• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Discharge planning atau perencanaan pulang adalah suatu. lingkungannya Kozier (2004). Sedangkan menurut Carpenito

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Discharge planning atau perencanaan pulang adalah suatu. lingkungannya Kozier (2004). Sedangkan menurut Carpenito"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

8 A. Telaah Pustaka

1. Definisi discharge planning

Discharge planning atau perencanaan pulang adalah suatu proses dimulainya pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatan sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya Kozier (2004). Sedangkan menurut Carpenito (2002) discharge planning merupakan proses perencanaan sistematis yang dipersiapkan bagi pasien untuk menilai, menyiapkan, dan melakukan koordinasi dengan fasilitas kesehatan yang ada atau yang telah ditentukan serta berkerja sama dengan keluarga atau komunitas sebelum dan sesudah pasien pulang.

Discharge planning yang efektif seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan informasi yang komperehensif tentang kebutuhan pasien yang berubah-ubah, pernyataan diagnosa keperawatan, perencanaan untuk

(2)

memastikan kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan (Kozier, 2004).

Discharge planning dilakukan sejak pasien diterima pada suatu pelayanan kesehatan di rumah sakit dimana rentang waktu pasien untuk menginap semakin diperpendek (Sommerfeld, 2001).

2. Pemberi layanan discharge planning

Proses discharge planning harus dilakukan secara komperhensif dan melibatkan multidisiplin yang mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang terlibat dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien (Potter & Perry, 2005). Seseorang yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan yang berkelanjutan (continuing care coordinator) bagi pasien adalah staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan untuk proses discharge planning bersamaan dengan fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan kesehatan (health education) dan memotifasi staf rumah sakit untuk merencanakan serta mengimplementasikan discharge planning (Discharge Planning Association, 2008).

(3)

Discharge planning menempatkan perawat pada posisi yang penting dalam proses perawatan pasien dan dalam tim discharge planning rumah sakit karena pengetahuan dan kemampuan perawat dalam proses keperawatan sangat berpengaruh dalam memberikan pelayanan kontiniutas melalui discharge planning tersebut. Seorang discharge planners memiliki tugas membuat rencana, mengkoordinasikan, memonitor dan memberikan tindakan dalam proses keperawatan yang berkelanjutan (Bangsbo, 2014). Perawat juga berperan utama sebagai pengelola kasus yang didasarkan pada tanggung jawab praktek dalam keperawatan, serta perawat bertanggung jawab terhadap hasil yang spesifik selama perawatan pasien di rumah sakit (Perry & potter, 2005). Dalam the royal marsden hospital (2004), discharge planning tidak hanya melibatkan perawat atau tim kesehatan lainnya namun keluarga juga ikut terlibat dalam pelaksanaannya.

3. Penerima layanan discharge planning

Semua pasien yang di rawat inap memerlukan discharge planning (Discharge Planning Association, 2008). Namun, ada berberapa kondisi yang menyebabkan pasien beresiko tidak

(4)

memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang berkelanjuatan setelah pasien pulang, seperti pasien yang menderita penyakit terminal atau pasien dengan kecacatan permanen (Perry &

potter, 2005). Pasien dan seluruh anggota keluarga harus mendapatkan informasi tentang semua rencana pemulangan pasien tersebut (Medical Mutual of Ohio, 2008).

Discharge planning atau rencana pemulangan tidak hanya melibatkan pasien tapi juga keluarga, teman-teman, serta pemberi layanan kesehatan dengan catatan bahwa pelayanan kesehatan dan sosial bekerja sama (The Royal Marsden Hospital, 2004)

4. Tujuan discharge planning

The Royal Marsden Hospital (2004) menyatakan bahwa tujuan dilakukannya discharge planning antara lain untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk ditransfer ke rumah atau ke suatu lingkungan yang dapat disetujui, menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan kesehatan untuk menentukan kebutuhan mereka dalam proses pemulangan, memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua fasilitas

(5)

pelayanan kesehatan yang diperlukan telah dipersiapkan untuk menerima pasien, mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi kepada pasien, teman-teman, dan keluarga dalam memandirikan aktivitas perawatan diri pasien.

