil society organization/non-government organization, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah. Lebih rinci, Perki 1/2010 dalam Lampiran I menentukan siapa saja yang disebut sebagai Badan Publik, dengan memberikan contoh cakupan namun tidak

terbatas pada nama-nama yang dicontohkan dalam Lampiran tersebut.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, lembaga memiliki beberapa arti dan salah satunya adalah badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha.

Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif menurut Ulya (2017:8) adalah tiga macam cabang kekuasaan yang terpisah, yaitu eksekutif dijalankan oleh presiden, legislatif dijalankan oleh DPR, dan yudikatif dijalankan oleh MA. Lebih lanjut lagi dalam ketentuan UUD 1945, terdapat lebih dari 35 subjek jabatan atau subjek hukum kelembagaan dalam arti yang luas. Lembaga tersebut adalah:

1. Presiden;

2. Wakil presiden;

3. Dewan pertimbangan presiden;

4. Kementerian Negara;

5. Menteri Luar Negeri;

6. Menteri Dalam Negeri;

7. Menteri Pertahanan;

8. Duta;

9. Konsul;

10. Pemerintah Daerah Provinsi;

11. Gubernur/Kepala Pemerintah Daerah Provinsi;

12. DPRD Provinsi;

13. Pemerintah Daerah Kabupaten;

14. Bupati/Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten;

15. DPRD Kabupaten;

16. Pemerintah Daerah Kota;

17. Walikota/Kepala Pemerintah Daerah Kota;

18. DPRD Kota;

19. Majelis Pemusyawarakatan Rakyat (MPR);

20. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);

21. Dewan Perwakilan Daerah (DPD);

22. Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, yang diatur lebih lanjut dengan undang-undang;

23. Bank sentral yang susuna, kedudukan, kewenangan,

tanggungjawab, dan

(4)

234 independensinya diatur lebih lanjut dengan undang-undang;

24. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);

25. Mahkamah Agung (MA);

26. Mahkamah Konstitusi (MK);

27. Komisi Yudisial (KY);

28. Tentara Nasional Indonesia (TNI);

29. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI);

30. Angkatan Darat (AD);

31. Angkatan Laut (AL);

32. Angkatan Udara (AU);

33. Satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau istimewa;

34. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, seperti Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan sebagainya;

35. Kesatuan Masyarakat Hukum Adat.

Dari segi fungsi, Trisulo (2015) membedakan kelembagaan negara dalam tiga ranah domain yaitu: Kekuasaan Eksekutif (terdiri dari presiden dan wakil presiden), kekuasaan legislatif (DPR, DPD, MPR, dan BPK), dan kekuasaan kehakiman atau yudisial(18).

Plang

Menurut KBBI, plang adalah papan nama yang memuat data atau keterangan tentang suatu hal, misalnya plang proyek, plang dokter. Salah satu bagian dari plang adalah papan nama. Papan nama yaitu papan yang dipasang di depan rumah atau kantor yang bertuliskan nama (orang, organisasi, lembaga, perusahaan, dan sebagainya).

Papan nama digunakan sebagai sebagai media penyampaian informasi yang biasanya terbuat dari beberapa bahan material. Umumnya papan nama terdiri dari kerangka, cover, gambar, dan bingkai.

Papan nama bisa ditempel di tembok, bangunan, di tiang, atau menggantung.

Konten papan nama terdiri atas paduan dari unsur visual dan unsur teks (bahasa).

Unsur visual pada papan nama berbentuk gambar, komposisi gambar, komposisi

warna, ukuran huruf. Sedangkan unsur teks pada papan nama berfungsi untuk menyampaikan identitas took dan daya tarik took (Candrawinata dalam Rezeki, 2018:

103).

