• Tidak ada hasil yang ditemukan

JKPTB. Estimasi Volume Limpasan dan Debit Puncak Sub DAS Cikeruh Menggunakan Metode SCS-CN (Soil Conservation Service-Curve Number)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JKPTB. Estimasi Volume Limpasan dan Debit Puncak Sub DAS Cikeruh Menggunakan Metode SCS-CN (Soil Conservation Service-Curve Number)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Estimasi Volume Limpasan dan Debit Puncak Sub DAS Cikeruh Menggunakan Metode SCS-CN (Soil Conservation Service-Curve Number)

Andiles Kusnadi Sentosa1*, Chay Asdak2, Edy Suryadi2

1Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Padjadjaran

2Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

*email: andiles.kusnadi@gmail.com

RIWAYAT ARTIKEL

Disubmit 2 November 2020 Diterima 14 April 2021 Diterbitkan 20 April 2021

ABSTRAK

Pertambahan jumlah penduduk dan pembangunan yang terus meningkat menjadi permasalahan yang serius, terutama di wilayah perkotaan yang menjadi pusat perekonomian, pemerintahan, perdagangan dan perindustrian.

Perubahan tata guna lahan akibat pembangunan dapat menyebabkan sebuah wilayah mengalami banjir dan genangan yang terjadi pada musim hujan. Sub DAS Cikeruh merupakan Sub DAS bagian dari DAS Citarum hulu. Wilayah Sub DAS Cikeruh dikenal sering mengalami musibah banjir. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis volume limpasan dan debit puncak Sub DAS Cikeruh. Analisis volume limpasan dan debit puncak menggunakan metode SCS-CN (Soil Conservation Service-Curve Number). Total volume limpasan permukaan (Q) Sub DAS Cikeruh pada kejadian hujan maksimum sebesar 102.8 mm tahun 2016 adalah 9 920 025 m3. Debit puncak (Qp) periode ulang 2 tahun sebesar 462.47 m3/s, periode ulang 5 tahun diperoleh sebesar 908.83 m3/s, periode ulang 10 tahun diperoleh sebesar 1 044.07 m3/s, periode ulang 25 tahun diperoleh sebesar 1216.63 m3/s, periode ulang 50 tahun diperoleh sebesar 1345,25 m3/s dan periode ulang 100 tahun diperoleh sebesar 1 472.96 m3/s. Hasil penelitian ini berguna untuk data awal sebagai penelitian lanjutan seperti pemodelan banjir dan pembuatan saluran pengendali banjir.

KATA KUNCI

Debit puncak; SCS-CN (Soil Conservation Service-Curve Number); Volume limpasan

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.01.10

1. Pendahuluan

Pertumbuhan dan perkembangan sebuah kota dapat menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan yaitu dari lahan terbuka hijau (hutan, sawah, dll.) menjadi permukiman, pusat pertokoan, hotel atau pusat perbelanjaan.

Perubahan tata guna lahan akibat pembangunan dapat menyebabkan sebuah wilayah mengalami banjir dan genangan yang terjadi pada musim hujan. Banjir dapat diartikan sebagai laju aliran permukaan yang menyebabkan aliran sungai melebihi kapasitas saluran-saluran drainase.

Penurunan kapasitas saluran drainase dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti pendangkalan sungai, baik oleh adanya sedimentasi dari erosi di bagian hulu, penyumbatan oleh sampah, dan penyempitan akibat penimbunanan badan sungai. Peningkatan jumlah dan kecepatan aliran permukaan, selain karena hujan ekstrim juga oleh perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan lahan terbuka dan pemadatan tanah.

Keterbukaan lahan menyebabkan jumlah dan intensitas hujan yang sampai di permukaan tanah meningkat,

(2)

sedangkan pemadatan tanah menyebabkan berkurangnya kapasitas infiltrasi tanah, sehingga jumlah dan aliran permukaan meningkat.

