• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI PROSES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II DESKRIPSI PROSES"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

19

BAB II

DESKRIPSI PROSES

2.1 Spesifikasi Bahan Baku dan Produk 2.1.1 Spesifikasi Bahan Baku

2.1.1.1. Tandan Kosong Kelapa Sawit (Singh, 2013)

Fase : padat

Panjang serat : 0,99 mm Diameter serat (D) : 19,1 μm Tebal dinding sel (T) : 3,38 μm Kekasaran serat : 0,107 mg/m Kehalusan (< 0,2 mm) : 27,6%

Indeks kekauan (T/D)3 x 10-4 : 55,43 2.1.1.2. Air (Perry, 1999)

Fase : cair

Kemurnian : 100% (w/t)

Warna : tidak berwarna

Impuritas : -

Kelarutan : larut dalam asam, ammonia, aseton, etanol, dan gliserol

2.1.1.3. Enzim Novozyme (www.shinshu-u.ac.jp)

Nama : Cellic Ctec2 dan Htec2

Komposisi :

Cellic Ctec2 : enzim α-selulase, β-selulase, dan hemiselulosa Cellic Htec2 : enzim β-glukosidase

2.1.1.4. Yeast (Kosaric, 2001)

Nama : Saccharomyces cereviceae

Jenis sel : Eukariotik

Kingdom :

Fungi : Ascmycota

Subdivisi : Saccharomycetes

(2)

20

Ordo : Saccaromycetales

Familia : Saccharomycetaceae 2.1.2 Spesifikasi Produk

2.1.2.1. Bioetanol (www.bsn.go.id)

Fase : cair

Wujud : Jernih, terang, tidak ada endapan dan kotoran

Kemurnian : 99,5% (v/v)

Impuritas : maksimal 0,5% (v/v) air 2.2 Konsep Proses dan Tinjauan Termodinamika

2.2.1 Dasar Reaksi

Proses pembuatan bioetanol menggunakan tandan kosong kelapa sawit diawali dengan proses memutuskan ikatan kandungan bahan pada TKKS melalui reaksi hidrolisis, yaitu reaksi selulosa menjadi glukosa dan hemiselulosa menjadi xilosa.

(C6H10O5)n + nH2O → nC6H12O6 (2.1) (C5H8O4)n + nH2O → nC5H10O5 (2.2) dengan, nilai n adalah jumlah molekul setiap monomer senyawa. Menurut Riegel’s (1970), jumlah molekul selulosa berkisar antara 10000 – 15000. Sementara menurut Ullman’s (1980), jumlah molekul hemiselulosa berkisar antara 100 – 200.

Reaksi hidrolisis dijalankan pada reaktor batch dalam fase suspensi pada suhu 50°C dan tekanan atmosferis. Reaksi hidrolisis bersifat endotermis dan irreversible (searah) sehingga digunakan pemanas (steam) untuk mempertahankan suhu reaktor.

Hasil reaksi hidrolisis dilanjutkan dengan proses penguraian glukosa menjadi etanol dan gas CO2 melalui reaksi fermentasi pada reaktor batch. Reaksi dijalankan dalam kondisi fase cair-cair pada kondisi suhu 30°C dan tekanan atmosferis. Reaksi fermentasi yang terjadi adalah:

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 (2.3)

Reaksi fermentasi bersifat eksotermis dan irreversible (searah) sehingga diperlukan pendingin untuk mempertahankan suhu fermentor.

(3)

21 2.2.2 Mekanisme Reaksi

Gambar 2.1 Mekanisme Reaksi Hidrolisis Enzimatik

Reaksi hidrolisis enzimatik adalah kinerja sinergis sekelompok enzim selulolitik pada enzim Cellic Ctec2 dan Htec2. Pada gambar 2.1, sistem enzim selulolitik terdiri dari tiga kelompok utama, yaitu endoglucanase (kompleks enzim selulase yang menghidrolisis selulosa), eksoglukanase (enzim selulase yang menyerang ujung rantai polisakarida non pereduksi), dan β-glukosidase (enzim selulase yang menyerang polisakarida yang tidak memadai) (Howard, 2003).