Discharge planning bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik yang berguna untuk mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang (Carpenito, 2002).

Serta discharge planning juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah sakit dan komunitas dengan memfasilitasi komunikasi yang efektif (Discharge Planning Association, 2008).

5. Manfaat discharge planning

Manfaat Discharge planning untuk menurunkan jumlah kekambuhan, penurunan perawatan kembali di rumah sakit, kunjungan kembali ke ruang kedaruratan yang tidak perlu kecuali untuk beberapa diagnosa, membantu klien untuk memahami kebutuhan setelah perawatan di rumah sakit, dan bahan pendokumentasian keperawatan (Doengoes, Moorhouse

& Murr, 2007).

(6)

Manfaat dari pelaksanaan discharge planning menurut Kozier (2004) dalam Fuady, et al (2016) dalam penelitiannya adalah sebagai berikut:

a. Mengurangi pelayanan yang tidak terencana (unplanned admission).

b. Mengantisipasi terjadinya kegawatdaruratan setelah kembali kerumah.

c. Mengurangi LOS (Length Of Stay) pasien di rumah sakit.

d. Meningkatkan kepuasan individu dan pemberi layanan.

e. Menghemat biaya selama proses perawatan.

f. Menghemat biaya ketika pelaksanaan perawatan di luar rumah sakit atau di masyarakat karena perencanaan yang matang.

g. Hasil kesehatan yang dicapai menjadi optimal.

6. Prinsip-prinsip discharge planning

Ketika melakukan discharge planning dari suatu lingkungan ke lingkungan yang lain, ada beberapa prinsip yang harus diikuti/diperhatikan. Berikut ini adalah beberapa prinsip yang dikemukakan oleh The Royal Marsden Hospital (2004), yaitu :

(7)

a. Discharge planning harus merupakan proses multidisiplin, dimana sumber-sumber untuk mempertemukan kebutuhan pasien dengan pelayanan kesehatan ditempatkan pada satu tempat.

b. Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten dengan kualitas tinggi pada semua pasien.

c. Kebutuhan pemberi asuhan (care giver) juga harus dikaji.

d. Pasien harus dipulangkan kepada suatu lingkungan yang aman dan adekuat.

e. Keberlanjutan perawatan antar lingkungan harus merupakan hal yang utama.

f. Informasi tentang penyusunan pemulangan harus diinformasikan antara tim kesehatan dengan pasien/ care giver, dan kemampuan terakhir disediakan dalam bentuk tertulis tentang perawatan berkelanjutan.

g. Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya pasien harus dipertimbangkan ketika menyusun discharge planning.

(8)

Selain prinsip-prinsip tersebut, prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan perawat dalam membuat discharge planning (perencanaan pulang) menurut Departemen Kesehatan R.I (2008) sebagai berikut:

a. Dibuat pada saat pasien masuk

Pengkajian pada saat pasien masuk akan mempermudah proses pengidentifikasian kebutuhan pasien.

Merencanakan pulang pasien sejak awal juga akan menurunkan lama waktu rawat yang pada akhirnya akan menurunkan biaya perawatan.

b. Berfokus pada kebutuhan pasien

Perencanaan pulang tidak berfokus pada kebutuhan perawat atau tenaga kesehatan atau hanya pada kebutuhan fisik pasien. Lebih luas, perencanaan pulang berfokus pada kebutuhan pasien dan keluarga secara komprehensif.

c. Melibatkan berbagai pihak yang terkait

Pasien, keluarga, dan care giver dilibatkan dalam membuat perencanaan. Hal ini memungkinkan optimalnya sumber-sumber pelayanan kesehatan yang sesuai untuk pasien setelah pasien pulang.

(9)

d. Dokumentasi pelaksanaan discharge planning

Pelaksanaan discharge planning harus didokumentasikan dan dikomunikasikan kepada pasien dan pendamping minimal 24 jam sebelum pasien dipulangkan atau dipindahkan.

