PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF SiO
2DAN SUHU SINTERING TERHADAP SIFAT FISIS, STRUKTUR KRISTAL
DAN MIKROSTRUKTUR PADA KERAMIK Al
2O
3SKRIPSI
KHAIRUN NISA GULO 160801034
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N 2020
PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF SiO
2DAN SUHU SINTERING TERHADAP SIFAT FISIS, STRUKTUR KRISTAL
DAN MIKROSTRUKTUR PADA KERAMIK Al
2O
3SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
KHAIRUN NISA GULO 160801034
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
PERNYATAAN ORISINALITAS
PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF SiO
2DAN SUHU SINTERING TERHADAP SIFAT FISIS, STRUKTUR KRISTAL
DAN MIKROSTRUKTUR PADA KERAMIK Al
2O
3SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, September 2020
Khairun Nisa Gulo 160801034
ii
PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF SiO
2DAN SUHU SINTERING TERHADAP SIFAT FISIS, STRUKTUR KRISTAL
DAN MIKROSTRUKTUR PADA KERAMIK Al
2O
3ABSTRAK
Pada penelitian ini telah dibuat keramik Al2O3 dengan penambahan aditif SiO2
yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan persentase aditif SiO2 dan suhu sintering terhadap perubahan sifat fisis, struktur kristal dan mikrostruktur.
Komposisi SiO2 divariasikan yaitu (5;10;15;20;25;30)% berat. Kedua bahan baku ditimbang, dicampur menggunakan media air dan digiling menggunakan rotary ball mill selama 5 jam. Selanjutnya campuran tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu 80°C. Kemudian serbuk tersebut dicampurkan dengan perekat PVA sebanyak 5%
berat dan dilanjutkan pencetakan dengan tekanan 12000 kg untuk membentuk pelet.
Kemudian pelet tersebut di sintering pada suhu 900°C, 1000°C, 1100°C dan 1200°C.
Hasil dari karakterisasi diperoleh densitas sebesar 3,12 g/cm3 dan nilai porositas sebesar 31,08%. Hasil analisa XRD optimum pada komposisi 5% SiO2 dengan suhu sintering 1200°C menghasilkan fasa dominan yaitu corundum (Al2O3) dengan struktur kristal hexagonal dengan fasa minor yaitu fasa cristobalite (SiO2) dan fasa quartz (SiO2) sementara pengujian mikrostruktur menunjukkan bentuk butiran yang tidak beraturan dengan ukuran diameter butiran rata-rata sebesar 513,49 nm.
Kata Kunci : Aluminium Oksida, Keramik Al2O3, Silikon Oksida, Sintering.
THE EFFECT OF ADDITION SiO
2AND SYNTERING TEMPERATURE ON PHYSICAL PROPERTIES, CRYSTAL STRUCTURE AND MICROSTRUCTURE IN Al
2O
3CERAMICS
ABSTRACT
In this research Al2O3 ceramics have been made with the addition on SiO2
additives which purpose to know the effect of adding the percentage of SiO2 additives and sintering temperature to change in physical properties, crystal structure and microstructure. The composition of SiO2 are varied (5;10;15;20;25;30)% by weight.
Both of raw materials are weighed, the mixture used water and ground using a rotary ball mill for 5 hours. The mixture is dried in an oven at 80°C. Then the powder is smeared with PVA adhesive as much as 5% by weight and followed by printing with a 12000 kg pressure to form a pelet. Then the pellet are sintered at 900°C, 1000°C, 1100°C and 1200°C. The result characterization has true density is 3.12 g/cm3 and the porosity is 31.08%. The analysis results on XRD optimum produced dominant phase namely is corundum (Al2O3) and minor phases namely cristobalite (SiO2) and quartz (SiO2) and the result microstructure showed an irregular shape with an average grain size of 513.49 nm.
Keywords: Al2O3 ceramics, Aluminium Oxide, Silicon Dioxide, Sintering
iv
PENGHARGAAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Penambahan Aditif SiO2 dan Suhu Sintering terhadap Sifat Fisis, Struktur Kristal dan Mikrostruktur pada Keramik Al2O3” dengan lancar.
Skripsi ini tidak mungkin tersusun dengan baik dan benar tanpa adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT dengan segala rahmat serta kurnia-Nya yang memberikan kekuatan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Kerista Sebayang, MS selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji, MS selaku Ketua Departemen Fisika, Bapak Awan Maghfirah, M.Si selaku Sekretaris Departemen Fisika dan seluruh staf pengajar serta pegawai administrasi dilingkungan FMIPA Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dra. Sudiati, M.Si dan Bapak Ir. Muljadi M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
5. Bapak Drs. Aditia Warman M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik dan selaku kepala LIDA-Fisika USU, Bang Adin dan seluruh Asisten LIDA-Fisika USU.
6. Ayahanda Arman Gulo dan Ibu Masraini Matondang, abang Khairul Ilham Gulo dan adik Mawadda Hikma Gulo atas doa dan motivasi kepada penulis.
7. Para sahabat Nadha Ananda, Nesya Izzania, Bonar Ferdiansyah, Sri Ningsih, Lisda Annisa, Siti Nur, Tirta, Mutiara, Nurul Aisyah, Sadillah dan Kusma memberikan dukungan dan doa kepada penulis.
8. Teman-teman seperjuangan di LIPI yang telah memberi semangat dan motivasi.
9. Teman-teman Fisika 16 dan Fisika 15 memberikan motivasi.
10. Paris Fahdz yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam proses penyelesaian skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis umumnya kepada pembaca.
Medan, September 2020
Khairun Nisa Gulo
DAFTAR ISI
PENGESAHAN SKRIPSI i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
DAFTAR SINGKATAN x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keramik 4
2.2 Alumina Oksida (Al2O3) 5
2.3 Silika (SiO2) 7
2.4 Proses Pembuatan Material Keramik 8
2.4.1 Preparasi Serbuk Keramik 9
2.4.2 Proses Pengeringan 9
2.4.3 Proses Pembentukan Keramik 10
2.5 Proses Pembakaran (Sintering) 11
2.6 Karakterisasi Keramik 13
2.6.1 Densitas 13
2.6.2 Porositas 13
2.6.3 XRD (X-Ray Diffraction) 14
2.6.4 SEM (Scanning Electron Microscope) 16 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 18
3.1.1 Tempat Penelitian 18
3.1.2 Waktu Penelitian 18
3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian 18
3.2.1 Peralatan 18
3.2.2 Bahan-Bahan 19
3.3 Variabel dan Parameter Penelitian 19
3.3.1 Variabel Penelitian 19
3.3.2 Parameter Penelitian 20
3.4 Diagram Alir Penelitian 21
vi
3.5 Prosedur Penelitian 22
3.5.1 Penentuan Komposisi 22
3.5.2 Pembuatan Sampel 22
3.6 Pengujian Sampel 24
3.6.1 Pengukuran Densitas 24
3.6.2 Pengukuran Porositas 24
3.6.3 Analisa XRD 25
3.6.4 Analisa SEM 25
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengukuran Densitas 26
4.2 Hasil Pengukuran Porositas 27
4.3 Hasil Uji X-Ray Diffraction (XRD) 29
4.3.1 Komposisi 70% Al2O3 + 30% SiO2 (T= 1100˚C) 29 4.3.2 Komposisi 95% Al2O3 + 5% SiO2 (T= 1200˚C) 31
4.4 Hasil Karakterisasi SEM 32
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 34
5.2 Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 35
LAMPIRAN 37
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel Judul Halaman
2.1 Sifat fisis dan Mekanis Keramik Alumina secara Umum 6 3.1 Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian 18 3.2 Bahan-Bahan yang Digunakan dalam Penelitian 19
3.3 Komposisi Pembuatan Sampel 22
4.1 Hasil pengukuran Densitas Keramik Alumina dengan Variasi
Komposisi Aditif terhadap Suhu Sintering 26 4.2 Hasil pengukuran Porositas Keramik Alumina dengan Variasi
Komposisi Aditif terhadap Suhu Sintering 28
viii
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1 Aluminium Oksida 5
2.2 Struktur silika Tetrahedral 7
2.3 Skema Pembentukan dengan Cara Tekan Satu Arah 10 2.4 Skema Pembentukan dengan Cara Isostatic Press 10 2.5 Perubahan Mikrostruktur Keramik Selama Proses Sintering 12
2.6 Skema Difraksi sinar-X 14
2.7 Dalam SEM Berkas Elektron Berenergi Tinggi Mengenai
Permukaan Material 16
2.8 Diagram Skematik Fungsi Dasar dan Cara Kerja SEM 17
3.1 Diagram Alir Penelitian 21
4.1 Grafik Hubungan antara Densitas terhadap Suhu Sintering 27 4.2 Grafik Hubungan antara Porositas terhadap Suhu Sintering 28 4.3 Grafik XRD Komposisi 70% Al2O3 + 30% SiO2 pada Suhu
Sintering 1100˚C 30
4.4 Grafik XRD Komposisi 95% Al2O3 + 5% SiO2 pada Suhu
Sintering 1200˚C 31
4.5 Keramik 95% Al2O3 + 5% SiO2 pada Suhu Sintering 1200˚C 32
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1 Alat dan Bahan Penelitian 37
2 Perhitungan Densitas dan Porositas 40
3 Perhitungan Diameter Kristal 45
4 Data Hasil XRD 46
x
DAFTAR SINGKATAN
SEM Scanning Electron Microscope XRD X-Ray Diffraction
FWHM Full Width Half Maximum
JCPDS Joint Of Committee on Powder Diffraction Standard PVA Polyvinyl Alcohol
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keramik berasal dari bahasa Yunani “keramos” yang berarti suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Kamus mendefenisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, genteng dan sebagainya. Saat ini keramik bukan hanya berasal dari tanah liat. Umumnya bahan pembuatan keramik (Al2O3, SiO2, MgO, TiO2) dan masih banyak yang lainnya tersedia pada kerak bumi.
