• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI MAKROFAUNA PADA TANAH ANDISOL DI KABUPATEN KARO DENGAN BERBAGAI KETEBALAN ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG SKRIPSI OLEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI MAKROFAUNA PADA TANAH ANDISOL DI KABUPATEN KARO DENGAN BERBAGAI KETEBALAN ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG SKRIPSI OLEH"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI MAKROFAUNA PADA TANAH ANDISOL DI KABUPATEN

KARO DENGAN BERBAGAI KETEBALAN ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG

SKRIPSI

OLEH

ARMANDO SEPTIAN SIMBOLON 130301269

AGROTEKNOLOGI-ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

IDENTIFIKASI MAKROFAUNA PADA TANAH ANDISOL DI KABUPATEN

KARO DENGAN BERBAGAI KETEBALAN ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG

SKRIPSI

OLEH

ARMANDO SEPTIAN SIMBOLON 130301269

AGROTEKNOLOGI-ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapat Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul : Identifikasi Makrofauna pada Tanah Andisol di Kabupaten Karo dengan Berbagai Ketebalan Abu Vulkanik Gunung Sinabung

Nama : Armando Septian Simbolon Nim : 130301269

Program Studi : Agroteknologi Minat : Ilmu Tanah

Dsetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Mariani Sembiring, SP. MP. Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc.

NIP. 197406102008122002 NIP. 195207251976031001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Agroteknologi

Dr. Ir. Sarifuddin, MP.

NIP. 196509031993031014

(4)

ABSTRAK

Perubahan kondisi tanah akan berakibat ke populasi dan diversitas di dalam tanah. Letusan gunung sinabung mengakibatkan permukaan tanah tertutupi abu vulkanik dengan berbagai ketebalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunitas makrofauna tanah pada tanah andisol yang tertutupi abu vulkanik gunung sinabung di Kabupaten Karo, dilakukan pada bulan Mei 2017.

Plot ditempatkan pada empat lokasi, lokasi I (tidak tertutupi abu), lokasi II (tertutupi abu tipis), lokasi III (tertutupi abu sedang), lokasi IV (tertutupi abu

tebal) dengan metode transek. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Pitfall Trap, Kuadrat dan Hand Sorting. Dari hasil penelitian ditemukan 3 filum.

7 kelas, 12 ordo, 18 famili dan 19 spesies makrofauna tanah. Nilai kepadatan total menurun seiring semakin tebalnya abu vulkanik menutupi lokasi. Lokasi I yaitu 317,794 Ind/m2; lokasi II yaitu 287,612 Ind/m2; Lokasi III yaitu 192,151 Ind/m2; Lokasi IV yaitu 182,322,612 Ind/m2. Makrofauna tanah yang hidup dan berkembang baik adalah Gryllotalpa sp. pada lokasi III; Calosoma sp. pada lokasi I dan II; Odontoponera sp. dan Trochosa canapii pada semua lokasi. Nilai indeks keanekaragaman pada lokasi I (2,320); II (2,398); III (1,518); dan IV (1,409) adalah keanekaragaman sedang. Nilai indeks keseragaman pada lokasi I (0,803);

II (0,846); III (0,691); dan IV (0,724) adalah keseragaman tinggi. Nilai indeks kesamaan makrofauna tanah lokasi I dan II (91,42%) sangat mirip. Pada lokasi III dan IV (87,5%) juga sangat mirip. Uji korelasi menunjukkan hubungan korelasi negatif yang nyata antara suhu tanah dengan filum annelida dan mollusca. C-organik menunjukkan hubungan korelasi positif yang nyata dengan filum mollusca.

Kata kunci: Abu vulkanik, Makrofauna tanah, Tertutupi abu, Tidak tertutupi abu.

(5)

ABSTRACT

Changes in soil conditions will result in population and diversity in the soil. The eruption of Mount Sinabung caused the surface of the soil covered with volcanic ash with various thicknesses. The purpose of this research is to know the macrofauna community of soil in Andisol land covered with volcanic ash of Mount Sinabung in Karo Regency, conducted in May 2017. The plot is placed in four locations, location I (not covered by ash), location II (covered with thin ash) III (covered with medium ash), location IV (covered with thick ash) with transect method. Conducted by Pitfall Trap, Squares and Hand Sorting. From the results of the study found 3 phyla. 7 classes, 12 orders, 18 families and 19 species of macrofauna land. The total density value decreases as the thickness of volcanic ash covers the location. Location I is 317,794 Ind / m2; location II ie 287.612 Ind/m2; Location III is 192,151 Ind/m2; Location IV is 182,322 Ind/m2. Soil macrofauna characteristics is Gryllotalpa sp. at location III; Calosoma sp. at locations I and II; Odontoponera sp. and Trochosa canapii in all locations. The index value of diversity at location I (2,320); II (2,398); III (1,518); and IV (1,409) are of medium diversity. Equitability index value at location I (0.803); II (0.846); III (0.691); and IV (0.724) is high equitability. The macrofauna similarity index value of site I and II (91.42%) are very similar. In locations III and IV (87.5%) are also very similar. The correlation test showed a significant negative correlation relationship between soil temperature and annelida and mollusca phyla. C-organic shows a real positive correlation relationship with mollusca phyla.

Keywords: Covered ash, Not covered with as, Soil macrofauna, Volcanic ash.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kualasimpang pada tanggal 10 September 1994 dari pasangan Ayahanda Muhammad Arpan Simbolon dan Ibunda Masrawani Siregar.

Penulis merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SD Negeri 2 Bukit Tempurung pada tahun 2006, SMP Negeri 1 Kualasimpang tahun 2009, SMA Negeri 2 Kejuruan Muda tahun 2012 dan ditahun 2013 diterima di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dengan Program Studi Agroteknologi minat Ilmu Tanah.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif berperan sebagai anggota Hipunan Mahasiswa Agroteknologi (HIMAGROTEK), anggota Forum Komunikasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah Indonesia (FOKUSHIMITI), Selain itu penulis juga berperan sebagai Asisten pada praktikum Dasar Ilmu Tanah, Pengelolaan Tanah dan Air, Kesuburan Tanah dan Pemupukan, Kimia Tanah, Analisis Tanah dan Tanaman Serta Biologi Tanah. Pada tahun 2016, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN 3 Kebun Sosa.

Semasa kuliah, penulis memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dan mendapatkan hibah dana Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) dari Dikti.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini adalah “Identifikasi Makrofauna pada Tanah Andisol Di Kabupaten Karo Dengan Berbagai Ketebalan Abu Vulkanik Gunung Sinabung” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Mariani Sembiring, SP. MP., selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu

Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2017

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

KegunaanPenulisan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Andisol ... 3

Abu Vulkanik ... 5

Bahan Organik ... . 8

Fauna Tanah ... 9

Makrofauna Tanah ... 12

Peranan Fauna Tanah ... 14

Ekologi Makrofauna Tanah... 15

KONDISI UMUM PENELITIAN Lokasi Penelitian ... 19

Tanah ... 22

Topografi dan Iklim ... 22

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

Bahan dan Alat Penelitian ... 23

Metode Penelitian... 24

PELAKSANAAN PENELITIAN Penentuan Sampel Tanah ... 24

Pengambilan Sampel Makrofauna Tanah ... 24

Peubah Amatan ... 26

Identifikasi Sampel Makrofauna Tanah ... 26

pH, Kelembaban Tanah, Suhu Tanah, C-Organik Tanah ... 26

(9)

Kadar Air Tanah ... 26

Analisis Data Makrofauna ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Faktor Fisik dan Kimia Tanah ... 30

Makrofauna tanah yang ditemukan ... 31

Kepadatan dan Kepadatan Relatif Makrofauna Tanah... 46

Frekuensi kehadiran dan Konstansi Makrofauna Tanah ... 49

Makrofauna Tanah yang Memiliki Nilai KR ≥ 10% dan FK ≥ 25% . 52 Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman Makrofauna Tanah ... 55

Indeks Similaritas (Kesamaan) Makrofauna Tanah ... 57

Analisis Korelasi Pearson (r) ... 58

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 62

Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Hal.

1. Nilai Faktor Fisik Dan Kimia Tanah Pada Berbagai Lokasi Penelitian 30 2. Makrofauna Tanah yang Ditemukan pada Berbagai Lokasi Penelitian 32 3. Klasifikasi dan Deskripsi Spesies Makrofauna Tanah 33 4. Nilai Kepadatan dan Kepadatan Relatif Makrofauna Tanah 46 5. Nilai Frekuensi Kehadiran dan Konsentrasi Makrofauna Tanah 49 6. Makrofauna Tanah Dengan Nilai KR ≥ 10% dan FK ≥ 25% 52 7. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman Makrofauna Tanah 55 8. Nilai Indeks Similaritas (Kesamaan) Makrofauna Tanah 57 9. Koefisien Korelasi Antara Faktor Fisik dan Kimia Tanah dengan

Filum Makrofauna Tanah yang Ditemukan 58

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Hal.

