• Tidak ada hasil yang ditemukan

Digitalisasi Pertanian Menuju Kebangkitan Ekonomi Kreatif. Efisiensi Teknis dan Skala Produksi Usahatani Ubi Kayu di Kabupaten Wonogiri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Digitalisasi Pertanian Menuju Kebangkitan Ekonomi Kreatif. Efisiensi Teknis dan Skala Produksi Usahatani Ubi Kayu di Kabupaten Wonogiri"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-46 UNS Tahun 2022

“Digitalisasi Pertanian Menuju Kebangkitan Ekonomi Kreatif”

Efisiensi Teknis dan Skala Produksi Usahatani Ubi Kayu di Kabupaten Wonogiri

Anggi Fitria Cahyaningsih1, Endang Siti Rahayu2, dan Kusnandar3

1 Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret,, Surakarta

2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Email: anggifitriac16@student.uns.ac.id

Abstrak

Ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan sumber karbohidrat selain padi dan jagung di Indonesia. Kabupaten Wonogiri memiliki luas panen dan produksi ubi kayu tertinggi di Jawa Tengah. Namun, produktivitas ubi kayu di Wonogiri rendah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produktivitas, harus disertai dengan penggunaan sumber daya input yang efisien.

Penurunan produktivitas disebabkan oleh inefisiensi teknis. Penelitian ini bertujuan menganalisis efisiensi teknis dan skala efisiensi ubi kayu di Kabupaten Wonogiri. Data primer dikumpulkan dari sampel berjumlah 74 petani ubi kayu di tiga kecamatan di Kabupaten Wonogiri yang dipilih dengan metode stratified random sampling, dan penentuan sampel dengan purposive sampling. Metode analisis data non parametrik yaitu Data Envelopment Analysis (DEA) digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi teknis dan skala produksi usahatani ubi kayu. Hasil analisis DEA menunjukkan bahwa nilai efisiensi teknis berada pada rentang 0,558 hingga 1 dengan asumsi variable return to scale (VRS). 22,97% petani ubi kayu memiliki nilai efisiensi teknis 1 yang menunjukkan sudah efisien, dengan nilai rata-rata efisiensi yaitu 0,823. Petani ubi kayu belum beroperasi pada skala optimal, dengan 86,49%

pada skala IRS (increasing return to scale) dan 1,35% pada DRS (decreasing return to scale).

Peningkatan efisiensi teknis untuk usahatani ubi kayu dapat dilakukan dengan mengurangi penggunaan input yang tidak efisien atau adanya input yang berlebih (input slack)

Kata kunci: Data Envelopment Analysis (DEA), efisiensi teknis, skala produksi, ubi kayu

Pendahuluan

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) adalah spesies tanaman tropis yang ditemukan di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan (Burns et al., 2012). Di Indonesia, ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan penting sebagai sumber pangan utama karbohidrat, selain beras dan jagung. Ubi kayu merupakan komoditas dengan potensi besar untuk mendukung pertumbuhan pertanian di Indonesia karena penggunaannya yang luas mulai dari konsumsi

(2)

hingga industri. Karakteristik yang menarik petani untuk membudidayakannya, karena komoditas ini tersedia sepanjang tahun, lebih toleran terhadap tanah dengan kesuburan rendah dan tahan terhadap kekeringan, hama, dan penyakit (Aboki et al., 2013). Berdasarkan Data Kementerian Pertanian (Kementan) RI, produksi ubi kayu nasional pada 2015-2019 relatif menurun, hanya pada 2018 yang mengalami peningkatan produksi. Data Ditjen Tanaman Pangan, luas areal penanaman singkong tahun 2019 sebesar 628.305 ha dan produksi sebanyak 16,35 juta ton. Produksi ubi kayu menurun dibandingkan 2018 yaitu 19,34 juta ton. Program pengembangan tahun 2020 seluas 11.175 ha. Penurunan produksi mengakibatkan kebutuhan ubi kayu nasional yang belum terpenuhi. Permintaan komoditas ubi kayu di Indonesia akan terus meningkat untuk industri konsumsi, pakan, dan olahan serta sebagai bahan baku energi terbarukan (Anggraini, 2016).