Keramik memiliki karakteristik yang memungkinkan dapat digunakan dalam berbagai aplikasi seperti kapasitas panas yang baik, konduktivitas panas rendah, tahan korosi, keras, kuat namun agak rapuh (Siagian dan Hutabalian, 2012).
Material keramik yang pemakaian berbasis senyawa oksida seperti Al2O3, ZrO2, MgO, TiO2 yang memiliki keunggulan antara titik leburnya yang tinggi (Lumbanbatu, 2017). Alumina (Al2O3) merupakan salah satu material yang sangat berguna dalam industri keramik. Beberapa aplikasi alumina adalah sebagai bahan substrat elektronik, isolator temperatur tinggi, mesin dan sebagainya (Johan, 2009).
Silika (SiO2) merupakan kristal jernih tidak berwarna, tidak larut dalam air dan berbagai asam kecuali asam flourida. Silika banyak digunakan sebagai bahan pembuatan kaca, keramik dan silica gel (Sya’diyah et all., 2016).
Penelitian (Raharjo dan Rahayu, 2015) menggunakan bahan aditif seperti MgO dan SiO2 yang ditambahkan untuk menahan laju pertumbuhan butiran yang tidak normal karena keramik alumina yang dikenal mempunyai pertumbuhan butiran yang tidak normal pada suhu tinggi, pertumbuhan ini akan menimbulkan butiran mikrostruktur yang tidak seragam dan menurunkan kualitas dari keramik alumina tersebut. Dan sampel pada penelitian tersebut disintering dengan variasi suhu sintering 1500°C, 1550°C dan 1600°C.
Penelitian (Djuhana et all., 2018) Keramik alumina memiliki titik lebur yang sangat tinggi sekitar 2040°C, oleh karena itu untuk menghasilkan produk keramik alumina dengan densitas maksimal diperlukan suhu sintering mendekati titik lebur, yaitu sekitar 1700°C - 1800°C. Ada beberapa cara agar suhu sintering dapat
2
diturunkan tetapi tetap mencapai densitas tinggi, misalnya dengan melakukan penghalusan bahan baku dan penambahan aditif yang berfungsi sebagai aditif sintering, seperti digunakan aditif SiO2. Adapun variasi komposisi SiO2 yaitu 0%, 5% dan 10% berat dengan menggunakan suhu sintering 1200°C, 1300°C, 1400°C dan 1500°C. Hasil karakterisasi yang diperoleh pada kondisi yang optimum yaitu pada sampel dengan penambahan 10% SiO2 dan suhu sintering 1500°C memiliki densitas tertinggi 3,36 g/cm3 dan porositas 1,08%.
Berdasarkan penelitian sebelumnya dapat diperoleh data, namun belum dilakukannya penelitian pengaruh sintering pada suhu diantara 900°C, 1000°C, 1100°C dan 1200°C maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Sehingga peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penambahan Aditif SiO2 dan Suhu Sintering terhadap Sifat Fisis, Struktur Kristal dan Mikrostruktur pada Keramik Al2O3”. Penelitian ini membahas persentase penambahan aditif SiO2
untuk mengontrol mikrostruktur dan meningkatkan kerapatan keramik alumina dan memvariasikan suhu sintering. Karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengujian densitas, pengujian porositas, analisis struktur kristal dan analisis mikrostruktur.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh penambahan persentase aditif SiO2 dan suhu sintering terhadap perubahan nilai densitas dan porositas?
2. Bagaimana struktur kristal dan mikrostruktur terhadap pengaruh penambahan persentase aditif SiO2 dan suhu sintering?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bahan baku yang digunakan adalah serbuk Alumina (Al2O3) dan aditif Silika (SiO2).
2. Penambahan aditif SiO2 dengan variasi (5;10;15;20;25;30)% berat.
3. Proses sintering dilakukan dengan suhu 900˚C, 1000˚C, 1100˚C dan 1200˚C dengan vacuum furnace.
4. Pencetakan sampel berbentuk pelet dengan tekanan 12000 kg menggunakan alat cetak tekan (carver Press).
5. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian antara lain pengujian densitas, porositas, struktur kristal dan mikrostruktur.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan persentase aditif SiO2 dan suhu sintering terhadap perubahan densitas dan porositas.
2. Untuk mengetahui struktur kristal dan mikrostruktur terhadap pengaruh penambahan aditif SiO2 dan suhu sintering.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memahami proses sintering pada material keramik.
2. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang karakteristik sifat fisis, struktur kristal dan mikrostruktur keramik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keramik
Keramik merupakan material yang banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai produk kerajinan dan sebagai bahan material bangunan. Produk dari kerajinan keramik dapat berupa porselin, ubin, kendi, patung atau kerajinan yang tidak banyak menerima beban kerja secara terus menerus. Keramik merupakan material yang memiliki tahanan suhu yang tinggi , keausan dan korosi yang lebih baik dari pada super alloy namun memiliki sifat getas (Setiawan, 2017).
Menurut (Handoyo, 2009) menyatakan, keramik mengandung senyawa antara logam dan non logam. Senyawa ini mempunyai ikatan ionik dan ikatan kovalen berbeda sifat dengan logam. Sifat-sifat dari keramik yang biasanya yang merupakan isolator, tembus cahaya (bening), tidak dapat diubah bentuknya dan sangat stabil dalam lingkungan yang sangat berat. Perbandingan fasa keramik dan bukan keramik, kebanyakan fasa keramik memiliki struktur kristalin. Ikatan ionik menyebabkan bahan keramik memiliki stabilitas yang relatif tinggi. Sebagai kelompok bahan, keramik memiliki titik cair yang tinggi dibandingkan dengan logam atau bahan organik. Biasanya lebih keras dan tahan terhadap perubahan- perubahan kimia.