Enzim endoglukanase menghidrolisis secara acak pada bagian amorf serat selulosa dan hemiselulosa sehingga menghasilkan ujung rantai selulosa yang baru dan oligosakarida (gabungan dari molekul-molekul monosakarida dengan jumlah dua sampai dengan delapan molekul monosakarida) dengan panjang rantai berbeda-beda, seperti xilosa. Enzim eksoglukanase bekerja terhadap ujung-ujung polisakarida dan menghasilkan selobiosa yang merupakan disakarida. Selanjutnya, enzim β- glukosidase memecah selobiosa menjadi 2 molekul glukosa (Lynd, 2002).

Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi Fermentasi Alkohol oleh Ragi

(4)

22

Reaksi fermentasi mengubah glukosa menjadi etanol dan gas karbondioksida (CO2) menggunakan bantuan mikroba melalui jalur glikolisis atau jalur Embden- Meyerhof-Parnas (EMP). Pada gambar 2.2, mikroorganisme Saccharomyces cereviceae bekerja dalam fase cair berkontak dengan reaktan fase cair-cair. Tujuan mikroorganisme untuk mengkonversi glukosa menjadi etanol dan gas CO2

(Irnaningtyas, 2013).

ATP adalah istilah dari adenosina trifosfat, yaitu energi yang penting dalam molekul dalam sel yang memiliki tiga gugus fosfat yang melekat pada gula ribosa.

Sedangkan ADP adalah adenosina difosfat, yaitu molekul yang agak mirip dengan ATP yang terdiri dari adenin dan gula ribose yang sama dengan dua molekul fosfat.

Sementara NAD+ adalah nikotinamida adenine dinukleotida, yaitu koenzim (senyawa kimia non-protein yang diperlukan untuk aktivitas biologis protein) yang ditemukan dalam semua sel hidup. Selama reaksi berlangsung, NAD+ bertindak sebagai oksidator, dan NADH sebagai reduktor. NAD+ menerima electron dari molekul lain dan tereduksi menjadi NADH. Setelah terbentuk asetaldehid dari asam laktat, maka terjadi reaksi dehidrogenasi menjadi etanol (Irnaningtyas, 2013).

2.2.3 Kondisi Operasi

Kondisi operasi sangat menentukan jalannya proses dan produk yang dihasilkan. Pada prarancangan ini dipilih kondisi operasi:

Tabel 2.1 Kondisi Operasi pada Setiap Reaksi

Parameter Reaksi Hidrolisis Reaksi Fermentasi

Suhu (°C) 50 30

Tekanan (atm) 1 1

Fase Reaksi Cair-padat Cair-cair

Kondisi operasi pada reaktor hidrolisis ditentukan berdasarkan jurnal acuan prarancangan (Jeon, 2014). Konversi dan yield reaksi hidrolisis selulosa berturut-turut adalah 83,6% dan 15,78%, sedangkan konversi dan yield reaksi hidrolisis hemiselulosa berturut-turut adalah 74,9% dan 2,90%.

Sementara, kondisi operasi pada fermentor disesuaikan pada kondisi pertumbuhan optimum Saccharomycec cerevisiae (30 – 35°C), kondisi pertumbuhan tertinggi (32,3°C), dan kondisi pertumbuhan maksimum (45,4°C). Konversi dan yield

(5)

23

reaksi fermentasi pada fermentor, seed fermentor, dan pre-fermentor berturut-turut adalah 83,6% (Jeon, 2014) dan 7,28%, 81,95% dan 5,77%, serta 81,18% dan 5,81%.

2.2.4 Tinjauan Termodinamika

Tinjauan secara termodinamika bertujuan untuk mengetahui sifat reaksi dan arah reaksi. Penentuan panas reaksi berjalan secara eksotermis atau endotermis dapat diketahui dengan perhitungan panas pembentukan standar (ΔH°f) pada P = 1 atm dan T = 298,15 K. Pada proses pembentukan glukosa dan xilosa terjadi reaksi sebagai berikut.

