1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pelayanan publik merupakan tugas utama bagi semua aparatur Negara sebagai abdi negara dan masyarakat. Hal ini jelas diterangkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa (UUD 1945). Pemerintah memiliki peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang prima bagi semua penduduknya yang sesuai dengan amanat dalam Pasal 1 Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pelayanan publik yaitu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dalam pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan aturan perundangundangan bagi warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administrarif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik (UU 25 Tahun 2009). Sedangkan kebijakan publik dibuat dengan menitik beratkan lingkup publik, dimana terletak pada ruang lingkup bersama. Hal ini mengartikan sebagaimana lingkup publik membutuhkan interaksi antar negara dengan warganya saat pengambilan keputusan yang salah satunya dalam hal terkait masalah social yang ada di ruang lingkup masyarakat (Ridwan, 2020).
Adapun pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah, baik itu pusat, di daerah, maupun
2 dalam Badan Usaha Milik Negara. Maka dari itu pelayanan publik dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat (Inu Kencana Syafie 2018) Upaya untuk memaksimalkan pelayanan publik maka diperlukan suatu infrastruktur sehingga pelayanan publik mampu memberikan pelayanan secara maksimal kepada masyarakat.
Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Dari alokasi pembiayaan publik dan swasta, infrastruktur dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah. Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi. Infrastruktur juga berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain dalam peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan akses kepada lapangan kerja, serta peningkatan kemakmuran nyata dan terwujudnya stabilisasi makro ekonomi, yaitu keberlanjutan fiskal, berkembangnya pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja (Kodoatie, 2005)
Pelayanan publik telah menjadi isu kebijakan yang strategis, karena penyelenggaraan pelayanan publik selama ini belum memiliki dampak yang luas terhadap perubahan aspek–aspek kehidupan masyarakat. Karena sebelum era reformasi, birokrasi pemerintah sangat mendominasi penyelenggaraan
3 pemerintahan dan pelayanan publik. Pemerintah lebih dominan bertindak sebagai aktor dalam penyelenggaraan pelayanan publik, sehingga keterlibatan warga negara dalam pemerintahan sangat terbatas (Sabaruddin, 2015).
Sasaran dalam memberikan pelayanan publik yaitu secara umum diberikan kepada seluruh masyarakat dan termasuk dalam hal ini kelompok masyarakat disabilitas.
Penyandang disabilitas fisik adalah seseorang yang memiliki ketidakmampuan melaksanakan suatu aktivitas atau kegiatan tertentu yang disebabkan oleh keadaan fisik, atau sistem biologis yang berbeda dengan orang lain pada umumnya. Seseorang dengan disabilitas fisik memiliki sendi atau struktur tulang yang berbeda dengan orang normal pada umumnya, kelumpuhan anggota gerak atau tidak lengkapnya anggota tubuh bagian atas atau bawah (Widjopranoto & Sumarno, 2004). Penyandang disabilitas adalah orang-orang yang mengalami ketidakmampuan (disability) atau gangguan (impairment) pada fungsi fisik ataupun psikologis mereka. Pendekatan biopsikososial yang digunakan International Classification of Impairment, Disabilities and Handicaps (ICIDH, 2002) menjelaskan disabilitas sebagai hubungan yang kompleks antara dimensi-dimensi “impairment”,
“keterbatasan aktivitas”, dan “pembatasan partisipasi” yang individu alami dalam konteks sosial dan fisik. Ketidakmampuan yang penyandang disabilitas miliki tersebut akan menyebabkan banyak aktivitas tidak dapat mereka lakukan dan mereka akan lebih sulit dalam memenuhi tuntutan hidup sehari- hari mereka. Implementasi perlindungan Hak manusia di sebuah negara
4 tidak dapat dipisahkan dari keberadaan produk atau peraturan hokum yang dibuat sebelumnya untuk melindungi hak manusia dengan peraturan hukum (Sulistyowati, Sihidi, Wahidah, 2021).