1. Lokasi Penelitian I Tidak Tertutupi Abu Vulkanik 19 2. Lokasi Penelitian II Tertutupi Abu Vulkanik Tipis 20 3. Lokasi Penelitian III Tertutupi Abu Vulkanik Sedang 21 4. Lokasi Penelitian IV Tertutupi Abu Vulkanik Tebal 21

5. Tahap kerja metode Pitfall Trap 78

6. Tahap kerja metode Kuadrat 79

7. Pengukuran Kelembaban Tanah 80

8. Pengukuran pH Tanah 80

9. Pengukuran Suhu Tanah 81

10. Pengambilan Sampel Tanah 81

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Hal.

1. Peta Lokasi 69

2. Contoh Perhitungan 70

3. Data Jenis dan Jumlah Makrofauna Tanah yang Ditemukan 73 4. Hasil Analisis Korelasi Pearson (r) Antara Faktor Fisik dan Kimia

Tanah dengan Filum Makrofauna Tanah

76

5. Hasil Analisis Tanah 77

6. Foto Kerja 78

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Makrofauna tanah dalam komunitasnya memiliki peran penting terhadap tanah yaitu dalam menyediakan peyeimbang ekosistem, memperbaiki aerasi dan drainase tanah, memperbaiki perkembangan akar pada tumbuhan, mendaur ulang bahan organik tanah, mendegradasi polutan, meregulasi komunitas tumbuhan, serta sebagian diantaranya berperan sebagai predator hama penyebab penyakit.

Arthropoda tanah berperan penting dalam kesuburan tanah karena sebagai bioindikator perubahan lingkungan dan kesuburan tanah (Yulipriyanto, 2010)

Komunitas fauna tanah diperngaruhi oleh berbagai faktor lingkungan yaitu faktor biotik dan abiotik. Kedua faktor ini sangat menentukan komposisi fauna yang hidup disuatu habitat. Perbedaan distribusi dan kelimpahan fauna terutama adalah pengaruh dari perbedaan sifat fisika dan kimia lingkungan. Semakin tinggi keanekaragaman makrofauna tanah pada suatu tempat, maka semakin stabil ekosistem ditempat tersebut (Rahmawaty, 2004).

Gunung Sinabung tercatat mengalami erupsi pada bulan September 2013, sebelumnya gunung ini sudah bererupsi pada tahun 2010, tepatnya pada tanggal 3 September 2010 (BPTP Sumatera Utara, 2013). Abu vulkanik akan melapuk menjadi bahan induk tanah dan selanjutnya akan mempengaruhi sifat dan ciri tanah yang akan terbentuk. Sifat-sifat tanah yang dipengaruhi yaitu sifat fisik, kimia serta biologi tanah.

Hasil erupsi adalah salah satu bahan induk yang nantinya akan melapuk menjadi tanah. Abu vulkanik mengandung logam berat dan zat-zat mikro berbahaya bersifat mudah mengendap. Hasil analisis Balitbangtan (2014) pH

(14)

tanah berkisar 4,4-6,5 sedangkan pH abu vulkan gunung Sinabung berkisar 3,3- 3,5. pH tanah yang rendah dan endapan abu vulkanik akan mengganggu aktivitas organisme tanah karena terikatnya logam berat dan bersifat racun.

Abu vulkanik yang cukup lama menutupi permukaan tanah akan mengendap dan mengeras bergantung pada tingkat ketebalannya. Ini akan mempengaruhi aerasi tanah, respirasi, ketersediaan oksigen dan bahan organik dalam tanah yang berdampak pada kehidupan organisme dalam tanah. Jika semakin tebal abu yang menutupi tanah maka kandungan bahan organik akan mengalami penurunan, karena pada tanah yang terkena abu, organisme tanah sulit untuk bertahan hidup sehingga proses dekomposisi akan terhambat dan berpengaruh terhadap kandungan bahan organik tanah (Sinaga, 2015).

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai komunitas makrofauna di tanah andisol yang tertutupi abu vulkanik gunung sinabung. Penelitian ini juga dihubungkan adanya perubahan sifat fisik kimia dan biologi tanah yang berkaitan dengan kehidupan makrofauna tanah.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui komunitas makrofauna pada tanah Andisol di Kabupaten Karo yang tertutupi abu vulkanik gunung Sinabung dengan berbagai ketebalan

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan penulisan sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Andisol

Andisol adalah tanah yang berkembang dari bahan abu vulkanik yang mempunyai potensi kesuburan tanah yang tinggi. Potensi kesuburan tanah yang tinggi pada Andisol sering tidak berbanding lurus dengan peningkatan produksi tanaman, karena sebagian besar unsur hara makro berada dalam keadaan terfiksasi di dalam tanah (Yunus, 2012). Abu vulkanik kaya dengan mineral liat amorf atau alofan yang mengandung banyak Al dan Fe. Logam-logam ini akan dibebaskan oleh proses hancuran iklim. Khelasi antar asam humik dan Al dan Fe tersebut, membentuk khelat logam-humik, yang juga akan meningkatkan retensi humus terhadap dekomposisi mikrobiologis (Tan, 1998).

Di dalam tanah Andisol, terdapat populasi makrofauna dan mikrofauna, diantaranya cacing tanah dan mikroorganisme tanah (protozoa dan nematoda).

Cacing tanah ini berperan dalam menyuburkan dan menggemburkan tanah.

Cacing tanah melakukan pencampuran tanah dan memperbaiki tata udara tanah sehingga infiltrasi air menjadi lebih baik dan ditembus oleh akar. Dalam suatu ekosistem tanah, berbagai mikroba, hidup, bertahan hidup dan berkompetisi dalam memperoleh ruang, oksigen, air, hara, dan kebutuhan hidup lainnya, baik secara simbiotik maupun non simbiotik sehingga menimbulkan berbagai bentuk interaksi antar organisme tanah (Tim BBSDLP, 2014).

Tanah Andisol merupakan salah satu jenis tanah yang memiliki sifat fisika dan kimia yang khas Sifat khas yang dimiliki antara lain bahan organik tinggi, bulkdensiti rendah sehingga kapasitas menahan air dan porositasnya tinggi (Soil Survey Staff, 2010). Andisol dengan epipedon molitik atau umbrik atau

(16)

ochrik atau kambik, bulk density (kerapatan lindak) kurang dari 0,85 gr/cm3, atau lebih dari 60% terdiri dari abu vulkanik vitrik, cindes atau bahan pyroklastik lain (Hardjowigeno, 2003). Tanah yang terbentuk dari abu volkan ini umumnya ditemukan di daerah dataran tinggi (>400 m di atas pemukaan laut) (Darmawidjaya, 1990).

Tanah Andisol dicirikan oleh warna yang hitam, sangat porous, mengandung bahan organik dan liat amorf terutama alofan serta sedikit silika aluminia. Luas tanah kurang lebih 6,5 juta ha atau 3,4% seluruh daratan Indonesia yang tersebar di daerah-daerah volkan dan merupakan tanah pertanian yang

penting, terutama bagi tanaman hortikultura seperti tanaman bunga, sayur-sayuran dan buah-buahan yang mendukung pertumbuhan ekonomi (Rahayu, 2003).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2005) dalam (Ketaren, 2008) mengatakan bahwa data analisis tanah Andisol dari berbagai wilayah menunjukkan bahwa Andisol memiliki tekstur yang bervariasi dari berliat (30 - 65% liat) sampai berlempung kasar (10 - 20%). Reaksi tanah umumnya agak masam (5,6 - 6,5). Kandungan bahan organik lapisan atas sedang sampai tinggi dan lapisan bawahnya umumnya rendah, dengan nisbah C/N terolong rendah.

Kandungan P dan K potensial bervariasi sedang sampai tinggi, umumnya kandungan lapisan atas lebih tinggi daripada lapisan bawahnya.

Tanah Andisol adalah tanah yang memiliki bahan andik dengan ketebalan sebesar 60% atau lebih bila: 1) terdapat dalam 60 cm dari permukaan mineral atau pada permukaan bahan organik dengan sifat andik yang lebih dangkal, jika tidak terdapat kontak densik, litik, atau paralitik, horizon duripan atau horizon

(17)

petrokalsik pada kedalaman tersebut, atau 2) diantara permukaan tanah mineral atau lapisan organik dengan sifat andik, yang lebih dangkal dan kontak densik,

litik, atau paralitik, horizon duripan atau horizon petroklasik (Soil Survey Staff, 2010).

Tanah yang mengandung alofan seperti Andisol merupakan penjerap fosfat tertinggi, dengan besar jerapan lebih dari 1000 ppm P. Kekahatan P merupakan kendala terpenting pada sebagian besar tanah mineral masam di Indonesia, kekahatan P tersebut berkaitan dengan daya erapan ion P yang mengakibatkan P menjadi tidak larut dan relatif tidak tersedia bagi tanaman (Sanchez, 1976).

Pada tanah Andosol, ketersediaan fosfat terlarut untuk tanaman yang diberikan dalam bentuk pupuk berkurang dengan cepat dan hanya sekitar 10%

saja yang dapat diserap tanaman (Tan, 1984). Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi erapan P dalam tanah menurut Tisdale et. al, (1990) ialah sebagai berikut: 1) sifat dan jumlah komponen-komponen tanah yang terdiri atas hidrus oksida logam dari besi dan aluminium, tipe liat, kadar liat, koloid-koloid amorf, dan kalsium karbonat, 2) pH, 3) kation, 4) anion, 5) kejenuhan kompleks jerapan, 6) bahan organik, 7) suhu, dan 8) waktu reaksi.