Berdasarkan data perkembangan produksi ubi kayu di Indonesia pada tahun 2018, terdapat 8 (delapan) provinsi sentra ubi kayu yang berproduksi tinggi, Provinsi Jawa Tengah menempati urutan kedua dengan produksi 3.267.417 ton (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2019). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jawa Tengah (2020), Kabupaten Wonogiri memiliki luas panen dan produksi tertinggi di antara sepuluh kabupaten lain di Jawa Tengah.

Tabel 1. Sepuluh besar Kabupaten di Jawa Tengah dengan produksi ubi kayu tertinggi Tahun 2019

No Kabupaten Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (ton/Ha)

1 Wonogiri 46.873 890.438 18,99

2 Pati 14.184 746.516 52,63

3 Jepara 6.759 245.074 36,25

4 Wonosobo 4.404 156.300 35,49

5 Banjarnegara 3.417 112.625 32,96

6 Cilacap 3.840 98.187 25,57

7 Boyolali 3.342 91.721 27,44

8 Karanganyar 2.165 54.997 25,40

9 Semarang 1.685 53.218 31,58

10 Purbalingga 1.754 52.659 30,02

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah (2020)

Berdasarkan Tabel 1., produksi ubi kayu di Kabupaten Wonogiri sebesar 890.438 ton dengan luas panen 46.873 hektare. Meski jumlah produksi dan luas panen di Kabupaten Wonogiri paling tinggi, produktivitas ubi kayu merupakan yang terendah di antara daerah lain yang menempati peringkat sepuluh tertinggi dalam produksi ubi kayu di Jawa Tengah.

Tingkat produktivitas ubi kayu di Kabupaten Wonogiri hanya 18,99 ton/Ha, lebih rendah dari tingkat produktivitas nasional pada tahun 2019, yaitu 25,95 ton/Ha. Produktivitas sangat

(3)

penting untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia termasuk pangan (Khuda et al., 2006).

Menurut Kumbhakar (2004), penurunan produktivitas disebabkan oleh inefisiensi teknis, sedangkan semakin efisien perusahaan, semakin tinggi produktivitasnya. Menurut Ardhiana dan Riani (2019), permasalahan rendahnya produktivitas karena keterbatasan sumber daya yang akan digunakan, peluang pengembangan pertanian dan teknik pengelolaan atau budidaya yang masih tradisional. Oleh karena itu, upaya peningkatan produktivitas harus disertai dengan penggunaan sumber daya yang efisien. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi teknis dan skala usaha usahatani ubi kayu di Kabupaten Wonogiri.

Metode

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif.

Penelitian dilakukan di tiga kecamatan di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah: Kecamatan Ngadirojo, Kecamatan Jatiroto dan Kecamatan Puhpelem. Penentuan sampling lokasi penelitian dilakukan dengan metode stratified random sampling berdasarkan tingkat produktivitas ubi kayu di masing-masing kecamatan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode penentuan sampel menggunakan purposive sampling yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yaitu petani ubi kayu monokultur yang masih aktif melakukan kegiatan usahatani ubi kayu. Tidak ada kerangka pengambilan sampel di lokasi penelitian, sehingga jumlah populasi tidak dapat diketahui. Ramanathan (2003) menunjukkan bahwa jumlah sampel untuk analisis DEA harus dua atau tiga kali lebih besar dari jumlah input dan output yang digunakan. Cohen et al. (2007) juga menyatakan bahwa jumlah sampel minimum adalah sebanyak 30. Sehingga dalam penelitian ini ditentukan jumlah sampel 74 petani ubi kayu karena dianggap telah mampu memenuhi syarat untuk melakukan uji analisis data.

