• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

50 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Desa Gamhoku adalah salah satu desa tertua dari 13 desa yang ada di wilayah kecamatan Tobelo Selatan, Kabupaten Halmahera Utara. Awalnya desa Gamhoku berada dalam satu wilayah administrasi Kecamatan Tobelo, yang pada akhirnya dimekarkan pada tahun 2006. Nama desa Gamhoku diberikan oleh Sultan Ternate, yang diambil dari bahasa Ternate yaitu

“Gam” yang artinya kampong dan “Huku” yang artinya terbakar.

Pemberian nama itu tidak lepasa dari sebuah peristiwa pembakaran yang dilakukan oleh pasukan kolonial Belanda akibat perlawananan dengan Portugis yang saat itu (1650) menguasai wilayah desa ini. Portugis mengalami kekalahan dan kemudian kolonial Belanda membumihanguskan desa ini. Tahun 1927, Gamhoku berubah status menjadi sebuah desa berdasarkan keputusan Pemerintah Kesultanan Ternate.

Wilayah desa Gamhoku terdiri dari 2 dusun dan 8 RT.

Masing-masing dusun dan RT dipimpin oleh seorang kepala dusun dan ketua RT. Sarana dan prasarana yang tersedia di desa

(2)

51

ini belum memadai dan hanya seadanya untuk melayani masyarakat. Tidak ada pendapatan atau kas desa yang murni bersumber dari desa, pemerintah desa hanya mengharapkan suplai dana dari pemerintah kabupaten untuk menjalankan aktivitas pemerintahan di desa. Dana ini pun baru diperoleh pada tahun 2014 dalam bentuk Alokasi Dana Desa (ADD) berjumlah 100 juta rupiah dan hanya cukup untuk operasional pemerintah desa. Oleh karena itu, belum ada pembangunan sarana dan prasarana yang berarti di desa. Kondisi sarana/prasarana desa Gamhoku tergambar dalam tabel berikut:

Tabel 4.1: Sarana dan Prasarana Desa Gamhoku Sebelum Program Dana Desa Tahun 2015

No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit) 1 Kantor Desa (Semi Permanen) 1

2 Polindes 1

3 PAUD/TK 1

4 SD 2

5 Gereja 2

6 Masjid 1

7 Lapangan Olahraga 1

8 Balai pertemuan 1

9 Sumur Desa 4

Sumber: RPJM Desa Gamhoku, 2015

(3)

52

Desa Gamhoku merupakan desa yang dihuni oleh warga asli suku Tobelo, sebagian penduduk merupakan pendatang dari suku Galela dan Sangir Talaud. Jumlah penduduk desa ini pada tahun 2015 sebanyak 1152 jiwa yang terdiri dari 573 jiwa penduduk laki-laki dan 579 jiwa penduduk perempuan, dengan jumlah KK yaitu sebanyak 322 KK.Jumlah penduduk ini sangat penting untuk dipertimbangkan karena penduduk merupakan sumberdaya pembangunan di desa. Terlebih jumlah penduduk usia produktif (15-65 tahun) yang ada di desa ini sangat banyak (770 orang), yang semestinya menjadi potensi desa. Mayoritas penduduk desa Gamhoku beragama Kristen dan ada yang beragama Islam. Jumlah penduduk miskin yang ada di desa ini tercatat sebanyak 433 jiwa dan 113 kepala keluarga pada tahun 2015. Namun kesenjangan sosial pada masyarakat tidak terlalu nampak di desa karena secara ekonomi tidak ada keluarga yang sangat kaya, rata-rata adalah keluarga menengah ke bawah.

Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, karena pendidikan akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi yang akan sangat berpengaruh dalam peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan ekonomi masyarakat

(4)

53

serta partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan desa. Tingkat pendidikan masyarakat desa Gamhoku yang di mulai dari tidak sekolah sampai dengan tamat perguruan tinggi secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2 : Tingkat Pendidikan Masyarakat Di Desa Gamhoku Tahun 2015

No Tingkat Pendidikan Jumlah Jiwa

1 Tidak Sekolah 7 orang

2 Putus Sekolah 138 orang

3 Taman Kanak-Kanak 22 orang

4 SD / sederajat 615 orang

5 SMP 400 orang

6 SMU/SMK 206 orang

7 Akademi/Diploma 18 orang

8 Sarjana (S1) 17 orang

9 Pasca Sarjana (S2-S3) 1 orang

Sumber: RPJM Desa Gamhoku, 2015

Tingkat pendidikan yang dimiliki masyarakat secara langsung mempengaruhi jenis pekerjaan yang dilakoni oleh mereka dan kondisi perekonomian keluarga. Rata-rata masyarakat desa ini mengandalkan hidupnya dari perkebunan, pertanian dan perikanan. Potensi wilayah desa yang sebagian besar (60%) merupakan perkebunan kelapa yang menghasilkan komoditas

(5)

54

kopra, dan lokasi desa yang berada di pesisir pantai. Pembukaan perkebunan telah mengurangi areal hutan yang semula mendominasi wilayah desa. Kopra merupakan komoditas utama yang dihasilkan di daerah ini dan Pulau Halmahera secara umum.

Pekerjaan atau mata pencaharian masyarakat di desa Gamhoku dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 : Jenis Pekerjaan/Mata Pencaharian Masyarakat Di Desa Gamhoku Tahun 2015

No Jenis Pekerjaan/Mata

Pencahariaan Jumlah Jiwa 1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 19 orang

2 TNI/Polri 2 orang

3 Karyawan swasta 7 orang

4 Wiraswasta/Pedagang 8 orang

5 Petani 103 orang

6 Tukang 14 orang

7 Buruh Tani 66 orang

8 Pensiunan 2 orang

9 Nelayan 36 orang

10 Peternak 3 orang

11 Jasa 3 orang

12 Pengrajin 3 orang

13 Lainnya 16 orang

14 Tidak bekerja/Pengangguran 42 orang Sumber: RPJM Desa Gamhoku, 2015

(6)

55

Peran aktif masyarakat dalam pembangunan dapat dibangkitkan lewat sistem organisasi yang ada di lingkungannya.

Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan sesuai dengan kebutuhan dan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga kemasyarakatan ini di tetapkan dengan peraturan desa. Salah satu fungsi lembaga kemasyarakatan adalah sebagai wadah penampung dan penyalur aspirasi masyarakat.

Hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan pemerintah desa bersifat kemitraan, konsultatif dan koordinatif.

Lembaga kemasyarakatan bertugas membantu pemerintah desa dalam membangun desa dan memberdayakan masyarakat desa.

Tabel 4.4 : Lembaga-Lembaga Kemasyarakatan Di Desa Gamhoku Tahun 2015

No Jenis Kelembagaan Desa Jumlah Pengurus/Kader 1 Badan Perwakilan Desa (BPD) 5 orang 2 Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

Desa (LPMD) 2 orang

3 Lembaga Pemberdayaan Pemuda

(LPP) 24 orang

4 Unit Pelayanan Kegiatan Gabungan

(UPKG) 30 orang

5 Koperasi Amanah Ekonomi 20 orang

6 Lumbung Desa 17 orang

7 Pengelola Air Bersih 6 orang

Sumber: RPJM Desa Gamhoku, 2015

(7)

56

4.2 Penganggaran Dana Desa dan Alokasi Dana Desa 2015

4.2.1 Tahap Perencanaan Anggaran

Dana desa merupakan sumber pendapatan desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sedangkan alokasi dana desa (ADD) merupakan sumber pendapatan desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Penggunaan dana desa dan alokasi dana desa ini terintegrasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Dalam proses penyusunan anggaran desa diperlukan perencanaan yang baik dan matang. Perencanaan pembangunan desa dan penganggaran merupakan dua hal yang saling terkait dan harus seimbang. Sebagai alat manajemen, maka perencanaan harus mampu menjadi panduan strategis dalam mewujudkan tujuan yang akan dicapai. Keduanya merupakan dua hal yang sangat diperlukan untuk mengelola pembangunan desa secara efisien dan efektif. Hasil yang baik akan dicapai apabila terhadap keduanya diberikan perhatian yang seimbang. Penganggaran tidak mendikte proses perencanaan dan sebaliknya perencanaan perlu mempertimbangkan ketersediaan dana (www.kemenkeu.go.id).