Abu Vulkanik

Tanah vulkanik merupakan tanah yang berasal dari hasil letusan gunung api, dimana pada saat gunung api meletus mengeluarkan tiga jenis bahan berupa bahan padatan, cair dan gas. Bahan padatan dapat berupa pasir, abu dan abu vulkan, bahan cair dapat berupa lava, sedangkan bahan gas dapat berupa asap yang dihasilkan dari erupsi. Bahan-bahan vulkanis tersebut nantinya akan menjadi

(18)

bahan induk penyusun tanah. Tanah yang berkembang dari abu vulkan tergolong subur dan cocok untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Menurut Lembaga Penelitian Tanah 1972, bahwa luas tanah ini di Indonesia sekitar 6,5 juta ha atau

34% tersebar di daerah-daerah vulkan dan dijadikan sebagai daerah untuk lahan pertanian terutama bagi tanaman hortikultura dan perkebunan (Hardjowigeno, 2007).

Gunung berapi seringkali mengerluarkan abu vulkanik secara berulang ulang. Abu vulkanik adalah fragmen yang berukuran kurang dari 2 mm hingga ukuran debu, dan apabila memadat dan membatu dinamakan tufa. Abu vulkanik dapat menutup lahan di seiktar gunung meletus pada berbagai ketebalan. Tutupan abu vulkanik gunung Sinabung yang menutupi lahan pertanian yaitu dengan ketebalan 5-10 cm (Tim BBSDLP, 2014).

Awan abu vulkanik merupakan material abu vulkanik yang diejeksikan ke atmosfer menyerupai bentuk kolom jamur/cendawan membumbung vertical yang dapat diamati secara visual, kemudian terdispersi mengikuti arah angin. Dampak yang ditimbulkan oleh awan abu vulkanik bisa secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan manusia. Material abu vulkanik merupakan materil pyroclastic berukuran antara 0,3 sampai 30 mikron, apabila terdispersi dan terhirup oleh manusia (Krisbiantoro, 2011).

Dalam jangka pendek abu vulkanik memiliki dampak yangg buruk bagi lingkungan hidup. Abu vulkanik yang menyebar terbawa tiupan angin pada saat gunung Sinabung meletus menimbulkan kerugian disektor pertanian dan merusak pemukiman. Luas lahan yang rusak akibat abu vulkanik gunung sinabung yaitu 50.921 ha tersebar di 14 kecamatan (Tim BBSDLP, 2014).

(19)

Abu dan pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar biasanya jatuh di sekitar kawah sampai radius 5-7 km dari kawah, sedangkan yang berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan kilometer bahkan ribuan

kilometer dari kawah disebabkan terbawa oleh hembusan angin (Sudaryo dan Sutjipto, 2009).

Abu vulkanik gunung berapi juga mengandung logam berat dan zat-zat mikro berbahaya yang bersifat mudah mengendap dalam air. Logam berat merupakan unsur mikro yang ada di semua jenis batuan. Jenis logam berat pada abu vulkanik, antara lain, Cd dan Cu (Krisbiantoro, 2011). Berdasarkan penelitian Sukarman (2014) dalam Tim BBSDLP (2014) abu vulkanik gunung Sinabung mempunyai cadangan mineral mudah lapuk yang cukup tinggi, yang jika melapuk akan menjadi sumber unsur hara esensial terutama Ca, Mg, K, Na, P, S, Fe, Mn, dan B.

Tanah yang bercampur abu vulkanik gunung sinabung (tanah lapisan atas) tergolong masam dengan nilai pH 4,83. Kemasaman yang tinggi atau nilai pH yang rendah hingga sangat rendah dari abu vulkanik ini, disebabkan kadar sulfur (belerang) yang tinggi sebesar 3,36%. Selain itu ketebalan abu yang menutup permukaan tanah menjadi faktor penting dalam menentukan kecepatan penggunaan kembali tanah yang tertutup abu. Untuk ketebalan abu yang tipis, kurang dari 1 cm dapat hilang dengan segera ketika hujan turun. Ketebalan 1-4 cm dapat hilang dengan pengolahan menggunakan cangkul dan ketebalan antara 5-10 cm dapat hilang saat dilakukan pengolahan tanah secara mekanik menggunakan

(20)

traktor. Pada ketebalan abu mencapai 40 cm atau lebih memerlukan waktu cukup lama, agar tanah dapat digunakan kembali untuk bercocok tanam, menunggu terjadi proses pelapukan dan dekomposisi dari abu (Rauf, 2014). Banyaknya hara yang disumbangkan oleh abu letusan tergantung dari tebalnya tutupan dan kandungan hara mineralnya. Secara umum sifat kimia abu letusan dapat dibedakan berdasarkan kandungan silika (SiO2

Bahan Organik

%) yaitu abu bersifat basis (45- 55%), intermedier (55-62%) dan masam (>62%). Makin masam abu letusan makin sedikit cadangan unsur hara yang dikandungnya.

Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes (Munir, 1995).

Di dalam tanah banyak ditemukan ribuan jenis hewan dan mikroorganisme, dari yang berukuran sangat kecil (bakteri, fungi dan protozoa) hingga biota yang berukuran sangat besar seperti cacing tanah, kutu, tikus, kaki seribu dan megafauna. Aktivitas biologi organisme tanah terkonsentrasi di topsoil.

Komponen biologi menempati tempat yang tipis atau halus (<0.5%) dari total volume tanah dan membuat kurang dari 10% total bahan organik tanah.

Komponen hidup ini terdiri dari akar tumbuhan dan organisme tanah (Hardjowigeno, 2007).

(21)

Bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah dan bahan organik juga banyak menyumbangkan unsur hara N, P, K Ca, Mg serta meningkatkan ketersediaan hara lainnya bagi tanaman. Keberadaan bahan organik sekaligus meningkatkan populasi dan aktivitas organisme dalam tanah dan menghasilkan asam humik, asam fulfik, karboksil, fenol dan asam-asam organik lainnya serta dapat bereaksi dengan logam Al, Fe mengakibatkan hara tanaman semakin tersedia (Sinuraya, 2009).

Sutedjo dan Kartasapoetra (1998) mengatakan bahwa pemberian bahan organik pada tanah dapat menurunkan bulk density tanah, hal ini disebabkan oleh bahan organik yang di tambahkan mempunyai kerapatan jenis yang lebih rendah.

Kemantapan agregat yang semakin tinggi dapat menurunkan bulk density tanah maka persentase ruang pori – pori semakin kasar dan kapasitas mengikat air semakin tinggi.

Suin (2006) menambahkan bahwa bahan organik tanah sangat menentukan kepadatan organisme tanah diantaranya makrofauna tanah. Bahan organik tanah merupakan sisa-sisa tumbuhan, hewan dan organisme tanah lainnya baik yang telah terdekomposisi maupun yang sedang terdekomposisi. Fauna tanah golongan saprovora hidupnya tergantung pada sisa daun yang jatuh. Komposisi dan jenis serasah daun itu menentukan jenis fauna tanah yang hidup disana.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah penambahan dan kehilangan Bahan Organik Tanah (BOT). Faktor-faktor tersebut antara lain;

pengelolaan tanah, tekstur tanah, iklim, posisi lanskap, dan juga tipe vegetasi (Munawar, 2011).

(22)

Fauna Tanah

Fauna tanah adalah semua fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang hidup di dalam tanah, sebagian atau seluruh siklus hidupnya berlangsung di tanah, serta dapat berasosiasi dan beradaptasi dengan lingkungan tanah (Wallwork, 1970 dalam Suin 2006). Kelompok fauna tanah ini sangat banyak dan beranekaragam jenisnya, mulai dari protozoa hingga vertebrata kecil (Suin, 2006).

Pengelompokan fauna tanah berdasarkan ukuran tubuhnya menurut Wallwork (1970) dalam Suin (2006) yaitu: Mikrofauna, fauna tanah yang mempunyai ukuran tubuh antara 20 – 200 μ. Mesofauna, fauna tanah yang mempunyai ukuran tubuh 200 μ – 1 cm dan makrofauna, fauna tanah dengan ukuran tubuh > 1 cm. Menurut Handayanto dan Hairiah (2009) Kisaran ukuran tubuh fauna tanah mencakup kelompok: mikrofauna (panjang < 100 μm), mesofauna (panjang 100 μm – < 2 mm), makrofauna (panjang 2 – 20 mm

Berdasarkan habitatnya fauna tanah ada yang dikelompokkan sebagai epigeon, hemiedafon, dan euedafon. Fauna epigeon adalah kelompok fauna tanah yang hidup pada lapisan tumbuh-tumbuhan di permukaan tanah, fauna hemiedafon adalah kelompok fauna tanah yang hidup pada lapisan organik tanah dan fauna euedafon adalah fauna tanah yang hidup pada lapisan mineral tanah Berdasarkan caranya mempengaruhi sistem tanah, fauna tanah terbagi atas dua

golongan. Golongan pertama adalah fauna exopedonic, yaitu golongan fauna tanah yang hidupnya di luar tanah. Kedua adalah golongan fauna

endopedonic, yaitu golongan fauna tanah yang hidupnya di dalam tanah (Suin, 2006).

