ISOLASI DAN UJI POTENSI JAMUR PELARUT KALIUM PADA TANAH ANDISOL TERDAMPAK ERUPSI SINABUNG DENGAN
BEBERAPA KETEBALAN ABU
SKRIPSI
OLEH :
LIA NUR SELLY GURNING 170301262
AGROTEKNOLOGI - ILMU TANAH
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2022
ISOLASI DAN UJI POTENSI JAMUR PELARUT KALIUM PADA TANAH ANDISOL TERDAMPAK ERUPSI SINABUNG DENGAN
BEBERAPA KETEBALAN ABU
SKRIPSI
OLEH :
LIA NUR SELLY GURNING 170301262
AGROTEKNOLOGI - ILMU TANAH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2022
ABSTRAK
LIA NUR SELLY GURNING, 2022. Isolasi dan Uji Potensi Jamur Pelarut Kalium Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Sinabung Dengan Beberapa Ketebalan Abu. Dibimbing oleh Mariani Sembiring dan Hamidah Hanum.
Tanah Andisol yang terdampak oleh Erupsi Sinabung menyebabkan terjadinya beberapa tingkatan ketebalan abu yang berbeda, sehingga pada setiap ketebalan abu memiliki aktivitas mikroba dan status hara yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan isolat jamur pelarut kalium pada tanah Andisol terdampak Erupsi Sinabung dibeberapa ketebalan abu vulkanik. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilaksanakan di daerah Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Isolasi Jamur Pelarut Kalium dilakukan dengan menggunakan media Aleksandrov. Berdasarkan hasil isolasi yang telah dilakukan, ditemukan 7 isolat dari ketebalan abu yang berbeda. Pada sampel ketebalan abu tipis <2 cm ditemukan 3 isolat (JK1, JK2, JK3), pada ketebalan abu sedang 2-5 cm ditemukan 2 isolat (JK4, JK5), dan pada ketebalan abu tebal >5 cm terdapat 2 isolat (JK6, JK7). Jamur pelarut kalium yang diperoleh memiliki kemampuan yang berbeda dalam melarutkan kalium pada media Aleksandrov dengan inkubasi selama 7 hari dan indeks pelarutan yang terbesar yaitu isolat dengan kode JK3 dengan nilai 2,20 dan indeks pelarutan terkecil yaitu isolat dengan kode JK7 dengan nilai 0,97. Jamur pelarut kalium juga memiliki kemampuan yang berbeda dalam meningkatkan K- total dan K- tukar tanah pada uji potensi inkubasi selama 30 hari. K- total tertinggi dengan kode isolat JK1 dan JK5 dengan nilai 0,17% dan K- tukar tanah tertinggi dengan kode isolat JK1 dengan nilai 0,19 me/100g. Hal ini menunjukkan bahwa semua isolat mampu melarutkan kalium.
Kata Kunci : Tanah Andisol, Jamur Pelarut Kalium, Ketebalan Abu
ABSTRACT
LIA NUR SELLY GURNING, 2022. Isolation and Potential Test of Potassium Dissolving Fungi on Andisol Soil Affected by the Sinabung Eruption with Several Ash Thicknesses. Supervised by Mariani Sembiring and Hamidah Hanum.
Andisol soils affected by the Sinabung Eruption caused several different levels of ash thickness, so that each ash thickness had different microbial activity and nutrient status. This study aims to find isolates of potassium solubilizing fungi on Andisol soil affected by the Sinabung Eruption in several thicknesses of volcanic ash. Sampling in this study was carried out in the Naman Teran District, Karo Regency. This research was conducted at the Soil Biology Laboratory, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra. Isolation of Potassium Solvent Fungus was carried out using Aleksandrov media. Based on the results of the isolation that has been carried out, it was found 7 isolates of different ash thickness. In a sample of thin ash thickness <2 cm, 3 isolates were found (JK1, JK2, JK3), at a medium ash thickness of 2-5 cm, 2 isolates were found (JK4, JK5), and in a thick ash thickness >5 cm there were 2 isolates (JK6, JK7). The potassium solubilizing fungi obtained had different abilities in dissolving potassium in Aleksandrov media with incubation for 7 days and the largest dissolution index was isolate with code JK3 with a value of 2.20 and the smallest dissolution index, isolate with code JK7 with a value of 0.97. Potassium solubilizing fungi also had different abilities in increasing total K- and soil-change K in the 30-day incubation potential test. The highest total K-with the isolate code JK1 and JK5 with a value of 0.17% and the highest soil exchange K-with the isolate code JK1 with a value of 0.19 me/100g. This indicated that all isolates were able to dissolve potassium.
Keywords: Mount Sinabung Eruption, Potassium Solubilizing Fungi, Ash Thickness
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada 02 Februari 1999. Penulis merupakan putra dari Bapak Wesly Gurning dan Nurmida Berutu. Penulis merupakan anak ke dua dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SD Swasta Valentine pada tahun 2011 , SMP N 1 Sunggal pada tahun 2014, SMA Santo Thomas 2 Medan pada tahun 2017. Pada tahun 2017 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Mandiri Program Studi Agroteknologi dengan minat Ilmu Tanah.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam mengikuti beberapa organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Klinik Tanaman Fakultas Pertanian USU 2019/2021 sebagai Kepala Bidang Hubungan Masyarakat dan Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (HIMAGROTEK) USU 2017/2021 sebagai anggota.
Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Pangkatan Indonesia (Evans Group) Aek Nabara Selatan Kec. Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu bulan Juli – Agustus tahun 2020. Dan melaksanakan KKN secara daring di Desa Pinang Mancung Kabupaten Tebing Tinggi pada bulan Juli – Agustus 2021.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan proposal ini tepat pada waktunya.
Judul dari skripsi ini adalah “Isolasi dan Uji Potensi Jamur Pelarut Kalium Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Sinabung dengan Beberapa Ketebalan Abu” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan Program Sarjana (S1) di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menghadapi hambatan dan rintangan, namun dengan adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik - baiknya. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Kedua Orang tua : Bapak Pdt. Wesly Gurning dan Ibu Nurmida Berutu serta abang dan adik dan seluruh pihak keluarga yang memberi dukungan dan selalu membantu penulis baik secara moril maupun materil.
2. Ibu Dr. Mariani Sembiring, SP., MP selaku ketua komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya demi memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi.
3. Ibu Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penyusunan skripsi.
4. Bapak Dr. Benny Hidayat, SP., MP selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk hadir dalam ujian skripsi penulis
5. Bapak Ir. Razali, MP selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk hadir dalam ujian skripsi penulis
6. Seluruh Dosen dan Pegawai pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
7. Teman – teman penulis, Monica Nurmalasari T. Sigiro, Devi Anjelina Damanik, Bunga Maylani Br. Manik, Nikmah Adhriani Batubara, Arief Pratama Tarigan, Surya Papungu Anugrah, Wayne Albert Situmorang dan Sandika Silalahi yang telah banyak membantu penulis pada saat pengambilan sampel di lapangan
8. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa/i Agroteknologi 2017 yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Januari 2022
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penulisan ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Abu Vulkanik ... 5
Tanah Andisol ... 6
Mekanisme Pelarutan Kalium... 8
Aktivitas Mikroorganisme dalam Tanah ... 10
Jamur Pelarut Kalium ... 13
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 15
Alat dan Bahan ... 15
Metode Penelitian ... 15
Pelaksanaan Penelitian... 16
Survei Awal ... 16
Pengambilan Sampel ... 16
Analisis Awal ... 18
Sterilisasi ... 19
Pembuatan Media Aleksandrov ... 20
Isolasi Jamur Pelarut Kalium ... 20
Purifikasi ... 21
Pengamatan Karateristik Makroskopis dan Mikroskopis Jamur ... Uji Potensi Jamur Pelarut Kalium Melarutkan K dalam Media Aleksandrov ... 21
Uji Potensi Jamur Pelarut Kalium dalam Meningkatkan Ketersediaan Kalium pada Tanah Andisol ... 22
Parameter Pengamatan ... 23
Indeks Pelarut ... 23
Kandungan K Total, K dd, C-organik, pH dan Total Mikroba ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 25
Analisis Tanah Andisol pada Ketebalan Abu ... 25
Isolasi Jamur Pelarut Kalium ... 25
Pengamatan Karakteristik Makroskopik dan Mikroskopik Jamur ... 27
Uji Potensi Jamur Pelarut Kalium Melarutkan K pada Media Aleksandrov ... 30
Uji Potensi Jamur Pelarut Kalium pada Tanah Andisol dengan 30 Hari Inkubasi ... 31
Pembahasan ... 33
Isolasi Jamur Pelarut Kalium ... 33
Uji Potensi pada Media Aleksandrov ... 34
Uji Potensi pada Tanah Andisol ... 35
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42
Saran ... 42 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
1. Desa Kutarayat dengan ketebalan abu tipis (<2 cm )
17
2. Desa Sukanalu dengan ketebalam abu sedang (2-5 cm )
18
3.