Pengukuran efisiensi teknis menggunakan metode non-parametrik, yaitu Data Envelopment Analysis (DEA). Model sebagai alat evaluasi kerja untuk suatu kegiatan yang membutuhkan satu atau lebih input dan menghasilkan satu atau lebih output. Pengukuran dinyatakan oleh rasio antara output terhadap input (Charnes et al., 1978). Penelitian ini menggunakan model BCC asumsi variable return to scale (VRS) untuk melakukan analisis efisiensi teknis. Asumsi VRS berbeda dari CRS, di mana VRS tidak memerlukan perubahan input dan output DMU untuk terjadi secara linier, sehingga diperbolehkan untuk meningkat (increasing return to scale) dan menurun (decreasing return to scale) (Charnes

(4)

et al., 1978). Perhitungan efisiensi teknis dengan model VRS akan diperoleh nilai skor efisiensi pada setiap DMU. Efisiensi skala menunjukkan apakah efisiensi apa pun dapat diperoleh dengan meningkatkan ukuran operasi (Tipi et al., 2010). Skor efisiensi ≤ 1 dengan nilai 1 menunjukkan titik di perbatasan, menunjukkan decision making unit (DMU) secara teknis efisien. Secara matematis, perhitungan efisiensi teknis dengan model variable return to scale (VRS) sebagai berikut:

𝑀𝑖𝑛𝜃𝜆𝜃

𝑆𝑢𝑏𝑗𝑒𝑐𝑡 𝑡𝑜 − 𝑦𝑖 + 𝑌𝜆 ≥ 0 𝜃𝑥𝑖 − 𝑋𝜆 ≥ 0

𝑁1𝜆 = 1 𝜆 ≥ 0,

di mana θ adalah skor efisiensi teknis, nilainya digunakan untuk mengukur efisiensi usahatani ubi kayu. yi adalah vektor dari jumlah produksi ubi kayu, dan xi adalah vektor dari jumlah input produksi. Y adalah output dari jumlah produksi. X adalah input produksi, λ adalah vektor bobot Nx1. Variabel input dalam penelitian ini adalah bibit ubi kayu, pupuk organik, pupuk urea, pupuk phonska, sedangkan variabel outputnya adalah produksi ubi kayu. Efisiensi teknis dengan model BCC akan menghasilkan efisiensi skala dengan mendekomposisi efisiensi teknis total CRS (constant return to scale) menjadi efisiensi teknis VRS (variable return to scale) dan efisiensi skala usaha. Sedangkan efisiensi usaha (SE) dihitung dari: SEi = θiCRS/ θiVRS.

Hasil dan Pembahasan

Efisiensi Usahatani Ubi Kayu di Kabupaten Wonogiri

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data produksi ubi kayu pada tahun 2022, dengan masa tanam ubi kayu 8-10 bulan. Variabel yang digunakan adalah variabel input dan variabel output. Variabel input terdiri dari penggunaan bibit, pupuk kandang, pupuk NPK phonska, pupuk urea, tenaga kerja dan pestisida. Sedangkan variabel output adalah produksi ubi kayu. Petani yang secara teknis dapat efisien adalah petani yang memiliki nilai efisiensi teknis 1, sedangkan petani yang memiliki nilai efisiensi teknis di bawah nilai 1 tidak dapat dikatakan efisien secara teknis. Hasil analisis efisiensi teknis dengan DEA dapat dilihat pada Tabel 2.

(5)

