• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Modul Praktikum Koloid Berbasis Problem Based Learning untuk Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pengembangan Modul Praktikum Koloid Berbasis Problem Based Learning untuk Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 3 Nomor 1, April 2022, 124 - 134 http://ojs.unm.ac.id/index.php/ChemEdu/index

email : chemedu@unm.ac.id

Pengembangan Modul Praktikum Koloid Berbasis Problem Based Learning untuk Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)

Development of Problem-Based Learning Colloid Practicum Modules for High- School Student

Alfi Syahar Arrozani1,Netti Herawati2*,Muhammad Jasri Djangi3

1,2,3Universitas Negeri Makassar, Jalan Daeng Tata Makassar, Kampus UNM Parangtambung

90224

Email: urfatami.unm74@gmail.com

ABSTRACT

Development of problem-based learning colloid practicum modules for SMA. Essay.

Chemical Education Study Program. Department of Chemistry. Faculty of Math and Science. Makassar State University (supervised by Netti Herawati and Muhammad Jasri Djangi). This research is a development research that aims to produce a problem-based learning practicum module on colloid material that is valid, effective and practical. The subjects of this study were the XI IPA class of SMA Aksara Bajeng with a total of 31 people. The development of a problem-based learning practicum module uses the Plomp development model, consisting of five phases, namely the initial investigation phase, design, realization / construction, evaluation and revision tests, and the implementation phase. The instruments used in this study consisted of validation instruments, student activity observation sheets, practicum module assessment sheets, student response questionnaires and practicum implementation sheets. The results of this study indicate that: (1) The practicum module is declared valid with an average validity value of 3.64, (2) the practicum module is declared effective based on the percentage of participant activity of 96% and the average value of the practicum module is 92.93 with effective category (3) The module is said to be practical based on the results of the student response questionnaire by 71% in the very practical category and 29% in the practical category, and the results of the teacher response questionnaire are 92.5%.

Keywords: Development Research, Practicum Module, Problem Based Learning

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan setiap manusia yang harus terpenuhi sepanjang hayat untuk membantu menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya (Tirtarahardja, 2010). Pendidikan dapat diperoleh melalui Proses Belajar Mengajar (PBM). Guru ataupun dosen sebagai tenaga pendidik memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas

pendidikan. Tugas seorang pendidik tidak hanya sekedar menyajikan ilmu pengetahuan di hadapan siswa, akan tetapi juga untuk membantu dalam mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik dari siswa itu sendiri. Pembelajaran bermakna tidak hanya terbentuk dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, tetapi juga melalui kegiatan praktikum. Setelah siswa mempelajari suatu konsep,

(2)

mereka dapat mempelajari secara langsung konsep tersebut dengan melakukan praktikum. Kimia merupakan salah satu mata pelajaran dengan konsep yang harus dipahami.

Kimia tidak hanya mempelajari tentang teori tetapi juga melaksanakan suatu praktikum.

Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan dan eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis dalam merancang percobaan melalui

pemasangan instrumen,

pengambilan, pengelolaan, dam penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.

Berdasarkan uraian tersebut jelaslah menyatakan bahwa dalam pembelajaran kimia, guru tidak hanya terfokus pada penyampaian materi dalam bentuk produk (pengetahuan berupa konsep prinsip, dan teori) saja tetapi ditekankan pula untuk memberikan pengalaman langsung kepada siswa dengan menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau praktikum. Namun, pada kenyataannya masih terdapat siswa yang tidak dilibatkan langsung dalam proses penemuan dari suatu konsep melalui metode ilmiah, dikarenakan dalam kegiatan bealajar mengajar guru hanya menggunakan metode ceramah saja pada materi- materi yang sebenarnya dalam kompetisi dasar dituntut untuk dilaksanakan praktikum. Padahal pembelajaran kimia tidak bisa hanya dipahami dengan hanya

membayangkan apa yang disampaikan oleh guru saja.

Melalui praktikum siswa dapat secara aktif terlibat dalam proses mengamati, mengobservasi, berhipotesis, menganalisa serta menarik kesimpulan dari fenomena yang diamatinya. Sehingga siswa dapat mengkorelasikan antara teori dan hasil yang mereka dapatkan.