Pengutamaan Bahasa Negara di Ruang Publik

Bahasa negara sebagai bahasa kesatuan sudah seharusnya diutamakan dalam penggunaannya di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini sudah termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Selain itu pula sudah diterbitkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Pengutamaan bahasa negara harus terjaga sesuai dengan ketentuan hukum dan kaidah kebahasaan serta akan meningkatkan derajat martabat bahasa negara di ruang publik. Pengertian ruang publik dibatasi hanya dalam hal penggunaan bahasa oleh lembaga—dalam hal ini lembaga sekolah—

yang melakukan kegiatan publik. Bahasa di ruang publik tidak terbatas pada bahasa yang berada di area umum atau media luar ruang, tetapi juga pada bahasa yang digunakan secara tertulis atau dihasilkan dalam wujud tulisan pada ruang publik di lembaga publik.

Pada tahun 2019, presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Pada pasal 33 ayat 1 disebutkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan pada nama bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Dengan demikian setiap sebuah institusi atau lembaga harus menggunakan bahasa Indonesia.

Dengan terbitnya perpres ini, maka terdapat kebijakan bahasa yang digunakan dalam ranah publik. Beberapa studi menunjukkan adanya pengaruh yang kuat antara kebijakan bahasa dan penggunaan bahasa di ranah publik (Ariwibowo, dkk.;

2018:268). Lebih lanjut, dikatakan bahwa

(5)

235 potret situasi kebahasaan di ranah publik akan menunjukkan bagaimana pola-pola umum penggunaan bahasa, kebijakan bahasa, sikap bahasa, dan konsekuensi kontak bahasa yang terjalin dalam waktu jangka panjang (2018:271).

Menurut Alfin, kesalahan berbahasa adalah gejala yang tidak dapat dilepaskan dari proses belajar bahasa(2018). Alfin memaparkan lebih lanjut bahwa untuk memahami kesalahan berbahasa tersebut, perlu pula dipahami mengenai konsep- konsep pembelajaran bahasa. Sementara itu, kesalahan berbahasa menurut Tarigan (2017)adalah hal yal menyimpang dalam proses berbahasa baik lisan maupun tulisan, dari norma yang telah ditentukan atau dibakukan. Kesalahan itu berhubungan dengan kapabilitas seseorang dalam mengemas atau memproduksi bahasa (ujaran atau tulisan) dengan tepat.

Kesalahan itu lebih lanjut menurut Tarigan, dapat diidentifikasi pada tataran ejaan, tata bahasa(morfologi dan sintaksis), dan leksikon.

Ejaan

Ejaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), ejaan adalah kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.

Salah satu bagian dalam ejaan yaitu penulisan singkatan dan akronim, serta pemakaian tanda baca.

Dalam buku seri penyuluhan bahasa Ejaan yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa tahun 2014, termuat tentang penulisan singkatan dan akronim.

Singkatan dan akronim sama-sama merupakan bentuk pendek dari sebuah kata atau lebih. Bedanya adalah bahwa singkatan merupakan bentuk pendek dari satu kata atau lebih yang dilafalkan huruf demi huruf, sedangkan akronim merupakan bentuk pendek dari dua kata atau lebih yang dilafalkan seperti kata (Sriyanto, 2014: 48).

Contoh singkatan adalah: MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), RRI (Radio

Republik Indonesia), SMA (sekolah menengah atas), PT (perseroan terbatas), PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa); contoh akronim adalah: DAMRI (Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia), AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia), balita (bawah lima tahun), dan bandara (bandar udara).

Penulisan huruf dari singkatan atau akronim dari contoh di atas, ada yang menggunakan huruf kapital di setiap awal kata, dan ada pula yang ditulis dengan huruf kecil semua. Kepanjangan yang ditulis dengan huru kapital setiap awal katanya merupakan nama diri, sedangkan yang ditulis dengan huruf kecil semua bukan nama diri.

Penulisan singkatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) singkatan yang ditulis dengan tanda titik atau tanpa tanda titik dan (2) singkatan yang ditulis dengan kapital atau huruf kecil. Ada tiga kelompok singkatan yang diikuti tanda titik yaitu (1) singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, dan pangkat, (2) singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih, dan (3) singkatan yang terdiri atas dua huruf yang biasa dipakai dalam surat menyurat.

