SKRIPSI
OLEH
JHON KELVIN SIANTURI 160301228
AGROTEKNOLOGI –ILMU TANAH
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021
i SKRIPSI
OLEH
JHON KELVIN SIANTURI 160301228
AGROTEKNOLOGI –ILMU TANAH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021
i
JHON KELVIN SIANTURI, 2021: Isolation and Potential Test of Potassium Solubilizing Bacteria In Andisol Soil Affected By The Eruption of mount Sinabung In Several Thicknesses of Volcanic Ash. Supervised by Mariani Sembiring dan Hardy Guchi.
Mount Sinabung eruption emits smoke and volcanic ash which will decompose into the main soil material and turn into effect the structure of Andisol that will be formed. This study aims to find isolates of potassium solubilizing bacteria in several thicknesses of volcanic ash. The research was conducted at the Laboratory of Soil Biology, Agriculture Faculty, Universitas Sumatera Utara.
Potassium solubilizing bacteria was isolated using medium Aleksandrov . The results showed that 7 isolates were found in different thickness, in the soil sample there was 1 isolate (K1), at a thickness of 1 - <2 cm 2 isolates (K2, K3) were found, at a thickness of 2-5 cm there were 2 isolates (K4, K5), and at >5cm there were 2 isolates (K6, K7). The highest isolate was found in K2 isolate that is 0,57 and the lowest was in the K0 isolate that is 0,35. This shows that all isolates are able to solubilize potassium, the K2 isolate is the highest to increase the solubility of potassium in the soil compared to K0 isolate without the application of bacteria.
Keywords: Mount Sinabung Eruption, Potassium Solubilizing Bacteria, Ash Thickness
i
Kalium pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung pada Beberapa Ketebalan Abu Vulkanik. Dibimbing Oleh Mariani Sembiring dan Hardy Guchi.
Erupsi Gunung Sinabung mengeluarkan asap dan abu vulkanik yang akan melapuk menjadi bahan induk tanah dan selanjutnya akan mempengaruhi sifat dan ciri Tanah Andisol yang akan terbentuk. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan isolat Bakteri Pelarut Kalium dibeberapa ketebalan abu vulkanik.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Isolasi Bakteri Pelarut Kalium dilakukan dengan menggunakan medium Aleksandrov. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 7 isolat dari ketebalan yang berbeda, pada sampel olah tanah ditemukan 1 isolat (K1), pada ketebalan 1 - <2 cm ditemukan 2 isolat (K2, K3) isolat, pada ketebalan 2-5cm terdapat 2 isolat (K4, K5), >5cm terdapat 2 isolat (K6, K7). Nilai K tukar tertinggi terdapat pada isolat K2 sebesar 0,57 dan terendah terdapat pada isolat K0 sebesar 0,35.Hal ini menunjukkan bahwa seluruh isolat mampu melarutkan kalium, isolat K2 adalah isolat tertinggi yang mampu meningkatkan kelarutan kalium dibandingkan dengan K0 tanpa aplikasi bakteri.
Kata Kunci : Erupsi Gunung Sinabung, Bakteri Pelarut Kalium, Ketebalan Abu
ii
i
putra dari Bapak L. Sianturi dan N. Simanjuntak. Penulis merupakan anak ke enam dari enam bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SDN 177047 Silangit pada tahun 2010, SMP N 1 Siborongborong pada tahun 2013, SMA N 2 Siborongborong pada tahun 2016. Pada tahun 2016 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur UMB-PT program studi Agroteknologi dengan minat Ilmu Tanah.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam mengikuti beberapa organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Klinik Tanaman Fakultas Pertanian USU 2018/2019 dan Paguyuban Karya Salemba (KSE) USU 2018/2020. Penulis juga merupakan penerima beasiswa Karya Salemba Empat tahun 2018 -2020 dan penerima beasiswa CSR Bank Sumut 2020.
Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN III Kebun Aek Nabara Selatan Kec. Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu bulan Juli – Agustus 2019 Dan melaksanakan KKN secara daring di Desa Pariksabungan Kec.
Siborongborong Kab. Tapanuli Utara pada bulan Juli – Agustus 2020
iii
i
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Isolasi dan Uji Potensi Bakteri Pelarut Kalium Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung Pada Beberapa Ketebalan Abu Vulkanik” yang merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Mariani Sembiring, SP., MP selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Hardy Guchi, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu kepada penulis dalam memberikan bimbingan, masukan dan motivasi selama penulisan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan baik dari segi materil, juga kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, April 2021
Penulis
iv
i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Andisol ... 4
Kalium dalam Tanah ... 5
Mekanisme Pelarutan Kalium ... ... ...9
Mikroorganisme dalam Tanah ... 11
Bakteri Pelarut Kalium ... 13
Kalium pada Tanaman ... 16
KONDISI UMUM PENELITIAN Lokasi I ... 18
Lokasi II ... 18
Lokasi III ... 19
Lokasi IV ... 19
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 21
Bahan dan Alat ... 21
Metode Penelitian... 21
Pelaksanaan Penelitian ... 22
Pengambilan Sampel ... 22
Isolasi Bakteri Pelarut Kalium ... 22
Pengamatan Karaktersitik Makroskopis dan Mikroskopis Bakteri ... 22
Uji Potensi Pelarut Klium dalam Melarutkan Kalium ... 23
Pengujian Kemampuan Bakteri Pelarut Kalium dalam Melarutkan Kalium Pada Tanah Andisol ... 24
v
i
Karakteristik Mikroskopis dan Makroskopis Bakteri Pelarut Kalium ... 28 Uji Potensi Bakteri Pelarut Kalium Pada Tanah Andisol Dengan 30 Hari Inkubasi ... 31 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 35 Saran ... 35 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
vi
i
No Gambar Hal
1 Kesimbangan antar Bentuk Bentuk K Tanah 8
2 Lokasi Penelitian I 18
3 Lokasi Penelitian II 19
4 Lokasi Penelitian III 19
5 Lokasi Penelitian IV 20
vii
i
No Tabel Hal
1 Analisis Tanah Andisol pada Beberapa Ketebalan Abu 26 2 Jumlah isolat dan Populasi bakteri pada tanah Andisol di beberapa
ketebalan abu
28
3 Karakteristik Morfologi Bakteri Pelarut kalium 30 4 Nilai C-org, pH tanah, populasi bakteri, dan K tukar tanah Bakteri
Pelarut Kalium dengan masa inkubasi selama 30 hari
32
viii
i .
No Lampiran Hal
1 Data 42
2 Foto Kerja 45
3 Peta Administrasi Kecamatan Namanteran 47
4 Peta Pengambilan Sampel Tanah 48
5 Peta Jenis Tanah 49
ix
PENDAHULUAN Latar Belakang
Aktivitas Gunung Sinabung meletus kembali pada tahun 2010, letusan Gunung Sinabung menyemburkan debu vulkanis setinggi 3 kilometer dan gempa bumi vulkanis yang dapat terasa hingga 25 kilometer di sekitar gunung ini, kemudian Gunung Sinabung meletus kembali pada september 2013 yang menyebabkan beberapa kecamatan seperti, kecamatan Naman Teran, Kecamatan
Barusjahe, dan Kecamatan Berastagi terkena dampak abu vulkanik (BNPB, 2013).
Abu vulkanik mengandung mineral unsur tertinggi yaitu Ca, Na, K dan Mg, unsur makro lain berupa P dan S, sedangkan unsur mikro terdiri dari Fe, Mn, Zn, Cu. Mineral tersebut berpotensi sebagai penambah cadangan mineral tanah, memperkaya susunan kimia dan memperbaiki sifat fisik tanah sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki tanah-tanah miskin hara atau tanah yang sudah mengalami pelapukan lanjut (Fiantis, 2006).
Kalium (K) merupakan makronutrien penting dan berlimpah di dalam tanah yang memainkan peran penting dalam pertumbuhan, metabolisme dan perkembangan tanaman. Salah satu fungsi K adalah dalam pembentukan pati dan sebagai transportasi karbonhidrat hasil fotosintesis, maka bila tanaman kekurangan K maka daun akan berbecak-bercak coklat seperti terbakar (nekrosis), warna coklat ini bermula dari pinggir daun menuju tulang-tulang daun, bahwa tanda-tanda umum dari tanaman kekurangan kalium adalah daun menjadi kuning (klorosis) sepanjang margin daun dan dapat mengakibatkan daun menjadi rontok,
sistem akar kurang berkembang dan pertumbuhan akar terhambat serta batang menjadi lemah (Damanik, et al., 2010).
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak et al (2015) ditemukan bahwa kalium tanah yang berasal dari abu vulkanik tersebut berkisar antara 0.39 – 0,58 me/100g pada contoh tanah tertentu.Hal ini juga didukung oleh penelitian Tindaon et al (2016) yang menyatakan bahwa unsur hara tergolong sedang (0,42 me/100g) akan tetapi perlu ditingkatkan karena tingkat pelindian Kalium oleh erosi yang cukup tinggi.