7. Unsur-unsur discharge planning

Komponen yang dapat mendukung terselengaranya discharge planning yang efektif adalah keterlibatan pasien dan keluarga, kolaborasi antara tim kesehatan, dan dukungan dari care giver/pendamping pasien. Hal lain yang tidak kalah penting adalah mengidentifikasi kesiapan komunitas/keluarga dalam menerima pasien kembali ke rumah (Ngatini, 2015).

Discharge Planning Association (2008) mengatakan bahwa unsur- unsur yang harus ada pada sebuah form perencanaan pemulangan antara lain :

a. Pengobatan di rumah, mencakup resep baru, pengobatan yang sangat dibutuhkan, dan pengobatan yang harus dihentikan.

b. Daftar nama obat harus mencakup nama, dosis, frekuensi, dan efek samping yang umum terjadi.

(10)

c. Kebutuhan akan hasil test laboratorium yang dianjurkan, dan pemeriksaan lain, dengan petunjuk bagaimana untuk memperoleh pelayanan dan waktu pelaksanaannya.

d. Bagaimana melakukan pilihan gaya hidup dan tentang perubahan aktivitas, latihan, diet makanan yang dianjurkan dan pembatasannya.

e. Petunjuk perawatan diri (perawatan luka, perawatan kolostomi, ketentuan insulin, dan lain-lain).

f. Kapan dan bagaimana perawatan atau pengobatan selanjutnya yang akan dihadapi setelah dipulangkan, nama pemberi layanan, waktu, tanggal, dan lokasi setiap janjiuntuk control.

g. Apa yang harus dilakukan pada keadaan darurat dan nomor telepon yang bisa dihubungi untuk melakukan peninjauan ulang petunjuk pemulangan.

h. Bagaimana mengatur perawatan lanjutan (jadwal pelayanan di rumah, perawat yang menjenguk, penolong, pembantu jalan/ walker, kanul, oksigen, dan lain-lain) beserta dengan nama dan nomor telepon setiap institusi yang bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan.

(11)

8. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan discharge planning

Program perencanaan pulang (discharge planning) pada dasarnya merupakan program pemberian pendidikan kesehatan kepada pasien maupun keluarga. Keberhasilan dalam pemberian pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh berberapa faktor yang berasal dari perawat dan juga pasien.

Menurut Notoadmodjo (2012) faktor yang berasal dari perawat yang mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian pendidikan kesehatan sebagai berikut:

a. Sikap

Sikap yang baik yang dimiliki seorang perawat akan mempengaruhi penyampaian informasi yang diberiakan kepada pasien dan keluarga sehingga informasi akan lebih jelas untuk dapat dimengerti oleh pasien dan keluarga.

b. Pengendalian emosi

Pengendalian emosi yang dimiliki oleh perawat merupakan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pendidikan kesehatan (health education). Pengendalian emosi yang baik akan mengarahkan perawat untuk lebih bersikap sabar,

(12)

sopan, hati-hati dan telaten. Dengan demikian informasi yang disampaikan akan lebih mudah diterima oleh pasien maupun keluarga.

c. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan kunci keberhasilan dalam pendidikan kesehatan. Perawat harus memiliki pengetahuan yang baik untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien maupun keluarga. Pengetahuan yang baik akan mengarahkan perawat pada kegiatan pembelajaran pasien dan pasien maupun keluarga akan banyak menerima informasi sesuai dengan kebutuhan.

d. Pengalaman masa lalu

Pengalaman masa lalu perawat akan berpengaruh terhadap gaya perawat dalam memberikan informasi sehingga informasi yang diberikan akan lebih terarah sesuai dengan kebutuhan pasien. Perawat juga dapat lebih membaca situasi dan keadaan pasien berdasarkan pengalaman yang mereka miliki.

(13)

Menurut Potter & Perry (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian pendidikan kesehatan yang berasal dari pasien sebagai berikut :

a. Motivasi

Motivasi adalah faktor batin yang menimbulkan, mendasari dan mengarahkan pasien untuk belajar. Bila motivasi pasien tinggi, maka pasien akan giat untuk mendapatkan informasi tentang kondisinya serta tindakan yang perlu dilakukan untuk melanjutkan pengobatan dan meningkatkan kesehatannya.

b. Sikap positif

Sikap positif pasien terhadap diagnosa penyakit dan perawatan akan mempermudah pasien untuk menerima informasi ketika dilakukan pendidikan kesehatan.

c. Emosi

Emosi yang stabil akan mempermudah pasien menerima informasi yang disampaikan, sedangkan perasaan cemas atau perasaan negatif lainnya akan mengurangi kemampuan pasien untuk menerima informasi.