Penulisan singkatan tanpa tanda titik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu (1) singkatan nama lembaga pendidikan, badan atau organisasi, dan dokumen resmi; (2) singkatan yang terdiri atas huruf-huruf awal dan bukan nama diri; dan (3) singkatan lambang kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang.

Penulisan akronim dapat dikelompokkan menjadi dua: (1) penulisan akronim yang terdiri dari huruf-huruf awal, baik nama diri maupun bukan nama diri; (2) akronim nama diri yang berupa gabungan kata atau gabungan huruf dan suku kata, baik nama diri maupun yang bukan nama diri.

METODE

Sumber data yang digunakan dalam kajian ini berupa foto langsung plang kantor/lembaga badan publik yang ada di Kota Gorontalo. Data berupa tulisan-tulisan

(6)

236 atau kata-kata dari identitas kantor.

Selanjutnya metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.

Penggunaan metode deskriptif menurut Arikunto (2005) untuk mengumpulkan data penelitian berdasarkan natural setting (situasi pembaca seperti apa adanya).

Pengambilan data dilakukan pada bulan September 2019 dengan menggunakan metode pengamatan langsung melalui teknik simak yang didukung dengan teknik potret dan pencatatan.

Teknik baca dan catat dilakukan setelah data penelitian didokumentasikan dengan teknik potret. Data papan nama yang telah terkumpul diklasifikasikan menurut kategorinya. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data (Rezeki, 2018: 207) adalah:

1. Mengambil foto papan nama kantor/lembaga badan publik di Kota Gorontalo;

2. Mencetak seluruh foto papan nama kantor/lembaga badan publik di Kota Gorontalo;

3. Membaca secara intensif seluruh data yang sudah ditemukan;

4. Mencatat penggunaan bahasa yang kurang tepat sesuai dengan kaidah kebahasaan (ejaan);

5. Mengklasifikasikan data berdasarkan penggunaan ejaan;

6. Menyusun dan menentukan data berdasarkan kesalahan penggunaan ejaan yang meliputi pemakaian huruf kapital; penulisan kata, baik penulisan kata depan maupun penulisan singkatan dan akronim; serta pemakaian tanda baca yang meliputi tanda titik, tanda koma, dan tanda hubung.

7. Memberikan usulan perbaikan penulisan yang tepat sesuai dengan PUEBI.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan bahasa Indonesia di plang kantor/lembaga badan publik banyak terjadi kesalahan karena tidak mematuhi aturan yang terdapat di dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

Plang kantor/Lembaga

Berikut adalah beberapa plang kantor/Lembaga yang ada di Kota Gorontalo.

Bapas Gorontalo Gambar 1

Dari gambar di atas, terdapat kesalahan pada variabel kaidah kebahasaan (ejaan), yaitu:

1. Penulisan kata Republik Indonesia (R.I) yang jika disingkat seharusnya menjadi RI tanpa tanda baca titik (.);

2. Penulisan singkatan kata jalan (Jl.) seharusnya (Jln.);

3. Penulisan akronim Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Gorontalo seharusnya (Bapas) karena merupakan akronim yang merupakan bukan nama diri.

Kantor SAR Gorontalo Gambar 2

Dari gambar di atas, terdapat tiga kesalahan pada variabel ejaan.

1. Penulisan singkatan kata jalan (Jl.) seharusnya (Jln.);

2. Penulisan singkatan kata telepon (Tlp.) seharusnya (Telp.);

(7)

237 3. Pemakaian tanda baca (_) tidak tepat

untuk digunakan sebagai tanda pisah pada nomor telepon.