Klasifikasi bahan keramik dapat dibedakan menjadi dua kelas yaitu kristal dan amorf (non crystalline). Dalam bahan kristal terdapat keteraturan unsur-unsurnya untuk jarak dekat maupun jauh, sedangkan dalam bahan amorf dimungkinkan keteraturan unsur dan ukuran butiran tidak ada ikatan yang dominan (ionik dan kovalen) dan struktur internal (kristal dan amorf) mempunyai sifat-sifat bahan keramik. Material yang sangat kuat seperti alumina (Al2O3) dan silikon karbida (SiC) merupakan bahan yang tahan abrasi sehingga sering digunakan sebagai alat grinding dan polishing (Ismunandar, 2017).
Kelemahan utama pada keramik adalah kerapuhannya, yaitu kecendrungan untuk patah dengan tiba-tiba saat terjadi perubahan bentuk yang merupakan masalah khusus jika bahan ini digunakan untuk aplikasi struktural. Dalam logam perpindahan elektron-elektron yang memungkinkan logam berubah bentuk
dibawah pengaruh tekanan, tetapi dalam keramik karena kombinasi ikatan ion dan kovalen mengakibatkan partikel-partikel tidak mudah bergeser sehingga keramik dengan mudah retak jika gaya yang diberikan terlalu besar (Mawardani, 2014).
Pada kunci karakterisasi keramik dapat dilihat dari susunan lapisan, bentuk dan ukuran pori karena lapisan keramik tersebut dari material yang berupa butiran- butiran partikel melalui proses penyiapan serbuk keramik, pengeringan, pencetakan dan pembakaran, pada setiap proses sangat mempengaruhi kualitas keramik yang dihasilkan (Fatimah, 2017)
2.2 Aluminium Oksida (Al2O3)
Aluminium oksida (Al2O3) atau yang dikenal dengan alumina insulator (penghantar) panas dan listrik yang baik. Aluminium oksida (Al2O3) berperan penting dalam ketahanan logam aluminium terhadap perkaratan dengan udara.
Logam aluminium sebenarnya sangat mudah bereaksi dengan oksigen diudara.
Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi permukaan aluminium, lapisan ini melindungi logam aluminium dari oksidasi lebih lanjut (Sidabutar, 2017).
Gambar 2.1 Aluminium Oksida. (Sumber : Mawardani, 2014)
Alumina (Al2O3) merupakan juga termasuk salah satu jenis keramik oksida atau keramik teknik yang aplikasinya cukup luas baik dibidang elektronik maupun dibidang mekanik. Berdasarkan komposisinya, alumina ada dua jenis yaitu alumina murni dan alumina tidak murni. Alumina murni adalah partikel material yang berdasarkan struktur kristalnya dapat digolongkan menjadi dua yaitu γ-Alumina dan α-Alumina (Al2O3) atau disebut corundum. Aplikasi dari corundum yaitu sebagai bahan paling tahan suhu tinggi sampai suhu 1700˚C dan merupakan
6
material yang sangat keras dan kuat sehingga sering dipakai untuk bahan mekanik.
Sifat listrik atau konduktivitas listriknya sangat rendah cocok digunakan sebagai bahan isolator listrik. Sedangkan alumina tidak murni merupakan kombinasi dua macam oksida seperti antara Na2O dengan Al2O3, yang membentuk struktur baru yang dikenal dengan sebutan beta alumina. Aplikasi dari beta alumina hanya dibidang elektronik, yaitu material ini memiliki konduktivitas listrik yang cukup tinggi, sehingga cocok digunakan untuk bahan elektrolit pada baterai padat (Ramlan, 2010).
Berdasarkan karakteristik yang dimiliki alumina seperti konduktivitas panas tinggi, kekerasan tinggi (hard), kekuatan (strength), kekakuan (stiffness) tinggi, ukuran dan bentuk yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai isolator panas seperti tabung gas laser (Gas laser tubes), baju anti peluru (wear pads), seal rings, isolator listrik temperatur dan voltase tinggi seperti, furnace, senjata dan gerinda (Sidabutar, 2017).
Untuk aplikasi pada temperatur tinggi yang tahan korosi, sintering alumina dapat dicapai pada temperatur 1600˚C, namun nilai tegangan (stress) tidak lebih dari beberapa Mpa (Lumbanbatu, 2017). Sifat fisis dan mekanis keramik alumina secara umum ditunjukkan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Sifat Fisis dan Mekanis Keramik Alumina secara Umum.
Sinonim Aluminium Oksida
Rumus Molekul Al2O3
Berat Molekul 101,96
Deskripsi Berbentuk serbuk berwarna putih
Densitas 3960 kg/m3
Kelarutan dalam air Tidak larut dalam air
Titik didih (˚C) ~ 3000
Titik leleh 2050 ˚C
∆Hf˚ solid -1675.7kJ/mol
Kekerasan 1500-1800 kgf/mm2
Kuat Tekan 230-350 MPa
Koefisien Ekspansi termal 8-9 X 10-6 ˚C Konduktivitas termal 24-26 W/m˚K Sumber : Lumbanbatu, 2017
Menurut (Johan, 2009) menyatakan untuk pengaplikasian alumina ada beberapa karakteristik yang diperlukan, sebagai berikut:
1. Mempunyai densitas yang tinggi dan porositas rendah
2. Mempunyai ukuran butir yang kecil untuk aplikasi temperatur rendah 3. Mempunyai kemurnian yang tinggi.
Menurut (Johan, 2009) alumina yang memiliki ukuran butiran kecil sangat diperlukan pada aplikasi suhu rendah, karena pada suhu rendah kekuatan dan ketangguhan alumina meningkat dengan menurunnya ukuran butiran. Untuk aplikasi temperatur tinggi diperlukan alumina dengan ukuran butiran yang besar agar tidak terjadi pertumbuhan butiran yang tidak terkendali sehingga dapat menurunkan kekuatan alumina tersebut. Proses sintering pada temperatur rendah dapat menghasilkan butiran alumina yang relatif kecil, tetapi pada saat yang sama terdapat pula porositas dalam jumlah yang besar. Pada sintering temperatur tinggi, porositas dapat dikurangi dengan adanya pergerakan batas butiran akan tetapi terjadi pula pertumbuhan butiran yang tidak terkendali.
2.3 Silika (SiO2)
Silika merupakan senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2 (Silicon dioxsida) yang diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis kristal. Silika mineral merupakan senyawa yang banyak dijumpai dalam bahan tambang yang berupa mineral seperti pasir, kuarsa, granit, dan fledsfar yang mengandung kristal- kristal silika (SiO2). Selain terbentuk secara alami, silika dengan struktur kristal tridimit dapat diperoleh dengan cara memanaskan pasir kuarsa pada suhu 870˚C dan jika pemanasan dilakukan pada suhu 1470˚C dapat menghasilkan silika dengan struktur kristobalit. Silika juga dapat dibentuk dengan mereaksikan silikon dengan oksigen atau udara pada suhu tinggi. Silika yang dihasilkan melalui metode ekstraksi alkalis adalah berupa larutan sol dimana silika pada fase larutan adalah fase amorf atau mudah reaktif (Lumbanbatu, 2017).
Gambar 2.2. Struktur Silika Tetrahedral. (Sumber: Lumbanbatu, 2017)
8
Pada umumnya struktur kristal silika merupakan amorf. Silika amorf dapt berubah bentuk menjadi silika kristal dengan adanya perubahan suhu yaitu fasa quartz, crystobalite dan tridymite (Sidabutar, 2017).
Jika pembakaran dilakukan pada suhu < 570˚C terbentuk low quartz, untuk suhu 570-870˚C terbentuk high quartz yang mengalami perubahan struktur menjadi crystpbalite dan tridymite, sedangkan pada suhu 870-1470˚C terbentuk high tridymite, pada suhu > 1470˚C terbentuk high crystobalite, dan pada suhu 1723˚C terbentuk silika cair. Diketahui bahwa satuan struktur primer silika adalah tetrahedron SiO4, dimana satu atom silika dikelilingi oleh empat atom oksigen (seperti terlihat pada gambar 2.2). Gaya-gaya yang mengikat tetrahedral ini berasal dari ikatan ionik dan kovalen sehingga ikatan tetrahedral ini kuat. Pada silika murni tidak terdapat ion logam dan setiap atom oksigen merupakan atom penghubung antara dua atom silikon (Lumbanbatu, 2017).