Sub DAS Cikeruh merupakan Sub DAS bagian dari DAS Citarum hulu, dimana sudah mengalami perubahan tata guna lahan. Antara tahun 1983-2002, Sub DAS Cikeruh mengalami perubahan penggunaan lahan, yaitu penurunan luas lahan: sawah sebesar –4 612 ha (-20.51%), lahan hutan –2 192 ha (-9.75%), semak rumput - 626 ha (-2.79%) dan tegalan -271 ha (-1.21%) [1]. Berkurangnya luas lahan sawah, hutan, semak rumput dan tegalan ini disebabkan adanya alih fungsi lahan menjadi: urban, sub urban, industri dan fasilitas umum, belukar, dan lahan terbuka. Menurut Haryanto [2] Perubahan penggunaan lahan tersebut cenderung mengalami peningkatan. Sementara itu persentase perubahan tutupan lahan di DAS Citarum Hulu selama periode 2006-2014 berkisar 1-10% menunjukkan jenis tutupan lahan kebun/perkebunan, dan lahan terbangun cenderung mengalami peningkatan luas pada periode 2006-2014. Menurut Kurniawati [3] menyatakan bahwa perubahan tata guna lahan dan koefisien limpasan berpengaruh pada peningkatan debit limpasan sebesar 3.93%. Debit puncak terjadi karena peningkatan jumlah air larian permukaan, kondisi tersebut mengakibatkan bertambahnya jumlah volume air sungai sehingga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya bahaya banjir [4]. Debit puncak dapat dikatakan sebagai debit kritis yang menyebabkan banjir. Debit puncak terjadi ketika seluruh aliran permukaan yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) mencapai titik outlet [5].

Saat ini perhitungan debit puncak dapat diketahui dengan berbagai macam model yang dikembangkan oleh para ahli. Model-model pendugaan debit puncak, diantarnya adalah model Soil Conervation Service-Curve Number (SCS-CN) yang merupakan model-model umum dalam menduga debit puncak. Model ini cocok untuk DAS kecil dengan luasan kurang dari 250 Km² dan membutuhkan data sifat fisik tanah, penggunaan lahan, dan kondisi vegetasi [6]. Metode SCS-CN berusaha mengkaitkan karakteristik DAS seperti tanah, vegetasi, dan penggunaan lahan dengan bilangan kurva (CN) yang menunjukkan potensi air larian untuk curah hujan tertentu [5].

Sub DAS Cikeruh yang berada di tiga wilayah dengan posisi yang strategis terhadap perkembangan ekonomi dimana kondisi tutupan lahan Sub DAS Cikeruh dengan lahan terbangun lebih besar daripada kawasan hutan seperti disebutkan di atas, penting untuk dilakukan analsis debit puncak. Debit puncak perlu untuk diketahui dalam kerangka pengendalian banjir dan perancangan bangunan pengendali debit banjir [7]. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian analisis debit puncak Sub DAS Cikeruh menggunakan metode SCS-CN (Soil Conservation Service-Curve Number). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui volume limpasan dan debit puncak dengan periode ulang tertentu di Sub DAS Cikeruh.

2. Metodologi Penelitian 2.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2019 sampai bulan Mei 2020 di Kawasan Jatinangor, Sub DAS Cikeruh, Laboratorium Sumber Daya Air Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran. Secara geografis Sub DAS Cikeruh terletak pada 107º 40’ 51.6” - 107º 48’ 30” Bujur Timur dan 6º 48’ 9.6” - 6º 59’

13.2” Lintang Selatan. Lokasi Sub DAS Cikeruh disajikan pada Gambar 1.

