• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian

1. Hasil Analisis Deskriptif

Berdasarkan hasil uji metode analisis Altman Z-Score untuk mengidentifikasi perusahaan yang mengalami financial distress, diperoleh hasil dalam tabel berikut :

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2016

Nama Perusahaan

Tahun 2016

Keterangan

X1 X2 X3 X4 Z

Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG)

1,076 1,905 0,425 1,983 5,389 Safe zone

Prima Alloy Stell Universal Tbk (PRAS)

0,02 0,088 0,017 0,805 0,93 Distress Zone

Asia Pacific Investama

(MTYX)

-1,655 -1,627 -0,146 0,118 -3,31 Distress Zone

Kedaung

oleh perusahaan KICI yaitu sebesar 5,389 dan nilai Z-Score terendah pada tahun 2016 dimiliki oleh perusahaan MYTX yaitu sebesar -3,31.

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2017

Nama Perusahaan

Tahun 2017 Keterangan

X1 X2 X3 X4 Z

Yanaprima Hastapersada

Tbk (YPAS)

-0,376 0,506 -0,33 0,756 0,556 Distress Zone Beontoel

Internasional Invesma Tbk

(RMBA)

1,996 -1,459 -0,191 1,816 2,162 Grey Zone

Sumber data : Penulis, diolah, 2022

Pada Tahun 2017 dari 8 perusahaan terdapat 2 perusahaan yang termasuk dalam kondisi safe zone yaitu perusahaan AMFG dan KICI sedangkan 1 perusahaan berada pada kondisi grey zone yaitu RMBA. Pada tahun ini terdapat 5 perusahaan yang berada pada kondisi distress zone yaitu PRAS, MYTX, SSTM, SMCB dan YPAS.

Nilai Z-Score tertinggi pada tahun 2017 masih dimiliki oleh perusahaan KICI yaitu sebesar 6,215 dan nilai Z-Score terendah pada tahun 2016 juga masih dimiliki oleh perusahaan MYTX yaitu sebesar -3,31.

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2018

Nama Perusahaan

Tahun 2018 Keterangan

X1 X2 X3 X4 Z

Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG)

0,373 1,243 0,009 0,781 2,406 Grey Area

Prima Alloy

Sumber data : Penulis, diolah, 2022

Pada Tahun 2018 dari 8 sampel perusahaan hanya terdapat 1 perusahaan yang termasuk dalam kondisi safe zone yaitu perusahaan KICI sedangkan terdapat 3 perusahaan berada pada

kondisi grey zone yaitu AMFG, SSTM dan RMBA. Pada tahun ini terdapat 4 perusahaan yang berada pada kondisi distress zone yaitu PRAS, MYTX, SMCB dan YPAS. Nilai Z-Score tertinggi pada tahun 2018 masih dimiliki oleh perusahaan KICI yaitu sebesar 4,701 dan nilai Z-Score terendah pada tahun 2018 juga masih dimiliki oleh perusahaan MYTX yaitu sebesar -4,362.

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score Pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2019

Nama

Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB)

0,081 0,124 0,428 0,583 1,216 Grey Zone

Yanaprima Hastapersada

Tbk (YPAS)

1,228 0,31 0,07 0,812 2,42 Grey Zone

Beontoel Internasional Invesma Tbk

(RMBA)

2,112 -1,309 0,012 1,026 1,841 Grey Zone

Sumber data : Penulis, diolah, 2022

Pada Tahun 2019 dari 8 sampel perusahaan hanya terdapat 1 perusahaan yang termasuk dalam kondisi safe zone yaitu perusahaan KICI sedangkan terdapat 5 perusahaan berada pada kondisi grey zone yaitu AMFG, SSTM, SMCB, YPAS dan RMBA.

Pada tahun ini hanya 2 perusahaan yang berada pada kondisi distress zone yaitu PRAS dan MYTX. Nilai Z-Score tertinggi pada tahun 2018 masih dimiliki oleh perusahaan KICI yaitu sebesar 4,765 dan nilai Z-Score terendah pada tahun 2018 juga masih dimiliki oleh perusahaan MYTX yaitu sebesar -4,477.