2.2.4.1. Reaksi Hidrolisis Selulosa

Persamaan reaksi hidrolisis selulosa sebagai berikut.

(C6H10O5)10.000(s) + 10.000H2O (l) → 10.000C6H12O6(aq) 1. Panas Reaksi (∆HR)

Panas reaksi (∆HR) digunakan untuk menentukan jenis reaksi. Berikut perhitungan panas reaksi (∆HR) hidrolisis selulosa.

Tabel 2.2 Harga ΔH°f Masing-masing Komponen (Perry, 2007; Yaws, 1999)

Komponen Harga ΔH°f (kJ/mol)

Selulosa -9.180.187,63

Air -241,80

Glukosa -1.159,76

ΔH°f 298,15 K = [Σ (n . ΔH°f produk)] – [Σ (n . ΔH°f reaktan)]

= (10.000 x -1.159,76) – ((9.180.187,63) + (10.000 x -241,80))

= 587,63 kJ/mol

Karena harga ΔH°f 298,15 K positif, maka reaksi bersifat endotermis.

2. Energi Bebas Gibbs (ΔG°)

Tabel 2.3 Harga ΔG°f Masing-masing Komponen (Tan, 2016; Yaws, 1999;

Hammes, 2015)

Komponen Harga ΔG°f (kJ/mol)

Selulosa -6.734.202,98

Air -237,14

Glukosa -910,56

ΔG°f 298,15 K = [Σ (n . ΔG°f produk)] – [Σ (n . ΔG°f reaktan)]

(6)

24

= (10.000 x -910,56) – (-6.734.202,98 + (10.000 x -237,14))

= 2,98 kJ/mol

Nilai ΔGo > 0 sehingga reaksi berlangsung secara tidak spontan.

3. Konstanta Kesetimbangan Reaksi

Dari Smith (2005) pada persamaan (13.11b):

ln K298,15 = −ΔG⁰

RT (2.4)

= − 2,98 kJ/mol

8,3145 × 10−3 kJ/mol.K x 298,15 K = −1,20

K298,15 = 0,30

Dari Smith (2005), persamaan (13.15):

ln( K

K298,15) = −ΔH298,15

R × (1

T1

Tref) (2.5)

dengan:

K = Konstanta kesetimbangan pada suhu tertentu T = Suhu operasi alat

Tref = Suhu referensi (298,15 K)

R = Tetapan gas ideal = 8,3145 x 10-3 kJ/mol.K

ΔH298,15 = Panas reaksi standar pada suhu standar (298,15 K)

Pada suhu 50°C (323,15 K), besarnya konstanta kesetimbangan dapat dihitung sebagai berikut.

ln( K

K298,15) = −ΔH298,15

R × (1

T1

Tref) ln( K

K298,15) = − 587,63 kJ/mol

8,3145 × 10−3 kJ/mol.K × ( 1

323,151

298,15) K ln( K

K298,15) = 18,34 ( K

K298,15) = 9,21 x 107

K = 2,77 x 107

Berdasarkan Cracolice & Peter (2016), besaran nilai konstanta kesetimbangan (K) terbagi atas tiga kondisi

,

yaitu:

(7)

25

a) Jika tetapan kesetimbangan sangat besar (K > 100), reaksi lebih mengarah ke arah produk sehingga jumlah produk mendominasi dan irreversible.

b) Jika tetapan kesetimbangan itu sangat kecil (K < 0,01) reaksi sebaliknya lebih mengarah ke arah reaktan sehingga jumlah reaktan mendominasi

c) Jika 0,01 < nilai K < 100, maka semua komposisi pada sistem tersebut berada pada keadaan kesetimbangan.

Nilai K yang terhitung pada suhu 50°C termasuk dalam kondisi K > 100 sehingga reaksi hidrolisis selulosa adalah reaksi irreversibel.