Di Kota Malang jumlah penduduk yang masuk dalam kategori disabilitas menunjukkan adanya kondisi yang berfluktuasi jumlahnya, dimana data mengenai jumlah penduduk disabilitas tahun 2015-2019 di Kota Malang dapat disajikan pada Tabel 1.1
Tabel 1.1
Jumlah Penduduk Disabilitas Netra Tahun 2019-2020 di Kota Malang
Kecamatan
Jumlah Disabilitas Netra
Tahun 2019 Tahun 2020
Kedungkandang 11 59
Sukun 23 65
Kelojen 6 33
Blimbing 6 44
Lowokwaru 18 61
KOTA MALANG 64 262
Sumber: Dinas Sosial Kota Malang
Berdasarkan data mengenai jumlah penduduk yang masuk dalam kategori disabilitas tersebut menunjukkan adanya gambaran mengenai keberadaan kelompok disabilitas tersebut. Akivitas sebagain besar penduduk kelompok disabilitas di Kota Malang bekerja baik di sektor formal maupun informal dengan berbagai berbagai bidang pekerjaan. Kelompok disabilitas
5 selalu berupaya untuk meningkatkan kemandiriannya dalam bidang ekonomi.
Pelayanan bagi masyarakat disabilitas di Kota Malang yaitu ditunjukkan dengan adanya inovasi layanan pojok Braille (Mindarti, 2018) yang merupakan bentuk pelayanan masyarakat disabilitas di Kota Malang di bidang pendidikan. Kota Malang juga menjadi kota inklusi atau kota yang ramah kepada kelompok difabel, selain itu melalui dinas sosial menjalankan program pelatihan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas agar dapat beraktivitas secara mandiri. Upaya untuk memberikan layanan transportasi kepada kelompok disabilitas pemerintah Kota Malang juga memberikan layanan publik yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas.
Layanan infrastruktur dan sarana prasarana publik yang ada, seperti itransportasi, area jalan, sekolah inklusi, perkantoran, layanan kesehatan dan lainnya juga masih kurang menunjang bagi penyandang disabilitas sehingga penyandang disabilitas sulit mengaksesnya atau masih merasa keterbatasan ketika harus bergabung bersama-sama dengan pengguna layanan masyatakat normal pada umumnya. Keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan disabilitas merasa malu untuk membawa anak ke pusat layanan kesehatan, rehabilitasi, maupun sekolah sehingga orang dengan disabilitas lebih sering hanya berada di rumah dan kurang mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang (Lestari, 2012). Hal ini mengakibatkan penyandang disabilitas cenderung memiliki status kesehatan yang buruk, prestasi pendidikan yang lebih rendah, kurang terlibat dalam perekonomian, dan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi (bryant, 2011)
6 Kesehatan merupakan hal yang penting bagi suatu daerah untuk meningkatkan angka taraf harapan hidup disuatu daerah. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah guna tercapainya angka taraf harapan hidup yang tinggi, karena dengan meningkatnya taraf harapan hidup suatu daerah dapat meningkat pula angka umur produktif. Salah satu upaya untuk merealisasikannya dengan memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh warga Negara tanpa terkecuali. Ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28 H ayat (1) : setiap orang berhak hidup sejatera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (pustaka, 2010) Ketentuan dalam Undang-Undang Dasar tersebut menegaskan bahwa pemerintah memang sudah semestinya memberikan pelayanan kesehatan salah satunya dengan memberikan jaminan kesehatan kepada setiap warga.
Jaminan kesehatan diberikan pada seluruh warga Negara tanpa terkecuali, apakah Ia normal atau penyandang disabilitas. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada bagian ketiga kesehatan lanjut usia dan penyandang cacat Pasal 139 ayat (1) dan (2) dan Pasal 140 mengatur upaya pemeliharaan kesehatan penyandang cacat (Hendrik, 2011) Pemerintah juga wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan bagi penyandang cacat. Upaya-upaya tersebut dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat (Ibid, hlm 9)
Bentuk inovasi pelayanan publik bagi disabilitas dalam mengakses pelayanan kesehatan di Kota Malang yaitu dengan adanya Inovasi Braille
7 E-ticket and Extraordinary Access for Visual Dissabilities (BREXIT) di Puskesmas Janti Kota Malang. Penyediaan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas, setara, dan berkeadilan untuk kelompok disabilitas netra sebagaimana layaknya masyarakat umum sudah menjadi kebutuhan. “Inovasi itu berangkat dari kebutuhan. BREXIT berperan penting dalam mengatasi masalah kesehatan bagi penyandang disabilitas netra sejak tahun 2017.