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score pada

Beontoel

Sumber data : Penulis, diolah, 2022

Pada Tahun 2020 dari 8 sampel perusahaan hanya terdapat 2 perusahaan yang termasuk dalam kondisi safe zone yaitu perusahaan KICI dan YPAS sedangkan terdapat 2 perusahaan berada pada kondisi grey zone yaitu PRAS dan SMCB. Pada tahun ini terdapat 4 perusahaan yang berada pada kondisi distress zone yaitu AMFG, MTYX, SSTM dan RMBA. Nilai Z-Score tertinggi pada tahun 2018 masih dimiliki oleh perusahaan KICI yaitu sebesar 4,419 dan nilai Z-Score terendah pada tahun 2018 juga masih dimiliki oleh perusahaan MYTX yaitu sebesar -4,529.

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2021

Asia Pacific

Sumber data : Penulis, diolah, 2022

Pada Tahun 2021 dari 8 sampel perusahaan terdapat 3 perusahaan yang termasuk dalam kondisi safe zone yaitu perusahaan KICI, SSTM dan YPAS sedangkan terdapat 3 perusahaan berada pada kondisi grey zone yaitu AMFG, PRAS dan SMCB. Pada tahun ini hanya 2 perusahaan yang berada pada kondisi distress zone yaitu MTYX dan RMBA. Nilai Z-Score tertinggi

pada tahun 2018 masih dimiliki oleh perusahaan KICI yaitu sebesar 4,419 dan nilai Z-Score terendah pada tahun 2018 juga masih dimiliki oleh perusahaan MYTX yaitu sebesar -4,529.

Hasil analisis tingkat financial distress dengan Altman Z-Score pada 8 sampel perusahaan di BEI terlihat mengalami fluktuasi dan bahkan cenderung mengalami tren yang menurun. Pada setiap tahun perusahaan memiliki nilai Z-Score yang berbeda-beda akibat dari perubahan nilai rasio keuangan.

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score Pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2016 - 2021

Nama Perusahaan

Tahun

2016 2017 2018 2019 2020 2021 Asahimas Flat

Glass Tbk (AMFG)

5,389 4,139 2,406 1,718 0,872 2,499

Prima Alloy Stell Universal Tbk

(PRAS)

0,93 0,804 0,194 -0,949 1,568 1,257

Asia Pacific Investama

(MTYX)

-3,31 -3,147 -4,362 -4,477 -4,529 -4,886

Kedaung Indah Can Tbk (KICI)

5,432 6,215 4,701 4,765 4,419 6,455

Sunson Textile Manufacture

Tbk (SSTM)

0,286 0,818 1,705 0,595 0,291 3,111

Solusi Bangun Indonesia Tbk

(SMCB)

0,161 0,059 -1,883 1,216 1,374 2,312

Yanaprima Hastapersada

Tbk (YPAS)

1,11 0,556 0,736 2,420 3,249 2,633

Beontoel Internasional Invesma Tbk

(RMBA)

2,822 2,162 1,255 1,841 -0,657 0,024

Sumber data : Penulis, diolah, 2022

Dari hasil tabel yang telah disajikan di atas, dapat dijelaskan berdasarkan interpretasi dari koefisien Z-Score dari masing-masing perusahaan sebagai berikut ini:

a. Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG)