Selain itu juga peserta didik dapat menguji dan membuktikan suatu konsep dai materi yang sedang dipelajarinya. Kegiatan praktikum untuk mata pelajaran kimia sudah dirumuskan pada kompetensi dasar kurikulum 2013 sesuai dengan permendiknas no 69 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum SMA/MA, sehingga dalam hal ini guru dituntut melaksanakan kegiatan praktikum untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Salah satunya terdapat pada kompetensi dasar untuk kimia kelas XI semester

genap yang menuntut

dilaksanakannya praktikum pada kompetensi dasar 5.2 dan 5.3 yaitu pada materi koloid.

Pelaksanaan praktikum yang baik tidak terlepas pula dari ketersediaan bahan ajar yang digunakan sebagai penuntun siswa dalam melakukan kegiatan praktikum. Ketersediaan bahan ajar ini dimaksudkan agar dapat membantu siswa dalam menemukan dan memahami konsep materi yang sedang dipelajarinya. Keinginan menciptakan kegiatan belajar mengajar di kelas secara ideal serta

(3)

tuntutan banyaknya materi yang harus dikuasai oleh siswa terkadang membuat guru kesulitan untuk memfokuskan perhatian terhadap kualitas praktikum yang dilakukan siswa. Hasil survei lapangan yang dilakukan peneliti ke SMA Aksara Bajeng, diperoleh bahwa belum tersedianya bahan ajar yang baik yang memuat kegiatan praktikum tersebut, sedangkan untuk melakukan kegiatan praktikum siswa diberikan fotocopy lembar kerja dan terkadang guru menuliskan langsung langkah kerja di papan tulis pada hari pelaksanaan praktikum. Instruksi yang diberikan tersebut bersifat sangat menuntun siswa. Oleh sebab itu, jalannya kegiatan praktikum yang dilakukan dapat dikatakan belum memberikan kesempatan secara penuh kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif, serta kurang melatih kemampuan berpikir guna memperoleh pengetahuan dan konsep secara mandiri.

Upaya yang dapat dilakukan untuk masalah tersebut adalah mengintegrasikan bahan ajar dengan suatu model pembelajaran yang dapat melatih keterampilan berpikir siswa dalam memperoleh pengetahuan dan konsep dari suatu materi yang dipelajarinya secara mandiri tanpa menghilangkan kebermaknaan kimia sebagai proses.

Salah satu model yang dapat diterapkan adalah problem based learning yang selanjutnya diimplementasikan dalam bentuk bahan ajar berupa modul praktikum berbasis problem based learning.

Moffit (dalam Zahara 2015) mengemukakan bahwa problem based learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dalam dunia nyata sebagai suatau konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran

Pembelajaran IPA dengan menggunakan model problem based learning memiliki pengaruh yang baik terhadap pemahaman konsep dan kemampuan berpikir siswa, seperti penelitian yang dilakukan oleh Aslihan dan Mustafa, 2014 dengan judul The Effect of Problem Based Learning Approach on Conceptual Understanding in Teaching Of Magnetism Topics, memperoleh hasil yaitu pembelajaran dengan menerapkan model problem based learning lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran tradisional dalam meningkatkan pemahaman dengan pembelajaran tradisional dalam meningkatkan pemahaman mahasiswa pada konsep.

Selain itu, penelitian yang dilakukan Lutfi (2012), yang berjudul pembuatan dan Implementasi Modul Praktikum Fisika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemandirian Siswa Kelas XI, dihasilkan bahwa dengan diterapkannya modul praktikum berbasis masalah dapat meningkatkan kemandirian yang diikuti pula oleh peningkatan hasil belajar siswa.

(4)

Penerapan model pembelajaran problem based learning bertujuan juga agar siswa terbiasa menggunakan kecerdasannya untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Karena suatu masalah dapat memicu konteks keterkaitan, rasa ingin tahu, dan inkuiri (Tan, 2009).

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul praktikum koloid berbasis Problem Based Learning untuk SMA. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka pokok permasalahan penelitian ini adalah Bagaimanakah proses pengembangan modul praktikum koloid berbasis problem based learning untuk SMA? Apakah modul praktikum koloid berbasis problem based learning untuk SMA valid , praktis dan efektif untuk digunakan dalam pelaksanaan praktikum?

