• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH ADITIF SiO2 DAN B2O3 TERHADAP SUHU SINTERING, SIFAT FISIS, STRUKTUR KRISTAL DAN MIKROSTRUKTUR PADA KERAMIK SiC SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH ADITIF SiO2 DAN B2O3 TERHADAP SUHU SINTERING, SIFAT FISIS, STRUKTUR KRISTAL DAN MIKROSTRUKTUR PADA KERAMIK SiC SKRIPSI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

MIKROSTRUKTUR PADA KERAMIK SiC

SKRIPSI

NADHA ANANDA PUTRI 160801080

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2020

(2)

MIKROSTRUKTUR PADA KERAMIK SiC

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NADHA ANANDA PUTRI 160801080

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(3)

PENGARUH ADITIF SiO

2

DAN B

2

O

3

TERHADAP SUHU SINTERING, SIFAT FISIS, STRUKTUR KRISTAL DAN

MIKROSTRUKTUR PADA KERAMIK SiC

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, September 2020

Nadha Ananda Putri 160801080

(4)
(5)

MIKROSTRUKTUR PADA KERAMIK SiC

ABSTRAK

Pada penelitian ini telah dibuat keramik SiC dengan aditif SiO2 dan B2O3 yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh aditif SiO2 dan B2O3 terhadap Suhu Sintering, perubahan sifat fisis, struktur kristal dan mikrostruktur. Komposisi SiO2 dan B2O3

divariasikan yaitu (5;10;15;20)% berat. SiC dan aditif SiO2 serta SiC dan aditif B2O3

di milling menggunakan High Energy Milling selama 32 menit dan dikeringkan dengan oven pada suhu 80℃. Kemudian serbuk tersebut dicampurkan dengan perekat PVA sebanyak 5% berat dan dicetak menggunakan carver press dengan tekanan 12000 kg selama 1 menit untuk membentuk pelet. Kemudian pelet tersebut di sintering pada suhu 800℃ dan 900°C. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa densitas optimum 2,91 g/cm3 dan 2,78 g/cm3 dan porositas optimum 27,09% dan 22,07%

masing-masing dengan penambahan aditif 5% SiO2 dan 5% B2O3 pada suhu 900℃.

Analisa struktur kristal menggunakan XRD menunjukkan fasa dominan yaitu Moissanite (SiC) dan fasa minor yaitu Cristobalite (SiO2) dan Boron (B2O3) terdapat pada sampel dengan aditif 5% SiO2 dan 5% B2O3 pada suhu 900℃ . Hasil uji mikrostruktur menunjukkan bentuk yang tidak beraturan dengan ukuran diameter butiran rata-rata 515,58 nm pada 5% SiO2 dan 669,74 nm pada 5% B2O3.

Kata Kunci : Keramik SiC, Silikon Karbida, Silikon Dioksida, Boron Trioksida.

(6)

STRUCTURE AND MICROSTRUCTURE ON CERAMIC SiC

ABSTRACT

In this research SiC ceramics have been made with SiO2 and B2O3 additives which purpose to know the effect of SiO2 and B2O3 additives on sintering temperature to change in physical properties, crystal structure and microstructure. The composition of SiO2 and B2O3 are varied (5;10;15;20)% by weight. SiC and SiO2

additives and SiC and B2O3 were milling use High Energy Milling for 32 minutes and dried in an oven at 80℃. Then, the powder mixed with 5% PVA adhesive and formed using carver press with a pressure of 12000 kg for 1 minute to form a pellets. Then the pellets are sintered at 800℃ dan 900℃. The results of this characterization shows that the optimum density was 2.91 g/cm3 and 2,78 g/cm3 and the optimum porosity 27.09% and 22.07% with the addition of additives 5% SiO2 and 5 % B2O3 at 900℃.

Crystal structure analysis using XRD shows the dominant phase of Moissanite (SiC)and minor phase of Cristobalite (SiO2) and Boron (B2O3) found in the sample additives 5% SiO2 and 5 % B2O3 at 900℃. Microstructure test result shows an irregular shape with an average grain size of 515.58 nm at 5% SiO2 and 669.74 nm at 5% B2O3.

Keywords:SiC ceramics, Silicon Carbide, Silicon Dioxide, Boron Trioxide.

(7)

Puji dan syukur disampaikan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Aditif SiO2 dan B2O3 terhadap Suhu Sintering, Sifat Fisis, Struktur Kristal dan Mikrostruktur pada Keramik SiC”

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Dekan Prof. Dr. Kerista Sebayang, M.Sc selaku Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara. Terimakasih kepada Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji, MS selaku Ketua Departemen Fisika, Bapak Awan Maghfirah, M.Si selaku Sekretaris Departemen Fisika, Kak Hartini dan Bang Jo selaku staf Departemen Fisika serta seluruh Dosen, Staf, dan Pegawai Departemen Fisika USU. Terimakasih saya ucapkan Kepada Ibu Dra. Sudiati, M.Si selaku dosen pembimbing serta dosen pendamping akademik Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih kepada Bapak Drs. Aditia Warman, M.Si selaku kepala LIDA- Fisika USU, Bang Adin dan Seluruh Asisten LIDA FISIKA USU Fisika.

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Ir. Muljadi M.Si selaku Dosen pembimbing LIPI atas semua motivasi serta bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Prof. Pardamean Sebayang, Pak Lukman dan seluruh dosen dan staf di LIPI yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian. Terimakasih kepada Orang tua terkasih Ayahanda Alm.

Jummaidar dan Ibunda Aisyah Damai Marpaung dan saudara saudari penulis (kak Tanta, kak Thami, bang Harry, kak Pinta dan Abu Dardaq). Terimakasih kepada sahabat saya Nisa Gulo, Bonar, Sri, Nesa, Lisda, Aminah, Tirta, Muti, Rohmania dan Rini teman sekaligus keluarga selama di Fisika USU. Terimakasih kepada Fatma, Delima, Etek Mahdiyyah, Dhea serta teman- teman seperjuangan di P2F LIPI.

Terimakasih kepada rekan Fisika Stambuk 2016, serta teman-teman dan adik- adik UKM Studi Pedesaan USU. Semoga Allah SWT selalu memberikan kebaikan dunia dan akhirat atas segala semangat yang telah diberikan.

Medan, September 2020

Nadha Ananda Putri

(8)

PENGESAHAN SKRIPSI i

ABSTRAK ii

ABSTRACK iii

PENGHARGAAN iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

DAFTAR SINGKATAN x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Batasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keramik 4

2.2 Keramik SiC 5

2.3 Silicon Dioxide (SiO2) 9

2.4 Boron Oksida (B2O3) 13

2.5 Sintering 15

2.5.1 Tahap –Tahap Sintering 18

2.6 Karakterisasi Keramik 19

2.6.1 Densitas 19

2.6.2 Porositas 20

2.6.3 XRD 20

2.6.4 SEM 22

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 24

3.1.1 Tempat Penelitian 24

3.1.2 Waktu Penelitian 24

3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian 24

3.2.1 Peralatan 24

3.2.2 Bahan-Bahan 25

3.3 Variabel dan Parameter Penelitian 25

3.3.1 Variabel Penelitian 25

3.3.2 Parameter Penelitian 26

3.4 Diagram Alir Penelitian 27

3.5 Prosedur Penelitian 28

3.5.1 Penentuan Komposisi 28

3.5.2 Pembuatan Sampel 28

(9)

3.6.3 Analisa XRD 31

3.6.4 Analisa SEM 31

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengukuran Densitas 32

4.2 Hasil Pengukuran Porositas 34

4.3 Hasil Uji X-Ray Diffraction (XRD) 37

4.3.1 Komposisi SiC + 5% SiO2 37

4.3.2 Komposisi SiC + 5% B2O3 38

4.4 Hasil Karakterisasi Keramik SiC Menggunakan SEM 40

4.4.1 Komposisi SiC + 5% SiO2 40

4.4.2 Komposisi SiC + 5% B2O3 42

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 44

5.2 Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 45

LAMPIRAN 48

(10)

Nomor Tabel

Judul Halaman

2.1 Karakteristik Material Silikon Karbida 8

2.2 Karakteristik Fisika Silika Amorf 10

2.3 Bentuk Kristal Utama Silika 11

2.4 Karakteristik Fisika Boron 14

3.1 Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian 24 3.2 Bahan-Bahan yang Digunakan dalam Penelitian 25 3.3 Komposisi Pembuatan Sampel Keramik SiC + SiO2 26 3.4