Gambar 4.1 Koefisien Z-Score AMFG

Sumber : Data Diolah, 2022

2016 2017 2018 2019 2020 2021 Series 1 5,39 4,139 2,406 1,718 0,873 2,449

0 5

10 A MFG

Perusahaan ini mengalami penurunan nilai Z-Score dari tahun 2016 hingga tahun 2020 dan kembali meningkat pada tahun 2021. Pada tahun 2016 dan 2017 perusahaan berada pada safe zone, sedangkan pada tahun 2018 dan 2019 perusahaan berada pada grey area, namun pada tahun 2020 perusahaaan berada pada distress zone, hal tersebut disebabkan karena perusahaan mengalami peningkatan kerugian dibandingkan tahun sebelumnya yang menyebabkan rasio working capital dan earning before interest and taxes to total assets bernilai negative. Tetapi perusahaan kembali mengalami peningkatan nilai Z-Score pada tahun 2021 dan perusahaan berada pada grey zone, hal tersebut dikarenakan adanya peningkatan pada nilai working capital dan earning before interest and taxes to total assets.

b. Prima Alloy Stell Universal Tbk (PRAS)

Gambar 4.2 Koefisien Z-Score PRAS

Sumber : Data Diolah, 2022

Perusahaan ini mengalami penurunan nilai Z-Score dari tahun 2016 hingga tahun 2019 dan kembali meningkat pada tahun 2020 dan kembali

2016 2017 2018 2019 2020 2021

Series 1 0,93 0,804 0,194 -0,946 1,568 1,257 -2

-1 0 1 2

PRAS

menurun pada tahun 2021. Pada tahun 2016 hingga 2019 perusahaan berada pada distress zone, hal ini dikarenakan pada tahun 2017 hingga 2019 nilai working capital to asset bernilai negatif sedangkan pada tahun 2020 perusahaan mengalami peningkatan nilai Z-Score dan perusahaan berada pada grey zona. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan pada rasio working capital to total asset dan rasio earnings before interst and taxes to total asset. Namun pada tahun 2021 perusahaan kembali mengalami penurunan nilai Z-Score dan tetap berada pada grey zone karena adanya menurunan nilai rasio pada rasio working capital to asset dan market value of equity to book value of total liabilities.

c. Asia Pacific Investama (MTYX)

Gambar 4.3 Koefisien Z-Score MYTX

Sumber : Data Diolah, 2022

Perusahaan ini setiap tahunnya berada pada distress zone. Pada tahun 2016 ke tahun 2017 nilai Z-Score mengalami peningkatan tetapi kondisi perusahaan masih pada distress zone, kemudian pada tahun 2018 hingga tahun 2021 nilai Z-Score mengalami penurunan. Hal ini

2016 2017 2018 2019 2020 2021 Series 1 -3,309 -3,146 -4,361 -4,477 -4,529 -4,886

-6 -4 -2 0

MTYX

disebabkan sangat rendahnya perusahaan untuk menghasilkan laba dan laba ditahan dari total aktiva perusahaan dan kecillnya asset lancar perusahaan, sedangkan memiliki total utang yang cukup besar.

d. Kedaung Indah Can Tbk (KICI)

Gambar 4.4 Koefisien Z-Score KICI

Sumber : Data Diolah, 2022

Perusahaan ini memiliki nilai Z-Score yang berfluktuasi setiap tahunnya dan selalu berada pada kondisi safe zone. Nilai Z-Score.pada tahun 2016 hingga 2017 mengalami peningkatan hal ini dikarenakan penjualan yang meningkat sehingga menyebabkan rasio earning before intrest and tax to asset mengalami kenaikan. Namun pada tahun 2018 nilai Z-Score mengalami penurunan, hal ini dikarenakan perusahaan mengalami kerugian yang menyebabkan rasio earning before intrest and tax to assets memiliki nilai negative tetapi perusahaan tetap berada pada kondisi safe zone. Pada tahun 2019 nilai Z-Score kembali mengalami kenaikan karena penjualan yang meningkat, akan tetapi perusahaan kembali mengalami penurunan nilai Z-Score pada tahun 2020 dikarenakan rendahnya penjualan dan penggunaan utang yang besar.