Secara kimia, kalium tanah dibagi menjadi tiga, yaitu kalium dapat ditukar, kalium tidak dapat ditukar dan kalium larut air. Fraksi tidak dapat ditukar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu K-mineral atau K yang difiksasi oleh mineral liat tipe 2:1. Pada tanah mineral kalium terikat dalam bentuk mineral silikat yaitu, muskovit, orthoklas, biotit, illit, mika dan lain-lain.
Pada kebanyakan tanah, bentuk kalium sebagian besar berupa tidak dapat ditukar. Ekosistem gunung sinabung yang masih alami diharapkan dapat ditemukan bakteri pelarut kalium yang mampu menjadi alternatif untuk melarutkan kalium yang terikat mineral dalam tanah .
Kalium merupakan unsur hara esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan biologi. Tanaman membutuhkan kalium dari larutan tanah sebagai ion K+ yang konsentrasinya dalam larutan sangat rendah (Setiawati, 2015).
Peranan unsur kalium sangat penting dalam meningkatkan bobot dan mutu panen, namun harga pupuk K lebih tinggi dibandingkan pupuk lainnya
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Isolasi Bakteri Pelarut Kalium pada Andisol terdampak abu gunung
Sinabung agar K pada andisol tersedia dan tidak terikat oleh batuan mineral yang dihasilkan oleh abu vulkanik sinabung dan dapat dijadikan sebagai pupuk hayati.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengisolasi Bakteri Pelarut Kalium pada tanah Andisol terdampak Erupsi Gunung Sinabung dibeberapa ketebalan abu vulkanik.
2. Untuk menguji potensi Bakteri Pelarut Kalium pada tanah Andisol terdampak abu Gunung Sinabung.
Hipotesis Penelitian
1. Bakteri Pelarut Kalium ditemukan pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung.
2. Bakteri Pelarut Kalium yang ditemukan pada tanah Andisol terdampak Erupsi Gunung Sinabung dapat meningkatkan ketersediaan Kalium didalam tanah.
Kegunaan Penulisan
Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Andisol
Tanah dimasukkan sebagai Andisol, apabila dua pertiga bagian dari lapisan tanah bagian atas setebal 60 cm, mempunyai sifat-sifat tanah andik. Sifat tanah andik yaitu mempunyai kandungan C-organik kurang dari 25% dan
kandungan bahan amorf dalam bentuk alofan, imogolid, dll ( Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000).
Andisol Terbentuk bila hancuran iklim berlangsung cepat dari bahan yang mineral porous, permeabel, butiran halus dalam kondisi adanya bahan organik.
Hancuran iklim dari mineral – mineral yang mudah lapuk dan gelas volkanik menghasilkan, Ca, Mg, Al, Fe dan Si relatif tinngi dalam larutan tanah. Pada awaktu yang lama untuk membentuk mineral tidak tercapai karen awaktu yang tidak cukup untuk menyusun kristal, yang mengakibatkan, katiom – kation basa Ca, Mg, K, terangkut bersama drainase (Mukhlis, 2011).
Andisol merupakan tanah yang subur baik sifat fisik maupun kimianya sesuai dengan kondisi tanah yang dibutuhkan bagi tanaman pertanian, yaitu gembur, ringan, berpori, berwarna gelap, bertekstur sedang (lempung, lempung berdebu dan lempung liat berdebu) dan terdapat di pegunungan dengan curah hujan sedang sampai tinggi. Namun, penggunaan lahan yang intensif tanpa diimbangi dengan input produksi yang memadai dan pengelolaan yang tidak tepat akan menyebabkan produktivitas lahan menurun (Nurmayulis, 2010).
Material yang dilontarkan gunung akibat terjadinya erupsi salah satunya berupa abu vulkanik. Penelitian kandungan abu vulkanik gunung Sinabung oleh Balitbangtan (2014) menunjukkan hasil analisis terhadap abu vulkanik
berupakomposisi mineral abu-pasir volkan berupa fragmen batuan (28-37%), gelas volkan (22-26%), augsit (8-13%), Heperstin (10-18%), labradorit (7-10%), bintonit (2-5%) dan opak (3-5%). Bahan-bahan mineral ini bila melapuk akan menjadi sumber unsur hara esensial terutama Ca, Mg, K, Na, P, S, Fe dan Mn.
Kalium Dalam Tanah
Tanah Andisol adalah tanah tergolong lempung, Oleh karena itu, tanah lempung sebetulnya kaya kadar kalium. Pada tanah tua dan tanah abu vulkanik, umumnya juga kaya kadar K. Makin dalam dari permukaan, maka kadar K makin rendah (Selian 2008). Banyak tanah yang awalnya kaya K menjadi kekurangan
kalium karena penggunaan kalium oleh tanaman dan adanya erosi tanah (Sheng, 2005).
Pada tanah mineral, kalium terikat dalam bentuk mineral silikat yaitu muskovit, orthoklas, biotit, feldspar, illit, mika, vermikulit, smectite dan sebagainya dan kalium dalam bentuk mineral silikat ini dapat dilarutkan oleh
bakteri melalui produksi asam dan akan tersedia untuk tanaman (Ullman et al., 1996). Kalium kebanyakan terikat dalam mineral primer atau
terfiksasi dalam mineral sekunder dari mineral lempung.
Kalium merupakan salah satu unsur hara makro ketiga setelah nitrogen dan fosfor. Sumber kalium yang utama bagi tanaman berasal dari dalam tanah.Kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K + . Kadar kalium di bumi cukup besar sekitar 2,3% yang sebagian besar terikat dalam mineral primer atau terfiksasi dalam mineral sekunder dan lempung (Selian, 2008). Kalium dalam tanah yang tersedia bagi tanaman hanya berkisar 2-10%, sedangkan 90-98%
dalam bentuk mineral, mineral pembawa kalium yang paling umum adalah KFeldspar, Leusit, Biotit, Phlogopit dan Glaukonit serta mineral lempung (Basyuni, 2009).
Ketersediaan kalium yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh konsentrasi hara kalium di dalam tanah, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Menurut Mutscher (1995) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan kalium untuk tanaman diantaranya adalah pH tanah, tekstur, jenis dan kadar mineral liat, kadar air, KTK tanah, dan interaksi dengan kation-kation lainnya seperti Ca dan Mg. Di dalam tanah, kalium dapat hilang akibat beberapa hal, diantaranya adalah pencucian atau pelindian, diserap oleh tanaman, dan digunakan oleh mikro dan makro organisme tanah (Amoakwah dan Frimpong, 2013).
Ketersediaan kalium ditanah juga dipengaruhi oleh jumlah kation-kation lain yang berinteraksi secara langsung dengan kalium. Kation-kation yang berpengaruh terhadap ketersediaan kalium adalah Al3+ dan Mn2+ pada tanah masam, serta Ca2+ dan Mg2+ pada tanah-tanah alkalin. Hara Ca2+ dan Mg2+ secara efektif dapat bersaing dengan kalium dalam kompleks jerapan. Selain itu, serapan hara kalium juga dapat dipengaruhi secara antagonis oleh serapan Ca dan Mg (Kasno et al., 2004). Hal tersebut lah yang terkadang menyebabkan ketersediaan kalium untuk tanaman menjadi rendah meskipun saat dilakukan analisis jumlah kalium menunjukkan hasil yang cukup.
Sebagian kalium terikat dalam mineral primer atau terfiksasi dalam mineral sekunder dari mineral lempung. Pada tanah mineral kalium terikat dalam bentuk mineral silikat yaitu muskovit, orthoklas, biotit, feldspar, illit, mika,
vermikulit, smectite dan sebagainya (Ullman et al, 1996). Mineral dapat dilarutkan yang dipengaruhi susunan kerangka mineral atau susunan antar satuan tetrahedron. Mineral feldspar dan leusit merupakan mineral yang tergolong dalam grup tektosilikat, namun kekerasan keduanya berbeda. Semakin tinggi tingkat
kekerasan suatu mineral, maka semakin sulit mineral tersebut larut (Ismangil dan Eko 2005).
Kalium tanah berasal dari dekomposit mineral primer yangmengandung K seperti K-feldspar (orthoklas dan mikroklin, KalSi3O8), muskovit KAl3Si3O10(OH)2, biotit K (Mg, Fe) AlSi3O10(OH)2 dan flogopit KMg2Al2Si3O10(OH)2. Ketersediaan kalium dari mineral primer inikecil danurutan ketersediaannya adalah biotit>muskovit>feldspar. Kalium terdapat dalam mineral liat seperti illit, khlorit, vermikulit, dan mineral mineral interstratified (vermikulit- khlorit, montmorilonit-khlorit, dll).Sedangkan untuk sumber pupuk, kalium diambil dari endapan garam kalium (Leiwakabessy et al., 2003).