(3)

Gambar 1. Peta Sub DAS Cikeruh (BBSLDP) 2.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian yaitu: Data curah hujan harian tahun 2010 sampai tahun 2019 yang diperoleh dari Pusat Sumber Daya Air (PUSAIR) Propinsi Jawa Barat dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, stasiun Curah Hujan yang digunakan yaitu Stasiun Jatiroke, Rancaekek, Cibiru dan Tanjungsari. Peta tata guna lahan Sub DAS Cikeruh skala 1:100 000 dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Jawa Barat. Peta jenis tanah Sub DAS Cikeruh skala 1:100 000 dari Balai Penelitian Sumber Daya Lahan Pertanian dan Sub DAS Cikeruh.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System) digunakan untuk mengecek kondisi aktual stasiun curah hujan di lapangan. Software ArcGIS 10.4.1 digunakan untuk mengukur luasan DAS, membuat polygon thiessen dan analisis peta lainnya dan Software HEC-HMS 4.5 digunakan untuk melakukan pemodelan hidrologi.

2.3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif, yaitu mendeskripsikan parameter-parameter pendugaan debit puncak di Sub DAS Cikeruh dengan menggunakan metode SCS-CN yang ditentukan oleh angka CN. Metode CN merupakan pendekatan empirik untuk mengestimasi aliran permukaan (run off) suatu kawasan didapat dari hubungan antara hujan, tutupan lahan, dan kelompok hidrologis tanah. Metode yang digunakan untuk penentuan CN ini menggunakan cara dari USDA (United States Department of Agriculture). Hasil perhitungan ditampilkan dalam pemodelan hirologi menggunakan aplikasi HEC-HMS.

2.4. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian terdiri dari tahapan pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data seperti berikut:

(4)

Tahapan Pengumpulan data:

 Studi Pustaka

Studi pustaka dimaksudkan mengumpulkan literatur yang terkait dengan penelitian. Studi pustaka bersumber dari buku, jurnal, skripsi, artikel dan lain-lain.

 Pengumpulan Data

Pengumpulan data didapatkan dari berbagai instansi pemerintahan seperti BBWS Citarum, PUSAIR, BBSLDP.

Tahapan Pengolahan Data

 Analisis Data Spasial

Analisis data spasial dilakukan meggunakan aplikasi arcGIS. Diantara analisis yang dilakukan adalah peta jenis tanah, peta penggunaan lahan, peta kemiringan lereng, menghitung luas, menghitung panjang sungai, dan overlay peta.

 Analisis Curah Hujan

Data curah hujan yang didapatkan adalah data curah hujan harian selama 10 tahun pada 4 titik stasiun.

Yaitu stasiun Cibiru (107.90; -6.9), Jatiroke (107.78; -6.92), Rancaekek (107.75; -6.95) dan Tanjungsari (107.75; -6.90). Data curah hujan tidak sepenuhnya lengkap maka perlu dilakukan penaksiran data hilang.

Penaksiran data hilang menggunakan metode Kurva Massa Ganda (Double Mass Curve) kemudian dilakukan uji konsistensi. Metode ini membandingkan hujan tahunan kumulatif pada stasiun X terhadap stasiun referensi. Stasiun referensi yaitu nilai rerata dari beberapa stasiun didekatnya. Nilai kumulatif tersebut digambarkan pada sistem koordinat kartesian x-y, dan kurva yang terbentuk diperiksa untuk melihat perubahan kemiringan (trend). Apabila garis yang terbentuk lurus berarti pencatatan di stasiun y adalah konsisten. Apabila kemiringan kurva patah/berubah, berarti pencatatan di stasiun Y tidak konsisten dan perlu dikoreksi. Data curah hujan belum menjadi data curah hujan wilayah. Maka dari itu dilakukan analisis curah hujan wilayah. Analisis curah hujan wilayah menggunakan metode poligon Thiessen.

Selanjutnya data curah hujan diolah untuk menentukan curah hujan rencana. Cara ini memperhitungkan luas wilayah yang diwakili oleh stasiun tersebut untuk digunakan sebagai koefisien dalam menghitung hujan maksimum harian rata-rata wilayah, atau biasa disebut koefisien Thiessen (C).