4.1

Komposisi Pembuatan Sampel Keramik SiC + B2O3

Hasil Pengukuran Densitas Keramik SiC terhadap Variasi Komposisi Aditif pada Suhu Sintering

26 32 4.2 Hasil Pengukuran Porositas Keramik SiC terhadap Variasi

Komposisi Aditif pada Suhu Sintering

35

(11)

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 2.2

Mineral Silikon Karbida Struktur Kristal SiC

6 7

2.3 Struktur Silika Tetrahedral 11

2.4 Skema Perubahan Struktur Silika 12

2.5 Struktur Unit Trigon B2O3 14

2.6 (a) Densifikasi (b.) Coarsening 16

2.7 2.8 2.9 2.10

Fenomena Difusi Selama Proses Sintering Proses Sintering

Skema difraksi sinar-X oleh atom-atom kristal

Diagram Skematik Fungsi Dasar dan Cara kerja SEM

17 18 21 22

3.1 Diagram Alir Pembuatan Keramik SiC 26

4.1 Grafik Hubungan Antara Densitas Terhadap Variasi Aditif SiO2

32 4.2 Grafik Hubungan Antara Densitas Terhadap Variasi Aditif

B2O3

34 4.3 Grafik Hubungan Antara Porositas Terhadap Variasi Aditif

SiO2

35 4.4 Grafik Hubungan Antara Porositas Terhadap Variasi Aditif

B2O3

36 4.5 Grafik XRD SiC + 5% SiO2 pada Suhu 900°C 38 4.6 Grafik XRD SiC + 5% B2O3 pada Suhu 900°C 39 4.7 Morfologi Surface Keramik SiC + 5% SiO2 pada Suhu 900°C 40 4.8 Histogram Distribusi Ukuran Butiran Keramik SiC + 5%

SiO2 pada Suhu 900°C

41 4.9 Morfologi Surface Keramik SiC + 5% SiO2 pada Suhu 900°C 42 4.10 Histogram Distribusi Ukuran Butiran Keramik SiC + 5%

B2O3 pada Suhu 900°C 42

(12)

Nomor

Lampiran Judul Halaman

1 Peralatan dan Bahan Penelitian 47

2 Perhitungan Densitas dan Porositas 50

3 Perhitungan Diameter Kristal 55

4 Data Hasil Analisa XRD 56

(13)

SiC Silicon Carbide TiC Titanium Carbide

SEM Scanning Elektron Microscopy XRD X-Ray Diffraction

SDBS Natrium Dodecyl Benzene Sulfonate PSCS Porous Silicon Carbide Ceramics FWHM Full Width at Half Maximum CRT Cathode Ray Tube

HEM High Energy Milling PVA Polyvinil Alcohol SE Secondary Electrons BSE Backscattered Electrons

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Silicon carbide (SiC) adalah jenis material keramik dengan karakteristik bahan yang menjanjikan untuk suhu tinggi di berbagai aplikasi. Material keramik ini menunjukkan stabilitas yang sangat baik terhadap bahan kimia dan abrasi, koefisien ekspansi termal yang rendah, kekuatan dan konduktivitas termal yang tinggi (Arbi, 2015). SiC juga mempunyai kekuatan lentur yang lebih baik dari jenis material keramik lainnya yang tahan pada suhu tinggi. Silicon carbide tidak mudah disinter untuk kepadatan tinggi, namun keramik SiC high-density masih bisa dicapai dengan menggunakan solid state sintering dengan menambahkan bahan aditif sintering seperti SiO2 (Ho-Yun Lee, 2019). Silikon karbida (SiC) keramik telah memainkan peran penting dalam banyak bidang produksi energi, filter partikulat diesel, penggunaan kembali bubur setelah polishing dan pemurnian air.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Young Lim et al, 2015) menunjukkan bahwa keramik SiC telah berhasil disinter dengan aditif melalui fase cair sintering. Penelitian (Yi Yang et al., 2016) menggunakan natrium dodecyl benzene sulfonate sebagai aditif keramik untuk mengurangi suhu sintering pada keramik silikon karbida berpori pada suhu 1500°C. Dari hasil penelitian penambahan 8% NaDBS suhu sintering mengalami penurunan dari 1550°C sampai 1150°C yang menghasilkan kekuatan 6,5 MPa dan kekuatan lentur yang meningkat menjadi 16 MPa.

Penelitian (Syed et al., 2017) telah berhasil membuat keramik SiC disinter pada suhu sintering rendah 1200°C sampai 1500°C selama 1 jam. Hasilnya menunjukkan porositas setiap sampel menurun seiring meningkatnya suhu sintering yang membuat distribusi ukuran pori dan diameter pori rata-rata untuk setiap sampel juga meningkat dari suhu 1200°C sampai 1500°C.

Penelitian (Ho-Yun Lee, 2019) telah meningkatkan kepadatan sampel SiC dengan bantuan SiO2 amorf sebagai aditif. Jumlah yang berbeda dari SiO2 amorf dari 1% berat hingga 5% berat kemudian ditambahkan ke dalam bubuk SiC dan di

(15)

1350°C hingga 1500°C. Penambahan SiO2 dan suhu sintering mempengaruhi kepadatan, perubahan fase, mikrostruktur dan sifat mekanik dari SiC yang di modifikasi. Bubuk SiC dengan penambahan 3% berat SiO2 menunjukkan paling banyak hasil optimal dengan kepadatan dan sifat mekanik yang lebih tinggi.

Berdasarkan data yang di peroleh pada penelitian sebelumnya maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, sehingga peneliti melakukan penilitian dengan judul “Pengaruh Aditif SiO2 dan B2O3 terhadap Suhu Sintering, Sifat Fisis, Struktur Kristal dan Mikrostruktur pada Keramik SiC”. Penelitian ini fokus terhadap pengaruh persentase aditif SiO2 dan B2O3 pada keramik SiC dengan suhu sintering yang rendah sehingga memiliki nilai densitas dan porositas yang sesuai spesifikasi. Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi keramik dengan pengujian sifat fisis (densitas dan porositas), pengujian struktur kristal menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD), dan pengujian morfologi permukaan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh persentase aditif SiO2 dan B2O3 serta pengaruh suhu sintering terhadap perubahan nilai densitas dan porositas pada keramik SiC?

2. Bagaimana struktur kristal dan mikrostruktur terhadap suhu sintering serta pengaruh persentase aditif SiO2 dan B2O3 pada keramik SiC?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada beberapa hal sebagai berikut : 1. Bahan baku yang digunakan adalah serbuk partikel SiC.

2. Proses sintering dilakukan pada suhu 800°C dan 900°C menggunakan vacum furnace.

3. Pengujian sifat fisis dari keramik SiC yang di tambahkan dengan bahan aditif.

4. Pengujian struktur kristal dengan XRD dan analisa struktur mikro menggunakan SEM.

(16)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh persentase aditif SiO2 dan B2O3 serta suhu sintering pada keramik SiC terhadap perubahan nilai densitas dan porositas.

2. Menganalisa struktur kristal dan mikrostruktur terhadap suhu sintering serta pengaruh persentase aditif SiO2 dan B2O3 pada keramik SiC.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini, hal-hal yang diharapkan dapat menjadi manfaat pada beberapa aspek, yaitu:

1. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam memahami proses sintering pada material keramik SiC yang dicampurkan dengan bahan aditif pada suhu yang rendah.

2. Meningkat pengetahuan tentang karakteristik struktur tentang keramik SiC yang di doping dengan SiO2 dan B2O3.

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keramik

Keramik berasal dari kata Yunani yaitu “Keramos” yang berarti bahan yang dibakar atau material yang dibakar di tungku atau tanur (Bahtiar, 2016). Keramik merupakan bahan anorganik non-logam yang digunakan dalam suhu tinggi.

Sebagian besar keramik seperti batuan alami, tanah liat, pasir dan kerikil terjadi secara alami atau bisa juga dihasilkan dari mineral tanah oleh aksi panas (batubata, mortar, semen dan kaca). Semua keramik ini adalah senyawa oksigen, tetapi ada beberapa zat lain seperti; grafit, berlian, silikon karbida atau karborundum (SiC), karbida tungsten, uranium karbida, boron nitrida dan borida transisi logam yang juga mempunyai sifat keramik khas dari kekuatan mekanik tinggi dan ketahanan terhadap panas dan kimia yang dianggap sebagai keramik (Gde, 2018).

