• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. hati karyawan dalam melaksakan tugas-tugasnya. Semangat kerja karyawan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. hati karyawan dalam melaksakan tugas-tugasnya. Semangat kerja karyawan yang"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

16 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Semangat Kerja

2.1.1 Pengertian Semangat kerja

Semangat kerja karyawan dapat digunakan untuk menggambarkan suasana hati karyawan dalam melaksakan tugas-tugasnya. Semangat kerja karyawan yang tinggi dihubungkan dengan motif dan hal yang baik. Sebaliknya semangat kerja karyawan yang rendah dihubungkan dengan ketidaksenangan dan kejenuhan.

Menurut Hasibuan (2005:94) semangat kerja adalah kemauan melakukan pekerjaan dengan lebih giat sehingga pekerjaan diharapkan dapat terselesaikan lebih cepat dan lebih baik.

Menurut Tohardi (2002:427) menyatakan bahwa semangat kerja adalah kemampuan sekelompok orang-orang untuk bekerjasama dengan giat dan konsekuen dalam mengejar tujuan bersama. Semangat kerja menurut Nitisemito (2000:13) adalah melakukan pekerjaan secara giat dengan jalan memperkecil kekeliruan-kekeliruan dalam pekerjaan, mempertebal rasa tanggungjawab, serta menyelesaikan tugas tepat pada waktunya sesuai dengan rencana yang diharapkan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya (2007) semangat kerja adalah suatu kondisi rohaniah, atau perilaku individu pegawai dan kelompok- kelompok yang menimbulkan kesenangan yang mendalam pada diri pegawai untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa semangat kerja adalah

(2)

17

sikap mental dari individu dalam melakukan pekerjaan dengan lebih giat sehingga diharapkan dapat diselesaikan tepat pada waktunya serta dapat memperkecil kekeliruan-kekeliruan dalam pekerjaan.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja

Menurut Gorda (2004:13) menyatakan bahwa ada beberapa faktor pokok yang mempengaruhi semangat kerja karyawan diantaranya adalah sebagai berikut.

1) Kepemimpinan

Kepemimpinan untuk mempengaruhi orang lain agar orang tersebut bersedia secara ikhlas melaksanakan suatu pekerjaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2) Motivasi

Dorongan terhadap seorang untuk melakukan tindakan guna mencapai tujuan.

3) Komunikasi

Proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain.

4) Hubungan manusia

Keseluruhan rangkaian baik formal atau informal kearah keharmonisan.

5) Partisipasi

Pemberian kesempatan kepada karyawan untuk memberikan saran dan pendapat guna kemajuan perusahaan.

(3)

18 6) Lingkungan fisik

Segala sesuatu yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam melakukan tugas.

7) Kompensasi

Balas jasa yang dinilai dengan uang dan memiliki kecenderungan diberikan secara tetap.

8) Kesehatan dan keselamatan

Dimana lingkungan kerja yang sehat dan aman akan mengurangi rasa bosan dan jenuh.

Menurut Halsey (1994), faktor- faktor yang mempengaruhi semangat kerja karyawan adalah penempatan, kompensasi, kesempatan berprestasi, komunikasi, dan budaya keja dalam organisasi. Kelima faktor ini disebutkan dengan alasan bahwa dengan penempatan yang tepat, pemberian kompensasi yang adil, pemberian kesempatan berprestasi yang terbuka, hubungan kerja atau komunikasi yang kondusif dan budaya kerja yang baik dapat meningkatkan semangat kerja karyawan.

2.1.3 Indikasi-indikasi turunnya semangat kerja

Indikasi turunnya semangat dan kegairahan kerja karyawan oleh organisasi sangat penting untuk diketahui, karena dengan pengetahuan tentang indikasi tersebut akan dapat diketahui faktor-faktor yang menyebabkan turunnya semangat kerja karyawan.

(4)

19

Menurut Nitisemito (2000:97) terdapat beberapa indikasi yang menyebabkan turunnya semangat kerja karyawan.

1) Turun atau rendahnya produktivitas pekerja

Salah satu indikasi turunnya semangat kerja adalah ditunjukkan dengan menurunnya produktivitas kerja agar dapat diukur dan dibandingkan dengan waktu sebelumnya. Menurunnya produktivitas kerja dapat disebabkan karena karyawan malas dalam melaksanakan tugas-tugasnya atau sengaja menunda melakukan tugasnya.

2) Tingkat absensi yang tinggi

Tingkat absensi yang tinggi sebenarnya merupakan salah satu indikasi menurunnya semangat kerja karyawan.

3) Tingkat perpindahan buruh yang tinggi

Bila suatu perusahaan, tingkat keluar masuk karyawan naik daripada sebelumnya, hal ini juga merupakan indikasi menurunnya semangat kerja karyawan.

4) Tingkat kerusakan yang tinggi

Naiknya tingkat kerusakan terhadap bahan baku, barang jadi maupun peralatan yang digunakan dalam melakukan pekerjaan, hal ini menunjukkan bahwa perhatian karyawan berkurang dan terjadi kecerobohan dalam bekerja menunjukkan bahwa makin menurunnya semangat kerja karyawan.

(5)

20 5) Kegelisahan yang terdapat dimana-mana

Kegelisahan dimana-mana akan terjadi bila semangat dan kegairahan kerja karyawan menurun.

6) Tuntutan yang sering terjadi

Tuntutan merupakan tindakan yang terjadi akibat ketidakpuasan karyawan dalam bekerja. Sering kali terjadi tuntutan yang dilakukan karyawan dalam organisasi menunjukkan makin turunnya semangat kerja yang dimiliki karyawan.