3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Jenis Tanah

Berdasarkan peta jenis tanah Sub-DAS Cikeruh (Gambar 1) dari Balai Penelitian Sumber Daya Lahan Pertanian (2018) terdapat 4 jenis tanah utama, yaitu: Andosol, Latosol, Gleisol dan Kambisol. Jenis-jenis tanah ini mempunyai karakter berbeda tiap jenis tanah, seperti tanah andosol umumnya bertekstur lempung berbasir dimana infiltrasi akan besar dan limpasan permukaan (run off) lebih kecil Luas masing-masing dari empat jenis tanah tersebut sebagai berikut: Andosol memiliki luas 5 456.09 ha, Kambisol seluas 6 574.17 ha, Gleisol seluas 6 058.62 ha, dan Latosol 1 013.88 ha.

3.2. Kondisi Penggunaan Lahan

Menurut Bappeda Jawa Barat tahun 2018 Sub DAS Cikeruh terdiri dari 14 penggunaan lahan yaitu: Hutan, bangunan air/sungai, kebun campuran, ladang/tegalan, sawah padi, sawah selingan, semak belukar, tanaman semusim, bangunan industri perdagangan, bangunan permukiman desa, bangunan permukiman kota, jalanan aspal, rel kereta dan stadion. tata guna lahan didominasi oleh permukiman kota dengan luas 5248 096799 ha

(5)

dan tata guna lahan terkecil yaitu stadion dengan luas 6.58 hektar. Tata guna lahan Sub DAS Cikeruh disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Tata guna lahan Sub DAS Cikeruh No Tipe tutupan lahan Luas (ha)

1 Danau/Sungai 7.59

2 Hutan 465.05

3 Perkebunan 3 382.66

4 Tegalan 3 509.35

5 Sawah 6 591.84

6 Sawah tadah hujan 824.31

7 Vegetasi non budidaya 6.96

8 Semak belukar 215.01

9 Tanah kosong 1 452.63

10 Permukiman 2 468.79

11 Gedung/bangunan lain 180.24

12 Jumlah 19 104.49

Sumber: [8]

3.3. Penentuan Nilai CN

Nilai CN dipengaruhi oleh tipe tutupan lahan, kelompok hidrologi tanah, dan luas kawasan. Dalam menentukan nilai CN Sub DAS Cikeruh dilakukan penentuan nilai CN setiap tutupan lahan dan kelompok hidrologi tanah kemudian CN dikalikan dengan luas Kawasan yang akan menghasilkan CN tertimbang. CN komposit didapatkan dari jumlah CN tertimbang dibagi dengan total luas Kawasan Sub DAS Cikeruh.

Tabel 2. Penentuan nilai CN Tipe Tutupan Lahan Kelas

Hidrologi Luas (Ha) Luas (%) Angka

CN CN Tertimbang

Bangunan air/sungai D 14.75 0.07 98 1 445.90

Bangunan industri

perdagangan D 15.35 0.08 95 1 458.69

Bangunan permukiman desa B 19.02 0.09 68 1 293.63

D 410.59 2.14 84 34 490.30

Bangunan permukiman kota B 802.67 4.20 72 57 792.72

D 4 445.42 23.27 86 382 306.12

Hutan B 1 551.36 8.12 55 85 325.07

D 607.54 3.18 77 46 780.68

Jalanan aspal D 37.13 0.19 93 3 453.53

Kebun campuran B 1 225.72 6.41 71 87 026.13

D 1 013.68 5.30 81 82 10862

Ladang/tegalan B 376.94 1.97 81 30 532.65

D 208.71 1.09 91 18 993.17

Rel kereta D 5.38 0.02 91 489.90

Sawah padi B 723.83 3.78 71 51 392.05

(6)