(14)

d. Usia

Tahap perkembangan yang berhubungan dengan usia sangat mempengaruhi penerimaan informasi yang akan disampaikan. Semakin dewasa usia kemampuan menerima informasi akan semakin baik dan juga di dukung oleh pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.

e. Kemampuan belajar

Kemampuan dalam belajar yang baik akan memudahkan pasien untuk menerima dan memproses informasi yang diberikan ketika dilakukan pendidikan kesehatan.

Kemampuan belajar seringkali berhubungan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang umumnya kemampuan belajarnya juga semakin tinggi.

f. Kepatuhan

Kepatuhan pasien adalah sejauh mana prilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan dari pendidikan kesehatan yang telah disampaikan.

Kepatuhan dari pendidikan kesehatan tersebut adalah salah

(15)

satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari sebuah discharge planning.

g. Dukungan

Dukungan dari pihak keluarga, kerabat dan teman sangat mempengaruhi proses percepatan kesembuhan seorang pasien. Keluarga yang akan melanjutkan perawatan pasien dirumah setalah pasien dipulangkan sehingga pendidikan kesehatan untuk keluarga sangat diperlukan. Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga untuk mengetahui kondisi pasien dan memberikan edukasi guna membantu mempercepat proses kesembuhan pasien dan dukungan yang baik akan mempengaruhi keberhasilan suatu pendidikan kesehatan dan juga mempengaruhi keberhasilan dari discharge planning.

9. Proses Pelaksanaan discharge Planning

Proses discharge planning mencakup kebutuhan fisik pasien, psikologis, sosial, budaya, dan ekonomi. Perry dan Potter (2006) membagi proses discharge planning atas tiga fase, yaitu akut, transisional, dan pelayanan berkelanjutan. Pada fase akut, perhatian utama medis berfokus pada usaha discharge

(16)

planning. Sedangkan pada fase transisional, kebutuhan pelayanan akut selalu terlihat, tetapi tingkat urgensinya semakin berkurang dan pasien mulai dipersiapkan untuk pulang dan merencanakan kebutuhan perawatan masa depan. Pada fase pelayanan berkelanjutan, pasien mampu untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas perawatan berkelanjutan yang dibutuhkan setelah pemulangan (Perry dan Potter, 2005)

Proses discharge planning memiliki kesamaan dengan proses keperawatan. Kesamaan tersebut bisa dilihat dari adanya pengkajian pada saat pasien mulai di rawat sampai dengan adanya evaluasi serta dokumentasi dari kondisi pasien selama mendapatkan perawatan di rumah sakit. Pelaksanaan discharge planning menurut Potter & Perry (2005) secara lebih lengkap dapat di urut sebagai berikut:

a. Sejak waktu penerimaan pasien, lakukan pengkajian tentang kebutuhan pelayanan kesehatan untuk pasien pulang, dengan menggunakan riwayat keperawatan, rencana perawatan dan pengkajian kemampuan fisik dan fungsi kognitif yang dilakukan secara terus menerus.

(17)

b. Kaji kebutuhan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga yang berhubungan dengan terapi di rumah, hal-hal yang harus dihindarkan akibat dari gangguan kesehatan yang dialami, dan komplikasi yang mungkin terjadi.

c. Bersama pasien dan keluarga, kaji faktor-faktor lingkungan di rumah yang dapat mengganggu perawatan diri (contoh:

ukuran kamar, lebar jalan, langkah, fasilitas kamar mandi).

d. Berkolaborasi dengan dokter dan tenaga kesehatan yang lain dalam mengkaji perlunya rujukan untuk mendapat perawatan di rumah atau di tempat pelayanan yang lainnya.

e. Kaji penerimaan terhadap masalah kesehatan dan larangan yang berhubungan dengan masalah kesehatan tersebut f. Konsultasi dengan anggota tim kesehatan lain tentang

berbagai kebutuhan klien setelah pulang.

g. Tetapkan diagnosa keperawatan yang tepat, lakukan implementasi rencana keperawatan. Evaluasi kemajuan secara terus menerus. Tentukan tujuan pulang yang relevan, yaitu sebagai berikut:

1) Pasien akan memahami masalah kesehatan dan implikasinya.