Bahan keramik memiliki karakteristik yang merupakan senyawa antara logam dan bukan logam senyawa ini memiliki ikatan ionik dan ikatan kovalen sehingga, sifat-sifatnya berbeda dengan logam. Biasanya merupakan isolator, tembus cahaya (bening), tidak bisa diubah bentuknya dan sangat stabil dalam lingkungan yang sangat berat. Perbandingan fasa keramik dan bukan keramik memiliki struktur kristalin. Ikatan ionik menyebabkan bahan keramik memiliki stabilitas yang sangat tinggi, sebagai kelompok bahan keramik memiliki titik cair yang tinggi dibandingkan dengan logam dan bahan organik. Biasanya lebih keras dan tahan terhadap perubahan-perubahan kimia. Keramik padat biasanya merupakan isolator sebagaimana halnya dengan bahan organik. Pada suhu yang tinggi dengan menggunakan energi termal yang lebih tinggi, keramik bisa menghantarkan listrik meskipun daya hantarnya lebih rendah dibandingkan dengan logam. Karena tidak memiliki elektron bebas kebanyakan bahan keramik tembus cahaya (jika tipis) dan penghantar panas yang buruk (Nur, 2018).

Material keramik merupakan kandidat yang ideal dalam berbagai aplikasi karena memiliki karakteristik seperti kekerasan, kekakuan dan stabilitas temperatur yang baik. Selain itu, agar meningkatkan karakteristik menjadi high melting atau

(18)

dengan sifat seperti densitas rendah, kuat pada temperatur yang tinggi, tahan reaksi kimia dan korosi serta memiliki ketahanan arus yang tinggi. Namun, keramik secara umum memiliki sifat fractrure toughness yang rendah, seperti rendahnya ketahanan keramik terhadap perambatan retak bahkan pada kerusakan retak yang sangat kecil (William et al., 2015).

Dengan adanya teknologi tentang keramik, maka struktur dan komposisi kimia penyusunnya dan bahan pencampurnya dapat di identifikasikan, sehingga membuat sifat keramik menjadi lebih baik. Keramik berpori merupakan keramik yang memiliki pori-pori dengan distribusi ukuran tertentu dan porositas yang relatif tinggi, secara luas keramik berpori insulasi termal dan sebagai bahan bangunan.

Material yang secara umum digunakan sebagai bahan baku keramik berpori adalah lempung dan senyawa oksida seperti Al2O3 (alumina), SiO2 (silika), TiO2 (titania), dan ZrO2 (zirkonia) (Bahtiar, 2016).

Aplikasi pada bahan keramik modern diterapkan pada komponen-komponen mesin mobil dan struktur pesawat. Misalnya bahan titanium karbida (TiC), bahan ini mempunyai kekerasan 4 kali lebih besar dari baja. Jadi, kawat baja dalam struktur pesawat dapat diganti dengan kawat TiC yang dapat menahan beban yang sama dengan diameter dan berat separuhnya. Material yang sangat kuat lainnya ialah alumina (Al2O3) dan silikon karbida (SiC) merupakan bahan yang ideal karna tahan abrasi sehingga sering digunakan sebagai alat grinding dan polishing (Mawardani, 2014).

2.2 Keramik SiC

Salah satu penggunaan bahan keramik adalah SiC (Silicon Carbide). Silikon karbida atau dikenal juga dengan Carborundum merupakan suatu turunan senyawa silikon dengan rumus molekul SiC, molekul ini terbentuk melalui ikatan kovalen antara unsur Si dan C. Silikon karbida (SiC) adalah salah satu material keramik jenis non-oksida paling penting, di hasilkan pada skala besar dalam bentuk bubuk (powder), bentuk cetakan, dan lapisan tipis. Untuk membentuk bubuk SiC menjadi bentuk keramik menggunakan teknik yang berupa agen pengikat, lalu memberikan pengaruh yang besar untuk nilai komersial SiC. Pada saat ini, SiC adalah salah satu material yang mempunyai kegunaan yang besar dan memiliki fungsi penting dalam

(19)

berbagai industri yaitu antara lain, industri penerbangan, elektonik, industri tanur, dan industri-industri komponen mekanik yang berkekuatan tinggi. Pada umumnya, industri metalurgi, abrasif dan refraktori juga menggunakan SiC dalam jumlah yang paling besar (Fadel dkk., 2015).

Gambar 2.1 Mineral Silikon Karbida (Sumber : Fitzgerald et al., 2017)

Keramik SiC dapat disintesa melalui proses reduksi SiO2 dengan karbon (C) atau karbonisasi pada logam Si. Keramik SiC termasuk polymorphy material yang mempunyai struktur kristal kubik (β) dan rhombohedral (α), dan SiC mempunyai kekerasan yang sangat tinggi (9.5 skala mosh), dimana kekerasan ini hampir mendekati kekerasan intan. Silikon Karbida (SiC) mempunyai ikatan kovalen dimana tiap atom Si dikelilingi oleh atom C secara tetragonal dengan dua polymorphy, yaitu:

1. Mempunyai struktur rhombohedral yang diketahui sebagai α-SiC, stabil pada suhu/temperatur yang tinggi (2600oC), warnanya abu-abu kehitaman dan temperatur pembentukannya diatas 2000oC.

2. Mempunyai struktur kristal kubik yang diketahui sebagai β SiC, stabil pada suhu/temperatur 1500oC – 1600oC, warnanya hijau dan temperatur pembentukannya di bawah 2000oC.

(20)

Gambar 2.2 Struktur Kristal SiC (Sumber: Marti dkk., 2008)

Pada Gambar 2.2 menunjukan bentuk dan struktur kristal dari SiC. Sifat fisik yang dimiliki SiC adalah stabil pada pemakaian temperatur tinggi antara 1700oC - 2500oC. Silikon karbida mempunyai massa jenis sebesar 3,2 g/cm3, mempunyai suhu sublimasi sebesar 2700oC menjadikannya diminati untuk dipergunakan dalam pembuatan bearing dan sparepart. Silikon karbida sukar mencair pada berbagai kondisi tekanan dan kuat akan bahan kimia (Sakti, 2009).

SiC mempunyai kemampuan tekan hingga 4600 MPa dan koefisien ekspansi termal yang rendah sebesar 4,51 – 4,73 µm/moC (Zheng Ren et al., 2000).

Karakteristik SiC yang paling istimewa adalah kemampuannya dalam menghantarkan panas sangat baik, kemampuannya akan suhu yang tinggi, nilai kekerasannya yang baik, serta tahan kejutan panas dan kemampuannya yang baik dalam menahan korosi. Kemampuan SiC dalam menahan korosi dapat diamati melalui terdapatnya abu batubara, slag asam dan slag netral saat bahan ini digunakan. Kemampuan SiC dalam menahan panas dapat diamati dari temperatur berkisar 2200oC – 2700oC. Pada 1000oC terjadi lapisan oksidasi baru yaitu SiO2, dimana SiC memiliki kemampuan menahan oksidasi di udara terbuka hingga mencapai temperatur 1700oC (Peter, 2014).

(21)

Tabel 2.1. Karakteristik Material Silikon Karbida

Nama lain Silicon Carbide

Rumus Molekul SiC

Berat Molekul 40,0962gr/mol

Young's modulus of elasticity 3896 Kbar

Densitas 2.923,8574 kg/m3

Titik Leleh 2830oC

Indeks refraksi(nD) 2,55

mobilitas elektron 900 Cm2/(V-s) Sumber: Erico, 2019

Tabel 2.1 menunjukkan karakteristik material Silicon Carbide (SiC) yang merupakan bahan keramik yang memiliki banyak kelebihan yang dapat digunakan pada bidang industri dan otomotif. Kriteria ini yang diperlukan jika dibandingkan dengan logam maka keunggulannya lebih akan tahan terhadap korosi, gesekan, dan temperatur tinggi. Berikut dijelaskan ada berbagai macam aplikasi silikon karbida sebagai bahan keramik:

1. Furnace

Proses-proses industri pada umumnya selalu membutuhkan temperatur tinggi dan bahan yang harus stabil pada temperatur dan kondisi lingkungan tertentu. Pada pembentukan logam dibutuhkan bahan-bahan yang mampu bertahan pada sifat kimia yang korosif, temperatur, dan tekanan tinggi. Bahan yang mampu memenuhi syarat tersebut hanyalah bahan keramik seperti SiC.