Melalui BREXIT, penyandang disabilitas netra diberikan kemudahan dalam mengakses pelayanan kesehatan yang memadai melalui penyediaan fasilitas hand rail, guiding block untuk akses di luar ruangan, guiding carpet untuk akses di dalam ruang puskesmas. Papan nama bertuliskan huruf braille juga disediakan untuk memberikan informasi kepada pasien penyandang disabilitas netra tentang tempat pelayanan yang dapat diakses.
Puskesmas Janti, selain menyediakan akses sarana dan prasarana fisik juga memberikan penyuluhan kesehatan secara berkala. Selain itu, untuk meningkatkan kemandirian dalam memahami aturan minum obat, Puskesmas Janti menyiapkan e-tiket obat bertuliskan huruf braille yang menyantumkan aturan pakai, indikasi secara umum, dan waktu kadaluarsa.
Inovasi adalah kreasi yang berproses mencipta cara-cara baru, ide-ide baru, dan metode baru merupakan oksigen, yang harus terus mengalir demi keberlangsungan organisasi birokrasi dalam mengembangkan fungsi pelayanan pemenuhan kebutuhan masyarakat (makmur & Thahir, 2012).
Pengertian inovasi di bidang pelayanan publik sendiri merupakan ide kreatif teknologi atau cara baru dalam teknologi pelayanan atau memperbarui yang
8 sudah ada di bidang teknologi pelayanan atau menciptakan terobosan atau penyederhanaan di bidang aturan, pendekatan, prosedur, metode, maupun struktur organisasi pelayanan yang manfaatnya outcome mempunyai nilai tambah baik dari segi kuantitas maupun kualitas pelayanan. Dengan demikian inovasi dalam pelayanan publik tidak mengharuskan suatu penemuan baru, tetapi dapat merupakan suatu pendekatan baru yang bersifat kontekstual dalam arti inovasi tidak terbatas dari tidak ada kemudian muncul gagasan dan praktik inovasi, tetapi dapat berupa inovasi hasil dari perluasan maupun peningkatan kualitas pada inovasi yang ada. Inovasi sendiri memiliki dua variasi yang dapat dipahami berdasarkan dua model dimensi yaitu nilai publik dan control publik. Keduanya dilihat sebagai aspek kunci dari legitimasi pemerintah sedangkan legitimasi proses bergantung pada system publik legitimasi control dan output tergantung pada realisasi nilai publik. Variasi ini dapat dipahami berdasarkan model dua dimensi yaitu efek buruk dari inovasi publik menyangkut kegaga;an untuk memperkuat kontribusi nilai sector publik terhadap masyarakat sedangkan dimensi kedua menyangkut keterbatasan dari control publik (Albert Meijer & Marcel Thaens, 2021).
Namun, dalam praktiknya, penyandang disabilitas masih banyak mengalami hambatan dalam mengakses pelayanan dasar, seperti kesehatan, pendidikan, dan kependudukan. Dengan kata lain, masih terjadi eksklusi dalam pelayanan publik terhadap disabilitas. Sebagai contoh, pada pelayanan kesehatan, penyandang disabilitas rungu dan wicara tidak bisa leluasa menyampaikan keluhannya (terkait hal-hal yang dianggap sensitif atau
9 pribadi) saat memeriksakan kesehatannya, karena tidak ada petugas yang memahami cara berkomunikasi dengan penyandang disabilitas. Selain itu, penyandang disabilitas juga mengalami kesulitan untuk mengakses langsung pelayanan di gedung unit pelayanan, karena tidak ada pintu masuk atau lobi yang aksesibel bagi pengguna kursi roda. Hal ini terjadi karena adanya prasangka (asumsi negatif) dari pemberi pelayanan dan pembuat kebijakan bahwa tidak perlu membuat pintu masuk atau lobi dimaksud disebabkan jarang ada pasien penyandang disabilitas yang datang (utomo, 2018).
