• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data pengukuran faktor fisik dan kimia tanah pada berbagai lokasi penelitian.

Tabel 1. Nilai Faktor Fisik dan Kimia Tanah Pada Berbagai Lokasi Penelitian Lokasi

Keterangan : Lokasi I = Lahan Tidak Tertutupi Abu, Lokasi II = Lahan Tertutupi Abu Tipis, Lokasi III = Lahan Tertutupi Abu Sedang, Lokasi IV = Lahan Terkena Abu Tebal.

Berdasarkan Tabel 1 tingkat ketebalan abu menutupi tanah yang berbeda di setiap lokasi diduga menjadi penyebab perbedaan nilai faktor fisik dan kimia tanah yang didapatkan. Suhu tanah menunjukkan peningkatan, semakin tebalnya abu vulkanik yang menutupi tanah suhu tanah juga meningkat. Tingkat ketebalan abu vulkanik menutupi tanah juga mempengaruhi nilai Kelembaban, C-organik, Kadar air, dan pH tanah yang mengakibatkan semakin tebalnya abu vulkanik menutupi tanah keempat parameter tersebut juga mengalami penurunan. Ini sesuai penelitian Sinaga (2015) yang menyatakan abu vulkanik yang cukup lama menutupi permukaan tanah mempengaruhi aerasi tanah, respirasi, ketersediaan oksigen dan bahan organik tanah yang berdampak pada kehidupan organisme tanah.

Adapun penurunan pH tanah secara signifikan dengan tingkat ketebalan abu vulkanik dikarenakan abu yang menutupi tanah dapat menyumbangkan kemasaman, berdasarkan hasil analisis Balitbangtan (2014) pH tanah terkenan abu

3,3-3,5. Hal ini jelas dapat mempengaruhi keberadaan dan kegiatan makrofauna tanah untuk dapat hidup, menurut Munawar (2011) makrofauna tanah sangat sensitif terhadap pH tanah, Organisme tanah tumbuh paling baik pada pH sekitar netral, sehingga hal tersebut menjadi salah satu faktor pembatas.

Kelembaban tanah dan kadar air memepengaruhi beberapa kelompok makrofauna tanah. Penelitian yang dilakukan Mas’ud dan Sundari (2011) menemukan bahwa spesies-spesies makrofauna tanah berhubungan sangat erat terhadap kelembaban tanah. Makrofauna tanah terutama kelompok annelida lebih menyukai kelembaban tanah yang tinggi (Yulipriyanto, 2010). Begitu pula dengan kadar air tanah, karena berhubungan dengan kation-kation dalam tanah, dekomposisi bahan organik, dan kehidupan organisme tanah, diantaranya

makrofauna tanah dari kelompok annelida (Suin, 2006). Hasil penelitian Sinaga (2015) juga menunjukkan semakin tebal abu vulkanik yang menutupi

tanah, kandungan bahan organik akan mengalami penurunan, karena organisme tanah sulit untuk bertahan hidup, sehingga proses dekomposisi terhambat sehingga berpengaruh terhadap kandungan bahan organik tanah.

Makrofauna Tanah yang Ditemukan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada empat lokasi yaitu lokasi I (tidak tertutupi abu), lokasi II (tertutupi abu tipis), lokasi III (tertutupi abu sedang) dan lokasi IV (tertutupi abu tebal) ditemukan berbagai macam makrofauna tanahyang dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3 berikut.