2016 2017 2018 2019 2020 2021 Series 1 5,431 6,215 4,702 4,765 4,42 6,455

0 5 10

KICI

Namun pada tahun 2021 nilai Z-Score kembali meningkat, hal ini disebabkan karena meningkatnnya rasio earning before intrest and tax to assets dan penggunaan utang yang kecil.

e. Sunson Textile Manufacture Tbk (SSTM)

Gambar 4.5 Koefisien Z-Score SSTM

Sumber : Data Diolah, 2022

Perusahaan ini mengalami peningkatan nilai Z-Score dari tahun 2016 hingga tahun 2018 dan kembali menurun pada tahun 2019 hingga 2020 dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2021. Pada tahun 2016 hingga 2017 perusahaan berada pada distress zone namun berhasil meningkatkan kinerja keuangannya sehingga menagalami peningkatan nilai Z-Score pada tahun 2018 dan kondisi perusahaan berada pada kondisi grey area, hal ini disebabkan karena meningkatnya nilai earning before intrest and tax to assets. Namun pada tahun 2019 hingga 2020 nilai Z-Score kembali menurun dari kondisi grey area ke kondisi distress area dikarenakan perusahaan mengalami kerugian dan nilai rasio earning before intrest and tax to assets kembali mengalami nilai yang negative.

Akan tetapi pada tahun 2021 perusahaan mampu berada pada kondisi

2016 2017 2018 2019 2020 2021

Series 1 0,286 0,819 1,706 0,595 0,291 3,11 0

2 4

SSTM

safe area, hal ini dikarenakan rasio earning before intrest and tax to assets kembali meningkat dan tidak bernilai negative.

f. Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB)

Gambar 4.6 Koefisien Z-Score SMCB

Sumber : Data Diolah, 2022

Perusahaan ini mengalami penurunan nilai Z-Score dari tahun 2016 hingga tahun 2018 dan mengalami peningkatan pada tahun 2019 hingga 2021. Pada tahun 2016 hingga 2018 perusahaan berada pada distress zone hal ini disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian dan nilai rasio working capital to total assets memiliki nilai yang negative.

Namun nilai Z-Score perusahaan mengalami peningkatan dari tahun 2019 hingga tahun 2021 dan perusahaan mampu berada pada kondisi grey area, hal ini dikarenakan nilai rasio working capital to total assets yang mengalami peningkatan dan penggunaan utang yang kecil.

2016 2017 2018 2019 2020 2021 Series 1 0,161 0,059 -2,145 1,215 1,373 2,317

-4 -2 0 2 4

SMCB

g. Yanaprima Hastapersada Tbk (YPAS)

Gambar 4.7 Koefisien Z-Score YPAS

Sumber : Data Diolah, 2022

Perusahaan ini mengalami penurunan nilai Z-Score yang berfluktuasi, dilihat dari tahun 2016 hingga tahun 2017 nilai Z-Score perusahaan mengalami penurunan, lalu pada tahun 2018 hingga tahun 2020 nilai Z-Score perusahaan mengalami peningkatan tetapi pada tahun 2021 nilai Z-Score perusahaan kembali menurun. Pada tahun 2016 perusahaan berada pada kondisi grey area lalu kondisi perusahaan menurun pada tahun 2017 ke kondisi distress zone, hal ini disebabkan karena besarnya nilai utang lancar dibanding asset lancar sehingga membuat working capital perusahaan bernilai negative. Kemudian nilai Z-Score pada tahun 2018 hingga 2020 mengalami kenaikan dan perusahaan berhasil memperbaiki kondisi perusahaan dari distress zone ke kondisi safe zone, hal ini disebabkan karena meningkatnya nilai rasio working capital to total asset. Namun pada tahun 2021 nilai Z-Score mengalami penurunan tetapi kondisi perusahaan masih pada kondisi safe zone, hal ini

2016 2017 2018 2019 2020 2021 Series 1 1,11 0,556 0,736 2,42 3,249 2,633

0 2 4

YPA S

disebabkan adanya menurunan nilai rasio working capital yang dimiliki perusahaan.

h. Beontoel Internasional Invesma Tbk (RMBA)