(8)

57

Dokumen perencanaan pembangunan desa mempunyai fungsi yang sangat strategis karena menyangkut pilihan terhadap program, kegiatan dan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah desa. Oleh karena itu proses penyusunan dokumen perencanaan pembangunan harus melibatkan masyarakat, berdasarkan data yang akurat, dan peka terhadap persoalan masyarakat. Dengan demikian perencanaan program dan kegiatannya harus disusun melalui forum musyawarah di desa. Berdasarkan Permendagri nomor 114 tahun 2014 Pasal 1, pemerintah desa perlu melakukan beberapa proses tahapan perencanaan dan penyusunan program kegiatan pembangunan desa, dengan melibatkan Badan permusyawaratan Desa (BPD) dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa. Tahapan tersebut antara lain:

a. Persiapan

Pada tahap persiapan ini dilakukan sosialisasi kepada masyarakat umum, pembentukan tim perencanaan desa, penyusunan roadmap (jadwal penyusunan RPJM desa), dan sosialisasi ke dusun-dusun.

(9)

58 b. Musyawarah dusun

Dalam musyawarah dusun dilakukan pengkajian keadaan desa (PKD) yaitu penggalian dan pengumpulan data mengenai keadaan obyektif masyarakat, masalah, potensi, dan berbagai informasi terkait yang menggambarkan secara jelas dan lengkap kondisi serta dinamika masyarakat desa.

c. Musyawarah desa

Musyawarah desa adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, pemerintah desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis berdasarkan hasil musyawarah dusun. Dalam musyawarah desa dilakukan pengelompokan masalah, perumusan isu strategis berbasis pengelompokan, penyusunan sejarah dan legenda desa, visi-misi desa, prioritas kebijakan desa dan program/kegiatan indikatif. Proses ini menghasilkan rancangan akhir RPJM desa yang berisi rumusan isu prioritas berdasarkan potensi aset dan permasalahan dasar, visi dan misi, arah pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, tahapan dan prioritas kegiatan (matriks kegiatan 6 tahun).

Berdasarkan RPJM desa ini, pemerintah desa menyusun

(10)

59

rencana kerja pemerintah desa (RKP Desa) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

d. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa Musrenbang desa adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, pemerintah desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah desa untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan pembangunan desa yang didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja desa, swadaya masyarakat desa, dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota.

Dalam musrenbang desa dilakukan pencermatan ulang dokumen RPJM desa, pembahasan dan penetapan rencana kerja pemerintah (RKP) desa dan rencana anggaran dan pendapatan belanja desa (RAPBDes), kemudian dituangkan dalam rancangan peraturan desa (perdes) yang ditanda tangani oleh kepala desa dan BPD. Proses ini menghasilkan peraturan desa yang memuat tentang RPJM desa dan RKP desa yang akan disampaikan dalam musrenbang kecamatan dan dilaporkan kepada Bupati melalui Camat, serta dokumen anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes).

(11)

60

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) desa adalah rencana kegiatan pembangunan desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun. RPJM desa yang disusun harus mengacu pada Permendagri nomor 114 tahun 2015 dan Permendes nomor 5 tahun 2015. Program kegiatan yang tertuang dalam RPJM desa meliputi bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. RPJM desa menjadi dasar bagi pemerintah desa untuk menyusun RKP desa.

Rencana kerja pemerintah (RKP) desa adalah penjabaran dari RPJM desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. RKP desa disusun setiap tahun dengan mempertimbangkan data dan informasi dari kabupaten/ kota tentang:

a. Pagu indikatif desa yang meliputi:

1. Rencana dana desa yang bersumber dari APBN;

2. Rencana alokasi dana desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota;

3. Rencana bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota; dan

(12)

61

4. Rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi dan anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota.

b. Rencana program/kegiatan pemerintah, pemerintah daerah propinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang masuk ke desa.

RKP desa disusun oleh pemerintah desa kemudian ditetapkan dengan peraturan desa. Kepala desa menyampaikan daftar usulan RKP desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat.

Daftar usulan RKP desa tersebut menjadi materi pembahasan di dalam musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan dan kabupaten/kota. RKP desa menjadi dasar untuk penyusunan anggaran pendapatan dan belanja desa (APBdes). RKP desa merupakan satu-satunya pedoman atau acuan pelaksanaan pembangunan bagi pemerintah desa dalam jangka waktu 1 (satu) tahun yang selanjutnya dimasukkan dalam anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) tahun anggaran yang bersangkutan.

Dalam pelaksanaan tahapan perencanaan anggaran tahun 2015, pemerintah desa seharusnya melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum, bahkan sosialisasi sampai ke dusun-dusun,

(13)

62

sehingga masyarakat mengetahui dan menerima informasi yang jelas dan benar tentang dana alokasi desa. Sosialisasi ini sangat penting demi transparansi dan akuntabilitas serta merangsang partisipasi masyarakat untuk turut serta dalam pembangunan desa. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan masyarakat desa, diketahui bahwa pemerintah desa Gamhoku kurang melakukan sosialisasi sehingga banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang program dana desa dan peruntukkannya. Hal ini juga diungkapkan oleh salah satu pendamping desa sebagai berikut:

”Untuk tahun 2015, tidak ada pertemuan dengan masyarakat desa baik sosialisasi di awal maupun tahapan-tahapan selanjutnya. Satu-satunya pertemuan yang dilaksanakan dengan masyarakat yaitu Musrenbang desa, tetapi itupun dilakukan ketika sudah mau selesai tahun anggaran. Musrenbang ini dilakukan pada tanggal 30 November 2015”. (Hasil wawancara dengan BS, 12 Maret 2016)

Realitas ini mendukung penelitian oleh Sopanah (2012) yang menemukan bahwa para aktor anggaran kurang memberikan sosialisasi kepada masyarakat sehingga mereka kurang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran.

RPJM desa Gamhoku disusun oleh tim penyusun RPJM desa yang ditunjuk langsung oleh Bupati. Tim penyusun RPJM

(14)

63

desa ini berasal dari para akademisi salah satu perguruan tinggi lokal dan ditugaskan untuk menyusun RPJM semua desa (196 desa) penerima dana alokasi desa yang ada di kabupaten Halmahera Utara. Hasil RPJM desa yang disusun oleh tim ini kurang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah desa dan kurang mengakomodir kebutuhan pembangunan di desa sehingga RPJM desa ini harus direvisi ulang oleh pemerintah desa. Hal ini disampaikan oleh kepala desa dalam kutipan wawancara sebagai berikut:

” RPJM desa disusun oleh tim yang dibentuk oleh bapak Bupati untuk semua desa yang menerima dana desa dan karena Bupati yang memberi instruksi maka kami pemerintah desa manut saja. Awalnya kami berpikir bahwa tim ini datang ke desa dan duduk bersama dengan pemerintah desa dan unsur masyarakat untuk menyusun RPJM desa, tetapi mereka datang hanya untuk mengambil data desa dan dokumen RPJM lama semasa program PNPM-Mandiri Perdesaan. RPJM desa ini mereka susun sendiri hanya dengan mengadopsi (copy-paste) dari RPJM desa lama dan ada beberapa catatan revisi serta tambahan program kegiatan yang kami berikan kepada mereka.

Namun hasilnya kurang memuaskan dan ketika kami melakukan koordinasi kepada mereka, mereka mengatakan kepada kami untuk melakukan sendiri perbaikan RPJM desa ini jika masih belum lengkap. Padahal kami sudah memberikan sejumlah uang sebagai biaya penyusunan RPJM desa tersebut, sedangkan hasil yang kami terima seperti itu dan kami harus melakukan perbaikan lagi. Istilahnya kami ini kerja dua kali.”