Tabel 2. Makrofauna Tanah yang Ditemukan Pada Berbagai Lokasi Penelitian

Filum & Kelas Ordo Famili Spesies Nama Indonesia Lokasi

I II III IV

I.Annelida

1. Oligochaeta 1. Haplotaxida 1. Megascolecidae 1. Megascolex sp. Cacing tanah + + + -

2. Pheretima sp. Cacing tanah + + - -

II. Arthropoda

2. Arachnida 2. Araneae 3. Lycosidae 3. Trochosa canapii Laba-laba tanah + + + +

3. Chilopoda 3. Lithobiomorpha 4. Lithobiidae 4. Lithobius sp. Lipan/kelabang - + - -

4. Diplopoda 4. Polydesmida 5. Polydesmidae 5. Polydesmus sp. Kaki seribu + + - -

5. Insecta 5. Blattodea 6. Ectobiidae 6. Blattella germanica Kecoak jerman + - + -

6. Coleoptera 7. Carabidae 7. Calosoma sp. Kumbang kotoran + + + +

8. Stenolophus sp. Kumbang jamur + + - -

8. Melolonthidae 9. Phyllophaga sp. Kumbang tanah + - - -

9. Scarabaeidae 10. Lepidiota stigma Kumbang tanah + + + +

7. Dermaptera 10. Carcinophoridae 11. Euborellia sp. Cecopet pisang + + + +

8. Diptera 11. Tipulidae 12. Tipula sp. Lalat tanah + + - -

9. Hymenoptera 12. Formicidae 13. Odontoponera sp. Semut hitam + + + +

10. Orthoptera 13. Gryllotalpidae 14. Gryllotalpa sp. Anjing tanah + + + +

14. Gryllidae 15. Gryllus sp. Jangkrik + + + +

6. Malacostraca 11. Isopoda 15. Philosciidae 16. Philoscia sp. Kutu kayu + + - -

III. Mollusca

7. Gastropoda 12. Stylommatophora 16. Arionidae 17. Hemphillia sp. Siput telanjang + + - -

17. Bradybaenidae 18. Bradybaena similaris Siput darat + + - -

18. Hygromiidae 19. Monacha sp. Siput darat + + - -

Jumlah Total spesies yang Ditemukan 18 17 9 7

Keterangan : Lokasi I = Lahan Tidak Tertutupi Abu, Lokasi II = Lahan Tertutupi Abu Tipis, Lokasi III = Lahan Tertutupi Abu Sedang, Lokasi IV = Lahan Terkena Abu Tebal, (+) = Ditemukan, (-) = Tidak Ditemukan

1. K : Animalia cm dengan jumlah segmen antara 134 - 178.

Prostomium tipe Epilobus. Klitelium berbentuk Annular dimulai pada segmen ke 14-16, mempunyai setae dengan tipe Perichaetine.

Lubang kelamin jantan pada segmen 18, lubang kelamin betina pada segmen 7 - 9. Warna bagian dorsal merah keunguan, ventral pucat atau coklat keputihan. ujung anterior coklat keputihan dan ujung posterior abu-abu coklat. 0,6 cm. Jumlah segmen antara 125 –145.

Prostomium tipe Epilobus. Klitelium berbentuk Annular dan tidak menebal pada segmen ke 13 - 15, segmennya jelas. Setae dengan tipe Perichaetin. Memiliki sepasang lubang kelamin jantan pada segmen ke 18 dan satu lubang betina di segmen ke 14. Warna tubuh bagian dorsal coklat keunguan, ventral pucat, ujung anterior coklat sampai pucat/kuning.

Tabel 3. Klasifikasi dan Deskripsi Spesies Makrofauna Tanah yang Ditemukan Pada Penelitian

3. K : Animalia

Memiliki 8 pasang mata. Memiliki 4 pasang kaki dengan panjang rata-rata 0,8 cm. Chepalothoraks memiliki pola yang khas (pada kebanyakan Genus dari Family Lycosidae).Warna tubuh cokelat kecuali pada bagian cephalothoraks dan abdomen yang agak gelap.

4. K : Animalia cm. Caput bulat dan pendek dan terdapat sepasang mata dan antena yang panjang. Bagian mulut terdapat sepasang capit dengan tipe pengunyah. Memiliki 10 - 15 segmen pada bagian abdomen, segmen memiliki 2 bentuk, lebar dan sempit, kedua segmen tersebut berseling membentuk tubuh, ujung abdomen terdapat sepasang cerci yang panjang. Tiap segmen dijumpai sepasang kaki, kaki bagian belakang memiliki ukuran yang lebih panjang dari kaki lainnya. Tubuh seutuhnya berwarna merah kecokelatan.