Gambar 4.8 Koefisien Z-Score RMBA

Sumber : Data Diolah, 2022

Perusahaan ini mengalami penurunan nilai Z-Score yang berfluktuasi.

pada tahun 2016 hingga tahun 2017 nilai Z-Score perusahaan mengalami penurunan, kemudian pada tahun 2018 hingga 2019 nilai Z-Score mengalami peningkatan tetapi nilai Z-Z-Score kembali mengalami penurunan pada tahun 2020 lalu nilai Z-Score pada tahun 2021 kembali mengalami peningkatan. Pada tahun 2016, kondisi perusahaan berada pada kondisi safe zone tetapi mengalami penurunan kondisi pada tahun 2017 hingga 2018 ke kondisi grey zone, hal ini disebabkan penggunaan utang yang besar. Pada tahun 2019 nilai Z-Score mengalami peningkatan tetapi kondisi perusahaan masih berada pada kondisi grey zone, hal ini disebabkan karena nilai penggunaan utang yang kecil.

Kemudian pada tahun 2020 nilai Z-Score perusahaan kembali mengalami penurunan dan juga mengalami penurunan kondisi dari grey zone ke

2016 2017 2018 2019 2020 2021

Series 1 2,822 2,162 1,255 1,841 -0,657 0,023 -2

0 2 4

RMBA

kondisi distress zone , hal ini dikarenakan perusahaan mengalami kerugian sehingga nilai rasio earning before interest to total asset bernilai negative. Namun pada tahun 2021 nilai Z-Score kembali meningkat akan tetapi kondisi perusahaan masih berada pada distress zone, hal ini disebabkan meningkatnya penjualan perusahaan sehingga nilai rasio earning before interest to total asset tidak lagi bernilai negative.

Dari penjabaran grafik-grafik diatas dapat disimpulkan bahwa apabila suatu perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban jangka pendek, memiliki utang jangka panjang dalam jumlah tinggi dan memperoleh tingkat laba yang rendah, serta tidak mampu menggunakan dana perusahaan sesuai porsinya maka perusahaan tersebut dapat diprediksi mengalami financial distress.

2) Struktur Modal

Tabel 4.8 Deskriptif Nilai Variabel Debt To Total Asset (DAR ) pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2016 - 2021

Nama Perusahaan

Tahun

2016 2017 2018 2019 2020 2021 Asahimas

Flat Glass Tbk (AMFG)

0,346 0,434 0,573 0,61 0,632 0,555

Prima Alloy Stell Universal Tbk

(PRAS)

0,566 0,561 0,579 0,61 0,689 0,702

Asia Pacific

Sumber : Penulis, Diolah , 2022

Nilai variabel Debt To Total Asset Ratio (DAR) yang ditunjukkan pada tabel diatas menggambarkan nilai struktur modal yang diindikasikan oleh total utang terhadap ekuitas yang dimiliki perusahaan manufaktur pada tahun 2016 – 2021.

Pada tahun 2016 nilai DAR tertinggi ditunjukkan oleh perusahaan MYTX sebesar 0,899. Hal ini menunjukkan bahwa

perusahaan ini memiliki hutang yang lebih besar dari total aset yang dimiliki sehingga hutang yang lebih besar akan mengakibatkan perusahaan menanggung biaya modal yang lebih besar. Sedangkan nilai DAR terendah ada pada perusahaan RMBA yaitu sebesar 0,299 yang berarti pendanaan perusahaan lebih banyak menggunakan aset dibandingkan dengan utang sehingga mengurangi kewajiban perusahaan terhadap pihak eksternal.

Pada tahun 2017 nilai DAR tertinggi ditunjukkan oleh perusahaan SSTM sebesar 0,499. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan ini memiliki hutang yang lebih besar dari total aset yang dimiliki sehingga hutang yang lebih besar akan mengakibatkan perusahaan menanggung biaya modal yang lebih besar. Sedangkan nilai DAR terendah ada pada perusahaan RMBA yaitu sebesar 0,366 yang berarti pendanaan perusahaan lebih banyak menggunakan aset dibandingkan dengan utang sehingga mengurangi kewajiban perusahaan terhadap pihak eksternal.