4. Konversi Kesetimbangan Reaksi

Berikut adalah perhitungan konversi kesetimbangan reaksi pada suhu 50°C.

(C6H10O5)10.000(s) + 10.000H2O (l) → 10.000C6H12O6(aq) A + 10.000B → 10.000C

Karena H2O berlebih, reaksi dianggap orde 1 terhadap konsentrasi selulosa.

K = 𝐶𝐶𝑒

𝐶𝐴𝑒 (2.6)

Stoikiometri:

(C6H10O5)10.000(s) + 10.000H2O (l) → 10.000C6H12O6(aq) m : CA0 CB0

r : -CA0.Xe -10.000CA0.Xe 10.000CA0.Xe s : CA0(1-Xe) CB0 – 10.000CA0.Xe 10.000CA0.Xe

K = 10.000𝐶𝐴0.𝑋𝑒

𝐶𝐴0(1−𝑋𝑒)

K = 10.000𝑋𝑒

(1−𝑋𝑒)

dengan,

K = 2,77 x 107

Sehingga didapat nilai konversi kesetimbangan (Xe) adalah 100%.

2.2.4.2. Reaksi Hidrolisis Hemiselulosa

Persamaan reaksi hidrolisis hemiselulosa sebagai berikut.

(C5H8O4)100 (s) + 100H2O (l) → 100C5H10O5 (aq)

(8)

26 1. Panas Reaksi (∆HR)

Panas reaksi (∆HR) digunakan untuk menentukan jenis reaksi. Berikut perhitungan panas reaksi (∆HR) hidrolisis selulosa.

Tabel 2.4 Harga ΔH°f Setiap Komponen (Perry, 2007; Yaws, 1999)

Komponen Harga ΔH°f (kJ/mol)

Hemiselulosa -73.565,94

Air -241,80

Xilosa -974,33

ΔH°f 298,15 K = [Σ (n . ΔH°f produk)] – [Σ (n . ΔH°f reaktan)]

= (100 x -974,33) – (-73.565,94 + (100 x -241,80))

= 312,94 kJ/mol

Karena harga ΔH°f 298,15 K positif, maka reaksi bersifat endotermis.

2. Energi Bebas Gibbs (ΔG°)

Tabel 2.5 Harga ΔG°f Setiap Komponen (Tizazu, 2017; Yaws, 1999; Silva, 2013)

Komponen Harga ΔG°f (kJ/mol)

Hemiselulosa -51.337,12

Air -237,14

Xilosa -750,50

ΔG°f 298,15 K = [Σ (n . ΔG°f produk)] – [Σ (n . ΔG°f reaktan)]

= (100 x -750,50) – (-51.337,12 + (100 x -237,14))

= 1,12 kJ/mol

Nilai ΔGo > 0 sehingga reaksi dapat berlangsung secara tidak spontan.

3. Konstanta Kesetimbangan Reaksi

Dari Smith (2005) pada persamaan (13.11b):

ln K298,15 = −ΔG⁰

RT

= − 1,12 kJ/mol

8,3145 × 10−3 kJ/mol.K x 298,15 K = −0,45

K298,15 = 0,64

Dari Smith (2005), persamaan (13.15):

ln( K

K298,15) = −ΔH298,15

R × (1

T1

Tref)

dengan:

(9)

27

K = Konstanta kesetimbangan pada suhu tertentu T = Suhu operasi alat

Tref = Suhu referensi (298,15 K)

R = Tetapan gas ideal = 8,3145 x 10-3 kJ/mol.K

ΔH298,15 = Panas reaksi standar pada suhu standar (298,15 K)

Pada suhu 50°C (323,15 K), besarnya konstanta kesetimbangan dapat dihitung sebagai berikut.

ln( K

K298,15) = −ΔH298,15

R × (1

T1

Tref) ln( K

K298,15) = − (312,94 kJ/mol)

8,3145 × 10−3 kJ/mol.K × ( 1

323,151

298,15) K ln( K

K298,15) = 9,77 ( K

K298,15) = 1,74 x 104

K = 1,11 x 104

Berdasarkan Cracolice & Peter (2016), nilai K yang terhitung pada suhu 50°C termasuk dalam kondisi K > 100 sehingga reaksi hidrolisis hemiselulosa adalah reaksi irreversible.