5. K : Animalia

Cepalothoraks agak membulat, terdapat sepasang mata dan antena yang pendek, dengan mulut tipe pengunyah. Memiliki 17 - 20 segmen, tepi segmen memipih, tiap segmen dijumpai 2 pasang kaki kecuali pada segmen terakhir. Ujung abdomen terdapat ovipositor yang agak meruncing. Warna tubuh cokelat kehitaman, kaki berwarna putih. melindungi diri dengan cara menggulungkan tubuhnya jika merasa terancam.

6. K : Animalia

Panjang tubuh 1,2 cm, lebar tubuh 0,4 cm.

Tubuh lonjong dan agak tipis. Kepala pipih.

Mata jelas terlihat. Memiliki antena yang panjang hingga 0,7 cm. Pronotum dengan abdomen sejajar. Memiliki sepasang sayap yang tipis. Pada bagian ujung abdomen dijumpai sepasang cerci. Kaki cukup jenjang dan terdapat duri halus pada bagian tibia. Warna tubuh seluruhnya cokelat mengkilap.

7. K : Animalia 0,4 cm. Caput terdapat sepasang mata dan antena yang panjang dan terdiri atas 14 ruas. Mata jelas terlihat. Mulut tipe penggigit pengunyah. Batas pronotum bulat pendek. Pada elytra terdapat garis-garis. Kaki 3 pasang yang terdiri atas, koksa, trokanter, femur, tibia, tarsal (3 ruas) dan metatarsal, tubuh berwarna metalik gelap.

8. K : Animalia

Tubuh agak pipih. Caput lonjong dengan mata yang jelas. Memiliki sepasang mata yang menonjol pada bagian kepala. Antena tersusun atas 10 ruas. Pronotum agak gepeng. Elitra membulat kebelakang dengan garis-garis kasar disertai rambut halus dan jarang pada bagian tepi. Kaki 3 pasang terdiri atas koksa, trokanter, femur, tibia, tarsal (3 ruas) dan metatarsal, kaki memiliki duri-duri dan rambut halus. Warna tubuh dominan hitam disertai warna hijau metalik, pada bagian tepi pronotum dan bagian kaki berwarna kuning.

9. K : Animalia

Tubuh kokoh berbentuk bulat lonjong dan tebal.

Caput bulat dan agak pipih. Mulut tipe pengunyah, antena bercabang 3. Pronotum dan elytra sejajar dengan batas yang jelas. Ujung elytra tumpul dan sedikit membulat. Tubuh berwarna kuning kegelapan, coklat kemerahan sampai hitam dan terkadang berwarna metalik.

10. K : Animalia

Caput berbentuk seperti segitiga berwarna hitam.

Mempunyai sepasang mata berwarna putih.

Antena 16 ruas, ruas 13 dan 14 warna putih.

Mulut tipe penggigit dan pengunyah. Terdapat palpus dengan warna agak kecoklatan berjumlah 2 ruas. Thoraks berwarna cokelat kehitaman.

Tungkai depan dan tengah berjumlah 3 ruas, tungkai belakang 4 ruas. Abdomen berjumlah 8 ruas berwarna cokelat kehitaman, memiliki sepasang cerci untuk mencapit pada bagian belakang. Tubuh seluruhnya berwarna kehitaman.

11. K : Animalia

Larva: Panjang tubuh 1,6 - 1,8 cm, lebar tubuh 2 cm. Bentuk tubuh bulat memanjang dan terlihat seperti bersegmen, bagian kepala memiliki bagian menyerupai tanduk sebanyak 3 pasang dengan mulut yang agak menonjol, tubuh bagian bawah lebih ramping. Warna tubuh cokelat.

Dewasa: Panjang tubuh 1,7 – 2 cm, lebar tubuh 0,2 cm. Tubuh ramping dan meruncing ke belakang. Memiliki sepasang sayap dan 3 pasang kaki yang panjang. Warna tubuh kuning kecokelatan.

kepala agak membulat, rahang pendek dan terlihat kokoh. Keliling clypeal hadapan mempunyai 7 - 9 gigi dengan berbagai bentuk dari tumpul ke tajam. Antena terdiri atas 12 ruas.

