SKRIPSI
FITRI 105731135818
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2022
ii
PENG ARUH FI NANCIAL DIS TRES S D AN S TRUKTUR M O D A L T E R H A D A P H A R G A S A H A M P A D A PERUSAHAAN MANUFAKTUR
DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2016 – 2021
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Oleh:
FITRI
NIM:105731135818
Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Makassar
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR 2022
iii
“Sesungguhnya Allah Tidak Akan Merubah Suatu Kaum Sebelum Mereka Mengubah Keadaaan Diri Mereka Sendiri” (Q.S Ar-Rad:11)
“Allah Tidak Membebani Seseorang Diluar Batas Kemampuannya”
(Q.S Al Baqarah:286)
PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Allah SWT atas Ridho-Nya serta karunianya sehingga skripsi ini telah terselesaikan dengan baik.
Alhamdulilah Rabbil’alamin
Skripsi ini kupersembahkan untuk kedua orang tuaku tercinta yang telah memberikan segalanya untukku, berkorban, dan mendidikku dengan penuh
kasih sayang sehingga saya bisa sampai di titik ini, Terima kasih untuk cinta kasih serta doa tulus yang selalu mengiri langkah saya.
PESAN DAN KESAN
Ketika kamu lelah dan semakin ingin menyerah, ketahuilah bahwa sesungguhnya pertolongan Allah hanya berjarak antara kening dan
sajadah.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang tiada henti diberikan kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Merupakan nikmat yang tiada ternilai manakala penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Financial Distress Dan Struktur Modal Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2016 - 2021”.
Skripsi yang penulis buat ini bertujuan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.
Teristimewa dan terutama penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua penulis Ayah Mudjono L dan Ibu Hariani yang senantiasa memberi harapan, semangat, perhatian, kasih sayang dan doa tulus. Dan saudariku tercinta Zamzam, Sri Wahyuni dan Nur Aisyah yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat hingga akhir studi ini. Dan seluruh keluarga besar atas segala pengorbanan, serta dukungan baik materi maupun moral, dan doa restu yang telah diberikan demi keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu. Semoga apa yang telah mereka berikan kepada penulis menjadi ibadah dan cahaya penerang kehidupan di dunia dan di akhirat.
ix
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Begitu pula penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih banyak disampaikan dengan hormat kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag, Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Dr. H. Andi Jam’an, SE., M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu Mira..SE.,M.AK selaku Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Bapak Dr. Chairul Ihsan Burhanuddin.,SE.,M.Ak selaku Pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga Skripsi selesai dengan baik.
5. Bapak Hasanuddin.,SE.,M.Si selaku Pembimbing II yang telah berkenan membantu selama dalam penyusunan skripsi hingga ujian skripsi.
6. Bapak/Ibu dan Asisten Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar yang tak kenal lelah banyak menuangkan ilmunya kepada penulis selama mengikuti kuliah.
7. Segenap Staf dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.
8. Rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi Angkatan 2018 Terkhususnya Akuntansi AK18I yang selalu belajar bersama yang tidak sedikit bantuannya dan dorongan dalam aktivitas studi penulis.
x
9. Terima kasih untuk sahabat-sahabat penulis (Siti ruhifa, Afifah Nurian Aryanti, Dian Setya Lestari, Nurfadillah Tussadi’ah dan Fitriani Anwar) yang selalu membersamai selama 8 semester ini.
10. Terima kasih untuk Keluarga Besar IMAI (Ikatan Mahasiswa Akuntansi Indonesia) khususnya angkatan IX.
11. Terima kasih teruntuk semua kerabat yang tidak bisa saya tulis satu persatu yang telah memberikan semangat, kesabaran, motivasi, dan dukungannya sehingga penulis dapat merampungkan penulisan Skripsi ini.
Akhirnya, sungguh penulis sangat menyadari bahwa Skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kepada semua pihak utamanya para pembaca yang budiman, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritikannya demi kesempurnaan Skripsi ini.
Mudah-mudahan Skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak utamanya kepada Almamater tercinta Kampus Biru Universitas Muhammadiyah Makassar.
Billahi fii Sabilil Haq, Fastabiqul Khairat, Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Makassar, 21 Mei 2022
Penulis
xi ABSTRAK
FITRI, 2022. Pengaruh Financial Distress dan Struktur Modal Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2016 – 2021. Skripsi. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh pembimbing I Chairul Ihsan Burhanuddin dan pembimbing II Hasanuddin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh financial distress dan struktur modal terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2016 – 2021. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun penelitian yang berjumlah 195 perusahaan.
Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, sehingga diperoleh Jenis
jumlah sampel sebanyak 48 sampel. Data penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui laporan keuangan perusahaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel struktur modal (X2) tidak berpengaruh terhadap harga saham (Y), hal tersebut diperkuat oleh hasil uji t yang menunjukkan nilai Beta sebesar -0.177.
Sedangkan variabel financial distress (X1) berpengaruh secara positif terhadap
harga saham yang ditunjukkan nilai sebesar 3,008 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 2,014 dengan tingkat signifikansi 0,004 < 0,05.
Kata Kunci : Financial Distress, Struktur Modal dan Harga Saham
xii ABSTRACT
FITRI, 2022. The Influence of Financial Distress and Capital Structure on Stock Prices in Manufacturing Companies on the Indonesia Stock Exchange 2016 – 2021. Supervised by supervisor I Chairul Ihsan Burhanuddin and supervisor II Hasanuddin.
This Study aims to determine the effect of financial distress and capital structure on stock prices in manufacturing companies on the Indonesia Stock Exchange in 2016 – 2021. This study uses quantitative methods. The population in this study were all manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange in the research year totaling 195 companies. The sampling technique used purposive sampling, in order to obtain a total sample of 48 samples. This type of research data is secondary data obtained throught the company”s financial statements. The result showed that the capital structure variable (X2) had no effect on stock prices (Y), this was strengthened by the results of the t test which showed the Beta value of –.0.177.
while the financial distress variabel (X1) has positive effect on stock prices, which is indicated by the t_count value of 3,008 > t_table of 2,014 with significance level of 0,004 < 0,05.
