• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembahasan Teori Hasil Penelitian Yang Relevan Teori Perpajakan Pengertian Pajak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembahasan Teori Hasil Penelitian Yang Relevan Teori Perpajakan Pengertian Pajak"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

10 2.1.1.1 Pengertian Pajak

Menurut Undang-undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pengertian pajak menurut Rochmat Semitro dalam Mardiasmo (2018 : 3) pengertian pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang- undang (yang dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluran umum.

Dari pengertian tersebut, disimpulkan bahwa pajak memiliki unsure-unsur : 1. Iuran dari rakyat kepada Negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan undang-undang.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran- pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

(2)

2.1.1.2 Fungsi Pajak

Ada dua fungsi pajak, menurut Mardiasmo (2018:4) yaitu : 1. Fungsi Penerimaan (Budgetair)

Pajak berfungsi sumber dana bagi pemerintah yang membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

2. Fungsi Mengatur (Cregulerend)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

2.1.1.3 Jenis – Jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (2016:7) pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, adalah sebagai berikut :

1. Menurut golongannya

a. Pajak langsung, pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai 2. Menurut Sifatnya

a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

3. Menurut lembaga Pemungutannya

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.

(3)

Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Beai Materai.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak Daerah sendiri terdiri atas :

 Pajak Provinsi, contoh : Pajak kendaraan bermotor, dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor.

 Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran.

2.1.1.4 Tata Cara Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2016 : 8) tata cara pemungutan pajak adalah sebagai berikut :

1. Stelsesl Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan pada 3 stelsel : a. Stelsel nyata (riel stelsel)

Yaitu pengenaan didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakuukan pada akhir tahun, yakni setelah penghasilan yang sesungguhny diketahui.

Kelebihan dan kekurangan stelsel ini yaitu :

- Kelebihan : pajak yang dikenakan lebih realistis.

- Kelemahan : pajak baru dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan rill keluar).

b. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.

Kelebihan dan kekurangan stelsel ini yaitu :

(4)

- Kelebihan : pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun.

- Kelemahan : pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

c. Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak herus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

2. Asas Pemungutan Pajak

Asas Pemungutan Pajak terdiri dari : a. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak berdasarkan tempat tinggalnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.

b. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber diwilayah-nya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak .

c. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu Negara.

3. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem Pemungutan Pajak terdiri atas : a. Sistem Official Assesment

Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

(5)

Ciri-cirinya :

 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus.

 Wajib Pajak bersifat pasif

 Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus

b. System Self Assesment

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya :

 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.

 Wajib Pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

 Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. System Witholding

Adalah suatu system ini merupakan system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk memotong atau memungut pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya : Wewenang memotong atau memungut pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, yaitu pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

2.1.1.5 Pengertian Wajib Pajak

Pengertian Wajib Pajak menurut UU No 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berbunyi:

“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban

(6)

perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak adalah subyek pajak yang terdiri dari orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat-syarat obyektif yang ditentukan oleh Undang-Undang, yaitu menerima atau memperoleh penghasilan kena pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Subjek pajak menurut Soemitro (2004) adalah orang atau badan yang memenuhi syarat-syarat subjektif yaitu yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Penghasilan Kena Pajak adalah penghasilan yang melebihi penghasilan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri. Kewajiban pajak merupakan kewajiban publik yang bersifat pribadi, yang tidak dapat dialihkan kepada orang lain. Wajib Pajak dapat menunjuk atau meminta bantuan atau memberi kuasa pada orang lain, akan tetapi kewajiban publik yang melekat pada dirinya, khususnya mengenai pajak-pajak langsung tetap ada padanya. Dia tetap bertanggung jawab walaupun orang lain dapat ikut dipertanggungjawabkan

2.1.2 Kesadaran Wajib Pajak

2.1.2.1 Pengertian Kesadaran Wajib Pajak

Menurut Erly Suandy (2011:128) menyatakan bahwa : “Kesadaran wajib pajak artinya wajib pajak mau dengan sendirinya melakukan kewajiban perpajakannya seperti mendaftarkan diri, menghitung, membayar dan melaporkan jumlah pajak terutangnya”.

