LAPORAN FITOFARMAKA
PEMBUATAN PRODUK KAPSUL EKSTRAK KENCUR (Kaempferia galangal L.)
Nama : EVY FEBRY FIRDAUSY HS NIM :201210410311183
Kelas : Farmasi A Tanggal praktikum
3 Desember 2015
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2015
Pembuatan Kapsul Ekstrak Kencur Dan Penetapan Kadar Senyawa Marker EPMS Dalam Kapsul.
1. Tujuan
Memahami metode pembuatan kapsul dari bahan baku simplisia dan menetapkan kadar senyawa marker dalam kapsul.
2. Tinjauan Pustaka
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbagai penelitian yang telah dilakukan, banyak ditemukan obat tradisional yang dapat digunakan sebagai obat alternatif selain obat-obatan yang dibuat dengan bahan obat sintetis dengan khasiat yang sama dan telah dibuktikan dengan berbagai pengujian klinis. Obat tradisional yang telah dikembangkan seperti tersebut dikelompokkan sebagai Fitofarmaka. Fitofarmakamerupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah distandarisasi.
Uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilmiah.Fitofarmaka harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya:
a. Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik.
c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
Tahap-tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka:
a. Tahap seleksi
Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sesuai dengan skala prioritas yaitu jenis obat alami yang diharapkan berkhasiat untuk penyakit- penyakit utama, jenis obat alamai yang memberikan khasiat dan kemanfaatan berdasar pengalaman pemakaian empiris sebelumnya, jenis OA yang diperkirakan dapat sebagai alternatif pengobatan untuk penyakit-penyakit yang belum ada atau masih belum jelas pengobatannya.
b. Tahap biological screening untuk menyaring keberadaan efek farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah kepada khasiat terapetik (pra klinik in vivo), keberadaan efek keracunan akut (single dose), spektrum toksisitas jika ada,
dan sistem organ yang mana yang paling peka terhadap efek keracunan tersebut (pra klinik, in vivo)
c. Tahap penelitian farmakodinamik
Untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-masing sistem biologis organ tubuh. Dibagi dalam tahap pra klinik, in vivo, dan in vitro.
d. Tahap pengujian toksisitas lanjut (multiple doses) e. Tahap pengembangan sediaan (formulasi)
Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu, keamanan, dan estetika untuk pemakaian pada manusia.Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik yaitu teknologi farmasi tahap awal, pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak, sediaan OA, parameter standar mutu: bahan baku OA, ekstrak, dan sediaan OA.
f. Tahap uji klinik pada manusia
Ada 4 fase yaitu fase 1: dilakukan pada sukarelawan sehat, fase 2: dilakukan pada kelompok pasien terbatas, fase 3: dilakukan pada pasien dengan jmlh yang lebih besar dari fase 2, dan fase 4: post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek samping yang tidak terkendali saat uji pra klinik maupun saat uji klinik fase 1-3.
Kapsul adalahbentuk sediaan obat yang terbungkus cangkang kapsul, keras atau lunakKapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk kesediaan padat, dimana satu bahan macam obat atau lebih dan / atau bahan inert lainnya yang dimasukan kedalam cangkang atau wadah kecil umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai.Macam-macam kapsul yaitu:
a. Kapsul cangkang keras (capsulae durae, hard capsul), contohnya kapsul tetrasiklin, kapsul kloramfenikol dan kapsul Sianokobalami.
b. Kapsul cangkang lunak (capsulae molles, soft capsule), contohnya kapsul minyak ikan dan kapsul vitamin.
Komponen kapsul yaitu zat aktif obat, cangkang kapsul, dan zat tambahan berupa bahan pengisi contohnya laktosa. Sedangkan untuk obat yang cenderung mencair diberi bahan pengisi magnesium karbonat, kaolin atau magnesium oksida atau silikon dioksida serta bahan pelicin (magnesium stearat).
Proses pembuatan Kapsul : 1. Melting
Bahan larutan gelatin 25-30%, bahan dasar couple berupa gelatin dilarutkan di dalam air panas yang telah di demineralisasi. Bahan
tambahan lain seperti pengawet dan pewarna dicampurkan ke dalam larutan gelatin sehingga membentuk campuran yang homogen.
2. Pencetakan
Bahan dasar yang dimasukkan kedalam mesin pembuatan kapsul untuk dicetak menjadi cangkang kapsul yang siap untuk digunakan.