Tabel 2. Distribusi efisiensi teknis usahatani ubi kayu di Kabupaten Wonogiri

Efisiensi CRSTE Efisiensi VRSTE

Skor Efisiensi Jumlah

Responden Persentase Skor Efisiensi Jumlah Persentase

0,250 – 0,499 8 10,81% 0,250 – 0,499 0 0,00%

0,500 – 0,749 42 56,76% 0,500 – 0,749 19 25,68%

0,750 – 0,999 16 21,62% 0,750 – 0,999 38 51,35%

1 8 10,81% 1 17 22,97%

Total 74 100% Total 74 100%

Mean 0,682 Mean 0,823

Minimum score 0,316 Minimum score 0,558

Maximum score 1 Maximum score 1

Sumber: Analisis data primer dengan DEA, 2022

Tabel 2. menunjukkan hasil analisis DEA Constant Return to Scale Technical Efficiency (CRSTE), rata-rata petani ubi kayu memiliki nilai efisiensi teknis sebesar 0,682 atau 68,2%, hasil tersebut menunjukkan terdapat inefisiensi penggunaan rata-rata input sebesar 31,8%. Sedangkan analisis DEA model Variable Return to Scale Technical Efficiency (VRSTE), menunjukkan bahwa rata-rata petani memiliki tingkat efisiensi teknis sebesar 0,823 atau 82,3% yang mengindikasikan terdapat inefisiensi teknis dalam penggunaan rata- rata input sebesar 17,7%. Persentase petani yang memiliki nilai efisiensi sama dengan 1 atau dalam kondisi efisiensi pada DEA model CRSTE sebanyak 8 petani (10,81%), dan 56,76% petani memiliki nilai efisiensi pada rentang 0,500-0,749. Hasil analisis model VRSTE menunjukkan 17 petani (22,97%) yang sudah efisien secara teknis dalam usahatani ubi kayu di Kabupaten Wonogiri, dan sebagian besar petani sejumlah 51,35% mendekati nilai efisiensi dengan rentang nilai 0,750-0,999. Tingkat inefisiensi yang terdapat dalam usahatani ubi kayu di Kabupaten Wonogiri dapat diperbaiki dengan melakukan pengurangan terhadap input yang menyebabkan terjadinya inefisiensi usahatani.

Nilai rata-rata efisiensi teknis model VRSTE petani di Kabupaten Wonogiri lebih tinggi dari hasil penelitian Anggraeni et al. (2016) tentang ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah, dengan nilai efisiensi teknis rata-rata 0,69. Hasil penelitian DEA dari Ajayi dan Olotumise (2018) menunjukkan bahwa sekitar 80% responden memiliki efisiensi di atas 0,50 dengan efisiensi rata-rata 0,83. Dalam penelitian ini, dari efisiensi teknis rata-rata model VRSTE bahwa produsen ubi kayu di Kabupaten Wonogiri dapat meningkatkan efisiensinya sebesar 17,7% melalui penggunaan sumber daya yang lebih baik dan tepat.

Tingkat efisiensi teknis berkisar dari minimal sekitar 55,8% hingga maksimum 100%. Ini menyiratkan adanya peluang untuk meningkatkan efisiensi teknis petani ubi kayu di Kabupaten Wonogiri. Akpaeti dan Frank (2021) dan Muhaimin (2017), dalam penelitian

(6)

mereka, juga mengatakan bahwa implikasi dari hasil DEA adalah bahwa rata-rata petani ubi kayu memiliki peluang untuk peningkatan produktivitas melalui peningkatan inefisiensi.

Nilai Scale efficiency (SE) merupakan nilai yang digunakan untuk mengetahui skala produksi dari DMU. SE menunjukkan dampak skala pada produktivitas setiap DMU. Ketika nilai SE sama dengan satu, maka constan return to scale berlaku untuk DMU tersebut, dan apabila nilai SE kurang dari satu, maka terjadi peningkatan (increasing return to scale) atau penurunan (decreasing return to scale) (Angon et al, 2021). Tabel 3 menunjukkan hasil Efisiensi Skala (SE).

Tabel 3. Efisiensi skala usahatani ubi kayu di Kabupaten Wonogiri

Skor Efisiensi Jumlah Persentase

0,250 – 0,499 1 1,35%

0,500 – 0,749 19 25,68%

0,750 – 0,999 45 60,81%

1 9 12,16%

Total 74 100%

Mean 0,829

Minimum score 0,316

Maximum score 1

Sumber: Analisis data primer dengan DEA, 2022

Gambar 1. Skala produksi usahatani ubi kayu di Kabupaten Wonogiri

Menurut Huguenin (2012) dalam Winarso et al (2021), adanya inefisiensi skala pada setiap DMU menunjukkan bagaimana kondisi efisiensi produksi yang dilakukan petani apabila dibandingkan dengan skala usahatani optimalnya. Berdasarkan hasil analisis DEA pada tabel 3. Menunjukkan bahwa hanya 12,16% atau 9 petani dari keseluruhan 74 petani ubi kayu di kabupaten Wonogiri yang beroperasi pada skala yang optimal, sisanya sebanyak 87,84% beroperasi pada skala tidak optimal. Mayoritas petani yang tidak optimal, beroperasi pada skala IRS (86,49%) dan hanya 1,35% yang beroperasi pada skala