(Hasil wawancara, 20 Februari 2016)

Dengan demikian, penyusunan RPJM desa ini tidak melibatkan masyarakat secara partisipatif karena kondisi dan

(15)

64

tekanan yang dialami pemerintah desa. Pemerintah desa menganggap bahwa RPJM desa yang sudah disusun ini masih harus direvisi lagi. Penyusunan RPJM desa ini seakan diberlakukan sebagai sebuah proyek oleh pemerintah kabupaten yang dapat memberikan keuntungan bagi mereka dan pihak-pihak tertentu. Hal ini disampaikan oleh salah satu informan kunci sebagai berikut:

” Pada waktu itu pendamping desa belum direkrut. Rencananya kami fasilitator eks-PNPM yang akan dialihkan untuk melakukan pendampingan program dana desa namun mereka sedang diberhentikan sementara waktu untuk dievaluasi kontraknya, sehingga keadaan ini diambil alih oleh pihak kabupaten. Sayangnya pihak kabupaten tidak melibatkan eks- fasilitator ini dalam penyusunan RPJM desa tetapi menunjuk pihak lain. Padahal eks-fasilitator ini yang lebih mengetahui keadaan dan kebutuhan di desa selama masa pendampingan program PNPM yang baru saja berakhir. Hasilnya bisa dilihat sendiri bahwa RPJM desa yang disusun kurang maksimal dan pemerintah desa cukup kecewa karena mereka sudah mengeluarkan sejumlah biaya yang cukup besar. Biaya ini jika dikalikan dengan 196 desa maka total biaya penyusunan RPJM desa ini sangat fantastis dan bisa dilihat siapa yang diuntungkan dalam hal ini”. (Hasil wawancara dengan CM, 8 Maret 2016).

Tahap perencanaan berikutnya adalah pemerintah desa menyusun rencana kerja pembangunan (RKP) desa berdasarkan RPJM desa yang sudah dibuat. Perencanaan kegiatan yang dirumuskan pemerintah desa dalam RKP desa tahun 2015 secara rinci terlihat pada tabel sebagai berikut:

(16)

65

Tabel 4.5 Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa Gamhoku Tahun 2015

NO PROGRAM / KEGIATAN

1 Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

- Penghasilan tetap dan tunjangan (Kepala Desa, Perangkat dan BPD)

- Operasional perkantoran - Operasional BPD

- Insentif RT/RW

2 Bidang Pembangunan Desa - Pembangunan pagar desa - Pembangunan jalan setapak - Pembangunan jembatan tani 3 Bidang Pembinaan Kemasyarakatan

- Pengadaan sarana/prasarana olahraga (Bola kaki) - Penyuluhan hukum

4 Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa - Pelatihan kepala desa dan perangkat - Studi banding kepala desa dan sekretaris - Pelaksanaan musrenbang desa

- Pemberdayaan kesejahteraan keluarga (Alat dan bibit tanaman pekarangan)

- Pemberdayaan kegiatan posyandu (Insentif dan perlengkapan)

- Pemberdayaan petani (Pengadaan bibit pala) Sumber: Dokumen RKP Desa Gamhoku 2015 (diolah)

(17)

66

Berdasarkan tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa terdapat kegiatan yang sebenarnya tidak bisa didanai dengan dana desa tahun 2015 yang diusulkan dalam RKP desa yaitu kegiatan pembangunan pagar desa yang di rencanakan pada bidang pembangunan desa. Kemudian ada beberapa kegiatan yang seharusnya direncanakan dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, antara lain studi banding serta pelaksanaan musrenbang desa, tetapi dialokasikan ke bidang pemberdayaan masyarakat desa. Dikatakan demikian karena kegiatan studi banding dan musrenbang desa merupakan agenda dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Kemudian kegiatan posyandu yang dialokasikan pada bidang pemberdayaan masyarakat, seharusnya dialokasikan pada bidang pembangunan desa. Dengan demikian, pada bidang pemberdayaan masyarakat sebenarnya hanya ada tiga (3) kegiatan yang direncanakan yaitu pelatihan kepala desa serta perangkat, pengadaan alat dan bibit tanaman pekarangan serta pengadaan bibit pala. Pengusulan dan pengalokasian kegiatan per bidang ini harus sesuai dengan Permendagri nomor 114 tahun 2014 dan Permendes nomor 5 tahun 2015.

(18)

67

RKP desa ini disusun oleh kepala desa dan sekretaris desa dengan melibatkan unsur BPD, tokoh masyarakat dan wakil masyarakat sebagai tim penyusun. Dalam tahapan penyusunan RKP desa ini ada tarik ulur pendapat dan argumentasi antara pemerintah desa dengan pendamping desa (Fasilitator PNPM) yang sudah ditugaskan kembali secara resmi lewat kontrak yang diterbitkan oleh Kemendagri pada bulan April, berkaitan dengan prioritas program kegiatan yang diusulkan dalam RKP desa. Hal ini terutama mengenai pembangunan pagar desa yang sebenarnya tidak dapat dibiayai dengan dana desa yang bersumber dari dana transfer APBN, namun diusulkan oleh pemerintah desa dalam RKP desa tahun 2015. Sebagaimana disampaikan oleh kepala desa dalam wawancara sebagai berikut:

”Mengenai pagar desa, memang diketahui secara peraturan tidak bisa diusulkan dan dilakukan dalam program dana desa tahun 2015. Pemerintah desa sudah menanyakan (konsultasi) hal ini dengan pendamping desa dan katanya tetap tidak bisa.

Tetapi pagar desa ini diusulkan oleh masyarakat dan menurut pemerintah desa ini sifatnya mendesak karena desa belum memiliki pagar desa dan desa sering mengikuti lomba desa, sementara desa-desa lain sudah memiliki pagar desa. Oleh karena itu, pemerintah desa melakukan lobi-lobi di tingkat kabupaten dalam hal ini dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPM dan PEMDES) sampai ke tingkat kementerian terkait dengan bantuan BPM dan PEMDES. Akhirnya usulan pagar ini diperbolehkan dengan catatan bahwa usulan ini murni dari masyarakat” (Hasil wawancara, 20 Februari 2016)

(19)

68

Berdasarkan Permendes nomor 5 tahun 2015 tentang prioritas penggunaan dana desa maka seharusnya program kegiatan yang diusulkan di fokuskan pada pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Pembangunan desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar- besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Pemberdayaan masyarakat desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa. Prioritas penggunaan dana desa untuk pembangunan desa dialokasikan untuk mencapai tujuan pembangunan desa yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan, melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Pemenuhan kebutuhan dasar antara lain a) pengembangan pos kesehatan desa dan Polindes; b) pengelolaan dan pembinaan

(20)

69

posyandu; dan c) pembinaan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini. Prioritas penggunaan dana desa untuk pembangunan sarana dan prasarana desa meliputi a) pembangunan dan pemeliharaan jalan desa; b) pembangunan dan pemeliharaan jalan usaha tani; c) pembangunan dan pemeliharaan embung desa; d) pembangunan energi baru dan terbarukan; e) pembangunan dan pemeliharaan sanitasi lingkungan; f) pembangunan dan pengelolaan air bersih berskala desa; g) pembangunan dan pemeliharaan irigasi tersier; h) pembangunan dan pemeliharaan serta pengelolaan saluran untuk budidaya perikanan; dan i) pengembangan sarana dan prasarana produksi di desa.