Tipe Tutupan Lahan Kelas

Hidrologi Luas (Ha) Luas (%) Angka

CN CN Tertimbang

D 4 328.74 22.66 81 350 628.09

Sawah selingan B 3.54 0.02 86 304.82

D 1 030.08 5.39 94 96 827.65

Semak belukar B 196.93 1.03 48 9 452.748

D 372.82 1.95 73 27 215.89

Stadion D 6.58 0.03 80 526.77

Tanaman semusim B 556.05 2.91 81 45 040.47

D 1 149.85 6.02 91 104 636.97

Total 19 102.77 100 1 519 522.66

Angka CN Komposit = 1 519 522.66/19 102.77 = 79.54

3.4. Kondisi Curah Hujan dan Iklim

Data curah hujan pada Sub DAS Cikeruh diperoleh dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum dan PUSAIR pada beberapa stasiun pengamatan diantaranya yaitu: Stasiun Jatiroke, Stasiun Tanjungsari, Stasiun Rancaekek, dan Stasiun Cibiru. Data curah hujan yang didapatkan yaitu data curah hujan harian selama 10 tahun yaitu dari tahun 2010–2019. Curah hujan tahunan di Sub DAS Cikeruh selama tahun 2010–2019 berkisar antara 1 270 sampai 3 310 mm/tahun, rata-rata hujan tahunan selama tahun 2010–2019 adalah 2 038 mm/tahun. Tercatat menurut [9] Kota Bandung mengalami kejadian banjir 5 kali dan Kabupaten Sumedang mengalami banjir 15 kali. Berdasarkan Gambar 1, curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 3 267.65 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada tahun 2011 sebesar 1 372 mm. Hujan tahunan selama tahun 2010–2019 disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 2. Curah hujan tahunan Sub DAS Cikeruh (Sumber: BBWS Citarum)

Analisis curah hujan maksimum harian rata-rata wilayah dilakukan dengan menggunakan metode Thiessen memperhitungkan luas wilayah yang diwakili oleh stasiun tersebut untuk digunakan sebagai koefisien dalam menghitung hujan maksimum harian rata-rata wilayah, atau biasa disebut koefisien Thiessen (C). Berdasarkan perhitungan luas daerah tangkapan hujan dengan metode Thiessen, daerah tangkapan paling luas yaitu stasiun Cibiru dengan koefisien sebesar 0.40.

(7)

Tabel 3. Curah Hujan Tahunan Sub DAS Cikeruh

3.5. Estimasi Volume Limpasan

Estimasi volume limpasan (runoff) dengan metode SCS-CN memerlukan parameter pendukung yaitu: tipe penutupan lahan (land cover), Kelompok Hidrologi Tanah (Hydrologic Soil Group), dan kelembaban tanah awal (Antecedent Moisture Content/AMC). Kelembaban tanah awal yang digunakan adalah AMC II (Normal).

Besarnya perbedaan curah hujan dengan limpasan permukaan (S) berhubungan dengan angka kurva limpasan permukaan (CN) dimana persamaannya menggunakan persamaannya yaitu:

S = (25 400/CN)-254 maka:

S = (25 400/79.54)-254 S = 65.33

Volume limpasan menggunakan rumus: Q = (P−0.2S)2 /(P+0.8S) dimana:

Q = Limpasan permukaan (mm)

P = Curah hujan sesaat (mm) = 102.8 mm (Curah Hujan Maksimum tahun 2016) S = Perbedaan antara curah hujan dan runoff (mm)

Maka:

Q = {102.8 - (0.2 x 65.33)}2 / {102.8+(0.8 x 65.33)}

Q = 4 403.60/131.69 Q = 51.92 mm

Total volume limpasan permukaan (Q) untuk Sub DAS Cikeruh pada kejadian hujan maksimum sebesar 102.8 mm tahun 2016 yaitu:

Q = 51.92 x 1/1000 m x 19 102.771 ha x 10 000 m2 Q = 9 920 025 m3

3.6. Pendugaan Debit Puncak

Pendugaan debit puncak (Qp) dengan beberapa periode ulang menggunakan model SCS-CN diujikan pada saat terjadi curah hujan maksimum. Hasil pendugaan debit puncak disajikan pada Tabel 2. Parameter yang diperlukan dalam perhitungan debit puncak untuk kala ulang tertentu menggunakan metode SCS, yaitu: curah hujan rancangan, hujan efektif (Q), dan Luas DAS. Waktu konsentrasi (Tc) dihitung dengan persamaan Kirpich.