Gambaran mengenai pentingnya inovasi pelayanan, dimana akan memberikan dampak terhadap performance pegawai dan semakin meningkat dan kredibilitas kantor pelayanan juga mengalami perubahan yang lebih baik daripada sebelumnya. Melalui inovasi pelayanan publik akan memberikan rasa aman kepada pihak yang di layani dan membebaskan dari segala resiko atau keragu-raguan pelanggan. Jangkauan terhadap pelayanan lebih mudah dan pelayanan menjadi lebih cepat karena adanya pemotongan prosedur pelayanan. Pelayanan yang lebih terjangkau dengan sistem online, namun biaya tetap dikenakan sesuai dengan standar yang ditetatapkan (cantika, vol.3 ). Terdapat pula efek buruk dari inovasi publik yaitu kurangnya stabilitas yang dihasilkan dari penekanan pada inovasi berkelanjutan. Tak hanya itu efek buruk dari inovasi ialah inovasi sebenarnya dapat menghasilkan praktik illegal, inovasi sesungguhnya dapat menyebabkan korupsi yang dimana inovasi itu sendiri sebenarnya hanya membuang-buang uang oleh pemerintah yang sebenarnya tidak memberikan hasil. Efek buruk dalam inovasi publik
10 juga menghasilkan ganguan keseimbangan kekuatan dimana inovasi sendiri menghasilkan pemusatan kekuasaan lebih lanjut ditangan pemegang kekuasaan. Selanjutanya menyimpulkan bahwa inovasi publik menciptakan risiko keamanan yang tidak terduga yang lebih besar dari pada maanfaat inovasi itu sendiri (Albert Meijer & Marcel Thaens, 2021).
Hasil penelitian yaitu mengenai penilaian program inovasi rumah sakit keliling maka dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan penilaian terhadap empat dimensi kerja, sementara tiga lainnya tidak berjalan optimal.
Ada dua faktor penghambat dalam pelaksanaan program kelola rumah sakit;
jumlah anggaran dan dokter spesialis yang tidak mencukupi diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan program, untuk memaksimalkan koordinasi ulang antar pihak terkait, untuk melibatkan lebih banyak spesialis medis dan menciptakan sistem yang terorganisasi dengan baik untuk program inovasi pelayanan kesehatan (hutagalung, 2017). Selanjutnya inovasi pelayanan publik juga ditunjukkan melalui upaya peningkatan pelayanan publik, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB) menerapkan kebijakan bahwa sejak tahun 2014 adalah tahun inovasi pelayanan publik. Seluruh instansi pemerintah, baik di pusat maupun daerah diharapkan dapat membuat suatu ide kreatif atau jawaban terhadap cara kerja/metode pelayanan publik. KemenPAN RB mengumpulkan dan menilai inovasi-inovasi yang telah dilakukan di sejumlah instansi di seluruh Indonesia (kurniawan, vol.10).
1.2 Rumusan Masalah
11 Berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini maka masalah dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana inovasi pelayanan publik bagi masyarakat disabilitas melalui program Brexit (Braille E- Ticket And Extraordinary Access For Visual Disabilities) di Puskesmas Janti Kota Malang?
2. Faktor apa yang menjadi penghambat inovasi pelayanan publik bagi masyarakat disabilitas melalui program Brexit (Braille E- Ticket And Extraordinary Access For Visual Disabilities) di Puskesmas Janti Kota Malang?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Menganalisis inovasi pelayanan publik bagi masyarakat disabilitas melalui program Brexit (Braille E- Ticket And Extraordinary Access For Visual Disabilities) di Puskesmas Janti Kota Malang.
2. Menganalisis faktor yang menjadi penghambat inovasi pelayanan publik bagi masyarakat disabilitas melalui program Brexit (Braille E- Ticket And Extraordinary Access For Visual Disabilities) di Puskesmas Janti Kota Malang.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.
1. Secara Teoritis
12 Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pemerintahan terutama tentang studi kebujakan publik dan pengembangan kajian pelayanan sektor publik baik dari segi pendekatan konseptual maupun pengembangan konsep dari HPM menjadi HPS.
2. Secara Praktis
Untuk meningkatkan pelayanan baik ditinjau dari segi prosedur maupun tatanan pelaksanaanya.