Bawaslu Kota Gorontalo Gambar 3

Dari gambar di atas, terdapat satu kesalahan pada variabel ejaan, yaitu:

1. Penulisan singkatan kata jalan (Jl.) seharusnya (Jln.).

Bawaslu Provinsi Gorontalo Gambar 4

Dari gambar di atas, terdapat tiga kesalahan pada variabel ejaan, yaitu:

1. Penulisan singkatan kata telepon (Telp) seharusnya (Telp.);

2. Penulisan kata fax yang tidak sesuai karena sudah ada padanan dalam bahasa Indonesia yaitu faks;

3. Penggunaan tanda baca (:) yang tidak tepat, karena seharusnya ditempatkan sesudah akhir kata.

Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Gorontalo

Gambar 5

Dari gambar di atas, terdapat lima kesalahan pada variabel ejaan, yaitu:

1. Penulisan singkatan kata jalan (Jl.) seharusnya (Jln.);

2. Penulisan singkatan nama MT. (Mas Tirtodarmo) Haryono yang benar yaitu M.T. Haryono;

3. Penulisan frasa hotline service yang sudah ada padanan dalam bahasa Indonesia yaitu saluran siaga;

4. Penulisan kata fax yang sudah ada padanan dalam bahasa Indonesia yaitu faks.;

5. Penulisan kata email yang sudah ada padanan dalam bahasa Indonesia yaitu posel atau surel.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Gorontalo

Gambar 6

Dari gambar di atas, terdapat tiga kesalahan pada variabel ejaan, yaitu:

(8)

238 1. Penulisan singkatan kata jalan (Jln) seharusnya (Jln.);

2. Penulisan singkatan kata nomor (No) seharusnya (no.);

3. Penulisan singkatan kata telepon (Telp) seharusnya (Telp.);

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Gambar 7

Dari gambar di atas, terdapat tiga kesalahan pada variabel ejaan, yaitu:

1. Penulisan singkatan kata jalan (Jl) seharusnya (Jln.);

2. Penulisan singkatan kata telepon (Tlp) seharusnya (Telp.);

3. Penulisan kode wilayah telepon seharusnya menggunakan tanda baca kurung menjadi (0435).

Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Gorontalo

Gambar 8

Dari gambar di atas, terdapat dua kesalahan pada variabel ejaan, yaitu:

1. Penulisan singkatan kata jalan (Jl.) seharusnya (Jln.);

2. Penulisan kata HP seharusnya menjadi ponsel.

Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi Wilayah Gorontalo

Gambar 9

Dari gambar di atas, terdapat tiga kesalahan pada variabel ejaan, yaitu:

1. Penulisan singkatan kata jalan (Jl.) seharusnya (Jln.);

2. Penggunaan tanda baca (:) seharusnya diletakkan sesudah kata email (pos-el);

3. Penulisan bahasa asing email yang sudah ada padanan kata dalam bahasa Indonesia yaitu posel.

Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Gorontalo

Gambar 10

Dari gambar di atas, terdapat satu kesalahan pada variabel ejaan, yaitu:

1. Setelah kata Jln. seharusnya memakai spasi sebelum kata berikutnya.

(9)

239 Penggunaan Bahasa Indonesia di Kantor/Lembaga Badan Publik

Dari pembahasan di atas, ditemukan 27 kesalahan penggunaan bahasa Indonesia di kantor/lembaga badan publik tersebut.

Kesalahan tersebut antara lain adalah kesalahan penggunaan tanda baca, singkatan, dan penulisan kata asing.

PENUTUP

Hasil yang didapatkan dari sampel sebanyak 10 kantor/lembaga badan publik se-kota Gorontalo terlihat bahwa penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik untuk nama kantor/lembaga masih terjadi banyak kesalahan pada variabel kebahasaan ejaan.

Itu terbukti dengan ditemukannya 27 kesalahan dari kantor/lembaga tersebut untuk kesalahan ejaan.

Saran dari penelitian ini adalah:

1. Perlu adanya penyuluhan bagi badan publik terutama masalah kaidah kebahasaan aspek ejaan;

2. Kantor Bahasa Gorontalo melakukan kerjasama dengan kantor/lembaga badan publik untuk perbaikan penggunaan bahasa negara selain di papan nama kantor/lembaga;

DAFTAR PUSTAKA

Alfin, Jauharoti. 2018. Analisis Kesalahan Berbahasa, UIN SBY. h.5 diakses dari http://digilib.uinsby.ac.id/36212/

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Ariwibowo, dkk. 2018. Ancangan Analisis Bahasa di Ruang Publik: Studi Lanskap Linguistik Kota Surakarta dalam Mempertahankan Tiga Identitas.