7) Pemogokan

Indikasi paling kuat yang menunjukkan makin menurunnya semangat kerja karyawan adalah terjadinya pemogokan kerja dalam perusahaan.

2.1.4 Indikator-indikator untuk mengukur semangat kerja

Menurut Taufiq (2000:14) indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur semangat kerja yaitu sebagai berikut.

1) Absensi, menunjukkan tingkat kehadiran para karyawan dalam tugasnya.

2) Kerjasama, merupakan suatu tindakan bersama-sama antara seseorang dengan orang lain dimana setiap orang bekerja dan menyumbangkan tenaganya secara sukarela dan sadar untuk saling membantu guna mencapai tujuan bersama.

3) Disiplin, adalah ketaatan setiap karyawan terhadap tata tertib yang berlaku dalam perusahaan tersebut meliputi: kepatuhan para karyawan pada jam- jam kerja, kepatuhan karyawan kepada perintah pimpinan serta taat kepada

(6)

21

tata tertib yang berlaku, berpakaian seragam ke tempat kerja, penggunaan perlengkapan kantor dengan hati-hati, bekerja sesuai dengan tanggung jawab dan hasil kerja diharapkan menurut rencana yang telah ditentukan.

4) Kepuasan, adalah sikap para karyawan yang menunjang tingkat kepuasan terhadap tugasnya, lingkungan perusahaan, serta jaminan-jaminan yang diperolehnya meliputi tingkat kepuasan terhadap tugas dan pekerjaannya.

Menurut Tohardi (2002:433) indikator yang dipergunakan untuk mengukur semangat kerja karyawan adalah sebagai berikut.

1) Disiplin

Pendisiplinan karyawan adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela bekerja secara kooperatif dengan para karyawan lainnya serta meningkatkan prestasi kerjanya.

2) Kepuasan kerja

Kepuasan kerja adalah suatu cara pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya.

3) Partisipasi

Peningkatan partisipasi dapat meningkatkan rasa tanggung jawab serta semangat dan kegairahan kerja.

4) Kerjasama

Kerjasama merupakan tahap yang paling maju dan paling ideal dalam hubungan industrial. Pada tahap ini serikat pekerja turut serta secara aktif dalam peningkatan efisiensi, efektifitas, produktivitas, dan semangat kerja.

(7)

22 2.1.5 Pentingnya semangat kerja

Menurut Tohardi (2002:425), ada beberapa alasan yang dikemukakan berkenaan dengan pentingnya semangat kerja bagi suatu organisasi adalah sebagai berikut.

1) Dengan adanya semangat kerja yang tinggi pekerjaan yang diberikan dan ditugaskan kepada karyawan dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih cepat.

2) Dengan semangat kerja yang tinggi dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran karyawan yang sering tidak bekerja karena malas.

3) Dengan semangat kerja yang tinggi pihak organisasi memperoleh keuntungan dari sudut kecilnya kerusakan yang terjadi dalam penyelesaian pekerjaan, karena sepeti yang diketahui semakin tidak puas dalam bekerja maka semakin besar pula kerusakan yang akan ditimbulkan dalam pekerjaan.

4) Dengan semangat kerja yang tinggi dapat mengurangi resiko kecelakaan dalam pekerjaan karena karyawan yang memiliki gairah dan semangat kerja yang tinggi mempunyai kecenderungan sikap bekerja secara hati-hati dan teliti.

2.1.6 Faktor-faktor yang dapat meningkatkan semangat kerja

Beberapa cara untuk meningkatkan semangat kerja menurut Nitisemito (2000:10) antara lain sebagai berikut.

(8)

23 1) Gaji yang cukup

Setiap organisasi seharusnya dapat memberikan gaji yang cukup kepada karyawannya. Pengertian cukup ini sangat relatif. Besarnya gaji yang diberikan kepada karyawan mempunyai pengaruh terhadap kegairahan kerja.

2) Memperhatikan kebutuhan rohani

Indonesia memiliki bermacam-macam agama dengan memberikan hari- hari libur suatu hari agama dan mendirikan tempat-tempat ibadah atau sembahyang.

3) Sekali-kali perlu menciptakan suasana santai

Suasana kerja yang rutin seringkali menimbulkan kebosanan dan ketegangan bagi karyawan. Untuk menghindari hal-hal seperti ini, perlu adanya suasana santai pada waktu tertentu.

4) Harga diri perlu mendapatkan perhatian

Biasanya didalam suatu organisasi terdapat karyawan ahli yang hasil kerjanya dapat diandalkan.

5) Tempatkan karyawan pada posisi yang tepat

Setiap organisasi harus mampu menmpatkan setiap karyawannya pada posisi yang tepat. Artinya mereka pada posisi yang sesuai dengan keterampilan masing-masing.

6) Memberikan kesempatan untuk maju

Semangat dan kegairahan kerja karyawan akan timbul jika mereka mempunyai harapan untuk maju. Sebaliknya, jika mereka tidak

(9)

24

mempunyai harapan untuk maju dalam organisasi, semangat dan kegairahan kerjanya lama-kelamaan akan menurun.

7) Perasaan aman menghadapi hari tua dan perlu diperhatikan

Semangat dan kegairahan kerja akan terpuruk jika mereka mempunyai perasaan tidak aman terhadap masa depan profesi mereka.