Mata terlihat jelas. Pronotum mempunyai sepasang gigi berbentuk segitiga di sisi tubuh.

Memiliki 1 pentiole dengan bentuk tipis dan menajam. Warna tubuh keseluruhan hitam dengan pola garis-garis yang khas.

13. K : Animalia cm, caput agak mengerucut kedepan, mata bulat dengan antena yang pendek, mulut memiliki sepasang capit menyerupai gergaji yang digunakan untuk memotong. Pronotum besar, bagian thoraks dijumpai 3 pasang kaki, sepasang kaki depan yang berukuran lebih besar memiliki kuku yang termodifikasi untuk menggali.

Memiliki dua pasang sayap, abdomen terdiri atas 6 - 7 lipatan yang memiliki sepasang cerci pada segmen yang terakhir, tubuh berwarna cokelat dan agak sedikit gelap pada bagian kepala.

14. K : Animalia

Panjang tubuh 3,2 cm, lebar tubuh 1 cm. Kepala bulat, terdapat sepasang mata dan antena yang panjangnya ± 1 cm. Pada bagian thoraks terdapat 3 pasang kaki, sepasang kaki belakang lebih besar dan pajang dari 2 pasang kaki depannya yang termodifikasi untuk melompat. Sayap pendek. Bagian abdomen beruas-ruas antara 8 - 10 ruas, pada abdomen terakhir terdapat sepasang cerci dan ovipositor. Warna tubuh hitam kecuali bagian kaki dan sayap yang berwarna cokelat. Mengeluarkan suara yang keras pada malam hari.

15. K : Animalia cm. Caput pendek, terdapat sepasang mata dan antena yang panjang, dengan mulut tipe pengunyah. Thoraks terdapat 7 segmen.

Abdomen terdapat 5 segmen, pada ujungnya terdapat sepasang cerci dan ovipositor yang runcing. Segmen bentuknya melengkung kebawah, tiap segmen pada thoraks dijumpai sepasang kaki, dua pasang kaki bagian belakang memiliki ukuran lebih panjang daripada kaki lainnya. Warna tubuh bagian dorsal gelap, warna tubuh bagian ventral kuning kecokelatan.

16. K : Animalia cm. Bagian kepala bulat dengan 2 pasang mata.

Memiliki punuk viseral yang berbeda dan dilapisi oleh mantel pada bagian anterior dan posterior. Memiliki sedikit cangkang ditengah yang terlihat melalui celah dibelakang mantel.

Bagain belakang bentuknya lebih meruncing.

Pneumastome terletak dibawah punuk viseral.

Warna tubuh keseluruhan berwarna cokelat.

17. K : Animalia

Tinggi cangkang 0,8 - 1,1 cm, lebar cangkang 1,6 - 1,8 cm. Tipe cangkang Depresed heliciform. Whorl pada cangkang berjumlah 5 ½.

Umbilicus sempit. Parietal kurang jelas terlihat.

Cangkang tipis dan teksturnya halus. Terdapat sebuah garis spiral yang mengelilingi cangkang.

Dinding cangkang rapuh, garis-garis pertumbuhan kurang jelas telihat. Warna cangkang cokelat kekuningan

Tinggi cangkang 0,9-1 cm, lebar cangkang 1,5-1,8 cm. Tipe cangkang Depressed heliciform.

Jumlah whorl pada cangkang 5 ½. Umbilicus sempit. Parietal kurang jelas terlihat. Cangkang tipis dan teksturnya kasar. Dinding cangkang rapuh dan memiliki garis-garis pertumbuhan yang mengeriput dan jelas. Bagian atas cangkang berwarna agak keputihan dan semakin cokelat menuju ke pangkal.

19. K : Animalia P : Arthropoda C : Insecta O : Coleoptera F : Scarabaeidae G : Lepidiota

Sp : Lepidiota stigma (Uret)

Larva: Panjang tubuh 1,6 - 1,8 cm, lebar tubuh 2 cm. Bentuk tubuh bulat memanjang dan terlihat seperti bersegmen, bagian kepala memiliki bagian menyerupai tanduk sebanyak 3 pasang dengan mulut yang agak menonjol, tubuh bagian bawah lebih ramping. Warna tubuh cokelat.