(7)

DRS. Hasil scale efficiency dalam efisiensi produksi pada penelitian ini mengacu pada bagaimana kondisi skala produksi DMU pada saat melakukan usahatani ubi kayu. Skala produksi yang ada pada return to scale meliputi: increasing return to scale, decreasing return to scale dan constant return to scale. Hasil analisis kondisi skala produksi usahatani ubi kayu dapat dijelaskan dengan diagram pada Gambar 1.

Input Slack

Analisis efisiensi menggunakan DEA memungkinkan mendapatkan hasil yang tidak efisien pada beberapa DMU. Penggunaan input yang tidak efisien pada DMU disebut sebagai input slack yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata nilai input slack pada usahatani ubi kayu di Kabupaten Wonogiri

Rincian Nilai Rata-Rata Slack Responden Persentase (%)

Bibit Ubi Kayu (batang) 574,019 25 33,78

Pupuk Kandang (kg) 307,379 28 37,84

Pupuk NPK Phonska (kg) 15,073 19 24,32

Pupuk Urea (kg) 14,839 42 56,76

Tenaga Kerja (HOK) 0,414 7 9,46

Pestisida (liter) 1,571 8 10,81

Sumber: Analisis data primer dengan DEA, 2022

Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode DEA, rata-rata input slack terdapat pada seluruh variabel input yang digunakan oleh petani ubi kayu di Kabupaten Wonogiri. Faktor produksi atau input berupa bibit memiliki nilai slack rata-rata 574,019 batang dengan persentase jumlah responden 33,78%. Penggunaan bibit dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara luas lahan dan kebutuhan bibit, seperti petani sebelumnya, meskipun kondisi lahan akan berubah baik secara kuantitas maupun kualitas tanah. Hasil penelitian terkait kelebihan input juga ditemukan dari penelitian Shahnavazi (2018) yang menemukan bahwa slack terbesar adalah dari penggunaan bibit. Adanya nilai slack ini dapat mengakibatkan inefisiensi teknis karena pengaturan jarak tanam yang tidak tepat dari petani.

Erwin et al. (2015) mengatakan bahwa mengatur jarak tanam membantu menyediakan ruang tanam bagi tanaman untuk mendapatkan nutrisi dan mengetahui kebutuhan bibit atau bibit yang dibutuhkan. Rata-rata jarak tanam yang digunakan petani ubi kayu di Kabupaten Wonogiri yaitu 60-80 cm x 80-100 cm. Hal ini akan mempengaruhi tingkat kebutuhan bibit yang dibutuhkan dalam bertani.

Tiga jenis input pupuk yang digunakan petani ubi kayu di Kabupaten Wonogiri, yaitu pupuk kandang, pupuk NPK Phonska dan pupuk urea, semuanya memiliki input slack dalam penggunaannya. Hal ini dikarenakan banyak petani menganggap bahwa tingginya pupuk yang digunakan dapat meningkatkan jumlah produksi. Raheli et al. (2017) menunjukkan

(8)

bahwa pupuk kimia menyebabkan perbedaan nyata antara petani yang efisien dan petani yang tidak efisien. Jenis slack input dengan jumlah responden terbanyak adalah pupuk urea, dengan 42 responden (56,76%). Rata-rata penggunaan pupuk kandang 1.997, 3 kg di Kabupaten Wonogiri adalah 1.597,8 kg/Ha, sedangkan pupuk NPK Phonska 277,40 kg/Ha dan pupuk urea 144,6 kg/Ha. Petani dapat meningkatkan efisiensi dengan mengurangi jumlah penggunaan input pupuk urea, sesuai dengan anjuran penyuluh atau pedoman budidaya dari Kementerian Pertanian. Arifin et al. (2021), efisiensi teknis adalah kemampuan untuk mengurangi limbah dengan memaksimalkan jumlah output dan meminimalkan penggunaan input. Rata-rata input slack pada tenaga kerja sebesar 0,414 HOK pada 7 responden atau 9,46% persen, sama halnya dengan pestisida yang masih memiliki input slack yang berlebih sebanyak 1,71 iter pada 8 reponden atau 10,81% persen. Dari hasil sebaran input slack tersebut, petani harus mengurangi input-input produksi tersebut sesuai dengan rata- rata input slacknya agar lebih efisien.