8) Usahakan karyawan mempunyai loyalitas

Kesetiaan atau loyalitas karyawan terhadap organisasi dapat menimbulkan rasa tanggung jawab. Tanggung jawab dapat menciptakan gairah dan semangat kerja.

9) Sekali-kali karyawan perlu diajak berunding.

Dengan mengikut sertakan mereka berunding, perasaan bertanggung jawab akan timbul sehingga melaksanakan kebijakan baru tersebut dengan lebih baik.

10) Pemberian insentif yang terarah

Agar organisasi dapat memperoleh hasil secara langsung selain cara-cara yang telah disebutkan di atas dapat pula ditempuh sistem pemberian insentif kepada karyawan.

2.2. Kompensasi

2.2.1 Pengertian kompensasi

Sigit (2003:136) berpendapat bahwa kompensasi adalah segala bentuk imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya atas pengorbanan karyawan yang bersangkutan. Pengorbanan karyawan tersebut dapat berupa kerja,

(10)

25

jasa, kinerja, biaya, maupun jerih payah yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dalam hal ini pihak yang memberikan kompensasi yaitu perusahaan atau organisasi dan pihak yang menerima yaitu karyawan atau SDM.

Simamora (2004:442) menyatakan bahwa kompensasi adalah apa yang diterima oleh karyawan sebagai kontribusi mereka terhadap organisasi.

Kompensasi terdiri dari kompensasi finansial dan non finansial. Kompensasi finansial meliputi kompensasi finansial langsung dan tidak langsung. Kompensasi finansial langsung terdiri dari bayaran pokok yang berupa gaji dan upah, bayaran prestasi dan bayaran tertangguh seperti program tabungan, sedangkan kompensasi finansial tak langsung terdiri dari program-program proteksi, bayaran di luar jam kerja, fasilitas-fasilitas dan pekerjaan.

Handoko (Tohardi, 2005:411), kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Balas jasa tersebut tentunya merupakan salah satu faktor tercapainya tujuan yang diharapkan oleh perusahaan. Bila ditinjau dari sudut pandang karyawan, kompensasi merupakan hak yang timbul karyawan telah memenuhi kewajiban. Sedangkan dari sudut pandang perusahaan, kompensasi merupakan kewajiban atas hak yang telah diterima oleh karyawan. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa kompensasi adalah keseluruhan balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya karena yang bersangkutan telah memberi bantuan atau sumbangan untuk mencapai tujuan perusahaan.

(11)

26

2.2.2 Fungsi dan Tujuan Pemberian Kompensasi

Mudiartha, dkk (2001:263) fungsi dan tujuan pemberian kompensasi yaitu sebagai berikut.

1) Ikatan Kerjasama

Dengan pemberian kompensasi maka terjadilah ikatan kerjasama formal antara majikan dengan karyawan, dimana karyawan harus mengerjakan tugas-tugas dengan baik, sedangkan pengusaha atau majikan wajib membayar kompensasi itu sesuai dengan perjanjian.

2) Kepuasan kerja

Dengan balas jasa karyawan akan dapat memnuhi kebutuhan fisik, sosial, egoistiknya sehingga karyawan memperoleh kepuasan kerja dari jabatan itu.

3) Pengadaan Efektif

Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, maka pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan itu akan lebih mudah.

4) Motivasi

Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan lebih mudah memotivasi bawahananya.

5) Stabilitas Karyawan

Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompetitif maka stabilitas karyawan akan lebih terjamin karena turn over relatif kecil.

(12)

27 6) Disiplin

Dengan pemberian balas jasa yang cukup maka disiplin kerja akan semakin baik, mereka akan menyadari dan mentaati peraturan yang berlaku.

7) Pengaruh Sertifikat Buruh

Dengan program insentif yang baik, pengaruh sertifikat buruh dapat dihindari dan pegawai akan berkonsentrasi pada pekerjaan.

8) Pengaruh Pemerintah

Jika program insentif tersebut sesuai dengan UU perburuhan yang berlaku (seperti balas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindari.

2.2.3 Syarat – syarat dalam pemberian kompensasi

Untuk memberikan kompensasi kepada karyawan, banyak hal yang harus diperhatikan agar dapat meningkatkan dan menumbuhkan kegairahan kerja karyawan. Adapun syarat-syarat dalam pemberian kompensasi adalah sebagai berikut.

1) Kompensasi harus dapat meningkatkan dan menimbulkan kegairahan kerja. Besarnya kompensasi yang diberikan hendaknya diusahakan sedemikian rupa sehingga akan mampu meningkatkan gairah kerja karyawan. Hal ini sangat penting jika kompensasi yang diberikan terlalu kecil dan lebih kecil dari karyawan lain akan dapat menyebabkan partisipasi dan kinerja karyawan menurun, hal ini dapat mengakibatkan

(13)

28

menurunnya keuntungan perusahaan. Besarnya kompensasi sangat besar pengaruhnya terhadap kegairahan kerja karyawan.

2) Kompensasi harus adil

Sesuai dengan berbagai macam kebutuhan seorang karyawan memasuki suatu perusahaan dengan membawa seluruh watak dan kepribadian. Jadi, perusahaan bagi setiap karyawan dasarnya merupakan tempat dan sarana untuk memuaskan berbagai kebutuhan baik material maupun non material.