4.
5.
Desa Sigarang-garang dengan ketebalan abu tebal (>5 cm )
Karakteristik Makroskopis Jamur Pelarut Kalium
Karakteristik Mikroskopis Jamur Pelarut Kalium
18
27
29
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
1. Jumlah Populasi Mikroba pada Tanah Andisol di Beberapa ketebalan abu
25
2. Jumlah isolat dan Kode isolat pada tanah Andisol di beberapa ketebalan abu
26
3. Indeks pelarutan kalium dalam media aleksandrov selama 7 hari
31
4. Nilai pH tanah, populasi jamur, dan C- organik
32
5. Nilai K- total dan K- tukar tanah 32
PENDAHULUAN Latar Belakang
Gunung Sinabung kembali meletus pada bulan September 2013, sebelumnya gunung ini sudah pernah meletus pada tahun 2010, tepatnya pada tanggal 3 September 2010. Letusan ini melepaskan awan panas dan abu vulkanik.
(BPTP Sumatera Utara, 2013). Hasil dari erupsi Gunung Sinabung tersebut mengeluarkan kabut asap yang tebal berwarna hitam disertai hujan pasir , dan debu vukanik yang menutupi ribuan hektar tanaman para petani yang berjarak dibawah radius enam kilometer tertutup debu tersebut. Debu vulkanik mengakibatkan tanaman petani yang berada di lereng gunung banyak yang mati dan rusak. Diperkirakan seluas 15.341 hektar tanaman pertanian terancam gagal panen (Barasa, 2013).
Reaksi tanah ( pH ) juga mempengaruhi perkembangan mikroorganisme dalam tanah. Menurut Sinaga et al., (2015) menyatakan bahwa pada tanah yang tidak terkena dan terkena abu vulkanik Sinabung tergolong tanah masam. Hal ini dapat dilihat bahwa jika semakin tebal abu yang menutupi tanah maka semakin masam tanahnya. pH tanah berkisar 3,7 – 5,3. Seperti halnya pada jamur, jamur mampu hidup dan toleran terhadap pH tanah berkisar antara pH 4 – 6,5 sedangkan untuk bakteri menyukai kondisi tanah yang dengan pH berkisar 6 – 7 (Hanafiah et al., 2009). Menurut Ginting et al., (2006) masamnya tanah akibat abu vulkanik juga mempengaruhi sifat biologi tanah yaitu kandungan dan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah.
Ketersediaan kalium di dalam tanah sangat penting bagi tanaman.
Sayangnya, lebih dari 90 hingga 98% kalium tanah masih terikat dengan mineral
yang mana tidak dapat diserap oleh tanaman. Tanah di berbagai daerah di Indonesia memiliki kelarutan kalium yang rendah karena masih terikat dengan mineral seperti feldspar dan mika (Pratama et al., 2016).
Kandungan unsur hara Kalium pada tanah dari abu vulkanik masih tergolong dalam tingkat yang rendah bahkan sangat rendah. Berdasarkan penelitian (Sukarman dan Suprapto, 2015) menyatakan bahwa hal tersebut dapat terjadi karena unsur tersebut terutama P dan K serta basa-basa sebagian besar masih terikat dalam bentuk mineral primer.
Berdasarkan penelitian Simanjuntak et al., (2015) menyatakan bahwa kandungan kalium pada tanah di Gunung Sinabung masih tergolong dalam kriteria sedang. Hal ini didukung dengan hasil penelitian ditemukan bahwa kalium tanah yang berasal dari contoh tanah yang tidak terkena erupsi dengan kedalaman 0 – 20 cm memiliki nilai K-dd 0,47 me/100 g, pada contoh tanah yang terkena abu vulkanik dengan kedalaman 0 - 5 cm memiliki nilai K-dd 0,39 me/100g dan pada contoh tanah yang terkena abu vulkanik dengan kedalaman 5 – 20 cm memiliki nilai K-dd 0,58 me/100g. Dari data tersebut diperoleh bahwa ketebalan abu dapat meningkatkan ion kalium pada tanah.
Penambahan ion kalium membutuhkan proses pelarutan salah satunya yaitu proses pelarutan dengan biokimia yaitu dengan adanya mikroorganisme jamur pelarut kalium. Karena jamur pelarut kalium dapat menghasilkan asam asam organik. Menurut Prajapati dan Modi, (2012) menyatakan bahwa fungi dapat melarutkan kalium sehingga meningkatkan ketersediaan kalium di tanah.
Peran mikroba seperti jamur pelarut kalium diketahui mampu membantu dalam menyediakan unsur kalium yang tersedia bagi tanaman. Beberapa
kelompok jamur pelarut K diketahui mampu melarutkan K seperti, Aspergillus Terreus, Aspergillus niger, Penicilium spp, G. intraradices and G. Mosseae.
Jamur Pelarut Kalium tersebut seringkali dijadikan salah satu inokulan dalam pupuk hayati untuk membantu meningkatkan kesuburan tanah
(Basak dan Biswas, 2012)
Namun hingga saat ini kajian informasi mengenai Jamur Pelarut Kalium khusunya pada tanah Andisol terdampak erupsi sinabung masih sangat terbatas.
Oleh karena itu sangat dibutuhkan penelitian mengenai Isolasi dan Uji Potensi Jamue Pelarut Kalium pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Sinabung dengan Beberapa Ketebalan Abu yang nantinya diharapkan mikroba tersebut mampu membantu pelarutan kalium untuk meningkatkan kesuburan tanah Andisol.
Tujuan Penelitian
1. Untuk menemukan isolat jamur pelarut kalium pada tanah Andisol terdampak erupsi Sinabung dibeberapa ketebalan abu vulkanik.
2. Untuk mengetahui potensi jamur pelarut kalium pada tanah Andisol terdampak abu Gunung Sinabung.
Hipotesis Penelitian
Jamur Pelarut Kalium yang ditemukan pada tanah Andisol terdampak abu vulkanik Gunung Sinabung dapat meningkatkan ketersediaan kalium di dalam tanah.
Kegunaan Penulisan
Kegunaan penulisan yaitu sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan gelar sarjana (S1) di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA Abu Vulkanik
Abu vulkanik adalah fragmen yang berukuran kurang dari 2 mm hingga ukuran debu dan apabila memadat dan membatu dinamakan tufa. Tufa dapat juga mengandung beberapa fragmen berukuran besar (lapili atau breksi), maka kita juga mempunyai istilah-istilah tufa lapili dan tufa breksi. Di lapangan kedua istilah ini dapat diamati sebagai lapili atau breksi sebagai fragmen, dan tufa sebagai semennya. Abu vulkanik dapat menutup lahan di sekitar gunung meletus pada berbagai ketebalan (Sukarman dan Ai Dariah, 2014).