Dengan menggunakan SiC sebagai bahan dinding furnace maka masalah seperti temperatur, tekanan, dan sifat kimia yang korosif akan teratasi.

2. Elemen Panas

Beberapa bahan keramik mempunyai suatu derajat tingkat hantaran elektrik terbatas dengan hambatan listrik tertentu. Panas akan dihasilkan saat listrik berupaya untuk melewatinya. Bahan SiC merupakan contoh keramik yang bisa digunakan sebagai elemen pemanas.

3. Alat Penukar Panas

Alat penukar panas (heat exchanger) bertujuan agar menggunakan kembali panas yang tadinya terbuang, sehingga dapat memanaskan udara yang akan digunakan untuk proses pembakaran. Sehingga jika bahan keramik digunakan maka pengurangan bahan bakar dapat terjadi sampai 50%.

(22)

4. Motor Bakar

Salah satu contoh penggunaan SiC dalam motor bakar adalah turbine inlet guide vanes. Komponen turbine inlet guide vanes berguna untuk menghasikan aliran udara pendingin gas turbine engine. Dengan digunakannya keramik SiC yang lebih tahan pada temperatur yang tinggi bisa membuat sistem pendingin dapat bekerja lebih baik jika dibandingkan dengan material yang lainnya.

Namun, jika sistem pendingin pada turbine engine bekerja dengan baik maka berdampak pada emisi gas buang NOx dan CO yang dihasilkan sebagai hasil dari pembakaran.

5. Seal

Seal merupakan suatu alat untuk menghindari kebocoran pada dua permukaan material yang bersinggungan. Pemakaian seal pada umumnya digunakan untuk mesin-mesin yang bertekanan dan bertemperatur yang tinggi.

Karena itu, karateristik material seal harus tahan pada temperatur tinggi dan juga pada tekanan tinggi untuk jangka waktu yang lama, seperti bahan keramik.

6. Bahan Abrasif

SiC adalah bahan keramik yang bersifat abrasif sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan industri seperti mengikis, menghaluskan, membuat kasar maupun memotong permukaan benda kerja.

7. Ceramic Ball

Ceramic ball pada umumnya digunakan pada bearing, valve, dan sebagai grinding ball (Kirk et al., 2010).

2.3 Silikon Dioxide (SiO2)

Silikon dioksida atau silika merupakan senyawa yang paling umum di kimia.

Silika yang merupakan rumus molekul SiO2 (silicon dioxsida) biasanya dapat ditemukan dari silika mineral, nabati dan juga sintesis kristal. Senyawa yang biasanya ditemukan pada bahan tambang/galian berupa mineral seperti pasir kuarsa, granit, dan fledsfar mengandung kristal-kristal silika (SiO2) merupakan bentuk dari silika mineral (Della et al., 2012).

Silika yang berstruktur kristal tridimit bisa di dapatkan menggunakan suatu cara yaitu memanaskan pasir kuarsa dengan suhu 870°C dan untuk pemanasannya dapat

(23)

diatur dengan suhu 1470°C sehingga silika dengan struktur kristobalit dapat terbentuk. Selain itu silika bisa dapat terbentuk dengan mereaksikan silikon dengan oksigen atau udara pada suhu yang tinggi.

Beberapa bentuk silika adalah struktur kristal yang penting karena silika bukan hanya zat yang melimpah dan berguna, namun ini karena strukturnya (SiO4) yang merupakan unit yang mendasar dalam kebanyakan mineral (Hongtao et al., 2014).

Kadar silika mempunyai dua ciri utama yaitu:

1. Setiap atom silikon berada pada pusat suatu tetrahedron yang terdiri dari empat atom oksigen.

2. Setiap atom oksigen berada ditengah-tengah antara dua atom silikon.

Silika mempunyai sifat kimia seperti tahan akan zat kimia, tidak larut dalam air, ekspansi termal yang rendah dan mempunyai titik lebur yang tinggi sehingga bisa digunakan untuk bahan keramik, bahan refraktori (bahan tahan api), adsorben dan pendukung katalis yang baik. Tabel 2.2 akan menunjukkan karakteristik yang dimiliki silika amorf dan silika kristal.

Tabel 2.2. Karakteristik fisika Silika Amorf

Parameter Satuan Silika Amorf

Densitas g/cm3 2,65

Titik cair °C 1610

Titik didih °C 2230

Kekuatan tarik MPa 55

Kekuatan desak MPa 2070

Kekerasan kg/mm2 650

Modulus elastisitas GPa 70-75

Kekuatan bidang dielektrik

kV/mm 15,0 – 25,0

Resistifitas Ωm 1012 - 1016

Sumber: Sigit dkk., 2001

Silika terbentuk dari ikatan kovalen yang kuat dan mempunyai struktur dengan empat atom oksigen yang terikat pada posisi sudut tetrahedral di sekitar atom pusat yaitu atom silikon. Gambar 2.3 memperlihatkan struktur silika tetrahedral.

(24)

Gambar 2.3. Struktur silika tetrahedral (Sumber: Soojin et al., 2011)

Silika mempunyai ikatan yang disebut “jembatan” oksigen yang ada di antara atom silikon, karena sebab inilah yang memberikan sifat unik pada silika. Atom oksigen bersifat elektronegatif dan kerapatan elektron pada atom silikon sebagian ditransfer pada atom oksigen. Silika merupakan senyawa hasil polimerisasi asam silikat tersusun dari rantai satuan SiO4 tetrahedral dengan formula umum SiO2. Senyawa silika bisa ditemukan dibeberapa bahan alam contohnya seperti kuarsa, gelas, pasir dan sebagainya. Silika yang merupakan senyawa yang berasal dari alam berstruktur kristalin, bila sebagai senyawa sintetis merupakan amorf (Sulastri dkk., 2010).

Silika mempunyai 17 bentuk kristal dan mempunyai 3 bentuk kristal utama yaitu kristobalit, tridimit, dan kuarsa (Fadli, 2019).

Tabel 2.3. Bentuk kristal utama silika

Bentuk Rentang Stabilitas (°C) Modifikasi Densitas (g/cm3)

Kristobalit 1470-1723 kubik 2,210

tetragonal 2,330

Tridimit 870-1470 heksagonal 2,300

ortorombik 2,270

Kuarsa <870 heksagonal 2,600

trigonal 2,650 Sumber: Smallman et al., 2000

Tabel 2.3 menunujukan ketiga fasa kristal tersebut mempunyai nilai densitas yang berbeda. Pada umumnya struktur silika berbentuk amorf terhidrat, namun silika amorf bisa berubah bentuk menjadi silika kristal dengan adanya perubahan suhu yaitu fasa kuarsa, kristobalit dan tridimit. Jika dilakukan pembakaran secara terus- menerus dengan suhu diatas 650°C maka kristalinitasnya akan cenderung naik

(25)

sehingga terbentuk fasa quartz, crystobalite, dan tridymite. Bentuk dari struktur quartz, crystobalite, dan tridymite merupakan jenis kristal utama silika mempunyai kerapatan dan stabilitas yang berbeda. Struktur dari kristal quartz, crystobalite, dan tridymite mempunyai nilai densitas masing-masing yaitu 2,65 g/cm3, 2,27 g/cm3, dan 2,23 g/cm3 (Smallman et al., 2000).

Menurut perlakuan suhu, low quartz akan terbentuk pada suhu < 570°C , high quartz akan terbentuk pada suhu 570-870°C dan akan terjadi perubahan struktur menjadi crystobalite dan tridymite, namun jika pada suhu 870°C - 1470°C akan terbentuk high tridymite, high crstobalite akan terbentuk pada suhu ˃1470°C, dan pada suhu sekitar 1723°C akan terbentuk silika cair. Skema perubahan struktur silika akibat perubahan suhu diperlihatkan sebagai berikut:

Gambar 2.4 Skema perubahan struktur silika (Sumber: Ho Yun Lee et al., 2019) Silika yang merupakan bahan keramik yang akan tahan pada suhu atau temperatur yang tinggi yang tentunya banyak digunakan di dalam industri baja dan gelas (Smallman et al., 2000). Satuan struktur primer silika merupakan tetrahedron SiO4, yang dapat terlihat dimana satu atom silika akan dikelilingi oleh 4 atom oksigen (seperti terlihat pada Gambar 2.3). Dari ikatan ionik dan kovalen maka gaya-gaya yang mengikat ikatan tetrahedral ini akan kuat. Pada silika murni tidak terdapat ion logam dan setiap atom oksigen merupakan atom penghubung antara dua atom silikon.