Oleh karena itu, perusahaan harus memberikan balas jasa yang tepat dengan tidak melupakan unsur-unsur keadilan. Untuk menetapkan kompensasi yang adil perusahaan dapat menggolonglan tugas-tugas dalam beberapa kegiatan yang menurut pembagiannya masih perlu diberikan kompensasi yang sama. Penggolongan tersebut jangan terlalu banyak sebab akan menimbulkan kesukaran dalam administrasi, dan sebaliknya akan dapat menyebabkan kemungkinan menggolongkan yang kurang tepat. Penggolongan tersebut didasarkan pada penilaian bahwa untuk tugas-tugas tersebut perlu diberikan kompensasi yang sama yang didasarkan oleh pertimbangan-pertimbangan antara lain:

(1) berat ringannya suatu pekerjaan.

(2) sulit mudahnya pekerjaan yang diberikan.

(3) besar kecilnya resiko pekerjaan yang dihadapi.

(4) perlu tidaknya keterampilan pekerjaan.

(14)

29 3) Kompensasi tidak boleh bersifat statis.

Kompensasi yang diberikan perusahaan yang berbentuk uang, disesuaikan dalam bentuk rupiah. Jika nilai yang diberikan cukup maka harus sesuai dengan kebutuhan. Bila suatu perusahaan setelah menetapkan kompensasi tidak berkemauan untuk meninjau kembali maka perusahaan tersebut dalam penetapan kompensasinya bersifat statis.

4) Kompensasi harus dapat memenuhi kebutuhan keinginan minimal.

Salah satu tujuan utama menjadi karyawan adalah karena adanya kompensasi. Dengan adanya kompensasi yang diterimanya itu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan secara minimal, misalnya kebutuhan akan makan, minuman dan pakaian.

2.2.4 Indikator-indikator kompensasi

Indikator-indikator kompensasi menurut Simamora (2004:445) diantaranya.

1) Upah dan gaji

Upah biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam. Gaji umumnya berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan.

2) Insentif

Insentif adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau upah yang diberikan oleh organisasi.

(15)

30 3) Tunjangan

Contoh-contoh tunjangan adalah asuransi kesehatan dan jiwa, liburan yang ditanggung perusahaan, program pensiun, dan tunjangan lainnya yang berkaitan dengan hubungan kepegawaian.

4) Fasilitas

Contoh-contoh fasilitas adalah kenikmatan/fasilitas seperti mobil perusahaan, keanggotaan klub, tempat parkir khusus, atau akses ke pesawat perusahaan yang diperoleh karyawan. Fasilitas dapat mewakili jumlah substansial dari kompensasi, terutama bagi eksekutif yang dibayar mahal.

2.2.5 Jenis – Jenis kompensasi

Simamora (2004:445) menyatakan bahwa jenis–jenis yang terdapat di dalam kompensasi adalah sebagai berikut.

1) Upah dan gaji

Upah biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam (semakin lama jam kerjanya, maka semakin besar bayarannya). Gaji umumnya berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan (terlepas dari lamanya jam kerja).

2) Insentif adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau upah yang diberikan oleh perusahaan. Program insentif terdiri dari insentif individu dan insentif kelompok.

(16)

31 3) Tunjangan

Contoh–contoh tunjangan adalah asuransi kesehatan jiwa, liburan yang ditanggung perusahaan, program pensiun, dan tunjangan lainnya yang berkaitan dengan hubungan kepegawaian.

4) Fasilitas

Contoh–contoh fasilitas adalah fasilitas seperti mobil perusahaan, keanggotaan klub, tempat parkir yang luas, atau akses ke pesawat perusahaan yang diperoleh karyawan. Fasilitas yang didapat mewakili jumlah substansial dari kompensasi, terutama bagi eksekutif yang dibayar mahal.

Tohardi (2002:417) menyatakan bahwa pada dasarnya kompensasi itu dibagi menjadi dua , yaitu.

1) Kompensasi langsung (Direct Compensation)

Upah atau gaji yang diberikan langsung berhubungan dengan prestasi kerja atau hasil kerja karyawan yang bersangkutan.

2) Kompensasi tidak langsung (Indirect Compensation)

Pemberian upah atau gaji yang tidak dikaitkan dengan prestasi kerja atau hasil kerja karyawan yang bersangkutan. Kompensasi tidak langsung juga disebut sebagai kompensasi lengkap.

(17)

32 2.3 Budaya Organisasi

2.3.1 Pengertian budaya organisasi

Ardana, dkk (2009:167) menyatakan definisi budaya organisasi yang dikemukakan oleh beberapa pakar, sebagai berikut.

1) Robbins (2002) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota suatu organisasi.

2) Eliott Jaeques (dalam Duncan, 1989) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan cara berpikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi yang dianut bersama oleh semua anggota organisasi dan para anggota baru harus mempelajari atau paling sedikit menerimanya sebagian agar mereka diterima sebagai bagian dari organisasi.

3) Wheelen dan Hunger (dalam Nimran, 1997) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan himpunan dari kepercayaan, harapan dan nilai yang dianut bersama oleh anggota organisasi dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Wirawan (2007:10) menyatakan bahwa budaya organisasi didefinisikan sebagai norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi dan sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen dan mencapai tujuan organisasi.

(18)

33

Budaya sistem sosial atau organisasi mempengaruhi sikap dan perilaku anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja anggota dan organisasi.

Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu persepsi atau tradisi yang dianut secara bersama-sama oleh seluruh anggota organisasi atau perusahaan yang dapat digunakan sebagai konsep dalam menyusun strategi perubahan atau pengembangan organisasi yang dipimpinnya.