Tujuan dari penelitian pengembangan modul praktikum koloid berbasis problem based learning untuk SMA ini agar dapat menghasilkan modul praktikum koloid berbasis problem based learning untuk SMA. Dan mengetahui kevalidan , kepraktisan

dan keefektifan modul praktikum koloid berbasis problem based learning untuk SMA.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (research and development). Produk pengembangan berupa modul praktikum koloidPengembangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengembangan modul praktikum koloid berbasis problem based learning untuk SMA yang mengikuti model penelitian pengembangan perangkat pembelajaran oleh Plomp.

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Aksara Bajeng tahun pelajaran 2017/2018 dengan subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA .

Model pengembangan perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model Plomp yang terdiri dari lima fase. Kelima fase tersebut adalah fase investigasi awal (preliminary investigation); fase perancanagan (design); fase realisasi/konstruksi

(realization/construction); fase tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation and revision); dan fase implementasi (implementation).

(5)

Proses pengembangan tersebut dapat digambarkan dengan diagram alir

Gambar 1. Model pengembangan Plomp.

Untuk mengetahui kevalidan modul praktikum koloid berbasis problem based learning, maka dapat diketahui dari data hasil penilaian kelayakan penggunaan modul oleh Validator, yang terdiri atas 2 orang dosen kimia FMIPA UNM.

Data hasil validasi para ahli untuk modul praktikum koloid berbasis problem based learning untuk SMA

dianalisis dengan

mempertimbangkan masukan, komentar, dan saran-saran dari validator. Hasil analisis tersebut dijadikan sebagai pedoman untuk merevisi modul praktikum.

Dari data hasil pengisian angket respon siswa dan guru dicari frekuensi jawaban responden untuk setiap alternatif jawaban pada setiap pertanyaannya. Frekuensi yang tertinggi ditafsirkan sebagai kecenderungan jawaban alat ukur tersebut. Sebaliknya frekuensi

terendah dapat ditafsirkan sebagai kecenderungan jawaban yang tidak menggambarkan pendapat kebanyakan responden. Angket yang telah diisi oleh siswa kemudian diperiksa dan diolah dengan menghitung frekuensi jawaban seluruh siswa terhadap setiap pernyataan jawaban tersebut.

Pemberian skor pada setiap jawaban dilakukan dengan menggunakan skala Likert. Pernyataan yang digunakan dalam skala Likert untuk mengetahui penilaian siswa adalah pernyataan positif dan negatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Proses Pengembangan Modul Praktikum Koloid Berbasis Problem Based Learning

Modul praktikum koloid berbasis problem based learning dikembangkan menggunakan model pengembangan Plomp yang memiliki Preliminary Investigation

Realizatio/ Construction Design

Test, Evaluation, and Revision

Implementation

Implementation

(6)

langkah-langkah sebagai berikut : fase investigasi awal (preliminary investigation); fase perancanagan (design); fase realisasi/konstruksi (realization/construction); fase tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation and revision); dan fase implementasi (implementation).

Fase pertama, analisis awal- akhir merupakan salah satu acuan dalam fase investigasi awal. Pada tahap analisis awal-akhir merupakan pengumpulan data melalui observasi

di sekolah dengan cara mewawancarai guru bidang studi kimia. Dari hasil wawancara yang dilakukan dapat diketahui bahwa kurikulum yang digunakan di SMA Aksara Bajeng adalah Kurikulum KTSP untuk kelas XI menggunakan yang didalamnya terdapat sub materi Koloid. Penulis mengembangkan indikator pembelajaran berdasarkan kompetensi inti yang ada pada Kurikulum KTSP yang disajikan dalam Tabel.1.

Tabel 1 Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator Materi Koloid Standar

Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator 5.Menjelaskan

sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari- hari

5.1 Mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

1. Mengklasifikasikan suspensi kasar, larutansejati dan koloid berdasarkan data hasil hasil percobaan (effek tyndal, homogen/heterogen dan penyaringan) 2. Mendeskripsikan sifat-sifat koloid

(effek tyndal, gerak brown, dialisis, elektroforesis, emulsi, koagulasi) 3. Menjelaskan proses pembuatan koloid

melalui percobaan

Fase kedua, proses perancangan modul praktikum diawali dengan melihat bentuk panduan praktikum yang digunakan di SMA Aksara Bajeng yaitu berupa selebaran. Perancangan instrument penelitian mengacu pada 5 aspek yaitu lembar validasi modul praktikum, angket respon siswa dan guru, observasi aktivitas siswa dan penilaian modul praktikum.