Pengembangan potensi ekonomi lokal antara lain a) pendirian dan pengembangan BUM Desa; b) pembangunan dan pengelolaan pasar desa dan kios desa; c) pembangunan dan pengelolaan tempat pelelangan ikan milik desa; d) pembangunan dan pengelolaan keramba jaring apung dan bagan ikan; e) pembangunan dan pengelolaan lumbung pangan desa; f) pembuatan pupuk dan pakan organik untuk pertanian dan perikanan; g) pengembangan benih lokal; h) pengembangan ternak secara kolektif; i) pembangunan dan pengelolaan energi mandiri; j) pembangunan dan pengelolaan tambatan perahu; k)

(21)

70

pengelolaan padang gembala; l) pengembangan desa wisata; dan m) pengembangan teknologi tepat guna pengolahan hasil pertanian dan perikanan. Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan meliputi a) komoditas tambang mineral bukan logam;

b) komoditas tambang batuan; c) rumput laut; d) hutan milik desa; dan e) pengelolaan sampah.

Penggunaan dana desa yang bersumber dari APBN untuk pemberdayaan masyarakat desa terutama untuk penanggulangan kemiskinan dan peningkatan akses atas sumber daya ekonomi mencakup a) peningkatan kualitas proses perencanaan desa; b) mendukung kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUM desa maupun oleh kelompok usaha masyarakat desa lainnya; c) pembentukan dan peningkatan kapasitas kader pemberdayaan masyarakat desa; d) pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi paralegal untuk memberikan bantuan hukum kepada warga masyarakat desa; e) penyelenggaraan promosi kesehatan dan gerakan hidup bersih dan sehat; f) dukungan terhadap kegiatan desa dan masyarakat pengelolaan hutan desa dan hutan kemasyarakatan; dan g) peningkatan kapasitas kelompok masyarakat melalui 1) kelompok usaha ekonomi produktif; 2) kelompok perempuan; 3) kelompok tani;

(22)

71

4) kelompok masyarakat miskin; 5) kelompok nelayan; 6) kelompok pengrajin; 7) kelompok pemerhati dan perlindungan anak; 8) kelompok pemuda; dan 9) kelompok lain sesuai kondisi desa.

Permendes nomor 5 tahun 2015 ini dipegang teguh oleh pendamping desa, tetapi pemerintah desa tetap mengupayakan agar pagar desa bisa direncanakan dalam RKP desa tahun 2015.

Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam pernyataan pendamping desa sebagai berikut:

” Dalam melakukan fasilitasi di desa, pendamping desa harus berpegang pada peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini Kemendagri dan Kemendes. Mengenai pagar desa, jelas-jelas tidak bisa dianggarkan oleh dana desa transfer APBN berdasarkan Permendes nomor 5 tahun 2015 tentang prioritas penggunaan dana desa. Namun pemerintah desa bersikeras untuk memasukkan pagar desa ini dalam RKP desa tahun 2015 dengan dalih bahwa usulan ini berasal dari masyarakat dan sifatnya urgent. Karena sudah diperbolehkan oleh BPM dan PEMDES kabupaten maka pendamping desa tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak memiliki kewenangan dan dasar hukum untuk mengatur pemerintah desa. Dalam hal ini, pendamping desa hanya bisa mengarahkan, memfasilitasi dan mendampingi pemerintah desa.” (Hasil wawancara dengan BS, 12 Maret 2016)

Oleh karena itu, pembangunan pagar desa tetap dimasukkan oleh pemerintah desa dalam RKP desa. Informasi yang sama dan informasi lain juga diperoleh dari informan kunci sebagai berikut:

(23)

72

”Pemerintah desa agak memaksakan usulan prioritas kegiatan pada pembangunan infrastruktur karena realitas opini masyarakat yang menilai keberhasilan pemerintah desa dalam membangun desa itu terletak pada berapa banyak infrastruktur yang dibangun di desa. Hanya saja kalaupun difokuskan pada pada pembangunan infrastruktur, haruslah infrastruktur yang menunjang akses perekonomian desa dan bernilai dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Pagar desa ini kan hanya berfungsi untuk memperindah tata ruang desa. Pagar desa boleh diusulkan jika dialokasikan pada anggaran ADD tetapi ini kan tidak mungkin karena jumlah anggaran ADD yang terbatas untuk operasional pemerintahan desa sementara volume pagar yang diusulkan juga besar. Selain itu ada kepentingan dari pemerintah desa untuk melanjutkan pemerintahan pada periode berikutnya sehingga faktor keberhasilan dimata masyarakat ini sangat penting untuk memuluskan rencana tersebut. Intervensi dari pihak kabupaten dalam hal ini BPM dan PEMDES turut melemahkan fungsi pendamping desa. Intervensi ini juga dilakukan pada usulan RKP desa dengan menginstruksikan semua pemerintah desa untuk menganggarkan kegiatan studi banding ke luar daerah”.

(Hasil wawancara dengan CM, 22 Maret 2016)

Dengan demikian diketahui bahwa pemerintah desa memaksakan usulan pembangunan pagar desa ini meskipun mereka jelas-jelas mengetahui bahwa secara peraturan kegiatan ini tidak diperbolehkan. Kekeliruan pemerintah desa ini seharusnya mendapat perhatian dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Berdasarkan permendagri nomor 114 tahun 2014, BPD bertugas sebagai lembaga penyalur aspirasi masyarakat dan pengawas di desa sehingga BPD juga harus dilibatkan dalam perencanaan maupun penganggaran. Sebagai lembaga penyalur aspirasi masyarakat, BPD bertugas memimpin musyawarah-

(24)

73

musyawarah desa dan musyawarah ini harus diperjuangkan untuk dilakukan sebagai forum penyalur aspirasi kebutuhan masyarakat.

Sebagai fungsi pengawasan, BPD harus menegur dan mengoreksi pemerintah desa jika terdapat kekeliruan dalam penganggaran dana alokasi desa. Kenyataannya, BPD yang seharusnya mengkoreksi kekeliruan pemerintah desa hanya diam seolah-olah mereka tidak mengetahui peraturan pemerintah yang menjadi dasar hukum program dana alokasi desa. Menurut informasi dari informan kunci, BPD diam untuk memuluskan keinginan pemerintah desa karena ada kepentingan BPD dalam hal keberlangsungan jabatan, tunjangan dan operasional serta turut dilibatkan dalam proses pembangunan pagar desa maupun infrastruktur lainnya.

Pihak kabupaten melalui badan terkait (BPM dan PEMDES) turut mengintervensi pemerintah desa dalam penyusunan RKP desa lewat kegiatan studi banding. Kegiatan studi banding yang diinstruksikan oleh BPM dan PEMDES ini awalnya bertujuan untuk mempelajari dan memperoleh gambaran tentang pendirian serta pengelolaan badan usaha milik desa (BUMDes), yang nantinya harus didirikan di desa sesuai dengan amanat Permendes nomor 5 tahun 2015. Pendirian BUMDes ini

(25)

74

juga yang menjadi perhatian utama dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dengan target pendirian 5000 BUMDes di tahun 2015 (www.kemendes.go.id).

BUMDes ini akan menjadi unit bisnis yang dimiliki desa dan dikelola oleh pemerintah desa untuk memberdayakan potensi lokal desa, menyerap tenaga kerja di desa yang dapat mengurangi pengangguran guna meningkatkan perekonomian desa dan kesejahteraan masyarakat desa, sehingga pada akhirnya desa akan menjadi entitas yang mandiri. Desa akan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dan masyarakatnya sehingga tidak lagi terlalu bergantung pada dana transfer pemerintah.

Begitu pentingnya pendirian BUMDes ini sehingga penentuan lokasi studi banding juga dipertimbangkan dengan seksama dan diputuskan dilakukan di daerah-daerah di Pulau jawa yang sudah memiliki BUMDes. Masing-masing desa diwakili oleh kepala desa dan sekretaris desa. Dalam pelaksanannya, studi banding yang dilakukan justru dalam bentuk bimbingan teknis (Bimtek) peningkatan kapasitas pemerintah desa tentang pengelolaan keuangan desa. Hal ini berdasarkan informasi dari Sekretaris Desa sebagai berikut:

(26)

75

”Studi banding ini kami ikuti pada bulan Agustus di daerah Malang, Jawa Timur selama 3 hari. Kegiatannya berupa bimtek peningkatan kapasitas pemerintah desa dalam hal pengelolaan keuangan desa, yang dilakukan di salah satu hotel yang ada disana. Tentang BUMDes, memang pada hari terakhir kami turun di satu desa yang sudah punya BUMDes berupa pengelolaan air minum (PAM). Jadi air yang dikonsumsi oleh masyarakat di desa ini dikelola sendiri oleh desa, bukan oleh pemerintah daerah, dan masyarakat membayar kepada desa.