Keramik bisa dapat berikatan kristal tunggal (bentuk polikristalin). Bahan pembentuk keramik mempunyai ikatan ion, ikatan kovalen dan ikatan antara. Salah satu contohnya, ikatan ion dalam sistem Mg-O, Al-O, Zn-O dan Si-O bisa di sebutkan dengan masing-masing 70%, 60%, 60% dan 50%. Dalam Kristal yang

(26)

rumit, dari berbagai macam atom memiliki peran dan ikatannya adalah ikatan campuran dalam banyak hal. Struktur kristal tersebut bisa dipahami jika mengingat bahwa kristal tersusun oleh kombinasi dari polyhedron koordinasi, dimana satuan kecil dari kation dikelilingi oleh beberapa anion. Dimana salah satu contohnya adalah silika yang merupakan bahan baku penting bagi keramik.

2.4 Boron Oksida (B2O3)

Boron oksida adalah senyawa anorganik yang rumus kimianya adalah B2O3. Boron trioksida adalah salah satu oksida boron. Senyawa ini berbentuk padatan putih berkaca-kaca dengan formula B2O3 kebanyakan ditemukan sebagai viterus (amorf). Namun B2O3 dapat mengkristal dengan proses annealing. Boron trioksida merupakan salah satu senyawa yang digolong paling sulit mengkristal. Sebagai elemen boron dan oksigen dari p blok tabel periodik, dan bahkan lebih banyak kepala dari masing-masing kelompok, perbedaan keelektronegatifan di antara mereka tidak terlalu tinggi oleh karena itu, di harapkan bahwa B2O3 menjadi kovalen di alam (Ginting, 2014)

Aplikasi penggunaan boron trioksida antara lain:

1. Agen fluxing untuk kaca dan enamel.

2. Bahan starting untuk sintesis senyawa boron lainnya seperti boron karbida.

3. Sebuah aditif yang digunakan dalam serat kaca (serat optik) dan komposit keramik.

4. Asam borat digunakan dalam reaktor nuklir untuk menyerap neutron.

5. Aplikasi dalam proses densifikasi material keramik dan pengupayaan penurunan suhu sintering (Ginting, 2014).

B2O3 dipakai sebagai bahan aditif dalam pembuatan keramik dirancang untuk menurunkan suhu sintering. Boron oksida dapat memiliki penampilan seperti kaca atau kristal semitransparan, yang terakhir dapat diperoleh dengan menggiling dalam bentuk bubuk. Meskipun mungkin tidak tampak pada pandangan pertama, itu dianggap sebagai B2O3 sebagai salah satu oksida anorganik yang paling kompleks tidak hanya dari sudut pandang struktural, tetapi juga karena sifat variabel yang diperoleh gelas dan keramik, yang di tambahkan ke matriks mereka.

(27)

Tabel 2.4. Karakteristik fisika Boron Trioksida

Parameter Satuan Boron

Warna - Putih

Bentuk - Kristal Padat

Densitas g/cm3 2,56

Titik leleh °C 450

Titik didih °C 2065

Kalor Peleburan kJ/mol 50,2

Kalor Penguapan kJ/mol 480

Sumber: Sigit dkk., 2001

B2O3 biasanya di sediakan dari proses penghidratan HBO2, yang terdiri dari unit sel heksagonal ini memiliki dimensi kekisi 𝑎 = 433.6 𝑝𝑚 dan 𝑐 = 834 𝑝𝑚 dan memiliki kepadatan 2,56 g/cm3. Struktur ini diperlihatkan oleh suatu unit trigonal BO3 dengan atom boron berada di puncak trigon tersebut. Leburan boron oksida dapat diperoleh dari penghidratan asid borik H3BO3, yang lebur pada suhu 748K ini jika disejukkan dengan kadar yang sesuai, yaitu sekitar 103 Ks-1 dapat membentuk kaca amorfus yang mempunyai kepadatan 1,86 g/cm3 dengan suhu transisi 530 (Rahim, 2010).

Gambar 2.5 Struktur Unit Trigon B2O3 (Sumber: Rahim, 2010)

B2O3 merupakan padatan kovalen, jadi dalam teori tidak ada ion B dalam strukturnya3+ atau O2-, tetapi tautan B-O. Boron menurut teori ikatan valensi (VTE), hanya dapat membentuk tiga ikatan kovalen dalam hal ini tiga tautan B-O. Sebagai konsekuensi dari ini geometri yang diharapkan harus trigonal BO3. Molekul BO3 ia kekurangan elektron terutama atom oksigen namun, beberapa dari mereka dapat berinteraksi satu sama lain untuk memasok kekurangan tersebut. Jadi, segitiga BO3 mereka bergabung dengan berbagi jembatan oksigen dan mereka di

(28)

distribusikan di ruang angkasa sebagai jaringan baris segitiga dengan pesawat mereka berorientasi dengan cara yang berbeda (Menggigil dkk., 2008). Bentuk kristal (α-B2O3) secara eksklusif terdiri dari segitiga BO3. Jaringan trigonal seperti kuarsa ini mengalami transformasi mirip koesit ke monoklinik β-B2O3 di beberapa gigapascal (9,5 GPa).

Ketika jaringan ini memiliki pola struktural jangka panjang, itu adalah padatan kristal, yang dapat dibangun dari sel unitnya. Di sinilah B dikatakan 2O3 ia memiliki dua polimorf kristal: α dan β. Α-B2O3 terjadi pada tekanan sekitar (1 atm), dan dikatakan tidak stabil secara kinetik, sebenarnya ini adalah salah satu alasan mengapa boron oksida mungkin merupakan senyawa kristalisasi yang sulit. Boron trioksida juga diproduksi dengan cara memperlakukan boraks dengan asam sulfat dalam tungku fusi. Pada suhu di atas 750°C lapisan oksida boron cair terpisahkan dari natrium sulfat. Kemudian dituang, di dinginkan dan diperoleh boron trioksida dengan kemurnian 96-97%.

2.5 Sintering

Sintering merupakan suatu proses penggabungan partikel-partikel serbuk melalui peristiwa difusi, ini terjadi apabila suhu semakin meningkat. Secara umum sintering adalah peristiwa untuk menghilangkan pori-pori antara partikel bahan, disaat yang sama akan terjadi penyusutan komponen, pertumbuhan grain serta meningkatnya ikatan antar partikel yang saling berdekatan, sehingga menghasilkan bahan yang lebih padat (Yi Yang et al.,2016).

Oleh sebab itu perlakuan panas atau pembakaran merupakan proses utama paling penting di dalam pembuatan bahan keramik. Di dalam tahap pembakaran, akan terjadi peristiwa kimia yaitu pengeringan, peruraian bahan organik, penguapan air kristal, oksidasi logam transisi, peruraian karbonat, sulfat, aditif dan lainnya (Ramlan dkk., 2011). Perlakuan panas harus dilakukan dengan suhu yang tinggi agar partikel-partikel halus saling beraglomerasi menjadi bahan padatan.

Dalam memilih temperatur sintering, besarnya tingkat energi permukaan (surface energy), distribusi ukuran butir dan dopan yang dipakai selama proses sintering, serta ketebalan dinding sampel yang akan disintering harus disesuaikan.

(29)

Hampir seluruh bentuk dari keramik melalui proses pembakaran dengan temperatur yang tinggi sehingga dapat menghasilkan suatu tingkatan mikrostruktur yang diinginkan. Melalui proses sintering ini diawali dengan adanya perubahan struktur mikro seperti berkurangnya jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir (grain grown), meningkatnya densitas dan adanya penyusutan (German, 2016).

Penyusutan yang ada pada sintering tergantung pada besarnya densitas bahan yang dipakai sesaat sebelum mencapai jumlah densitas maksimum (precompaction) yang tidak sama dalam sebuah sampel akan menyebabkan adanya penyusutan yang berbeda-beda setiap tempat, itulah yang menyebabkan timbulnya keretakan (cracking) pada sampel.

Gambar 2.6. (a) Densifikasi (b.) Coarsening (Sumber: Sean et al., 2014)

Jika proses atomik densifikasi lebih dominan, maka pori-pori menjadi kecil dan menghilang sedikit demi sedikit lalu saling menempel dan akhirnya menjadi padat.