Dewasa: Panjang tubuh 1,7 – 2 cm, lebar tubuh 0,2 cm. Tubuh ramping dan meruncing ke belakang. Memiliki sepasang sayap dan 3 pasang kaki yang panjang. Warna tubuh kuning kecokelatan.

Data pada Tabel 1 dan Tabel 2 memperlihatkan makrofauna tanah yang ditemukan pada berbagai lokasi penelitian. Pada lokasi I (tidak tertutupi abu)

terdiri atas 3 filum, 6 kelas, 11 ordo, 17 famili, dan 18 spesies. Pada lokasi II (tertutupi abu tipis) terdiri atas 3 filum, 7 kelas, 11 ordo, 16 famili, dan 17 spesies. Pada lokasi III (tertutupi abu sedang) terdiri atas 2 filum, 3 kelas, 7 ordo, 9 famili, dan 9 spesies. Pada lokasi IV (tertutupi abu tebal) terdiri atas 1 filum, 2 kelas, 5 ordo, 7 famili, dan 7 spesies. Ini menggambarkan semakin tebal

abu vulkanik yang menutupi tanah semakin rendah jumlah spesies yang ditemukan. Filum arthropoda mendominasi dan ditemukan di semua lokasi yang terdiri dari 5 kelas, 10 ordo, 13 famili, 14 spesies. Filum annelida ditemukan 1 kelas, 1 ordo, 1 famili, 2 spesies. Filum mollusca ditemukan 1 kelas, 1 ordo, 3 famili, 3 spesies. Mendominasinya filum arthropoda yang ditemukan dikarenakan filum tersebut merupakan filum terbesar dengan jumlah anggota terbanyak dari kingdom animalia (Campbell and Reece, 2010).

Jenis makrofauna tanah yang paling banyak ditemukan adalah pada

lokasi I (tidak tertutupi abu), yaitu sebanyak 18 spesies. Adapun pada lokasi II (tertutupi abu tipis) ditemukan sebanyak 17 spesies, lokasi III (tertutupi abu

sedang) ditemukan sebanyak 9 spesies, dan lokasi IV (tertutupi abu tebal) sebanyak 7 spesies. Hasil ini menunjukkan bahwa lokasi I (tidak tertutupi abu) dan II (tertutupi abu tipis) memiliki daya dukung yang lebih baik untuk kehidupan berbagai spesies makrofauna tanah. Selain itu, dapat dilihat bahwa spesies makrofauna tanah yang hanya ditemukan pada masing-masing lokasi tersebut juga berbeda. Dari total 18 spesies makrofauna tanah yang ditemukan pada lokasi I (tidak tertutupi abu), jumlah spesies makrofauna tanah yang hanya ditemukan

pada lokasi ini berjumlah 1 spesies, yaitu: Phyllophaga sp. Pada lokasi II (tertutupi abu tipis) dari total 17 spesies yang ditemukan, jumlah spesies

makrofauna tanah yang hanya ditemukan pada lokasi ini berjumlah 1 spesies, yaitu: Lithobius sp. Pada lokasi III (tertutupi abu sedang) ditemukan 9 spesies dan lokasi IV (tertutupi abu tebal) 7 spesies yang ditemukan, jumlah spesies makrofauna tanah yang hanya ditemukan pada kedua lokasi berjumlah 0 spesies atau tidak ada.