Tetapi kami disana hanya sekedar melihat-lihat saja karena waktu yang terbatas”. (Hasil wawancara, 24 Maret 2016)

Mengingat potensi lokal dan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki desa berupa perkebunan kelapa dan lainnya, maka BUMDes ini sebenarnya sangat bermanfaat di desa karena selama ini masyarakat desa menjual hasil kelapa (kopra) kepada pengusaha lokal dengan harga dibawah. Begitu juga dengan hasil perkebunan lain dan perikanan yang belum dikelola dengan baik akibat keterbatasan sumber daya yang dimiliki, keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga BUMDes bisa manjadi wadah yang memfasilitasi kendala-kendala perekonomian masyarakat di desa. Pemerintah pusat sendiri berharap bahwa minimal BUMDes ini sudah didirikan dan berbadan hukum dalam tahun anggaran 2015, sehingga anggaran tahun berikutnya sudah bisa digunakan sebagai modal BUMDes.

Penjelasan diatas menggambarkan bahwa dalam penyusunan RKP Desa, ada bargaining process (Hagen, 2002)

(27)

76

dan interset motif (Jhonson, 1994) dalam Riharjo dan Isnadi (2010), yang turut menjadi bagian dalam usulan prioritas kegiatan pembangunan desa. Pemerintah kabupaten yang seharusnya mengawasi dan memastikan agar penganggaran dana desa tidak menyalahi aturan, justru mengintervensi penganggaran dana desa.

Berdasarkan tahapannya maka RKP desa yang sudah dibuat ini dibahas dalam musyawarah penetapan RKP desa dengan melibatkan BPD dan unsur keterwakilan masyarakat desa, sebelum dituangkan ke dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (RAPBDes). Nantinya RKP desa dan RAPB desa ini akan di tetapkan dan disahkan dalam forum tertinggi musyawarah desa yaitu musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbang desa). Dalam pelaksanaannya, tidak ada musyawarah desa yang dilakukan dalam tahapan penyusunan RPJM desa sampai pada RAPB desa. Satu-satunya musyawarah desa yang dilakukan adalah musrenbang desa, tetapi musrenbang ini dilakukan pada akhir bulan November 2015 setelah pencairan dana alokasi desa tahap II pada bulan oktober.

Sedianya musrenbang desa ini harus dilakukan sebelum pencairan dana alokasi desa karena dalam forum musrenbang

(28)

77

dilakukan penetapan RKP desa dan penetapan RAPB desa menjadi APBDes.

Menurut informasi yang diperoleh dari kepala desa, mengatakan bahwa:

“Memang kalau mengikuti aturan, harus dilakukan musyawarah di desa dalam setiap tahapan penyusunan dokumen untuk dana desa. Tetapi musyawarah ini tidak sempat dilakukan karena proses dari awal (penyusunan RPJM Desa) yang sudah salah dan mengejar deadline waktu pencairan sehingga seluruh tahapan musyawarah desa maupun sosialisasi ini dibuat satu kali dengan musrenbang desa untuk program tahun 2016 “. (Hasil wawancara, 24 Maret 2016)

Loncatan-loncatan tahapan yang dilakukan pemerintah desa ini juga terlihat dalam urutan peraturan desa yang diterbitkan, dimana peraturan desa nomor 1 tahun 2015 adalah tentang anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) tahun 2015 sedangkan peraturan desa nomor 2 tahun 2015 tentang RPJM desa periode 2015-2020. Ini merupakan kebalikan dari tahapan perencanana yang seharusnya dilakukan. Mengacu pada penjelasan tersebut, terdapat faktor kesengajaan dan ketidak taatan terhadap aturan (Raharjo dan Isnadi, 2009) yang dilakukan oleh pemerintah desa dalam tahapan perencanaan sebagaimana yang diharuskan oleh Permendagri nomor 114 tahun 2015.

(29)

78 4.2.2 Tahap Penganggaran

Penganggaran dana desa dan alokasi dana desa dilakukan setelah hasil dari musyawarah RKP desa disetujui oleh seluruh pihak yang terkait di desa, untuk memperkirakan pendapatan dan belanja desa selama satu tahun berjalan atau yang disebut dengan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDes).

Berdasarkan Permendagri nomor 114 tahun 2015, rancangan anggaran pendapatan dan belanja desa (RAPBDes) disusun oleh sekretaris desa berdasarkan RKP desa tahun berjalan, kemudian disampaikan kepada kepala desa. Kepala desa kemudian menyampaian RAPBDes tersebut kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama. Setelah itu RAPBDes ini akan dibahas lagi dan disahkan menjadi APBDes dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbang desa), bersama dengan RKP desa. Anggaran pendapatan dan belanja desa yang disusun terdiri atas a) pendapatan desa, b) belanja desa, dan c) pembiayaan desa.

Dalam pelaksanaaannya, penelitian ini menemukan bahwa pembahasan dan penetapan RAPBDes menjadi APBDesa tidak dilakukan dalam musrenbang desa, sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya.

(30)

79

Pada tahun 2015, pemerintah desa Gamhoku menerima dana desa (DD) yang bersumber dari transfer pusat APBN sebesar Rp 264.760.938 dan alokasi dana desa (ADD) dari APBD kabupaten sebesar Rp 237.179.844. Total dana alokasi desa (DD dan ADD) yang diterima berjumlah Rp 501. 940. 782. Oleh pemerintah desa Gamhoku, dana alokasi desa ini dianggarkan pada 4 (empat) bidang kegiatan yaitu bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, bidang pembangunan desa, bidang pembinaan kemasyarakatan dan bidang pemberdayaan masyarakat, yang tertuang dalam anggaran pendapatan dan belanja desa tahun 2015 dan ditetapkan dengan peraturan desa nomor 1 tahun 2015.

Penjabaran anggaran dana alokasi desa dalam APBDes ini secara garis besar dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6 : Garis Besar Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Gamhoku Tahun 2015

NO URAIAN ANGGARAN

(Rp)

Persentase (%)

1 Pendapatan 501.940.782 100

2 Belanja:

a. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa b. Pembangunan Desa

150.582.234

283.557.438

30

56

(31)

80

Tabel 4.6 : Garis Besar Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Gamhoku Tahun 2015 (Lanjutan)

NO URAIAN ANGGARAN

(Rp)

Persentase (%) c. Pembinaan

Kemasyarakatan d. Pemberdayaan

Masyarakat e. Tak Terduga

4.875.000

62.926.110

-

1

13

- Jumlah Belanja 501.940.782 100

3 Pembiayaan - -

Sumber: Dokumen APBDes Gamhoku 2015 (diolah)

Berdasarkan tabel diatas, belanja bidang pembangunan desa memiliki alokasi anggaran terbesar yaitu 56 %, belanja bidang penyelenggaraan pemerintahan desa 30%, belanja bidang pemberdayaan masyarakat 13% dan belanja bidang pembinaan masyarakat 1%. Persentase ini diperoleh jika dihitung dari dari total anggaran dana alokasi desa (DD dan ADD). Belanja bidang penyelenggaraan pemerintahan desa meliputi penghasilan tetap dan tunjangan (Kepala Desa, Perangkat dan BPD), operasional perkantoran, operasional BPD dan insentif RT/RW. Belanja bidang pembangunan antara lain pembangunan pagar desa, jalan setapak dan jembatan tani. Bidang pembinaan kemasyarakatan

(32)

81

yaitu pengadaan sarana/prasarana olahraga (Bola kaki) dan penyuluhan hukum. Bidang pemberdayaan masyarakat antara lain pelatihan kepala desa dan perangkat, studi banding kepala desa dan sekretaris, pelaksanaan musrenbang desa, pengadaan alat dan bibit tanaman pekarangan, pemberian insentif dan perlengkapan posyandu dan pengadaan bibit pala.