Keywords : Financial Distress, Capital Structure and Stock Price
xiii DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN... Error! Bookmark not defined. SURAT PERNYATAAN KEABSAHAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... xi
ABSTRACT ... xii
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
xiv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Grand Theory ... 8
1. Teori Sinyal ... 8
2. Financial Distress ... 9
3. Struktur Modal ... 25
4. Harga Saham ... 31
B. Hubungan Antar Variabel ... 36
C. Tinjauan Empiris ... 37
D. Kerangka Pikir Penelitian ... 47
E. Hipotesis Penelitian ... 48
BAB III METODE PENELITIAN ... 50
A. Jenis Penelitian ... 50
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51
C. Jenis dan Sumber Data ... 51
D. Populasi dan Sampel ... 51
E. Metode Pengumpulan Data ... 56
F. Definisi Operasional Variabel ... 56
G. Metode Analisis Data ... 59
H. Uji Hipotesis ... 63
xv
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 64
B. Hasil Penelitian ... 69
1. Hasil Analisis Deskriptif ... 69
2. Analisis Statistik Deskriptif ... 94
3. Uji Asumsi Klasik ... 95
4. Uji Hipotesis (Uji T) ... 99
C. Pembahasan ... 102
BAB V PENUTUP ... 104
A. Kesimpulan ... 104
B. Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 106
LAMPIRAN ... 110
xvi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 37
Tabel 3.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria ... 54
Tabel 3.2 Daftar Nama Perusahaan Sampel ... 55
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score Tahun 2016………69
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score Tahun 2017 ... 71
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score Tahun 2018 ... 72
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score Tahun 2019 ... 74
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score Tahun 2020 ... 76
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score Tahun 2021 ... 77
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Koefisien Altman Z-Score Tahun 2016 - 2021 ... 79
Tabel 4.8 Deskriptif Nilai Variabel Debt To Total Asset Tahun 2016 - 2021 ... 88
Tabel 4.9 Harga Saham Perusahaan Manufaktur Tahun 2016 - 2021 ... 92
Tabel 4.10 Hasil Uji Descriptive Statistics ... 94
Tabel 4.11 Uji Autokorelasi ... 97
Tabel 4.12 Uji Multikolonieritas ... 98
Tabel 4.13 Hasil Uji T Pertama ... 100
Tabel 4.14 Hasil Uji T Kedua ... 100
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 2-1 Kerangka Pikir Penelitian ... 47
Gambar 4.1 Koefisien Z-Score AMFG……….… 80
Gambar 4.2 Koefisien Z-Score PRAS .……….……….. 81
Gambar 4.3 Koefisien Z-Score MTYX ….……… ……….. 82
Gambar 4.4 Koefisien Z-Score KICI….……… ……….. 83
Gambar 4.5 Koefisien Z-Score SSTM………..……… ……….. 84
Gambar 4.6 Koefisien Z-Score SMCB.……… ……….. 85
Gambar 4.7 Koefisien Z-Score YPAS..……….……….. 86
Gambar 4.8 Koefisien Z-Score RMBA………..……….. 87
Gambar 4.9 Hasil Uji Normal P-Plot..……….. 96
Gambar 4.10 Hasil Uji Grafik Scatterplot Heteroskedastistas……….… 99
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Daftar Populasi Perusahaan Manufaktur Tahun 2016 - 2021 ... 111
Lampiran 2 Daftar Sampel Perusahaan Manufaktur Tahun 2016 - 2021 ... 121
Lampiran 3 Data Variabel Penelitian ... 122
Lampiran 4 Hasil Analisis ... 124
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, para pelaku bisnis berlomba-lomba untuk meningkatkan kinerja perusahaannya agar dapat bersaing dalam dunia bisnis. Tujuan utama berdirinya sebuah perusahaan adalah untuk mencapai keuntungan yang maksimal, mensejahterahkan pemegang saham dan memaksimalkan nilai perusahaan yang dapat tercermin pada harga saham perusahaan. Harga saham menjadi faktor yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh investor dalam melakukan investasi karena harga saham menunjukkan prestasi perusahaan. Semakin tinggi harga saham suatu perusahaan maka semakin besar kemungkinan capital gain yang didapatkan sehingga dapat menarik minat investor.
Begitupun sebaliknya, semakin rendah harga saham akan mengurangi keuntungan yang akan diperoleh sehingga dapat menurunkan tingkat kepercayaan investor.
Investor merasa perlu melakukan peramalan sebelum mengambil sebuah keputusan karena harga saham yang sering mengalami fluktuasi.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suatu saham akan mengalami fluktuasi yaitu faktor eksternal dan faktor internal (Fahmi, 2015 : 87). Salah satu faktor internal yang mempunyai pengaruh langsung terhadap posisi financial perusahaan yang akan mempengaruhi nilai suatu perusahaan adalah struktur modal. Struktur modal adalah perimbangan antara hutang
dengan modal yang dimiliki perusahaan (Mudjijah et al., 2019). Ketepatan dalam menentukan struktur modal sangat berpengaruh pada jalannya operasional perusahaan. Menurut (Pratiwi, 2021) kesalahan dalam menentukan struktur mempunyai dampak yang begitu besar seperti penggunaan proporsi utang yang besar akan menyebabkan beban tetap yang ditanggung perusahaan semakin besar pula dan cenderung meningkatkan risiko yang ditanggung perusahaan semakin tinggi dan cenderung akan menurunkan harga saham. Hal tersebut juga berarti akan meningkatkan resiko finansial, yaitu risiko saat perusahaan tidak dapat membayar beban bunga atau angsuran-angsuran utangnya. Tingginya risiko yang dihadapi suatu perusahaan akan berdampak pada penurunan harga saham, tetapi dengan meningkatnya pengembalian yang diharapkan akan meningkatkan harga saham.
Selain dari faktor internal perusahaan, faktor eksternal perusahaan juga berperan dalam menentukan harga saham. Kondisi ekonomi makro dan mikro serta persaingan usaha juga menjadi indikator dalam melihat kondisi eksternal. Fenomena virus Covid 19 yang terjadi pada akhir tahun 2019 membuat dampak yang begitu besar. Virus covid-19 ini pertama kali ditemukan di China dan menyebar ke berbagai negara tak terkecuali Indonesia. Munculnya virus covid 19 ini tidak hanya berdampak pada kesehatan dunia, tetapi penyebaran virus ini juga membawa dampak pada perekonomian Indonesia. Adanya covid 19 yang menyebar keseluruh dunia mampu mempengaruhi harga saham pada pasar saham. Hal ini
menyebabkan harga saham di pasar saham menurun, terlebih ketika presiden mengumumkan dua warga Indonesia yang terdampak Covid-19 pada tanggal 3 maret 2020. Bank Indonesia (BI) dan menteri keuangan berpandangan bahwa masa depan ekonomi juga suram, dimana pertumbuhan ekonomi tertekan sampai -5,32 % pada tahun 2020, kebijakan pemerintah untuk menerapkan social distancing, work from home dan kebijakan PSBB akibat virus covid 19 juga berdampak pada melemahnya indeks harga saham gabungan (IHSG) dan juga membuat beberapa perusahaan mengalami kerugian (Hanoatubun, 2020).
Adapun pergerakan pendapatan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak diumumkannya kasus virus covid 19 di Indonesia, terdapat beberapa perusahaan yang memiliki pendapatan penurunan pendapatan salah satunya yaitu perusahaan PT.
Astra International. Laba yang diperoleh oleh perusahaan ini pada tahun 2019 sebesar Rp 26,62 triliun dan pada tahun 2020 laba yang diperoleh PT Astra menurun menjadi Rp 18,57 triliun. Penurunan pendapatan yang berdampak pada kerugian ini akan mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial distress), secara umum perusahaan yang mengalami kesulitan akan mengalami penurunan harga secara signifikan (Wawo & Nirwana, 2020).
Menurut (Fitriyani, 2016) financial distress merupakan kondisi dimana perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis dengan kata lain financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Dengan demikian analisis financial
distress perlu dikembangkan, karena dengan mengetahui financial distress, pihak manajemen sejak dini diharapkan dapat melakukan tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan misal evaluasi perusahaan (Musyafak & Fitria, 2017). Sedangkan untuk pihak eksternal yaitu calon investor analisis financial distress dijadikan landasan pengambilan keputusan financial (Mutmainnah, 2016).
Prediksi financial distress dan struktur modal ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui tingkat kesehatan perusahaan melalui analisis rasio. Hasil dari analisis tersebut akan dihubungkan dengan harga saham guna mengetahui ketepatan dalam memeprediksi harga saham di masa yang akan datang.
Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2016 – 2021. Alasan memilih objek tersebut disebabkan karena perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia terdiri dari berbagai sub sektor industri dan menduduki proporsi terbesar di antara semua jenis perusahaan yang terdaftar di BEI sehingga dapat mencerminkan reaksi pasar modal secara keseluruhan.
Penelitian terdahulu yakni Ova Novi irama (2018) mengungkapkan bahwa financial distress berpengaruh positif terhadap harga saham.
Sedangkan Bintang Indrawan (2020) menemukan hal yang berbeda yaitu financial distress tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham. Selain penelitian mengenai pengaruh financial distress terhadap harga saham, muncul pula penelitian yang mencari tahu pengaruh struktur modal terhadap
harga saham dan juga mendapatkan hasil penelitian yang berbeda. Jelie et all (2017) mengatakan bahwa struktur modal berpengaruh terhadap harga saham. Namun hasil ini ditolak oleh Sellytyanengsih et all (2017) yang menemukan bahwa struktur modal tidak berpengaruh terhadap harga saham.
Berdasarkan fenomena yang terjadi dan adanya ketidakkonsistenan yang dilakukan peneliti sebelumnya sehingga membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Financial Distress dan Struktur Modal terhadap Harga Saham pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2016 - 2021”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penlitian ini sebagai berikut :
1. Apakah financial distress berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2016 - 2021?
2. Apakah struktur modal berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2016 - 2021?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui pengaruh financial distress terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2016 - 2021?
2. Untuk mengetahui pengaruh struktur modal terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2016 - 2021?
D. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Dilihat secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan, sumbangan pemikiran yang dapat menambah pengetahuan dan juga dapat memberikan penjelasan mengenai analisa laporan keuangan khususnya pengaruh financial Distress dan struktur modal terhadap harga saham.
2. Manfaat Praktis
Selain dilihat dari manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan juga dapat berguna bagi :
a. Bagi Akademisi
Secara teoritis, penelitian ini akan memberikan bahan teori mengenai pengaruh financial distress dan struktur modal terhadap harga saham.
b. Bagi Peneliti Lainnya
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan untuk menjadi referensi dalam melakukan penelitian sejenis mengenai pengaruh financial distress dan struktur modal terhadap harga saham.
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Grand Theory
Grand theory merupakan dasar lahirnya teori-teori lain yang mana teori ini bersifat makro atau masih bersifat luas dan kemudian di rumuskan pada level selanjutnya. Grand theory adalah sebuah teori yang digunakan untuk mendiskripsikan kehidupan manusia secara sosial, sejarah ataupun pengalaman kehidupan manusia. Grand theory dikemukakan pertama kali oleh Charles Wright Mills dalam proses mengkomunikasikan hubungan internasional dan pengambilan keputusan. Pentingnya Grand Theory dalam sebuah penelitian adalah untuk melihat keterkaitan hubungan sebab akibat variabel yang dipergunakan dan setiap penelitian harus memperoleh dukungan teori dari berbagai pakar.
1. Teori Sinyal
Teori Sinyal (Signalling Theory) pertama kali dikemukakan oleh Spence (1973) yang menjelaskan bahwa pihak pengirim (pemilik informasi) memberikan suatu isyarat atau sinyal berupa informasi yang mencerminkan kondisi suatu perusahaan yang bermanfaat bagi pihak penerima. Menurut (Rafikaningsih et al., 2020) Signaling Theory mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal tersebut berupa informasi yang menjelaskan tentang upaya mewujudkan keiginan pemilik. Informasi tersebut
dianggap sebagai indikator penting bagi investor dalam mengambil sebuah keputusan.
Seorang investor ketika telah mendapatkan informasi oleh perusahaan maka investor akan menganalisis terlebih dahulu apakah informasi tersebut dianggap sinyal positif (berita baik) atau sinyal negatif (berita buruk) (Hartono, 2015 : 392). Jika sinyal tersebut bernilai positif berarti investor akan merespon secara positif dan mampu membedakan antara perusahaan yang berkualitas dengan yang tidak, sehingga harga saham juga akan meningkat.
Begitu pula sebaliknya, ketika investor menerima nilai negatif berarti investor juga akan merespon negatif dan menandakan bahwa keinginan investor untuk berinvestasi semakin menurun dan juga akan membuat harga saham menurun.
2. Financial Distress
Menurut Erawati (2016) Financial distress adalah kondisi dimana keuangan perusahaan sedang mengalami berbagai permasalahan yaitu perusahaan tidak mampu untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya.
Pengelolaan kesulitan keungan yang tidak tepat akan menimbulkan permasalahan yang lebih besar yaitu menjadi tidak solvable (jumlah utang lebih besar daripada jumlah aktiva) dan akhirnya mengalami kebangkrutan (Munawir, 2002 : 291). Hal ini sejalan dengan pendapat Sopian & Rahayu (2017) financial distress dimulai dari ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban – kewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek termasuk likuiditas, dan juga termasuk kewajiban dalam kategori solvabilitas.
Informasi mengenai financial distress ini sangat penting untuk perusahaan, karena dengan informasi tersebut perusahaan dapat mendeteksi sedini mungkin potensi kesulitan keuangan yang dapat menyebabkan kebangkrutan apabila dibiarkan berlarut-larut sehingga perusahaan dapat menghindarinya.
Dapat disimpulkan bahwa financial distress adalah kondisi yang terjadi sebelum kebangkrutan yang ditandai dengan kesulitan keuangan jangka pendek dimana perusahaan tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya.
1) Faktor-faktor yang menyebabkan financial distress
Financial Distress dapat terjadi disemua perusahaan. Menurut (Hidayat, 2010) banyak faktor yang menyebabkan terjadinya financial distress sehingga dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
a. Sistem Perekonomian
Sistem perekonomian masyarakat atau negara yang dapat menyebabkan suatu perusahaan mengalami financial distress dan bahkan kebangkrutan, yaitu ketidakmampuan perusahaan untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, perubahan permintaan dan selera konsumen dan mengadaptasikan perubahan – perubahan metode produksi dan distribusi modern.
b. Faktor Eksternal perusahaan
Kesulitan dan kegagalan yang kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya financial distress pada perusahaan, kadang – kadang berada di luar jangkauan (manajemen) perusahaan.
Kecelakaan dan bencana alam yang sewaktu-waktu dapat menimpa
perusahaan misalnya, merupakan contoh yang pernah atau bahkan sering memaksa perusahaan untuk menutup atau menghentikan usahanya secara permanen. Meskipun terjadinya bencana alam dan kecelakaan itu sendiri sulit untuk diprediksi.
c. Faktor Internal perusahaan
Faktor – faktor internal yang menyebabkan terjadinya financial distress pada perusahaan yaitu:
a) Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada debitur/langganan.
Kebijaksanaan kredit tanpa memperhatikan kemampuan individual para debitur, berarti mempertaruhkan stabilitas finansial perusahaan.
b) Ketidakmampuan manajemen pada umumnya tercermin pada ketidakmampuan untuk menghindari timbulnya berbagai permasalahan pada operasinal perusahaan.
c) Kekurangan modal juga merupakan salah satu penyebab financial distress yang sifatnya internal. Dalam situasi dimana perusahaan menderita kerugian dari operasinya sedang perusahaan juga mengalami kekurangan modal maka kemungkinan besar perusahaan akan tidak mampu lagi membiayai operasi dan membayar hutang-hutangnya tepat pada tanggal jatuh tempo.