(23)

Berdasarkan kehadirannya, Wallwork (1970) dalam Suin (2006) membagi fauna tanah menjadi beberapa kelompok berikut: a) Transient, yaitu fauna tanah yang meletakkan telur dan kepompongnya di dalam tanah, tetapi ketika masuk tahap kehidupan yang aktif tidak lagi berada di dalam tubuh tanah, contohnya adalah Bradybaena similaris; b) Temporary, yaitu fauna tanah yang awal kehidupannya aktif di dalam tanah, sedangkan kehidupan selanjutnya berada di luar tanah, contohnya adalah larva dari Tipula sp; c) Periodic, yaitu fauna tanah

yang sering sekali keluar masuk tanah, contohnya adalah Euborelia sp.;

d) Permanent, adalah fauna tanah yang seluruh siklus hidupnya berlangsung di dalam tanah, contohnya adalah collembola dan acarina.

Berdasarkan bahan makanannya, Yulipriyanto (2010) membagi fauna tanah menjadi beberapa kelompok berikut: a) Microphytic feeders, bahan makanannya fungi, lichen, dan bakteri; b) Saprophytic feeders, bahan makanannya organisme yang telah mati dan bahan organik yang sudah lapuk;

c) Phytophagus feeders, bahan makanannya berasal dari tanaman hidup;

d) Carnivores, makanannya hewan lain atau disebut juga sebagai predator.

Wallwork (1970) dalam Suin (2006) membagi fauna tanah berdasarkan sifat makannya menjadi beberapa kelompok atau golongan berikut: a) Carnivore, yaitu predator (carabidae, pselaphidae, scydmaenidae, kumbang staphylinidae, tungau mesostigmata dan prostigmata, laba-laba, kalajengking, lipan, nematoda serta mollusca) dan binatang parasit (ichneumonidae, diptera parasit dan nematoda); b) Phytophagous, yaitu fauna pemakan tumbuhan (mollusca dan larva lepidoptera), fauna pemakan akar tanaman (nematoda parasit tanaman, symphylidae, larva diptera, coleoptera, lepidoptera, mollusca, dan orthoptera

(24)

pelubang) serta fauna pemakan kayu (rayap, larva kumbang dan tungau pthiracaroidae); c) Saprophagous, yaitu fauna pemakan tanaman mati dan bahan organik yang busuk (lumbricidae, enchytraeid, isopoda, milipedes, tungau, collembola, dan serangga). Beberapa dari mereka juga merupakan pemakan feses (coprophages), pemakan kayu (xylophages) dan pemakan bangkai (necrophages) yang seringkali disebut sebagai detritivor; d) Microphytic-feeders, yaitu fauna pemakan jamur, alga, lichens, dan bakteri, misalnya tungau saprophagous, collembola, serta serangga pemakan fungi; e) Miscellaneous-feeders, yaitu fauna pemakan tanaman atau hewan, misalnya nematoda, tungau cryptostigmata, collembola, larva diptera, dan larva coleoptera.

Makrofauna Tanah

Makrofauna tanah merupakan salah satu kelompok organisme heterotrof (Arief, 2001). Artinya, organisme ini hidupnya tergantung dari makhluk hidup yang lain seperti produsen dan konsumen lainnya yang habitat utamanya di tanah.

Ada beberapa definisi mengenai ukuran makrofauna tanah menurut para pakar/ahli fauna tanah, diantaranya adalah: a) Memiliki panjang tubuh > 1 cm;

b) Memiliki lebar tubuh 2 – 20 mm (Suin, 2006); c) Memiliki ketebalan tubuh 2 – 20 mm (Arief, 2001).

Makrofauna tanah terdiri atas kelompok herbivora (pemakan tanaman) dan karnivora (pemangsa hewan-hewan kecil). Herbivora meliputi annelida seperti cacing, mollusca seperti bekicot dan keong. Arthropoda meliputi crustacea seperti kepiting dan diplopoda seperti kaki seribu. Karnivora meliputi arachnida seperti laba-laba, kutu, kalajengking, dan chilopoda seperti kelabang. Insecta meliputi belalang, kumbang, rayap, lalat, jangkrik, lebah, dan semut. Serta fauna kecil yang

(25)

bersarang dalam tanah seperti ular, tikus, kadal, dan fauna kecil lainnya.

(Hanafiah et al., 2005). Hardjowigeno (2010) menyebut makrofauna tanah sebagai fauna-fauna besar penghuni tanah yang dapat dibedakan menjadi: fauna besar pelubang tanah, cacing tanah, arthropoda dan molusca (gastropoda).

Makrofauna tanah yang ditemukan di dalam tanah pada areal dan waktu tertentu bisa sangat tinggi hingga mencapai > 100 spesies dalam satu hektar penggunaan lahan. Dari jumlah tersebut, coleoptera atau kumbang cenderung menjadi yang paling beragam (Brown et al., 2001). Menurut Suin (2006), fauna tanah yang termasuk kelompok makrofauna tanah adalah annelida, mollusca, arthropoda, dan vertebrata kecil. Diantaranya yang paling banyak ditemukan hidup di tanah adalah dari kelompok arthropoda seperti insecta, arachnida, diplopoda, chilopoda, serta dari kelompok annelida.

Salah satu fauna tanah yang memegang peranan penting di dalam tanah adalah arthropoda. Arthropoda adalah Phylum fauna yang terbesar dan sangat beragam. Fauna yang termasuk ke dalam arthropoda adalah insekta (serangga), crustasea, centipoda, milipoda, simfila, pauropoda dan trilobita yang telah punah.

Arthropoda dicirikan dengan segmentasi dan badannya dilapisi dengan sisik luar (exoskleton) dengan pasangan anggota pada setiap segmen, sistem syaraf yang kompleks dengan tulang belakang, sambungan syaraf melalui ujung anterior dari alat pencernaan (Borror, 1992).

Dalam dunia fauna, arthropoda meliputi lebih dari 90% kingdom animalia. Secara literal arthropoda berarti kaki yang beruas-ruas. Semua anggota dari kelompok ini mempunyai bagian tubuh yang beruas-ruas, tidak hanya pada kakinya (Borror, 1992). Filum arthropoda merupakan filum terbesar dengan

(26)

jumlah anggota terbanyak dari kingdom animalia (Campbell and Reece, 2010).

Arthropoda yang hidup di tanah disebut arthropoda tanah. Arthropoda tanah dapat dikelompokkan berdasarkan fungsinya di dalam tanah sebagai penghancur, predator, herbivor dan pemakan fungi (Moldenke, 2001).

Peranan Fauna Tanah

Fauna tanah adalah semua organisme yang hidup di tanah, baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah, sebagian atau seluruh siklus hidupnya berlangsung di dalam tanah. Kelompok fauna tanah ini sangat banyak dan beranekaragam, mulai dari protozoa, rotifera, nematoda, anelida, mollusca, arthropoda hingga vertebrata (Kalshoven, 1981).

Peran hewan tanah pada ekosistem tanah cukup besar dalam menentukan kualitas dan struktur tanah. Peran hewan tanah dalam proses perombakan bisa terlaksana secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung karena memakan dan menghancurkan bahan organik, dan secara tidak langsung berupa keikutsertaannya dalam meningkatkan jumlah mikroflora tanah yang juga berperan dalam proses perombakan bahan organik (Deshmukh, 1992).

Hewan tanah melaksanakan dua proses yang berlainan dalam perombakan.

Pertama, pengecilan adalah reduksi ukuran partikel organik, yang terjadi berkat aktivitas makan hewan-hewan tanah. Kedua, katabolisme adalah pemecahan secara biokimia molekul organik kompleks berkat proses pencernaan fauna dan mikroflora tanah (Deshmukh, 1992). Selain berperan dalam proses perombakan bahan organik dan memperbaiki struktur tanah, fauna tanah juga berperan

menaikkan nilai tukar kation dan menyumbang nitrogen bagi tanah (Graham, 1996).

(27)

Tanah yang kekurangan bahan organik menjadi padat, karena salah satu fungsi bahan organik adalah untuk memperbaiki tekstur dan struktur tanah. Fungsi lain bahan organik adalah sebagai sumber mineral sehingga di dalam tanah tersedia unsur hara yang diperlukan tanaman. Di dalam tanah bahan organik secara berangsur-angsur mengalami mineralisasi membentuk hara tanah. Kondisi tanah yang kekurangan bahan organik akan menyulitkan tanaman menyerap unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno, 1995).

Ekologi Makrofauna Tanah

Organisme dalam suatu lingkungan akan bertautan sangat erat dengan keadaan sekelilingnya, sehingga mereka membentuk bagian dari lingkungannya sendiri (Michael, 1995). Lingkungan fauna pada dasarnya merupakan totalitas dari beraneka faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik misalnya tanah, udara, ruang, medium atau substrat, cuaca, dan iklim. Contoh faktor biotik misalnya fauna lain baik sesama spesies maupun berlainan spesies, tumbuhan, dan mikroba yang terdapat di sekitar fauna tersebut (Sukarsono, 2009). Menurut Burke (2005) Untuk memahami kecenderungan populasi, status spesies, dan hubungan habitat, para

peneliti saat ini mencoba untuk memahami perbedaan dan persamaan antara habitat, ekologi, dan biologinya.