Secara kasat mata, dana alokasi desa (DD dan ADD) yang dianggarkan dalam APBDes ini sudah sesuai dengan aturan (PP 60 dan PP 43 tahun 2014) yang mengatur tentang pokok-pokok penggunaan keuangan desa yaitu persentase alokasi anggaran secara umum paling banyak 30% untuk penyelenggaraan pemerintahan desa dan minimal 70% untuk kebutuhan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat desa. Tetapi jika dihitung dari jumlah masing-masing dana desa dan alokasi dana desa (ADD), maka persentase alokasi anggaran ini menjadi berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada rincian pokok-pokok anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) Gamhoku tahun 2015 berdasarkan sumber dana sebagai berikut :

(33)

82

Tabel 4.7 : Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Gamhoku Tahun 2015 Berdasarkan Sumber Dana

N

O URAIAN JUMLAH

ANGGARAN

SUMBER DANA

KET (%) 1 PENDAPATAN

Pendapatan Asli Desa Pendapatan Transfer Dana Desa (DD) Alokasi Dana Desa (ADD)

Rp – Rp 501.940.782

Rp 264.760.938 Rp 237.179.844

APBN APBD

2 BELANJA Bidang

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa - Penghasilan tetap

dan tunjangan (Kepala Desa, Perangkat dan BPD) - Operasional

perkantoran - Operasional BPD - Insentif RT/RW

Rp 150.582.234

Rp 109.200.000

Rp 32.442.234

Rp 1.500.000 Rp 7.440.000

ADD

ADD

ADD

ADD ADD

63,5

Bidang Pembangunan Desa

- Pembangunan pagar desa

- Pembangunan jalan setapak

- Pembangunan jembatan tani

Rp 283.557.438

Rp 199.822.900

Rp 18.796.500

Rp 64.938.038

DD&ADD

DD

ADD

DD

75

8

25

(34)

83

Tabel 4.7 : Rincian Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Gamhoku Tahun 2015 Berdasarkan Sumber Dana (Lanjutan)

N

O URAIAN JUMLAH

ANGGARAN

SUMBER DANA

KET (%) Bidang Pembinaan

Kemasyarakatan - Pengadaan

sarana/prasarana Bola kaki

- Penyuluhan hukum

Rp 4.875.000

Rp 2.500.000

Rp 2.375.000

ADD

ADD

ADD

2

Bidang Pemberdayaan Masyarakat

- Pelatihan kepala desa dan perangkat - Studi banding

kepala desa dan sekretaris

- Pelaksanaan musrenbang desa - Alat dan bibit

tanaman pekarangan - Insentif dan

perlengkapan posyandu

- Pengadaan bibit pala

Rp 62.926.110

Rp 8.838.000

Rp 24.000.000

Rp 3.383.110

Rp 3.560.000

Rp 3.225.000

Rp 19.920.000

ADD

ADD

ADD

ADD

ADD

ADD

ADD

26,5

Total Belanja 501.940.782 DD&ADD 100

3 Pembiayaan - - -

Sumber: Dokumen APBDes Gamhoku 2015 (diolah)

(35)

84

Pada tabel diatas terlihat bahwa dana desa (DD) dialokasikan 100% pada belanja bidang pembangunan desa, sedangkan bidang pemberdayaan masyarakat dianggarkan dari alokasi dana desa (ADD). Kegiatan yang dilakukan pada bidang pembangunan desa difokuskan pada pembangunan infrastruktur desa seperti pagar desa (sebenarnya tidak dapat di danai dengan dana desa), jalan setapak dan jembatan. Pagar desa memiliki alokasi anggaran terbesar yaitu Rp 199.822.900 atau sekitar 75%

dari total dana desa (DD) karena pagar desa yang dibangun, direncanakan panjangnya 480 meter di sepanjang jalan utama desa. Sisanya sebesar Rp 64.938.038 (25 %) dialokasikan untuk pembangunan jembatan tani. Jembatan tani ini merupakan jalan untuk gerobak sapi yang biasa digunakan masyarakat mengeluarkan hasil panen dari kebun dan dibangun karena pemukiman masyarakat dan area kebun terpisah oleh sungai kecil. Pembangunan jalan setapak dialokasikan dari anggaran alokasi dana desa (ADD) sebesar Rp 18.796.500.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014 pasal 100, belanja desa dari alokasi dana desa (ADD) yang ditetapkan dalam APBDes digunakan dengan ketentuan a) paling sedikit 70% dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk

(36)

85

mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa; dan b) paling banyak 30% dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa, operasional pemerintah desa, tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan insentif rukun tetangga dan rukun warga

Pada tabel diatas, alokasi dana desa (ADD) lebih banyak dianggarkan untuk belanja pegawai (birokrasi) yaitu penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa dan perangkat, operasional pemerintah desa , tunjangan dan operasional BPD, dan insentif RT/RW sebesar 63,5 %. Sisanya dialokasikan pada bidang pembangunan sebesar 8%, pembinaan kemasyarakatan 2% dan pemberdayaan masyarakat 26,5%. Pada bidang pemberdayaan masyarakat terdapat 3 kegiatan tetapi sebenarnya hanya ada dua (2) kegiatan pemberdayaan untuk masyarakat yang dianggarkan yaitu pengadaan alat dan bibit tanaman pekarangan serta pengadaan bibit pala, dengan jumlah anggaran sebesar Rp 23.480.000. Jika dihitung dalam persentase, pemberdayaan untuk masyarakat ini hanya sebesar 10% dari alokasi dana desa (ADD)

(37)

86

dan 5% dari total dana alokasi desa (DD dan ADD). Ini menunjukkan bahwa perhatian pemerintah desa untuk mengalokasikan lebih banyak anggaran kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat masih rendah. Dari total anggaran yang direncanakan, sebagian besar dana anggaran tersebut masih dinikmati oleh birokrasi desa. Hasniati (2010) menyatakan bahwa sekitar 40 % belanja pegawai langsung kembali dinikmati oleh aparatur sebagai penunjang kegiatan, sehingga mereka berkeinginan meningkatkan belanja pegawai langsung agar dapat menikmati pos ini untuk kepentingan pribadi.

Dalam Permendagri nomor 113 tahun 2014 tentang keuangan desa, terdapat 3 (tiga) kelompok belanja per bidang kegiatan antara lain belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Belanja pegawai dianggarkan untuk pengeluaran penghasilan tetap dan tunjangan bagi kepala desa dan perangkat desa serta tunjangan BPD. Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan. Belanja modal digunakan untuk pengeluaran dalam rangka pembelian/pengadaan barang atau bangunan yang nilai manfaatnya lebih dari 12 (dua

(38)

87

belas) bulan. Besaran anggaran untuk ketiga kelompok belanja ini per bidang kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8 : Rincian Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Gamhoku Tahun 2015 Berdasarkan Kelompok Belanja

N

O URAIAN BELANJA

PEGAWAI

BELANJA BARANG &

JASA

BELANJA MODAL 1 Bidang

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa - Penghasilan tetap

dan tunjangan (Kepala Desa, Perangkat dan BPD)

- Operasional perkantoran - Operasional BPD - Insentif RT/RW

Rp 109.200.000

-

- -

-

Rp 16.478.500

Rp 1.500.000 Rp 7.440.000

-

Rp 15.963.734

- - 2 Bidang Pembangunan

Desa

- Pembangunan Pagar Desa - Pembangunan

Jalan Setapak - Pembangunan

Jembatan Tani

-

-

-

Rp 32.671.500

Rp 3.504.000

Rp 11.773.000

Rp167.151.400

Rp 15.292.500

Rp 53.165.038

(39)