2.3.2 Ciri-ciri Budaya Organisasi yang kuat

Deal dan Kennedy (Supartha, 2008:89) mengemukakan bahwa ciri-ciri organisasi yang memiliki budaya organisasi yang kuat adalah sebagai berikut.

1) Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik.

2) Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam perusahaan digariskan dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh orang- orang di dalam perusahaan sehingga orang-orang yang bekerja menjadi sangat kohesif.

3) Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam perusahaan, mulai dari mereka yang berpangkat paling rendah sampai pada pimpinan tertinggi.

(19)

34

4) Organisasi/perusahaan memberikan tempat khusus kepada pahlawan- pahlawan perusahaan dan secara sistematis menciptakan bermacam- macam tingkat pahlawan misalnya, pramujual terbaik tahun ini, pemberi saran terbaik, pengemudi terbaik, innovator tahun ini, dan sebagainya.

5) Dijumpai banyak ritual, mulai yang sangat sederhana sampai dengan ritual yang mewah. Pemimpin organisasi selalu mengalokasikan waktunya menghadiri acara-acara ritual ini.

6) Memiliki jaringan kultural yang menampung cerita-cerita kehebatan para pahlawannya.

Ndraha (Supartha, 2008:95) menjelaskan unsur-unsur yang merupakan ciri khas budaya kuat sebagai berikut.

1) Kejelasan nilai-nilai dan keyakinan (clarity of ordering)

Nilai-nilai dan keyakinan yang disepakati oleh anggota organisasi dapat ditentukan secara jelas. Perusahaan yang mempunyai nilai-nilai budaya yang jelas dapat memberikan pengarahan yang nyata dan jelas kepada perilaku anggota organisasi/perusahaan.

2) Penyebarluasan nilai-nilai dan keyakinan (extent of ordering)

Nilai-nilai ini terkait dengan seberapa banyak orang/anggota organisasi yang menganut nilai-nilai dan keyakinan budaya organisasi.

Penyebarluasan nilai-nilai sangat tergantung kepada sistem sosialisasi atau pewarisan yang diberikan oleh pimpinan organisasi kepada anggota- anggota organisasi, khususnya anggota-anggota baru.

(20)

35

3) Intensitas pelaksanaan nilai-nilai inti (core values being intensively held) Intensitas dimaksudkan sebagai seberapa jauh nilai-nilai budaya organisasi dihayati, dianut dan dilaksanakan secara konsisten oleh anggota-anggota organisasi.

2.3.3 Ciri-ciri Budaya Organisasi yang lemah

Deal dan Kennedy (Supartha, 2008:91) mengemukakan bahwa ciri-ciri dari budaya organisasi yang lemah adalah sebagai berikut.

1) Mudah terbentuk kelompok-kelompok yang bertentangan satu sama lain.

2) Kesetiaan kepada kelompok melebihi kesetiaan kepada organisasi.

3) Anggota organisasi tidak segan-segan mengorbankan kepentingan organisasi untuk kepentingan kelompok atau diri sendiri.

2.4 Komunikasi

2.4.1 Pengertian komunikasi

Menurut Gorda (2004:193) komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain dengan harapan timbul kesamaan pengertian dan persepsi yang kemudian untuk diarahkan kepada sesuatu tindakan tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

Menurut Nimran (Ardana, dkk, 2004 :49), komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari satu sumber berita kepada penerima melalui saluran tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan tanggapan dari penerima. Menurut Supardi dan Syaiful (2002:81) mengatakan bahwa komunikasi adalah usaha untuk mendorong orang

(21)

36

lain menginterpretasikan pendapat seperti apa yang dikehendaki oleh orang yang mempunyai pendapat tersebut, sehingga diharapkan diperoleh titik kesamaan saling pengertian.

Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian atau pemindahan informasi dari seseorang kepada orang lain sehingga menimbulkan adanya interaksi antara kedua pihak untuk dapat saling mengerti dan mencapai suatu tujuan organisasi. Komunikasi sangat berkaitan dengan semangat kerja, karena komunikasi merupakan hal sangat penting di dalam suatu organisasi. Seorang manajer yang memimpin suatu organisasi perlu memiliki keterampilan dalam berkomunikasi. Manajer harus berkomunikasi dan mempunyai hubungan yang dekat dengan karyawan agar karyawan bekerja dengan semangat. Dalam memberikan tugas kepada karyawannya, seorang manajer harus mampu berkomunikasi dengan baik sehingga tidak menyebabkan ketersinggungan dengan karyawan.

2.4.2 Fungsi komunikasi

Menurut Gorda (2004:194) komunikasi mempunyai empat fungsi utama yaitu sebagai berikut.

1) Fungsi Kendali

Komunikasi bertindak untuk mengendalikan perilaku karyawan dalam beberapa cara, misalnya mengkomunikasikan setiap keluhan yang berkaitan dengan pekerjaan kepada atasan langsung, sesuai dengan tugas sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, atau sesuai dengan kebijakan

(22)

37

perusahaan, dan selanjutnya atasan mengambil berbagai langkah-langkah untuk memecahkan keluhan karyawan tersebut, maka dalam hal ini komunikasi itu menjalankan fungsi kendali (kontrol).

2) Fungsi motivasi

Komunikasi membantu perusahaan untuk mengembangkan motivasi dengan menjelaskan kepada karyawan apa yang harus dikerjakan, bagaimana mereka bekerja dengan baik, dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja yang dibawah standar.