Abu vulkanik mengandung unsur mayor (aluminium, silika, kalium dan besi), unsur minor (iodium, magnesium, mangan, natrium, pospor, sulfur dan titanium), dan tingkat trace (aurum, asbes, barium, kobalt, krom, tembaga, nikel, plumbum, sulfur, stibium, stannum, stronsium, vanadium, zirconium, dan seng).
Sedangkan lima komposisi kimia tertinggi dari tanah abu vulkanik gunung berapi secara urutan adalah silikon dioksida 55%, aluminium oksida 18%, besi oksida 18%, kalsium oksida 8%, dan magnesium oksida 2,5% (Suryani, 2014).
Abu vulkanik dan pasir vulkanik yang jatuh ke tanah akan dapat merusak tanaman yang menutupi tanah pertanian hingga mengakibatkan tanaman tertutup abu dan mati. Selain itu juga berdampak pada tanah pertanian yang mengeras akibat penambahan unsur kimia dari abu vulkanik. Adanya debu dan pasir vulkanik akan menutup permukaan tanah sehingga tanah mengalami peremajaan.
Debu yang menutup lapisan atas tanah lambat laun akan melapuk bercampur dengan tanah dan dimulai proses pedogenesis yang baru, selanjutnya mempengaruhi sifat dan ciri tanah yang terbentuk. Debu vulkanik akan terdeposisi
di atas permukaan tanah mengalami pelapukan kimiawi dengan bantuan air dan asam-asam organik yang terdapat di dalam tanah (Saragih dan Pinem, 2016).
Ketebalan abu vulkanik akan berpengaruh terhadap sifat kimia tanah.
Tebalnya abu akan mengakibatkan sulit untuk ditembus air sehingga pelapukan dan pencucian dengan tanah lebih lama prosesnya. Meskipun tanah kaya unsur hara namun masih perlu tindak lanjut dalam pengelolaan tanah karena perlu kadar hara yang berimbang dengan kebutuhan tanaman. Selain itu, kekayaan unsur hara itu juga belum dapat dipergunakan tanaman secara maksimal karena belum mengalami pelapukan sehingga perlu dilakukan identifikasi lanjutan terhadap pH dan sifat kimia unsur makro (N, P, K, Mg, Ca, S) lapisan atas tanah (topsoil) (Saragih dan Pinem, 2016).
Menurut Sinaga (2015) menyatakan bahwa semakin tebal abu maka semakin menurun pH tanah nya. Hal ini dapat dilihat pada ketebalan abu A0 (tanpa) nilai pH sebesar 4.50 namun pH menurun pada ketebalan abu A3 (≥8 cm) menjadi 3.74. Abu vulkanik yang menjadi lumpur juga memiliki nilai pH yang rendah, yaitu 3,81 yang tergolong masam. Penurunan nilai pH ini disebabkan karena kandungan sulfur (belerang) yang tinggi sehingga menyebabkan pH tanah menjadi masam.
Tanah Andisol
Berdasarkan Puslittanak (2000) dalam Sukarman dan Ai Dariah (2014) , secara garis besar tanah Andisol di Indonesia menempati empat fisiografi utama, yaitu: (1) dataran vulkanik, (2) perbukitan vulkanik, (3) pegunungan vulkanik,dan (4) kerucut vulkanik. Tanah Andisol ternyata sebagian besar terdapat pada
fisiografi kerucut vulkanik (51,45%), yang kedua pada dataran vulkanik (21,62%), dan yang paling sedikit pada perbukitan vulkanik (16,38%).
Tanah Andisol merupakan tanah subur yang berada pada berbagai kondisi iklim, ketinggian dan pada berbagai bentuk wilayah. Tanah Andisol yang terletak pada kawasan budidaya pertanian sebagian besar sudah digunakan untuk:
(1)tanaman perkebunan terutama teh, kopi, dan tebu/tembakau, (2) tanaman pangan lahan kering terutama padi gogo dan jagung, (3) tanaman hortikultura antara lain kentang, kol, tomat, cabai, tanaman hortikultura tahunan antara lain jeruk, alpokat, apel, (4) Tanaman pangan lahan basah (sawah). Sedangkan tanah Andisol pada kawasan hutan sebagian besar merupakan hutan produksi terbatas, hutan lindung, taman nasional, hutan suaka alam dan hutan yang dapat dikonversi (Sukarman dan Ai Dariah, 2014).
Proses pembentukan tanah yang utama pada Andisol adalah proses pelapukan dan transformasi (perubahan bentuk). Proses pemindahan bahan (translokasi) dan penimbunan bahan-bahan tersebut di dalam solum sangat sedikit (Sukmawati,2011)
Dari hasil penelitian Balitbang (2004) dalam Sitanggang (2017) meyatakan bahwa, Andisol terdampak erupsi sinabung mengandung fragmen batuan sebesar 28-37%, gelas volkan 22-26%, Augit 8-13%, heperstin 10-18%, labradonit 7-10% ,bintonit 2-5%, dan opak sebesar 3-5% bahan bahan mineral tersebuit melapuk akan menjadi sumber unsur hara esensial terutama Ca, K, Na,P, S, Fe, Mn.
Mekanisme Pelarutan Kalium
Kalium merupakan unsur hara makro ketiga setelah nitrogen dan fosfor.
Sumber kalium yang utama bagi tanaman berasal dari dalam tanah. Kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Kadar kalium di bumi cukup besar sekitar 2,3% yang sebagian besar terikat dalam mineral primer atau terfiksasi dalam mineral sekunder dan lempung (Selian, 2008). Kalium dalam tanah yang tersedia bagi tanaman hanya berkisar 2-10%, sedangkan 90-98% dalam bentuk mineral (Basyuni, 2009). Mineral pembawa kalium yang paling umum adalah K- Feldspar, Leusit, Biotit, Phlogopit dan Glaukonit serta mineral lempung (Basyuni, 2009 dalam Mutmainnah, et al., 2015).
Kalium berperan sebagai pengatur proses fisiologi tanaman, pembentukan protein, mengatur distribusi air dalam jaringan sel, memperbesar batang sehingga dapat meningkatkan berat segar dan berat kering tanaman (Suntoro et al., 2016).
Disamping itu kalium juga penting untuk proses fotosintesis dan bertindak sebagai kunci untuk mengaktifkan enzim, memetabolisme karbohidrat, pembuatan asam amino dan protein. Selanjutnya, kalium mengasimilasi transportasi selama ontogeni tanaman, dan salah satu yang paling penting pengaruhnya adalah meningkatkan kandungan minyak tanaman (Meena et al., 2016).
K hadir dalam beberapa bentuk di tanah, termasuk mineral K, K tidak dapat ditukar, K yang dapat ditukar, dan larutan K. Tergantung pada jenis tanah, dari 90 sampai 98% tanah K adalah mineral K dan sebagian besar K ini tidak tersedia untuk serapan tanaman. Mineral yang mengandung K adalah feldspar (orthoclase dan microcline) dan mika (biotite dan muscovite). Bentuk K yang tidak dapat ditukar membentuk sekitar 1 sampai 10% dari K tanah dan
terperangkap di antara lapisan atau lembaran beberapa jenis mineral tanah liat.
Larutan K adalah bentuk K yang langsung dan mudah diambil oleh tumbuhan dan mikroba di dalam tanah. Selain itu, formulir ini paling banyak mengalami pencucian di tanah. Konsentrasi larutan tanah K bervariasi dari 2 sampai 5 mg l – 1 untuk tanah pertanian normal
(Sparks dan Huang, 1985 dalam Etesami et al., 2017).