(18)

2) Pasien akan mampu memenuhi kebutuhan individualnya.

3) Lingkungan rumah akan menjadi aman

4) Tersedia sumber perawatan kesehatan di rumah h. Persiapan sebelum hari kepulangan pasien

1) Anjurkan cara-cara untuk merubah pengaturan fisik di rumah sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi.

2) Berikan informasi tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan di masyarakat kepada pasien dan keluarga.

3) Lakukan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga sesegera mungkin setelah pasien di rawat di rumah sakit (contoh: tanda dan gejala, komplikasi, informasi tentang obat-obatan yang diberikan, penggunaan perawatan medis dalam perawatan lanjutan, diet, latihan, hal-hal yang harus dihindari sehubungan dengan penyakit atau oprasi yang dijalani) pasien mungkin dapat diberikan leaflet atau buku saku.

(19)

i. Pada hari kepulangan pasien

1) Biarkan pasien dan keluarga bertanya atau berdiskusi tentang berbagai isu berkaitan dengan perawatan di rumah sesuai pilihan yang dipilih.

2) Periksa order pulang dari dokter tentang resep, perubahan tindakan pengobatan, atau alat-alat khusus yang diperlukan pesan harus ditulis sedini mungkin).

3) Tentukan apakah pasien atau keluarga telah mengatur transportasi untuk pulang ke rumah.

4) Tawarkan bantuan ketika pasien berpakaian dan mempersiapkan seluruh barang-barang pribadinya untuk dibawa pulang. Berikan privasi jika diperlukan.

5) Periksa seluruh kamar mandi dan lemari bila ada barang pasien yang masih tertinggal. Carilah salinan daftar barang-barang berharga milik pasien yang telah ditanda- tangani dan minta satpam atau administrator yang tepat untuk mengembalikan barang-barang berharga tersebut kepada pasien. Hitung semua barang-barang berharga yang ada.

(20)

6) Berikan pasien resep atau obat-obatan sesuai dengan pesan dokter. Periksa kembali instruksi sebelumnya.

7) Hubungi kantor keuangan lembaga untuk menentukan apakah pasien masih perlu membayar sisa tagian biaya.

Atur pasien atau keluarga untuk pergi ke ruang tersebut.

8) Gunakan alat pengangkut barang untuk membawa barang-barang pasien. berikan kursi roda untuk pasien yang tidak bisa berjalan sendiri. Pasien yang meninggalkan rumah sakit dengan mobil ambulans akan dipindahkan dengan kereta dorong ambulans.

9) Bantu pasien pindah ke kursi roda atau kereta dorong dengan mengunakan mekanika tubuh dan teknik pemindahan yang benar. Iringi pasien masuk ke dalam lembaga dimana sumber transaportasi merupakan hal yang diperhatikan.

10) Kunci kursi roda. Bantu pasien pindah ke mobil atau alat transportasi lain. Bantu keluarga memindahkan barang- barang pribadi pasien ke dalam kendaraan tersebut.

(21)

11) Kembali ke unit dan beritahukan departemen penerimaan dan departemen lain yang berwenang mengenai waktu kepulangan pasien.

12) Catat kepulangan pasien pada format ringkasan pulang.

Pada beberapa institusi pasien akan menerima salinan dari format tersebut.

13) Dokumentasikan status masalah kesehatan saat pasien pulang.