4. Konversi Kesetimbangan Reaksi

Berikut adalah perhitungan konversi kesetimbangan reaksi pada suhu 50°C.

(C5H8O4)100(s) + 100nH2O (l) → 100C5H10O5(aq) A + 100B → 100C

Karena H2O berlebih, reaksi dianggap orde 1 terhadap konsentrasi hemiselulosa.

K =𝐶𝐶𝑒

𝐶𝐴𝑒 Stoikiometri:

(C5H8O4)100(s) + 100H2O (l) → 100C5H10O5(aq) m : CA0 CB0

r : -CA0.Xe -100CA0.Xe 100CA0.Xe s : CA0(1-Xe) CB0 – 100CA0.Xe 100CA0.Xe

(10)

28 K = 100𝐶𝐴0.𝑋𝑒

𝐶𝐴0(1−𝑋𝑒)

K = 100𝑋𝑒

(1−𝑋𝑒)

dengan,

K = 1,11 x 104

Sehingga didapat nilai konversi kesetimbangan (Xe) adalah 99%.

2.2.4.3. Reaksi Fermentasi Glukosa

Persamaan reaksi fermentasi adalah sebagai berikut.

C6H12O6(aq) → 2C2H5OH (aq) + 2CO2 (g)

1. Panas Reaksi (∆HR)

Panas reaksi (∆HR) digunakan untuk menentukan jenis reaksi. Berikut perhitungan panas reaksi (∆HR) fermentasi glukosa.

Tabel 2.6 Harga ΔH°f Setiap Komponen (Perry, 2007; Yaws, 1999)

Komponen Harga ΔH°f (kJ/kmol)

Glukosa -1.159,76

Etanol -235,00

CO2 -393,50

ΔH°f 298,15 K = [Σ (n . ΔH°f produk)] – [Σ (n . ΔH°f reaktan)]

= ((2 x -235,00) + (2 x 393,50)) – (-1.159,76)

= -97,24 kJ/mol

Karena harga ΔH°f 298,15 K negatif, maka reaksi bersifat eksotermis.

2. Energi Bebas Gibbs (ΔG°)

Tabel 2.7 Harga ΔG°f Setiap Komponen (Hammes, 2015; Yaws, 1999)

Komponen Harga ΔG°f (kJ/mol)

Glukosa -910,56

Etanol -168,28

CO2 -394,38

ΔG°f 298,15 K = [Σ (n . ΔH°f produk)] – [Σ (n . ΔH°f reaktan)]

= Σ (ΔG°f etanol + ΔG°f CO2)– Σ (ΔG°f glukosa)

= ((2 x -168,28) + -(2 x 394,38)) – (-910,56)

= -214,76 kJ/mol

Nilai ΔGo < 0 sehingga reaksi dapat berlangsung secara spontan.

(11)

29 3. Konstanta Kesetimbangan Reaksi

Dari Smith (2005) pada persamaan (13.11b):

ln K298,15 = −ΔG⁰

RT

= − -214,76 kJ/mol

8,3145 × 10−3 kJ/mol.K x 298,15 K = 86,63

K298,15 = 4,21 x 1037

Dari Smith (2005), persamaan (13.15):

ln( K

K298,15) = −ΔH298,15

R × (1

T1

Tref)

dengan:

K = Konstanta kesetimbangan pada suhu tertentu T = Suhu operasi alat

Tref = Suhu referensi (298,15 K)

R = Tetapan gas ideal = 8,3145 x 10-3 kJ/mol.K

ΔH298,15 = Panas reaksi standar pada suhu standar (298,15 K)

Pada suhu 33°C (306,15 K), besarnya konstanta kesetimbangan dapat dihitung sebagai berikut.

ln( K

K298,15) = −ΔH298,15

R × (1

T1

Tref) ln( K

K298,15) = − (−97,26 kJ/mol)

8,3145 × 10−3 kJ/mol.K × ( 1

306,151

298,15) K ln( K

K298,15) = -1,03 ( K

K298,15) = 0,36

K = 1,51 x 1037

Berdasarkan Cracolice & Peter (2016), nilai K yang terhitung pada suhu 33°C termasuk dalam kondisi K > 100 sehingga reaksi fermentasi glukosa adalah reaksi irreversible.