2) Bentuk-bentuk Financial Distress
Menurut Ellen (2013), terdapat lima bentuk kesulitan keuangan atau financial distress, yaitu:
a. Economic Failure
Economic Failure merupakan keadaaan ekonomi yang menyebabkan penerimaan perusahaan tidak dapat menutup total biaya termasuk biaya modal. Bisnis yang terkena economic failure dapat meneruskan operasinya apabila investor berkeinginan menambah modalnya dan menerima tingkat pengembalian dibawah tingkat pasar. Akhirnya apabila tidak ada modal yang disediakan terlebih dahulu assets yang ada digunakan terus dan tidak diganti, maka mengakibatkan perusahaan terancam tutup.
b. Business Failure
Business failure merupakan istilah yang digunakan oleh Dun dan Bradstresst, yang merupakan kumpulan dari kesalahan statistik.
Untuk menegaskan suatu bisnis dapat mengakhiri operasinya yang diakibatkan oleh kehilangan krediturnya.
c. Tecnical Insolvency
Tehnical insolvensy yaitu perusahaan yang secara teknik mengalami keadaan bangkrut apabila tidak dapat mengatasi kewajibannya yang jatuh tempo.
d. Insovency in Bankruputy
Insolvency in bankrupty adalah apabila buku dari total kewajiban melampaui nilai pasar wajar dari asset perusahaan.
Kondisi ini lebih serius dari technical insolvency, karena secara umum adalah tanda dari economic failure dan sering mengarah ke likuidasi bisnis dengan catatan bahwa perusahaan dengan insolvency in bankrupty tidak perlu dalam proses legal bankrupty.
e. Legal Bankrupty
Legal bankrupty adalah kriteria kebangkrutan sesuai dengan apa yang diatur menurut undang-undang federal.
3) Pihak – pihak yang Membutuhkan Informasi Financial Distress
Beberapa pihak yang membutuhkan informasi financial distress menurut (Hanafi & Halim, 2016 : 259) yaitu :
a. Pemberi Pinjaman
Informasi financial distress bisa bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberi pinjaman dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor pinjaman yang ada.
b. Investor
Investor menganut strategi aktif akan mengembangkan model kebangkrutan untuk melihat tanda – tanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.
c. Pihak Pemerintah
Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda financial distress dalam antitrust regulation.
d. Akuntan
Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu perusahaan.
e. Manajemen
Kondisi financial distress atau kemungkinan kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang cukup besar. Suatu penelitian menunjukkan biaya tersebut bisa mencapai 11 – 17 % dari nilai perusahaan. Salah satu contoh biaya langsung yang berkaitan dengan financial distress adalah biaya akuntan dan biaya penasihat hukum. Sedangkan contoh biaya tidak langsungnya adalah hilangnya kesempatan penjualan dan keuntungan karena beberapa hal seperti pembatasan yang mungkin diberlakukan pengadilan. Apabila manajemen bisa mendeteksi kondisi tersebut lebih awal, maka tindakan – tindakan penghematan bisa dilakukan, misal dengan melakukan merger atau restrukturisasi keuangan sehingga biaya kebangkrutan dapat dihindari.
4) Indikator dalam memprediksi financial distress
Prediksi terhadap financial distress suatu perusahaan menjadi hal yang sangat dibutuhkan oleh para stakeholders karena merupakan early
warning system atau sistem peringatan dini untuk mengenali gejala awal kondisi financial distress perusahaan. Sebelum akhirnya suatu perusahaan dinyatakan bangkrut, biasanya ditandai dengan berbagai situasi atau keadaan khusus yang berhubungan dengan efektifitas dan efiensi operasionalnya. Kebangkrutan yang terjadi sebenarnya dapat diprediksi dengan melihat beberapa indikator-indikator sebagai berikut (Hanafi & Halim, 2016 : 264) yaitu:
a. Analisis aliran kas untuk saat ini dan masa yang akan datang b. Analisis strategi perusahaan yaitu analisis yang memfokuskan
pada persaingan yang dihadapi oleh perusahaan c. Struktur biaya yang relatif terhadap pesaingnya d. Kualitas manajemen
e. Kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya 5) Alat Prediksi Financial Distress
Kemampuan dalam memprediksi kebangkrutan akan memberikan keuntungan banyak pihak, terutama kreditur dan investor. (Hilman Abrori, 2015) menyatakan bahwa model kesulitan keuangan perlu untuk dikembangkan karena dengan mengetahui keadaan kesulitan keuangan, perusahaan sejak dini diharapkan dapat melakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan. Dengan model ini dapat membantu calon investor dan juga kreditur untuk menanamkan modalnya agar tidak terjebak dalam kondisi kesulitan keuangan tersebut.
Menurut (Yuliana, 2018) ada beberapa model yang dikemukakan dalam memprediksi kebangkrutan, yaitu :
1. Model Altman
Model kebangkrutan ini dikembangkan oleh Edward Altman seorang professor of finance dari New York University School of Business pada akhir 1960-an ini di kenal dengan Altman Z-score.
Pada tahun 1968, Edward. I Altman memberikan formula yang berfungsi untuk memprediksi potensi kebangkrutan suatu perusahaan. Altman mempergunakan angka-angka di dalam laporan keuangan dan merepresentasikannya dalam sebuah angka, yaitu Z- Score yang dapat menjadi acuan untuk menentukan apakah suatu perusahaan berpotensi untuk bangrut atau tidak. Skor Z-Score (Altman) ini ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Metode Z-Score (Altman) adalah suatu alat yang memperhitungkan dan menggabungkan beberapa rasio- rasio keuangan tertentu dalam perusahaan dalam suatu persamaan diskriminan yang akan menghasilkan skor tertentu yang akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan (Shinta Rahma Diana, SE., 2014 : 92).
Metode Z-Score ini menggunakan berbagai rasio untuk menciptakan alat prediksi kesulitan keuangan. Karakteristik rasio tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinana kesulitan
keuangan masa depan. Kesulitan keuangan tersebut akan tergambar dari rasio-rasio yang telah diperhitungkan. Z-Score merupakan alat yang bermanfaat untuk menyaring, memantau dan mengarahkan pada area tertentu (K.R. Subramanyam, 2017 : 288).