Spesies Phyllophaga sp. hanya ditemukan pada lokasi I (tidak tertupi abu) diduga karena beberapa spesies Phyllophaga sp. lebih menyukai habitat yang

kadar air dan bahan organik tinggi, dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa kadar air dan bahan organik tertinggi yaitu pada lokasi I (tidak tertutupi abu). Hal

ini sesuai pernyataan Michael (1995) banyak fauna-fauna darat seperti isopoda, sejumlah insecta, dan arthropoda lainnya hanya ditemukan pada habitat-habitat dengan kadar air yang cukup tinggi. Spesies Lithobius sp. merupakan spesies yang unik, hal ini dikarenakan mereka memiliki distribusi yang cukup membingungkan. Untuk memahami kecenderungan populasi, status spesies, dan hubungan habitat, para peneliti saat ini mencoba untuk memahami perbedaan dan persamaan antara habitat, ekologi, dan biologinya (Burke, 2005). Adapun faktor yang mempengaruhi jumlah spesies yang hanya ditemukan pada masing-masing lokasi diantaranya adalah aktivitas dan kemampuan tiap spesies makrofauna tanah yang berbeda antara satu dengan yang lain (Hanafiah et al., 2005) serta dipengaruhi jenis tanaman yang ditanam (Sugiyarto, 2005).

Dari 5 kelas pada filum arthropoda tersebut yang paling banyak ditemukan adalah pada kelas insecta yang terdiri atas 6 ordo, 9 famili, dan

10 spesies. Banyaknya makrofauna tanah dari kelas insecta yang ditemukan pada semua lokasi karena insecta merupakan kelompok fauna yang jumlah spesiesnya banyak dan penyebarannya sangat luas. Beberapa penelitian mengenai

makrofauna tanah seperti yang telah dilakukan oleh Prasetio (2008), Ariani (2009), dan Peritika (2010) juga menunjukkan bahwa makrofauna tanah

dari kelas insecta merupakan yang paling banyak ditemukan dari kelas makrofauna tanah lainnya.

Spesies Megascolex sp., Pheretima sp., dan Philoscia sp. merupakan makrofauna tanah Saprophagous yang membutuhkan bahan organik yang cukup sebagai makanannya, menurut Hanafiah et al. (2005) Megascolex sp. mampu hidup pada pH diatas 4,5. Lokasi I (tidak tertutupi abu) dan II (tertutupi abu tipis) menyediakan hal tersebut sesuai Tabel 1. Sementara itu, spesies Lithobius sp., merupakan makrofauna tanah Carnivore yang bahan makanannya berupa hewan lain namun hanya ditemukan pada lokasi II (tertutupi abu tipis). Hal tersebut dikarenakan Lithobius sp. membutuhkan bahan organik yang cukup sebagai habitatnya meskipun tidak memakannya. Polydesmus sp., Stenolophus sp., Hemphillia sp., Bradybaena similaris, Monacha sp. merupakan makrofauna Phytophagous pemakan tumbuhan. Ini sesuai pernyataan Hanafiah et al., (2005) Makrofauna tanah terdiri atas kelompok herbivora (pemakan tanaman) dan karnivora (pemangsa hewan-hewan kecil). Herbivora meliputi annelida seperti cacing, mollusca seperti bekicot dan keong. arthropoda meliputi crustacea seperti kepiting dan diplopoda seperti kaki seribu. Spesies tersebut hanya terdapat pada lokasi I (tidak tertutupi abu) dan II (tertutupi abu tipis) dikarenakan pada lokasi tersebut tingkat keanekaragaman vegetasi yang tinggi. Spesies Tipula sp. menurut

Wallwork (1970) dalam Suin (2006) merupakan makrofauna tanah yang bersifat Temporary yang meletakkan telurnya di tanah. Telur-telur tersebut membutuhkan bahan organik sebagai makanan untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu Tipula sp. tidak dapat hidup dilokasi III (tertutupi abu sedang) dan lokasi IV (tertutupi abu tebal) karena pada kedua lokasi tanah tertutupi abu vulkanik yang tebal sehingga Tipula sp. tidak dapat meletakkan telurnya.