Fase ketiga adalah fase realisasi atau konstruksi yang merupakan fase produksi terhadap rancangan yang telah dibuat.

Kegiatan pada fase ini yakni

merealisasikan modul praktikum koloid berbasis Problem Based Learning untuk SMA. Rancangan yang dimaksud adalah rancangan seluruh kegiatan yang harus dikerjakan sebelum ujicoba dilaksanakan dalam hal ini modul praktikum koloid berbasis Problem Based Learning untuk SMA. Modul praktikum yang dihasilkan pada fase ini disebut dengan desain praktikum prototype 1.

2. Kualitas Hasil Pengembangan (Produk)

a. Analisis Data Kevalidan

(7)

Komentar dan saran untuk menghasilkan modul praktikum yang lebih baik dipertimbangkan dan dijadikan dasar untuk memperbaiki

modul praktikum yang

dikembangkan.

Modul praktikum koloid berbasis Problem Based Learning divalidasi oleh Dua orang dosen

kimia FMIPA UNM. Dosen memberikan penilaian, komentar, dan saran terkait keseluruhan aspek dari modul praktikum koloid berbasis Problem Based Learning yang dikembangkan. Rangkuman hasil analisis data penilaian kevalidan dari validator disajikan pada Tabel 2

Tabel 2 Rangkuman Hasil Validasi Terhadap Modul praktikum materi Koloid Berbasis Problem Based Learning

Aspek Skor Rata- Rata Status

Kerakteristik Modul 3,54 Sangat Valid

Elemen Mutu Modul 3,62 Sangat Valid

Kebahasaan 3,80 Sangat Valid

Tahapan PBL 3,60 Sangat Valid

Rata-rata Total 3,64 Sangat Valid

Berdasarkan hasil validasi dari validator modul menunjukkan bahwa modul praktikum berbasis Problem Based Learning termasuk dalam kategori “Sangat Valid”

dengan nilai rata-rata total yaitu 3,64.

Modul praktikum koloid berbasis Problem Based Learning telah memiliki derajat kevalidan dan layak untuk diujicobakan.

b. Keefektifan

1. Observasi Aktivitas Siswa

Pada saat siswa melakukan percobaan, dilakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa yang dilakukan oleh lima orang observer

yang masing-masing

bertanggungjawab mengamati satu kelompok. Penilaian observer pada aktivitas siswa digunakan untuk mengetahui keefektifan penggunaan modul praktikum berbasis PBL.

Penilain observer terhadap aktivitas siswa dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa

Aspek Persentase (%) Keterangan

Keterampilan dan kinerja siswa 93,33 Sangat baik Ketertarikan dan rasa senang

melakukan praktikum

96,66 Sangat baik

Kerja sama antar siswa 93,33 Sangat baik

Kemandirian siswa 96,66 Sangat baik

Tahapan PBL 98,09 Sangat baik

Moving (Bergerak)

100 Sangat baik

Manipulating 93,33 Sangat baik

(8)

( Memanipulasi ) Communicating ( Berkomunikasi

96,66 Sangat Baik

Rata-rata Total 96,00 Sangat Baik

Berdasarkan hasil observasi aktifitas dari observer menunjukkan bahwa modul praktikum berbasis problem based learning yang dikembangkan termasuk dalam kategori “Sangat Baik” dengan nilai rata-rata total yaitu 96,00 . Berdasarkan kriteria keefektifan yang telah dibahas pada bab III, modul praktikum koloid berbasis problem based learning efektif digunakan untuk meningkatkan aktivitas siswa.

2. Data Penilaian Modul

Ketika melakukan praktikum, siswa mengisi modul praktikum sesuai dengan petunjuk yang ada dalam modul praktikum. Dalam modul praktikum, siswa diminta untuk menuliskan hipotesis awal, data hasil praktikum, kesimpulan dan menjawab pertanyaan setelah melakukan praktikum. Rangkuman hasil analisis data penilaian modul praktikum disajikan pada Tabel 4

Tabel 4 Hasil Penilaian Modul Praktikum Koloid Berbasis Problem Based Learning

Aspek Percobaan Ke-

Rata- Rata Nilai Kategori

1 2 3

Hipotesis Awal 88,71 90,32 89,52 89,52 Sangat Baik

Hasil Pengamatan 100 99,19 100 99,73 Sangat Baik

Kesimpulan 99,19 99,19 99,19 99,19 Sangat Baik

Jawaban

pertanyaan 86,29 85,48 87,10 86,29 Sangat Baik

Rata – Rata 93,68 Sangat Baik

Berdasarkan hasil penilaian menunjukkan bahwa Modul praktikum berbasis problem based learning yang dikembangkan termasuk dalam kategori “Sangat Baik” dengan nilai rata-rata total yaitu 93,68. Modul praktikum koloid berbasis problem based learning efektif digunakan untuk

meningkatkan pemahaman belajar siswa.

c. Kepraktisan

1. Respon Siswa terhadap Modul Praktikum

Hasil analisis yang diperoleh dari respon siswa terhadap modul praktikum koloid berbasis problem based learning secara kuantitatif dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5 Respon Siswa Terhadap Modul Praktikum Koloid Berbasis Problem Based Learning

No Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 81 – 100 Sangat Praktis 22 71%

2 61 – 80 Praktis 9 29%

(9)

3 41 – 60 Kurang Praktis 0 0

4 21 – 40 Tidak Praktis 0 0

5 0 – 20 Sangat Tidak Praktis 0 0

2. Respon Guru terhadap Modul Praktikum

Berdasarkan respon guru terhadap kepraktisan modul praktikum koloid berbasis problem based learning diperoleh data hasil respon guru. Hasil analisis secara

kuantitatif respon guru terhadap penuntun praktikum (lampiran 3.B) dapat dilihat pada Tabel 4.9 yang menunjukkan bahwa guru memberikan respon positif karena berada pada kategori “sangat praktis”

Tabel 6 Respon Guru Terhadap Modul Prakrikum berbasis Problem Based Learning

No Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 81 – 100 Sangat Praktis 2 100

2 61 – 80 Praktis 0 0

3 41 – 60 Kurang Praktis 0 0

4 21 – 40 Tidak Praktis 0 0

5 0 – 20 Sangat Tidak Praktis 0 0

B. Pembahasan

Penelitian pengembangan (Development Research) ini menghasilkan Modul praktikum koloid berbasis problem based learning. Modul praktikum koloid berbasis problem based learning ini bertujuan untuk mempermudah guru kimia dalam membimbing siswa dalam melakukan kegiatan praktikum.

1. Kevalidan

Untuk mengetahui tingkat kevalidan modul praktikum yang dikembangkan, maka instrumen yang digunakan adalah lembar validasi modul praktikum. Modul praktikum yang dikembangkan divalidasi oleh validator ahli.

Berdasarkan hasil validasi dari validator aspek karakteristik memiliki skor 3,54 dalam kategori

“sangat valid”. Berdasarkan hasil validasi dari validator aspek elemen mutu memiliki skor 3,62 dalam kategori “sangat valid”. Aspek kebahasaan memilki skor 3,80 dalam kategori “sangat valid”. Pada modul yang dikembangkan siswa Aspek tahapan PBL memilikii skor 3,60 dalam kategori “sangat valid”.

Berdasarkan hasil validasi dari validator modul menunjukkan bahwa modul praktikum berbasis problem based learning termasuk dalam kategori “sangat valid” dengan nilai rata-rata total yaitu 3,64.

2. Keefektifan

Untuk mengetahui tingkat keefektifan modul praktikum yang dikembangkan, maka digunakan data observasi aktivitas siswa dan penilaian modul praktikum.

Berdasarkan data hasil observasi

(10)

aktivitas siswa diperoleh hasil observasi siswa yaitu 96,00 dengan kategori “Sangat Baik”.

3. Kepraktisan

Respon siswa terhadap modul praktikum berbasis problem based learning diperoleh berdasarkan angket yang diberikan pada Siswa.