4. Konversi Kesetimbangan Reaksi

Berikut adalah perhitungan konversi kesetimbangan reaksi pada suhu 33°C.

C6H12O6(aq) → 2C2H5OH (aq) + 2CO2 (g)

(12)

30 aA → bB + cC

K = 𝐶𝐵𝑒

𝑏 . 𝐶𝐶𝑒𝑐 𝐶𝐴𝑒𝑎

Stoikiometri:

C6H12O6(aq) → 2C2H5OH (aq) + 2CO2(aq)

m : CA0

r : -CA0.Xe 2CA0.Xe 2CA0.Xe s : CA0(1-Xe) 2CA0.Xe 2CA0.Xe

K = (2𝐶𝐴0.𝑋𝑒)

2 . (2𝐶𝐴0.𝑋𝑒)2 𝐶𝐴0(1−𝑋𝑒)

K = 16𝐶𝐴0

3𝑋𝑒4 (1−𝑋𝑒)

dengan,

K = 1,51 x 1037 CA0 = 0,001 mol/L

Sehingga didapat nilai konversi kesetimbangan (Xe) adalah 100%.

2.2.5 Tinjauan Kinetika 2.2.5.1. Reaksi Hidrolisis

Tinjauan kinetika reaksi hidrolisis ditinjau dengan persamaan Michaelis- Menten. Secara umum, persamaan reaksi enzimatis sebagai berikut (Fogler, 2008).

[S] + [E] ⇌ [E.S] → [P] + [E] (2.7) Di mana:

[E] = enzim (Cellic Ctec2 dan Htec2) [S] = substrat

[E.S] = kompleks enzim-substrat [P] = produk

k1 = konstanta kecepatan reaksi pembentukan [E.S]

k2 = konstanta kecepatan reaksi dekomposisi [E.S] menjadi [S] dan [E]

k3 = konstanta keceptan reaksi pembentukan produk [P]

(13)

31

Pada reaksi enzimatis, jumlah substrat lebih besar daripada jumlah enzim dan konsentrasi [E.S] lebih sedikit daripada jumlah substrat. Jika reaksi dalam keadaan steady state, persamaan kecepatan reaksi [E.S] dapat dijabarkan sebagai berikut.

𝑑 [𝐸.𝑆]

𝑑𝑡 = 𝑘1[𝐸][𝑆] − 𝑘2[𝐸. 𝑆] − 𝑘3[𝐸. 𝑆] = 0 (2.8) Berdasarkan persamaan (2.5), didapatkan persamaan konsentrasi kompleks enzim-substrat [E.S] sebagai berikut.

[𝐸. 𝑆] = 𝑘1[𝐸]0[𝑆]

𝑘2+ 𝑘3+ 𝑘1[𝑆] (2.9) Kecepatan reaksi pembentukan produk [P] dinyatakan sebagai berikut.