3. Sorting
Cangkang kapsul yang sudah jadi akan diperiksa sesuai dengan standar cGMP . Selain pemeriksaan itu dimensi kapsul seperti ketebaln, diameter, dan tinggi kapsul akan diperiksa untuk memastikan cangkang kapsul siap digunakan pada proses pengisisn kapsul
4. Printing
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan penimbangan 20 kapsul sekaligus dan ditimbang lagi satu persatu isi tiap kapsul. Kemudian timbang seluruh cangkangkosongdari 20 kapsul tersebut. Lalu dihitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul,tidak boleh melebihi dari yang ditetapkan pada kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih dari yang ditetapkan pada kolom B.
Bobot rata- rata A B
120 mg 10 20
120 mg atau lebih 7,5 15
Kadar, Penetapan kadar dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan zat berkhasiat yang terdapat dalam kapsul telah memenuhi syarat dan sesuai dengan yang tertera pada etiket. Metode penetapan kadar yang digunakan sesuai dengan zat aktif yang terkandung dalam sediaan kapsul. Caranya ditimbang 10-20 kapsul, isinya di gerus dan bahan aktif yang larut diekstraksi menggunakan pelarut yang sesuai menurut. Prosedur yang sudah ditetapkan. Secara umum rentang kadar bahan aktif yang ditentukan beraa diantara 90-110% dari pernyataan pada label (Agoes, 2008).
Cab-O-Sil (Aerosol)
Sinonim Aerosil; Cab-O-Sil; Cab-O-Sil M-5P; colloidal silica fumed silica; fumed silicon dioxide; hochdisperses silicum dioxid
Struktur formula
SiO2 (BM = 60.08)
Fungsi Adsorbent; anticaking agent; emulsion stabilizer; glidant; suspending agent;
tablet disintegrant
Penggunaan Cab-O-Sil sebagai
• Aerosol= konsentrasi 0,5 – 2,0 %
• Emulsion stabilizer= konsentrasi 1,0 – 5,0 %
• Glidant = konsentrasi 0,1 – 1,0 %
• Suspending dan thickening agent= konsentrasi 2,0 – 10,0 %.
Sifat fisika- kimia
Ph : 3,5-4,0 , ukuranpartikel : 7-16 nm
kelarutan praktis tidak larut dalam pelarut organik, air, dan larutan asam, kecuali hydrofluoric acid. Larut dalam larutan alkali hidroksida panas. Membentuk dispersi koloidal dalam air.
Stabilitas dan Kondisi Penyimpanan :
Cab-O-Sil higroskopis tetapi mengadsorbsi sejumlah besar air tanpa mencair. Ketika digunakan dalam sistem aqueous pada pH 0-7.5, Cab-O-Sil dapat meningkatkan viskositas dari sistem. Tapi pada pH lebih dari 7.5 peningkatan viskositas Cab-O-Sil akan berkurang dan pada pH lebih dari 10.7 kemampuan Cab-O-Sil menghilang karena Cab-O-Sil terlarut membentuk silikat.
Avicel
Sinonim Avicel PH; Cellets; Celex; cellulose gel; hellulosum microcristallinum;
Celphere; Ceolus KG; crystalline cellulose; E460; Emcocel; Ethispheres;
Fibrocel; MCC Sanaq; Pharmacel; Tabulose; Vivapur.
Rumus empiris (C6H10O5)220( BM ≈36.000 )
Fungsi Adsorbent; suspending agent; tablet dan capsule diluent; tablet disintegrant.
PH Kerapatan Titik lebur Distribusi partikel
5,0-7,5
1,512 – 1,668 g/cm3 260 – 2700C
20 – 200 mikro meter
Kelarutan mudah larut dalam 5% w/v larutan NaOH, praktis tidak larut dalam air, asam terlarut, dan sebagian besar pelarut organik.
kompatibilitas avicel inkompatibel dengan agen oksidator kuat (Rowe et al, 2009).
3. Alat dan Bahan Alat
• Ultrasonik
• timbangan analitik
• gelas ukur
• tabung reaksi kecil 3 buah
• labu ukur 10 ml 3 buah
• pipet tetes
• pipet volum
• plat KLT
• sinar UV
• pipa kapiler 5µl
• chamber
• kertas saring
• batang pengaduk
• tisu
• vial 9 buah
• densitometer
• beker gelas 200 ml
• corong
• aluminium foil
• mortir dan stamper.