Menurut Sunarya (2008), silika mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih yang merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti kuarsa dan feldspar. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Al2O3, CaO, FeO3, TiO2, MgO, dan K2O, yang berwarna putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa pengotornya. Silika biasa dihasilkan melalui proses penambangan yang dimulai dari menambang pasir kuarsa sebagai bahan baku. Pasir kuarsa tersebut kemudian dilakukan proses pencucian untuk membuang pengotor yang kemudian dipisahkan dan dikeringkan kembali hingga diperoleh pasir dengan kadar silika yang lebih besar bergantung dengan keadan kuarsa dari tempat penambangan. Pasir inilah yang kemudian dikenal dengan pasir silika atau silika dengan kadar tertentu.
2.4 Proses Pembuatan Material Keramik
Material keramik umumnya berupa senyawa polikristal yang proses pembuatannya dapat dikelompokkan menjadi tiga tahapan, yaitu: proses preparasi serbuk, pembentukan dan pembakaran (sintering). Parameter-parameter proses pembuatan keramik tergantung pada jenis keramik yang akan dibuat, bidang aplikasinya dan sifat-sifat yang diharapkan. Misalnya proses pembuatan keramik tradisonal yang mempunyai parameter yang berbeda dengan pembuatan keramik
modern. Hal ini karena, keramik tradisonal hanya membutuhkan bahan baku alam dengan kemurnian yang tidak tinggi, sedangkan untuk pembuatan keramik modern dibutuhkan bahan baku dengan kemurnian tinggi serta terkontrol agar diperoleh sifat-sifat bahan yang diharapkan.
2.4.1 Preparasi Serbuk Keramik
Pada proses preparasi serbuk beberapa faktor yang menentukan sifat produk keramik yaitu: kemurnian bahan, homogenitas, dan kehalusan serbuk. Teknik preparasi serbuk keramik dapat dikelompokkan tiga jenis (Reed, 1988):
a. Teknik Konvensional
Proses ini merupakan pencampuran padat-padatan (solid-solid mixing) yang umumnya digunakan pada industri-industri keramik. Proses penghalusan dan homogenisasi dilakukan dalam satu tahapan dengan menggunakan alat penggiling yaitu ball milling. Fungsi ball mill dalam proses penggilingan yaitu sebagai penghancur serbuk atau digunakan sebagai pengecil ukuran partikel serbuk tersebut. Waktu penggilingan banyak berpengaruh terhadap tingkat homogen dan kehalusan serbuk.
b. Teknik Kimia Basah/Larutan
Proses ini dilakukan melalui pencampuran dalam bentuk larutan, sehingga akan diperoleh tingkat homogenitas yang lebih tinggi. Metode ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu metode desolvent dan metode presipitasi.
Metode desolvent dilakukan dengan cara mencampurkan beberapa larutan kemudian diubah menjadi serbuk dengan cara pelepasan bahan pelarutan (solvent) secara fisika yaitu melalui pemananasan atau pendinginan secara cepat supaya tidak terjadi proses separasi kation-kationnya.
c. Teknik Praparasi Dalam Fasa Gas
Teknik ini lakukan untuk mendapatkan serbuk dengan kemurnian yang sangat tinggi dan kehalusan sampai orde nanometer. Ada dua cara yaitu: precipitation vapour deposition (PVD) dan chemical vapour deposition (CVD).
2.4.2 Proses Pengeringan
Pada umumnya, pengeringan zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lain yang terdapat dalam zat padat, sehingga dapat mengurangi
10
kandungan sisa zat cair di dalam zat padat tersebut. Proses ini harus dikontrol, karena melibatkan penekanan yang diakibatkan oleh perbedaan tekanan gas sehingga dapat menyebabkan cacat pada produk yang dihasilkan (Sidabutar, 2017).
2.4.3 Proses Pembentukan Keramik
Ada beberapa cara proses pembentukan keramik tergantung bentuk dan ukuran yang diinginkan, yaitu:
a. Proses Pembentukan Dengan Tekan (Die Pressing)
Proses ini cocok dilakukan untuk membuat bentuk yang sederhana dan tebal. Pada proses ini ditambahkan bahan pembantu, misalnya: bahan perekat (polyvinyl alcohol) dan bahan pelumas. Selanjutnya dimasukkan kedalam cetakan dan ditekan hingga mencapai bentul padat. Proses cetak tekan ada dua macam yaitu:
dengan tekanan yang arah tekanannya satu arah dan dengan cara isostatik pres yang arah tekanannya ke segala arah.
Skema proses pencetakan keramik dengan kedua cara tersebut ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.3. Skema Pembentukan dengan Cara Tekan Satu Arah (Sumber: Lumbanbatu, 2017)
Gambar 2.4. Skema Pembentukan dengan Cara Isostatic Press.
(Sumber: Lumbanbatu, 2017)
b. Proses Pembentukan dengan Ekstrusi
Proses ini dilakukan untuk bahan yang mempunyai plastisitas tinggi, biasanya untuk membuat produk dalam bentuk pipa, dan bata berlubang. Untuk bahan yang tidak plastis perlu ditambahkan bahan tambahan, sehingga lebih mudah dibentuk.
c. Proses Pembentukan dengan Cara Cor
Proses ini dilakukan untuk membentuk produk-produk keramik yang mempunyai bentuk yang rumit. Pencetakan dengan cara ini harus disediakan massa tua dalam bentuk suspensi dengan kekentalan dan kandungan padatan yang tertentu, agar dapat dituangkan dengan mudah pada cetakan yang terbuat dari gips (plaster of paris). Sifat rheologi massa tuang sangat menentukan hasil cetakannya (Lumbanbatu, 2017).
2.5 Proses Pembakaran (Sintering)
Sintering merupakan tahapan pembuatan keramik yang sangat penting dan menentukan sifat-sifat keramik yang akan dihasilkan. Sintering adalah proses pemadatan dari sekumpulan serbuk pada temperatur yang tinggi dan mendekati titik leburnya sehingga terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir (grain growth), peningkatan densitas dan penyusutan volume. Hal ini dikarenakan butiran-butiran partikel tersusun semakin rapat (Sebayang et al., 2009). Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering, yaitu: jenis bahan, komposisi, bahan pengotornya dan ukuran partikel. Menurut (Ristic, 1989), proses sintering dapat berlangsung apabila:
1. Adanya transfer materi diantara butiran yang disebut proses difusi.
2. Adanya sumber energi yang dapat mengaktifkan transfer materi, energi tersebut digunakan untuk menggerakkan butiran hingga terjadi kontak dan ikatan yang sempurna.
Mekanisme proses perpindahan materi (difusi) selama proses sintering dapat berlangsung melalui tahap difusi volume, difusi permukaan, difusi batas butir, difusi secara penguapan dan kondensasi. Faktor-faktor yang dapat mempercepat laju proses sintering, yaitu ukuran partikel dan penggunaan aditif. Untuk penggunaan partikel yang lebih kecil maka proses sintering akan berjalan lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan partikel yang lebih besar (Randal, 1991).
12
Perubahan mikrostruktur selama proses sintering, mulai dari berbentuk serbuk hingga akhir sintering diperlihatkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.5. Tahapan Perubahan Mikrostruktur Keramik Selama Proses Sintering (a) Serbuk Pertikel, (b) Awal Sintering, (c) Pertengahan Sintering (d) Akhir Sintering.
(Sumber: Lumbanbatu, 2017)
Selama proses sintering berlangsung, ada beberapa tahapan, antara lain:
a. Tahapan Serbuk partikel
Serbuk partikel-partikel keramik akan saling kontak setelah proses pencetakan. Disini keadaan serbuk masih dalam keadaan bebas.
b. Tahapan awal sintering
Tahap permukaan ikatan, pada saat sintering mulai berlangsung maka permukaan kontak kedua partikel semakin lebar. Sehingga terjadi perubahan ukuran butiran maupun pori belum terjadi.
c. Tahapan pertengahan sintering
Pori-pori pada batas butir saling menyatu dan terjadi pembentukan kanal- kanal pori dan ukuran butiran yang mulai membesar.
d. Tahapan akhir sintering
Batas butir bergeser dan terjadi pembesaran ukuran butir sampai kanal- kanal pori tertutup disertai terjadinya penyusutan.