Kesimpulan dan Saran

Tingkat efisiensi teknis rata-rata petani ubi kayu di Kabupaten Wonogiri adalah 0,823 (82,3%), dengan 77% petani yang tidak efisien secara teknis. Petani ubi kayu dapat meningkatkan efisiensinya melalui penggunaan variabel input yang lebih baik dan tepat sebagai sumber daya. Petani ubi kayu di Kabupaten Wonogiri dapat meningkatkan nilai efisiensi petaninya dengan mengurangi jumlah penggunaan input berlebih (input slack).

Berdasarkan skala usahanya, petani ubi kayu belum beroperasi pada skala optimal, dengan 86,49% pada skala IRS (increasing return to scale) dan 1,35% pada DRS (decreasing return to scale). Saran untuk meningkatkan efisiensi teknis usahatani ubi kayu dengan mengurangi penggunaan input produksi yang berlebih disesuaikan dengan dosis penggunaan yang optimal.

Pemerintah dapat memberi dukungan malalui pelatihan dan penyuluhan untuk memperbaiki manajemen teknis yang dimiliki masing-masing petani terkait penggunaan input yang tepat sehingga dapat meningkatkan tingkat efisiensi usahatani ubi kayu.

Daftar Pustaka

Aboki, E., Jongur, A.A.U., Onuand, J.I. dan Umaru, I.I. (2013). Analysis of technical, economic, and allocative efficiencies of Cassava production in Taraba State, Nigeria.

Journal of Agriculture and Veterinary Science, 5(3), 19-26.

Ajayi, C.O. dan Olutumise, A.I. (201)8. Determinants of food security and technical

(9)

efficiency of cassava farmers in Ondo State, Nigeria. International Food and Agribusiness Management Review, 21 (7).

Akpaeti, A.J. dan Frank, N.N. (2021). Technical efficiency of cassava cooperative farmers in south- south, Nigeria: a comparative analysis. Nigerian Agriculture Journal, 52(2), 8- 14.

Anggraini, N., Harianto, Lukytawati, A. (2016). Efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi pada usahatani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Jurnal Agribisnis Indonesia, 4(1), 43-56

Angon, E., Bragulat, T., Garcia, A., Giorgis, A., and Perea, J. (2021). Key factors affecting the technical efficiency of bee farms in the province of La Pampa (Argentina): A two-stage DEA approach. Revista de la Facultad de Ciencias Agrarias – UNCuyo, 53(1), 150-163 Ardhiana dan Riani. (2019). Analisis Efisiensi Ekonomi Usahatani: Pendekatan Stochastic

Production Frontier. Aceh: Sefa Bumi Persada.

Arifin, A.M., Anna, F., Netti, T. (2021). Efisiensi teknis usahatani kentang di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Forum Agribisnis, 11(1), 65-74. DOI:

https://doi.org/10.29244/fagb.11.1.65-74

BPS [Badan Pusat Statistik]. 2020. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu dan Ubi Jalar Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

https://jateng.bps.go.id/statictable/2021/04/15/2453/luas-panen-produksi-dan- produktivitas-ubi-kayu-dan-ubi-jalar-menurut-kabupaten-kota-di-provinsi-jawa- tengah-2019.html Diakses 20 Juli 2021

Burns, A.E., Bradbury, J.H., Cavagnaro, T.R., Gleadow, R.M. (2012). Total cyanide content of cassava food Products in Australia. Journal Food Compos Anal, 25, 79–

82

Charnes, A., Cooper, W.W., dan Rhodes, E. (1978). Measuring the Efficiency of Decision Making Units. European Journal of Operational Research, 2, 429-444.