−𝑟𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 = 𝑘3[𝐸. 𝑆] (2.10) Di mana, nilai KM (konstanta Michaelis-Menten) adalah (Fogler, 2008):

𝐾𝑀 = 𝑘2+ 𝑘3

𝑘1 (2.11) Dan kecepatan maksimum reaksi (Vmax) dianggap kecepatan semua molekul enzim [E.S], maka [E]0 = [E.S]

𝑉𝑚𝑎𝑥 = 𝑘3 [𝐸]0 (2.12) Substitusi persamaan (2.8) ke persamaan (2.6) menjadi:

[𝐸. 𝑆] = 𝑘2+ 𝑘3+ 𝑘1[𝑆][𝐸]0[𝑆]

𝑘1

(2.13) [𝐸. 𝑆] = 𝑘2+ 𝑘3[𝐸]0[𝑆]

𝑘1 +[𝑆] (2.14) [𝐸. 𝑆] = [𝐸]0[𝑆]

𝐾𝑀+[𝑆] (2.15) Substitusi persamaan (2.9) dan (2.12) ke persamaan (2.7) menjadi:

−𝑟𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 = 𝑉𝑚𝑎𝑥[𝑆]

𝐾𝑀+[𝑆] (2.16) Hubungan timbal balik dari persamaan (2.13) adalah:

1

𝑟𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 = 1

𝑉𝑚𝑎𝑥+ (𝐾𝑀

𝑉𝑚𝑎𝑥. 1

[𝑆]) (2.17) dengan:

– rproduk = kecepatan reaksi enzimatik (g substrat/L.jam) Km = konstanta Michaelis-Menten (g/L)

Vmax = kecepatan maksimum reaksi (g/L.jam) S = konsentrasi substrat (g/L)

(14)

32

Data untuk reaksi hidrolisis selulosa dan hemiselulosa adalah sebagai berikut.

Tabel 2.8 Data Reaksi Hidrolisis Selulosa dan Hemiselulosa (Ghazali, 2017 dan Mardawati, 2017)

Jenis Data Nilai Satuan Nilai

KM 9,866 g/L

Hidrolisis selulosa

Vmax 2,838 g/L.jam

KM 6,433 g/L

Hidrolisis hemiselulosa

Vmax 2,520 g/L.jam

2.2.5.2. Reaksi Fermentasi

Tinjauan kinetika reaksi fermentasi ditinjau dengan persamaan Monod. Secara umum, persamaan reaksi fermentasi sebagai berikut (Kuu, 1983).

[S] + [Y] + 2ADP + 2Pi → [P] + [Y] + 2ATP (2.18) Di mana:

[Y] = yeast (Saccharomyces cerevisiae) [S] = substrat

ADP = nukleotida adenosina difosfat (penghasil energi) Pi = fosfat anorganik dari ADP dan ATP

[P] = produk

ATP = nukleotida adenosina trifosfat (energi yang dihasilkan)

Secara umum, persamaan Monod untuk laju reaksi glukosa oleh sel ragi menjadi etanol sebagai berikut (Kuu, 1983).

−𝑟𝑎(𝑆, 𝑃) = 𝐾𝑧 𝑌𝑚𝑆

(𝐾𝑀+𝑆+ 𝑆2 𝐾𝑠) (1+ 𝑃

𝐾𝑝) (2.19) 𝑌𝑚 = 𝑎1

𝑉 (2.20)

Dengan:

– ra = kecepatan reaksi fermentasi glukosa (kg glukosa/L.jam) Kz = konstanta kecepatan reaksi

Ym = effective fermentation power (kg glukosa/L.jam)

a1 = banyaknya glukosa yang dikonsumsi oleh yeast (kg glukosa/jam) V = volume total umpan fermentor (L)

Km = konstanta Michaelis-Menten (g/L)

(15)

33 Ks = konstanta inhibitor substrat (g/L) Kp = konstanta inhibitor produk (g/L)

Konsentrasi substrat dan produk dinyatakan sebagai berikut.

[𝑆] = 𝑆0(1 − 𝑋) (2.21) [𝑃] = 𝑃0 [(𝑍)(𝑋)(𝑆0)] (2.22) Dengan:

S0 = konsentrasi substrat mula-mula (g/L) X = konversi reaksi fermentasi

P0 = konsentrasi produk mula-mula (g/L) Z = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘

𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖

Substitusi persamaan (2.17) dan (2.18) ke persamaan (2.16) menjadi:

−𝑟𝑎(𝑆, 𝑃) = 𝐾𝑧 𝑌𝑚

(𝐾𝑀+(𝑆0 (1−𝑋))+ (𝑆0 (1−𝑋)) 2

𝐾𝑠 ) (1+ (𝑃0 𝑍 𝑋 𝑆0)

𝐾𝑝 )

(2.23) Data-data untuk reaksi fermentasi glukosa sebagai berikut.