Dinamika K berkaitan dengan perubahan bentuk dan tempat keberadaan K, sebagai dua aspek penting yang menentukan ketersediaan K dalam tanah dan bagi tanaman. Di dalam tanah terdapat empat bentuk K yang berada dalam keseimbangan yang dinamis,yaitu: (1) K terlarut (dalam lautan tanah); (2) K dapat dipertukarkan; (3) K tidak dapat dipertukarkan, dan (4) K mineral
(Su, 1976 dalam Subandi, 2013).
Asam oksalat, asam sitrat, asam tartarat, asam format dan asam malat merupakan asam - asam organic yang diduga dihasilkan dari proses pelarutan K oleh mikro organisme tanah (Liu et al., 2012; Sheng dan He, 2006;
Shanware et al., 2014). Proses pelapukan mineral kalium dapat dipercepat karena adanya interaksi dengan asam – asam organik yang dihasilkan oleh mikrob tanah (Archana, 2007). Interaksi tersebut merupakan proses pelapukan biokimia.
Interaksi biokimia dapat terjadi dalam bentuk tarikan elektrostatik, reaksi kompleks (pengkelatan) dan coadsorption (water and metal bridging). Reaksi yang terjadi antara kalium feldspar (KAlSi3O8) dengan asam organik menyebabkan reaksi pertukaran ion antara ion H+ dan ion K+ sehingga melepas ion K+ yang terikat dengan silikat. Reaksi antara kalium feldspar sebagai mineral
primer dengan asam organik juga membentuk mineral kalium sekunder (Fu et.,al 2009 dalam Sukmadewi, et al., 2017).
Jumlah K-terfiksasi di dalam tanah tergantung kepada distribusi ukuran partikel, jenis dan jumlah mineral liat, dan penambahan atau pengurangan K dari mineral tersebut. Sementara itu penambahan K ke dalam tanah yang banyak mengandung tapak antar lapisan K (vermikulit) menghasilkan jerapan K yang tinggi. Sebaliknya pengurangan K di dalam larutan tanah karena diserap oleh tanaman dan mikroba atau pencucian dapat menyebabkan K-terfiksasi lepas menjadi K-dapat dipertukarkan atau K-larut. Bentuk K-terfiksasi bersama-sama dengan K-struktural merupakan cadangan K utama di dalam pedosphere atau sering disebut sebagai bentuk K-tidak dapat dipertukarkan (Meena et al., 2016).
Keseimbangan bentuk-bentuk K dalam tanah menyebabkan ion K yang diserap tanaman selama periode pertumbuhan dapat berasal dari K-larutan, Kdapat ditukar, dan K tidak dapat ditukar (fiksasi ataumineral). Hara K diserap tanaman melalui proses difusi dan aliran massa (Barber 1984). Proses fiksasi dan pelepasan K dari dan ke dalam larutan tanah menentukan kemampuan tanah menyediakan K bagi tanaman
(Goulding and Herts 1987 dalam Wihardjaka, 2002).
Aktivitas Mikroorganisme dalam Tanah
Mikroorganisme tanah (baik bakteri maupun cendawan) memproduksi CO2 yang dihasilkan melalui proses oksidasi bahan organik tanah. Proses respirasi, kemampuan tumbuh dan membelah mikroba tanah disebabkan interaksi dengan lingkungan fisik yang ada disekitarnya, misalnya kelembapan tanah yang erat kaitannya dengan proses respirasi. Hubungan timbal balik dari bahan organik
dan mikrorganisme dalam proses dekomposisinya akan menyediakan energi bagi mikrorganisme dan memberikan karbon sebagai penyusun sel dengan hasil samping seperti CO2, CH4, asam-asam organik dan alkohol. Dimana kecepatan dekomposisi dipengaruhi oleh sifat bahan organik dan sifat dari tanah itu sendiri.
Sifat bahan organik yang mempengaruhi dekomposisi adalah rasio C/N dan komposisi kimianya, sedangkan sifat tanah atau lingkungan yang mempengaruhi proses dekomposisi adalah suhu, oksigen, kelembaban, pH ketersediaan hara dan adanya zat penghambat (Rosalina dan Kahar, 2018).
Aktivitas biologis tanah merupakan proses yang terjadi karena adanya kehidupan baik organisme dan mikroorganisme yang melakukan aktivitas hidup dalam suatu massa tanah. Aktivitas mikroorganisme tanah berbanding lurus dengan jumlah total mikroorganisme di dalam tanah, jika total mikroorganisme tinggi maka aktivitas mikroorganisme juga semakin tinggi (Priyadi et al., 2018)
Keberadaan mikroorganisme dalam tanah mempengaruhi kondisi lingkungan, dan bergantung pada jenis penggunaan tanah dan pengelolaannya (Saraswati et al., 2007), tanah yang digunakan dalam bidang pertanian harus memiliki kondisi lingkungan yang baik sehingga keadaan mikroorganisme dalam tanah dapat terjaga. Pengelolaan lingkungan akan menentukan kemampuan mikroorganime yang dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam satu ekosistem tertentu di bidang pertanian, agar unsur hara yang diperlukan suatu tanaman budidaya terpenuhi dengan baik (Yunus et al., 2017)
Menurut Rao,1994 dalam Karnilawati et al, (2016) kesuburan tanah selain ditentukan oleh sifat kimia dan fisika juga sangat ditentukan oleh sifat biologi.
Adanya mikroorganisme menyebabkan terjadinya interaksi biologis yang dinamis
dan menimbulkan reaksi biokimia yang beragam dalam proses perombakan bahan organik, sintesis senyawa baru, pelapukan batuan dan penyediaan hara bagi tanaman.
Menurut Venkateswarlu dan Srinivasarao, (2005) dalam Priyadi et al, (2018) menyatakan bahwa mikroorganisme tanah memiliki peran yang cukup kompleks, mulai dari mineralisasi, fiksasi nitrogen, nitrifikasi/denitrifikasi, pelarutan fosfat, antibiosis, produksi siderofor, pengatur pertumbuhan tanaman, induksi ketahanan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga ditandai dengan respirasi tanah. Mailani (2006) menyatakan bahwa respirasi tanah merupakan salah satu indikator aktivitas mikroba di dalam tanah.
Jumlah mikroba dalam tanah lebih banyak daripada dalam air ataupun udara. Umumnya bahan organik dan senyawa anorganik lebih tinggi dalam tanah sehingga cocok untuk pertumbuhan mikroba heterotrof maupun autotrof.
Keberadaan mikroba di dalam tanah terutama dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika tanah. Komponen penyusun tanah yang terdiri atas pasir, debu, lempung dan bahan organik maupun bahan penyemen lain akan membentuk struktur tanah (Saibi dan Tolangara, 2017).
Menurut hasil penelitian Saibi dan Tolangara, (2017) aktivitas mikroorganisme pengurai juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan lainnya. Dari hasil pengamatan faktor kondisional lingkungan pada kedalaman 20 cm yaitu pH (6,3), suhu (310C), kelembaban (30%) dan salinitas (28 ppm). Setiap spesies mikroorganisme mempunyai persyaratan tertentu untuk pertumbuhannya dan jika lingkungannya tidak sesuai, pertumbuhan atau aktivitasnya akan menurun
sehingga mempengaruhi total populasinya. Misalnya temperatur, sangat mempengaruhi kecepatan semua proses yang terjadi di dalam mikroorganisme.