Cohen, L., Manion, L., Morrison, K. (2007). Research Methods in Education Sixth Edition.

New York: Routledge Taylor and Francis Group.

Erwin, S., Ramli, Adianton. (2015). Pengaruh berbagai jarak tanam pada pertumbuhan dan produksi kubis (Brassica oleracea L.) di Dataran Menengah Desa Bobo Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Jurnal Agrotekbis, 3(4), 491-497.

Kementrian Pertanian Indonesia. 2019. Basis Data Kementrian Pertanian 2019.

www.pertanian.go.id. Diakses 20 Juli 2021

Kementrian Pertanian. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu menurut Provinsi di Indonesia. https://www.pertanian.go.id/Data5tahun/TPATAP-2017(pdf)/17- LPUbikayu.pdf .Diakses 20 Juli 2021

Khuda, B., Ahmad, B. dan Sarfraz, H. (2006). Food security through increasing technical

(10)

efficiency. Asian Journal of Plant Sciences, 5, 970-976.

Kumbhakar, S.C. (2004). Productivity and Efficiency Measurement Using Parametric Econometric Methods. Binghamton: State University of New York.

Muhaimin, A.W. (2017). Allocative and Technical Efficiency Analysis of Cassava Farming in Bitefa Village, East Miofamo District, Middle North Timor. Habitat, 28(3) DOI:

https://doi.org/10.21776/ub.habitat.2017.028.3.11

Raheli, H., Rezaei, R.M., Jadidi, M.R, Mobtaker, H.G. (2017). A two stage DEA model to evaluate sustainability and energy efficiency of tomato production. Journal Information Processing in Agriculture, 4, 342-350.

Ramanathan, R. (2003). An introduction to data envelopment analysis, a tool for performance measurement. London: Sage Publication

Shahnavazi, A. (2018). Technical, Allocative, and Economic Efficiencies of Potato Production in Iran. International Journal of Farming and Allied Sciences, 7(3), 73-77 Tipi, T., Nural, Y., Mehmet, N., dan Bahattin, C. (2009). Measuring the technical

efficiency and determinants of efficiency of rice (Oryzasativa) farms in Marmara region, Turkey. New Zealand Journal of Crop and Horticultural Science, 37(2), 121- 129 https://doi.org/10.1080/01140670909510257

Winarso, R.H., Syafrial, Widyawati, W. (2021). Analisis efisiensi teknis multi-stage menggunakan Data Envelopment Analysis (dea) dan regresi tobit pada usahatani bawang merah, studi kasus di Desa Torongrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur.

Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA), 5(4), 1191-1205.

https://doi.org/10.21776/ub.jepa.2021.005.04.21

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut mengingat bahwa ketentuan Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 hanya memberikan kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi

Penelitian akan mengkaji “bagaimanakah model usaha kecil yang tepat untuk memberdayakan masyarakat miskin melalui kelompok-kelompok usaha yang disesuaikan dengan potensi

Tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti adalah untuk mengetahui apakah ada peningkatan kemampuan passing bawah bolavoli pada siswa kelas X di SMK PGRI 1 Jombang

Nilai koefisien regresi kompensasi bertanda positif yang artinya semakin baik kompensasi maka semakin meningkat kinerja karyawan, dengan demikian kompensasi merupakan

Secara spesifik penelitian ini bertumpu pada menciptakan iklim organisasi yang kondusif, dukungan organisasi sehingga diharapkan dapat terjadi proses berbagi pengetahuan

Pekerja sosial berada dalam posisi yang sangat penting untuk berkontribusi dalam perdebatan karena integrasi yang kuat anak nilai dan moralitas dalam praktek mereka, dan

LDR adalah rasio yang menunjukkan kemampuan suatu lembaga keuangan dalam menyediakan dananya kepada debitur dengan modal yang dimiliki oleh lembaga keuangan maupun

1) Siswa-siswi di SMA Negeri 1 Krembung yang diberikan mata pelajaran bahasa Jepang sangat jarang dikenalkan dengan sastra Jepang oleh guru. Pengetahuan mereka