Tanah merupakan habitat yang kompleks untuk berbagai organisme (Handayanto dan Hairiah, 2009). Organisme tanah diantaranya makrofauna tanah merupakan salah satu komponen tanah. Kehidupan makrofauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu spesies makrofauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain, keberadaan dan kepadatan populasi makrofauna

(28)

tanah di suatu daerah sangat tergantung pada faktor lingkungan baik itu faktor abiotik maupun faktor biotik (Yulipriyanto, 2010).

Adapun faktor yang mempengaruhi jumlah spesies yang hanya ditemukan pada masing-masing lokasi diantaranya adalah aktivitas dan kemampuan tiap

spesies makrofauna tanah yang berbeda antara satu dengan yang lain (Hanafiah et al., 2005). Kehadiran populasi fauna di suatu tempat dan penyebaran

spesies fauna di muka bumi selalu berkaitan dengan habitat dan relung ekologi yang ditempatinya. Secara umum, habitat menunjukkan corak lingkungan yang ditempati populasi fauna itu dalam kaitannya dengan faktor-faktor lingkungan baik abiotik maupun botik. Habitat suatu populasi fauna pada dasarnya merupakan totalitas sumberdaya lingkungan baik berupa ruang atau medium maupun cuaca dan iklimnya, serta vegetasi yang terdapat di lingkungan populasi fauna tersebut (Sukarsono, 2009).

Kadar air tanah sangat erat hubungannya dengan populasi makrofauna tanah. Hal ini dikarenakan tubuh makrofauna tanah mengandung air. Oleh karena itu, kondisi tanah yang kering dapat menyebabkan tubuh makrofauna tanah kehilangan air dan hal ini merupakan masalah yang besar bagi kelangsungan hidupnya (Lee, 1985). Michael (1995) menambahkan, banyak fauna-fauna darat seperti mollusca, amfibia, isopoda, nematoda, sejumlah insecta, dan arthropoda lainnya hanya ditemukan pada habitat-habitat dengan kadar air yang cukup tinggi.

Variasi suhu lingkungan alami dan dampak yang ditimbulkannya mempunyai peranan potensial dalam menentukan proses kehidupan, penyebaran serta kelimpahan populasi berbagai fauna (Sukarsono, 2009). Kehidupan makrofauna tanah juga ikut ditentukan oleh suhu tanah. Suhu tanah yang ekstrem

(29)

dapat mematikan makrofauna tanah. Selain itu suhu tanah juga mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi, serta metabolisme makrofauna tanah. Tiap spesies makrofauna tanah memiliki kisaran suhu optimum (Odum, 1996).

Suin (2006) menjelaskan bahwasanya suhu tanah merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah.

Dengan demikian, suhu tanah menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim.

Derajat keasaman (pH) tanah berpengaruh terhadap kehidupan dan kegiatan makrofauna tanah karena makrofauna tanah sangat sensitif terhadap pH tanah sehingga hal tersebut menjadi salah satu faktor pembatas. Akan tetapi, toleransi makrofauna tanah terhadap pH umumnya bervariasi tiap spesies.

Organisme tanah tumbuh paling baik pada pH sekitar netral. Meskipun pengaruh pH terhadap organisme tanah lebih bersifat tidak langsung seperti halnya tanaman, sebagian besar organisme tanah tidak tumbuh baik pada pH rendah. Oleh karena itu, beberapa aktivitas penting terkait dengan ketersediaan hara yang dilakukan oleh organisme tanah, seperti penambahan N, nitrifikasi, dan perombakan bahan- bahan organik secara tidak langsung juga akan terhambat oleh pH rendah (Munawar, 2011).

Kadar pH tanah mempengaruhi keberadaan dan kepadatan fauna tanah.

Fauna tanah ada yang memilih hidup pada tanah yang pHnya asam dan ada pula yang hidup pada pH basa. Fauna yang memilih hidup pada pH tanah yang asam disebut fauna tanah golongan asidofil, yang memilih hidup pada tanah yang basa

(30)

disebut fauna tanah golongan kalsinofil. Untuk golongan yang dapat hidup pada tanah yang asam dan basa disebut fauna tanah golongan indifferen (Suin, 2006).

Kemampuan fauna tanah diantaranya makrofauna tanah untuk hidup dan berkembang dengan baik pada suatu habitat sangat ditentukan oleh kondisi fisika, kimia, dan biologi tanahnya serta tersedianya bahan makanan yang dibutuhkannya (Adianto, 1993). Struktur komunitas makrofauna tanah dan fungsi ekosistem menunjukkan hubungan yang sangat kompleks dan belum banyak diketahui dengan pasti. Telah banyak dilaporkan bahwa penurunan struktur komunitas dan perubahan peran makrofauna tanah terjadi akibat perubahan sistem penggunaan lahan seperti hutan yang beralih fungsi menjadi pertanian (Sugiyarto, 2005).

(31)

KONDISI UMUM PENELITIAN Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian terletak di Kabupaten Karo Sumatera Utara tepatnya di Desa Naman, Kebayaken, Suka Nalu, Kuta Rakyat, Sigarang-garang, Kuta Gugung Kecamatan Naman Teran. Kecamatan ini diapit oleh empat kecamatan Tiganderket, Merdeka, Payung dan Simpang Empat. Secara geografis kecamatan Nama Teran berbatasan dengan Kecamatan Merdeka di sebelah Timur, disebelah Barat dengan Kecamatan Tigan Derket, sebelah Utara berbatasan dengan Langkat dan Deli Serdang, dan sebelah Selatan dengan Kecamatan Simpang Empat dan Payung dengan luas daerah 87,82 km2

Lokasi I (tidak tertutupi abu)

(BPSD, 2013).

Merupakan lahan pertanian yang dikelola dan tidak tertutupi abu vulkanik gunung Sinabung (0 cm), lokasi ini terletak pada titik koordinat 3o13'26” LU dan 98o24'5" BT. Pola tanam yang dilakukan adalah sistem monokultur. Jenis tanaman yang dibudidayakan pada lokasi ini yaitu tanaman kopi (Coffea arabica L.)

(32)

Lokasi II (tertutupi abu tipis)

Merupakan lahan pertanian yang dikelola dan tertutupi abu vulkanik gunung Sinabung dengan ketebalan tipis (< 2cm), lokasi ini terletak pada titik koordinat 33o13'12” LU dan 98o23'59" BT. Pola tanam yang dilakukan adalah

sistem polikultur. Jenis tanaman yang dibudidayakan pada lokasi ini yaitu jeruk (Citrus sinensis L.) dan cabai (Capsicum annum L.) dapat dilihat pada gambar

berikut:

Gambar 2. Lokasi Penelitian II (tertutupi abu tipis) Lokasi III (tertutupi abu sedang)

Merupakan lahan pertanian yang tidak dikelola dan tertutupi abu vulkanik gunung Sinabung dengan ketebalan sedang (2-8cm), lokasi ini terletak pada titik koordinat 3o11'3” LU dan 98o25'14" BT. Jenis tumbuhan yang terdapat pada lokasi ini adalah rumput belulang (Eleusine indica L.) dapat dilihat pada gambar berikut:

(33)

Gambar 3. Lokasi Penelitian III (tertutupi abu sedang) Lokasi IV (tertutupi abu tebal)

Merupakan lahan pertanian yang tidak dikelola dan tertutupi abu vulkanik gunung sinabung dengan ketebalan sedang (>8cm), lokasi ini terletak pada titik koordinat 3o11'31” LU dan 98o24'39" BT. Jenis tumbuhan yang ada pada lokasi ini adalah rumput belulang (Eleusine indica L.) dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4. Lokasi Penelitian IV (tertutupi abu tebal)

(34)

Tanah

Wilayah Naman Teran terletak di pinggiran Gunung Sinabung yang berjarak 3 sampai 5 km dari puncak Gunung. Jenis tanah tergolong tanah vulkanis atau tanah Andisol yang ciri-cirinya bewarna kelabu hingga kuning dengan tanah yang tergolong subur.

Topografi dan Iklim

Kecamatan Naman Teran terletak pada ketinggian 1300-1600 m diatas permukaan laut. Dengan suhu rata-rata berkisar antara 16o-17oC.

(35)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan ini dimulai bulan Mei 2017 sampai dengan Oktober 2017 di kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo dan di laboratorium Biologi Tanah,

Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m diatas permukaan laut.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah yang tidak terkena abu vulkanik Sinabung dan tanah yang terkena abu dengan kedalaman 0-30 cm, alkohol 70%, aquades, air steril dan diphenilamine, larutan K2Cr2O7, H2SO4 pekat, H3PO4 85%, dan FeSO4

Alat yang dgunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Position System), kamera digital, soil tester, soil termometer, monolith kuadrat, pH meter, spectrophotometer, bor tanah, corong plastik, timbangan analitik, pipet skala, cangkul, parang, pacak, terpal, karet gelang, botol sampel, ember plastik (diameter permukaan 15 cm), kantong plastik, karung goni, pinset, spidol permanen, kertas data, buku catatan, pensil, meteran, kertas grafik dilaminating, loup, dan mikroskop stereo.

0,5 N, deterjen untuk menyeimbangkan konsentrasi alkohol serta bahan-bahan kimia lain yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

(36)

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei. Pengamatan yang dilakukan adalah dengan melihat makrofauna tanah yang ada, yang meliputi identifikasi makrofauna yaitu dengan Metode Pitfall Trap serta Metode Kuadrat dan Hand Sorting. Analisis tanah berupa pH, C-organik, kelembaban tanah, suhu tanah, kadar air. Analisis Makrofauna meliputi kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas, indeks keseragaman, indeks similaritas, analisis korelasi.

Pelaksanaan Peneltian

Penentuan sampel Tanah yang Tidak Tertutupi dan Tertutupi Abu

Pengambilan sampel tanah dilakukan hingga kedalaman 0-30 cm, Penentuan lokasi plot sampling dilakukan dengan metode transec. Setiap plot sampling ditempatkan secara acak pada lahan tidak tertutupi dan tertutupi abu pada tempat yang dianggap mewakili keberadaan makrofauna tanahnya. Untuk tanah yang tidak terkena abu diambil di daerah pertanaman yang sudah diolah, sedangkan untuk sampel tanah yang tertutupi abu, pengambilan sampel dilakukan pada tanah yang tertutupi berbagai ketebalan abu sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan yaitu tipis ≤ 2 cm, sedang 2-8 cm, dan tebal ≥8 cm.

Pengambilan Sampel Makrofauna Tanah Metode Pitfall Trap

Pengambilan sampel makrofauna tanah yang aktif di permukaan tanah dilakukan dengan metode Pitfall Trap, yaitu: pada masing-masing titik sampling yang telah ditentukan, ditempatkan dan ditanam ember plastik berdiameter permukaan 15 cm sebanyak 10 ember dengan jarak antara ember satu dengan

(37)

yang lainnya paling dekat 10 m. Bagian permukaan ember tersebut ditanam sejajar dengan permukaan tanah dan selanjutnya ember-ember ini diberi atap dari terpal dengan ukuran 30 × 30 cm setinggi ± 15 cm dari tanah untuk menghindari masuknya air hujan dan sinar matahari ke dalamnya. Kemudian masing-masing ember diisi dengan larutan alkohol 70% sebanyak ± 250 ml sebagai pembunuh dan pengawet serta dicampur dengan sedikit larutan deterjen untuk meniadakan tegangan permukaan pada larutan alkohol tersebut. Ember Pitfall Trap ini dipasang pada pukul 08.00 WIB dan diambil tiga hari berikutnya. Makrofauna tanah yang terperangkap dimasukkan ke dalam botol sampel sesuai dengan plotnya dan diawetkan dengan alkohol 70%.

Metode Kuadrat dan Hand Sorting

Metode kuadrat digunakan untuk pengambilan sampel makrofauna tanah yang kurang aktif di permukaan tanah tetapi lebih aktif di dalam tanah. Sampel tanah pada masing-masing titik sampling diambil sebanyak 8 plot menggunakan alat monolith kuadrat ukuran 30 × 30 cm, tanah diambil sampai kedalaman 30 cm.

Jarak antara kuadrat satu dengan lainnya paling dekat 10 m. Tanah yang diperoleh dimasukkan ke dalam goni plastik. Pengambilan sampel dilakukan antara pukul 06.00 – 09.00 WIB. Selanjutnya makrofauna tanah yang ditemukan pada tanah tersebut diambil dengan metode hand sorting (disortir dengan tangan) secara teliti.

Makrofauna tanah yang didapat kemudian dikumpulkan dan dibersihkan dengan air lalu dimasukkan ke dalam botol sampel sesuai dengan plotnya dan diawetkan dengan alkohol 70%. Selanjutnya semua sampel makrofauna tanah yang ditemukan dari metode Pitfall Trap dan Kuadrat dibawa ke Laboratorium Biologi Tanah Program Studi Agroekoteknologi untuk diidentifikasi

(38)

Peubah Amatan

Identifikasi Sampel Makrofauna Tanah

Sampel makrofauna tanah yang dibawa dari lapangan dikelompokkan sesuai dengan kesamaan ciri-ciri morfologinya kemudian diawetkan dalam alkohol 70%. Proses determinasi dan identifikasi dilakukan dengan memperhatikan morfologi (bentuk luar tubuhnya) melalui loup dan mikroskop stereo serta menggunakan beberapa buku acuan.

pH, Kelembaban Tanah, Suhu Tanah, C-Organik Tanah

Pengukuran kelembaban tanah, suhu tanah dilakukan dilapangan sebelum tanah diambil dari plot kuadrat menggunakan alat soil tester dan soil termometer.

Pengukuran pH tanah dan C-Organik tanah dilakukan di laboratorium menggunakan alat alat pH tanah dan Spectrofotometer.

Kadar Air Tanah

Pengukuran kadar air tanah dilakukan di Laboratorium. Tanah diambil dari lapangan mewakili tiap titik lalu dikompositkan serta dibersihkan dari sisa tumbuhan dan fauna yang masih ada kemudian diaduk sampai rata dan diambil 10 gram untuk dianalisis. Selanjutnya sampel tanah ini dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama 5 jam hingga beratnya konstan.

Analisis Data Makrofauna

Jumlah spesies makrofauna tanah dan jumlah individu masing-masing spesies yang ditemukan dihitung nilai: Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK), Indeks Diversitas/Keanekaragaman Shannon-Wienner (H'), Indeks Equitabilitas/Keseragaman (E) serta Indeks Similaritas/Kesamaan

(39)

(Q/S) untuk mengetahui struktur komunitas makrofauna tanahnya dengan rumus menurut Suin (2002).

a. Kepadatan Populasi (K)

Jumlah individu suatu jenis K =

(Jumlah plot × luas plot)

b. Kepadatan Relatif (KR)

Kepadatan suatu jenis

KR = × 100%

Jumlah kepadatan semua jenis

c. Frekuensi Kehadiran (FK)

Jumlah plot yang ditempati suatu jenis

FK = × 100%

Jumlah total plot

Suin (2002) menerangkan nilai FK berdasarkan konstansinya sebagai berikut:

Nilai FK = 0-25% : Konstansinya Aksidental (sangat jarang) Nilai FK = 25-50% : Konstansinya Assesori (jarang)

Nilai FK = 50-75% : Konstansinya Konstan (sering) Nilai FK = >75% : Konstansinya Absolut (sangat sering)

d. Indeks Diversitas/Keanekaragaman Shannon-Wienner (H')

Untuk mengetahui nilai keanekaragaman makrofauna tanah dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

H' = Indeks diversitas Shannon-Wiener pi = ni / N

ln = Logaritma natural

(40)

S = Total jumlah spesies N = Total jumlah individu

Fachrul (2007) menerangkan Nilai H' sebagai berikut:

Nilai H' = < 1 : Keanekaragaman rendah

Nilai H' = 1 ≤ H' ≥ 3 : Keanekaragaman sedang Nilai H' = > 3 : Keanekaragaman tinggi

e. Indeks Equitabilitas/Keseragaman (E)

Untuk mengetahui nilai keseragaman makrofauna tanah dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

E = Indeks equitabilitas/keseragaman H' = Indeks diversitas Shannon-Wiener Hmax = Keanekaragaman spesies maksimum

= ln S (S = banyaknya Spesies)

Nilai keseragaman (E) berkisar antara 0 – 1

Odum (1996) menerangkan nilai E sebagai berikut:

Jika E mendekati 0 : Keseragaman semakin rendah Jika E mendekati 1 : Keseragaman semakin tinggi f. Indeks Similaritas/Kesamaan Sorensen (Q/S)

Untuk mengetahui nilai kesamaan setiap makrofauna tanah antar lokasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Q/S = Indeks Similaritas antar lokasi

J = Jumlah jenis yang sama pada dua lokasi yang berbeda A = Jumlah jenis pada lokasi I

B = Jumlah jenis pada lokasi II

Suin (2002) menerangkan nilai Q/S sebagai berikut:

(41)

Nilai Q/S = < 25% : Kesamaan jenisnya sangat tidak mirip Nilai Q/S = 25% - 50% : Kesamaan jenisnya tidak mirip Nilai Q/S = 50% - 75% : Kesamaan jenisnya mirip Nilai Q/S = > 75% : Kesamaan jenisnya sangat mirip g. Analisis Korelasi

Untuk mengetahui korelasi antara spesies arthropoda tanah yang ditemukan dengan faktor fisik kimia tanahnya dilakukan Analisis Korelasi Pearson (r).

Usman & Akbar (2000) menerangkan nilai r sebagai berikut:

a. Nilai r terbesar adalah +1 dan nilai r terkecil adalah -1.

b. r = +1 menunjukkan hubungan positif sempurna (searah), sedangkan r = -1 menunjukkan hubungan negatif sempurna (berlawanan arah).

c. r tidak mempunyai satuan atau dimensi.

d. Tanda + atau - hanya menunjukkan arah hubungan.

Intrepretasi nilai r adalah sebagai berikut:

Jika r = 0 : Tidak berkorelasi

Jika r = 0,01 - 0,20 : Korelasi sangat rendah Jika r = 0,21 - 0,40 : Korelasi rendah

Jika r = 0,41 - 0,60 : Korelasi agak rendah Jika r = 0,61 - 0,80 : Korelasi cukup Jika r = 0,81 - 0,99 : Korelasi tinggi

Jika r = 1 : Korelasi sangat tinggi (korelasi sempurna)

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Faktor Fisik dan Kimia Tanah

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data pengukuran faktor fisik dan kimia tanah pada berbagai lokasi penelitian.