Komponen yang diperlukan untuk menghitung waktu konsentrasi adalah panjang sungai utama dan kemiringan lereng. Panjang sungai utama Sub DAS Cikeruh, yaitu 27.4 km diketahui melalui analisis spasial

Tahun Bulan

Total

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2010 412.3 355.7 636.2 146.0 275.5 84.4 78.7 105.5 277.9 219.3 378.4 340.9 3 310.7 2011 77.3 143.0 136.1 172.8 152.9 36.8 10.7 0.2 4.9 65.7 189.6 288.6 1 278.6 2012 191.4 224.0 157.6 168.8 67.9 81.1 0 1.2 24.3 67.7 260.7 494.4 1 739.1 2013 239.0 216.5 338.6 303.5 213 131.1 122.3 10.4 8.4 49.7 163.9 472.8 2 269.0 2014 249.1 98.6 494 308.2 39.6 116.4 68.1 16.9 7.1 37.1 211.4 389.7 2 036.2

2015 200.6 325.4 267 221.4 80.3 1.7 0 0 1 18.1 177.7 288.2 1 581.4

2016 202.6 404.2 405.3 212.7 159.4 188.9 142.4 57.4 209 527.3 457.1 166.9 3 133.2 2017 100.6 179.6 416.8 220.8 63.5 12 18.8 2.9 39.2 220.7 502 209.5 1 986.4

2018 155 171.0 232.6 96.1 42.3 3.9 0 0.4 0 42.6 390.7 267.2 1 401.7

2019 141.8 352.3 334.7 330.5 108.8 0 0 0 0 23 132.6 211.4 1 635.0

Rata-

rata 197 247 342 218 120 66 44 19 57 127 286 313 2 037

(8)

menggunakan aplikasi ArcGIS. Kemiringan lereng juga dianalisis menggunakan ArcGIS dihasilkan kemiringan Sub DAS Cikeruh 0.04. Waktu konsentrasi yang diperoleh 1 645.5 menit dikonversi menjadi 4.5 jam.

Tabel 3. Pendugaan debit puncak Periode

Ulang (Tahun)

CH

(mm) (P-0.2S) (P+0.8S) Q

(mm) Luas (Ha) 0.0021xQxA Tp Qp (m3/s) 2 80.49 4 546.33 132.74 34.25 19 104.49 1 374.04 2.77 496.92 5 96.80 9 370.24 149.05 62.86 19 104.49 2 522.10 2.78 908.83 10 107.59 11 575.61 159.84 72.42 19 104.49 2 905.37 2.78 1 044.07 25 121.23 14 696.71 173.48 84.72 19 104.49 3 398.72 2.79 1 216.63 50 131.35 17 252.82 183.60 93.97 19 104.49 3 769.92 2.80 1 345.25 100 141.39 19 991.13 193.64 103.24 19 104.49 4 141.79 2.81 1 472.96 Keterangan:

CH = Curah Hujan Rancangan (mm) P = Curah Hujan Sesaat (mm)

S = Perbedaan antara curah hujan dan runoff (mm) Q = Limpasan (mm)

A = Luas wilayah (ha) Qp = Debit puncak

Gambar 3. Grafik curah hujan dan debit puncak

Dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa debit puncak berbanding lurus dengan besar curah hujan rancangan.

Semakin besar curah hujan rancangan, debit puncak semakin besar, tapi dengan besaran meningkat lebih besar. Data penggunaan lahan menunjukkan bahwa kenaikan debit puncak tersebut pada Gambar 4 kemungkinan karena semakin berkurangnya tutupan lahan (dominasi perkotaan), menurunkan curve number dengan demikian meningkatkan air limpasan permukaan serta debit puncak.