(22)

Gambar 2.1 Alur pelaksanaan Discharge planning (Nursalam dkk, 2008)

Perawat PP dibantu PA Perawat PP dibantu PA

Keadaan pasien:

- Klinis & pemeriksaan penunjang lain

- Tingkat ketergantungan pasien

Perencanaan pulang (discharge planning)

Lain- lain Penyelesaian

administrasi Program health education:

- Control & obat/perawatan - Nutrisi

- Aktifitas dan istirahat - Perawatan diri

Monitor (sebagai program service safety) Oleh: keluarga dan petugas

(23)

Keterangan :

PP : Perawat Primer PA : Perawat Asosiet Tugas perawat primer

- Membuat perencanaan pulang (discharge planning) - Membuat leaflet.

- Memberikan konseling.

- Memberikan pendidikan kesehatan.

10. Keberhasilan discharge planning

Sebuah discharge planning dikatakan baik apabila pasien yang telah dipersiapkan untuk pulang mendapat penjelasan- penjelasan yang diperlukan, serta instruksi-instruksi yang harus dilakukan dan pasien diantarkan pulang sampai mobil atau alat transportasi lainnya (The Royal Marsden Hospital, 2004).

Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin pasien mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah meninggalkan rumah sakit (Yam, et al., 2012).

Keberhasilan tindakan discharge planning dapat dilihat dari kemampuan pasien melakukan tindakan keperawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah meninggalkan rumah

(24)

sakit dan dapat dilihat dari kesiapan untuk menghadapi pemulangan (Perry & Potter, 2005)

Discharge planning yang berhasil adalah suatu proses yang terpusat terkoordinasi dan terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang memberi kepastian bahwa pasien mempunyai suatu rencana untuk memperoleh perawatan yang berkelanjutan setelah meninggalkan rumah sakit (Discharge planning Association, 2008). Discharge planning membantu proses transisi pasien dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain.

Proses tersebut dapat dilihat keberhasilannya dengan beberapa indikator (Potter & Perry, 2005). Indikator hasil yang diperoleh harus ditujukan untuk keberhasilan discharge planning pasien yaitu:

a. Pasien dan keluarga memahami diagnosa, antisipasi kekambuhan, tingkat fungsi obat-obatan dan tindakan pengobatan untuk pemulangan, dan respon yang diambil pada kondisi kegawatdaruratan.

b. Pendidikan khusus diberikan kepada pasien dan keluarga untuk memastikan perawatan yang tepat setelah pasien pulang.

(25)

c. Sistem pendukung di masyarakat dikoordinasikan agar memungkinkan pasien untuk kembali ke rumahnya dan membantu pasien dan keluarga membuat koping terhadap perubagan dalam status kesehatan pasien.

d. Melakukan relokasi pasien dan koordinasi sistem pendukung atau memindahkan pasien ke tempat pelayanan kesehatan lain.

11. Readmission (rawat ulang)

Readmission adalah suatu kejadian seorang pasien dirawat kembali yang sebelumnya telah mendapat layanan rawat inap di rumah sakit. Readmission merupakan suatu penanda kualitas perawatan pasien di rumah sakit yang diidentifikasi oleh rencana kesehatan yang telah dibuat sebagai kunci dari komponen sebuah pelayanan yang diberikan (Otha et a, 2016).

Menurut Lucas et al (2013), readmission dapat dicegah dengan cara pemberian perawatan rawat inap di rumah sakit dengan baik dan membuat suatu perencanaan pulang atau discharge planning untuk pasien harus baik pula. Readmission dapat merugikan pihak rumah sakit maupun pasien rawat inap

(26)

dikarenakan dapat mencapai cost yang lebih tinggi (Lucas et al, 2013).

Readmission sangat berkaitan dengan kualitas pelayanan suatu rumah sakit, misalnya pelayanan pasca oprasi yang menimbulkan pasien kembali dirawat dirumah sakit karena mengalami penyakit bawaan dari oprerasi tersebut, selain itu readmission juga bisa pada penyakit degeneratif dan penyakit- penyakit kronis lainya (Fischer, 2014)

B. Penelitian Terdahulu

1. Nazvia Natasia, Sri Andarini, Mulyatim Koeswo., (2015), Hubungan antara faktor motivasi dan supervisi dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian discharge planning di RSUD Gambiran Kota Kediri. Metode penelitian ini merupakan penelitian observasional jenis kuantitatif korelasional dengan pendekatan cross sectional study. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dengan skala likert dan observasi menggunakan checklist. Analisa data menggunakan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara faktor motivasi dan supervisi dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian

(27)

discharge planning. Faktor supervisi lebih berpengaruh terhadap pendokumentasian discharge planning dibandingkan dengan faktor motivasi.