Kesadaran memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung kepada masalah –masalah teknis saja yang menyangkut metode pemungutan, tarif

(7)

pajak, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan pelayanan kepada wajib pajak selaku pihak pemberi dana bagi negara. Disamping itu juga tergantung pada kemauan wajib pajak sejauh mana wajib tersebut akan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Siti Kurnia, 2010:141).

2.1.2.2 Indikator Kesadaran Wajib Pajak

Indikator kesadaran wajib pajak menurut Muliari (2011) adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan.

2. Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan Negara.

3. Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Memahami fungsi pajak untuk pembiayaan negara.

5. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan suka rela.

Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.

2.1.3 Wajib Pajak Orang Pribadi

Wajib pajak orang pribadi dapat bertempat tinggal di Indonesia maupun luar Indonesia. Menurut Mardiasmo (2016:56) seubjek pajak orang pribadi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut :

1. Subjek Pajak Orang Pribadi dalam negeri, yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau berada di Indonesia dalam satu tahun pajak dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

2. Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri, yaitu orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, tetapi memperoleh penghasilan dari Indonesia. Batasan 183 hari adalah batas waktu yang digunakan untuk

(8)

memutuskan status wajib pajak belum ada perjanjian penghindaran pajak berganda (Tax Treaty).

2.1.3.1 Sanksi Pajak Bumi dan Banguna

Menurut Mardiasmo (2018:386) sanksi terhadap wajib pajak yang kaitannya dengan Pajak Bumi dan Bangunan :

1. Apabila Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran, ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak. Jumlah PAjak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak, ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak. Jumlah pajak yang terurang dalam Surat Ketetepan Pajak adalah selisih pajak terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak terutang yang dihitung berdasarkan Surat pemberitahuan Objek Pajak ditambah denda administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terutang.

2. Pajak terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2%

sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan.

3. Karena kealpaannya, sehingga menimbulkan kerugian pada Negara dalam hal:

a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak.

b. Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan tidak benar.

(9)

4. Karena kesengajaannya, sehingga menimbulkan kerugian pada Negara dalam hal :

a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak.

b. Menyampaikan SPOP, tetapi isisnya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar.

c. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar.

d. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya.

e. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan.

Untuk sebab kealpaan :

Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali pajak terutang.

Kealpaan berarti tidak sengaja, lalai, kurang hati-hati, sehingga perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi Negara.

Untuk sebab kesengajaan :

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya 5 (lima) kali pajak yang terutang.

Sanksi pidana ini akan dilipaykan dua apabila melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarkan denda.

Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana perpajakan, maka bagi mereka yang melakukan tindak pidana sebelum lewat 1 (satu) tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda, dikenakan pidana lebih berat ialah dua kali lipat dari ancaman pidana.

(10)

2.1.4 Kepatuhan Wajib Pajak

2.1.4.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan menurut Kamus Bahasa Indonesia dalam Siti Kurnia Rahayu (2013:139) didefinisikan sebagai berikut:

“Kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara”.

Menurut Keputusan Mentri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 dalam Nurcahyanti (2015:26) menjelaskan bahwa :

“Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara”.

Menurut Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2010) mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat di definisikan sebagai suatu keadaan Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Terdapat dua macam kepatuhan yaitu:

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan formal dalam undang-undang perpajakan.

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantive/hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material meliputi juga kepatuhan formal.

Jadi dapat disimpulkan Wajib Pajak yang patuh adalah Wajib Pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(11)

2.1.5.2 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000, Wajib Pajak patuh apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 (dua) tahun terakhir.

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.

4. Dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 UU KUP, dan dalam hal terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.

5. Wajib Pajak yang laporan keuangannya untuk 2 (tahun) terakhir diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba-rugi fiskal.

2.1.5.3 Indikator Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Chaizi Nasucha dalam Siti Kurnia Rahayu (2010), menyatakan kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi yaitu sebagai berikut :

1. Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri

2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT) 3. Kepaatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang, dan 4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

2.1.5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Rahayu (2010) Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem perpajakan suatu negara, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak.

(12)

Administrasi pajak di Indonesia masih perlu diperbaiki, dengan perbaikan diharapkan Wajib Pajak lebih termotivasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan alat untuk mencapai suatu system telah diperbaiki maka faktor-faktor lain akan terpengaruhi.

Administrasi baik tentunya karena instansi pajak, sumber daya aparat pajak dan prosedur perpajakan baik. Dengan kondisi tersebut maka usaha memberikan pelayanan bagi Wajib Pajak akan lebih baik, lebih cepat dan menyenangkan Wajib Pajak. Dampaknya akan nampak pada kerelaan Wajib Pajak untuk membayar pajak.

2.1.6 Pajak Bumi dan Bangunan

2.1.6.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak kebendaan atas bumi dan/atau bangunan yang dikenakan terhadap orang pribai atau badan yang secara nyata mempunyai hak dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh masa manfaat atas bangunan. PBB merupakan pajak kebendaan, dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan obyek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan, sedangkan subyek. (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

Menurut Mardiasmo (2018:363) Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan diartikan terpisan, Bumi adalah permukaaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Dan Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.

Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :

1. Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan kompleks bangunan.

2. Jalan Tol.

3. Kolam renang.

4. Pagar Mewah.

5. Tempat Olahraga.

(13)

6. Galangan kapal, dermaga.

7. Taman Mewah.

8. Tempat Penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.

9. Fasilitas lain yang memberikan manfaat

2.1.6.2 Dasar Hukum

Dasar hukum pajak bumi dan bangunan adalah sebagai berikut :

1. Undang-undang No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002 tentang penetapan besarnya Nilai Jual Kena Pajak untuk perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan.

3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2000 tentang pembagian hasil penerimaan PBB antara pemerintah pusat dan daerah.

4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 532/KMK.04/1998 yang telah diganti Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 150/PMK.03/2010 tentang klasifikasi dan besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.

5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 201/KMK.04/2000 YANG TELAH DIGANTI Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 67/PMK.03/2011 tentang penetapan besarnya NJOP Tidak Kena Pajak.

6. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 533/PJ/2000 tentang petunjuk pelaksanaan pendaftaran, pendataan, dan penilaian objek dan subjek pajak PBB dalam rangka pembentukan dan/atau pemeliharaan basis data SISMIOP.

7. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ.6/1998 yang telah diganti Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-64/PJ/2010 tentang pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.

8. Petunjuk pelaksanaan lainnya.

(14)

2.1.6.3 Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata : a. Mempunyai suatu hak atas bumi dan atau

b. Memperoleh manfaat atas bumi dan atau c. Memiliki bangunan dan atau

d. Menguasi banguan dan atau

e. Memperoleh manfaat atas bangunan

2.1.6.4 Surat Pemberitahuan Pajak Bumi dan Bangunan

Menurut Undang-undang No.12 tahun 1994 Surat Pemberitahuan Pajak Bumi dan Bangunan meliputi :

1. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)

Adalah surat yang digunkan Wajib Pajak untuk melaporkan data objek menurut ketentuan undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Suart Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

Adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak.

Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan SPPT berdaskan SPOP Wajib Pajak.

2.1.6.5 Nilai Jual Objek Pajak

Menurut Mardiasmo (2018:364) Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual-beli, Nilai Jual Obek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

(15)

Yang dimaksud dengan :

1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis, yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah di ketahui harga jualnya.

2. Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut.

3. Nilai jual pengganti adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.

Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klarifikasi : 1. Objek Pajak Sektor Pedesaan dan Perkotaan.

2. Objek Pajak Sektor Perkebunan.

3. Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan, Hak Pengusahaan Hasil Hutan, Izin Pemanfaatan Kayu serta Izin Sah Lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.

4. Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.

5. Objek Pajak Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.

6. Objek Pajak Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi.

7. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C.

8. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas Galian C.

9. Objek Pajak Sektor Pertambangan yang dikelola berdasarkan Kontrak Karya atau Kontrak Kerjasama.

10. Objek Pajak Usaha bidang perikanan laut.

11. Objek Pajak Usaha bidang perikanan darat.

(16)

12. Objek Pajak yang bersifat khusus

2.1.6.6 Tarif Pajak

Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5%.

2.1.6.7 Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan

Menurut Mardiasmo (2018:369) dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan antara lain :

1. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

2. Besarnya Nilai jual objek pajak (NJOP) ditetapkan setiap tiga tahun oleh Kepala Lantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota (Pemerintah Daerah) setempat.

3. Dasar perhitungan pajak adalah yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) 4. Besarnya Persentase ditetapkan dengan peraturan Pemerintah dengan

memerhatikan kondisi ekonomi nasional.

Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan NJKP (Nilai Jual Kena Pajak).

2.1.7 Peneliti Terdahulu

Adapun penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP

= 0,5% x {Persentase NJKP x (NJOP-NJOPTKP)}

(17)

Tabel 2.1 Peneliti Terdahulu No. Peneliti Judul

Variabel Penelitian

Hasil Penelitian

1. Aprilia Permatasari dan P D’yan Yaniartha (2012)

Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan

X1 : Kesadaran Wajib Pajak X2 : Sanksi Perpajakan Y : Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan

Variabel kesadaran wajib pajak dan sanksi perpajakan secara parsial berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB hal ini dapat

membuktikan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak. Jika kesadaran wajib pajak meningkat, maka kepatuhan wajib pajak juga akan meningkat.

2. Tika Wulandari dan Suyanto

Pengaruh Pengetahuan Perpajakan,

X1 :

Pengetahuan Perpajakan

Berdasarkan hasil Uji t menunjukkan bahwa variabel pengetahuan

(18)

(2014) Tingkat Pendidikan dan Sanksi Administrasi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Melakukan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan

X2 : Tingkat Pendidikan X3 : Sanksi Administrasi Y : Kepatuhan dalam

melakukan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan

perpajakan secara signifikan mampu mempengaruhi

kepatuhan pembayaran PBB di Kabupaten Sleman. Variabel pendidikan secara parsial tidak

berpengaruh terhadap kepatuhan pembayaran PBB di Kabupaten

Sleman.Variabel sanksi administrasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pembayaran PBB di kabupaten Sleman. Berdasarkan hasil Uji F

menunjukkan bahwa pengetahuan perpajakan, pendidikan dan sanksi administrasi secara

(19)

bersama-sama (simultan) mampu mempengaruhi kepatuhan pembayaran PBB. Variabel yang paling bepengaruh terhadap kepatuhan adalah pengetahuan perpajakan. Hasil Uji Regresi menunjukkan bahwa nilai Adjusted R square sebesar 0,497.

Hal ini berarti

kemampuan persamaan regresi pada penelitian ini menjelaskan variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 49,7 % . Sedangkan 50,3%

dijelaskan oleh faktor lain diluar penelitian ini.

(20)

3. Kadek Suciningsih (2015)

Pengaruh Sanksi

Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kualitas Pelayanan Serta Dampaknya Pada

Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan

X1 : Sanksi Perpajakan X2 : Kesadaran Wajib Pajak X3 :

Pelayanana serta dampaknya Y : Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan

pengaruh sanksi perpajakan dan

kesadaran wajib pajak terhadap kualitas pelayanan serta dampaknya pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan ada pengaruh positif dan signifikan sanksi perpajakan terhadap kesadaran wajib pajak, ada pengaruh ositif dan signifikan sanksi perpajakan dan

kesadaran wajib pajak terhadap kualitas

pelayanan, ada pengaruh positif dan signifikan sanksi perpajakan terhadap kualitas

pelayanan, ada pengaruh

(21)

positif dan signifikan kesadaran wajib pajak terhadap kualitas

pelayanan, ada pengaruh positif dan signifikan kualitas pelayanan terhadap kepatuhan wajib pajak, ada pengaruh positif dan signifikan sanksi perpajakan dan

kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak, ada pengaruh positif dan signifikan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib paja dan ada pengaruh positif dan signifikan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak

(22)

Bumi dan Bangunan (PBB).

4. I Gede Prayuda Budiartama dan I Ketut Jati (2016)

Pengaruh Sikap, Kesadaran Wajib Pajak dan

Pengetahuan Perpajakan pada Kepatuhan membayar Pajak Bumi dan Bangunan

X1 : Sikap

X2 : Kesadaran Wajib Pajak

X3 :

Pengetahuan Perpajakan

Y : Kepatuhan membayar Pajak Bumi dan Bangunan

Sikap wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan pada

kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

Artinya semakin baik sikap wajib pajak maka kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan semakin tinggi;

Pengetahuan perpajakan berpengaruhpositif dan signifikan pada

kepatuhanwajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

(23)

Artinya semakin mengerti dan paham wajib pajak dalam pentingnya membayar pajak maka kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan semakin tinggi;

Kesadaran wajib Pajak berpengaruh positif dan signifikan pada

kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

Artinya semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan semakin tinggi.

(24)

2.2 Kerangka Berfikir Hipotesis Penelitian 2.2.1 Kerangka Berfikir

Menurut Setiadi (2010), upaya untuk menilai keberhasilan penerimaan pajak ada beberapa sasaran administrasi perpajakan yang perlu diingat seperti meningkatkan kepatuhan para pembayar pajak dan melaksanakan ketentuan perpajakan secara seragam untuk mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal. Kepatuhan Wajib Pajak (Tax Compliance) dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk melaporkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam menghitung dan membayar pajak terhutang.

Kesadaran memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung kepada masalah-masalah teknik saja yang menyangkut metode pemungutan, tarif pajak, teknik pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan pelayanan kepada wajib pajak selaku pihak pemberi dana bagi negara. Di samping itu juga tergantung pada kemauan wajib pajak sejauh mana wajib pajak tersebut akan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Rahayu, 2010).

2.2.1.1 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan

Kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak. Sehingga kesadaran perpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti perihal pajak. Kesadaran perpajakan adalah kerelaan

(25)

memenuhhi kewajibannya, termasuk rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi pemerintah dengan cara membayar kewajiban pajaknya.

Apabila wajib pajak orang pribadi merasa bahwa keadilan pajak telah diterapkan kepada semua wajib pajak dengan tidak membedakan perlakuan antara wajib pajak badan dengan perorangan, wajib pajak besar dengan wajib pajak kecil dalam artian bahwa semua wajib pajak diperlakukan secara adil maka setiap wajib pajak cenderung untuk menjalankan kewajiban pajaknya dengan baik atau dengan kata lain menimbulkan kepatuhan dalam diri wajib pajak. Wajib pajak yang mempunyai kesadaran moral yang baik sebagai warga negara dalam melaksanakan kewajiban pajaknya berbeda dengan warga negara yang tidak mempunyai kesadaran moral. Seseorang yang berpendidikan pajak akan mempunyai pengetahuan tentang perpajakan, baik itu soal tarif pajak yang akan mereka bayar, maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka.

Dengan adanya pengetahuan perpajakan tersebut akan membantu kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak, sehingga tingkat kepatuhan akan meningkat.

(Banyu Ageng Wahyu Utomo, 2011)

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan dengan adanya kesadaran wajib pajak orang pribadi untuk menjalankan kewajiban pajaknya dengan baik maka kepatuhan akan meningkat. Menurut Banyu Ageng Wahyu Utomo, 2011) Kesadaran wajib pajak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan.

(26)

Berdasarkan uraian diatas, maka paradigma sederhana terdiri dari satu variabel bebas (independent) yaitu Kesadaran Wajib Pajak dan satu variabel terikat (dependent) yaitu Kepatuhan Wajib Pajak seperti dibawah ini :

Gambar 2.1 Paradigma Sederhana

2.2.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian dan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran diatas maka penulis mengemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Ho : β=0: Kesadaran Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Bandung.

2. Ha : β≠0: Kesadaran Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Bandung.

Kepatuhan Wajib Pajak Kesadaran Wajib

Pajak

Referensi

Dokumen terkait

Rp.10 miliar Orang/bulan 1,250,000 Bidang SKPD yang mengelolah d Niiai pagu dana di atas Rp.10 miliar sd.Rp.25 miliar Orang/bulan 1,580,000 Anggaran 1 (satu)

Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran Project-Based Learning lebih baik daripada siswa

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Hasil dari penilitian ini diharapkan menjadi masukan dalam rangka pembentukan dan faktor yang mempengaruhi karakter peserta didik yang bergabung pada kegiatan ekstrakurikuler

Jika benda yang akan digambar diletakkan di kwadran pertama, dan diproyeksikan pada bidang-bidang proyeksi, maka cara proyeksi ini disebut “Proyeksi kwadran pertama“ atau

Penelitian tersebut diharapkan dapat memperoleh gambaran mengenai dinamika perubahan penggunaan lahan dan emisinya dari berbagai kategori penggunaan lahan di wilayah

Dari penelitian terdahulu diketahui bahwa membran alginat yang mengandung antibiotik dapat digunakan sebagai media penyampaian obat topikal untuk luka terinfeksi,