Laju penyusutan dipengaruhi oleh waktu dan suhu sintering. Pengaruh suhu sintering terhadap perubahan densitas dan porositas saling berlawanan. Apabila suhu sintering makin tinggi maka kekuatan mekanik dan ukuran butiran makin besar dan nilai porositas mengalami penurunan (Randal, 1991).
2.6 Karakterisasi Keramik
Karakterisasi material sangat diperlukan untuk mengetahui sifat-sifat secara fisis dari material tersebut sehingga dapat dibedakan antara material satu dengan material yang lain.
Pada penelitian ini proses karakterisasi dilakukan dengan melakukan pengukuran kerapatan massa (densitas), porositas, analisa struktur kristal dengan metode XRD (X-Ray Difraction) dan mikrostruktur dengan SEM (Scanning Electron Microscope).
2.6.1 Densitas
Densitas (rapat massa) didefenisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v). Pada pengukuran volume khususnya bentuk dan ukuran yang tidak beraturan sulit di untuk ditentukan. Oleh karena itu, salah satu cara untuk menentukan densitas dari sampel keramik alumina tersebut yang telah disintering dengan menggunakan metode Archimedes (standar ASTM C,373-72) dengan memenuhi persamaan (Nurzal dan Siswanto, 2012):
density = 𝑚𝑠
𝑚𝑔𝑢− 𝑚𝑔𝑎+ 𝑚𝑘 𝑥 𝜌 𝐻2𝑂 (2.1)
dimana ms = Massa kering sampel (g), mgu= Massa jenuh gantung (g), mga= Massa jenuh gantung didalam air (g), mk = Massa kawat (g), 𝜌 𝐻2𝑂 = Massa jenis air (g/cm3)
2.6.2 Porositas
Porositas didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume pori-pori (volume ruang kosong) pada zat padat dengan jumlah volume total. Perhitungan porositas dihitung dari volume pori dibagi dengan volume total. Pada persamaan tersebut, sulit untuk digunakan karena pada saat pengukuran volume kosong zat padat, oleh karena itu pengukuran porositas dapat dihitung dengan menggunakan metode Archimedes (standar ASTM C,373-72), memenuhi persamaan (Nurzal dan Siswanto, 2012):
Porositas = 𝑚𝑠−𝑚𝑘
𝑚𝑔𝑢− 𝑚𝑔𝑎+ 𝑚𝑘𝑎 𝑥 100 % (2.2)
dimana mb = Massa basah air setelah direndam, ms = Massa kering, mgu = Massa jenuh gantung di udara, mga= Massa jenuh gantung di dalam air, mk = Massa kawat.
14
Sebelum sampel diukur terlebih dahulu sampel keramik alumina direndam selama satu malam di wadah yang berisi air.
2.6.3 XRD (X-Ray Diffraction)
XRD (X-Ray Diffraction) adalah salah satu metode karakteristik material yang paling sering digunakan hingga sekarang. Metode ini berfungsi untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam suatu material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran kristal. Bahan yang dianalisis sampel yang halus, homogenized, dan rata-rata komposisi massa ditentukan (Ratnasari et al., 2009).
Sinar-X termasuk gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar 0,5 – 2,5 Å. Jika seberkas sinar-X yang mempunyai panjang gelombang λ yang diarahkan ke permukaan kristal dengan sudut 𝜃 maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh bidang atom kristal dan menghasilkan puncak-puncak difraksi yang dapat diamati dengan peralatan difraktometer (Cullity, 1978). Pada difraktometer merupakan sumber radiasi yang berasal dari Cu, Mo, Co, Cr, dan Fe.
Sumber radiasi sangat mempengaruhi sampel yang akan diuji sehingga harus diperhatikan dalam memilih sumber radiasi seperti komposisi sampel yang akan diuji dan tujuan dari pengujian itu sendiri (Brindley dan Brown, 1980)
Gambar 2.6. Skema Difraksi Sinar-X. (Sumber: Cullity, 1978)
Pada gambar diatas terlihat bahwa suatu sinar-X yang panjang gelombangnya (λ) jatuh pada suatu permukaan material dengan sudut 𝜃 terhadap permukaan Bragg yang jarak antaranya d. Seberkas sinar mengenai atom pada bidang pertama dan atom pada bidang berikutnya, dengan masing-masing atom menghambur sebagian berkas tersebut dalam arah rambang, interferensi konstruktif hanya terjadi antara sinar yang terhambur sejajar dan beda jarak jalannya tepat λ, 2λ, 3λ dan seterusnya.
Jadi beda jarak jalan harus nλ, dengan n menyatakan bilangan bulat, dan λ merupakan panjang gelompang sehingga dinyatakan pada persamaan matematis hukum Bragg sebagai berikut (Omar, 1975)
nλ = 2d sin 𝜃 (2.3)
dimana n = orde difraksi (n = bilangan bulat 1,2,3…), λ = panjang gelombang sinar- X, d = jarak antar bidang.
Struktur kristal dapat dilihat dengan analisa difraksi sinar-X. Setiap material yang diidentifikasi mempunyai nilai d yang berbeda dan harganya tergantung pada posisi bidang kristal tersebut. Struktur kristal dan fasa dapat diketahui dengan cara membandingkan nilai d terukur dengan nilai d pada data standar yang di peroleh melalui JCPDS (Joint Of Committe Powder Diffraction Standard).
Pengukuran partikel dalam orde nanometer yaitu dengan menggunakan teknik difraksi sinar-X. Teknik ini sreing digunakan untuk menentukan berbagai parameter fisika dari material seperti struktur kristal, strain, kompoisi fase, struktur unit sel, cacat kristal dan ukuran kristal, bahkan susunan atom-atom di dalam material amorf seperti polimer. Luas puncak/kurva dari suatu difraksi sinar-X dipengaruhi oleh ukuran kristal. Metode menentukan ukuran kristal (crystal size) dari data hasil karakterisasi XRD, digunakan formula Scherrer secara langsung.
Dari data karakterisasi XRD, ukuran kristal dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan Scherrer (Sumadiyasa dan Manuaba, 2018):
D = 𝐾λ
𝛽 cos 𝜃 (2.4)
dimana λ = panjang gelombang sinar-X yang digunakan, 𝜃 = sudut difraksi, K = konstanta yang besarnya tergantung pada faktor bentuk kristal, bidang (hkl) difraksi, dan defenisi besaran 𝛽 yang digunakan, apakah sebagai Full Width at Half Maximum (FWHM) atau Integral Breadth dari puncak. Nilai K sebenarnya bervariasi dari 0,62 sampai 2,08. Nilai yang umumnya digunakan untuk K adalah 0,94 jika 𝛽 adalah FWHM dan 0,89 untuk Integral Breadth. Dari persamaan 1 dapat diamati bahwa lebar puncak bervariasi dengan sudut 2𝜃 dalam bentuk cos (𝜃) (Sumadiyasa dan Manuaba, 2018).
16
2.6.4 SEM (Scanning Electron Microscope)
SEM merupakan salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan profil permukaan benda (Mikrajuddin dan Khairurrijal, 2009). Keuntungan dalam penggunaan SEM dari mikroskop optik yaitu perbesaran yang jauh lebih tinggi (>100.000 kali) dan kedalaman bidang yang lebih besar hingga 10 kali dari mikroskop optik (Hanke, 2001).
Gambar 2.7. Dalam SEM berkas elektron berenergi tinggi mengenai permukaan material. Elektron pantulan dan elektron sekunder dipancarkan kembali sudut yang bergantung pada profil permukaan material.