Tetapi bila proses atomik coarsening lebih dominan pori-pori dan grain menjadi kasar dan membesar sedikit demi sedikit. Proses difusi suatu atom pada sampel dapat terjadi karena adanya energi yang dipunyai oleh atom sehingga dapat bergerak dan mampu menempati pada energi yang lebih rendah yaitu pada sisi void didalam material (Grupp et al., 2011).

(30)

Gambar 2.7. Fenomena difusi selama proses sintering (Sumber: Sean et al., 2014) Gambar 2.7 menunjukkan ilustrasi fenomena sintering secara detail. Serbuk yang menempel digambarkan seperti dua bola yang berimpit, sehingga kemungkinan difusi atom dapat terjadi karena adanya atom yang mempunyai energi akibat panas yang dihasilkan dari panas tungku. Beberapa fenomena difusi yang terjadi selama proses sintering adalah sebagai berikut (Sean et al., 2014):

1. Difusi permukaan 2. Difusi kisi

3. Difusi evaporasi 4. Difusi batas butir 5. Difusi kisi

Pada difusi batas butir dan difusi kisi pada no 4 dan no 5 terjadi densifikasi pada serbuk yang dominan yang terjadi selama proses sintering. Proses difusi atom ini akan mengisi void yang sudah ada dan akan terbentuknya pertumbuhan leher (neck growth) pada serbuk satu dengan serbuk saling berkait membentuk ikatan yang sangat kuat (Mehrer, 2007). Jumlah pembentuk pori yang ditambahkan semakin banyak maka nilai porositas akan meningkat dan kekuatan patahnya akan berkurang. Semakin sedikit jumlah pembentuk pori maka void yang terbentuk semakin sedikit sehingga semakin banyak void yang terisi oleh atom. Dengan demikian sampel akan semakin rapat (dense). Sampel yang semakin rapat maka kekuatan patah akan semakin tinggi. Selain efek kekuatan, efek dimensi juga sangat berpengaruh oleh banyaknya jumlah pembentuk pori. Semakin banyak pembentuk pori maka perubahan dimensi akan semakin besar.

(31)

2.5.1. Tahap-Tahap Sintering

Proses sintering ini terbagi menjadi 3 tahapan yaitu tahapan awal (initial), tahapan medium (intermediate), dan tahapan akhir (final).

Gambar 2.8 Proses Sintering (Sumber: Sean et al., 2014)

Menurut (Bahtiar, 2016) proses sintering fase padat terbagi menjadi tiga padatan, yaitu:

1. Tahap awal (initial)

Pada tahap ini akan terbentuk ikatan atomik. Kontak antar partikel-partikel akan membentuk pertumbuhan leher (neck growth) yang tumbuh menjadi batas butir antar partikel. Pertumbuhan ini akan terjadi semakin cepat karena adanya kenaikan suhu sintering. Pada tahap awal, penyusutan akan terjadi karena adanya permukaan porositas yang menjadi halus. Jika penyusutan tidak merata maka menyebabkan keretakan pada sampel.

2. Tahap menengah (intermediate)

Pada tahap ini akan terjadi proses densifikasi (pemadatan) dan pertumbuhan partikel yaitu butir kecil larut dan bergabung dengan butir besar. Akomodasi bentuk butir akan menghasilkan pemadatan yang lebih baik. Pada tahap ini porositas akan berlangsung menghilang, karena akibat pergeseran batas butir. Porositas mulai saling berhubungan dan membentuk silinder di sisi butir.

3. Tahap akhir (final)

Proses densifikasi dan pertumbuhan butir terus berlangsung dengan laju yang lebih rendah dari sebelumnya. Begitu juga dengan proses menghilangnya porositas, pergeseran batas butir terus berlanjut. Namun jika porositas lebih cepat daripada

(32)

pergeseran batas butir, maka porositas akan muncul di permukaan dan saling berhubungan. Pada tahap akhir, saluran pori yang kontinu menghilang selanjutnya akan berubah bentuk menjadi pori-pori individu.

2.6 Karakterisasi Keramik

Dalam menentukan karakteristik dan kemampuan suatu bahan maka membutuhkan pengujian dan analisis. Berbagai tipe pengujian dan analisis yang dilakukan pada penelitian ini ialah sebagai berikut: pengujian pada densitas dan porositas. Analisis struktur pada kristal dengan memakai alat uji XRD (X-Ray Diffraction) atau difraksi sinar X-Ray, serta menganalisis struktur mikro dan makro dengan menggunakan alat uji SEM (Scanning Electron Microscope).

2.6.1 Densitas

Densitas adalah pengukuran massa (m) setiap satuan volume (v) benda.

Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya (Sihite, 2008). Namun pengujian densitas pada penelitian ini dilakukan berdasarkan metode Archimedes dengan cara menimbang sampel uji saat kondisi kering (ms) serta menimbang massa sampel yang digantung saat diudara (mgu) maupun didalam air (mga). Untuk menghitung nilai densitas sampel tersebut menggunakan persamaan sebagai berikut (Nurzal dan Siswanto, 2012):

𝜌 = ( 𝑚𝑠

𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎+ 𝑚𝑘) × 𝜌 𝐻2𝑂 (2.1) dimana ms = Massa kering sampel (g), mgu= Massa jenuh gantung (g), mga= Massa jenuh gantung didalam air (g), mk = Massa kawat (g), 𝜌 𝐻2𝑂 = Massa jenis air (g/cm3)

2.6.2 Porositas

Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume ruang kosong (rongga pori) yang dimiliki oleh zat padat terhadap jumlah dari volume zat padat itu sendiri (Mawardani,2014). Uji porositas ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui perubahan besar pori-pori pada keramik. Pengujian porositas pada penelitian ini dilakukan berdasarkan metode Archimedes dengan cara menimbang sampel uji saat kondisi kering (ms) dan saat kondisi basah (mb).

(33)

Massa sampel basah akan direndam didalam air pada suhu kamar selama 24 jam, dan menimbang massa sampel saat diudara (mgu) maupun didalam air (mga).

Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau apparent porosity, dan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut (Nurzal dan Siswanto, 2012):

𝜙 = ( 𝑚𝑏− 𝑚𝑠

𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎+ 𝑚𝑘) × 100% (2.2)

dimana mb = Massa basah air setelah direndam, ms = Massa kering, mgu = Massa jenuh gantung di udara, mga= Massa jenuh gantung di dalam air, mk = Massa kawat.

Sebelum sampel diukur terlebih dahulu sampel keramik SiC direndam selama satu malam di wadah yang berisi air.

2.6.3 Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD)

Analisis XRD ini adalah suatu metode yang memberitahukan informasi mengenai jenis mineral yang ada didalam dalam suatu sampel keramik. Data hasil dari penyinaran sinar-X yaitu berupa spektrum difraksi sinar-X, yang dideteksi oleh detektor. Kemudian data dari difraksi tersebut direkam lalu akan dicatat oleh komputer dalam suatu bentuk grafik peak intensitas, setelah itu dilanjutkan dengan menganalisis jarak antara bidang kisi kristalnya, kemudian akan dibandingkan dengan hukum Bragg pada komputer yang terlebih dahulu menggunakan software khusus agar dapat menghasilkan suatu data (Darwis, 2017).

Menurut Ariswan (2013), prinsip dasar dari menentukan struktur adalah dengan karakteristik teknik difraksi sinar-X , dimana berlaku hukum Bragg:

𝑛 𝜆 = 2 𝑑 𝑠𝑖𝑛 𝜃 (2.3)

dimana d merupakan jarak antar bidang atom-atom dalam kristal (bidang dengan indeks Miller tertentu), 𝜆 adalah panjang gelombang sinar-X yang dipergunakan dan 𝜃 merupakan sudut difraksi. Jika mengambil bidang-bidang dengan indeks Miller berbeda maka dapat ditentukan sistem dan parameter kisi kristalnya dengan menggunakan metode analitik. Untuk keperluan difraksi, sinar-X yang digunakan pada umumnya sinar-X yang dipilih yang paling intens yaitu sinar-X Ka. Sinar ini bisa dipilah dari sinar-X Bremsstrahlung serta sinar-X Kb menggunakan monokromator (Smallman et al., 2000).

(34)

Gambar 2.9. Skema difraksi sinar-X oleh atom-atom kristal.