Jamur Pelarut Kalium
Di antara tiga unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman, salah satunya adalah Kalium. Kalium tersedia dalam empat bentuk di tanah yaitu ion K (K +) dalam larutan tanah, sebagai kation yang dapat ditukar, dipegang erat pada permukaan mineral tanah liat dan bahan organik, diikat erat atau diikat oleh mineral mikro yang lapuk, dan ada di kisi mineral primer yang mengandung K tertentu. Meskipun kalium hadir sebagai unsur yang melimpah di tanah atau diaplikasikan ke ladang sebagai pupuk alami atau sintetis, hanya satu hingga dua persen dari ini tersedia untuk tanaman, sisanya terikat dengan mineral lain dan oleh karena itu tidak tersedia untuk tanaman. Komponen tanah yang paling umum dari kalium, 90 sampai 98%, adalah feldspar dan mika
(McAfee, 2008 dalam Setiawati dan Mutmainnah, 2016).
Fungi dapat melarutkan K yang terikat pada batuan mineral sehingga meningkatkan ketersediaan K di tanah (Prajapati et al., 2012). Peningkatan ketersediaan K dapat meningkatkan daya tumbuh tumbuhan di lahan tersebut. Hal ini diduga berkaitan dengan peran fungi sebagai biofertilizer
(Sudiarti, 2017 dalam Azizah et al., 2020).
Mikroba pelarut kalium adalah mikroba yang berada di daerah rhizosfer yang dapat melarutkan kalium (K) kedalam bentuk kalium terlarut agar dapat diserap tanaman untuk pertumbuhan tanaman. Mikroba pelarut kalium merupakan mikroba yang penting karena sebagai agen tetap pelarut kalium dalam tanah.
Mikroba pelarut kalium yang berada pada daerah rhizosfer menunjukkan interaksi yang efektif antara sistem dalam tanah dan tanaman (Mutmainnah, et al., 2015).
Adapun jamur yaitu memiliki hifa hifa yang menjadi pembeda dengan bakteri. Karakteristik morfologi dari jamur adalah bentuk koloni, warna koloni, elevasi koloni, diameter koloni, keadaan hifa (warna dan ada tidaknya sekat);
warna dan bentuk spora. Masing-masing isolat dibuat dalam slide culture untuk mengamati struktur jamur secara jelas.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Untuk isolasi dan uji potensi dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Program Studi Agroteknologi Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Oktober 2021.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah yang terkena abu vulkanik pada beberapa ketebalan, media yang digunakan yaitu media Aleksandrov ( Ca3(PO4)2 2 g, K2HPO4 3 g, MgSO4.7H2O 0,5 g, FeCl3 0,1 g, CaCO3 2 g, Glukosa 5 g, Agar 20 g, aquadest 1L). ). serta bahan-bahan kimia yang dipergunakan untuk keperluan analisis di laboratorium.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, meteran, autoklaf, petridish, laminar air flow, erlenmeyer, tabung reaksi, cawan timbang, plastik, sterofom, alumunium foil, kapas, test tube, oven serta alat-alat lainnya yang dipergunakan selama penelitian.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey dan eksperimen dengan pengambilan sampel dilakukan secara zig zag atau metode random composite sampling dengan total 3 titik pengambilan sampel. Titik
pengambilan sampel diambil pada tanah yang dibedakan berdasarkan beberapa ketebalan abu yaitu : A1 : Tipis (< 2cm) ; A2 : Sedang (2-5 cm) dan A3: Tebal (>5cm). Pengukuran ketebalan abu diukur dengan menggunakan penggaris.
Pengujian potensi jamur pada tanah dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap non Faktorial dan diulang 2 kali dengan 8 taraf perlakuan yaitu: Tanpa Jamur (Kontrol), JK1, JK2, JK3, JK4, JK5, JK6 dan JK7.
Yij = μ + Bi + Σij Keterangan :
Yi = Data pengamatan faktor B (Jenis bakteri) pada taraf ke-j μ = Efek nilai tengah
Bi = Efek dari perlakuan faktor B pada taraf ke-j Σij = Efek galat ke j
Pelaksanaan Penelitian Survey Awal
Dengan mengadakan orientasi lapangan penelitian seperti pengambilan titik koordinat dan penentuan lokasi berdasarkan ketebalan abu. Dimana informasi lokasi diperoleh dari peneliti terdahulu.
Pengambilan Sampel
Titik pengambilan sampel diambil pada tanah yang dibedakan berdasarkan beberapa ketebalan abu yaitu : A1 : Tanah dengan ketebalan abu tipis (< 2cm), A2 : Tanah dengan ketebalan abu sedang ( 2 - 5 cm ) dan A3 : Tanah dengan ketebalan abu tebal ( >5cm ). Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan membersihkan bagian atas tanah kemudian diambil pada kedalaman 0-20 cm dari atas permukaan tanah di sekitar daerah rizosfer dengan menggunakan cangkul lalu dikompositkan dari beberapa tempat. Adapun kondisi lokasi umum penelitian yaitu :
Pengambilan sampel terletak di wilayah Naman Teran yang terletak di pinggiran Gunung Sinabung yang berjarak 3 sampai 5 km dari puncak Gunung.
Kecamatan Naman Teran terletak pada ketinggian 1300-1600 m diatas permukaan laut. Dengan suhu rata-rata berkisar antara 16oC - 23oC.
a. Lokasi I ( Ketebalan abu tipis )
Lokasi I tertutupi abu vulkanik gunung Sinabung dengan ketebalan tipis (≤2 cm) terletak di wilayah Desa Kutarayat, Kecamatan Naman Teran dengan titik koordinat 3o12'14” LU dan 98o25'7" BT di ketinggian 1349 mdpl, suhu tanah dan kelembaban tanah masing-masing yaitu 24oC dan 83% dan vegetasi pada lokasi ini yaitu tanaman tahunan dan rerumputan.
Gambar 1. abu tipis (< 2cm)
b. Lokasi II ( Ketebalan abu sedang )
Lokasi II tertutupi abu vulkanik gunung Sinabung dengan ketebalan sedang ( 2-5 cm) terletak di wilayah Desa Sukanalu, Kecamatan Naman Teran pada titik koordinat 3o10'58” LU dan 98o25'21" BT di ketinggian 1293 mdpl, suhu tanah dan kelembaban tanah masing-masing yaitu 21oC dan 93% dan vegetasi pada lokasi ini yaitu tanaman kopi dan ubi jalar.
Gambar 2. abu sedang (2-5cm)
c. Lokasi III ( Ketebalan abu tebal )
Lokasi III tertutupi abu vulkanik gunung Sinabung dengan ketebalan tebal ( >5 cm) terletak di wilayah Desa Sigarang-garang, Kecamatan Naman Teran pada titik koordinat 3o11'12” LU dan 98o25'2" BT di ketinggian 1321 mdpl, suhu tanah dan kelembaban tanah masing-masing yaitu 24oC dan 89% dan vegetasi pada lokasi ini yaitu tanaman kopi
Gambar 1. abu tebal (5cm)
Analisis Awal
Sampel tanah selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analis awal yakni berupa pH (elektrometri), C-organik (Walkley and Black), Kalium
total, Kalium dapat ditukar (K-dd) dan Total mikroba. Dan ketika di lapangan akan diukur suhu tanah.
Sterilisasi
Satu tahapan penting yang harus dilakukan dan merupakan aturan standart selama penelitian yaitu sterilisasi. Sterilisasi alat seperti erlenmeyer, tabung reaksi dan petridish serta sterilisisasi media seperti media Aleksandrov bertujuan untuk membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme. Sterilisasi dilakukan menggunakan autoclave dengan tekanan 15 psi (2 atm) dan temperatur 121°C.
Sterilisasi alat dilakukan menggunakan oven dengan suhu 160-1800C selama 1.5- 3 jam. Alat-alat tersebut terlebih dahulu dibungkus menggunakan kertas sebelum dilakukan sterilisasi atau sebelum dimasukkan ke dalam oven. Sterilisasi bahan atau media dilakukan dengan metode sterilisasi uap (panas lembab), sterilisasi uap dilakukan menggunakan autoclave dengan temperatur 121°C.
Pembuatan Media Aleksandrov
Disiapkan semua alat - alat dan bahan – bahan yang akan digunakan.
Ditimbang semua bahan (Ca3(PO4)2 2 g, K2HPO4 3 g, MgSO4.7H2O 0,5 g, FeCl3 0,1 g, CaCO3 2 g,Glukosa 5 g, Agar 20 g, aquadest 1L). Kemudian dihomogenkan larutan dengan bantuan pemanas dan pengadukan. Pelarutan tidak boleh sampai mendidih (pelarutan harus sempurna sehingga tidak ada kristal yang bersisa). Selanjutnya disterilkan diautoclave dengan suhu 121°C (1 atm) 15 menit.
Dikeluarkan larutan dari autoclave, saat suhu sudah rendah (20°C) dan tekanan telah turun pada titik 0 bar.
Pembuatan Media Aleksandrov Cair
Disiapkan semua alat - alat dan bahan – bahan yang akan digunakan. Ditimbang semua bahan (Ca3(PO4)2 2 g, K2HPO4 3 g, MgSO4.7H2O 0,5 g, FeCl3 0,1 g, CaCO3 2 g,Glukosa 5 g, aquadest 1L). Kemudian dihomogenkan larutan dengan bantuan pemanas dan pengadukan. Selanjutnya disterilkan diautoclave dengan suhu 121°C (1 atm) 15 menit. Dikeluarkan larutan dari autoclave, saat suhu sudah rendah (20°C) dan tekanan telah turun pada titik 0 bar.
Isolasi Jamur Pelarut Kalium Berikut merupakan prosedurnya:
1. Langkah pertama yaitu membuat suspensi tanah sampel tanah dari setiap lokasi dengan cara mengambil tanah sebanyak 10 g dan dimasukkan ke dalam 90 ml larutan fisiologis NaCl 0,85 %, lalu dihomogenkan menggunakan shaker selama 1 jam dengan kecepatan 120 rpm.
2. Selanjutnya, dilakukan teknik dilusi (pengenceran) pada suspensi tanah, factor pengenceran 10-1 sampai 10-3 dengan cara diambil 1 mL suspense sampel, lalu di pipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 mL akuades (10-1).
3. Kemudian suspensi dari faktor pengenceran 10-1 dipipet 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 mL akuades (10-2), perlakuan yang sama dilakukan sampai pengenceran 10-3
4. Hasil pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3 disebarkan pada 20 ml medium Aleksandrov lalu dihomogenkan dengan cara memutar cawan petri dan didiamkan sampai mengeras kemudian diinkubasi di inkubator pada suhu 28°C selama 3 hari atau hingga didapatkan koloni yang tumbuh.
]Purifikasi Isolat Jamur Pelarut Kalium
Koloni jamur yang tumbuh dan membentuk daerah bening (holozone) kemudian diambil 1 ose yang ditumbuhkan kembali pada medium Aleksandrov agar dihasilkan biakan murni sehingga memudahkan tahap uji selanjutnya.
Keberadaan jamur pelarut kalium ditunjukkan dengan terbentuknya daerah bening (holozone) yang mengelilingi koloni jamur. Proses ini dilakukan pengulangan beberapa kali sampai koloni jamur murni ditemukan. Berdasarkan hasil purifikasi isolat yang telah dilaksanakan, diperoleh 3 isolat jamur dari ketebalan abu tipis, 2 isolat jamur dari ketebalan abu sedang dan 2 isolat jamur dari ketebalan abu tebal. Maka total isolat yang diperoleh yaitu 7 isolat jamur.
Kemudian setelah dilakukan pembiakan murni, koloni yang telah tumbuh disimpan dengan cara dibiakkan di media agar miring lalu disimpan di kulkas pada suhu 4°C sebagai bakteri kultur murni.
Pengamatan Karateristik Makroskopis dan Mikroskopis Jamur
Biakan murni jamur diremajakan pada media potato dextrose agar (PDA) dan diinkubasi selama 3 hari. Jamur yang telah tumbuh pada media, diamati ciri- ciri makroskpisnya, yaitu ciri koloni seperti sifat tumbuh hifa, warna koloni dan diameter koloni. Untuk pengamatan mikroskopis jamur, jamur juga ditumbuhkan pada kaca objek yang diberi potongan PDA yang dioles tipis dengan spora jamur pelarut kalium. Potongan agar kemudian ditutup dengan kaca objek. Biakan pada kaca objek ditempatkan dalam cawan petri yang telah diberi pelembab berupa kapas basah. Biakan pada kaca diinkubasi selama 3 hari pada kondisi ruangan.
Setelah masa inkubasi, jamur yang tumbuh pada kaca preparat diamati ciri
mikroskopisnya yaitu ciri hifa, tipe percabangan hifa, serta ciri-ciri konidia dibawah mikroskop.
Uji Potensi Jamur Pelarut Kalium Melarutkan K pada Media Aleksandrov Pada tahap ini, ke-tujuh isolate jamur pelarut kalium yang diperoleh selanjutnya diukur kemampuannya melarutkan K pada media Aleksandrov steril dengan cara dititik dan diinkubasi selama 7 hari di incubator pada suhu 28°C . Media uji dimasukkan dalam cawan petri dan dibiarkan mengeras. Adapun ulangan dilakukan sebanyak 2 kali. Jamur yang dapat melarutkan kalium ditandai dengan terbentuknya holozone (zona bening) pada sekitar koloni. Dalam uji tersebut, kualitas mikroba dapat dilihat dari nilai indeks pelarutan (IP). Semakin tinggi nilai indeks pelarutan mikroba maka semakin baik kemampuan mikroba tersebut dalam melarutkan kalium. Dapat dihitung berdasarkan rumus berikut : IP = Diameter Zona Bening + Koloni / Diameter Koloni
Efesiensi Pelarut = Indeks Pelarutan x 100 % (Pakolo, 2018)
Uji Potensi Jamur Pelarut Kalium dalam Meningkatkan Ketersediaan Kalium pada Tanah Andisol
Setelah dilakukan uji potensi jamur pelarut kalium pada media Aleksandrov, maka ke tujuh isolat Jamur Pelarut Kalium tersebut diinkubasi pada 100 g tanah Andisol yang sudah di sterilisasi dengan ketebalan abu tipis dan diletakkan ke dalam gelas plastik bertutup dengan menjaga kelembapan tanah yaitu dengan memberi air steril ke dalam gelas plastik apabila tanah yang ada di dalam gelas plastik kekurangan air. Air steril diberikan sesuai dengan kebutuhan tanah yang ada di dalam gelas plastik tersebut. Uji potensi menggunakan tanah dengan ketebalan abu tipis dikarenakan pH pada tanah tersebut sesuai untuk perkembangan populasi mikroorganisme salah satunya yaitu jamur. Menurut
Hanafiah (2009), jamur mampu hidup dan toleran terhadap pH tanah berkisar antara pH 4 – 6,5. Kemudian diinokulasikan sebanyak 1 mL (108) inokulan untuk diuji kemampuan jamur dalam melarutkan kalium. Tanah diinkubasi selama 30 hari pada suhu 25 °C. Adapun ulangan dilakukan sebanyak 3 kali. Setelah proses inkubasi selesai dilakukan pengamatan seperti pH (elektrometri), C-organik (Walkley and Black), Kalium total, Kalium dapat ditukar (K-dd) dan total jamur.