Makalah. Dalam: Seminar dan Lokakarya Pengutamaan Bahasa Negara di Surakarta, 7—10 Agustus 2018 Hasanudin, C. (2017). Analisis Kesalahan

Berbahasa pada Penulisan Media Luar Ruang di Kabupaten Bojonegoro.

Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra,

17, 120.

https://doi.org/10.17509/bs_jpbsp.v17i

1.6963

Hasibuan, N. (2018). Analisis Kesalahan Berbahasa pada Penulisan Media Luar Ruang di Wilayah Kota Medan.

EDUKASI KULTURA : JURNAL BAHASA, SASTRA DAN BUDAYA, 1.

https://doi.org/10.24114/kultura.v1i1.1 1701

Muqri, M., Sugono, D., & Khairah, M.

(2016). Penggunaan bahasa pada papan nama di ruang publik jalan protokol Jakarta. Arkhais, 07(2), 57–64.

http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/a rkhais/article/view/402

Pemerintah Indonesia, 2008. Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 61. Jakarta: Sekretariat Negara Pemerintah Indonesia. 2009. Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 109. Jakarta: Sekretariat Negara Pemerintah Indonesia. 2019. Peraturan

Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Jakarta:

Sekretariat Negara

Pusat Bahasa. 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Keempat). Jakarta: PT Gramedia

Sabrina, N. (2018). Analisis Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia Dalam Kata Pengantar Skripsi Mahasiswa Pbsi Fkip Unsyiah. Edukasi Kultura : Jurnal Bahasa, Sastra Dan Budaya, 1(1).

https://doi.org/10.24114/kultura.v1i1.1 1703

Rezeki, Sri. 2018. Variasi Penggunaan Bahasa pada Papan Nama Komersial di Ruang Publik Malioboro. Makalah.

Dalam: Prosiding Seminar dan Lokakarya Pengutamaan Bahasa Negara “Lanskap Bahasa Ruang Publik: Dimensi Sejarah, Bahasa, dan Hukum”. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

(10)

240 Sugiyono. 2016. Pedoman Umum Ejaan

Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Sugono. 2011. Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 1. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tarigan, Henry Guntur. 2017. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa.

Bandung: Angkasa.

Trisulo, Evy D. 2015. Kajian Kelembagaan Sekretariat Komisi Informasi. Jakarta:

Komisi Informasi Pusat.

Ulya, Zaki. 2017. Hukum Kelembagaan Negara (Kajian Teoritis Kedudukan Lembaga Negara Pasca Reformasi).

Langsa: Universitas Samudra.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Menulis paragraf narasi, seperti juga keterampilan berbahasa yang lain, merupakan proses dan memerlukan banyak latihan dan pengetahuan yang lainnya. Menulis paragraf narasi

Pada penelitian ini digunakan 2 jenis perlakuan awal dalam pembuatan tepung kacang hijau ( steaming dan ekstrusi) dan 4 konsentrasi tepung konjak (1,2%, 1,3%, 1,4%, 1,5%) sebagai

Golongan rumah tangga bukan pertanian dengan kepala rumah tangga atau penerima pendapatan terbesar bekerja sebagai pengusaha bebas golongan rendah, tenaga tata usaha golongan

Rezultati anketnog istraživanju su pokazali da su ispitanici poprilično neodlični po pitanju odabira resursa na kojem bi se mogla kreirati turistička marka

Pemasaran safe deposit box iB Ar-Rahman pada Bank Kalsel Syariah Kantor Cabang Banjarmasin harus dilakukan dengan sebaik mungkin, agar dapat bersaing dengan bank-bank

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil keterampilan proses Sains dan sebaran keterampilan proses Sains peserta didik dalam pembelajaran kimia kelas XI semester 2

Analisis Tipologi Klassen menunjuk- kan, dari 21 kabupaten kota di kawasan andalah Joglosemar tahun 1996 kabupaten kota terdistribusi merata disemua tipologi