(Sumber: Syam, 2017)

Teknik difraksi sinar X digunakan untuk mengukur partikel dalam orde nanometer.

Teknik ini sering digunakan untuk menentukan berbagai parameter fisika dari material seperti struktur kristal, strain, komposisi fase, struktur unit sel, cacat kristal dan ukuran kristal, bahkan susunan atom-atom di dalam material amorf seperti polimer. Dalam teknik difraksi sinar-X sering menggunakan sampel dalam bentuk bubuk terutama dalam mengkarakterisasi struktur kristalografi, ukuran kristal (ukuran butir) dan orientasi kristal. Luas puncak/kurva dari suatu difraksi sinar-X dipengaruhi oleh ukuran kristal sebagaimana diperlihatkan oleh formula Scherrer.

Metode ini menentukan ukuran kristal (crystallite size) dari data hasil karakterisasi XRD. Untuk tujuan tersebut digunakan formula Scherrer secara langsung. Dari data karakterisasi XRD, ukuran kristal dapat diperkirakan dengan menggunakan formula Scherrer (Sumadiyasa dan Manuaba, 2018):

𝐷 = 𝐾𝜆

𝛽 cos 𝜃 (2.4)

dimana λ = panjang gelombang sinar-X yang digunakan, dan θ = sudut difraksi, K

= adalah konstanta yang besarnya tergantung pada faktor bentuk kristal, bidang (hkl) difraksi, dan definisi besaran  yang digunakan apakah Full Width at Half Maximum (FWHM) atau Integral Breadth dari puncak. Nilai K sebenarnya bervariasi dari 0,62 sampai 2,08. Nilai yang umumnya digunakan untuk K adalah

(35)

0,94 jika  adalah FWHM dan 0,89 untuk Integral Breadth. Dapat diamati bahwa lebar puncak bervariasi dengan sudut 2 dalam bentuk cos().

2.6.4 Scanning Elektron Microscopy (SEM)

Analisis Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan suatu metode yang menggunakan mikroskop elektron untuk menganalisa permukaan material.

SEM juga bisa digunakan untuk menganalisa data kristalografi, karenanya alat ini dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa. Prinsip kerja SEM menggunakan dua sinar elektron dengan secara simultan. Satu strike specimen berguna untuk menguji dan strike yang lain sebagai Cathode Ray Tube (CRT) yang berguna untuk memberi tampilan gambar.

SEM terdiri dari sebuah senapan elektron yang menghasilkan berkas elektron pada tegangan yang dipercepat sebanyak 2 - 30 kV. Karena itu, SEM sangat cocok digunakan untuk mengamati permukaan kasar sampel karena dia mampu melakukan pembesaran yang berkisar antara 20 kali sampai 500.000 kali.

Gambar 2.10. Diagram Skematik Fungsi Dasar dan Cara kerja SEM (Sumber: Desi, 2014).

Komponen utama alat SEM ini pertama adalah tiga pasang lensa elektromagnetik yang berguna untuk memfokuskan berkas elektron menjadi sebuah titik kecil.

(36)

Semakin kecil berkas yang difokuskan semakin besar pula resolusi lateral yang dicapai. Yang kedua adalah sumber elektron, biasanya berupa filamen dari bahan kawat tungsten atau berupa jarum, yang dapat menyediakan berkas elektron yang teoretis memiliki energi tunggal (monokromatik). Ketiga adalah imaging detektor, yang berfungsi mengubah sinyal elektron menjadi gambar. Sesuai dengan jenis elektronnya, terdapat dua jenis detektor dalam SEM ini, yaitu detektor SE dan detektor BSE.

Untuk menghindari gangguan dari molekul udara terhadap berkas elektron, seluruh jalur elektron divakum hingga 10-6 torr. Tetapi kevakuman yang tinggi menyebabkan naiknya sensitifitas pendeteksian alat terhadap bahan non- konduktifitas seperti: keramik dan oksida. Untuk mengatasi hal tersebut SEM mempunyai opsi untuk bisa dioperasikan dengan vakum rendah, yang disebut Low Vaccum Mode. Dengan teknik ini kita dapat menganalisis bahan yang non konduktif sekalipun. (Agus, 2015).

(37)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Pusat Penelitian Fisika – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2F_LIPI). Kawasan Puspitek Serpong, Gedung 442 Tangerang Selatan.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan selama tiga bulan yaitu mulai dari tanggal 03 Februari – 30 April 2020.

3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian 3.2.1 Peralatan

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Tabel 3.1. Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian No Nama Alat Fungsi

1 Neraca Digital Sebagai alat untuk menimbang massa bahan yang digunakan dalam pembuatan sampel.

2 Beaker Glass Sebagai wadah untuk menimbang dan pengadukan pencampuran bahan sampel.

3 Spatula Sebagai alat untuk mengaduk dan mengambil serbuk bahan dari pembuatan sampel.

4 Tisu Sebagai alat untuk membersihkan

peralatan.

5 Mortar dan Alu Sebagai alat untuk menghaluskan dan menggerus bahan percobaan.

6 Saringan Sebagai alat untuk memisahkan

bahan sampel yang telah digiling dengan HEM.

7 Ball Milling Sebagai alat yang membantu menghaluskan bahan agar homogen saat proses milling.

8 Oven Sebagai alat untuk mengeringkan

sampel.

(38)

9 Plastik Sampel Sebagai tempat untuk meletakkan bubuk sampel dan hasil cetakan sampel.

10 Jar Milling Sebagai wadah sampel saat

menggiling dengan alat HEM

11 HEM Sebagai alat untuk menggiling atau menggerus bahan dengan energi tinggi.

12 Cetakan Sampel (Moulding)

Sebagai wadah cetakan keramik berbentuk pellet.

13 Alat Cetak Tekan (Carver Press)

Sebagai alat untuk mencetak sampel hingga menjadi pellet dengan bantuan mesin press dengan tekanan 12 ton pada suhu ruangan.

14 Vacum Furnace Sebagai tempat pembakaran sampel dalam proses sintering dengan kapasitas temperatur sintering 800°C dan 900°C.

15 XRD Sebagai alat untuk melihat perubahan

fasa struktur bahan sampel keramik.

16 SEM Sebagai alat untuk melihat ukuran partikel pada bahan sampel keramik.

3.2.2 Bahan-Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Tabel 3.2. Bahan-Bahan yang Digunakan dalam Penelitian

No Nama bahan Fungsi

1 Serbuk SiC Sebagai bahan baku dalam pembuatan sampel penelitian.

2 Serbuk SiO2 Sebagai bahan baku dalam pembuatan sampel penelitian.

3 Serbuk B2O3 Sebagai bahan baku dalam pembuatan sampel penelitian.

4 Polyvinil Alcohol (PVA)

Sebagai perekat bahan sampel penelitian.

3.3 Variabel dan Parameter 3.3.1 Variabel Penelitian

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

(39)

1. Komposisi Sampel

Tabel 3.3. Komposisi Pembuatan Sampel Keramik SiC + SiO2

Sampel Komposisi (%) Bahan Baku (% berat) Aditif (% berat)

SiC SiO2

I

SiC + SiO2

95 5

II 90 10

III 85 15

IV 80 20

Tabel 3.4. Komposisi Pembuatan Sampel Keramik SiC + B2O3

Sampel Komposisi (%) Bahan Baku (% berat) Aditif (% berat)

SiC B2O3

I

SiC + B2O3

95 5

II 90 10

III 85 15

IV 80 20

2. Temperatur Sintering

Pada penelitian ini variasi suhu pembakaran (sintering) yang dibuat, yaitu: 800oC dan 900oC, masing-masing pada suhu tersebut ditahan selama 1 jam.

3.3.2 Parameter Penelitian

Adapun parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Densitas

2. Porositas 3. Struktur kristal 4. Struktur mikro

(40)

3.4 Diagram Alir Penelitian

Secara keseluruhan pelaksanaan penelitian diuraikan dalam diagram alir berikut ini:

Mulai

Dikarakterisasi

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

Selesai XRD

Preparasi, ditimbang dan dicampurkan bahan SiC dengan aditif

SiO2 5%, 10%, 15% 20%

Dilakukan proses milling (HEM) Selama 32 menit

Pengeringan (oven) T = 80°C, t = 7.200 s

B2O3 5%, 10%, 15% 20%

Dicetak (carver press) P = 12.000 kg, T =30°C,

t = 60 s

Disintering (vacum furnace) T = 800°C dan 900°C

Densitas Porositas

SEM Hasil Optimum:

5% SiO2 dan 5% B2O3 pada Suhu 900°C

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Keramik SiC

(41)

3.5 Prosedur Penelitian

Adapun proses-proses pembuatan sampel keramik pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.5.1 Penentuan Komposisi

Sesuai dengan tujuan penelitian ini dilakukan, sampel akan dibentuk dengan komposisi berbeda-beda, seperti Tabel 3.3 dan Tabel 3.4.