Setiap siswa memperoleh angket untuk diisi sesuai dengan pendapat mereka. Angket yang diberikan kepada 31 orang siswa menujukkan bahwa seluruh siswa memberikan respon positif dengan persentase yang sangat praktis sebesar 71% dan praktis 29%.

Respon guru terhadap modul praktikum berbasis problem based learning diperoleh berdasarkan angket yang diberikan pada guru..

Angket yang diberikan kepada guru menunjukkan bahwa guru memberikan respon positif dengan persentase rata-rata sangat praktis sebesar 92,5%.

Hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa indikator- indikator yang digunakan untuk menentukan kevalidan, keefektifan dan kepraktisan modul praktikum berbasis problem based learning telah terpenuhi. Oleh karena itu, modul praktikum berbasis problem based learning yang telah dikembangkan sudah layak digunakan kerena memenuhi kriteria valid, efektif dan praktis.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal berikut :

1. Modul praktikum koloid berbasis problem based learning valid, dengan nilai validasi aspek karakteristik sebesar 3,54 (sangat valid), aspek elemen mutu sebesar 3,62 (sangat valid) , aspek kebahasaan sebesar 3,80 (sangat valid) dan aspek tahapan problem based learning 3,60 (sangat valid)

2. Modul praktikum koloid berbasis problem based learning praktis, dengan nilai kepraktisan berdasarkan angket respon siswa dengan kategori Sangat praktis sebesar 71% dan kategori praktis sebesar 29% serta berdasarkan angket respon guru dengan rata- rata 92,5 % (Sangat praktis) 3. Modul praktikum koloid berbasis

problem based learning efektif, dengan nilai keefektifan berdasarkan pengamatan aktivitas praktikum 96 % (Sangat Baik) dan nilai modul praktikum sebesar 92,93 (Sangat Baik).

B. Saran

Pengembangan modul praktikum berbasis problem based learning dapat dilakukan untuk materi pokok kimia yang lain. Para peneliti lainnya sebaiknya mengembangkan modul praktikum, seperti modul praktikum dengan menggunakan model pengembangan

(11)

yang lain sehingga nantinya dihasilkan penuntun praktikumyang baik dan layak untuk digunakan.

Bagi guru agar dapat berinovasi dan menciptakan modul praktikun sebagai bahan dalam melaksanakan praktikum yang menuntun siswa berpikir kritis dan menemukan sendiri konsep yang diajarkan melalui proses praktikum

DAFTAR PUSTAKA

Lutfi, Fidiana, Bambang S, dan Pratiwi D. 2012. Pembuatan dan Implementasi Modul Praktikum Fisika Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan

Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI. Unnes Physics Education Journal, 1(1).

Tan, Oon-Seng. 2009. Problem- Based Learning and Cretivity.

Singapore: Cangage Learning.

Tirtarahardja, U. 2010. Pengantar Pendidikan (Edisi Revisi).

Makassar: Badan Penerbit Univesitas Negeri Makassar.

Zahara, Tika. 2015. Pengembangan Modul Praktikum Berbasis Problem Based Learning untuk Kimia Kelas X semester genap.

Referensi

Dokumen terkait

脳研究とリハヒリテーション医学 : 経頭蓋磁気刺激と脳の可塑性を中心に 出江, 紳一Izumi, Shinichi 古澤, 義人Furusawa, Yoshihito 新藤, 恵一郎Shindo,

Dari data yang tersaji pada Tabel 2 menunjukan bahwa nilai kadar abu mengalami penurunan yang cukup nyata hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan

Kemampuan orang tua untuk mengendalikan penggunaan gawai sesuai dengan teori mediasi orang tua berpendapat bahwa orang tua menggunakan strategi

Bergerak dari beberapa latar belakang diatas Himpunan Mahasiswa Magister Akuntansi (HIMMA) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan

Dan dalam hal ini ilmu negara sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial sebagaimana halnya dengan ilmu politik, hukum, kebudayaan, ekonomi, psikologis, dan

[r]

Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah adakah obyek yang akan dapat membantu lebih mengangkat /menonjolkan pesan yang akan disampaikan, sebagai contoh, pada saat kita memotret

Dibagi secara acak menjadi 6 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif yang hanya diberikan pakan standart, kontrol positif yang diberikan pakan standart dan tinggi lemak,