Kalium tersedia merupakan kalium dalam bentuk dapat ditukar dan bentuk larutan. Kalium tersedia ini merupakan kalium dapat diserap oleh tanaman.
Bentuk kalium tersedia dalam tanah untuk diserap tanaman adalah K terlarut.
Tanaman menyerap K dari tanah dalam bentuk ion K+ (Munir, 1996).
Keseimbangan antar bentuk-bentuk K dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 1. Keseimbangan antar Bentuk-Bentuk K Tanah (Kirkman et al, 1994)
Di dalam tanah ada empat bentuk kalium yang berada dalam keseimbangan yang dinamik yaitu : (1) K larut tersedia bagi tanaman; (2) K dapat ditukar sebagai cadangan yang mudah dimobilisasikan; (3) K tidak dapat ditukar sebagai cadangan yang sukar dimobilisasikan, dan (4) K terfikasasi di mineral liat 2:1. Mekanisme fiksasi dan pelepasannya belum diketahui secara jelas. Hal ini dipengaruhi oleh sifat koloid tanah, penggenangan dan pengeringan, suhu, dan ada tidaknya kapur (Setyorini dan Abdulrachman 2007).
Kalium dalam tanah terdapat dalam bentuk relatif tidak tersedia, segera tersedia, dan lambat tersedia. K tersedua hanyalah meliputi 1% samapai 2 % dari Ktot dalam tanah pada perbanyakan atanah mineral. K tersedia dalam tanah
dijumpai dalam bentuk K dapat dipertukarkan dan diserap oleh koloid dalam bentuk larutan tanah. Walaupun sebagain besar dari K dalam larutan tanah lebih
mudah diserap akar tanaman dan lebih mudah terhadap pencucian (Sutedjo, 2001).
Mekanisme Pelarutan Kalium
Jumlah K-terfiksasi di dalam tanah tergantung kepada distribusi ukuran partikel, jenis dan jumlah mineral liat, dan penambahan atau pengurangan K dari mineral tersebut. Sementara itu penambahan K ke dalam tanah yang banyak mengandung tapak antar lapisan K (vermikulit) menghasilkan jerapan K yang tinggi. Sebaliknya pengurangan K di dalam larutan tanah karena diserap oleh tanaman dan mikroba atau pencucian dapat menyebabkan K-terfiksasi lepas menjadi K-dapat dipertukarkan atau K-larut. Bentuk K-terfiksasi bersama-sama dengan K-struktural merupakan cadangan K utama di dalam pedosphere atau sering disebut sebagai bentuk K-tidak dapat dipertukarkan (Meena et al., 2015).
Mekanisme pelarutan kalium dari kalium yang tidak larut patda keadaan kalium tidak tersedia dapat dilarutkan karena produksi berbagai jenis asam organik yang disertai dengan reaksi pertukaran asidolisis atau penurunan pH (Uroz et al, 2009). Asam organik dan anorganik mengubah K tidak larut (mika, muskovit, biotit feldspar) menjadi bentuk K yang larut (bentuk larutan tanah) kemudian meningkatkan ketersediaan nutrisi untuk tanaman. Berbagai jenis asam organik yang diproduksi oleh bakteri pelarut kalium berbeda pada setiap organisme yang berbeda. Asam organik terdeteksi dalam suspensi mikroba (Bevan and Savage 1989; Zhang and Kong, 2014).
Pelepasan K-tidak dapat dipertukarkan tergantung intensitas penghancuran tanah. Menurut Metson and Sauders (1962) laju maksimum pelepasan K terjadi saat fase terbentuknya ilite dimana saat itu jumlah K-terfiksasi tinggi sedangkan Kstruktural rendah. Sebaliknya tanah-tanah yang mengandung feldspar dan gelas volkan tinggi dimana K terselimuti struktur mineral akan menyumbang K untuk tanaman hanya sedikit. Aktivitas ion K+ dalam larutan tanah di sekitar partikel mika sangat mempengaruhi pelepasan K+ dari mika dengan pertukaran kation.
Ketika tingkat K kurang dari nilai kritis, K diganti dari interlayer dengan kation lainnya dari larutan. Sebaliknya, bila tingkat K lebih besar dari nilai kritis, mika berekspansi 2:1, mineral mengambil K dari pelarutan.
Pelepasan K dari mineral dipengaruhi oleh oksigen, pH dan strain bakteri yang digunakan (Lu, 1999). Efisiensi pelarutan K oleh berbagai mikroorganisme ditemukan bervariasi sesuai dengan sifat mineral yang mengandung kalium dan kondisi aerob (Uroz et al. 2009). Kemampuan pelarutan kalium dari B. edaphicus dalam media cair lebih banyak berkembang pada illit daripada feldspar.
Kemampuan B. edaphicus lebih besar menyerap (potasium) dari sumber mineral.
Hidrogen ion tanah atau larutan tanah berhubungan langsung dalam melepaskan K dari mineral. Kalium dapat ditingkatkan 84,8–127,9% setelah aplikasi mikroba dibandingkan tanah yang tidak diaplikasi mikroba (Sheng dan He 2006).
Pelarutan kalium diketahui lebih tinggi pada mineral illit oleh B.
edaphicus dalam media nutrient borth dibandingkan dengan mineral feldspar (Sheng and He 2006). Tingkat pelarutan kalium oleh bakteri adalah tercatat 4,90 mg/L pada pH 6,5-8,0. B. mucilaginosus melarutkan 4,29 mg/L K-solubilisasi
dalam media yang ditambah dengan mika muskovit pelepasan K dipengaruhi oleh pH, mineral tanah properti, dan kondisi aerobik (Chen et al, 2008).
Mikroorganisme dalam Tanah Menurut Paul dan Clark (1989), mikroorganisme tanah merupakan faktor penting dalam ekosistem tanah, karena berpengaruh terhadap siklus dan ketersediaan hara tanaman serta stabilitas struktur tanah.
Biomassa mikroorganisme merupakan bagian yang hidup dari bahan orgnik tanah yaitu bakteri, fungi, algae dan protozoa, tidak termasuk akar tanaman dan hewan yang berukuran lebih besar dari amuba (kira-kira 5 x 103 µm3) (Jenkinson dan Ladd, 1981 dalam Djajakirana, 1993). Biomassa mikroorganisme tanah mewakilisebagian kecil fraksi total karbon dan nitrogen tanah, tetapi secara relatif mudah berubah, sehingga jumlah, aktifitas, dan kualitas biomassa mikroorganisme merupakan fakor kunci dalam menggendalikan jumlah C dan M yang dimineralisasi (Hassink, 1994).
Menurut Lavahun (1995) biomassa mikroorganisme tanah merupakan sumber bervariasi hara-hara tanaman dan juga sebagai agen pembentukan hara- hara tersebut. Selain itu merupakan agen perombak dari semua bahan organik yang masuk ke dalam tanah, mengubahnya ke dalam bentuk senyawa anorganik sederhana, sehingga tanaman dapat menggunakannya lagi. Biomassa mikroorganisme ini memegang peranan penting dalam memelihara kesuburan tanah dan dalam siklus karbon, nitrogen, kalium, dan lain lainnya.
Jumlah dan aktivitas mikroba tanah dipengaruhi oleh jenis tanah, pertumbuhan tanaman, perlakuan yang diberikan kepada tanah, penanaman, iklim makro maupun iklim mikro dari setiap lokasi. Daerah rizosfer mendapat perhatian
utama, karena kondisi ekologi di daerah tersebut dipengaruhi oleh eksudatakar.
Jumlah mikroba tanah dan aktivitas metaboliknya lebih tinggi di daerah rizosfer dibandingkan daerah sekitarnya (Hanafiah et al., 2009).
Keberadaan mikroba di dalam tanah terutama dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika tanah. Komponen penyusun tanah yang terdiri atas pasir, debu, lempung dan bahan organik akan membentuk struktur tanah. Mikroba akan membentuk mikro koloni dalam struktur tanah tersebut, dengan tempat pertumbuhan yang sesuai dengan sifat mikroba dan lingkungan yang diperlukan.
Dalam suatu struktur tanah dapat dijumpai berbagai mikro koloni seperti mikroba heterotrof pengguna bahan organik maupun bakteri autotrof, dan bakteri aerob maupun anaerob (Sumarsih, 2003).
Bakteri Pelarut Kalium (BPK)
Mikroba tanah telah dilaporkan memainkan peran penting dalam siklus K alami dan karena itu, mikrob pelarut kalium yang terdapat di dalam tanah bisa memberikan teknologi alternatif untuk membuat kalium tersedia bagi tanaman (Groudev 1987; Rogers et al., 1998). Dengan demikian, identifikasi galur mikrob yang mampu melarutkan mineral kalium dapat melestarikan sumber daya yang ada dan menghindari bahaya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh aplikasi pupuk kimia secara berlebihan.