3) Fungsi pengungkapan emosional

Bagi banyak karyawan, kelompok kerja mereka merupakan sumber pertama interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok merupakan mekanisme fundamental dengan mana anggota-anggota menunjukkan kekecewaan dan rasa puas mereka. Oleh karena itu komunikasi menyiarkan ungkapan-ungkapan emosional dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial.

4) Fungsi informasi

Komunikasi berhubungan dengan perannya dalam mempermudah pengambilan keputusan. Komunikasi memberikan informasi yang diperlukan individu dan kelompok untuk mengambil keputusan dengan meneruskan data guna mengenali dan menilai pilihan-pilihan alternatif

(23)

38 2.4.3 Bentuk-bentuk komunikasi

Menurut Robbins (2002:314-315) bentuk-bentuk komunikasi ada tiga diantaranya :

1) Komunikasi vertikal

Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas atau komunikasi dari pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke pimpinan secara timbal balik.

2) Komunikasi horisontal

Komunikasi horisontal adalah komunikasi secara mendatar, misalnya komunikasi antara karyawan dengan karyawan dan komunikasi ini sering kali berlangsung tidak formal yang berlainan dengan komunikasi vertikal yang terjadi secara formal.

3) Komunikasi diagonal

Komunikasi diagonal yang sering juga dinamakan komunikasi silang yaitu seseorang dengan orang lain yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam kedudukan dan bagian.

2.4.4 Indikator-indikator komunikasi

Menurut Sendjaja (2004:11-13) indikator-indikator dari komunikasi adalah sebagai berikut.

1) Komunikasi formal merupakan bentuk hubungan komunikasi yang diciptakan secara terencana, malalui jalur-jalur formal dalam organisasi, yang melekat pada saluran-saluran yang telah ditetapkan sebagaimana

(24)

39

telah ditunjukkan melalui struktur. Bentuk khas dari komunikasi formal ini adalah berupa komunikasi yang tegas.

2) Komunikasi informal merupakan komunikasi yang ada diluar struktur, biasanya melalui saluran-saluran non formal yang munculnya bersifat isidentil, menurut kebutuhan, atau hubungan interpersonal yang baik, atau atas dasar kesamaan kepentingan, hobi dan lain-lain.

3) Komunikasi vertikal merupakan komunikasi yang terjadi ke atas dan ke bawah, baik itu komunikasi yang mengalir dari manajer ke karyawan maupun dari karyawan kepada manajer.

4) Komunikasi horizontal merupakan komunikasi yang terjadi di antara semua karyawan yang berada pada tingkatan organisasi yang sama.

5) Komunikasi diagonal merupakan komunikasi antara orang-orang yang mempunyai hirarki berbeda dan tidak memiliki hubungan wewenang secara langsung.

2.5 Pengaruh kompensasi, budaya organisasi dan komunikasi terhadap semangat kerja karyawan

Keberhasilan di dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusianya dalam melakukan fungsi dan tanggung jawabnya masing-masing.

Tentunya dengan mengerjakan segala tugas dan tanggung jawabnya akan dapat diketahui bagaimana semangat kerja karyawan di dalam sebuah organisasi.

Semangat kerja karyawan di dalam sebuah organisasi dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya, kompensasi, budaya organisasi, dan komunikasi.

(25)

40

Kompensasi merupakan suatu faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu organisasi atau perusahaan. Peranan kompensasi sangat penting dalam aktivitas perusahaan, karena kompensasi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam meningkatkan semangat kerja karyawan. Apabila kompensasi yang diberikan tidak sesuai maka akan mengurangi hasil kerja yang dilakukan yang tentunya dapat menurunkan semangat kerja karyawan.

Budaya organisasi akan berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan yang nantinya akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Budaya organisasi dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Dalam hal ini, dengan adanya budaya yang baik disuatu perusahaan tentunya semangat kerja karyawan akan semakin baik dan tujuan perusahaan dapat tercapai. Menurut Kotter (Wibowo, 2010:6), peranan budaya organisasi sangat menentukan bagi pencapaian tujuan organisasi. Perusahaan yang menekankan pada budaya dapat meningkatkan pendapatan rata-rata 682 persen, sedangkan yang kurang memperhatikan budaya hanya meningkat 166 persen, dalam kurun waktu 11 tahun.

Komunikasi yang baik diperlukan dalam suatu perusahaan, karena dengan proses komunikasi yang efektif dapat menciptakan iklim kerja yang sehat, sehingga pimpinan dapat membina dan membimbing para karyawan, serta dapat mengetahui segala keluhan-keluhan karyawan yang dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan yang dalam hal ini dapat mencari solusi atau jalan keluar dari permasalahan tersebut .

(26)

41

Dari uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa kompensasi, budaya organisasi dan komunikasi mempengaruhi semangat kerja karyawan. Semakin baik budaya organisasi suatu perusahaan, semakin baik komunikasi yang terjadi dalam perusahaan tersebut, dan semakin baik kompensasi yang diterima oleh karyawan maka akan semakin tinggi pula tingkat semangat kerja karyawan yang berarti semakin tinggi pula tingkat keberhasilan suatu perusahaan dan perusahaan pun akan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

2.6 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

1) Penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Mudiarta Utama (2004) dengan judul “Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja Karyawan Kantor Rektort Universitas Udayana”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh secara bersama-sama dengan pengaruh positif secara parsial, dan mengetahui faktor yang paling dominan dari faktor penempatan, kompensasi, kesempatan berprestasi, komunikasi dan lingkungan kerja terhadap semangat kerja karyawan. Metode yang digunakan berdasarkan metode proporsi acak sederhana dan dianalisis menggunakan metode Metode Regresi Linier Berganda. Dari hasil penelitian diketahui besarnya Fhitung adalah 39,880 yang berarti kelima faktor berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja karyawan.

