• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deni Wahyudi Kurniawan, MA Website/blog: deniwk.com

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Deni Wahyudi Kurniawan, MA Website/blog: deniwk.com"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Deni Wahyudi Kurniawan, MA Email: [email protected] Website/blog: deniwk.com YouTube: @deniwk

(2)

Mampu menjelaskan latar belakang munculnya SIKNAS dan SIKDA

Mampu menjelaskan tata kelola dan pelaksanaan SIKNAS dan SIKDA

Mampu menjelaskan tantangan dalam pelaksanaan

pengelolaan SIKNAS dan SIKDA

(3)

1980-an : Departemen Kesehatan RI melalui Pusat Data Kesehatan (PUSDAKES) mulai menggunakan Electronic Data Processing (EDP) di tingkat pusat. Karena berbagai kendala dan hambatan termasuk kurangnya dana dan tidak adanya payung hukum (PP) membuat SIK kurang optimal dan belum berdayaguna.

1990-an : Departemen Kesehatan mengembangkan Sistem Informasi Puskesmas (SP2TP), Sistem Informasi Rumah Sakit, Sistem Surveilans Penyakit bahkan Sistem Informasi Penelitian & Pengembangan Kesehatan. Namun masing-masing sistem tersebut belum terintegrasi dengan baik dan sempurna.

Tahun 2000-an : Tahun 2002 keluar Keputusan Menteri Kesehatan No.511 tentang

“Kebijakan & Strategi Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS)” dan Kepmenkes No.932 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Sistem Informasi Daerah (SIKDA)”. SIKDA) di Kabupaten/kota adalah sub sistem SIKDA provinsi, SIKDA provinsi adalah sub sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).

(4)

Tingkat Kabupaten/Kota  puskesmas dan pelayanan kesehatan dasar lainnya, dinas kesehatan kabupaten/kota, instalasi farmasi kabupaten/ kota, rumah sakit kabupaten/kota, serta pelayanan kesehatan rujukan primer lainnya.

Tingkat Provinsi  dinas kesehatan provinsi, rumah sakit provinsi, dan pelayanan kesehatan rujukan sekunder lainnya.

Tingkat Pusat  Departemen Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, dan Pelayanan kesehatan rujukan tersier lainnya.

(5)

Pengelolaan SIK manual  pengelolaan informasi dilakukan secara manual atau paper based melalui proses pencatatan pada buku register, kartu, formulir-formulir khusus, mulai dari proses pendaftaran sampai dengan pembuatan laporan.

Faktornya: keterbatasan infrastruktur, dana, dan lokasi tempat pelayanan kesehatan.

tidak efisien, menghambat proses pengambilan keputusan manajemen dan proses pelaporan.

Pengelolaan SIK komputerisasi offline  pengelolaan informasi sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer, baik dengan Sistem Informasi Manajemen (SIM) maupun aplikasi perkantoran elektronik biasa, namun masih belum didukung oleh jaringan internet online ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional.

Pengelolaan SIK komputerisasi online  pengelolaan informasi di pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer, dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen dan sudah terhubung secara online melalui jaringan internet ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional untuk memudahkan dalam komunikasi dan sinkronisasi data.

(6)

Penggunaan platform perangkat keras dan perangkat lunak yang berbeda-beda di setiap daerah.

Arsitektur dan bentuk penyimpanan data yang berbeda – beda

Kultur kepemilikan data yang kuat dan possessive

Kekhawatiran akan masalah keamanan data

(7)

Pemerintah pusat/Kementerian Kesehatan, bertanggung jawab dalam pengembangan sistem informasi kesehatan skala nasional dan fasilitasi pengembangan sistem informasi kesehatan daerah.

Pemerintah daerah provinsi/dinas kesehatan provinsi, bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem informasi kesehatan skala provinsi.

Pemerintah daerah kabupaten/kota / dinas kesehatan kab/kota, bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem informasi kesehatan skala kabupaten/kota.

(8)

Peraturan Pemerintah RI No. 46/ 2014 = Sistem Informasi Kesehatan :

Pengelolaan SIKNAS = didasarkan pada Standar data kesehatan, Informasi Kesehatan dan indikator kesehatan untuk menghasilkan data dan informasi. Siknas dikelola oleh unit kerja pada Kementrian (pasal 30)

Pengelolaan SIK Provinsi = dikelola oleh unit kerja

structural atau fungsional pada satuan kerja perangkat

daerah provinsi yang menyelenggarakan urusan

pemerintah di bidang kesehatan (pasal 34)

(9)

Peraturan Pemerintah RI No. 46/ 2014 = Sistem Informasi Kesehatan :

Pengelolaan SIK Kabupaten/Kota dikelola oeh unit kerja

structural atau fungsional pada satuan kerja perangkat

daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan

pemerintah di bidang kesehatan. (pasal 36)

(10)

Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) berhubungan dengan sistem-sistem informasi lain baik secara nasional maupun internasional dalam rangka kerjasama yang saling mneguntungkan.

Tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari sistem kesehatan.

sistem kesehatan nasional --> SIK di tingkat pusat

sistem kesehatan provinsi

sistem kesehatan kabupaten atau kota

(11)
(12)

Sistem kesehatan di Indonesia dapat dikelompokkan dalam beberapa tingkat sebagai berikut:

a. Tingkat Kabupaten/Kota, dimana terdapat puskesmas dan pelayanan kesehatan dasar lainnya, dinas kesehatan kabupaten/kota, instalasi farmasi kabupaten/ kota, rumah sakit kabupaten/kota, serta pelayanan kesehatan rujukan primer lainnya.

b. Tingkat Provinsi, dimana terdapat dinas kesehatan provinsi, rumah sakit provinsi, dan pelayanan kesehatan rujukan sekunder lainnya.

c. Tingkat Pusat, dimana terdapat Departemen Kesehatan,

Rumah Sakit Pusat, dan Pelayanan kesehatan rujukan

tersier lainnya.

(13)

Pada tahun 2002 Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.511 tentang “Kebijakan &

Strategi Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS)” dan Kepmenkes No.932 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Sistem Informasi Daerah (SIKDA)”. Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) di Kabupaten/kota adalah sebagai bagian sub sistem SIKDA yang ada di provinsi, sedangkan SIKDA yang ada di provinsi adalah bagian sub sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS)

(14)

Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) mencakup subsistem informasi yang ada do unit pelayanan kesehatan (Puskesmas, RS, Poliklinik, Praktek Swasta,

Apotek, Laboratorium), sistem informasi untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan sistem informasi untuk Dinas Kesehatan Propinsi.

SIKDA bertujuan untuk mendukung SIKNAS

Desentralisasi mempunyai dampak negatif

Dengan desentralisasi, pengembangan sistem informasi kesehatan daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.

menurunnya kelengkapan dan ketepatan waktu penyampaian data SP2TP/SIMPUS, SP2RS dan profil kesehatan.

belum adanya kebijakan tentang standar pelayanan bidang kesehatan (termasuk mengenai data dan informasi) mengakibatkan persepsi masing-masing pemerintah daerah berbeda-beda.  sistem informasi kesehatan yang dibangun tidak standar juga. Variabel maupun format

input/output yang berbeda, sistem dan aplikasi yang dibangun tidak dapat saling berkomunikasi

(15)

Aplikasi SIKDA Generik adalah aplikasi sistem informasi kesehatan daerah yang berlaku secara nasional yang menghubungkan secara online dan terintegrasi seluruh puskesmas, rumah sakit, dan sarana kesehatan lainnya, baik itu milik pemerintah maupun swasta, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan Kementerian Kesehatan. Aplikasi SIKDA Generik dikembangkan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan ketersediaan dan kualitas data dan informasi manajemen kesehatan melalui pemanfaatan teknologi informasi komunikasi.

(16)

Dibutuhkan suatu aplikasi sistem informasi kesehatan yang “berstandar nasional” dengan format input maupun output data yang diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan dari tingkat pelayanan kesehatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat.

Diawal tahun 2012, Kementerian Kesehatan melalui Pusat data dan Informasi telah meluncurkan aplikasi ”SIKDA Generik”. Seluruh unit pelayanan kesehatan yang meliputi puskesmas dan rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta, dapat terhubung jejaring kerjasamanya melalui aplikasi SIKDA Generik.

(17)

SIKDA Generik  aplikasi sistem informasi kesehatan daerah yang berlaku secara nasional yang menghubungkan secara online dan terintegrasi seluruh puskesmas, dinas kesehatan dan Kementerian Kesehatan.

Tujuan

meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan

meningkatkan ketersediaan dan kualitas data dan informasi manajemen kesehatan melalui pemanfaatan teknologi informasi

memudahkan petugas puskesmas saat melakukan pelaporan ke berbagai program di lingkungan Kementerian Kesehatan.

Harapan

aliran data dari level paling bawah sampai ke tingkat pusat dapat berjalan lancar, terstandar, tepat waktu, dan akurat sesuai dengan yang diharapkan.

pengelola data/informasi di daerah, dapat saling tukar menukar data dan informasi

membantu pengelola data/informasi agar selalu siap memberikan data atau gambaran kondisi kesehatan secara utuh dan berdasarkan bukti.

(18)
(19)

Tugas Puskesmas sebagai Sub Sistem Informasi dari SIKDA :

a. mencatat dan mengumpulkan data baik kegiatan dalam gedung maupun luar gedung

b. mengolah data

c. membuat laporan berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

d. memelihara BANKDATA

e. mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen pasien dan manajemen unit Puskesmas, serta

f. memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan lainnya (stakeholders) di wilayah kerjanya.

(20)
(21)

Terima kasih

Referensi

Dokumen terkait

1 PELATIHAN TOPONIMI UNTUK PANITIA PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA di Jakarta, 9-12 April 2013.. PENGENALAN GPS DAN GPS BERBASIS ANDROID Dipersiapkan oleh:

Tidak, sebagai gantinya, dia akan menjadi sangat arogan, dan beberapa orang, tidak akan tau apa yang ada dibawah sifat seperti itu, kesalahan kesombongannya

Senyawa organik yang terdapat dalam bahan alam seperti kafein dari daun teh dapat diambil dengan cara ekstraksi jangka panjang dengan menggunakan suatu alat ekstraksi

Pada komponen kelayakan terakhir komponen kelayakan kegrafikan dapat dilihat pada komponen topografi isi buku yang menyatakan bahwa kesesuaian materi yang tidak

Untuk itu rezim kolonial Belanda membuat kebijakan untuk menjauhkan ummat Islam dari ajaran politik dan kenegaraan dengan hanya mengizinkan berlakunya hukum perdata Islam,

Kejadian medication error fase Prescibing yang paling tinggi, terdapat pada parameter tidak adanya alamat penulis resep, tidak adanya SIP dokter penulis resep,

Pada siklus ini Anda sebagai seorang calon guru PAI atau juga seorang guru pendidikan agama Islam harus melakukan hal-hal sebagai berikut; (1) menentukan dan

[r]