4. Kesimpulan

Dengan menggunakan pendekatan SCS-CN, estimasi volume limpasan permukaan (runoff) di Sub DAS Cikeruh pada kejadian hujan maksimum sebesar 102.8 mm adalah 9 920 025 m3. Besarnya volume limpasan permukaan dipengaruhi oleh curah hujan, luas DAS, dan Kelompok Hidrologi Tanah. Berdasarkan analisis,

(9)

besarnya debit puncak (Qp) periode ulang dua tahun adalah 496.92 m3/s. Untuk debit puncak dengan periode ulang 5 tahun (908.83 m3/s), dan debit puncak dengan periode ulang 10 tahun adalah 1 044.07 m3/s, debit puncak periode ulang 25 tahun (1 216.63 m3/s); Qp periode ulang 50 tahun (1 345.25 m3/s), dan Qp periode ulang 100 tahun (1 472.96 m3/s).

Daftar Pustaka

[1] BPS. Propinsi Jawa Barat dalam Angka. BPS Provinsi Jawa Barat, 2018.

[2] E. T. Haryanto, “Perubahan Bentuk Penggunaan Lahan dan Implikasinya Terhadap Koefisien Air Larian DAS Citarum Hulu JawaBarat,” Skripsi, Universitas Padjajaran, Bandung, 2018.

[3] Y. Kurniawati, “Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke non pertanian Desa Kondang jaya, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang,” Thesis, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 2005.

[4] B. Wicaksono, P. T. Juwono, D. Sisinggih, “Analisa Kinerja Sistem Drainase Terhadap Penanggulangan Banjir dan Genangan Berbasis Konservasi Air Di Kecamatan Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro,” Jurnal Teknik Pengairan, vol 9(2) pp. 70-81. 2018.

[5] C. Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2007.

[6] P. K. Gupta and S. Panigrahy, “Geo-Spatial Modeling of Runoff ff Large Land Mass: Analysis, Approach and Results for Major River Basins of India,” The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences. Vol. XXXVII. Part B2. Beijing, China, 2008.

[7] S. S. Budiawan, “Pendugaan Debit Puncak Menggunakan Model Rasional dan SCS-CN (Soil Conservation Service-Curve Number) (Studi Kasus di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran; Sub DAS Kali Madiun, DAS Solo),” Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2012.

[8] Bappeda Jawa Barat, Data Tata Guna Lahan Sub DAS Cikeruh, 2018.

[9] BNPB, Data Kejadian Banjir Propinsi Jawa Barat. BNPB Propinsi Jawa Barat, 2018.

Gambar

Gambar 1. Peta Sub DAS Cikeruh (BBSLDP)  2.2.  Bahan dan Alat
Tabel 1. Tata guna lahan Sub DAS Cikeruh  No  Tipe tutupan lahan  Luas (ha)
Gambar 2. Curah hujan tahunan Sub DAS Cikeruh (Sumber: BBWS Citarum)
Tabel 3. Curah Hujan Tahunan Sub DAS Cikeruh
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas hipoglikemik ekstrak air daun Angsana terhadap kadar glukosa darah (KGD) dan terhadap histopatologi sel beta pada

Sehingga untuk Kecamatan Rasau Jaya, peningkatan daya dukung lahan dapat dilakukan dengan menambah jenis komoditas melalui diversifikasi vertikal, rotasi,

Setelah guru memberikan kupon, siswa melakukan kegiatan diskusi kelompok dengan mengamati bacaan tentang “bhinneka tunggal ika”. Siswa mengerjakan tugas yang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi yang baik bagi para akademisi dan pihak-pihak terkait menyangkut hal keuangan, terkhusus mengenai pasar

Lembah Anai Daerah Kawasan Kota Bukit Indah Sektor (SPBU) Ds.Kali Hurip Cikampek Karawang. 67

Dari hasil percobaan tabel 4.3 didapati bahwa indikasi perubahan pH asam atau basa membutuhkan waktu yang yang relatif sama dalam merubah pH namun untuk

Fitting Term Structure of Interest Rates Using B-splines : The Case of Taiwanese Government Bonds.. Financial Engineering and Computation : Principles,

Pengambilan data kuantitatif dispensary time diperoleh dari observasi di lapangan pada pasien rawat jalan umum dan rawat jalan ASKES yang menebus resep di IFRS X