Tabel 1. Nilai Faktor Fisik dan Kimia Tanah Pada Berbagai Lokasi Penelitian Lokasi

Parameter Suhu Tanah

(°C)

Kelembaban (%)

C-Organik (%)

Kadar Air

Tanah (%) pH H2O

I 21 65 7,34 44,9 5,59

II 22 60 6,06 38,88 5,41

III 22,5 40 4,99 33,33 4,28

IV 23 25 4,41 21,95 4,10

Keterangan : Lokasi I = Lahan Tidak Tertutupi Abu, Lokasi II = Lahan Tertutupi Abu Tipis, Lokasi III = Lahan Tertutupi Abu Sedang, Lokasi IV = Lahan Terkena Abu Tebal.

Berdasarkan Tabel 1 tingkat ketebalan abu menutupi tanah yang berbeda di setiap lokasi diduga menjadi penyebab perbedaan nilai faktor fisik dan kimia tanah yang didapatkan. Suhu tanah menunjukkan peningkatan, semakin tebalnya abu vulkanik yang menutupi tanah suhu tanah juga meningkat. Tingkat ketebalan abu vulkanik menutupi tanah juga mempengaruhi nilai Kelembaban, C-organik, Kadar air, dan pH tanah yang mengakibatkan semakin tebalnya abu vulkanik menutupi tanah keempat parameter tersebut juga mengalami penurunan. Ini sesuai penelitian Sinaga (2015) yang menyatakan abu vulkanik yang cukup lama menutupi permukaan tanah mempengaruhi aerasi tanah, respirasi, ketersediaan oksigen dan bahan organik tanah yang berdampak pada kehidupan organisme tanah.

Adapun penurunan pH tanah secara signifikan dengan tingkat ketebalan abu vulkanik dikarenakan abu yang menutupi tanah dapat menyumbangkan kemasaman, berdasarkan hasil analisis Balitbangtan (2014) pH tanah terkenan abu

(43)

3,3-3,5. Hal ini jelas dapat mempengaruhi keberadaan dan kegiatan makrofauna tanah untuk dapat hidup, menurut Munawar (2011) makrofauna tanah sangat sensitif terhadap pH tanah, Organisme tanah tumbuh paling baik pada pH sekitar netral, sehingga hal tersebut menjadi salah satu faktor pembatas.

Kelembaban tanah dan kadar air memepengaruhi beberapa kelompok makrofauna tanah. Penelitian yang dilakukan Mas’ud dan Sundari (2011) menemukan bahwa spesies-spesies makrofauna tanah berhubungan sangat erat terhadap kelembaban tanah. Makrofauna tanah terutama kelompok annelida lebih menyukai kelembaban tanah yang tinggi (Yulipriyanto, 2010). Begitu pula dengan kadar air tanah, karena berhubungan dengan kation-kation dalam tanah, dekomposisi bahan organik, dan kehidupan organisme tanah, diantaranya

makrofauna tanah dari kelompok annelida (Suin, 2006). Hasil penelitian Sinaga (2015) juga menunjukkan semakin tebal abu vulkanik yang menutupi

tanah, kandungan bahan organik akan mengalami penurunan, karena organisme tanah sulit untuk bertahan hidup, sehingga proses dekomposisi terhambat sehingga berpengaruh terhadap kandungan bahan organik tanah.

Makrofauna Tanah yang Ditemukan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada empat lokasi yaitu lokasi I (tidak tertutupi abu), lokasi II (tertutupi abu tipis), lokasi III (tertutupi abu sedang) dan lokasi IV (tertutupi abu tebal) ditemukan berbagai macam makrofauna tanahyang dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3 berikut.

(44)

Tabel 2. Makrofauna Tanah yang Ditemukan Pada Berbagai Lokasi Penelitian

Filum & Kelas Ordo Famili Spesies Nama Indonesia Lokasi

I II III IV

I.Annelida

1. Oligochaeta 1. Haplotaxida 1. Megascolecidae 1. Megascolex sp. Cacing tanah + + + -

2. Pheretima sp. Cacing tanah + + - -

II. Arthropoda

2. Arachnida 2. Araneae 3. Lycosidae 3. Trochosa canapii Laba-laba tanah + + + +

3. Chilopoda 3. Lithobiomorpha 4. Lithobiidae 4. Lithobius sp. Lipan/kelabang - + - -

4. Diplopoda 4. Polydesmida 5. Polydesmidae 5. Polydesmus sp. Kaki seribu + + - -

5. Insecta 5. Blattodea 6. Ectobiidae 6. Blattella germanica Kecoak jerman + - + -

6. Coleoptera 7. Carabidae 7. Calosoma sp. Kumbang kotoran + + + +

8. Stenolophus sp. Kumbang jamur + + - -

8. Melolonthidae 9. Phyllophaga sp. Kumbang tanah + - - -

9. Scarabaeidae 10. Lepidiota stigma Kumbang tanah + + + +

7. Dermaptera 10. Carcinophoridae 11. Euborellia sp. Cecopet pisang + + + +

8. Diptera 11. Tipulidae 12. Tipula sp. Lalat tanah + + - -

9. Hymenoptera 12. Formicidae 13. Odontoponera sp. Semut hitam + + + +

10. Orthoptera 13. Gryllotalpidae 14. Gryllotalpa sp. Anjing tanah + + + +

14. Gryllidae 15. Gryllus sp. Jangkrik + + + +

6. Malacostraca 11. Isopoda 15. Philosciidae 16. Philoscia sp. Kutu kayu + + - -

III. Mollusca

7. Gastropoda 12. Stylommatophora 16. Arionidae 17. Hemphillia sp. Siput telanjang + + - -

17. Bradybaenidae 18. Bradybaena similaris Siput darat + + - -

18. Hygromiidae 19. Monacha sp. Siput darat + + - -

Jumlah Total spesies yang Ditemukan 18 17 9 7

Keterangan : Lokasi I = Lahan Tidak Tertutupi Abu, Lokasi II = Lahan Tertutupi Abu Tipis, Lokasi III = Lahan Tertutupi Abu Sedang, Lokasi IV = Lahan Terkena Abu Tebal, (+) = Ditemukan, (-) = Tidak Ditemukan

(45)

1. K : Animalia P : Annelida C : Chaetopoda O : Oligochaeta F : Megascolecidae G : Megascolex Sp : Megascolex sp.

(Cacing Tanah)

Panjang tubuh 9 - 13 cm, lebar tubuh 0,3 – 0,4 cm dengan jumlah segmen antara 134 - 178.

Prostomium tipe Epilobus. Klitelium berbentuk Annular dimulai pada segmen ke 14-16, mempunyai setae dengan tipe Perichaetine.

Lubang kelamin jantan pada segmen 18, lubang kelamin betina pada segmen 7 - 9. Warna bagian dorsal merah keunguan, ventral pucat atau coklat keputihan. ujung anterior coklat keputihan dan ujung posterior abu-abu coklat.

2. K : Animalia

P : Annelida C : Chaetopoda O : Oligochaeta F : Megascolecidae G : Pheretima Sp : Pheretima sp.

(Cacing Tanah)

Panjang tubuh 15 – 18,5 cm, lebar tubuh 0,5 – 0,6 cm. Jumlah segmen antara 125 –145.

Prostomium tipe Epilobus. Klitelium berbentuk Annular dan tidak menebal pada segmen ke 13 - 15, segmennya jelas. Setae dengan tipe Perichaetin. Memiliki sepasang lubang kelamin jantan pada segmen ke 18 dan satu lubang betina di segmen ke 14. Warna tubuh bagian dorsal coklat keunguan, ventral pucat, ujung anterior coklat sampai pucat/kuning.

Tabel 3. Klasifikasi dan Deskripsi Spesies Makrofauna Tanah yang Ditemukan Pada Penelitian

(46)

3. K : Animalia P : Arthropoda C : Arachnida O : Araneae F : Lycoside G : Trochosa

Sp : Trochosa canapii (Laba-laba tanah)

Panjang tubuh 1 - 1,1 cm, lebar tubuh 0,3 cm.

Memiliki 8 pasang mata. Memiliki 4 pasang kaki dengan panjang rata-rata 0,8 cm. Chepalothoraks memiliki pola yang khas (pada kebanyakan Genus dari Family Lycosidae).Warna tubuh cokelat kecuali pada bagian cephalothoraks dan abdomen yang agak gelap.

4. K : Animalia

P : Arthropoda C : Chilopoda O : Lithobiomorpha F : Lithobiidae G : Lithobius Sp : Lithobius sp.

(Lipan/Kelabang)

Panjang tubuh 1 - 1,2 cm, lebar tubuh 0,1 - 0,2 cm. Caput bulat dan pendek dan terdapat sepasang mata dan antena yang panjang. Bagian mulut terdapat sepasang capit dengan tipe pengunyah. Memiliki 10 - 15 segmen pada bagian abdomen, segmen memiliki 2 bentuk, lebar dan sempit, kedua segmen tersebut berseling membentuk tubuh, ujung abdomen terdapat sepasang cerci yang panjang. Tiap segmen dijumpai sepasang kaki, kaki bagian belakang memiliki ukuran yang lebih panjang dari kaki lainnya. Tubuh seutuhnya berwarna merah kecokelatan.