Parameter Pengamatan Indeks Pelarutan
Indeks pelarutan diukur dengan mistar atau jangka sorong lalu dihitung masing-masing indeks pelarutan (IP) kalium untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam melarutkan kalium dengan menggunakan persamaan berikut :
IP = a + b b Keterangan :
IP = Indeks Pelarutan
a = Diameter Koloni + Zona bening b = Diameter Koloni
Efesiensi Pelarut = Indeks Pelarutan x 100 % (Pakolo, 2018) Kandungan K Total, K dd, C-organik, pH dan Total Mikroba
Analisis K total, K dapat ditukar, C organic dilakukan di laboratorium PT. Socfindo. Parameter K-total dianalisis dengan menggunakan metode pengukuran HNO3 dengan AAS, parameter K-dd dianalisis dengan menggunakan metode pengukuran Amm. Acetate pH7 dengan AAS dan parameter C- organik dianalisis dengan menggunakan metode Walkley and Black.
Pengukuran pH, pengamatan makroskopis dan mikroskopis jamur serta total jamur dengan metode Perhitungan Total Plate Count dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Populasi mikroba tertinggi terdapat pada lokasi I dengan ketebalan abu tipis sebanyak 54 x 103 CFU/mL dan populasi mikroba terendah terdapat pada lokasi III dengan ketebalan abu yangg tebal sebanyak 31 x 103 CFU/mL.
Setelah dilakukan purifikasi, ditemukan 7 isolat dengan kode isolat JK1, JK2, JK3, JK4, JK5, JK6 dan JK7.
2. Ke-tujuh isolat jamur mampu melarutkan kalium pada media Aleksandrov dengan nilai indeks pelarut tertinggi yaitu JK3 dengan nilai 2,20 dan nilai efisiensi pelarutan yaitu 220% dan indeks pelarutan yang terendah terdapat pada JK7 dengan nilai indeks pelarutan yaitu 0,97 dan nilai efisiensi pelarutan yaitu 97%.
3. Berdasarkan hasil penelitian inkubasi 30 hari pada tanah Andisol ditemukan bahwa umumnya ke-tujuh jamur mampu melarutkan K dengan kemampuan yang sama. Akan tetapi, jamur dengan kode isolat JK1 dan JK5 memiliki nilai yang lebih tinggi untuk meningkatkan K-total tanah dan jamur dengan kode isolat JK1 memiliki nilai yang lebih tinggi untuk meningkatkan K-tukar tanah Saran
Adapun saran penulis adalah, penelitian ini membutuhkan penelitian lanjutan yaitu menguji jamur pelarut kalium dengan kode isolat JK1 dan JK5 supaya diaplikasikan kepada tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Archana, D.S. 2007. Studies on potassium solubilizing bacteria. University of Agricultural Sciences. Dharwad.
Azizah, N., Sari, E., Hidayati, N, A., dan Suyatno. 2020. Mikoremediasi Lahan Bekas Tambang Timbang Tercemar Logam Pb dengan Fungi Kalium sebagai Biofertilizer Potensial. Bioma. Vol . 9, No. 2, Oktober 2020.
Bangun, I.H., Hanum, H., Sabrina, T. 2019. Exploration and effectiveness test of the potassium solvent bacteria originating from limestone mountain of Bahorok Langkat. International Conference on Agriculture, Environment and Food Security (AEFS)
Barasa, R. F., Rauf, A., Sembiring, M. 2013. Dampak Debu Vulkanik Letusan Gunung Sinabung Terhadap Kadar Cu, Pb dan B Tanah di Kabupaten Karo.
Jurnal Online Agroteknologi. Vol.3, No.3 : 1159 – 1163.
Barber, S.A. 1984. Soil nutrient bioavailability: A mechanism approach. A Wiley- Intercience Publ. John Wiley & Sons. New York.
Basak B.B., dan Biswas D.R. 2009. Influence of potassium solubilizing microorganism (Bacillus mucilaginosus) and waste mica on potassium uptake dynamics by sudan grass (Sorghum vulgare Pers.) grown under two Alfisols. Plant and Soil 317:235–255
Basak B.B., dan Biswas D.R. 2012 Modification of waste mica for alternative source of potassium: evaluation of potassium release in soil from waste mica treated with potassium solubilizing bacteria (KSB). LAMBERT Academic Publishing, Germany. ISBN 978-3659298424
Basyuni, Z. 2009. Mineral dan Batuan Sumber Unsur Hara P Dan K. Purbalingga : Universitas Jendral Soedirman.
BPTP Sumatera Utara, 2013. Rekomendasi Kebijakan Mitigasi Erupsi Sinabung terhadap Sektor Pertanian. Medan.
Etesami, H., Emami, S., Alikhani, H.A. 2017. Potassium solubilizing bacteria (KSB): Mechanisms, promotion of plant growth, and future prospects - a review. Journal of Soil Science and Plant Nutrition. Vol 4. Hal : 897-911 Ginting, R.C., Badia, R. Saraswati dan E.F. Husen. 2006. Mikroorganisme Pelarut
Fosfat. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. 144-146.
Hanafiah, A.S., T. Sabrina, dan H. Guchi. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah.Universitas Sumatera Utara. Medan
Jaya, K.D., Hasibuan, S.Y.K., dan Bria, D. 2021. Isolation and Characterization of Potassium-Solubilizing Bacteria from Two Different Rhizospheres and a Cow Manure in IPB University. Jurnal Biologi Tropis.21 (2): 236 –242 Karnilawati, Yusnizar dan Zuraida. 2016. Pengaruh Jenis Dan Dosis Bahan
Organik Pada Entosil Terhadap Total Mikroorganisme Tanah Dan Aktivitas Mikroorganisme (Respirasi) Tanah Pada Rhizosfer Kedelai. Prosiding Seminar Nasional Biotik. 266-272
Liu D, Lian, B., and Dong, H. 2012. Isolation of Paenibacillus sp. and assessment of its potential for enhancing mineral weathering. J Geomicrobiol. 29:413- 421.
Lubis, A. H. 2011. Dampak Debu Vulkanik Letusan Gunung Sinabung Terhadap Ketersediaan Dan Serapan Hara P Oleh Tanaman Jagung Serta Terhadap Respirasi Mikroorganisme Pada Tanah Dystrandepts. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Mailani. 2006. Aktivitas Enzimatik dan Respirasi pada Tanah Tercemar Pestisida yang Diberi Serbuk Jerami dan Bakteri Pendegradasi Nitril. [skipsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Meena, V.S., Bahadur, I., Maurya, B.R., Kumar, A., Meena, R. K., Meena, S.K., and Verma, J.P. 2016. Potassium-Solubilizing Microorganism in Evergreen Agriculture: An Overview. Department of Soil Science and Agricultural Chemistry, Institute of Agricultural Sciences, Banaras Hindu University, Varanasi 221005, Uttar Pradesh, India
Meena, V. S., Bihari, R. M., Jai, P. V., Abhinav, A., Ashok, K., Kangmin, K and Vivek, K. B. 2016. Mineral Uptake, Soil Availability and Growth of Eggplant. Res J. Agric Biol Sci 1, 176-180.
Mutmainnah, L., Setiawati, T.C., dan A Mudjiharjati. 2015. Inventarisasi dan Uji Kemampuan Pelarutan Kalium oleh Mikroba Pelarut Kalium dari Rhizosfer Tanaman Tebu (Saccharum sp.). Berkala Ilmiah Pertanian. Vol 1 No 1.
Nautiyal, S.C. 1999. An efficient microbiological growth medium for screening phosphate solubilizing microorganisms. FEMS Lett. 170: 265 ± 270.
Nurida, N.L., Haridjaja, O., Arsyad, S., Sudarsono, Kurnia, U., dan Djajakirana,G.
2007. Perubahan Fraksi Bahan Organik Tanah Akibat Perbedaan Cara Pemberian dan Sumber Bahan Organik pada Ultisols Jasinga. Jurnal Tanah dan Iklim. No. 26/2007.
Pakolo, N., Sembiring, M dan Rauf, A. 2018. Isolasi dan Uji Potensi Mikroba Pelarut Fosfat pada Andisol Terdampak Erupsi Sinabung pada Beberapa
Ketebalan Abu di Kabupaten Karo. Jurnal Pertanian Tropik. Vol 5. No.3.
Desember 2018 (43) 328- 339
Prajapati, K. B., dan H. A. Modi. 2012. Isolation and Characterization of Potassium Solubilizing Bacteria from Ceramic Industry Soil. Microbiology 1(2-3): 8-14.
Pratama, D. and Anas, S. 2016. Ability of Potassium-solubilissing microbes to solubilise Feldspar and their effects on sorghum growth. Malaysian Journal of Soil Science 20 163-175.
Priyadi, Kurniaawati, N., Nugroho, P,A. 2018. Aktivitas Biologi Tanah yang Berasal dari Perkebunan Karet pada Berbagai Kelengasan. Jurnal EnviScience Vol. 2 No.1. ISSN No. 2597-9612.
Rao, S. N. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Rosalina, F., Kahar, M,S. 2018. The Effect of Composting Azolla Compost Fertilizer and Humic Material on CO2 Gas Production in Sand Land.
Bioscience. Volume 2 Number 1, pp. 29-37. ISSN Print 1412-9760 – Online 2541-5948.
Saibi, N dan Tolangara A,R. 2017. Dekomposisi Serasah Avecennia lanata pada Berbagai Tingkat Kedalaman Tanah. Jurnal Penelitian. Volume 06 No. 01.
Saragih, E dan Pinem, K. 2016. Identifikasi Sifat Kimia Tanah Vulakanik Di Lereng Timur Pasca Erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo. Jurnal Pendidikan Ilmu Ilmu Sosial. Vol. 8 No. 1 : 1-15
Sarah, P., Elfiati, D., dan Delvian. 2015. Aktivitas Mikroorganisme Pada Tanah Bekas Erupsi Gunung Sinabung Di Kabupaten Karo. Prodi Kehutanan, Fakultas Pertanian, USU, Medan Peronema Forestry Science Journal Vol 4, No 4.
Saraswati, R., Husen, E., Simanungkalit R.D.M. 2007, Pengambilan Contoh Tanah untuk Analisis Mikroba. In: Metode Analis Biologi Tanah. Balitbang, Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.
Sheng, X.F., Xia, J.J., and Chen, J., 2003. Mutagenesis of the Bacillus edphicaus strain NBT and its effect on growth of chili and cotton. Agric Sci China, vol. 2;40-41.
Selian, R., Aulia. 2008. Analisa Kadar Unsur Hara Kalium (K) dari TanahPerkebunan Kelapa Sawit Bengkalis Riau secara SpektrofotometriSerapan Atom (SSA). UNSU Press, Sumatera Utara
Setiawati, T.C dan Mutmainnah, L. 2016. Solubilization of Potassium Containing Mineral by Microorganisms From Sugarcane Rhizosphere. Agriculture and Agricultural Science Procedia. Vol 9 Hal. 108-117
Shanware, A.S., S.A. Kalkar and M.M. Trivedi. 2014. Potassium solublisers:
occurrence, mechanism and their role as competent biofertilizers. Intern. J.
Curren Microbiol. and App. Sci., 3: 622-629.
Sheng, X.F. and L.Y. He. 2006. Solubilization of potassium bearing minerals by a wild type strain of Bacillus Edaphicus and its mutants and increased potassium uptake by wheat. Can. J. Microbiol., 52: 66-72.
Sianturi, J.K., Sembiring, M., Guchi, H. 2021. Isolation of Potassium Solubilizing Bacteria in Andisol Soil Affected by The Eruption of Sinabung.
International Conference on Agriculture, Environment and Food Security:2020
Simanjuntak. C. M, Elfiati, D., Delvian. 2015, Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sifat Kimia Tanah di Kabupaten Karo. Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sinaga, B. Sembiring, M. dan Lubis, A. 2015. Dampak Ketebalan Abu Vulkanik Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sifat Biologi Tanah Di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, USU, Medan Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.3, No.3 : 1159 – 1163.
Siregar, P dan Supriadi, F. 2017. Pengaruh Pemberian Beberapa Sumber Bahan Organik dan Masa Inkubasi Terhadap Beberapa Aspek Kimia Kesuburan Tanah Ultisol. Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597 Vol.5.No.2, April 2017 (34): 256- 264.
Sitanggang, V., Sembiring, M., and Fauzi. 2017. Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Bebarapa Sumber Pupuk P Untuk Meningkatkan Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung.Jurnal Agroekoteknologi.Vol. 5(4) : 768- 773
Subandi. 2013. Peran dan Pengelolaan Hara Kalium untuk Produksi Pangan di Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian. Vol. 6 No. 1 Maret 2013: 1-10 Sudiarti, D. (2017). The effectiveness of biofertilizer on plant growth soybean
edamame (Glycin Max). None, 1(2), 46–55.
Sukarman, dan Suprapto. 2015. Sebaran dan Karakteristik Material Vulkanik Hasil Erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara . Jurnal Tanah dan Iklim Vol.39 No.1, Juli 2015:9-18 , 12-13.
Sukarman, dan Dariah, Ai. 2014. Tanah Andosol Di Indonesia Karaketristik, Potensi, Kendala dan Pengelolaannya untuk Pertanian. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Sukmadewi, D. K. T., Anas, I., Widyastuti, R., dan Citraresmini,A. 2017. Uji Fitopatogenitas, Hemolisis serta Kemampuan Mikrob dalam Melarutkan Fosfat dan Kalium. J. Il. Tan. Lingk., 19 (2) : 68-73. ISSN 1410-7333| e- ISSN 2549-2853
Sukmawati, St. 2011. Beberapa Perubahan Sifat Kimia Alofan dari Andosol Setelah Menjerat Asam Humat dan Asam Silikat. Media Litbang Sulteng Vol. IV No.2 : 118 – 124. ISSN : 1979 - 5971
Suntoro, Sudadi, Widijanto, H., dan Utami,G.N.W. 2016. Effect of Kelud Volcanic Ash And Manure to The Availability and Corn Uptake of Potassium in The Alfisols. Lecturer staff of Study Program of Agrotechnology, Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University (UNS) in Surakarta. Agrosains 18(1):
18-21, 2016.
Suryani, A. S. 2014. Dampak Negatif Abu Vulkanik Terhadap Lingkungan dan Kesehatan. Info Singkat Kesejahteraan Sosial. Vol. VI, No. 04.
Susilawati., Mustoyo., Budhisurya, E., Anggono, R.C.W., dan Simanjuntak, B.H.
2013. Analisis Kesuburan Tanah dengan Indikator Mikroorganisme Tanah pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan. AGRIC Vol.25, No. 1, Desember 2013: 64-72
Trivedi, M., Kalkar, S., dan Shanware, A. 2016. Isolation, Characterization &
Development Of Liquid Formulations Of Potassium Solubilizing Fungi.
International Journal Of Advanced Research (IJAR). ISSN: 2320-5407 Int.
J. Adv. Res. 4(9), 999-1003.
Wihardjaka, A. 2002. Pola Perubahan Ketersediaan Kalium dalam Tanah Selama Pertumbuhan Padi di Lahan Sawah Tadah Hujan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 21 No. 3.
Yunus, F., Lambui, O., Suwastika, I,N,. 2017. Kelimpahan Mikroorganisme Tanah pada Sistem Perkebunan Kakao (Theobroma cacao L.)Semi Intensif Dan Non Intensif. Natural Science: Journal of Science and Technology. Vol 6 (3) : 194 – 205
LAMPIRAN Lampiran Foto Kerja
Pembuatan Media Pengenceran Proses Isolasi
Purifikasi Pertumbuhan Jamur Pengamatan Mikro