Kepadatan dan Kepadatan Relatif Makrofauna Tanah

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, didapatkan nilai kepadatan dan kepadatan relatif makrofauna tanah seperti yang terlihat pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Nilai Kepadatan (Individu/meter2

Keterangan : Lokasi I = Lahan Tidak Tertutupi Abu, Lokasi II = Lahan Tertutupi Abu Tipis, Lokasi III = Lahan Tertutupi Abu Sedang, Lokasi IV = Lahan Terkena Abu Tebal, K = Kepadatan, KR = Kepadatan Relatif

) dan Kepadatan Relatif (%) Makrofauna Tanah Pada Setiap Lokasi Penelitian

Berdasarkan analisis data yang diperoleh untuk kepadatan dan kepadatan relatif pada Tabel 4 menunjukkan nilai kepadatan total tertinggi didapatkan pada lokasi I (tidak tertutupi abu) dengan nilai 317,794 Ind/m2, sedangkan pada lokasi II (tertutupi abu tipis) didapatkan nilai kepadatan total sebesar 287,612 Ind/m2 dan terus mengalami penurunan di lokasi III (tertutupi abu sedang) yaitu 192,151 Ind/m2, dan di lokasi IV (tertutupi abu tebal) yaitu 182,322 Ind/m2

Nilai kepadatan (K) dan kepadatan relatif (KR) masing-masing spesies makrofauna tanah yang ditemukan juga menunjukkan hasil yang berbeda-beda

pada tiap lokasi,. Nilai K dan KR spesies yang tertinggi pada lokasi I (tidak tertutupi abu) adalah dari spesies Odontoponera sp. (semut hitam) dengan

nilai K (101,604 Ind/m

. Tingginya nilai kepadatan total individu makrofauna tanah pada lokasi I juga berkaitan dengan lahan tersebut tidak tertutupi abu vulkanik sehingga faktor fisik dan kimia tanah seperti kelembaban, suhu tanah, pH, kadar air tanah, C-Organik, yang nilainya lebih baik dan kondisi yang lebih sesuai dibandingkan dengan lokasi lainnya (Tabel 1). Hal ini dikarenakan kehidupan fauna tanah juga terkait dan berinteraksi dengan faktor lainnya, seperti dengan faktor fisik dan kimia lingkungan tempatnya hidup. Adanya interaksi ini sangat menentukan penyebaran dan kepadatan fauna tersebut (Suin, 2006).

2) dan nilai KR (31,972%) sedangkan nilai terendah pada

lokasi ini didapatkan dari spesies Euborellia sp. (cocopet), Gryllus sp. (Jangkrik), Phyllophaga sp.(kumbang tanah) dengan nilai K (0,694 Ind/m2) dan nilai

KR (0,219%). Pada lokasi II (tertutupi abu tipis) nilai K dan KR tertinggi

didapatkan dari spesies Odontoponera sp. (semut hitam) dengan nilai K (95,354 Ind/m2) dan nilai KR (33,154%), sedangkan nilai terendah pada lokasi

ini adalah dari spesies Bradybaena sp. (siput darat) dan Stenolophus sp.

(kumbang jamur) dengan nilai K (0,694 Ind/m2) dan nilai KR (0,241%). Pada lokasi III (tertutupi abu sedang) nilai K dan KR tertinggi didapatkan dari spesies Odontoponera sp. (semut hitam) dengan nilai K (111,647 Ind/m2) dan nilai KR (58,104%), sedangkan nilai terendah pada lokasi ini adalah dari spesies Gryllus sp (jangkrik) dengan nilai K (1,389Ind/m2) dan nilai KR (0,723%). Pada lokasi IV (tertutupi abu tebal) nilai K dan KR tertinggi didapatkan dari spesies Odontoponera sp. (semut hitam) dengan nilai K (80,504 Ind/m2) dan nilai KR (44,155 %), sedangkan nilai terendah pada lokasi ini adalah dari spesies Gryllotalpa sp. (anjing tanah) dan Lepidiota stigma (uret) dengan nilai K (0,694 Ind/m2

Berdasarkan analisis data dapat dinyatakan bahwa Odontoponera sp.