Penggunaan model Altman sebagai salah satu pengukuran kinerja kebangkrutan tidak bersifat tetap atau stagnan melainkan berkembang dari waktu ke waktu, di mana pengujian dan penemuan model terus diperluas oleh Atman hingga penerapannya tidak hanya pada perusahaan manufaktur go public, tetapi telah mencakup perusahaan manufaktur non-publik, perusahaan non-manufaktur dan perusahaan obligasi korporasi. Berikut perkembangan model Altman (Shinta Rahma Diana, SE., 2014 : 94)
a. Model Altman pertama
Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam metode Z- Score (Altman), yang dikemukakan oleh (Darsono dan Ashari, 2015) yaitu:
WCTA (working capitl to toal asset atau modal kerja dibagi
total aset)
RETA (Retained Earning To Total Asset atau laba ditahan
dibagi total aset)
EBITTA (Earning Before Interest And Taxes To Total Assets atau laba sebelum pajak dan bunga dibagi total aset)
MVEBVL (Market Value Of Equity To Book Value Of Liability
atau nilai pasar sekuritas dibagi dengan nilai buku liabilitas)
STA (Sales To Toal Assets atau penjualan dibagi total aset)
Altman menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut. Z-Score (Altman) ditentukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan (Darsono dan Ashari, 2015). Formula ini merupakan versi yang pertama kali dikembangkan oleh Altman khusus untuk perusahaan manufaktur yang go public. Formula untuk mendapatkan Altman Z-Score untuk perusahaan manufaktur yang go public yaitu :
Z-Score = 1,2 (WCTA) + 1,4 (RETA) + 3,3 (EBITTA) + 0,6 (MVEBVL) + 1 (STA)
Atau dapat ditulis dengan formula berikut ini : Z-Score = 1,2x1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 0,999X5 Keterangan :
Z = Bankrupty Index
X1 = Working Capital / Total Assets X2 = Retained Earning / Total Assets
X3 = Earnings Before Interest And Taxes / Total Assets
X4 = Market Value Of Equity / Total Liablities X5 = Sales / Total Assets
Nilai Z adalah indeks keseluruhan fungsi multiple discriminan analysist. Menurut Altman, terdapat angka-angka cut off nilai Z yang dapat menjelaskan apakah perusahaan akan mengalami kegagalan atau tidak pada masa mendatang.
Altman membaginya ke dalam tiga (3) kategori, yakni :
1. Jika perusahaan yang mempunyai skor Z < 1,8 diklasifikasikan sebagai perusahaan potensial bangkrut.
2. Jika perusahaan yang mempunyai skor 1,81 sampai 2,99 disklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey area atau daerah kelabu (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan).
3. Jika perusahaan yang mempunyai skor Z 2,99 diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat
b. Model Altman Revisi
Model Altman pertama mengalami revisi, dimana hal ini merupakan penyesuaian yang dilakukan agar model prediksi kebangkrutan ini tidak hanya untuk perusahaan manufaktur yang go public melainkan juga dapat diaplikasikan untuk perusahaan-perusahaan yang belum go public. Model yang lama mengalami perubahan pada salah satu variabel yang digunakan. Perubahan terjadi pada rasio MVEBVL (market value of equity to book value of liabilty atau nilai pasar sekuritas dibagi dengan nilai buku liabilitas) menjadi BVEBVL
(book value of equity to book value of liability atau nilai buku modal dibagi dengan nilai buku liabilitas) yang digunakan untuk perusahaan manufaktur yang tidak go public. Hal ini dikarenakan perusahaan bentuk badan usaha ini tidak memiliki nilai pasar untuk ekuitasnya, sehingga kita tidak bisa menghitung market value of equity. Oleh karena itu dilakukan perbaikan formula sebagai berikut:
Z-Score = 0,717 (WCTA) + 0,847 (RETA) + 3,108 (EBITTA) + 0,42 (BVEBVL) + 0.998 (STA)
Atau dapat ditulis dengan formula berikut ini:
Z-Score = 0,717X1 + 0,847X2+ 3,108X4 + 0,42X5 + 0.998X6
Keterangan :
Z = Bankrupty Index
X1 = Working Capital / Total Assets X2 = Retained Earning / Total Assets
X3 = Earnings Before Interest And Taxes / Total Assets
X4 = Book Value Of Equity / Total Liablities X5 = Sales / Total Assets
Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bankrut didasarkan pada skor Z Model Altman yang diperoleh, yaitu :
1. Jika perusahaan yang mempunyai skor Z < 1,20 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang kebangkrutannya tinggi
2. Jika perusahaan yang mempunyai skor diantara 1,20 sampai 2,90 diklasifikasikan sebagai perusahan pada grey area atau daerah kelabu (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan) 3. Jika perusahaan yang mempunyai skor Z 2,90
diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat/kebangrutan rendah
c. Model Altman Modifikasi
Seiring dengan berjalannya waktu dan penyesuaian terhadap berbagai jenis perusahaan, Altman kemudian memodifikasi modelnya supaya dapat diterapkan pada semua perusahaan, seperti perusahaan manufaktur, non manufaktur dan perusahaan penerbit obligasi di negara berkembang.
Dalam model modifikasi ini, Altman mengeliminasi sales to total asset karena rasio ini sangat bervariatif pada industri dengan ukuran aset yang berbeda-beda. Berikut formula X- Score yang telah dimodifikasi :
Z-Score = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4 Keterangan :
Z = Bankrupty Index
X1 = Working Capital / Total Asset X2 = Retained Earning / Total Asset
X3 = Earnings Before Interst And Taxes / Total Asset X4 = Book Value Of Equity / Book Value Of Liability
Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada skor Z-Score model Altman modifikasi, yaitu : 1. Jika perusahaan yang mempunyai skor Z < 1,1 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang berpotensi akan mengalami kebangkrutan.
2. Jika perusahaan yang mempunyai skor diantara 1,1 sampai 2,60 diklasifikasikan sebagai perusahan pada grey area atau daerah kelabu (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan) 3. Jika perusahaan yang mempunyai skor Z 2,60
diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat.
2. Model Springate
Model ini dikembangkan tahun 1978 oleh Gorgon L.V.
Springate. Dengan mengikuti prosedur yang dikembangkan Altman, springate menggunakan step-wise multipe discriminate analysis untuk memilih empat dari 19 rasio keuangan yang pupuler sehingga dapat membedakan perusahaan yang berada dalam zona bangkrut atau zona aman.
Model Springate (1978) mendiskripsikan dengan rumus sebagai berikut :
S = 1,03A + 3,07B+0,66C + 0,4D Keterangan :
S = Bankrupty Index
A = Working Capital / Total Asset
B = Net Profit Before Interets And Taxes / Total Asset C = Net Profit Before Taxes / Current Liabilities D = Sales / Total Asset
Springate (1978) mengemukakakn nilai cutt off yang berlaku untuk model ini adalah 0,862. Model ini mempunyai standart di mana perusahaan yang mempunyai skor Z > 0,862 disklasifikasikan sebagai perusahaan sehat, sedangkan perusahaan yang mempunyai skor Z < 0,862 disklasifikasikan sebagai perusahaan berpotensi bangkrut.
3. Model Ohlson
Ohlson (1980) juga melakukan studi mengenai studi financial distress. Ohlson melakukan beberapa modifikasi dari beberapa penelitian terdahulu dalam studinya. Ohlson (1980) tidak menggunakan teknik matched-pair sampling. Layanan yang ia gunakan adalah Compustat. Ohlson menggunakan metode statistik bernama conditional logit. Ohlson berpendapat bahwa metode ini dapat menutupi kekurangan-kekurangan yang terdapat
di metode MDA yang digunakan Altman dan Springate. Model ini dibuat Ohlson memiliki 9 variabel yang terdiri dari beberapa rasio keuangan. Model tersebut ialah sebagai berikut :
O = -1,32 – 0,407LOGTAGNP + 6,03TLTA + 1,43WCTA – 0,0757CLCA – 2,37EQNEG – 1,83NITA + 0,285CFTOL – 1,72NNEG – 0,521DELTANI
Keterangan :
LOGTAGNP = Log (Total Asset / GNP Price Index) TLTA = Total Liabilities / Total Asset
WCTA = Working Capital / Total Asset CLCA = Current Liabilities / Current Asset
EQNEG = 1 jika total liabilities > total asset : 0 jika sebaliknya
NTA = Net Income / Total Asset
CFOLTL = Cash Flow From Operations / Total Liabilities NNEG = 1 jika net income negatif : 0 jika sebaliknya DELTANI = (Nit – Nit – 1 ) / (Nit + Nit + 1)
Ohlson (1980) menyatakan bahwa model ini memiliki cutt off optimal pada nilai 0,38. Hal ini menunjukkan perusahaan dengan nilai O diatas 0,38 berkemungkinan mengalami distress.