(47)

5. K : Animalia P : Arthropoda C : Diplopoda O : Polydesmidae F : Polydesmida G : Polydesmus Sp : Polydesmus sp.

(Kaki seribu)

Panjang tubuh 1,5 - 2 cm, lebar tubuh 0,3 cm.

Cepalothoraks agak membulat, terdapat sepasang mata dan antena yang pendek, dengan mulut tipe pengunyah. Memiliki 17 - 20 segmen, tepi segmen memipih, tiap segmen dijumpai 2 pasang kaki kecuali pada segmen terakhir. Ujung abdomen terdapat ovipositor yang agak meruncing. Warna tubuh cokelat kehitaman, kaki berwarna putih. melindungi diri dengan cara menggulungkan tubuhnya jika merasa terancam.

6. K : Animalia

P : Arthropoda C : Insecta O : Blattodae F : Ectobiidae G : Blatella

Sp : Blatella germanica (Kecoak jerman)

Panjang tubuh 1,2 cm, lebar tubuh 0,4 cm.

Tubuh lonjong dan agak tipis. Kepala pipih.

Mata jelas terlihat. Memiliki antena yang panjang hingga 0,7 cm. Pronotum dengan abdomen sejajar. Memiliki sepasang sayap yang tipis. Pada bagian ujung abdomen dijumpai sepasang cerci. Kaki cukup jenjang dan terdapat duri halus pada bagian tibia. Warna tubuh seluruhnya cokelat mengkilap.

(48)

7. K : Animalia P : Arthropoda C : Insecta O : Coleoptera F : Carabidae G : Calosoma Sp : Calosoma sp.

(Kumbang kotoran)

Panjang tubuh 0,9 - 1,2 cm, lebar tubuh 0,35 - 0,4 cm. Caput terdapat sepasang mata dan antena yang panjang dan terdiri atas 14 ruas. Mata jelas terlihat. Mulut tipe penggigit pengunyah. Batas pronotum bulat pendek. Pada elytra terdapat garis-garis. Kaki 3 pasang yang terdiri atas, koksa, trokanter, femur, tibia, tarsal (3 ruas) dan metatarsal, tubuh berwarna metalik gelap.

8. K : Animalia

P : Arthropoda C : Insecta O : Coleoptera F : Carabidae G : Stenolophus Sp : Stenolophus sp.

(Kumbang jamur)

Panjang tubuh 0,9 – 1,2 cm, lebar tubuh 0,3 cm.

Tubuh agak pipih. Caput lonjong dengan mata yang jelas. Memiliki sepasang mata yang menonjol pada bagian kepala. Antena tersusun atas 10 ruas. Pronotum agak gepeng. Elitra membulat kebelakang dengan garis-garis kasar disertai rambut halus dan jarang pada bagian tepi. Kaki 3 pasang terdiri atas koksa, trokanter, femur, tibia, tarsal (3 ruas) dan metatarsal, kaki memiliki duri-duri dan rambut halus. Warna tubuh dominan hitam disertai warna hijau metalik, pada bagian tepi pronotum dan bagian kaki berwarna kuning.

(49)

9. K : Animalia P : Arthropoda C : Insecta O : Coleoptera F : Melolonthidae G : Phyllophaga Sp : Phyllophaga sp.

(Kumbang tanah)

Panjang tubuh 0,9 – 1,1 cm, lebar tubuh 0,5 cm.

Tubuh kokoh berbentuk bulat lonjong dan tebal.

Caput bulat dan agak pipih. Mulut tipe pengunyah, antena bercabang 3. Pronotum dan elytra sejajar dengan batas yang jelas. Ujung elytra tumpul dan sedikit membulat. Tubuh berwarna kuning kegelapan, coklat kemerahan sampai hitam dan terkadang berwarna metalik.

10. K : Animalia

P : Arthropoda C : Insecta O : Dermaptera F : Carcinophoridae G : Euborelia

Sp : Euborelia sp.

(Cocopet pisang)

Panjang tubuh 2,5 - 3 cm, lebar tubuh 0,4 cm.

Caput berbentuk seperti segitiga berwarna hitam.

Mempunyai sepasang mata berwarna putih.

Antena 16 ruas, ruas 13 dan 14 warna putih.

Mulut tipe penggigit dan pengunyah. Terdapat palpus dengan warna agak kecoklatan berjumlah 2 ruas. Thoraks berwarna cokelat kehitaman.

Tungkai depan dan tengah berjumlah 3 ruas, tungkai belakang 4 ruas. Abdomen berjumlah 8 ruas berwarna cokelat kehitaman, memiliki sepasang cerci untuk mencapit pada bagian belakang. Tubuh seluruhnya berwarna kehitaman.

(50)

11. K : Animalia P : Arthropoda C : Insecta O : Diptera F : Tipulidae G : Tipula Sp : Tipula sp.

(Lalat tanah)

Larva: Panjang tubuh 1,6 - 1,8 cm, lebar tubuh 2 cm. Bentuk tubuh bulat memanjang dan terlihat seperti bersegmen, bagian kepala memiliki bagian menyerupai tanduk sebanyak 3 pasang dengan mulut yang agak menonjol, tubuh bagian bawah lebih ramping. Warna tubuh cokelat.

Dewasa: Panjang tubuh 1,7 – 2 cm, lebar tubuh 0,2 cm. Tubuh ramping dan meruncing ke belakang. Memiliki sepasang sayap dan 3 pasang kaki yang panjang. Warna tubuh kuning kecokelatan.

12. K : Animalia

P : Arthropoda C : Insecta O : Hymenoptera F : Formicidae G : Odontoponera Sp : Odontoponera sp.

(Semut hitam)

Panjang tubuh 0,8 - 1,1 cm, lebar tubuh 0,3 cm.

kepala agak membulat, rahang pendek dan terlihat kokoh. Keliling clypeal hadapan mempunyai 7 - 9 gigi dengan berbagai bentuk dari tumpul ke tajam. Antena terdiri atas 12 ruas.

Mata terlihat jelas. Pronotum mempunyai sepasang gigi berbentuk segitiga di sisi tubuh.

Memiliki 1 pentiole dengan bentuk tipis dan menajam. Warna tubuh keseluruhan hitam dengan pola garis-garis yang khas.

(51)

13. K : Animalia P : Arthropoda C : Insecta O : Orthoptera F : Gryllotapidae G : Gryllotalpa Sp : Gryllotalpa sp.

(Anjing tanah)

Panjang tubuh 2,5 - 3 cm, lebar tubuh 0,5 - 0,8 cm, caput agak mengerucut kedepan, mata bulat dengan antena yang pendek, mulut memiliki sepasang capit menyerupai gergaji yang digunakan untuk memotong. Pronotum besar, bagian thoraks dijumpai 3 pasang kaki, sepasang kaki depan yang berukuran lebih besar memiliki kuku yang termodifikasi untuk menggali.

Memiliki dua pasang sayap, abdomen terdiri atas 6 - 7 lipatan yang memiliki sepasang cerci pada segmen yang terakhir, tubuh berwarna cokelat dan agak sedikit gelap pada bagian kepala.

14. K : Animalia

P : Arthropoda C : Insecta O : Orthoptera F : Gryllidae G : Gryllus Sp : Gryllus sp.

(Jangkrik)

Panjang tubuh 3,2 cm, lebar tubuh 1 cm. Kepala bulat, terdapat sepasang mata dan antena yang panjangnya ± 1 cm. Pada bagian thoraks terdapat 3 pasang kaki, sepasang kaki belakang lebih besar dan pajang dari 2 pasang kaki depannya yang termodifikasi untuk melompat. Sayap pendek. Bagian abdomen beruas-ruas antara 8 - 10 ruas, pada abdomen terakhir terdapat sepasang cerci dan ovipositor. Warna tubuh hitam kecuali bagian kaki dan sayap yang berwarna cokelat. Mengeluarkan suara yang keras pada malam hari.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh dari lama penyimpanan pada setiap jenis garam kalsium terhadap tekstur sukade lapisan endodermis kulit buah melon ditunjukkan pada Gambar 5.2.. Pengaruh

According to the assessment of the fusion results of the two very high resolution datasets using different configurations of block sizes, the conclusion can be drawn that BR

Pada Linux Ubuntu selama 10 hari pengujian, nilai troughput selalu dibawah 25%, maka menurut standar Tiphon mendapat predikat hasil buruk, sedangkan pada delay

Pada bilangan 9.749 yang menjadi nilai tempat ratusan adalah angka .... Urutan bilangan mulai terbesar yang

[r]

Obyek Wisata : Bekas Istana VOC, Bangunan Kesultanan Ternate dan Tidore, Gereja Kuno, Belkas Rumah Sutan Syahrir dan Dr, Cipto Mangunkusumo, Museum Siswa dan Tugu Christina

ةيموكحلا ةيملاسلإا اجيتلاس ةعماج ٕٓٔٛ.. بٔإ ةذاتسلأا ةفلأ بٌاكلايسوس تَتسجالدا ةسيئر مسق سيردت ةغللا ةيبرعلا ةعمابج اجيتلاس ةيملاسلإا ةيموكلحا ِ. اجيتلاس ةعمابج ؿكدلا