1.5 Definisi Konseptual
Definisi konseptual dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Inovasi pelayanan publik
Konsep proses layanan dalam inovasi merujuk kepada produk pelayanan baru, meskipun layanan dapat memiliki elemen teknologi, teknik atau keahlian. Keragaman ini berarti generalisasi tentang sifat layanan dan inovasi dalam layanan harus dikualifikasikan oleh banyak pengecualian. Adapun pengertian inonasi pelayanan publik yaitu:
“Inovasi dalam manajemen sektor publik juga dapat didefenisikan sebagai pengembangan desain kebijakan baru dan standar operasi baru yang dihasilkan oleh organisasi yang ditujukan kepada masalah kebijakan publik sebuah inovasi dalam administrasi publik adalah efektivitas, kreativitas, dan jawaban unik terhadap masalah baru atau jawaban baru terhadap masalah lama. Sebuah inovasi tidaklah harus merupakan solusi yang sempurna atau
13 berupa penyelesaian akhir, tetapi suatu solusi terbuka yang dapat di transformasi oleh mereka yang mengadopsi (Sangkala (2013:27)”
Fokus utama dari dinamisnya suatu inovasi publik adalah pembahasan tentang hasil nilai publik. Musyawarah membuka kemungkinan terwujudnya dan penilaian inter subyektif terhadap hasil positif dan sisigelap inovasi publik. Pertimbangan perlu focus pada sejauh mana proses inovasi publik benar benar menghasilkan hasil nilai publik yang diinginkan . Musyawarah tidak diposisikan di luar proses inovasi publik tetapi terintegrasi di dalamnya dengan menciptakan ruang refleksi berulang (Albert Meijer & Marcel Thaens, 2021)
2. Penyandang Disabilitas
Inovasi pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas, adapun pengertian disabilitas adalah:
“Pengertian tentang Penyandang Disabilitas tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dimana penyandang disabilitas diartikan sebagai orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga lainnya berdasarkan kesamaan hak. Penyandang Disabilitas menurut Aziz (2014 :40-74) dibagi menjadi tunanetra (gangguan penglihatan),
14 tunarungu (gangguan pendengaran), tunadaksa (kelainan anggota tubuh), dan berkelainan mental”
3. Brexit (Braille E Ticket and Extraordinary Access for Visual Disabilities)
Upaya Pemerintah Kota Malang dalam menyelenggarakan inovasi pelayanan publik bagi penyandang disabilitas netra yaitu merupakan wujud komitmen Kota Malang atas layanan yang inklusif dan wujud komitmen keberpihakan kepada kelompok minoritas secara khusus kelompok disabilitas netra yaitu dengan adanya inovasi layanan publik Brexit (Braille E Ticket and Extraordinary Access for Visual Disabilities.
“Pada kali pertama digagas pada 2017, Brexit diperuntukkan bagi warga Rehabilitasi Sosial Bina Netra Malang (RSBN) yang kemudian diterapkan pada Puskesmas Janti Kota Malang (Peraturan Daerah (Perda) No 2 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Difabel). Dalam pemberian layanannya, Brexit menyediakan fasilitas antara lain papan yang bertuliskan huruf Braille di puskesmas, jalan khusus guiding block, dan karpet jalur pemandu bagi penyandang disabilitas netra. Melalui Brexit, penyandang disabilitas netra yang berkunjung ke puskesmas dapat secara mandiri mengakses layanan yang ada, seperti mendaftarkan diri untuk pemeriksaan, mengambil obat, hingga membaca tutorial resep obat. Selain itu,
15 untuk memandirikan pasien penyandang disabilitas netra dalam membaca resep obat, inovasi Brexit juga memfasilitasi penulisan etiket obat dengan huruf braille sehingga informasi seperti nama pasien, nama obat, dosis, kegunaan, tanggal peracikan dan tanggal kadarluasa dapat diketahui secara mudah tanpa ada ketergantungan terhadap pendamping pasien”
1.6 Definisi Operasional
1. Inovasi pelayanan publik bagi masyarakat disabilitas melalui program BREXIT
(Braille E-Ticket And Extraordinary Access For Visual Disabilities) a. Perencanaan inovasi pelayanan publik untuk masyarakat
disabilitas
b. Pelaksanaan inovasi pelayanan publik program BREXIT (Braille E-Ticket And Extraordinary Access For Visual Disabilities)
c. Evaluasi inovasi pelayanan publik program BREXIT (Braille E- Ticket And Extraordinary Access For Visual Disabilities)
2. Faktor penghambat program inovasi pelayanan publik BREXIT (Braille E-Ticket And Extraordinary Access For Visual Disabilities)
1.7 Metode Penelitian
Metode penelitian memberikan peneliti urutan-urutan pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan
16 metode penelitian diskriptif kualitatif, karena dalam mengkaji permasalahan, peneliti tidak membuktikan ataupun menolak hipotesis yang dibuat sebelum penelitian tetapi mengolah data dan mengalisis suatu masalah secara non numerik. Berdasarkan rangkaian teori tentang penelitian kualitatif tersebut, karena jenis penelitian ini memusatkan pada deskripsi data yang berupa kalimat-kalimat yang memiliki arti mendalam yang berasal dari informan dan perilaku yang di amati. Data hasil penelitian ini berupa fakta-fakta yang ditemukan pada saat di lapangan oleh peneliti (sugiyono, 2006) Adapun langkah-langkah metode yang digunakan dalam mendukung penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Untuk memperoleh jawaban dari permasalahan yang diambil dan sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka jenis penelitian yang dianggap tepat adalah deskriftif, karena obyek dari penelitian ini merupakan suatu penomena atau kenyataan sosial. Peneltian deskriptif atau penelitian taksonomik atau penelitian eksplorasi dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang di teliti tanpa mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada. Karena itu pada penelitian deskriptif tidak dilakukan pengujian hipotesis untuk membangun dan mengembangkan perbedaan teori (sanapiah, 2005). Penelitian deskriptif juga merupakan suatu penelitian
17 yang bertujuan untuk menemukan pengetahuan tentang seluas-luasnya
obyek riset pada satu masa atau saat tertentu (ndraha, 2015).
1. Sumber Data
Sumber data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini, adalah:
a. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan narasumber atau informan yang dianggap berpotensi dalam memberikan informasi yang relavan dan sesuai dilapangan, yakni Dinas Kesehatan Kota Malang dan kelompok masyarakat disabilitas khususnya disabilitas fisik.
b. Data Sekunder adalah data yang bersumber dari hasil olahan instansi atau suatu lembaga tertentu bukan saja untuk kepentingan lembaganya tetapi juga untuk pihak lain yang membutuhkan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh landasan atau kerangka pemikiran yang digunakan untuk membahas hasil penelitian. Dalam penelitian ini data sekunder ialah laporan, dokumen-dokumen dari Dinas Kesehatan Kota Malang terkait dengan inovasi pelayanan publik di bidang kesehatan yaitu mengenai bentuk pelayanan dan sistem pelayanan inovasi pelayanan publik.
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data ini bertujuan untuk mengumpulkan atau memperoleh data yang ada dilapangan secara akurat sesuai dengan fakta dilapangan, guna
18 untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Teknik
pengumpulan data yang digunakan penelitian adalah:
a. Wawancara
Teknik wawancara digunakan untuk mewawancarai para responden yang dianggap sebagai tokoh kunci dalam penelitian ini.
Penulis menggunakan pedoman wawancara agar tidak keluar dari fokus yang telah ditentukan. Data yang dikumpulkan melalui wawancara bersifat uraian kata. Dalam penelitian ini, wawancara ditunjukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang terkait dengan inovasi pelayanan publik di bidang kesehatan. Selain itu hasil wawancara yang dilakukan kepada kelompok masyarakat disabilitas sehingga dapat diketahui dampak yang dirasakan terkait dengan inovasi pelayanan publik di bidang kesehatan yang telah dilakukan.
b. Dokumentasi
Telaah dokumentasi yaitu mengkaji dokumen-dokumen baik berupa buku referensi maupun peraturan maupun pasal yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan penulis, telaah dokumen dilakukan dengan cara menganalisis permasalahan. Yaitu yang berhubungan dengan teori-teori, undang-undang dan dokumen tentang peran pemerintah daerah dalam melakukan inovasi pelayanan publik di bidang kesehatan. Informasi yang diperoleh dari hasil dokumentasi yaitu data-data tentang program kerja terkait
19 dengan upaya pelaksanaan program kerja inovasi pelayanan publik di bidang kesehatan
c. Observasi
Suatu cara untuk memperoleh data melalui kegiatan pengamatan langsung terhadap objek penelitian untuk mamperoleh keterangan yang relavan dengan objek penelitian. Dengan melakukan observasi, peneliti mencatat gambaran secara utuh tentang objek yang ditelitinya. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujauan untuk melihat fenomena-fenomena yang berkaitan dengan inovasi pelayanan publik di bidang kesehatan.