(semut hitam) adalah makrofauna tanah yang dominan pada semua lokasi. Diduga hal ini disebabkan kedua makrofauna tanah tersebut memiliki daya toleransi yang luas terhadap berbagai faktor lingkungan baik fisik, kimia maupun biologi tanah pada masing-masing lokasi. Hal ini berdasarkan kepada pernyataan Sukarsono (2009) yang menyatakan bahwa jenis-jenis fauna yang kisaran toleransinya bersifat luas terhadap banyak faktor lingkungan tertentu misalnya suhu, air, dan kelembaban, maka akan memiliki sebaran yang luas dan jumlah yang banyak dibandingkan dengan fauna yang toleransinya bersifat sempit (toleran terhadap beberapa faktor lingkungan saja). Faktor lain yang diduga memberikan pengaruh adalah ketersediaan makanan (Hanafiah et al., 2005). Sehingga, pertumbuhannya lebih baik dari yang lainnya dan secara langsung menyebabkan kepadatan maupun kepadatan relatif mereka lebih tinggi dibandingkan dengan spesies yang lainnya.

) dan nilai KR (0,381%).

Frekuensi kehadiran dan Konstansi Makrofauna Tanah

Frekuensi kehadiran sering pula dinyatakan sebagai konstansi. Dari frekuensi kehadiran atau konstansi itu, fauna tanah dapat dikelompokkan menjadi empat golongan. Golongan aksidental (sangat jarang) bila konstansinya 0 – 25%, golongan assesori (jarang) bila konstansinya 25 – 50%, golongan konstan (sering) bila konstansinya 50 – 75%, dan golongan absolut (sangat sering) bila konstansinya lebih dari 75% (Suin, 2002). Berdasarkan analisis data mengenai frekuensi kehadiran dan konstansinya untuk masing-masing makrofauna tanah yang ditemukan pada tiap lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Frekuensi Kehadiran (%) dan Konsentrasi Makrofauna Tanah Di Setiap Lokasi Peneletian

Keterangan : Lokasi I = Lahan Tidak Tertutupi Abu, Lokasi II = Lahan Tertutupi Abu Tipis, Lokasi III = Lahan Tertutupi Abu Sedang, Lokasi IV = Lahan Terkena Abu Tebal, FK = Frekuensi Kehadiran. K = Konstansi, Aks = Aksidental (sangat jarang), Ass = Assesori (jarang), Kon = Konstan (sering), Abs = Absolut (sangat sering)

Berdasarkan data mengenai frekuensi kehadiran dan konstansi makrofauna tanah pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa pada lokasi I (tidak tertutupi abu) golongan makrofauna tanah yang bersifat aksidental ditemukan sebanyak 10 spesies, assesori ditemukan sebanyak 6 spesies, dan konstan ditemukan sebanyak 2 spesies. Pada lokasi II (tertutupi abu tipis) golongan makrofauna tanah yang bersifat aksidental ditemukan sebanyak 9 spesies, assesori ditemukan sebanyak 6 spesies, dan konstan ditemukan sebanyak 2 spesies. Pada lokasi III (tertutupi abu sedang) golongan makrofauna tanah yang bersifat aksidental ditemukan sebanyak 6 spesies, assesori ditemukan sebanyak 2 spesies, dan konstan ditemukan sebanyak 1 spesies. Pada lokasi IV (tertutupi abu tebal) golongan makrofauna tanah yang bersifat aksidental ditemukan sebanyak 4 spesies, assesori ditemukan sebanyak 1 spesies, dan konstan ditemukan sebanyak 2 spesies Sementara itu, absolut (sangat sering) tidak ditemukan dilokasi manapun.

Hasil ini menunjukkan bahwa ada makrofauna tanah yang aktivitasnya mendominasi pada beberapa lokasi dan ada yang di semua lokasi. Calosoma sp.

bersifat konstan (sering) pada lokasi I (tidak tertutupi abu) dan II (tertutupi abu tipis) namun pada lokasi III (tertutupi abu sedang) dan IV (tertutupi abu tebal) bersifat assesori (jarang). Ini diduga penurunan frekuensi kehadiran Calosoma sp.

dikarenakan terganggunya aktivitas dari kegiatan makrofauna akibat sifat fisik kima tanah yang berubah karena tertutupi abu vulkanik. Spesies Odontoponera sp.

dikarenakan terganggunya aktivitas dari kegiatan makrofauna akibat sifat fisik kima tanah yang berubah karena tertutupi abu vulkanik. Spesies Odontoponera sp.

Dokumen terkait