Sebaliknya, jika nilai O perusahaan dibawah 0,38 maka perusahaan diprediksi tidak mengalami distress.
4. Model Zmijewski
Zmijewski (1984) menggunakan teknik random sampling dalam penelitiannya. Metode statistik yang digunakan Zmijewski (1984) sama dengan yang digunakan Ohlson (1980) yaitu regresi logit. Dengan menggunakan metode tersebut, maka Zmijewski (1984) mengahsilkan model sebagai berikut:
X = 04,803 – 3,599 ROA + 5,406 Leverage – 1 Liquidity Keterangan
ROA = net income / total asset Leverage = Total Debt / Total Asset
Liquidity = Current Assets / Current Liablities
Zmijewski (1984) menyatakan bahwa perusahaan dianggap distress jika profitabilitasnya lebih besar dari 0,5. Dan nilai cutt off yang berlaku dalam model ini adalah 0. Hal ini berarti perusahaan dengan nilai X lebih besar atau sama dengan 0 diprediksi akan mengalami financial distress. Sebaliknya, perusahaan yang mimiliki nilai X lebih kecil dari 0 diprediksi tidak akan mengalami distress.
3. Struktur Modal
Dalam keuangan modern dikenal istilah keputusan struktur modal atau keputusan pendanaan. Struktur modal merupakan suatu bauran (proporsi) pembiayaan jangka panjang permanen perusahaan yang dapat diwakili oleh utang, saham preferen dan ekuitas saham biasa (Van Horne
dan Wachowicz, 2013 : 176). Stuktur modal berkaitan dengan pembelanjaan jangka panjang suatu perusahaan yang di ukur dengan perbandingan utang jangka panjang dengan modal sendiri (Sudana, 2015 : 164). Langkah awal yang sebaiknya dilakukan suatu perusahaan adalah menganalisis beberapa faktor, kemudian menetapkan struktur modal yang ditargetkan. Target ini dapat berubah sewaktu-waktu sesuai kondisi tetapi manajemen setiap saat harus memiliki gambaran target struktur modal yang spesifik. Keputusan dalam menetukan stuktur modal sangat penting untuk dipahami karena berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam memilih jenis sumber dana, baik yang diperoleh dari dalam perusahaan (berupa laba di tahan) maupun dari luar perusahaan yang bersifat uncontrollable, menentukan jumlah dana setiap sumber dana tersebut atau mengantisipasi konsekuensinya pada tingkat biaya modal yang ditanggung perusahaan dan memperhatikan pengaruhnya terhadap nilai perusahaan yang maksimal (Najmudin, 2013 : 294).
1) Teori Struktur Modal
Teori stuktur modal menurut (Harmono, 2016:137), mengatakan bahwa teori struktur modal berhubungan dengan bagaimana modal dialokasikan dalam aktivitas investasi aktiva riil perusahaan, dengan cara menentukan struktur modal antara modal utang dan modal sendiiri.
a. Pendekatan Modigliani dan Miller tahun 1958
Teori stuktur modal mulai dikenal ketika Franco Modigliani dan Marton Miller (MM) menerbitkan apa yang disebut sebagai salah satu artikel keuangan paling berpengaruh yang pernah ditulis. MM membuktikan dengan sekumpulan asumsi yang sangat membatasi bahwa nilai sebuah perusahaan tidak berpengaruh oleh struktur modal.
Dengan kata lain hasil yang diperoleh MM menunjukkan bahwa bagaimana cara sebuah perusahaan akan mendanai operasionalnya tidak berarti apa-apa, sehingga struktur modal adalah sesuatu hal yang tidak relevan.
b. Teori Trade-Off
Teori ini membahas hubungan antara struktur modal dengan nilai perusahaan. Dalam kenyataannya, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan utang sebanyak-banyaknya. Model trade-off mengasumsi bahwa struktur modal perusahaan merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan utang dengan biaya yang akan timbul sebagai akaibat penggunaan utang tersebut. Pada intinya teori trade-off menunjukkan bahwa nilai perusahaan dengan utang akan meningkat dengan meningkatnya pula tingkat utang.
c. Pecking Order Theory
Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal melainkan berusaha menjelaskan urutan- urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat utang yang optimal, melainkan kebutuhan investasi. Pecking order theory dapat menjelaskan kenapa perusahaan mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi dengan tingkat utang yang lebih kecil. Tingkat keuntungan yang tinggi menjadi dana internal cukup untuk memenuhi kebutuhan investasi.
2) Faktor – faktor yang mempengaruhi Stuktur Modal
Kebijakan struktur modal melibatkan perimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian. Semakin tinggi risiko maka harga saham akan cenderung mengalami penurunan, tetapi meningkatnya tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Karena itu, struktur modal yang optimal harus berada pada keseimbangan antara risiko dan pengembalian yang memaksimumkan harga saham.
Menurut (Najmudin, 2013) ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keputusan struktur modal, yaaitu :
a. Risiko bisnis yang dimiliki perusahaan adalah tingkat risiko yang melekat pada operasi perusahaan apabila mengunakan hutang. Semakin tinggi risiko bisnis suatu perusahaan,
semakin rendah rasio hutangnya. Perusahaan dengan risiko bisnis atau volatilitas aset yang tinggi mempunyai rasio hutang yang rendah.
b. Flekbilitas keuangan, adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh modal dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan dalam kondisi-kondisi yang buruk sekalipun.
c. Tarif pajak, yaitu semakin tinggi tarif pajak, maka semakin terdorong untuk menggunakan hutang. Hal ini disebabkan bunga hutang yang merupakan biaya da[at mengurangi penghasilan (EBIT) sehingga akan sangat besar artinya bagi perusahaan yang memiliki tarif pajak yang tinggi.
d. Sikap manajemen, yaitu semakin agresif sikap seorang manajer maka akan semakin terdorong untuk menggunakan hutang dalam upaya untuk meraih laba.
e. Stabilitas penjualan, yaitu perusahaan yang memiliki penjualan yang stabil akan dapat dengan aman melakukan hutang dan mengeluarkan biaya tetap yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
f. Struktur aset, yaitu perusahaan yang asetnya dapat dijadikan jaminan untuk hutang mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk menggunakan modal hutang. Leverage semakin meningkat karena meningkatnya aset berwujud atau rasio aktiva tetap terhadap total aset.
g. Profitabilitas, yaitu perusahaan dengan return on investment (ROI) yang tinggi biasanya menggunakan relatif sedikit hutang.
h. Ukuran perusahaan, yaitu perusahaan yang berskala besar pada umumnya lebih mudah memperoleh hutang dibandingkan dari perusahaan kecil karena terkait dengan tingkat kepercayaan kreditur pada perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan besar lebih terdiversifikasi dan lebih tahan terhadap risiko kebangkrutan. Rasio leverage berhubungan positif dengan ukuran perusahaan. Perusahaan besar mempunyai rasio leverage yang tinggi, sedangkan perusahaan yang sedang tumbuh mempunyai rasio leverage yang rendah.
3) Pengukuran Struktur Modal
Menurut James C. Van Horne dan John M. Wachowicz, (2017) bahwa struktur modal dapat diukur untuk melihat besarnya struktur modal adalah dengan rasio yaitu :
a. Debt to Total Asset
Debt to Total Asset Ratio (DAR) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur penggunaan hutang terhadap total aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan untuk investasi pada aktiva guna menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Menurut Kasmir, ( 2017 : 156) untuk mencari DAR dapat digunakan perbandingan antara total
utang dengan total ekuitas dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
b. Debt to Equity Ratio
Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur penggunaan hutang terhadap total equity yang dimiliki perusahaan. Menurut Kasmir, ( 2017 : 157) untuk mencari DER dapat digunakan perbandingan antara total utang dengan total ekuitas dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
4. Harga Saham
Nilai Pasar saham adalah harga saham yang terbentuk atau tercipta di bursa pada waktu tertentu oleh para peserta pasar, dengan kata lain nilai pasar saham adalah harga pasar (Ekananda, 2019:306).
Harga saham adalah harga pasar yang tercatat setiap hari pada waktu penutupan (closing price) dari suatu saham (Marisa et al., 2020).
Menurut Darmadji & Fakhruddin, (2015 : 5) mengatakan bahwa harga saham merupakan harga yang terjadi di bursa pada waktu tertentu.
Pergerakkan harga saham di bursa dapat berubah dalam hitungan waktu yang sangat cepat seperti berubah per jam, per menit, ataupun per detik.
Harga saham adalah harga suatu saham yang terjadi di pasar bursa
pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham di pasar modal (Hartono, 2015 : 95).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa harga saham adalah harga yang terbentuk di pasar modal yang disebabkan oleh kekuatan permintaan dan penawaran dan biasanya merupakan harga penutupan.
1. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham
Harga saham di bursa sangat ditentukan oleh kekuatan permintaan (demand) dan penawaran (supply) atau kekuatan penjual dan pembeli pada saat jam bursa beropersi di suatu negara.
Semakin banyak investor yang membeli saham suatu perusahaan maka semakin tinggi harga saham perusahaan tersebut. Demikian juga sebaliknya, semakin banyak investor yang menjual saham suatu perusahaan maka akan berdampak turun terhadap harga saham perusahaan tersebut (Sujatmiko, 2019).
Menurut Fahmi, (2015 : 89) terdapat beberapa faktor – faktor yang menyebabkan harga saham di pasar mengalami fluktuasi yaitu:
a. Kondisi mikro dan makro ekonomi.
b. Kebijakan perusahaan dalam memutuskan untuk ekspansi.
c. Pergantian direksi secara tiba-tiba.
d. Adanya direksi atau pihak komisaris yang terlibat tindak pidana dan kasusnya sudah masuk ke pengadilan.
e. Kinerja perusahaan yang terus mengalami penurunan dalam setiap waktunya.
f. Risiko sistematis, yaitu suatu bentuk risiko yang terjadi secara menyeluruh dan telah menyebabkan perusahaan ikut terlibat.
g. Efek dari psikologi pasar yang ternyata mampu menekan kondisi teknikal jual beli saham.
2. Jenis-jenis Harga Saham
Adapun jenis-jenis harga saham menurut (Widoatmodjo, 2012:126) adalah sebagai berikut :
a. Harga nominal, harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya harga nominal memberikan arti penting saham karena dividen minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal.
b. Harga perdana, yaitu harga pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek. Harga perdana merupakan harga jual dari perjanjian emisi kepada investor. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwrite) dan emiten.
c. Harga pasar, yaitu harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatat di bursa. Harga ini biasanya setiap hari diumumkan di surat kabar atau media lain.
d. Harga pembukaan, harga yang diminta oleh penjual atau pembeli pada saat jam bursa di buka.
e. Harga penutupan, yaitu harga yang diminta oleh penjual atau pembeli pada saat akhir hari bursa.
f. Harga tertinggi, adalah harga yang paling tinggi yang terjadi pada hari bursa.
g. Harga terendah, meruapakan harga yang paling rendah yang terjadi pada hari bursa.
h. Harga rata-rata, yaitu perataan dari harga tertinggi dan terendah.
3. Penilaian Harga Saham
Menurut (Sulistio, 2020) terdapat dua model teknik analisis penilaian harga saham,yaitu:
a. Analisis Fundamental
Analisis fundamental bertolak dari anggapan dasar bahwa setiap investor adalah makhluk rasional. Keputusan investasi saham dari seseorang investor yang rasional didahulukan oleh suatu proses analisis terhadap variabel yang secara fundamental diperkirakanakan mempengaruhi harga atau efek. Alasan dasarnya jelas yaitu nilai saham mewakili nilai perusahaan, tidak hanya itu instrinsik pada suatu saat, tetapi juga kemampuan perusahaan dalam meningkatkan nilainnya untuk jangka panjang.
Informasi-informasi fundamental dari perusahaan diantaranya adalah :
a. Kemampuan manajemen perusahaan
b. Prospek perusahaan c. Prospek pemasaran d. Perkembangan teknologi
e. Kemampuan menghasilkan keuntungan f. Manfaat terhadap perekonomian nasional g. Kebijakan pemerintah
h. Hak-hak yang diterima investor b. Analisis teknikal
Analisis teknikal adalah pendekatan penilaian harga saham yang ada. Analisis teknikal merupakan upaya untuk mengestimasi harga saham dengan cara memahami arah pergerakan atau arah perubahan harga saham di masa lalu, indeks harga saham gabungan dan sektoral, volume perdagangan dan faktor-faktor teknis lainnya seperti kepemilikan saham oleh pihak asing (Ekananda, 2019). Analisis ini dimulai dengan cara memperhatikan perubahan saham itu sendiri dari waktu ke waktu. Analisis teknikal menyatakan bahwa investor adalah makhluk yang irasional. Suatu individu yang bergabung kedalam suatu masa, bukan hanya sekedar kehilangan rasionalitasnya, tetapi juga sering kali melebur identitas pribadi kedalam identitas kolektif. Harga saham sebagai komoditas perdagangan dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran yang merupakan manifestasi dan kondisi psikologis investor. Dengan
demikian, asumsi dasar yang berlaku dalam analisis ini menurut (Halim, 2015) adalah:
a. Harga pasar saham ditentukan oleh interaksi penawaran dan permintaan.
b. Penawaran dan permintaan itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang rasional maupun irasional.
c. Perubahan harga saham cenderung bergerak mengikuti kecenderungan (trend) tertentu.
d. Kecenderungan tersebut dapat berubah karena bergesernya penawaran dan permintaan.
e. Pergeseran penawaran dan permintaan dapat dideteksi dengan mempelajari diagram dari perilaku pasar.
f. Pola-pola tertentu yang terjadi pada masa lalu akan terulang kembali pada masa mendatang.
B. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan Financial Distress Dengan Harga Saham
Menurut (Fitriyani, 2016) financial distress merupakan kondisi dimana perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis dengan kata lain financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Potensi kebangkrutan perusahaan merupakan informasi yang akan mempengaruhi perilaku investor di bursa efek. Perusahaan yang berpotensi mengalami kebangkrutan dapat memberikan pengaruh terhadap harga saham.
Financial distress dapat dilihat dengan berbagai cara, salah satunya yaitu
kinerja keuangan suatu perusahaan. Semakin buruknya kinerja keuangan suatu perusahaan akan direspon kurang baik sehingga mempengaruhi turunnya harga saham.
2. Hubungan Struktur Modal Terhadap Harga Saham
Struktur modal merupakan proporsi pendanaan eksternal perusahaan yang berupa utang dan modal. Sebuah perusahaan harus berhati-hati dalam menentukan struktur modalnya. Perusahaan yang struktur modalnya menggunakan lebih banyak utang memiliki tingkat risiko perusahaan yang relative tinggi. Menurut Hasan et al (2021) Proporsi penggunaan utang dapat meningkatkan nilai perusahaan (harga saham) pada tingkat tertentu. Akan tetapi setelah melewati batas optimal, penggunaan utang dapat menurunkan nilai perusahaan (harga saham).
C. Tinjauan Empiris
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama
Peneliti dan Tahun Penelitian
Judul Penelitian
Variabel Alat Analisis
Hasil Penelitian
1 Jessy Safitri Sitorus, Funny, Cindy Marcella,Ev
Pengaruh CR (Current Ratio), DER (Debt to Equity
Variabel Independen :CR
(Current Ratio), DER (Debt to Equity
Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi
Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa
1. Current ratio berpengaruh negatif
elyn, Jeanny Gunawan 2020
Ratio), EPS (Earning Per Share) dan Financial Distress (Altman Score) Terhadap Harga Saham Pada Perusaha an Sektor Industri Dasar dan Kimia Yang Terdaftar Di BEI
Ratio), EPS (Earning Per Share) dan
Financial Distress (Altman Score)
Variabel Dependen : Harga Saham
linier berganda dengan alat bantu SPSS 21
signifikan terhadap harga saham,
2. debt to equity ratio tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham,
3. Earning per share dan financial
distress
(altman score) berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham pada perusahaan sektor industri dasar dan kimia.
2 Bintang Indrawan 2020
Analisis Financial Distress Dan
Variabel Independen : Financial Distress
Metode yang digunakan adalah
Hasil analisis menunjukan bahwa
1. Rasio laba
Pengaruh nya Terhadap Harga Saham Perusaha an Ritel Di Indonesia Periode 2014-2017
Variabel Dependen : Harga Saham
Analisis Regresi Data Panel
ditahan
terhadap total aset, rasio pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total aset,rasio nilai pasar ekuitas terhadap total hutang,dan rasio penjualan terhadap total aset memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.
2. Rasio modal kerja bersih terhadap total aset tidak memiliki
pengaruh terhadap harga saham
perusahaan ritel.
3. Pengaruh
financial
distress yang diukur melalui Z-score tidak memiliki
pengaruh terhadap harga saham
perusahaan ritel.
3 Jelie D.
Wehantou, Parengkua n Tommy, Jeffry L.A Tampenaw as
2017
Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusaha an, Dan Profitabilit as
Terhadap Harga Saham Pada Perusaha an Industri Sektor Makanan Dan Minuman Yang Terdaftar
Variabel Independen :
Struktur Modal, Ukuran Perusahaan
, Dan
Profitabilitas
Variabel Dependen : Harga Saham
Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan menggunak an program SPSS
Hasil dari penelitian ini yaitu varibel Struktur modal, ukuran
perusahaan dan
proitabilitas secara
simultan atau bersama-sama memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap harga saham pada perusahaan industri
makanan dan minuman di
Di BEI Periode 2012-2015
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2012 – 2015
4 Lilie, Michael, Triska Pramitha, Michelle Angela, Angelica Tiffany, Teng Sauh Hwee
2019
Pengaruh Earning Per Share, Current Ratio, Struktur Modal, Return On Equity Terhadap Harga Saham Pada Perusaha an
Consumer Goods Yang Terdaftar Di BEI
Variabel Independen :
Earning Per Share (X1), Current Ratio (X2),Struktu r modal (X3), Return on Equity (X4
Variabel Dependen : Harga Saham (Y)
Penelitian ini
dilakukan dengan uji asumsi klasik dengan model penelitian regresi linier berganda
Hasil dari penelitian ini adalah variabel Earning Per Share (X1), Current Ratio (X2),Struktur modal (X3), Return on Equity (X4) berpengaruh dan signifikan terhadap Harga Saham Pada
perusahaan consumer goods yang terdaftar di BEI Periode 2013- 2017
5 Nuryanti Oktaviani dan
Analisis Financial Distress Dan
Variabel Independen : Financial
Penelitian ini
menggunak an
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa bahwa
Purwanto 2020
Pengaruh nya Terhadap Harga Saham
Distress
Variabel Depennden : Harga Saham
pendekatan kuantitatif dan purposive sampling, sementara Z-score digunakan sebagai indikator financial distress dan uji lainnya dengan teknik analisis regresi linier sederhana dan
berganda
nilai Z-Score berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham,
sedangkan secara parsial menunjukkan rasio Working Capital to Total Assets dan Sales to Total Assets
memiliki pengaruh negatif
terhadap harga saham, rasio Earning Before interst and Taxes to Total Assets dan market Value of Equity to Book Value of Liabiities berpengaruh posisitf
terhadap harga saham dan
rasio Retained Earning to Total Assets tidak
berpengaruh terhadap harga saham.
6 Ova Novi Irama, 2018
Pengaruh Potensi Kebangkr utan Terhadap Harga Saham Pada Perusaha an
Manufaktu r Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.
Variable Independen : Potensi Kebangkrut an (X)
Variable Dependen:
Harga Saham (Y).
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier sederhana dengan menggunak an bantuan program komputer SPSS
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa
pengaruh potensi kebangkrutan Altman Z- Score terhadap Harga saham menunjukkan pengaruh positif yang signifikan.
7 Muhammad Fatih
Musyafak dan Astri Fitria
Pengaruh Financial Distress Terhadap harga Saham
Variabel independen : Financial Distress
Penelitian ini
menggunak an metode pendekatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa financial
distress tidak mempengaruhi
2017
Yang Dimodera si Struktur Modal
Varibale Dependen : Harga Saham
Variabel Kontrol : Stuktur Modal
kuantitatif. stuktur modal, financial
distress dan struktur modal secara parsial tidak
berpengaruh terhadap harga saham juga hasil ujiannya menunjukkan bahwa financial distress berpengaruh terhadap harga saham
dimoderasi struktur modal.
8 Sellytyanen gsih E Churcill dan Kenny Ardillah
2019
Pengaruh Sturktur Modal, Profitabilit as, Dan Struktur Aktiva terhadap Harga Saham
Variabel Independen :
Struktur Modal, Profitabilitas dan Struktur Aktiva
Variabel Dependen :
Analisis data dilakukan dengan menggunak an analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
1. Struktur modal tidak berpengaruh terhadap harga saham.
2. Profitabilitas berpengaruh positif terhadap