•
• Bahan
• n-heksana
• etil asetat
• asam formiat (90:10:1)
• standar EPMS 50g
• etanol 96%
• sampel
• cangkang kapsul.
•
4. Prosedur
4.1 Penetapan Kadar EPMS dalam Kapsul
a. Dibuat 10 kapsul dengan kadar 10 mg EPMS/kapsul. Hitungkebutuhanekstrak yang harusditimbang, avicel : cab-o-sil (3:1). Berar per kapsul 250 mg
• Kadar EPMS dalamekstrakkencurkelompok3 : 63.23%
• EPMS 10 kapsul = 10 mg x 10 kapsul = 100 mg
• Beratekstrak = 100
63.23 X 100 mg =158 mg
• Berateksipien = 250mg - 158mg = 92 mg
• Cabosil = ¼ x 92mg = 23 mg
• Avicel = ¾ x 92 mg =69 mg
b. Ditimbang 158 mg sampel, 69mg avicel, dan 23mg Cab-O-Sil.
c. Diaduk avicel dan Cab-O-Sil dalam mortir ad homogen. Dimasukkan sampel dan aduk ad homogen.
d. Campuran dibagi 3 bagian secara visual sama banyak. Masing-masing campuran dibagi menjadi 5 bagian.
e. Timbang 3 kapsul kosong lalu rata-rata.
f. Timbang kapsul berisi campuran satu per satu dan hitung persen penyimpangan masing-masing kapsul. Sesuai dengan ketentuan FI III yaitu:
• Bobot rata-rata isi kapsul
• Perbedaan bobot isi kapsul dalam
%
• A • B
• 120 mg atau lebih • ± 10 % • ± 20 %
• Lebih dari 120 mg • ± 7.5 % • ± 15 %
•
g. Pilih 3 kapsul secara random untuk menentukan kadar EPMS
h. Kapsul dilarutkan dalam 10 ml etanol dengan labu ukur 10 ml lalu diultrasonik selama 5 menit.
i. Disentrifuge selama 5 menit pada tabung reaksi hingga pembawa mengendap.
j. Diambil 1 ml dan ditambah ad 4 ml etanol pada vial.
k. Totolkan pada plat sebanyak 5 µl
•
4.2 Pembuatan Eluen (Fase gerak)
• Eluen yang digunakan adalah n-heksana:etil asetat:asam formiat (90:10:1). Buatlah eluen sebanyak 101 mL. Masukkan ke dalam chamber.
Homogenkan di dalam chamber dengan cara digoyang-goyang. Apabila volume eluen terlalu banyak, maka dikurangi. Jangan sampai totolan awal pada lempeng KLT tercelup di dalam eluen.
• Pembuatan Larutan Baku
a. Pembuatan larutan baku induk (BI) 5000 ppm
• Ditimbang standar EPMS dengan seksama sebanyak 53.3mg, ditambah dengan 5 mL etanol 96%, diultrasonik selama 5 menit kemudian ditambah dengan etanol 96% sampai tepat 10,0 mL.
b. Pembuatan baku kerja
• Preparasi Sampel
a. Penotolan sampel dan standar pada lempeng KLT
- Dilakukan pengenceran: ambil 1000 mikroliter larutan sampel ditambah dengan etanol 96% sebanyak 3000 mikroliter (dalam vial bertutup).
- Totolkan sampel dan sampel untuk recoveri sebanyak 2 mikroliter, sedangkan standar EPMS sebanyak 2 mikroliter pada plat KLT.
5. Cara Kerja
a. Penentuan panjang gelombang maksimum
• Lempeng KLT yang sudah di-scan pada panjang gelombang 254 dan 365 nm, kemudian di-scan pada panjang gelombang 310 nm. Dari sini dapat diketahui pada panjang gelombang berapa EPMS memberikan absorban maksimum.Panjang gelombang maksimum tersebut yang akan digunakan untuk pengukuran.
b. Penentuan linearitas
• Linearitas menentukan dari larutan standart EPMS pada lempeng KLT, kemudian dianalisis dengan menggunakan KLT-densitometer pada
panjang gelombang maksimum. Dihitung berapa regresi linear antara kadar dan luas area noda.
c. Penentuan presisi
• Untuk menghitung presisi, ditotolkan sampel dan larutan baku kerja masing-masing 5 uL pada lempeng KLT. Lempeng ini kemudian dieluasi dengan fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT-densitometer pada panjang gelombang maksimum.Sehingga dapat dihitung berapa standar deviasi (SD) dan koefisien variasinya (KV).