1. Subjek Penelitian
Subyek penelitian adalah salah satu instrumen penting dalam mendapatkan informasi yang banyak. Informan adalah orang dalam pada latar penelitian, seorang informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar belakang penelitian dan menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal (satori, 2009). Peneliti menggunakan purposive sampling, dalam hal ini yang menjadi narasumber wawancara dalam penelitian ini adalah narasumber yang berkompeten dalam menjawab setiap permasalahan yang ada. Purposive sampling adalah teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif (sugiyono, 2010).
Berdasarkan pengertian tersebut maka subyek penelitian ini adalah:
20 a. Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang, karena bagian tersebut
memiliki peran penting dalam penetapan kebijakan terkait dengan inovasi pelayanan publik di bidang kesehatan.
b. Kepala Puskesmas Janti Kota Malang, dengan pertimbangan bahwa bagian tersebut yaitu sebagai pelaksana atas kebijakan yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Malang.
c. Masyarakat disabilitas, dengan pertimbangan bahwa kelompok tersebut merasakan secara langsung atas dampak kebijakan yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Malang.
Ketiga kelompok subyek penelitian ini tersebut terkait dengan penetapan kebijakan, pelaksanaan dan penerima secara langsung atas inovasi pelayanan publik.
2. Teknik Analisa Data
Miles, Huberman dan Saldana (2014:10) menyebutkan bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, yaitu metode yang menggunakan sudut pandang peneliti sebagai alat analisis utama. Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Adapun untuk meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari makna dari berbagai
21 aspek yang ditemui dengan mengkaji pendapat, pemikiran, persepsi dan interpretasi dari pihak-pihak yang dianggap kompeten terhadap masalah penelitian. Analisis data dilakukan secara induktif, dan penularannya didasarkan pada data yang cenderung bersifat verbal.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.
Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.
Langkah yang dilakukan sebelum di lapangan ialah analisis dilakukan terhadap data hasil pendahuluan, atau data primer, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian, fokus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan. Analisis data yang digunakan selanjutnya ialah analisis selama di lapangan. Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas yang meliputi:
1. Pengumpulan Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung. Pada tahap pertama, peneliti mengumpulkan data yang telah ditentukan sejak awal yang melibatkan aktor, aktifitas dan terjadinya fenomena.
2. Kondensasi Data
Kondensasi data, diartikan proses pemilihan, penyederhanaan dan transparansi data yang di dapat dari lokasi penelitian, kondensasi data
22 ini dapat dilakukan sebelum mendapatkan keseluruhan dari semua data yang dicari dan kondensasi ini dilakukan terus menerus. Kondensasi data dilakukan dengan cara menjabarkan data yang diperoleh di lokasi penelitian dituangkan dalam uraian secara lengkap dan terperinci.
Laporan lapangan disederhanakan dan dipilih hal-hal yang penting atau pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting kemudian dicari polanya. Hal ini dilakukan secara terus menerus hingga penelitian selesai.
3. Penyajian Data (data display)
Penyajian Data adalah susunan data yang terorganisasi dan dalam sebuah pola yang mudah dipahami sehingga memungkinkan pencarian kesimpulan dan pengambilan tindakan dalam penelitian kualitatif.
Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya.
4. Penarikan Kesimpulan (Conclusion drawing/ verification)
Langkah terakhir dari model ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi kesimpulan. Kesimpulan dari penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan diawal tapi juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif bersifat sementara sehingga peneliti dapat menemukan perkembangan ditempat penelitian. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah dengan mencatat pola dan tema yang sama,
23 mengelompokkan, dan mencari kasus yang berbeda, khas atau
menyimpang dari kebiasaan masyarakat.