(Sumber : Mikrajuddin dan Khairurrijal, 2009)
Menurut Mikrajuddin dan Khairurrijal (2009), menyatakan prinsip kerja SEM adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron bernergi tinggi seperti Gambar 2.7. Permukaan benda yang dikenai berkas akan memantulkan kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke segala arah. Tetapi ada satu arah dimana berkas dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor didalam SEM mendeteksi elektron yang dipantulkan dan menentukan lokasi berkas yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Arah tersebut memberi infornasi profil permukaan benda seperti seberapa landau dan kemana arah kemiringan. Pada saat melakukan pengamatan, lokasi permukaan benda yang ditembak dengan berkas elektron di-scan keseluruh area daerah pengamatan. Kita dapat membatasi lokasi pengamatan dengan melakukan zoom-in atau zoom-out. Berdasarkan arah pantulan berkas pada berbagai titik pengamatan maka profil permukaan benda dapat di bangun menggunakan program pengolahan gambar yang ada dalam komputer. Syarat agar SEM dapat menghasilkan citra yang tajam adalah permukaan benda harus bersifat sebagai pemantul elektron atau melepaskan elektron sekunder
ketika ditembakkan dengan berkas elektron. Material yang mempunyai sifat seperti logam.
Trewin (1988) (dalam Anggraeni, (2014)) menyatakan, SEM terdiri dari sebuah senapan elektron yang memproduksi berkas elektron pada tegangan dipercepat sebesar 2-30 kV. Berkas elektron tersebut dilewatkan pada beberapa lensa elektromagnetik untuk menghasilkan hasil image berukuran, ~ 10 nm pada sampel yang ditampilkan dalam bentuk film fotografi atau ke dalam tabung layar.
Diagram skematik dan cara kerja SEM digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.8. Diagram Skematik Fungsi Dasar dan Cara kerja SEM (Sumber: Syam, 2017)
Sebelum melalui lensa elektromagnetik terakhir scanning raster mendeflesikan berkas elektron untuk men-scan. Tingkat kontas yang tampak pada tabung sinar katoda timbul karena hasil refleksi yang berbeda-beda dari sampel (Anggraeni, 2014).
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Pusat Penelitian Fisika – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2F_LIPI). Kawasan Puspitek Serpong, Gedung 442 Tangerang Selatan.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian telah dilakukan selama tiga bulan yaitu mulai tanggal 03 Februari – 30 April 2020.
3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian 3.2.1 Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 3.1. Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian
No Nama Alat Fungsi
1 Neraca Digital Sebagai alat untuk menimbang massa bahan yang digunakan dalam pembuatan sampel.
2 3
4
Beaker Glass
Alat Penggiling ( Rotary Ball Mill)
Alumina Ball
Sebagai wadah untuk menimbang dan pengadukan pencampuran bahan sampel.
Sebagai alat untuk menghaluskan atau menggiling campuran serbuk agar homogen.
Sebagai membantu penghalusan serbuk disaat proses penggilingan.
5
6
Spatula
Saringan
Sebagai alat untuk membantu memindahkan sampel serbuk dan
mengaduk sampel serbuk.
Sebagai alat untuk memisahkan serbuk sampel dengan air yang dicampurkan setelah proses penggilingan (ball mill).
7 8
Oven
Cetakan Sampel (Molding)
Sebagai alat mengeringkan sampel untuk menghilangkan kadar air.
Sebagai alat untuk mencetak sampel berbentuk pelet.
9 Cawan Mortar dan Penggerus
Sebagai alat untuk menghaluskan dan menggerus sampel.
10 Plastik Sampel Sebagai tempat untuk meletakkan bubuk sampel dan hasil cetakan sampel.
11 Kertas Sampel Sebagai alat untuk memberi nama pada plastik sampel yang digunakan untuk membedakan antar sampel.
12 Alat Cetak Tekan (Carver Press)
Sebagai alat untuk mencetak sampel hingga menjadi pelet dengan bantuan mesin press dengan tekanan 12000 kg pada suhu ruangan.
13 Tungku Pembakaran Sebagai tempat pembakaran sampel dalam proses sintering dengan kapasitas temperatur sintering 900°C, 1000˚C, 1100˚C dan 1200°C.
14 15
XRD SEM
Sebagai alat untuk melihat perubahan fasa struktur bahan sampel keramik.
Sebagai alat untuk melihat mikrostruktur pada bahan sampel keramik.
3.2.2 Bahan-Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Tabel 3.2. Bahan-Bahan yang Digunakan dalam Penelitian
No Nama bahan Fungsi
1 Serbuk Al2O3 Sebagai bahan baku dalam pembuatan sampel penelitian.
2 Serbuk SiO2 Sebagai bahan aditif dalam pembuatan sampel penelitian.
3 Polyvinyl Alcohol (PVA)
Sebagai perekat bahan sampel penelitian.
3.3 Variabel dan Parameter 3.3.1 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Komposisi Sampel 2. Temperatur Sintering
Pada penelitian ini variasi suhu pembakaran (sintering) yang dibuat, yaitu:
900 ˚C, 1000 ˚C, 1100 ˚C, dan 1200 ˚C masing-masing pada suhu tersebut ditahan selama 1 jam.
3.3.2 Parameter Penelitian 1. Densitas
20
2. Porositas 3. Struktur kristal 4. Mikrostruktur
3.4 Diagram Alir Penelitian
Secara keseluruhan pelaksanaan penelitian diuraikan dalam diagram alir berikut ini:
Mulai
Preparasi, ditimbang dan dicampuran Al2O3 : SiO2
Dimilling (rotary ball mill) (putaran= 300 rpm, t= 5 jam)
Dikeringkan (Oven) (T=80˚C, t= 12 jam)
Dicetak (carver press) Tekanan= 12000 kg, T= 30˚C, t= 60 s
Disintering
T= 900˚C, 1000˚C, 1100˚C dan 1200˚C
Dikarakterisasi
Densitas XRD
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
Porositas SEM
Gambar 3.1 Digram Alir Tabel 3.3. Komposisi Pembuatan Sampel
22
Sampel Komposisi (%) Bahan Baku (% berat) Aditif (% berat)
Al2O3 SiO2
I
%Al2O3 + %SiO2
95 5
II 90 10
III 85 15
IV 80 20
V 75 25
VI 70 30
3.5 Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
3.5.1 Penentuan Komposisi
Sesuai dengan tujuan penelitian ini dilakukan, sampel akan dibentuk dengan komposisi berbeda-beda, seperti Tabel 3.3.
3.5.2 Pembuatan Sampel
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam pembuatan sampel ini, sebagai berikut:
1. Penimbangan
Semua bahan ditimbang sesuai kadar yang diinginkan selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung yang berisikan alumina ball dan ditambahkan air sebanyak 25 ml atau setara dengan setengah dari tabung yang digunakan pada penggilingan sehingga mendapatkan hasil yang homogen.
2. Penggilingan
Penggilingan dilakukan dengan menggunakan rotary ball mill. Cara ini dipakai untuk menghasilkan keseragaman bentuk partikelnya. Waktu penggilingan yang dibutuhkan dalam operasi ini selama 5 jam. Hal ini dilakukan untuk setiap variasi komposisi dan variasi temperatur sintering. Setelah 5 jam maka larutan tersebut disaring menggunakan saringan untuk memisahkan ball mill dengan larutan, selanjutnya larutan tersebut diletakkan di beaker glass dan dimasukkan ke oven.
3. Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk melepaskan sejumlah molekul H2O sehingga akan mengurangi atau menghilangkan sisa zat cair dalam zat padat tersebut. Pada
sistem pengeringan, energi panas harus melewati permukaan produk yang selanjutnya akan menghasilkan tekanan uap air. Selama proses pengeringan tekanan uap dari cairan dan kapasitas penyerapan dari udara kering. Pengeringan dilakukan dalam oven menggunakan suhu sebesar 80˚C. Sampel yang telah di masukkan kedalam oven harus benar-benar kering agar mudah untuk melakukan pencetakan.