Sedangkan perhitungan determinasi diperoleh nilai R2 = 0,680 yang berarti sekitar 68 persen variasi semangat kerja karyawan secara bersama-

(27)

42

sama dijelaskan oleh variasi perubahan penempatan,kompensasi, dan lingkungan kerja, dan 32 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam penlitian. Dari perolehan thitung dari kelima faktor tersebut, ternyata faktor komunikasi mempunyai pengaruh dominan terhadap semangat kerja karyawan kantor Rektorat Universitas Udayana.

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama menganalisis variabel kompensasi, komunikasi, dan semangat kerja. Perbedaan dalam penelitian ini dengan sekarang adalah pada variabel penempatan, kesempatan berprestasi, dan lingkungan kerja, pada jumlah variabel yang digunakan, waktu dan lokasi penelitian.

2) Sanjaya (2007) yang berjudul “Pengaruh kompensasi, lingkungan kerja, penempatan, dan kepemimpinan terhadap semangat dan kegairahan kerja pegawai di politeknik negeri Bali”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan dari kompensasi, lingkungan kerja, penempatan dan kepemimpinan secara bersama-sama terhadap semangat dan kegairahan kerja pegawai di politeknik negeri Bali, untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan secra parsial dari masing-masing faktor kompensasi, lingkungan kerja, penempatan dan kepemimpinan terhadap semangat dan kegairahan kerja pegawai di politeknik negeri Bali, dan untuk mengetahui faktor yang dominan pengaruhnya terhadap semangat dan kegairahan kerja pegawai di politeknik negeri Bali. Metode pengumpuan data yang dipergunakan adalah observasi, kuisioner dan wawancara. Data yang terkumpul

(28)

43

dianalisis dengan teknik analisis regresi linier berganda. Hasil dari Penelitian ini adalah kompensasi, lingkungan kerja, penempatan, dan kepemimpinan secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap semangat dan kegairahan kerja pegawai di politeknik negeri Bali.

Hasil yang ke dua yaitu masing-masing variabel kompensasi, lingkungan kerja, dan kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan parsial terhadap semangat dan kegairahan kerja pegawai di politeknik negeri Bali.

Sedangkan penempatan ternyata memberikan pengaruh yang negatif terhadap semangat dan kegairahan kerja pegawai di politeknik negeri Bali.

Persamaan pada penelitian ini adalah sama-sama menggunakan metode pengumpulan data observasi dan kuisioner, sama-sama menggunakan teknik analisis regresi linier berganda dan sama-sama meneliti tentang semangat kerja dan kompensasi. Perbedaan penelitian ini dengan sekarang adalah pada variabel bebasnya yaitu lingkungan kerja, penempatan, dan kepemimpinan, jumlah variabel yang digunakan, jumlah sampel, waktu dan lokasi penelitiannya.

3) Penelitian yang dilakukan oleh Stafman (2007) yang berjudul “Analisis Pengaruh Komunikasi, Kesejahteraan dan Promosi Terhadap Semangat Kerja Guru di SMP Negeri 2 Binangun Kabupaten Cilacap”. Yang berisi nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, diman nilai F hitung sebesar 26,451 dan nilai F tabel (= 0,05) sebesar 3,38. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa komunikasi, kesejahteraan, dan promosi secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap semangat

(29)

44

kerja guru. Nilai koefisien determinasi (R2) diketahuisebesar 0,760 yang berarti bahwa sebesar 76,00 persen semangat kerja guru dapat dijelaskan oleh variabel komunikasi, kesejahteraan dan promosi, sedangkan sisanya sebesar 24,00 persen dijelaskan oleh variabel yang diteliti. Hasi uji t diperoleh nilai hitung untuk masing-masing variabel t1 = 4,586, t2 =5,513 dan t3 = 4,864. Nilai t tabel dengan menggunakan taraf signifikansi 95 persen (= 0,05) dan derajat bebas (29 -1) = 28 diketahui sebesar 2,408.

Dengan kesimpulan 1. Terdapat pengaruh yang signifikan komunikasi, kesejahteraan, dan promosi secara bersama-sama terhadap semangat kerja guru di SMP Negeri 2 Binangun Kabupaten Cilacap. 2. Terdapat pengaruh yang signifikan komunikasi, kesejahteraan, dan promosi secara parsial terhadap semangat kerja guru di SMP Negeri 2 Binangun Kabupaten Cilacap. 3. Variabel kesejahteraan merupakan variabel yang memberikan pengaruh yang paling besar terhadap semangat kerja guru di SMP Negeri 2 Binangun Kabupaten Cilacap. Persamaan dalam penelitian ini adalah pada variabel terikatnya yaitu semangat kerja, sama-sama menggunakan variabel bebas komunikasi dan jumlah variabel yang digunakan..

Perbedaan penelitian ini dengan sekarang adalah pada variabel bebasnya yaitu kesejahteraan dan promosi, waktu dan lokasi penelitiannya.

4) Penelitian yang dilakukan oleh Lestari, Elya Dwi (2008) dengan judul

“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Semangat Kerja Karyawan Tetap dan Karyawan Kontrak”. Tujuan penelitian ini adalah memberi gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi semangat kerja karyawan tetap

(30)

45

dan karyawan kontrak serta konsekuensi apa saja yang muncul sebagai akibat dari kondisi semangat kerja pada karyawan tetap dan karyawan kontark. Hasil analisis menunjukkan bahwa setiap karyawan mempunyai perbedaan pada faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja mereka.