88

Tabel 4.8: Rincian Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Gamhoku Tahun 2015 Berdasarkan Kelompok Belanja (Lanjutan)

N

O URAIAN BELANJA

PEGAWAI

BELANJA BARANG &

JASA

BELANJA MODAL 3 Bidang Pembinaan

Kemasyarakatan - Pengadaan

sarana/prasarana Bola kaki

- Penyuluhan Hukum

-

-

Rp 2.500.000

Rp 2.375.000

-

- 4 Bidang Pemberdayaan

Masyarakat

- Pelatihan Kepala Desa dan Perangkat - Studi Banding

Kepala Desa dan Sekretaris

- Pelaksanaan Musrenbang

- Pengadaan alat dan bibit tanaman pekarangan

- Insentif dan perlengkapan posyandu

- Pengadaan Bibit Pala

-

-

-

-

-

-

Rp 8.838.000

Rp 24.000.000

Rp 3.383.110

Rp 3.560.000

Rp 3.225.000

Rp 19.920.000

-

-

-

-

-

-

TOTAL (Rp) PERSENTASE (%)

Rp 109.200.000 (22%)

Rp 141.168.110 (28%)

Rp 251.572.672 (50%)

Sumber: Dokumen APBDes Gamhoku 2015 (diolah)

(40)

89

Berdasarkan tabel tersebut, dari tiga kelompok belanja yang ada, pemerintah desa lebih banyak mengalokasikan anggaran pada kelompok belanja modal yaitu belanja bahan dan material untuk pembangunan infrastruktur sebesar 50%. Ini menunjukan bahwa alokasi anggaran memang ditingkatkan untuk belanja infrastruktur. Alokasi untuk belanja barang dan jasa sebesar 28%. Dalam rincian anggaran pendapatan dan belanja desa, belanja barang dan jasa lebih banyak dialokasikan untuk upah kerja, honor-honor kegiatan dan insentif. Supeno (2009) dalam Riharjo dan Isnadi (2010) menunjukkan bahwa hanya dengan mendahulukan belanja modal, memperbanyak belanja barang dan jasa termasuk di dalamnya barang dan jasa modal, pejabat eksekutif daerah akan memperoleh banyak bagian dari praktik pencurian dalam pemerintahan, dari pos-pos APBD itulah lubang-lubang kebocoran sengaja diciptakan. Untuk belanja pegawai dialokasikan sebesar 22% untuk penghasilan tetap dan tunjangan pemerintah desa serta BPD.

Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa permainan anggaran sering dilakukan dengan meningkatkan alokasi anggaran untuk belanja infrastruktur sementara di sisi belanja kebutuhan pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan,

(41)

90

anggaran diperkecil. Pendidikan dan kesehatan merupakan bentuk pelayanan publik yang paling mendasar dan karenanya harus menjadi fokus utama di pemerintahan. Namun, belanja untuk pendidikan dan kesehatan bukanlah area yang dapat memberikan peluang untuk korupsi sehingga anggaran pendidikan, kesehatan, dan sosial akan diperkecil (Mauro,1998). Dalam penganggaran dana desa, kegiatan untuk pendidikan tidak dianggarkan sama sekali oleh pemerintah desa. Padahal realitas pendidikan masyarakat desa sangatlah minim seperti tingginya tingkat putus sekolah (138 orang), bahkan ada yang tidak sekolah dan minimnya kualifikasi pendidikan tinggi (36 orang) berpengaruh pada jenis pekerjaan dan mata pencaharian yang dilakoni masyarakat. Keadaan ini pada akhirnya bermuara pada tingkat kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Jika pemerintah desa peka dan serius dalam melihat kondisi ini, maka seharusnya pendidikan juga menjadi prioritas program pemerintah desa sejak awal penganggaran dana alokasi desa karena untuk memperbaiki dan meningkatkan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat desa dibutuhkan kualitas sumber daya manusia dan attitude yang baik lewat pendidikan dan pelatihan yang memadai. Misalnya, untuk mengatasi masyarakat yang putus sekolah, pemerintah desa dapat

(42)

91

mendirikan pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) untuk memfasilitasi mereka guna melanjutkan pendidikan. Masyarakat desa yang kebanyakan berprofesi sebagai petani dapat diberikan pendidikan melalui kegiatan pelatihan pertanian, yang dirasakan lebih efektif daripada sekedar memberikan bibit tanaman.

4.3 Dramaturgi Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

Perencanaan dan penyusunan anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) seharusnya merefleksikan tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah yaitu meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat desa, sehingga pemerintah memprioritaskan penggunaan dana alokasi desa pada bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu pelaku anggaran di desa memegang peranan yang sangat penting dalam proses penyusunan anggaran. Yang menjadi aktor dalam proses perencanaan dan penyusunan APBDes adalah pemerintah desa, dalam hal ini kepala desa dan sekretaris desa, serta masyarakat sebagai penonton (audience). Dalam proses penganggaran ini, kepala desa memegang peran yang lebih dominan untuk mengatur dan mengarahkan ketika proses

(43)

92

perencanaan dan penyusunan anggaran dilakukan sehingga kepala desa dapat disebut sebagai sutradara. Ini disebabkan secara struktural, posisi kepala desa ada di paling atas dalam birokrasi pemerintah desa. Kemudian secara umur, kepala desa jauh lebih tua dari aparat desanya maupun BPD dan ada hubungan keluarga antara kepala desa dengan sekretaris desa.

Dalam hal ini, kepala desa dapat dikatakan sebagai “orang tua”

dari sekretaris desa. Oleh karena itu apapun yang diatur dan diarahkan oleh kepala desa, dilakukan oleh sekretaris desa.

Pemerintah desa melalui legitimasi jabatan dan kedudukannya di desa (setting) merumuskan perencanaan dan penyusunan anggaran sesuai dengan keinginan mereka. Dengan legitimasi ini pula, pemerintah desa dengan gampang mengarahkan masyarakat untuk menyetujui perencanaan yang sudah mereka buat dalam forum musrenbang desa. Adanya pernyataan-pernyataan pemerintah desa yang menjustifikasi masyarakat turut membantu sehingga musrenbang yang dilakukan berjalan sesuai harapan pemerintah desa. Formalitas yang ditampilkan lewat pakaian dinas yang dikenakan, sikap serta wibawa yang ditonjolkan sangat mendukung performance keduanya (front pribadi). Wibawa yang dimiliki oleh pemerintah

(44)

93

desa, khususnya kepala desa, begitu kuat didepan masyarakat sehingga kebanyakan masyarakat sangat segan dan kaku ketika berhadapan dan berbicara dengannya. Kepala desa juga kelihatan sebagai orang yang pendiam, agak membatasi diri dan kurang berbicara dalam pertemuan atau musyawarah dengan masyarakat, ia hanya berbicara jika diperlukan. Namun dalam kesehariannya, kepala desa merupakan sosok yang humoris dan banyak bicara ketika berinteraksi dengan keluarga maupun orang-orang terdekat. Berbeda dengan sekretaris desa yang banyak berbicara ketika berhadapan dengan masyarakat, tetapi sedikit berbicara ketika berhadapan dengan kepala desa dan orang-orang terdekat.