2. Muhammad Rofi’i, Rr. Tutik Sri Hariyanti, Hening Pujasari., (2013), perjanjian dan konsensus dalam pelaksanaan perencanaan pulang pada perawat rumah sakit. Metode penelitian ini deskriptif korelasi dengan menggunakan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah perawat dan dokumentasi asuhan keperawatan dengan jumlah masing-masih 147 dengan purposive sampling dan proporsionate sampling.

Analisis penelitian ini dengan menggunakan chi square (signifikasi 5%) dan dengan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian ini menunjukan aa hubungan antara faktor personil perencanaan pulang (p=0.01; α = 0.05), keterlibatan dan partisipasi (p=0.025 ; α=0.05), komunikasi (p=0.008; α=0.05), perjanjian dan konsesnsus (p=0.07; α=0.05) dengan pelaksanaan pulang. Faktor yang berpengaruh adalah perjanjian dan konsesnsus (OR = 2,361).

3. Mary T Fox, Malini Persaud, Ilo Maimets, Dina Brooks, Kelly O’brien, Deborah Tregunno., (2013), Effectiveness of early

(28)

discharge planning in acutely ill or injured hospitalized older adults: a systematic review and meta-analysis. Metode penelitian ini menggunakan sistematic review dengan pendekatan cross sectional. Analisa data menggunakan meta- analisis. Hasil penelitiannya early discharge planning with acutely admitted older adults improves system level outcomes after index hospital discharge. Service providers can use these findings to design and implement early discharge planning for older adults admitted to hospital with an acute illness or injury.

4. Lagen Poglitsch, Michel Emery, & Agisy Darragh., (2011), A qualitative study of determinant of successful discharge for older adult inpatient. Metode penelitian ini menggunakan studi kualitatif ; FGI (focus group interview) dan observasi. Sampel penelitian ini adalah petugas pemberi pelayanan discharge planning. Hasil penelitian ini adalah Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan pulang adalah faktor keterlibatan dan partisipasi, komunikasi, waktu, perjanjian dan konsensus serta personil discharge planning.

5. Eliza LY Wong, Carrie HK Yam, Annie WL Cheung, Michal CM Leung, Frank WK Chan, Fiona YY Wong, Eng-Kiong Yeoh., (2011), Barriers to effective discharge planning: a

(29)

qualitative study inverstigating the perspectives of frontline healthcare professionals. Metode penelitian yang digunakan adalah FGD (focus group discussions). Sampel pada penelitian ini adalah semua total pemberi pelayanan profesional kesehatan (9 physicians, 13 nurses, 6 occupational therapists, 5 physiotherapists, 8 medical social workers). Analisis penelitian ini menggunakan coded using Nvivo 7.0 A mixed method of thematic analysis and grounded theory. Hasil penelitian ini adalah a systematic approach to develop the structure and key processes of the discharge planning system is critical in ensuring the quality of care and maximizing organization effectiveness. In this study, important views on barriers experienced in hospital discharge were provided.

C. Landasan Teori dan Kerangka Teori

Discharge planning adalah suatu proses dimulainya pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya (Kozier, 2004).

Discharge planning yang belum optimal menimbulkan dampak bagi pasien. Dampak tersebut adalah meningkatnya angka rawat

(30)

ulang dan pada akhirnya pasien akan menanggung pembiayaan untuk biaya rawat inap di rumah sakit (Perry & Potter, 2005).

Perry dan Potter (2005) membagi proses discharge planning atas tiga fase, yaitu akut, transisional, dan pelayanan berkelanjutan.

Pada fase akut, perhatian utama medis berfokus pada usaha discharge planning. Sedangkan pada fase transisional, kebutuhan pelayanan akut selalu terlihat, tetapi tingkat urgensinya semakin berkurang dan pasien mulai dipersiapkan untuk pulang dan merencanakan kebutuhan perawatan masa depan. Pada fase pelayanan berkelanjutan, pasien mampu untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas perawatan berkelanjutan yang dibutuhkan setelah pemulangan (Perry dan Potter, 2005)

Menurut Kozier (2004) dalam Fuady, et al (2016) Keberhasilah suatu discharge planning ditandai dengan angka pasien rawat ulang (readmission) menurun, menurunkan jumlah kekambuhan, pasien dan keluarga memahami diagnosa, antisipasi kekambuhan, fungsi obat-obatan dan lainnya, mengurangi LOS, mendapat kesehatan yang lebih optimal, meningkatkan kepuasan dan menghemat biaya.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi pelaksanaan discharge planning di Rumah Sakit Muhammadiyah Gamping yogyakarta.

(31)

38

Gambar 2.2 Kerangka Teori (Perry & Potter, 2005 dan Kozier, 2004) Faktor-faktor

yang mempengaruhi

- Perawat

- Pasien/ keluarga

Regulasi

Pelaksanaan discharge planning

- Input

Fase akut

- Proses Fase transisional Fase berkelanjutan

- Output

Pencapaian pelaksanaan discharge planning :

- Unplanned Admission/

readmission - Menurunkan jumlah

kekambuhan - Mengantisipasi

kegawatan - Mengurangi LOS - Meningkatkan

kepuasan

- Menghemat biaya - Hasil kesehatan

optimal

Fasilitas/peralatan

(32)

D. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

E. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana pelaksanaan discharge planning di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta?

2. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan discharge planning di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta?

3. Bagaimana rekomendasi dalam pelaksanaan discharge planning di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta?

INPUT - SDM (perawat

yang membuat discharge

planning)

- Petunjuk Teknis (SOP)

- Form discharge planning

PROSES - Kapan?

- Siapa?

- Bagaimana proses pelaksanaan?

pada saat pasien pertama kali masuk ruang rawat inap

persiapan sebelum hari kepulangan pasien

pada hari

kepulangan pasien

OUTPUT - Faktor readmisi - Pemahaman

pasien/ keluarga - Kelengkapan

form - Hambatan

Pelaksanaan

Gambar

Gambar 2.1 Alur pelaksanaan Discharge planning   (Nursalam dkk, 2008)
Gambar 2.2 Kerangka Teori  (Perry & Potter, 2005 dan Kozier, 2004) Faktor-faktor yang mempengaruhi -Perawat  -Pasien/ keluarga Regulasi
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran yang tepat akan sangat dibutuhkan, sehingga pendidik harus memahami setiap potensi dan kebutuhan potensi para anak didiknya.” Deswita, psikologi

Dari sini kita dapat memahami bahwa Quraish Shihab dalam pemikirannya membolehkan poligami, namun dalam pelaksanaan poligami tersebut beliau sangat menekankan pada unsur keadilan

Myös rinnan ympärysmitoissa (Piirros 5.) oli rotujen järjestys molemmilla ruokintatasoilla sama. voidaan havaita, että SkSk:n rinnan ympärysmitat olivat 300 kg:n painossa

oleh Emerson dan Nabatchi dalam (Ulfa, 2018) tentang faktor yang mempengaruhi collaborative governance salah satunya yaitu tentang SDM yang berkolaborasi harus

Pelaksanaan pekerjaan dilakukan setelah di keluarkan (urat Penunjukan Pemenang serta k ontrak disetujui serta (urat Perintah %ulai Kerja #erikut (urat Penyerahan 'apangan

Utara) Jl. Rawa Julang Rt.. 368 Jawa Barat Bekasi RSIA Sritina Jl. Raya Imam Bonjol No. Legenda Raya, No. Adam Thalib Jl. Festival Boulevard Blok Ja No. Vila Mutiara Cikarang,

hal ini menunjukkan thitung > ttabel (3.526 > 2.015) yang berarti bahwa Ha1 diterima artinya arus kas operasi secara parsial memiliki pengaruh positif dan signifikan

Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat yang dilaksanakan Program Studi Teknik Kimia berjalan dengan antusias ini terlihat banyaknya pertanyaan yang ditanyakan