Bakteri menghasilkan metabolit sekunder yaitu asam organik, yang dengan cepat melarutkan ion silikon batuan dan chelate, melepaskan ion K kedalam tanah (Bennett et al., 1998). B. mucilaginosus dan B. edaphicus dapat menghasilkan asam polisakarida dan karboksilat, seperti asam tartarat dan asam sitrat, untuk melarutkan senyawa K, produksi asam karboksilat, seperti sitrat
tartarat, asam oksalat, dan polisakarida kapsuler dihubungkan dengan pelarutan feldspar oleh B. mucilaginosus dan B. edaphicus. Sehingga dapat mengurangi kekurangan K (Lin et al., 2002).
Berbagai macam bakteri yaitu Pseudomonas, Burkholderia,
Acidothiobacillus ferrooxidans, Bacillus mucilaginosus, Bacillus edaphicus, B. circulans, dan Paenibacillus sp. telah dilaporkan dapat melarutkan kalium di dalam tanah (Lian et al., 2002; Sheng 2005; Lie et al. 2006; Liu et al. 2012).
Bakteri-bakteri pelarut kalium ini ditemukan dapat melarutkan kalium dalam tanah dalam bentuk batuan larut dan mineral silikat seperti mika, illit dan orthoklas dengan cara memproduksi dan mengekskresikan asam organik yang baik secara langsung dilepaskan pada batuan K atau ion silikat yang dapat membuat K larut sehingga dapat diserap oleh tanaman (Parmar dan Sindhu 2013).
Bakteri pelarut kalium dalam bentuk mineral silikat dari sampel tanah yang dikumpulkan dari pohon kelapa mayoritas bakteri tersebut adalah dari kelompok Bacillus sp. dan Pseudomonas sp (Murali et al. 2005).
Mikrobia tanah memainkan peran penting dalam siklus K alami dan mikrobia pelarut kalium yang terdapat di dalam tanah bisa memberikan teknologi alternatif untuk membuat kalium tersedia bagi tanaman. Setiawati et al (2014) juga menjelaskan bahwa aplikasi mikroba pelarut kalium indigeneous bersamaan dengan pemberian unsur hara kalium melalui pemupukan akan menunjukkan peningkatan produktivitas dan penyerapan unsur hara kalium oleh tanaman. Sheng et al. (2002) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa penggunaan bakteri pelarut kalium mampu meningkatkan jumlah kalium tersedia pada tanah sebesar 84,8% – 127,9% dibandingkan tanpa penggunaan bakteri pelarut kalium.
Bakteri pelarut kalium mampu melepaskan kalium dari mineral yang tidak larut. Penggunaan Bakteri Pelarut Kalium juga mampu memberi efek yang menguntungkan pada pertumbuhan tanaman karena Bakteri Pelarut Kalium mampu menekan patogen di dalam tanah dan meningkatkan serapan hara kalium
oleh tanaman sehingga dapat memperbaiki kebutuhan nutrisi pada tanaman (Don dan Diep, 2014).
Menurut Parmar dan Sindhu (2013) terdapat beberapa macam bakteri yang mampu melarutkan kalium dari bentuk tidak tersedia menjadi bentuk yang tersedia, yaitu Pseudomonas, Burkholderia, Acidothiobacillus ferrooxidans, Bacillus mucilaginosus, Bacillus edaphicus, B. circulans dan Paenibacillus sp.
Selain mampu merilis kalium, Bakteri Pelarut Kalium juga dapat melarutkan silika dan alumunium dari bentuk tidak terlarut pada mineral micas, illite, dan orthoclases menjadi bentuk terlarut. Bakteri pelarut kalium mampu merilis kalium dari suatu mineral dengan menghasilkan asamasam organik, seperti acetate, citrate, oxalate, dan sebagainya. Asam- asam organik yang dihasilkan oleh Balteri Pelarut Kalium kemudian akan menyediakan proton (H+ ), dimana proton tersebut menggantikan kalium pada tapak jerapan sehingga kalium menjadi tersedia pada larutan. Selain itu, asam-asam organik tersebut juga akan berinteraksi dengan kation-kation lainnya seperti Ca, Al, dan Fe untuk kemudian membentuk senyawa yang kompleks (Shanware et al., 2014).
Menurut Bagyalakshmi et al. (2012), Bakteri Pelarut Kaliun berpotensi meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman. Menurut prajapati dan Modi (2012), 90-98% K mineral dapat tersedia untuk tanaman dibantu pelarutannya oleh Bakteri Pelarut Kalium. Menurut Shanrawe et al. ( 2014) proses
pelarutan K oleh Bakteri Pelarut Kalium disebabkna oleh produksi proton, asam organik, dan ligan organik oleh Bakteri Pelarut Kalium. Bakteri Pelarut Kalium dapat melarutkan K dari mineral mika, illit, orthoklas dan mineral sumber K lainnya.
Bakteri pelarut kalium memberikan efek bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga dapat dijadikan sebagai pupuk hayati yang ramah lingkungan. Hal ini dilaporkan oleh Hans and Lee (2005), bahwa bakteri pelarut kalium yaitu B. mucilaginosus diinokulasi pada tanah yang ditanami terong dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman terong tersebut. Peningkatan produksi sebesar 15-20% pada ubi dan tapioka karena aplikasi bakteri pelarut kalium dan dalam kombinasi dengan pupuk hayati lainnya (Chandra et al., 2005).
Inokulasi (B. mucilaginosus) pelarut kalium dapat meningkat pertumbuhan, serapan hara secara signifikan pada tanaman jagung (Wu et al., 2005).
Kalium pada Tanaman
Kalium merupakan unsur hara penting dalam metabolisme tanaman seperti fotosintesis, translokasi fotosintat, regulasi pori-pori tanaman (stomata), aktivasi katalis tanaman (enzim), dan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit.
Tanpa kalium yang memadai tanaman akan memiliki akar yang kurang berkembang, tumbuh lambat, menghasilkan benih kecil, dan memiliki hasil yang lebih rendah. Mereka juga lebih rentan terhadap infeksi penyakit (Archana 2007).
Di dalam tubuh tanaman kalium bukanlah sebagai penyusun jaringan tanaman, tetapi lebih banyak berperan dalam proses metabolisme tanaman seperti mengaktifkan kerja enzim, membuka dan menutup stomata, transportasi hasil- hasil fotosintesis, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, dan
penyakit tanaman (Selian 2008). Menurut Azinuddin (2009), bahwa tanda-tanda umum dari tanaman kekurangan kalium adalah daun menjadi kuning (klorosis) sepanjang margin daun dan dapat mengakibatkan daun menjadi rontok, sistem akar kurang berkembang dan pertumbuhan akar terhambat serta batang menjadi lemah.
Kalium termasuk unsur hara makro yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, berperan dalam mengaktifkan enzim, memelihara turgor sel, membantu dalam transportasi gula dan pati. Selain untuk metabolisme tanaman, kalium juga berperan dalam meningkatkan kualitas tanaman karena membantu dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit, serta membantu tanaman pada kondisi cekaman (Hardjowigeno, 2003) Kalium adalah kation yang paling banyak berada dalam sitoplasma dan K+ yang diikuti oleh anion memberikan kontribusi utama terhadap potensial osmotik dari sel dan tisu pada spesies tanaman glikofitik (Marschner, 1997).
Salah satu fungsi K adalah dalam pembentukan pati dan sebagai transportasi karbonhidrat hasil fotosintesis, maka bila tanaman kekurangan K maka daun akan berbecak-bercak coklat seperti terbakar (nekrosis), warna coklat ini bermula dari pinggir daun menuju tulang-tulang daun (Selian 2008). Menurut Azinuddin (2009), bahwa tanda-tanda umum dari tanaman kekurangan kalium adalah daun menjadi kuning (klorosis) sepanjang margin daun dan dapat mengakibatkan daun menjadi rontok, sistem akar kurang berkembang dan pertumbuhan akar terhambat serta batang menjadi lemah.
Kalium merupakan satu-satunya kation monovalen yang esensial bagi tanaman. Peranan utama K dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai
enzim (Soepardi 1983), walaupun bukan penyusun bagian integral komponen tanaman, namun K penting sebagai katalis berbagai fungsi fisiologis esensial (Tisdale et al. 1990). Kalium mempunyai peranan penting dalam mempertahankan keseimbangan kation-anion, pH sitoplasma yang merupakan kebutuhan dasar bagi aktivitas normal sistem enzim untuk pertumbuhan dan pembentukan hasil, dan regulasi osmosis melalui akumulasi K+ yang meningkatkan pengambilan air oleh sel.
Kalium berperan juga dalam pengambilan nitrat, merangsang enzim asimilatori nitrat reduktase dan meregulasi transfer NH3 yang akan mempengaruhi fiksasi N. Peran yang lain dari K adalah dalam pengambilan NH4 + dan reduksi nitrat, oleh karenanya, kekurangan K akan dapat mengganggu asimilasi N (Krishna, 2002). Kalium tersedia yang cukup dalam tanah, akan menjadi dasar yang baik bagi tanaman dalam menangkal berbagai penyakit dan merangsang pertumbuhan perakaran (Soepardi, 1983). Kalium juga berpengaruh kuat terhadap kualitas produksi tanaman (Janke, 1992).
KONDISI UMUM PENELITIAN
Pengambilan sampel terletak dilayah Naman Teran Kecamatan. Naman Teran terletak di Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Merdeka Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tiganderket Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Payung dan Simpang Empat. Kecamatan Naman Teran terletak pada ketinggian 1300-1600 m diatas permukaan laut. Dengan suhu rata-rata berkisar antara 16oC - 23oC.
Lokasi I Sudah Diolah ( 0 cm)
Lokasi I dengan ketebalan abu 0 cm atau sudah diolah terletak pada titik koordinat 3o12'25.106" LU dan 98o25'0.607" BT di ketinggian 1402 mdpl, suhu tanah dan kelembaban tanah masing-masing yaitu 22oC dan 81%, vegetasi pada lokasi ini yaitu tanaman tahunan dan rerumputan.
Gambar 2. Lokasi Penelitian I (sudah diolah)
Lokasi II (tertutupi abu tipis)
Lokasi II tertutupi abu vulkanik gunung Sinabung dengan ketebalan tipis (≤2 cm)terletak pada titik koordinat 3o11'57.694” LU dan 98o25'7.460"BT di ketinggian 1317 mdpl, suhu tanah dan kelembaban tanah masing-masing yaitu 22oC dan 75% dan vegetasi pada lokasi ini yaitu tanaman tahunan dan rerumputan.
Gambar 3. Lokasi Penelitian II (tertutupi abu tipis) Lokasi III (tertutupi abu sedang)
Laham tertutupi abu vulkanik gunung Sinabung dengan ketebalan sedang (2-5 cm), lokasi ini terletak pada titik koordinat 3o11'33.024" LU dan 98o25'7.803" BT di ketinggian 1320,4 mdpl, suhu tanah dan kelembaban tanah masing-masing yaitu 22,5oC dan 73%. Vegetasi pada lokasi ini yaitu tanaman tahunan dan rerumputan dilihat
Gambar 4. Lokasi Penelitian III (tertutupi abu sedang) Lokasi IV (tertutupi abu tebal)
Ditutupi abu vulkanik gunung sinabung dengan ketebalan tebal (≥5 cm), lokasi ini terletak pada titik koordinat 3o11'1.843" LU dan 98o25'37.613" BT di ketinggian 1274 mdpl. Suhu tanah dan kelembaban tanah masing-masing yaitu 22oC dan 69%. Vegetasi pada lokasi ini yaitu tanaman tahunan dan rerumputan.
Gambar 5. Lokasi Penelitian IV (tertutupi abu tebal)
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dilaksanakan pada bulan Juli 2020 sampai dengan selesai.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah tidak terkena abu vulkanik dan terkena abu vulkanik pada beberapa ketebalan. Media yang digunakan yaitu media Aleksandrov (Ca3(PO4)2 2 g, K2HPO4 3 g, MgSO4.7H2O 0,5 g, FeCl3 0,1 g, CaCO3 2 g,Glukosa 5 g, Agar 20 g, aquadest 1L). serta bahan-bahan kimia yang dipergunakan untuk keperluan analisis di laboratorium.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, Autoklaf, Petridish, Laminar Air Flow, cawan timbang, plastik, sterofom, aluminium foil, kapas, test tube, oven, plastic cling wrap, kaca preparat serta alat-alat lainnya yang dipergunakan selama penelitian.
Metode Penelitian
Pengambilan sampel tanah menggunakan metode random composite sampling dengan total 4 titik pengambilan sampel dari 4 lokasi yang berbeda.
sesuai dengan ketebalan yang telah ditentukan.
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan Sampel nnnnnSampel tanah yang diambil adalah tanah yang terkena abu vulkanik dan
tidak terkena abu vulkanik. Titik pengambilan sampel diambil pada tanah yang dibedakan berdasarkan beberapa ketebalan abu.
Isolasi Bakteri Pelarut Kalium
Tanah sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam 27 mL larutan fisiologis NaCl 0.85%, kemudian shaker pada inkubator goyang selama 1 jam dengan kecepatan 120 rpm dan dibuat serial pengenceran 10-1 sampai 10-4. Hasil pengenceran 10-2, 10-3, dan 10-4 masing-masing sebanyak 0.1 mL disebarkan pada medium Aleksandrov (5 g glukosa, 0.5 g MgSO4.7H2O, 0.006 g FeCl3, 0.1 g CaCO3, 2 g Ca3PO4,),3 g K2HPO4 dan 20 g agar-agar dalam 1 liter akuades, pH 8) dan diinkubasi pada suhu 28 °C selama 3-7 hari (Prajapati dan Modi 2012).
Pertumbuhan bakteri pelarut kalium ditandai dengan adanya zona bening sekeliling koloni. Koloni bakteri yang tumbuh dimurnikan dengan metode gores kuadran. Isolat bakteri yang telah murni disimpan sebagai stok pada media Aleksandrov.
Pengamatan Karateristik Makroskopis dan Mikroskopis Bakteri
Untuk melihat karakteristik koloni bakteri, isolat murni ditumbuhkan pada cawan petri berisi media Aleksandrov, untuk menampilkan karakter dari masingmasing isolat meliputi: warna, bentuk dan ukuran koloni.
Pengamatan secara mikroskopis untuk melihat karakteristik sel bakteri, maka dilakukan yang meliputi, bentuk sel dan pengamatan hasil pewarnaan Gram (Gram positif dan Gram negatif).
Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram Pengujian pewarnaan Gram dimaksudkan untuk membedakan bakteri tergolong Gram positif atau Gram negatif. Bakteri Gram positif berwarna ungu, sedangkan Gram negatif berwarna merah.
Langkah-langkah pewarnaan Gram :
1. Buat olesan tipis suspensi dari koloni murni bakteri berumur 24 jam pada gelas objek yang bersih, kemudian kering-anginkan. Setelah kering, difiksasi dengan cara melewatkan bagian bawah gelas objek diatas api bunsen dua kali.
2. Genangi olesan bakteri dengan larutan kristal violet selama 1 menit.
3. Bilas dengan air kran selama beberapa detik, kering anginkan.
4. Genangi dengan larutan iodine dan dibiarkan selama 1 menit.
5. Bilas dengan air kran selama beberapa detik, kering anginkan.
6. Bilas dengan alkohol selama 30 detik, kemudian kering anginkan.
Pembilasan dengan alkohol (95%) tidak boleh terlalu lama, karena zat warna yang sudah terserap bakteri Gram positif mungkin akan tercuci.
7. Bilas dengan air keran selama 2 detik.
8. Genangi dengan safranin selama 10 detik.
9. Bilas dengan air kran dengan cepat, kering anginkan.
10. Amati hasil pewarnaan dibawah mikroskop kompon dengan pembesaran (500-100) (BKP, 2008)
Uji Potensi Bakteri Pelarut Kalium dalam Melarutkan Kalium
Isolat bakteri pelarut kalium yang telah murni ditumbuhkan pada medium Aleksandrov dengan cara di titik, dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang.
Setelah 7 hari waktu inkubasi, kemudian diamati zona bening yang terbentuk di sekitar koloni dan diukur dengan mistar atau jangka sorong lalu dihitung
masing-masing indeks pelarutan (IP) kalium untuk mengetahui kemampuan
bakteri dalam melarutkan kalium dengan menggunakan persamaan berikut (Vullandari, 2017) :
Diameter Zona Bening (mm) – Diameter Koloni (mm) Diameter Koloni (mm)
Ket : IP = Indeks Pelarutan
Pengujian Kemampuan Bakteri Pelarut Kalium dalam Melarutkan Kalium pada Tanah Andisol
Uji potensi dilakukan pada tanah andisol dengan ketebalan abu tipis (<2 cm). Dengan nilai C org. 2,27%, memiliki pH 4,31, dan K tukar 0,32 me/100g. Inkubasi dilakukan selama 30 hari Setelah proses inkubasi selesai, dilakukan pengamatan seperti pH (pH H2O), C-Organik (Walkley amd Black), K- tukar, dan total mikroba.
Pada uji potensi bakteri pada tanah andisol kode isolat sebagai berikut:
K0 = Kontrol (tanpa pemberian isolat bakteri)
K1= Isolat bakteri dari tanah dengan ketebalan abu tipis ( 0 cm)/ olah tanah K2= Isolat bakteri dari tanah dengan ketebalan abu tipis (< 2cm)
K3 = Isolat bakteri dari tanah dengan ketebalan abu tipis (< 2cm) K4 = Isolat bakteri dari tanah dengan ketebalan abu sedang (2-5 cm) K5 = Isolat bakteri dari tanah dengan ketebalan abu sedang (2-5 cm) K6 = Isolat bakteri dari tanah dengan ketebalan abu tebal (>5 cm ) K7 = Isolat bakteri dari tanah dengan ketebalan abu tebal (>5 cm )
IP =
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Andisol pada Beberapa Ketebalan Abu
Berdasrakan hasil penelitian yang dilakukan pada beberapa ketebalan abu dipereoleh data Suhu Tanah, Kelembaban, pH dan C.org tanah dapat dilihat padaTabel 1 dibawah ini.
Keterangan : Lokasi I : Ketebalan Abu (0 cm)/ sudah diolah Lokasi II : Ketebalan Abu (<2 cm)
Lokasi III : Ketebalan Abu (2-5 cm) Lokasi IV : Ketebalan Abu (>5 cm)
Analisi tanah yang dilakukan didapat data bahwa suhu tanah, kelembapan tanah, pH tanah dan K total berbeda disetiap ketebalannya. Hal ini juga berdampak kepada aktivitas mikroorganisme pada tanah.
Berdasarkan tabel 1 diperoleh data bahwa K total pada setiap lapisan mengalami penurunan berkisar antara 0,59 - 0,61 % , hal ini menunjukkan semakin tebal abu menutupi tanah semakin rendah nilai K total pada tanah. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jenis batuan induk dan kondisi iklim yang berbeda pada setiap lokasi, dan juga diakibatkan oleh sebagian terfiksasi dalam mineral mineral tanah sehingga memiliki nilai yang sedikit, hal ini sesuai dengan literatur Tisdale et al (1985) ; Ullman et al, (1996) menyatakan bahwa kalium total
Lokasi Parameter
Suhu Tanah Kelembaban pH H2O C- Organik K total
(0C) (%) (%) (%)
I 23 82 5,42 6,39 0,61
II 21 77 4,31 2,27 0,56
III 24 78 3,57 1,30 0,60
IV 24 68 3.07 1,18 0,59
Tabel 1. Analisis Tanah Andisol Pada Beberapa Ketebalan Abu
didalam tanah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan daerah dan kondisi sumber kalium didalam tanah.
Dari data yang didapat semakin tebal abu menutupi tanah maka pH tanah mengalami penurunan semakin rendah pH pada tanah hal ini disebabkan karena abu vulkanik mengandung sulfur yang dapat menurunkan pH, Suriadikarta et al (2010) menyatakan bahwa kandungan yang dihasilkan oleh abu vulkanik sinabung salah satunya adalah sulfur. Sulfur diketahui teroksidasi berubah menjadi asam sulfida dan menurunkan pH pada tanah.
Berdasarkan Tabel 1 bahwa suhu pada lokasi II (ketebalan abu < 2cm ) sebesar 21o C lebih rendah dibandingkan dengan lokasi IV (ketebalan abu > 5 cm) sebesar 24o C , hal ini menunjukkan abu vulkanik yang dihasilkan oleh Gunung Sinabung menyebabkan struktur tanah menjadi padat yang juga mempengaruhi agregat tanah, yang menyebabkan air sulit untuk masuk kedalam tanah, yang dimana mempengaruhi kelembapan tanah sehingga suhu pada tanah semakin tinggi dan kelembapan tanah yang dihasilkan semakin rendah.
Berdasarkan Tabel 1 diperoleh bahwa pada suhu pada lokasi I (sudah diolah) lebih tinggi dibandingan dengan hasil analisis yang terdampak erupsi, pada olah tanah C.org yang didapat yaitu sebesar 6, 39 % sedangakan terendah terdapat pada lokasi IV (ketebalan abu >5 cm) sebesar 1,18 %, berdasarkan data yang didapat bahwa abu vulkanik berpengaruh terhadap C organik tanah semakin tebal abu semakin rendah juga C.org tanah tersebut hal ini juga didukung oleh hasil analisis Sembiring et al., (2017); Pakolo et al., (2018) bahwa kadar c-
organik tanah andisol terdampak erupsi Sinabung yaitu 4,7 .
Isolasi Bakteri Pelarut Kalium
Untuk mendapatkan bakteri pelarut kalium dilakukan Isolasi bakteri pada sampel tanah dengan menggunakan medium Aleksandrov. Dari hasil pengamatan diperoleh sebanyak 7 isolat bakteri yang memiliki karakteristik koloni dan populasi bakteri yang berbeda pada setiap ketebalan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2. Jumlah isolat dan Populasi bakteri pada tanah Andisol di beberapa ketebalan abu
Lokasi Jumlah Isolat Kode Isolat Populasi (103 )
I 1 K1 55
II 2 K2,K3 38
III 2 K4,K5 23
IV 2 K6, K7 17
Keterangan : Lokasi I : Ketebalan Abu (0 cm)/ sudah diolah Lokasi II : Ketebalan Abu (<2 cm)
Lokasi III : Ketebalan Abu (2-5 cm) Lokasi IV : Ketebalan Abu (>5 cm)
Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa jumlah bakteri yang ditemukan ada 7 jenis isolat dari beberapa ketebalan abu yaitu dengan kode K1-K7, dimana pada lokasi I terdapat 1 isolat dengan kode (K1), lokasi II terdapat 2 isolat dengan kode (K2 dan K3), lokasi III terdapat 2 isolat dengan kode (K4 dan K5) dan lokasi IV terdapat 2 isolat dengan kode (K6,K7).
Populasi bakteri yang didapat pada lokasi I (ketebalan abu 0 cm) didapatkan populasi sebanyak 55 x 103 , pada lokasi II (ketebalan 0- < 2 cm) ditemukan 38 x 103 , lokasi III (ketebalan 2 – 5 cm) ditemukan sebanyak 23 x 103, dan pada lokasi IV (ketebalan abu > 5 cm) didapat populasi sebanyak 17 x 103.
Berdasarkan data Tabel 2 tersebut ditemukan bahwa semakin tebal abu menutupi maka semakin sedikit populasi bakteri pelarut kalium yang ditemukan.
Hal ini juga dipengaruhi oleh vegetasi, sifat kimia dan fisika hal ini sesuai dengan literatur Hanafiah et al (2009) yang menyatakan bahwa pada tanah tersebut Jumlah dan aktivitas mikroba tanah dipengaruhi oleh jenis tanah, pertumbuhan tanaman, perlakuan yang diberikan kepada tanah, penanaman, iklim makro
maupun iklim mikro dari setiap lokasi. Hal ini sesuai dengan literatur Fatmala et al (2015) yang menyatakan bahwa semakin tebal suatu ketebalan abu
vulkanik maka akan semakin sedikit jenis isolat hal ini dikarenakan semakin masamnya tanah sehingga berkurangnya aktivitas mikroba tanah.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tebal tanah tertutupi abu vukanik maka akan semakin rendah pula kadar C-organik , dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan literatur Sarah et al 2015) yang menyatakan bahwa Aktivitas mikroorganisme pada tanah yang tidak tekena debu vulkanik lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah yang terkena debu vulkanik, hal ini disebabkan pH dan C-Organik yang juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan pH dan C- Organik pada sampel tanah yang terkena debuvulkanik
Karakteristik Mikroskopis dan Makroskopis Bakteri Pelarut Kalium
Berdasarkan data dari penelitian yang dilakukan, bahwa bakteri yang ditemukan memiliki bentuk karakterisitik Morfologi yang berbeda, hal ini disajikan pada tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Karakteristik Morfologi Bakteri Pelarut kalium Kode
Mikro Makro
Gambar Bentuk/
Gram Gambar Warna
Indeks Pelarutan (inkubasiselama 7 hari) (mm)
K1 Coccus/
Negative
Bening 1.12
K2 Bacil/
Negative
Bening 0.73
K3 Coccus/
Negative
Bening Sedikit keruh
0,20
K4 Coccus/
Negative
Bening 0,58
K5 Bacil/
Negative
Keruh 1,14
K6 Bacil/
Negative
Keruh dan sedikit menggu mpal
0,73
K7 Coccus/
Negative
Bening sedikit keruh
0,28
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa karakteristik mikroskopis dan makroskopis bakteri bervariasi antara K1,K2,K3,K4,K5,K6 dan K7, pengamatan menunjukkan bahwa bentuk mikroskopis bakteri didominasi oleh coccus dan bergram negatif sedangkan pengamatan makroskopis bakteri umumnya berwarna bening, keruh dan menggumpal. Hal sesuai dengan penelitian murali et al ( 2005) bahwa bakteri pelarut kalium secara umum memiliki bentuk yang bundar lonjong, tepian koloni locin dan ukuran koloni cenderung kecil, hal ini juga didukung oleh Sheng (2005) yang menyatakan bahwa telah ditemukan bakteri yang dapat melarutkan kalium seperti Pseudomonas, Burkholderia, Acidothiobacillus ferrooxidans, Bacillus mucilaginosus, Bacillus edaphicus, B. circulans, dan Paenibacillus sp berbentuk bacil.
Kemampuan bakteri pelarut kalium dalam melarutkan kalium ditandai dengan terbentuknya zona pelarutan warna bening pada media Aleksandrov.
Berdasarkan Tabel 3 ketujuh bakteri yang ditemukan mampu melarutkan kalium.
Indeks pelarutan yang dihasilkan berkisar antara 0.20 – 1.14, nilai tertinggi terdapat pada K5 sebesar 1.14 sedangkan terendah pada isolat K3 sebesar (0.20).
diuji indeks pelarutannya pada media Alexandrov.. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan mampu untuk melarutkan kalium dalam media Aleksandrov, aktivitas bakteri pelarut kalium menghasilkan asam asam organik yang mampu melarutkan kalium sehingga membentuk zona bening hal ini sesuai dengan penelitian Basak dan Biwas (2010) bahwa mikroba pelarut kalium mampu menghasilkan asam organik yang membantu dalam melarutkan kalium.
Uji Potensi Bakteri Pelarut Kalium Pada Tanah Andisol Dengan 30 Hari Inkubasi
Hasil analisis dan uji statistik nilai C organik, pH, populasi bakteri dan K tukar tanah setelah aplikasi bakteri pelarut kalium pada ketebalan abu tipis dengan inkubasi selama 30 hari pada steril dapat dilihat pada tabel 5 dibawah.
Tabel 4. Nilai C-org, pH tanah, populasi bakteri, dan K tukar tanah bakteri pelarut kalium dengan masa inkubasi selama 30 hari.
Ketarangan : angka- angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata (5%) menurut uji DMRT
Berdasarkan Tabel 4 populasi bakteri pelarut kalium diketahui bahwa aplikasi bakteri pelarut kalium berpengaruh nyata dalam meningkatkan populasi
ISOLAT C.org
(%)
pH Populasi Bakteri
( 106) Ktukar (me/100g)
K0 3,68a 4,32a 0a 0,35a
K1 5,17d 4,43bc 40b 0,38a
K2 4,84cd 4,41b 38b 0,57b
K3 4,66bcd 4,44bcd 42b 0,37a
K4 5,14d 4,46bcd 43b 0,40a
K5 4,09ab 4,46bcd 54b 0,40a
K6 4,89cd 4,52d 62,5b 0,38a
K7 4,29abc 4,57e 93c 0,42a
bakteri. Bakteri yang paling efektif dalam menaikkan jumlah populasi adalah Isolat K7 sebesar 93 x 103 sedangkan yang kurang efektif terdapat pada isolat K0 sebesar 0.
Aplikasi bakteri dengan isolat K7 menunjukkan peningkatan dibandingakn populasi bakteri dengan isolat K0 hal ini menunjukkan bahwa seluruh jenis bakteri yang diaplikasikan dapat meningkatkan populasi bakteri namun memiliki kemampuan yang berbeda. Peningkatan jumlah populasi bakteri tidak terlalu tinggi karena tidak adanya pengaplikasian bahan organik di dalam tanah, bahan organik digunakan mikroorganisme sebagai sumber metabolisme nya. Hal ini sesuai dengan literatur Susilawati et al., (2013) mengatakan dapat dipastikan juga bahwa total mikroorganisme yang tinggi ini dikarenakan adanya akumulasi bahan organik dari lahan yang ada diatasnya. Lahan-lahan yang memiliki persentase bahan organik yang tinggi akan mempunyai jumlah mikroorganisme tanah yang lebih besar.
Berdasarkan pernyataan Hanafiah et al (2009) menyatakan bahwa Jumlah dan aktivitas mikroba tanah dipengaruhi oleh jenis tanah, pertumbuhan tanaman, perlakuan yang diberikan kepada tanah, penanaman, iklim makro maupun iklim mikro dari setiap lokasi. Sehingga terdapat perbedaan antar jumlah populasi mikroorgnisme yang didapat.
Berdasarkan Tabel 4 didapat data bahwa C organik pada K0 berbeda nyata dengan K1 dan K4 sedangkan K0 tidak berbeda nyata dengan K5 dan K7, sedangkan K2 tidak berbeda nyata dengan K3 dan K6. Nilai C organik berkisar antara 0 – 40,40%. Nilai tertinggi terdapat pada K1 sebesar 5,17 % lebih tinggi 40,40% apabila dibandingkan dengan nilai pada K0 sebesar 3,68 % hal ini
menunjukkan bahwa C organik dengan aplikasi bakteri lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanpa aplikasi bakteri.
Kandungan C organik pada tanah salah satunya dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme. Respirasi yang dilakukan oleh mikroorganisme meningkatkan unsur hara karbon pada tanah sehingga mempercepat proses dekomposisi sehingga meningkatkan kadar C organik pada tanah. Hal ini sesuai dengan penelitian Sukaryorini et al ( 2016) menyatakan bahwa akibat penggunaan kandungan unsur hara karbon oleh mikroorganisme melalui proses respirasi, memberikan dampak terhadap proses dekomposisi dalam menghasilkan C organik pada tanah.
Pada data Tabel 4 pH pada pemberian bakteri K0 berbeda nyata dengan K2, K6, K7 sedangkan K2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan K1, K3, K4 dan K5. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa bakteri mempengaruhi nilai pH tanah perbedaan ini berkisar antara 0-5,78%, pH pada tanah dengan perlakuan isolat k0 bakteri memiliki nilai terendah sebesar 4,31 dibandingkan dengan perlakuan bakteri dengan isolat K7 sebesar 4,57, hal ini menunjukkan bahwa aktivitas respirasi mikroorganisme mempengaruhi nilai pH tanah, Shanware et al ( 2014) menyatakan bahwa kenaikan pH disebabkan oleh pengaplikasian bakteri bakteri dapat menghasilkan Asam- asam organik yang dihasilkan oleh Bakeri Pelarut Kalium kemudian akan menyediakan proton (H+), sehingga dapat menaikkan pH.
Berdasarkan Tabel 4 pada parameter K tukar tanah bahwa K0 berbeda nyata dengan K1 sedangkan K1 tidak berbeda nyata dengan K2, K3,K4,K5, K6 dan K7. Nilai k tukar tanah yang dihasilkan berkisar antara 0 – 62,85% pada
setiap aplikasi isolat bakteri. Isolat tertinggi terdapat pada isolat K2 sebesar 0,57 yang mampu meningkatkan 62,85% apabila dibandingkan dengan K0, nilai k tukar yang dihasilkan oleh K0 sebesar 0,35 hal ini menunjukkan bahwa dengan aplikasi bakteri, K tukar di dalam tanah akan lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa aplikasi bakteri. Dari 7 isolat bakteri yang ditemukan pada tanah andisol terdampak erupsi sinabung memiliki kemampuan dalam melarutkan kalium dari media Aleksandrov dengan sumber kalium batuan feldspar. Sesuai dengan penelitian Anjanadevi et al (2016) yang menemukan bakteri pelarut kalium berasal dari bebatuan berbukit memiliki kemampuan melarutkan K dari feldspar yang tinggi.
Menurut Zhang and Khong (2014 ) bahwa Asam organik mengubah K tidak larut (mika, muskovit, biotit feldspar) menjadi bentuk K yang larut (bentuk larutan tanah) kemudian meningkatkan ketersediaan nutrisi untuk tanaman.
Berbagai jenis asam organik yang diproduksi oleh bakteri pelarut kalium berbeda pada setiap organisme yang berbeda. Sehingga K didalam tanah yang tidak larut dilarutkan oleh asam organik dan anorganik yang dihasilkan oleh bakteri.
Menurut penelitian Archana (2007) bahwa t asam organik dan polisakarida yang dihasilkan oleh mikroba berperan dalam pelarutan kalium yang terikat didalam tanah. Asam asam organik yang dihasilkan diantaranya asam sitrat asam oksalat, asam malat, asam suksinat dan asam tartarat.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 7 isolat dari ketebalan berbeda yang mampu melarutkan kalium. Jumlah isolat bakteri yang terdapat pada tanah Andisol pada lokasi I ( 0 cm/sudah diolah) yaitu 1 isolat, lokasi II (ketebalan abu <2 cm) yaitu 2 isolat, lokasi III (ketebalan abu 2-5 cm) yaitu 2 isolat, dan lokasi IV (Ketebalan abu >5 cm) yaitu 2 isolat.
2. Seluruh isolat bakteri yang diinkubasi pada tanah Andisol mampu meningkatkan kadar K tukar antara 0- 62,85 %, isolat yang paling berpotensi dalam meningkatkan kadar K-tukar tanah adalah isolat K2 dengan peningkatan kadar K tukar sebesar 62,85% dibandingkan dengan K0 (tanpa aplikasi bakteri).
Saran
Adapun saran penulis adalah, penelitian ini membutuhkan penelitian lanjutan untuk memperoleh bakteri yang lebih unggul yang mampu melarutkan kalium pada tanah.
DAFTRA PUSTAKA
Amoakwah, E., and K.A. Frimpong. 2013. Relationships Between Potassium Forms and Selected Physico-Chemical Properties of Some Ghanaian Soils Along a Toposequence. JEAS, 8(7): 525-533
Anjanadevi, I. P., John, N. S., John, K. S., Jeeva, M. L. and Misra, R. S., 2016, Rock inhabiting potassium solubilizing bacteria from Kerala, India:
characterization and possibility in chemical K fertilizer substitution. J.
Basic Microbiol., 56: 67-77. doi:10.1002/jobm.201500139
Archana DS. 2007. Studied on potassium solubilizing bacteria [thesis]. Dharwad (IN): University of Agricultural Sciences.
Azinuddin A. 2009. Growth Optimization of Potassium Solubilizing Bacteria Isolated From Biofertilizer [thesis]. Pahang (MY): University Malaysia Pahang.
Bagyalakshmi, B., P. Ponmurugan, dan S. Marimuthu. 2012. Influence of Potassium Solubilizing Bacteria on Crop Productivity and Quality of Tea (Camellia sinensis). Agricultural Research 7(30): 4250-4259.
Balitbangtan.2014. Hasil Kajian dan Identifikasi Dampak Erupsi Gunung Sinabung pada Sektor Pertanian. Badan Penelitian dan pengembangan pertanian.Kementrian pertanian.
Basak, B. B and Biswas, D. R., 2010. Co-inoculation of potassium solubilizing and nitrogen fixing bacteria on solubilization of waste mica and their effect on growth promotion and nutrient acquisition by a forage crop.
Biol Fertil Soil. Inc. 46: 641 – 648.
Basyuni, Z. 2009. Mineral dan Batuan Sumber Unsur Hara P dan K. [Skripsi ] Program Studi Geologi, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman, Purbalingga.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2013. Riwayat Letusan Sinabung . Gema BNPB Ketangguhan Bangsa Dalam Menghadapi Bencana Vol.4 No.3 Tahun 2013 , hal. 42.
Chen. S., Lian, B, and Liu, C. Q., 2008. Bacillus Mucilaginosus On Weathering Of Phosphorite And Primary Analysis Of Bacterial Proteins During Weathering. Chin J Geochem. 27:209–216.
Damanik, M.M.B.,E.H. Bactiar, Fauzi, Sariffudin, dan H. Hanum. 2010.
Keseburan Tanah dan Pemupukan. USU Press, Medan.
Don, N.T., and C.N. Diep. 2014. Isolation, Characterzation, and Identification of Phosphate and Potassium Solubilizing Bacteria from Weathered Materials of Granite Rock Mountain, That Son, an Giang Province, Vietnam. AJLS, 2(5): 282-291.
Fatmala, V. Sembiring, M. dan Jamilah. 2015. Eksplorasi dan Potensi Jamur Pelarut Fosfat pada Andisol Terkena Dampak Erupsi Gunung Sinabung dengan Beberapa Ketebalan Abu di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.3, No.3 : 1164 – 1168.
Fiantis, D. 2006. Laju Pelapukan Kimia Debu Vulkanis G. Talang dan Pengaruhnya Terhadap Proses Pembentukan Mineral Liat non-Kristalin.
[Skripsi ] Fakultas Pertanian Ilmu Tanah Universitas Andalas, Padang.
Groudev SN. 1987. Use Of Heterotrophic Micro-Organisms In Mineral Biotechnology. Acta Biotechnol. 7: 299-306.
Hanafiah, A. S dan Sabrina, T. 2009. Mikroorganisme Di Dalam Tanah. In T. S.
dalam Asmarlaili Sahar Hanafiah, Biologi dan Ekologi Tanah (Hal. 103).
Fakultas Pertanian USU Press, Medan.
Hardjowigeno S. 2003. Dasar ilmu tanah. Akademi Prosindo. Jakarta.
Hassink, J. 1994. Effects Of Soil Texture On The Size Of The Microbial Biomass And On The Amount Of C And N Mineralized Per Unit Of Microbial Biomass In Dutch Grassland Soils. Soil Biol. Biochem. 26: 1573-1581.
Janke W. 1992. Role Of Potash Toward Yield Of Food Crops In Asia Countries.
Seminar Nasional Kalium; 1992 Agust 4; Jperakaranta (ID). Hlm 163- 180.
Ismangil and Eko, H., 2005. Degradasi Mineral Batuan Oleh Asam-Asam Organik Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 5 hal. 1-17.
Kasno, A., A. Rachim, Iskandar, dan J.S. Adiningsih. 2004. Hubungan Nisbah K/Ca dalam Larutan Tanah dengan Dinamika Hara K pada Ultisol dan Vertisol Lahan Kering. JTL, 6(1): 7-13.
Kirkman J. H., A. Basker, A. N., and Surapaneni., 1994. Fertility Kit: A Toolkit for Acid, Upland Soil. Phosphate Institute of Canada (PPI/PPIC). Journal of Agricultural Research, 37:207-227.
Krishna, K. R., 2002. Potassium in soil and their influence on crop productivity.
Science Publishers, Journal of Agricultural Research (Inc) hlm 141-153.
Lavahun, E.M.F. 1995. Depth and Time Function of Microbial Biomass in Ploughed and Grassland Typudalfs of Lower Saxony, Germany.Thesis.
The Faculty of Agriculture. George-August-University Goettingen.
Leiwakabessy, F.M., U. M. Wahjudin, dan Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah.
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.
Lin, Q. M., Rao, Z. H., Sun, Y. X., and Yao, J. 2002. Identification and Practical Application of Silicate-Dissolving Bacteria. Agric. Sci. China., 1, 81–85.
Lu, R., 1999. Agricultural Chemistry Analysis of Soil. China Agricultural Science and Technology Press, Beijing.
Marschner, H. 1997. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press, London.
Meena, V. S., Bihari, R. M., Jai, P. V., Abhinav, A., Ashok, K., Kangmin, K and Vivek, K. B. 2015. Mineral Uptake, Soil Availability and Growth of Eggplant. Res J. Agric Biol Sci 1, 176-180.
Metson, A. J. and W. M. H. Saunders. 1962. Comparison of Potassium Chloride, Bicarbonate, and Metaphosphate, and Calcined Orthoclase, as Sources of Potassium for White Clover, New Zealand Journal of Agricultural Research, 5:1-2, 145-157, DOI: 10.1080/00288233.1962.10419985.
Mukhlis, 2011. Tanah Andisol, Genesis, Klasifikasi, Karakteristik, Penyebaran, dan Analisis. Medan: USU Press.
Murali G, Gupta A, Air RV. 2005. Variations in Hosting Beneficial Plant Associated Microorganisms by Root (Wilt) Diseased and Field Tolerant Coconut Palms of West Coast Tall Variety. Curr Sci. 89(11): 1922-1927.
Mutscher, H. 1995. Measurement and Assessment of Soil Potassium. IPI Research Topics No. 4, pp. 102. Switzerland: International Potash Institute Basel.
Nurmayulis. 2005.Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) yang Diberi Pupuk Organik Difermentasi, Azospirillum sp., dan Pupuk Nitrogen Di Pengalengan dan Cisarua.[thesis]. Magister Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Pakolo, N., Senbiring, M., Rauf, A., 2018. Isolasi dan Uji Potensi Mikroba Pelarut Fosfat pada Andisol Terdampak Erupsi Sinabung pada Beberapa Ketebalan Abu di Kabupaten Karo. Jurnal Pertanian Tropik e-ISSN NO :2356- 4725 Vol.5. No.3. Desember 2018 (43) 328- 339
Parmar, P., and S.S. Shindu. 2013. Potassium Solubilization by Rhizosphere Bacteria: Influence of Nutritional and Environmental Conditions. JMR, 3(1): 25-31.
Paul, E.A. and F.E. Clark. 1989.Soil Microbiology and Biochemistry. Academic Press, Inc. London.
Prajapati, K. B., dan H. A. Modi. 2012. Isolation and Characterization of Potassium Solubilizing Bacteria from Ceramic Industry Soil.
Microbiology 1(2-3): 8-14.