Dalam tahap perencanaan dan penyusunan anggaran desa, terdapat beberapa tindakan pemerintah desa yang cukup bertolak belakang antara front stage dan back stage dalam konteks dramaturgi. Pertama, mengenai pagar desa, di depan masyarakat pemerintah desa mengatakan bahwa pembangunan pagar desa harus disetujui oleh masyarakat (front stage), tetapi kepada pihak kabupaten pemerintah desa berdalih pembangunan pagar desa merupakan usulan dari masyarakat (back stage). Pemerintah desa memaksakan usulan pembangunan pagar desa ini meskipun mereka dengan jelas mengetahui bahwa secara peraturan kegiatan

(45)

94

ini tidak diperbolehkan. Dalam musyawarah desa, sekretaris desa mengeluarkan pernyataan yang menjustifikasi masyarakat bahwa pembangunan pagar desa merupakan hal mutlak dan wajib dilakukan sehingga harus disetujui oleh masyarakat karena merupakan kebutuhan desa, bahwa pagar desa akan dibangun sampai ke lorong-lorong desa dan depan rumah semua masyarakat. Pernyataan ini agak bertolak belakang dengan pernyataan sebelumnya dari kepala desa bahwa pembangunan pagar desa ini murni dari usulan masyarakat desa, sementara dalam tahap perencanaan anggaran tidak ada sosialisasi maupun pertemuan yang dilakukan dengan masyarakat desa. Artinya, jika masyarakat yang mengusulkan pembangunan pagar desa, ini menandakan bahwa masyarakat tidak mengetahui dengan jelas tujuan dan peruntukan program dana desa serta aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Masyarakat yang minim informasi akhirnya menyetujui usulan pemerintah desa. Satu-satunya informasi yang diketahui oleh masyarakat adalah program dana desa ini memang ditujukan untuk pembangunan desa, sehingga yang terpenting bagi mereka yaitu apapun kegiatan yang diusulkan merupakan kebutuhan desa, hasilnya terlihat dan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat desa. Pembangunan pagar

(46)

95

desa ini juga tidak disetujui oleh pendamping desa sehingga terjadi drama argumentasi antara pendamping desa dengan pemerintah desa. Untuk meluluskan keinginannya, pemerintah desa melibatkan pihak kabupaten (BPM dan PEMDES) sehingga pendamping desa tidak bisa lagi menolak pembangunan pagar desa. Hal ini terjadi karena posisi pendamping desa ada di bawah dan harus tunduk pada pihak kabupaten.

Kedua, dalam penyusunan RKP desa pemerintah desa

mengutamakan pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat (front stage) tetapi terdapat salah satu infrastruktur yang sebenarnya tidak dibiayai dengan dana desa yaitu pagar desa. Kemudian, sebagian dari kegiatan pemberdayaan masyarakat yang direncanakan justru merupakan agenda pemerintah desa, yang seharusnya direncanakan dan dianggarkan oleh pemerintah desa pada bidang penyelenggaraan pemerintahan desa. Hanya ada dua kegiatan yang murni untuk memberdayakan masyarakat dari total enam kegiatan yang direncanakan (back stage). Hal ini tidak diketahui oleh masyarakat (penonton) karena

pemerintah desa menyembunyikan informasi dari masyarakat demi mengakomodir semua kepentingannya dan memuluskan lakonnya. Tetapi pendamping desa mengetahui apa yang

(47)

96

dilakukan oleh pemerintah desa, namun yang bersangkutan sudah tidak berani untuk memprotes kebijakan pemerintah desa karena pemerintah desa pasti meminta bantuan lagi kepada pihak kabupaten. Dengan mengutamakan pembangunan infrastruktur dan memperbanyak kegiatan pemberdayaan masyarakat yang akan menjadi produk fisik (front stage), masyarakat akan menilai pemerintah desa memprioritaskan kebutuhan pembangunan desa (impression management).

Ketiga, selama proses penganggaran, pemerintah desa

sangat tertutup. Sikap tertutup ini dilakukan dengan tidak memberikan ruang dan kesempatan bagi masyarakat untuk mengetahui proses dan hasil penganggaran secara rinci.

Pemerintah desa juga tidak melibatkan BPD tetapi BPD akhirnya menyetujui dan menandatangani APBDes yang disusun oleh pemerintah desa. Sebagaimana disampaikan oleh kepala desa dan sekretaris desa bahwa BPD hanya melaksanakan fungsi pengawasan sehingga tidak perlu dilibatkan dalam proses penganggaran. Pemerintah desa bahkan tidak didampingi dan difasilitasi oleh pendamping desanya, tetapi pemerintah desa meminta bantuan kepada pendamping desa lain dalam proses penyusunan APBDes (back stage). Pendamping desa tersebut

(48)

97

hanya dilibatkan dalam proses perencanaan dan musyawarah dengan masyarakat (front stage).

Keempat, pemerintah desa mempublikasikan anggaran

pendapatan dan belanja desa (APBDes) yang telah disusun kepada masyarakat dalam musrenbang desa tetapi hanya berupa pokok-pokok rincian APBDes (tabel 4.6) yang idealnya menggambarkan bahwa total anggaran dana alokasi desa telah dianggarkan sesuai dengan aturan yaitu 30% untuk penyelenggaraan pemerintahan desa dan 70% untuk pembangunan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa (front stage). Kenyataannya, dana alokasi desa lebih banyak dianggarkan pada pos-pos kegiatan yang keuntungannya dapat dinikmati oleh pemerintah desa dengan meningkatkan anggaran belanja infrastruktur dan belanja pegawai/birokrasi desa. Selama proses penganggaran, pemerintah desa hanya berinteraksi dan berkordinasi dengan pendamping desa yang dilibatkan dan pihak kabupaten (back stage).

Dalam penganggaran yang dilakukan, pemerintah desa menyembunyikan informasi pada wilayah panggung depan (front stage) dan menyembunyikan fakta yang terjadi pada wilayah

(49)

98

panggung belakang (back stage) dari masyarakat (penonton).

Dengan menyembunyikan informasi terhadap masyarakat, pemerintah desa dengan leluasa memainkan perannya. Akibatnya, masyarakat tidak mengetahui arti sebernarnya dari drama yang dimainkan dan ditampilkan oleh pemerintah desa dalam proses penganggaran. Demikian juga dengan menyembunyikan fakta yang terjadi dalam proses penganggaran, pemerintah desa dapat menjaga kesan masyarakat agar tetap baik terhadap mereka.

Penyembunyian informasi dan fakta ini dilakukan agar masyarakat tidak mengetahui kepentingan-kepentingan pemerintah desa yang tersembunyi dalam proses penganggaran.

Masyarakat hanya akan melihat hasilnya melalui produk fisik berupa infrastruktur yang dibangun di desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga perwakilan masyarakat turut mendukung lakon pemerintah desa. BPD hanya berdiam diri dan tidak mengoreksi kekeliruan pemerintah desa karena turut memiliki kepentingan dalam penganggaran yang dilakukan pemerintah desa.

Gambar

Tabel 4.1: Sarana dan Prasarana Desa Gamhoku Sebelum  Program Dana Desa Tahun 2015
Tabel 4.2 : Tingkat Pendidikan  Masyarakat Di Desa Gamhoku  Tahun 2015
Tabel 4.3 :  Jenis Pekerjaan/Mata Pencaharian Masyarakat Di  Desa Gamhoku Tahun 2015
Tabel 4.4 : Lembaga-Lembaga Kemasyarakatan Di Desa  Gamhoku Tahun 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal yang sebaliknya terjadi para era reformasi, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memberikan ruang gerak pada dunia pers, dan SIUPP dihapuskan.Tapi pada

• Kontrol fuzzy T-S berbasis performansi H ∞ dengan batasan input-output mampu menstabilkan pendulum pada posisi terbalik dan mempertahankan kereta pada titik tengah rel. •

Pengetahuan pelanggan ( customer knowledge ) memiliki hubungan dengan pandangan perusahaan mengenai kebutuhan dan selera (preferensi) pelanggan pada saat ini maupun di masa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model Cooperative Integrated Reading and Composition ( CIRC) dan pembelajaran konvensional terhadap hasil

Peningkatan kecerdasan logika matematika pada anak salah satunya dapat menggunakan aktivitas bermain, guru dapat memberikan permainan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak,

Keputusan pembelian adalah tindakan dari konsumen untuk mau membeli atau tidak terhadap suatu produk tertentu. Adapun indikator dari keputusan pembeian yaitu:.. 1)

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku altruistik yang dimiliki siswa SMAN 1 Bangil menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa yang

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan