• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

H. Uji Hipotesis

Sebelum melakukan pengujian hipotesis, maka terlebih dahulu perlu dilakukan pengujian model. Suatu model dikatakan cukup baik dan dapat digunakan dalam memprediksi apabila telah memenuhi uji asumsi klasik.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan pengujian variabel secara parsial (Uji T). Uji ini dilakukan untuk menguji melihat signifikansi pengaruh antara masing – masing variabel bebas dengan variabel terikat. Uji t ini digunakan untuk melihat seberapa jauh pengaruh dari variabel bebas secara invidual dalam menerangkan variabel terikat/ tingkat signifikan yang digunakan dalam uji t dengan level 0,05 (α = 5%). Ada beberapa kriteria uji t yaitu sebagai berikut:

 Jika Thitung > Ttabel dan nilai signifikansi < 0,05, maka hipotesis diterima, yang artinya secara parsial variabel independen memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

 Jika Thitung < Ttabel dan nilai signifikansi > 0,05, maka hipotesis diterima, yang artinya secara parsial variabel independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

Untuk menetukan ttabel a = 5 % : 2 = 2,5% (Uji 2 sisi) dapat ditentukan dengan rumus (α/2; n-k-1) df = n - k – 1

64 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. PT. Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG)

PT. Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG) didirikan pada tanggal 07 Oktober 1971 dengan nama Asahimas Flat Glass Co., Ltd., dan mulai operasi secara komersial pada bulan April 1973. Kantor pusat AMFG berlamat di Jl. Ancol IX/5. Ancol Barat, ancol Pademangan, Jakarta Utara, DKI Jakarta Raya 14430_Indonesia dan pabriknya berlokasi di Kawasan Industri Indotaisei, Cikampek dan Tanjungsari, Sidoarjo, Jawa Timur.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan AMFG bergerak dalam bidang industry kaca, ekspor dan impor dan jasa laboratorium penguji mutu kaca serta kegiatan lain yang berkaitan dengan usaha tersebut. Produk-produk yang dihasilkan AMFG berupa kaca lembaran termasuk kaca cermin dan kaca pengaman termasuk kaca otommotif. Pada tanggal 18 Oktober 1995, AMFG memperoleh penyataan efektif dari Bapepam-Lk untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham AMFG (IPO) kepada masyarakat. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 18 Desember 2000.

2. PT. Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS)

PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS) didirikan pada tanggal 20 Februari 1984 dan mulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1986.

Kantor pusat PRAS dan pabriknya berlokasi di Jl. Muncul No. 1 Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur. Berdasarkan anggaran dasar perusahaan, ruang lingkup kegiatan PRAS meliputi industry rim, stabilizer dan peralatan lain dari alloy aluminium dan baja, serta perdagangan umum untuk perusahaan tersebut.pada tahun 1990, PRAS memperoleh penyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham PRAS (IPO) kepada masyarakat. Saham-saham tersebut dicattaakan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 12 Juli 1990.

3. PT. Asia Pacific Investama Tbk (MYTX)

PT. Asia Pacific Investama Tbk (dahulu Apac Citra Centertex Tbk) didirikan dengan nama PT. Mayatexdian Industry pad atanggal 10 Februari 1987 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1987. Kantor pusat MYTX berlokasi di Graha BIP, Lt. 10, Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 23, Jakarta 12930-Indonesia. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan MYTX terutama meliputi investasi, industry tekstil dan pakaian jadi. Kegiatan utama MYTX adalah sebagai perusahaan investasi di bidang industry tekstil terpadu. Pada tanggal 14 September 1989, MYTX memperoleh penyataan efektif dari Bapepam-Lk untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham MYTX (IPO) kepada masyarakat.

Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 31 Oktober 1990.

4. PT. Kedaung Indah Can Tbk (KICI)

PT. Kedaung Indah Can Tbk (KICI) didirikan pada tanggal 11 Januari 1974 dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tanggal 1974. Kantor pusat KICI berlokasi di Jalan Raya Rungkut No. 15-17, Surabaya 60293-Indonesia. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan KICI meliputi industry peralatan dapur dari logam dan produk sejenis serta industry kaleng dan produk sejenis. Produk-produk yang dihasilkan KICI adalah alat rumah tangga berlapis enamel dan kaelng untuk kemasan (biscuit, bedak dan lain-lain). Pada tanggal 07 Oktober 1993, KICI memperoleh penyataan efektif dari Bapepam-Lk untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham KICI (IPO) kepada masyarakat.

Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 29 Oktober 1993.

5. PT. Sunson Textile Manufacture Tbk (SSTM)

PT. Sunson Textile Manufacture Tbk (SSTM) didirikan dengan nama PT. Sandang Usaha Nasional Indonesia Tekstil Industri dan memulai kegiatan komersilnya pada tahun 1973. Kantor pusat SSTM berlokasi di Jl.

Ranggamalela No. 27, Bandung dan lokasi utama bisnis utama terletak di jl.

Raya Rancaekak Km 25,5 Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan SSTM meliputi usaha di bidang industry tekstil terpadu termasuk memproduksi dan menjual

benang, kain dan produk tekstil lainnya serta melakukan perdagangan umum. Pada tanggal 28 Juli 1997, SSTM memperoleh penyataan efektif dari Bapepam-Lk untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham SSTM (IPO) kepada masyarakat. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 20 Agustus 1997.

6. PT. Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB)

PT. Solusi Bangun Indonesia Tbk (dahulu PT Holcim Tbk) didirikan 15 Juni 1971 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1975. Kantor pusal SMCB berlokasi di Talavera Suite, Lantai 15, Talavera Office Park, Jl.

TB Simatupang No. 22-26 Jakarta 12430-Indonesia dan pabriknya berlokasi di Narongong, Jawa Barat, dan Cilacap, Jawa Tengah. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan SMCB terutama meliputi pengoperasian pabrik semen, beton dan aktivitas lain yang berhubungan dengan industry semen, serta melakukan investasi pada perusahaan lainnya. Pada tanggal 06 Agustus 1977, SMCB memperoleh penyataan efektif dari Bapepam-Lk untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham SMCB (IPO) kepada masyarakat. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 10 Agustus 1977.

7. PT. Yanaprima Hastapersada Tbk (YPAS)

PT. Yanaprima Hastapersada Tbk (YPAS) didirikan di Indonesia pada tanggal 14 Desember 1995 dan memulai kegiatan operasi komersilnya pada bulan Juli 1997. Kantor pusat berlokasi di Gedung Graha Irama Lantai 15 G, Jl. H.R. Rasuna Said Blok. X/1 Kav. 1-2, Jakarta Selatan, sedangkan

pabriknya berlokasi di Sidoarjo dan Surabaya, Jawa Timur. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan YPAS terutama adalah bergerak dalam bidang industry karung plastic dan sejenisnya. Produk-produk yang dihasilkan YPAS meliputi : woven polypropylene bag, jumbo bag, block bottom bag, resin bag, cement bag dan plastic pallet. Pada tanggal 25 Februari 2008, YPAS memperoleh penyataan efektif dari Bapepam-Lk untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham YPAS (IPO) kepada masyarakat. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 5 Maret 2008.

8. PT. Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA)

PT. Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) didirikan di Indonesia pada tanggal 19 Januari 1979 dengan nama PT Rimba Niaga Idola dan mulai beroperasi secara komersial oada tahun 1989 (bergerak dalam bidang indusrti rotan). Kantor pusat RMBA berlokasi di Plaza Bapindo, Jl. Jend. Sudirman Kav. 54-55, Jakarta 12190 dan pabrik berlokasi di malang, Jawa Timur-Indonesia. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan RMBA adalah perdagangan umum, industry dan jasa, kescuali jasa di bidang hokum dan pajak. Saat ini, kegiatan utama YPAS adalah memproduksi dan memasarkan berbagai jenis produk tembakau seperti rokok kretek mesin, rokok kretek tangan dan rokok putih dengan merek local seperti Club Mild, Neo Mild, Tali Jagat, Bintang Buana, Sejati, Star Mild dan Uno Mild serta merek global seperti Dunhill, Lucky Strike dan Pall Mall. Pada tahun 1990, RMBA memperoleh

penyataan efektif dari Bapepam-Lk untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham RMBA (IPO) kepada masyarakat. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 5 Maret 1990.

B. Hasil Penelitian

1. Hasil Analisis Deskriptif 1) Financial Distress

Berdasarkan hasil uji metode analisis Altman Z-Score untuk mengidentifikasi perusahaan yang mengalami financial distress, diperoleh hasil dalam tabel berikut :

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2016

Nama Perusahaan

Tahun 2016

Keterangan

X1 X2 X3 X4 Z

Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG)

1,076 1,905 0,425 1,983 5,389 Safe zone

Prima Alloy Stell Universal Tbk (PRAS)

0,02 0,088 0,017 0,805 0,93 Distress Zone

Asia Pacific Investama

(MTYX)

-1,655 -1,627 -0,146 0,118 -3,31 Distress Zone

Kedaung

oleh perusahaan KICI yaitu sebesar 5,389 dan nilai Z-Score terendah pada tahun 2016 dimiliki oleh perusahaan MYTX yaitu sebesar -3,31.

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2017

Nama Perusahaan

Tahun 2017 Keterangan

X1 X2 X3 X4 Z

Yanaprima Hastapersada

Tbk (YPAS)

-0,376 0,506 -0,33 0,756 0,556 Distress Zone Beontoel

Internasional Invesma Tbk

(RMBA)

1,996 -1,459 -0,191 1,816 2,162 Grey Zone

Sumber data : Penulis, diolah, 2022

Pada Tahun 2017 dari 8 perusahaan terdapat 2 perusahaan yang termasuk dalam kondisi safe zone yaitu perusahaan AMFG dan KICI sedangkan 1 perusahaan berada pada kondisi grey zone yaitu RMBA. Pada tahun ini terdapat 5 perusahaan yang berada pada kondisi distress zone yaitu PRAS, MYTX, SSTM, SMCB dan YPAS.

Nilai Z-Score tertinggi pada tahun 2017 masih dimiliki oleh perusahaan KICI yaitu sebesar 6,215 dan nilai Z-Score terendah pada tahun 2016 juga masih dimiliki oleh perusahaan MYTX yaitu sebesar -3,31.

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2018

Nama Perusahaan

Tahun 2018 Keterangan

X1 X2 X3 X4 Z

Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG)

0,373 1,243 0,009 0,781 2,406 Grey Area

Prima Alloy

Sumber data : Penulis, diolah, 2022

Pada Tahun 2018 dari 8 sampel perusahaan hanya terdapat 1 perusahaan yang termasuk dalam kondisi safe zone yaitu perusahaan KICI sedangkan terdapat 3 perusahaan berada pada

kondisi grey zone yaitu AMFG, SSTM dan RMBA. Pada tahun ini terdapat 4 perusahaan yang berada pada kondisi distress zone yaitu PRAS, MYTX, SMCB dan YPAS. Nilai Z-Score tertinggi pada tahun 2018 masih dimiliki oleh perusahaan KICI yaitu sebesar 4,701 dan nilai Z-Score terendah pada tahun 2018 juga masih dimiliki oleh perusahaan MYTX yaitu sebesar -4,362.

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score Pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2019

Nama

Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB)

0,081 0,124 0,428 0,583 1,216 Grey Zone

Yanaprima Hastapersada

Tbk (YPAS)

1,228 0,31 0,07 0,812 2,42 Grey Zone

Beontoel Internasional Invesma Tbk

(RMBA)

2,112 -1,309 0,012 1,026 1,841 Grey Zone

Sumber data : Penulis, diolah, 2022

Pada Tahun 2019 dari 8 sampel perusahaan hanya terdapat 1 perusahaan yang termasuk dalam kondisi safe zone yaitu perusahaan KICI sedangkan terdapat 5 perusahaan berada pada kondisi grey zone yaitu AMFG, SSTM, SMCB, YPAS dan RMBA.

Pada tahun ini hanya 2 perusahaan yang berada pada kondisi distress zone yaitu PRAS dan MYTX. Nilai Z-Score tertinggi pada tahun 2018 masih dimiliki oleh perusahaan KICI yaitu sebesar 4,765 dan nilai Z-Score terendah pada tahun 2018 juga masih dimiliki oleh perusahaan MYTX yaitu sebesar -4,477.

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score pada

Beontoel

Sumber data : Penulis, diolah, 2022

Pada Tahun 2020 dari 8 sampel perusahaan hanya terdapat 2 perusahaan yang termasuk dalam kondisi safe zone yaitu perusahaan KICI dan YPAS sedangkan terdapat 2 perusahaan berada pada kondisi grey zone yaitu PRAS dan SMCB. Pada tahun ini terdapat 4 perusahaan yang berada pada kondisi distress zone yaitu AMFG, MTYX, SSTM dan RMBA. Nilai Z-Score tertinggi pada tahun 2018 masih dimiliki oleh perusahaan KICI yaitu sebesar 4,419 dan nilai Z-Score terendah pada tahun 2018 juga masih dimiliki oleh perusahaan MYTX yaitu sebesar -4,529.

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2021

Asia Pacific

Sumber data : Penulis, diolah, 2022

Pada Tahun 2021 dari 8 sampel perusahaan terdapat 3 perusahaan yang termasuk dalam kondisi safe zone yaitu perusahaan KICI, SSTM dan YPAS sedangkan terdapat 3 perusahaan berada pada kondisi grey zone yaitu AMFG, PRAS dan SMCB. Pada tahun ini hanya 2 perusahaan yang berada pada kondisi distress zone yaitu MTYX dan RMBA. Nilai Z-Score tertinggi

pada tahun 2018 masih dimiliki oleh perusahaan KICI yaitu sebesar 4,419 dan nilai Z-Score terendah pada tahun 2018 juga masih dimiliki oleh perusahaan MYTX yaitu sebesar -4,529.

Hasil analisis tingkat financial distress dengan Altman Z-Score pada 8 sampel perusahaan di BEI terlihat mengalami fluktuasi dan bahkan cenderung mengalami tren yang menurun. Pada setiap tahun perusahaan memiliki nilai Z-Score yang berbeda-beda akibat dari perubahan nilai rasio keuangan.

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Koefisien Metode Altman Z-Score Pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2016 - 2021

Nama Perusahaan

Tahun

2016 2017 2018 2019 2020 2021 Asahimas Flat

Glass Tbk (AMFG)

5,389 4,139 2,406 1,718 0,872 2,499

Prima Alloy Stell Universal Tbk

(PRAS)

0,93 0,804 0,194 -0,949 1,568 1,257

Asia Pacific Investama

(MTYX)

-3,31 -3,147 -4,362 -4,477 -4,529 -4,886

Kedaung Indah Can Tbk (KICI)

5,432 6,215 4,701 4,765 4,419 6,455

Sunson Textile Manufacture

Tbk (SSTM)

0,286 0,818 1,705 0,595 0,291 3,111

Solusi Bangun Indonesia Tbk

(SMCB)

0,161 0,059 -1,883 1,216 1,374 2,312

Yanaprima Hastapersada

Tbk (YPAS)

1,11 0,556 0,736 2,420 3,249 2,633

Beontoel Internasional Invesma Tbk

(RMBA)

2,822 2,162 1,255 1,841 -0,657 0,024

Sumber data : Penulis, diolah, 2022

Dari hasil tabel yang telah disajikan di atas, dapat dijelaskan berdasarkan interpretasi dari koefisien Z-Score dari masing-masing perusahaan sebagai berikut ini:

a. Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG)

Gambar 4.1 Koefisien Z-Score AMFG

Sumber : Data Diolah, 2022

2016 2017 2018 2019 2020 2021 Series 1 5,39 4,139 2,406 1,718 0,873 2,449

0 5

10 A MFG

Perusahaan ini mengalami penurunan nilai Z-Score dari tahun 2016 hingga tahun 2020 dan kembali meningkat pada tahun 2021. Pada tahun 2016 dan 2017 perusahaan berada pada safe zone, sedangkan pada tahun 2018 dan 2019 perusahaan berada pada grey area, namun pada tahun 2020 perusahaaan berada pada distress zone, hal tersebut disebabkan karena perusahaan mengalami peningkatan kerugian dibandingkan tahun sebelumnya yang menyebabkan rasio working capital dan earning before interest and taxes to total assets bernilai negative. Tetapi perusahaan kembali mengalami peningkatan nilai Z-Score pada tahun 2021 dan perusahaan berada pada grey zone, hal tersebut dikarenakan adanya peningkatan pada nilai working capital dan earning before interest and taxes to total assets.

b. Prima Alloy Stell Universal Tbk (PRAS)

Gambar 4.2 Koefisien Z-Score PRAS

Sumber : Data Diolah, 2022

Perusahaan ini mengalami penurunan nilai Z-Score dari tahun 2016 hingga tahun 2019 dan kembali meningkat pada tahun 2020 dan kembali

2016 2017 2018 2019 2020 2021

Series 1 0,93 0,804 0,194 -0,946 1,568 1,257 -2

-1 0 1 2

PRAS

menurun pada tahun 2021. Pada tahun 2016 hingga 2019 perusahaan berada pada distress zone, hal ini dikarenakan pada tahun 2017 hingga 2019 nilai working capital to asset bernilai negatif sedangkan pada tahun 2020 perusahaan mengalami peningkatan nilai Z-Score dan perusahaan berada pada grey zona. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan pada rasio working capital to total asset dan rasio earnings before interst and taxes to total asset. Namun pada tahun 2021 perusahaan kembali mengalami penurunan nilai Z-Score dan tetap berada pada grey zone karena adanya menurunan nilai rasio pada rasio working capital to asset dan market value of equity to book value of total liabilities.

c. Asia Pacific Investama (MTYX)

Gambar 4.3 Koefisien Z-Score MYTX

Sumber : Data Diolah, 2022

Perusahaan ini setiap tahunnya berada pada distress zone. Pada tahun 2016 ke tahun 2017 nilai Z-Score mengalami peningkatan tetapi kondisi perusahaan masih pada distress zone, kemudian pada tahun 2018 hingga tahun 2021 nilai Z-Score mengalami penurunan. Hal ini

2016 2017 2018 2019 2020 2021 Series 1 -3,309 -3,146 -4,361 -4,477 -4,529 -4,886

-6 -4 -2 0

MTYX

disebabkan sangat rendahnya perusahaan untuk menghasilkan laba dan laba ditahan dari total aktiva perusahaan dan kecillnya asset lancar perusahaan, sedangkan memiliki total utang yang cukup besar.

d. Kedaung Indah Can Tbk (KICI)

Gambar 4.4 Koefisien Z-Score KICI

Sumber : Data Diolah, 2022

Perusahaan ini memiliki nilai Z-Score yang berfluktuasi setiap tahunnya dan selalu berada pada kondisi safe zone. Nilai Z-Score.pada tahun 2016 hingga 2017 mengalami peningkatan hal ini dikarenakan penjualan yang meningkat sehingga menyebabkan rasio earning before intrest and tax to asset mengalami kenaikan. Namun pada tahun 2018 nilai Z-Score mengalami penurunan, hal ini dikarenakan perusahaan mengalami kerugian yang menyebabkan rasio earning before intrest and tax to assets memiliki nilai negative tetapi perusahaan tetap berada pada kondisi safe zone. Pada tahun 2019 nilai Z-Score kembali mengalami kenaikan karena penjualan yang meningkat, akan tetapi perusahaan kembali mengalami penurunan nilai Z-Score pada tahun 2020 dikarenakan rendahnya penjualan dan penggunaan utang yang besar.

2016 2017 2018 2019 2020 2021 Series 1 5,431 6,215 4,702 4,765 4,42 6,455

0 5 10

KICI

Namun pada tahun 2021 nilai Z-Score kembali meningkat, hal ini disebabkan karena meningkatnnya rasio earning before intrest and tax to assets dan penggunaan utang yang kecil.

e. Sunson Textile Manufacture Tbk (SSTM)

Gambar 4.5 Koefisien Z-Score SSTM

Sumber : Data Diolah, 2022

Perusahaan ini mengalami peningkatan nilai Z-Score dari tahun 2016 hingga tahun 2018 dan kembali menurun pada tahun 2019 hingga 2020 dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2021. Pada tahun 2016 hingga 2017 perusahaan berada pada distress zone namun berhasil meningkatkan kinerja keuangannya sehingga menagalami peningkatan nilai Z-Score pada tahun 2018 dan kondisi perusahaan berada pada kondisi grey area, hal ini disebabkan karena meningkatnya nilai earning before intrest and tax to assets. Namun pada tahun 2019 hingga 2020 nilai Z-Score kembali menurun dari kondisi grey area ke kondisi distress area dikarenakan perusahaan mengalami kerugian dan nilai rasio earning before intrest and tax to assets kembali mengalami nilai yang negative.

Akan tetapi pada tahun 2021 perusahaan mampu berada pada kondisi

2016 2017 2018 2019 2020 2021

Series 1 0,286 0,819 1,706 0,595 0,291 3,11 0

2 4

SSTM

safe area, hal ini dikarenakan rasio earning before intrest and tax to assets kembali meningkat dan tidak bernilai negative.

f. Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB)

Gambar 4.6 Koefisien Z-Score SMCB

Sumber : Data Diolah, 2022

Perusahaan ini mengalami penurunan nilai Z-Score dari tahun 2016 hingga tahun 2018 dan mengalami peningkatan pada tahun 2019 hingga 2021. Pada tahun 2016 hingga 2018 perusahaan berada pada distress zone hal ini disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian dan nilai rasio working capital to total assets memiliki nilai yang negative.

Namun nilai Z-Score perusahaan mengalami peningkatan dari tahun 2019 hingga tahun 2021 dan perusahaan mampu berada pada kondisi grey area, hal ini dikarenakan nilai rasio working capital to total assets yang mengalami peningkatan dan penggunaan utang yang kecil.

2016 2017 2018 2019 2020 2021 Series 1 0,161 0,059 -2,145 1,215 1,373 2,317

-4 -2 0 2 4

SMCB

g. Yanaprima Hastapersada Tbk (YPAS)

Gambar 4.7 Koefisien Z-Score YPAS

Sumber : Data Diolah, 2022

Perusahaan ini mengalami penurunan nilai Z-Score yang berfluktuasi, dilihat dari tahun 2016 hingga tahun 2017 nilai Z-Score perusahaan mengalami penurunan, lalu pada tahun 2018 hingga tahun 2020 nilai Z-Score perusahaan mengalami peningkatan tetapi pada tahun 2021 nilai Z-Score perusahaan kembali menurun. Pada tahun 2016 perusahaan berada pada kondisi grey area lalu kondisi perusahaan menurun pada tahun 2017 ke kondisi distress zone, hal ini disebabkan karena besarnya nilai utang lancar dibanding asset lancar sehingga membuat working capital perusahaan bernilai negative. Kemudian nilai Z-Score pada tahun 2018 hingga 2020 mengalami kenaikan dan perusahaan berhasil memperbaiki kondisi perusahaan dari distress zone ke kondisi safe zone, hal ini disebabkan karena meningkatnya nilai rasio working capital to total asset. Namun pada tahun 2021 nilai Z-Score mengalami penurunan tetapi kondisi perusahaan masih pada kondisi safe zone, hal ini

2016 2017 2018 2019 2020 2021 Series 1 1,11 0,556 0,736 2,42 3,249 2,633

0 2 4

YPA S

disebabkan adanya menurunan nilai rasio working capital yang dimiliki perusahaan.

h. Beontoel Internasional Invesma Tbk (RMBA)

Gambar 4.8 Koefisien Z-Score RMBA

Sumber : Data Diolah, 2022

Perusahaan ini mengalami penurunan nilai Z-Score yang berfluktuasi.

pada tahun 2016 hingga tahun 2017 nilai Z-Score perusahaan mengalami penurunan, kemudian pada tahun 2018 hingga 2019 nilai Z-Score mengalami peningkatan tetapi nilai Z-Z-Score kembali mengalami penurunan pada tahun 2020 lalu nilai Z-Score pada tahun 2021 kembali mengalami peningkatan. Pada tahun 2016, kondisi perusahaan berada pada kondisi safe zone tetapi mengalami penurunan kondisi pada tahun 2017 hingga 2018 ke kondisi grey zone, hal ini disebabkan penggunaan utang yang besar. Pada tahun 2019 nilai Z-Score mengalami peningkatan tetapi kondisi perusahaan masih berada pada kondisi grey zone, hal ini disebabkan karena nilai penggunaan utang yang kecil.

Kemudian pada tahun 2020 nilai Z-Score perusahaan kembali mengalami penurunan dan juga mengalami penurunan kondisi dari grey zone ke

2016 2017 2018 2019 2020 2021

Series 1 2,822 2,162 1,255 1,841 -0,657 0,023 -2

0 2 4

RMBA

kondisi distress zone , hal ini dikarenakan perusahaan mengalami kerugian sehingga nilai rasio earning before interest to total asset bernilai negative. Namun pada tahun 2021 nilai Z-Score kembali meningkat akan tetapi kondisi perusahaan masih berada pada distress zone, hal ini disebabkan meningkatnya penjualan perusahaan sehingga nilai rasio earning before interest to total asset tidak lagi bernilai negative.

Dari penjabaran grafik-grafik diatas dapat disimpulkan bahwa apabila suatu perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban jangka pendek, memiliki utang jangka panjang dalam jumlah tinggi dan memperoleh tingkat laba yang rendah, serta tidak mampu menggunakan dana perusahaan sesuai porsinya maka perusahaan tersebut dapat diprediksi mengalami financial distress.

2) Struktur Modal

Tabel 4.8 Deskriptif Nilai Variabel Debt To Total Asset (DAR ) pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2016 - 2021

Nama Perusahaan

Tahun

2016 2017 2018 2019 2020 2021 Asahimas

Flat Glass Tbk (AMFG)

0,346 0,434 0,573 0,61 0,632 0,555

Prima Alloy Stell Universal Tbk

(PRAS)

0,566 0,561 0,579 0,61 0,689 0,702

Asia Pacific

Sumber : Penulis, Diolah , 2022

Nilai variabel Debt To Total Asset Ratio (DAR) yang ditunjukkan pada tabel diatas menggambarkan nilai struktur modal yang diindikasikan oleh total utang terhadap ekuitas yang dimiliki perusahaan manufaktur pada tahun 2016 – 2021.

Pada tahun 2016 nilai DAR tertinggi ditunjukkan oleh perusahaan MYTX sebesar 0,899. Hal ini menunjukkan bahwa

perusahaan ini memiliki hutang yang lebih besar dari total aset yang dimiliki sehingga hutang yang lebih besar akan mengakibatkan perusahaan menanggung biaya modal yang lebih besar. Sedangkan nilai DAR terendah ada pada perusahaan RMBA yaitu sebesar 0,299 yang berarti pendanaan perusahaan lebih banyak menggunakan aset dibandingkan dengan utang sehingga mengurangi kewajiban perusahaan terhadap pihak eksternal.

Pada tahun 2017 nilai DAR tertinggi ditunjukkan oleh perusahaan SSTM sebesar 0,499. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan ini memiliki hutang yang lebih besar dari total aset yang dimiliki sehingga hutang yang lebih besar akan mengakibatkan perusahaan menanggung biaya modal yang lebih besar. Sedangkan nilai DAR terendah ada pada perusahaan RMBA yaitu sebesar 0,366 yang berarti pendanaan perusahaan lebih banyak menggunakan aset dibandingkan dengan utang sehingga mengurangi kewajiban perusahaan terhadap pihak eksternal.

Pada tahun 2018 nilai DAR tertinggi ditunjukkan oleh perusahaan MYTX sebesar 0,936. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan ini memiliki hutang yang lebih besar dari total aset yang

Pada tahun 2018 nilai DAR tertinggi ditunjukkan oleh perusahaan MYTX sebesar 0,936. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan ini memiliki hutang yang lebih besar dari total aset yang

Dokumen terkait