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa secara umum faktor yang mempengaruhi semangat kerja karyawan adalah faktor ekonomi, dan secara khusus faktor sosial kekaryaan, kepuasan dalam bekerja, ketenangan mental, jaminan dan pelindungan dalam pekerjaan, suasana kerja yang bersahabat antar anggota organisasi, fasilitas dan sarana serta prasarana kerja ternyata juga berpengaruh pada semangat kerja karyawan.

Adapun persamaaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang semangat kerja karyawan. Perbedaannya pada jumlah variabel yang digunakan, waktu dan lokasi penelitiannya.

5) Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kinjerski dan Skyrpnek (2005) dengan judul “Creating Organizational Conditions that Foster Employee Spirit at Work”. Penelitian ini berupaya untuk

mengidentifikasi faktor-faktor organisasi yang mendorong individu mengalami semangat di tempat kerja. Metode yang digunakan adalah dengan mengambil sepuluh perempuan dan tiga laki-laki, mulai usia 26-81 tahun, yang dalam waktu kerja dibayar penuh dalam berbagai pekerjaan, dan diidentifikasi memiliki semangat yang tiggi di tempat kerja, yang kemudian dilakukan wawancara secara lebih mendalam. Hasil dari penelitian ini adalah kepemimpinan mempengaruhi semangat kerja dan itu

(31)

46

sangat terkait dengan enam faktor organisasi yang lain (dasar organisasi yang kuat, integritas organisasi, budaya kerja positif, rasa komunitas di antara anggota, peluang untuk pemenuhan pribadi, pembelajaran terus- menerus, dan penghargaan atas kontribusi mereka). Walaupun studi ini tidak menyelidiki praktek-praktek spesifik atau strategi untuk meningkatkan semangat kerja, hasil menunjukkan bahwa organisasi yang ingin meningkatkan semangat kerja mereka di tempat kerja bisa memfokuskan upaya untuk menciptakan kondisi organisasi yang mendorong kepimpinanan yang inspiratif dan meningkatkan enam faktor lainnya yang diidentifikasi. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama- sama meneliti tentang semangat kerja dan budaya organisasi, sedangkan perbedaannya adalah terdapat pada lokasi, waktu dan jumlah sampel yang digunakan.

6) Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Linz et al (2006) denga judul “Worker Morale in Russia: An Exploratory Study”

yang meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja pekerja di Russia. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan dua kali survei di lima kota yang ada di Russia yakni pada tahun 1995 dan 2002.

Hasil survei menunjukkan kebanyakan pekerja yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini menyatakan penghargaan finansial memberikan kontribusi semangat kerja yang tinggi daripada non-finansial, tapi pujian untuk pekerja dengan baik dan perasaan prestasi juga memberikan kontribusi positif kepada semangat kerja. Ada hubungan yang signifikan

(32)

47

antara sikap positif pekerja kepada semangat kerja, dan korelasi positif antara penilaian kinerja dan semangat kerja. Sedangkan demografi (jenis kelamin dan usia) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap semangat kerja. Untuk itu, ketika perusahaan tidak mungkin memberikan penghargaan berbentuk finansial, untuk meningkatkan semangat kerja pekerja, perusahaan juga bisa melakukan perbaikan lingkungan kerja dan memberikan penghargaan non-finansial seperti pujian dan sebagainya.

Adapun persamaan dari penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja sedangkan perbedaannya terdapat pada variabel bebas yang digunakan, lokasi dan waktu penelitian.

2.7 Rumusan Hipotesis

Adapun hipotesis yang dikemukakan terhadap permasalahan ini adalah sebagai berikut.

1) Kompensasi, budaya organisasi dan komunikasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja karyawan pada The Royal Bali Beach Club Jimbaran.

2) Kompensasi, budaya organisasi, dan komunikasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja karyawan pada The Royal Bali Beach Club Jimbaran.

Referensi

Dokumen terkait

Sel Elektrolisis adalah sel yang menggunakan arus listrik untuk menghasilkan reaksi redoks yang diinginkan dan digunakan secara luas di dalam masyarakat kita.. Baterai aki yang

Laju pertumbuhan relatif tertinggi tanaman seledri pada 40-50 dihasilkan oleh pemberian konsentrasi IAA 1,0 ppm (A1) yaitu 0,0310 g/hari dan tidak berbeda nyata dengan

Jika bilangan terbesar di tambah 12 maka ketiga bilangan tersebut membentuk deret geometri. Bilangan terkecil dari ketiga bilangan

tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan

Kerajinan batik sudah menjadi bagian dari industri kreatif di Indonesia. Batik bila digarap secara profesional dan dengan keterampilan yang tepat, terukur, sesuai dengan selera dan

usaha produk unggulan dan stakeholders, dalam menyamakan persepsi penyusunan roadmap produk unggulan daerah; (4) Pelaksanaan praktek penyusunan roadmap dengan

Hasil persamaan model struktural/ inner model untuk pengaruh efisiensi modal kerja terhadap profitabilitas diperoleh nilai 0,377 yang menggambarkan bahwa semakin

Tujuan dari studi kelayakan investasi teknologi informasi ini adalah untuk mengetahui manfaat (tangible atau intangible) yang dihasilkan dari penggunaan investasi