4. Pembentukan
Proses pembentukan sampel dengan memasukkan serbuk kedalam sebuah cetakan. Sebelum memasukkan serbuk tersebut, terlebih dahulu sampel dicampur dengan perekat Polyvinyl Alcohol (PVA) sebanyak 5% dari massa total agar tidak terjadi retakan pada saat pencetakan. Selanjutnya serbuk yang telah dicampur dengan perekat diaduk dengan rata kemudian dilajutkan proses pencetakan dengan tekanan 12000 kg dengan waktu 1 menit pada suhu ruangan menggunakan alat cetak tekan (carver pressing). Hasil dari pencetakan ini berbentuk dengan silinder (pelet).
5. Sintering
Sintering merupakan suatu proses pembakaran yang bertujuan dengan untuk saling mengikat butiran-butiran dan menurunkan porositas yang dilakukan pada suhu tinggi dan untuk menghasilkan benda menjadi keramik yang kompak dan kuat sesuai spesifikasi yang diinginkan. Sintering juga dapat didefenisikan sebagai pemadatan serbuk keramik (grain body) pada temperatur tinggi untuk menjadi keramik yang lebih padat. Pembakaran sampel dilakukan dengan menggunakan vacum furnace dengan variasi temperatur dari suhu 900˚C, 1000˚C, 1100˚C dan 1200˚C. Agar tidak terjadi retakan pada suatu pembakaran maka furnace terlebih dahulu di set pada suhu 400˚C. Lalu ditahan kemudian dinaikkan pada suhu sintering yang ditentukan dengan waktu penahanan selama 1 jam untuk setiap waktu yang divariasikan.
3.6 Pengujian Sampel
Adapun pengujian dan karakterisasi sampel pada penelitian ini sebagai berikut:
24
3.6.1 Pengukuran Densitas
Penelitian ini, untuk mendapat nilai densitas dilakukan dengan menggunakan metode Archimedes. Pada sampel keramik yang telah dibakar dengan menggunakan variasi suhu dilanjutkan dengan analisa densitas. Prosedur pengukuran densitas dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Sampel dikeringkan didalam oven dengan menggunakan suhu 80˚C selama 12 jam, kemudian timbang massa sampel kering (ms) dengan menggunakan neraca digital.
2. Massa kawat ditimbang (mk) dengan menggunakan neraca digital.
3. Selanjutnya massa sampel ditimbang saat diudara (mgu) dengan menggunakan kawat. Timbang massa sampel saat di dalam air (mga) dengan menggunakan neraca digital.
Dengan mengetahui semua besaran tersebut, maka dapat dihitung densitas material keramik Al2O3 dengan menggunakan persamaan (2.1)
3.6.2 Pengukuran Porositas
Penelitian ini, untuk mendapat nilai porositas sampel Al2O3 dengan menggunakan metode Archimedes Pada sampel keramik yang telah dibakar dengan menggunakan variasi suhu. Prosedur pengukuran densitas dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Sampel dikeringkan didalam oven dengan suhu 80˚C selama 12 jam, kemudian timbang massa sampel kering (ms) dengan menggunakan neraca digital.
2. Sampel direndam didalam air selama 24 jam, kemudian sampel diangkat dan sisa air dibersihkan dengan menggunakan tisu. Massa sampel yang telah direndam dengan air (mb) ditimbang dengan menggunakan neraca digital.
3. Massa kawat (mk) ditimbang dengan menggunakan neraca digital.
4. Massa sampel saat diudara (mgu) ditimbang dengan menggunakan kawat, dan massa sampel ditimbang saat di dalam air (mga) dengan menggunakan neraca digital.
Dengan mengetahui semua besaran tersebut, maka dapat dihitung porositas material keramik Al2O3 dengan menggunakan persamaan (2.2)
3.6.3 Analisa X-Ray Diffraction (XRD)
XRD merupakan alat yang digunakan untuk mengkarakterisasi struktur kristal dan ukuran kristal dari suatu bahan padat. XRD akan menghasilkan puncak- puncak yang spesifik. Metode difraksi ini sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi fasa yang terkandung dalam suatu bahan yang diuji.
3.6.4 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM merupakan mikroskop elektron yang banyak digunakan dalam ilmu pengetahuan material. SEM digunakan pada sampel yang tebal dan memungkinkan untuk analisis permukaan dan dapat digunakan untuk menyimpulkan data kristalografi, sehingga hal ini dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada peneletian ini telah dibuat keramik Al2O3 dengan penambahan aditif SiO2
dengan komposisi (5;10;15;20;25;30)% berat. Setelah melalui proses pembuatan sampel dan karakterisasi, maka didapatkan hasil pengujian terhadap densitas, porositas, struktur kristal dan mikrostruktur dengan parameter sintering yang berbeda-beda. Berikut hasil dari pengujian karakterisasi keramik Al2O3.
4.1 Hasil Pengukuran Densitas
Pengukuran densitas dilakukan untuk mengetahui kepadatan sebenarnya dari partikel padat atau serbuk yang dilakukan dengan menggunakan metode Archimedes. Hasil pengukuran densitas keramik alumina dengan variasi komposisi aditif SiO2 terhadap suhu sintering dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Densitas Keramik Alumina dengan Variasi Komposisi Aditif terhadap Suhu Sintering
Suhu Sintering (˚C) Komposisi (% berat) Densitas (𝝆) g/𝒄𝒎𝟑 900°C
5% SiO2
2,73
1000°C 2,90
1100°C 2,96
1200°C 3,12
900°C
10% SiO2
2,62
1000°C 2,76
1100°C 2,78
1200°C 2,86
1000°C
15% SiO2
2,62
1100°C 2,69
1200°C 2,81
1000°C
20% SiO2 2,54
1100°C 2,59
1200°C 2,69
1000°C
25% SiO2 2,56
1100°C 2,43
1200°C 2,60
1000°C
30% SiO2 2,49
1100°C 2,39
1200°C 2,57
Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Densitas Terhadap Suhu Sintering
Dari Gambar 4.1 diperoleh hasil pengukuran densitas menunjukkan nilai densitas meningkat dengan penambahan variasi komposisi bahan aditif SiO2 sebanyak 5%, 10%, 15% dan 20% yang menggunakan variasi suhu sintering sebesar 900°C, 1000°C, 1100°C, dan 1200°C, yang dikarenakan selama sintering berlangsung terjadi proses difusi dan pemadatan, sehingga ikatan bahan sampel tersebut semakin kuat (Ristic, 1989). Sementara hasil pengukuran nilai densitas yang menunjukkan naik turun, penyebab hal ini diduga karena adanya udara yang terjebak didalam material keramik, sehingga dapat menurunkan nilai dari densitas (Amin dan Subri, 2017). Pada umumnya, keramik mempunyai densitas yang sangat bervariasi dan sangat tergantung pada komposisi, ukuran butiran dan metode preparasi.
Nilai densitas tertinggi pada komposisi 5% SiO2 pada suhu sintering 1200°C sebesar 3,12 g/cm3 dan nilai densitas terendah pada komposisi 30% SiO2 pada suhu sintering 1100°C sebesar 2,39 g/cm3 yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.
4.2 Hasil Pengukuran Porositas
Nilai porositas diukur dan dihitung dengan menggunakan metode Archimedes.
Hasil pengukuran porositas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
28
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Porositas Keramik Alumina dengan Variasi Komposisi Aditif terhadap Suhu Sintering
Suhu Sintering (˚C) Komposisi (% berat) Porositas (%) 900°C
5% SiO2
49,03
1000°C 52,10
1100°C 52,20
1200°C 52,43
900°C
10% SiO2
47,05
1000°C 49,01
1100°C 50
1200°C 48,03
1000°C
15% SiO2
48,96
1100°C 49,37
1200°C 41,63
1000°C
20% SiO2 47,90
1100°C 47,07
1200°C 39,40
1000°C
25% SiO2 47,75
1100°C 46,68
1200°C 36,28
1000°C
30% SiO2
44,73
1100°C 43,20
1200°C 31,08
Perbandingan porositas untuk pengaruh penambahan aditif pada pembuatan keramik alumina terhadap temperatur sintering dapat dilihat pada gafik hubungan antara porositas terhadap suhu sintering gambar dibawah ini.
Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Porositas terhadap Suhu Sintering
Dari Gambar 4.2 Adapun hasil dari pengujian yang dilakukan bahwasanya dengan bertambahnya suhu sintering maka nilai porositas yang terdapat pada sampel semakin menurun, dengan menurunnya nilai porositas pada sampel tersebut akan semakin padat. Hal tersebut diperlihatkan pada penambahan variasi aditif SiO2
sebanyak 20%, 25% dan 30% dan menggunakan variasi suhu sintering 1000°C, 1100°C dan 1200°C. Sementara nilai porositas yang mengalami naik turun, dikarenakan pori-pori keramik alumina tersebut terisi oleh butiran-butiran aditif yang relatif lebih kecil dari alumina. Pada saat nilai porositas mengalami kenaikan hal ini disebabkan sebagian material penyusun keramik tersebut berubah ke fase gas, sehingga membentuk ruang kosong yang menyebabkan nilai porositasnya semakin tinggi (Bachtiar et al., 2019). Besar kecilnya nilai porositas juga dipengaruhi pada proses pencetakan (Setiawan et al., 2017).
Nilai porositas tertinggi pada komposisi 5% SiO2 pada suhu sintering 1200°C sebesar 52,43% dan nilai porositas terendah pada komposisi 30% SiO2 pada suhu sintering 1200°C sebesar 31,08 % yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.
4.3 Hasil Uji X-Ray Diffraction (XRD)
Analisa X-ray Diffraction (XRD) dilakukan untuk mengetahui struktur kristal dan fasa yang terkandung dalam sampel keramik Al2O3 dengan penambahan aditif SiO2. Untuk mengetahui struktur kristal, ukuran kristal dan fasa bahan dapat menggunakan aplikasi Match yang memunculkan puncak-puncak spesifik beserta indeks millernya. Berikut hasil uji X-Ray Diffraction (XRD) pada beberapa sampel berikut.
4.3.1 Komposisi 30% SiO2 (T= 1100°C)
Dari analisa difraksi sinar-X keramik dengan penambahan aditif 30% SiO2
pada pembuatan keramik aluminapada suhu sintering 1100°C menunjukkan bahwa terdapat 3 fasa yang terbentuk yaitu aluminium oxide (Al2O3), cristobalite (SiO2) dan quartz (SiO2) dengan jumlah 17 peak pada sampel.
30
Gambar 4.3 Grafik XRD 30% SiO2 pada Suhu Sintering 1100°C
Dari gambar 4.3 grafik XRD 30% SiO2 pada Suhu Sintering 1100°C dapat diidentifikasi dari besarnya intensitas dan banyaknya puncak-puncak utama dari fasa tersebut, fasa yang paling dominan adalah aluminium oxide (Al2O3) dengan struktur kristal orthorombic yang memiliki parameter kisi a = 4.84370 Å, b = 8.33000 Å dan c = 8.95470 Å. Dimana peak ke-4 dengan hkl (1 2 0) merupakan peak yang paling tertinggi pada sudut 27.85° dengan ukuran kristal 16,72 nm yang mempunyai fasa aluminium oxide (Al2O3).
Terdapat 10 peak lainnya yang juga memiliki fasa yang serupa pada sampel ini. Dan terdapat 4 peak lainnya yang terdeteksi sebagai fasa cristobalite (SiO2) yang memiliki struktur kristal tetragonal dengan parameter kisi a = 4.90280 Å, c = 6.77820 Å. Sedangkan 2 peak lainnya yang terdeteksi sebagai fasa quartz (SiO2) yang memiliki struktur kristal trigonal dengan parameter kisi a = 4.625000 Å, c = 5.21000 Å.
Penentuan ukuran kristal diperoleh dari nilai FWHM puncak-puncak pada data XRD. Bidang yang sering digunakan untuk menghitung ukuran kristal adalah bidang yang memiliki puncak paling tertinggi. Penentuan ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan scherrer. Perhitungan ukuran kristal untuk sampel dapat dilihat pada lampiran 3.
4.3.2 Komposisi 5% SiO2 (T= 1200 °C)
Dari analisa difraksi sinar-X keramik alumina dengan penambahan aditif 5%
SiO2 pada suhu sintering 1200°C menunjukkan bahwa terdapat 3 fasa yang terbentuk yaitu corundum (Al2O3), cristobalite (SiO2) dan quartz (SiO2) dengan jumlah 20 peak pada sampel.
Gambar 4.4 Grafik XRD 5% SiO2 pada Suhu Sintering 1200°C
Dari gambar 4.4 grafik XRD 5% SiO2 pada Suhu Sintering 1200°C dapat diidentifikasi dari besarnya intensitas dan banyaknya puncak-puncak utama dari fasa tersebut, fasa yang paling dominan adalah corundum (Al2O3), dengan struktur kristal hexagonal yang memiliki parameter kisi a = 4.7890 Å, c = 12.99100 Å.
Dimana peak ke-4 dengan hkl (1 0 4) merupakan peak yang paling tertinggi pada sudut 35.179° dengan ukuran kristal 25,51 nm yang mempunyai fasa corundum (Al2O3). Terdapat 15 peak lainnya yang juga memiliki fasa yang serupa pada sampel ini. Dan terdapat 3 peak lainnya yang terdeteksi sebagai fasa cristobalite (SiO2) yang memiliki strutur kristal tetragonal dengan parameter kisi a = 4.74600 Å, c = 6.44500 Å. Sedangkan 1 peak lainnya yang terdeteksi sebagai fasa quartz (SiO2) yang memiliki struktur kristal trigonal dengan parameter kisi a = 4.91700 Å, c = 5.41000 Å.
32
Dari hasil pengujian XRD yang telah dilakukan pada penambahan aditif SiO2
keramik Al2O3 dengan variasi aditif 30% SiO2 dengan suhu sintering 1100°C dan 5% SiO2 dengan suhu sintering 1200°C menunjukkan bahwa laju pertumbuhan butiran kristal yang tidak normal menurun. Oleh karena itu, sampel 5% SiO2 dengan suhu sintering 1200°C yang dipilih untuk dilanjutkan pengujian karakterisasi dengan Scanning Electron Microscope (SEM).
4.4 Hasil Karakterisasi Keramik Al2O3 Menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)
Karakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) bertujuan untuk melihat karakteristik mikrostruktur sampel keramik atau melihat perbesaran pori-pori yang terdapat pada permukaan sampel dengan perbesaran 10.000 kali.
Pengujian dilakukan pada sampel keramik yang berkomposisi 5% SiO2 dengan suhu sintering 1200°C, komposisi ini dipilih untuk dianalisis karena merupakan komposisi optimum yang dilihat dari hasil uji XRD sebelumnya.
Pori-pori
Butiran Butiran Pori-pori
Butiran
(a)
Gambar 4.5 Keramik 95% Al2O3 + 5% SiO2 pada Suhu Sintering 1200°C (a) Morfologi Surface. (b) Histogram Distribusi Ukuran Butiran.
Gambar 4.5 merupakan bentuk Morfologi struktur mikro dan histogram distribusi ukuran butiran dari keramik Al2O3. Dilihat dari kurva histogram yang memiliki distribusi melebar, ukuran distribusi dari yang terendah sampai yang tertinggi yaitu 250 nm sampai 1050 nm dengan ukuran rata-rata sekitar 513,49 nm. Dalam foto mikro juga menunjukkan bentuk butiran yang tidak beraturan, yang ditandai dengan butiran berwarna putih menunjukkan Al2O3 dan berwarna biru merupakan aditif SiO2. Sedangkan warna hitam adalah rongga-rongga pori dari keramik.
Menurut (Lestari et al., 2017) seiring dengan naiknya suhu sintering permukaan sampel alumina silika semakin padat dan menyatu (solid and compact), porositas mengalami penurunan dan diikuti dengan peningkatan densitas.
Mikrostruktur sampel alumina pada suhu 900°C-1000°C memiliki bentuk permukaann sampel yang tidak merata dan memiliki pori yang cukup besar sehingga akan mengalami penurunan densitas.