Pada tahun 2018 nilai DAR tertinggi ditunjukkan oleh perusahaan MYTX sebesar 0,936. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan ini memiliki hutang yang lebih besar dari total aset yang dimiliki sehingga hutang yang lebih besar akan mengakibatkan perusahaan menanggung biaya modal yang lebih besar. Sedangkan nilai DAR terendah ada pada perusahaan KICI yaitu sebesar 0,386 yang berarti pendanaan perusahaan lebih banyak menggunakan

aset dibandingkan dengan utang sehingga mengurangi kewajiban perusahaan terhadap pihak eksternal.

Pada tahun 2019 nilai DAR tertinggi ditunjukkan oleh perusahaan MYTX sebesar 0,915. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan ini memiliki hutang yang lebih besar dari total aset yang dimiliki sehingga hutang yang lebih besar akan mengakibatkan perusahaan menanggung biaya modal yang lebih besar. Sedangkan nilai DAR terendah ada pada perusahaan AMFG dan PRAS yaitu masing-masing sebesar 0,61 yang berarti pendanaan perusahaan lebih banyak menggunakan aset dibandingkan dengan utang sehingga mengurangi kewajiban perusahaan terhadap pihak eksternal.

Pada tahun 2020 nilai DAR tertinggi ditunjukkan oleh perusahaan MYTX sebesar 0,991. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan ini memiliki hutang yang lebih besar dari total aset yang dimiliki sehingga hutang yang lebih besar akan mengakibatkan perusahaan menanggung biaya modal yang lebih besar. Sedangkan nilai DAR terendah ada pada perusahaan KICI yaitu sebesar 0,486 yang berarti pendanaan perusahaan lebih banyak menggunakan aset dibandingkan dengan utang sehingga mengurangi kewajiban perusahaan terhadap pihak eksternal.

Pada tahun 2021 nilai DAR tertinggi ditunjukkan oleh perusahaan MYTX sebesar 1,034. Hal ini menunjukkan bahwa

perusahaan ini memiliki hutang yang lebih besar dari total aset yang dimiliki sehingga hutang yang lebih besar akan mengakibatkan perusahaan menanggung biaya modal yang lebih besar. Sedangkan nilai DAR terendah ada pada perusahaan RMBA yaitu sebesar 0,383 yang berarti pendanaan perusahaan lebih banyak menggunakan aset dibandingkan dengan utang sehingga mengurangi kewajiban perusahaan terhadap pihak eksternal.

3) Harga Saham

Tabel 4.9 Harga Saham Perusahaan Manufaktur Tahun 2016 - 2021

Sunson Textile Manufacture Tbk (SSTM)

360 380 452 530 570 810 517

Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB)

900 835 1885 1180 1440 1690 1322

Yanaprima Hastapersad

a Tbk (YPAS)

840 965 780 550 430 800 728

Beontoel Internasional Invesma Tbk

(RMBA)

484 380 312 330 340 306 359

Sumber : Penulis, Diolah, 2022

Pada tabel diatas menggambarkan harga saham yang dimiliki perusahaan manufaktur pada tahun 2016 – 2021 yang menjadi sampel penelitian ini. Nilai rata – rata harga saham tertinggi ditunjukkan oleh perusahaan Asahimas Flat Glass Tbk sebesar Rp.

4498 dan rata – rata harga saham terendah ditunjukkan oleh perusahaan Asia Pacific Investama sebesar Rp. 83. Namun Sunson Textile Manufacture Tbk menjadi satu-satunya perusahaan yang harga sahamnya yang konsisten mengalami kenaikan selama periode penelitian, sedangkan 7 perusahaan lainnya harga saham terus mengalami fluktuasi atau naik – turun.

Dokumen terkait