3.5.2 Pembuatan sampel 1.) Penimbangan

Bubuk SiC yang telah halus di doping atau tambahan bahan bersama serbuk SiO2 dan B2O3 dengan komposisi 12 g dengan variasi masing-masing 5%, 10%, 15%, dan 20% berat.

2.) High Milling Energy (HEM)

Bahan kemudian dilakukan penggilingan dengan menggunakan High Milling Energy agar diperoleh kesamaan bentuk ukuran partikelnya.

Partikel keramik yang bergerak dalam tabung berbentuk slinder yang tertutup diantara media penghalus (ball mill) untuk memecahkan partikel menjadi serbuk yang berukuran lebih kecil, dengan waktu penggilingan selama 32 menit.

3.) Penghalusan

Setelah digiling dengan High Milling Energy dipisahkan dari ball mill dengan bantuan saringan yang kemudian dihaluskan menggunakan mortar dan penggerus agar partikel-partikelnya homogen, lalu massa serbuk yang dihaluskan diukur massa nya.

4.) Pencetakan Sampel

Proses pencetakan berguna untuk membentuk sampel keramik dengan memasukkan serbuk kedalam sebuah cetakan (moulding). Sebelum dimasukkan kedalam cetakan, sampel terlebih dahulu dicampur dengan polyvinyl alcohol sebanyak 5% dari jumlah total massa serbuk sampel agar

(42)

tidak terjadi retakan saat proses pencetakan (kompaksi). Kemudian sampel yang telah dicampur perekat diaduk rata, dilanjutkan dengan proses kompaksi dengan gaya 12000 kg selama 1 menit pada suhu ruangan menggunakan alat cetak tekan (carver pressing) dan hasil dari mompaksi ini akan berbentuk slinder (pellet).

5.) Sintering

Proses pembakaran bertujuan untuk mengikat butiran-butiran dan menurunkan porositas bahan sehingga sampel menjadi bahan yang kuat sesuai spesifikasi. Selama proses sintering ini terjadi proses penghilangan perekat (binder) dan proses pemadatan serbuk keramik (grain body). Proses pembakaran sampel dilakukan dalam vacum furnace dengan variasi suhu 800°C dan 900°C selama 24 jam, yang ditahan selama 1 jam pada temperatur yang ditentukan.

6.) Pengeringan

Proses pengeringan bertujuan untuk melepaskan sejumlah molekul H2O yang akan mengurangi kandungan zat sisa cair dalam pellet keramik.

Dilakukan pengeringan dalam oven kering pada suhu 100°C selama 2 jam.

Setelah sampel benar-benar kering, sampel keramik diuji sifat fisis dan mekaniknya.

3.6 Pengujian Sampel

Adapun berbagai pengujiandan karakteriasi sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.6.1 Uji Densitas

Pada penelitian ini, untuk mendapatkan nilai densitas dilakukan dengan metode Archimedes dimana masing-masing pellet keramik yang telah disintering dengan tungku pemanas temperatur tinggi dilanjutkan dengan analisa densitas. Prosedur pengukuran densitas dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

(43)

1. Sampel dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100oC selama 2 jam, kemudian timbang massa sampel kering (ms) dengan menggunakan neraca digital.

2. Timbang massa kawat penggantung (mk) dengan menggunakan neraca digital.

3. Kemudian timbang massa sampel saat diudara (mgu) dengan menggunakan kawat. Timbang massa sampel saat di dalam air (mga) dengan menggunakan neraca digital.

Dengan mengetahui semua besaran tersebut, maka densitas material keramik SiC dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.1.

3.6.2 Uji Porositas

Pada penelitian ini, untuk mendapatkan nilai densitas dilakukan dengan metode Archimedes dimana terlebih dahulu masing-masing pellet keramik telah disintering dengan tungku pemanas temperatur tinggi. Prosedur pengukuran porositas dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Sampel dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100oC selama 2 jam, kemudian timbang massa sampel kering (ms) dengan menggunakan neraca digital.

2. Sampel direndam didalam air selama 24 jam, kemudian diambil dan bersihkan sisa air dengan tisu. Timbang massa sampel yang sudah direndam dengan air (mb) dengan menggunakan neraca digital.

3. Timbang massa kawat penggantung (mk) dengan menggunakan neraca digital.

4. Timbang massa sampel saat diudara (mgu) dengan menggunakan kawat. Timbang massa sampel saat di dalam air(mga) dengan menggunakan neraca digital.

Dengan mengetahui semua besaran tersebut, maka porositas material keramik SiC dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.2.

(44)

3.6.3 Analisa XRD

X-Ray Diffraction (XRD) merupakan alat yang digunakan untuk mengkarakterisasi struktur kristal dari bahan padatan dimana pada penelitian berupa pelet keramik. XRD akan memunculkan puncak-puncak yang spesifik. Metode difraksi ini sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi fasa yang terdapat dalam suatu bahan.

3.6.4 Analisa SEM

Analisa struktur mikro dilakukan dengan menggunakan mikrostruktur digunakan observasi dengan Scanning Electron Microscope (SEM). Bentuk dan ukuran partikel keramik SiC dapat diidentifikasikan berdasarkan data yang diperoleh dari alat ukur Scanning Electron Microscop (SEM).

(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dibuat keramik SiC dengan aditif SiO2 dan B2O3 dengan komposisi (5;10;15;20) % berat. Setelah melalui proses pembuatan sampel dan karakterisasi, maka didapatkan hasil pengujian terhadap densitas, porositas, struktur kristal dan mikrostruktur. Berikut hasil dari pengujian karakterisasi keramik SiC.

4.1 Hasil Pengukuran Densitas

Pengukuran densitas dilakukan untuk mengetahui kepadatan sebenarnya dari partikel padat yang di lakukan dengan menggunakan metode Archimedes. Hasil pengukuran densitas keramik SiC dengan variasi komposisi aditif SiO2 dan B2O3

terhadap suhu sintering dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Densitas Keramik SiC terhadap Variasi Komposisi Aditif pada Suhu Sintering

Komposisi (%) Bahan Baku (% berat)

Aditif (% berat)

Suhu (°C) Densitas (g/cm3)

SiC + SiO2

95 5 800 2,90

900 2,91

90 10 800 2,76

900 2,81

85 15 800 2,72

900 2,80

80 20 800 2,70

900 2,72

SiC + B2O3

95 5 800 2,75

900 2,78

90 10 800 2,38

900 2,42

85 15 800 2,69

900 2,70

80 20 800 2,20

900 2,23

Perbandingan densitas dengan pengaruh variasi komposisi aditif pada pembuatan keramik SiC dapat dibuat dalam grafik yang diperlihatkan pada gambar dibawah ini.

(46)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Densitas Terhadap Variasi Aditif SiO2

Berdasarkan gambar 4.1 diperoleh hasil pengukuran densitas menunjukkan nilai densitas menurun semakin bertambahnya variasi aditif SiO2 sebanyak 5%, 10%, 15% dan 20%. Pengukuran densitas yang menurun dikarenakan adanya udara yang terjebak di dalam material keramik. Ketika proses sintering berlangsung SiO2

mengalami pemuaian lebih banyak, sehingga saat dilakukan pendinginan aditif SiO2 masih mengalami pemuaian yang tinggi ini mengakibatkan udara dapat terjebak di dalam material keramik sehingga dapat menurunkan nilai densitas (Amin dan Muhammad, 2017). Pada umumnya, keramik mempunyai densitas yang sangat bervariasi dan sangat tergantung pada komposisi, ukuran butiran dan metode preparasi.

Nilai densitas tertinggi terdapat pada komposisi 5% SiO2 pada suhu sintering 900°C sebesar 2,91 g/cm3 dan nilai densitas terendah pada komposisi 20% SiO2

pada suhu sintering 800°C sebesar 2,70 g/cm3 yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Referensi

Dokumen terkait