Tabel 2.9 Data Reaksi Fermentasi Glukosa (Kuu, 1983)

Jenis Data Nilai Satuan

KZ 1,047 -

KM 1,197 g/L

Ks 1,025 x 103 g/L

Kp 145,2 g/L

Ym (fermentor) 0,00297 kg glukosa/L.jam

Ym (pre-fermentor) 0,00705 kg glukosa/L.jam

Ym (seed fermentor) 0,00737 kg glukosa/L.jam

2.3 Diagram Alir Proses dan Tahapan Proses 2.3.1 Diagram Alir Proses

Diagram alir terdiri atas dua jenis, yaitu:

a. Diagram alir kualitatif dan kuantitatif (gambar 2.3) b. Diagram alir proses (gambar 2.4)

(16)

34

Gambar 2.3 Diagram Alir Kualitatif dan Kuantitatif

(17)

35

Gambar 2.3 Diagram Alir Kualitatif dan Kuantitatif (Lanjutan)

(18)

36

Gambar 2.4 Diagram Alir Proses

(19)

37 2.3.2 Tahapan Proses

Proses pembuatan bioetanol terdiri atas delapan tahap, yaitu:

1. Tahap pretreatment 2. Tahap hidrolisis 3. Tahap fermentasi 4. Tahap pemurnian 2.3.2.1. Tahap Pretreatment

Bahan baku bioetanol adalah tandan kosong kelapa sawit disimpan di gudang (G-01) dalam fase padat pada kondisi suhu 30°C dan tekanan atmosferis (1 atm).

TKKS dari G-01 diangkut menggunakan belt conveyor (BC-01A/B) menuju chipper (CP-01 A/B) untuk memotong TKKS menjadi bentuk chip berukuran 25 mm. Chip TKKS diangkut menuju bucket elevator (BE-01 A/B) menggunakan belt conveyor (BC-02 A/B). Fungsi bucket elevator adalah untuk mengangkut chip TKKS menuju tangki penampungan (silo) chip TKKS (S-01) pada kondisi suhu 30°C dan tekanan atmosferis. Chip TKKS dari S-01 diangkut dengan screw conveyor (SC-01) menuju bucket elevator (BE-02), yang selanjutnya diangkut menuju tangki delignifikasi (T- 01) untuk dilakukan proses delignifikasi.

Delignifikasi bertujuan untuk memecahkan kandungan lignin sehingga mampu meningkatkan produksi bioetanol. Kandungan lignoselulosa dalam TKKS memiliki ikatan yang saling terikat kuat akibat struktur amorphous, ikatan 1,4-β-selulosa, dan kandungan lignin. Ikatan-ikatan ini akan menghambat proses reaksi pertama, yaitu reaksi hidrolisis. Selain itu, delignifikasi juga meningkatkan porositas bahan karena semakin kecil ukuran bahan baku, maka semakin luas permukaan kontaknya sehingga semakin efektif untuk meningkatkan aksesibilitas enzim ke lignoselulosa (Hidayat, 2013) dan meningkatkan yield. Proses delignifikasi di tangki delignifikasi pada suhu 130°C dan tekanan 3,39 atm (343,49 kPa) dengan proses CHEMEX untuk memecah lignin menggunakan larutan NaOH 2,9 M. Larutan basa NaOH dapat merusak struktur serat sehingga jaringan lignoselulosa terbuka dan berpori serta meningkatkan luas permukaan jaringan TKKS (Kurniawan, 2016).

Setelah proses delignifikasi selesai, chipp TKKS hasil delignifikasi dicuci pada rotary filter pada kondisi suhu 50°C dan tekanan atmosferis untuk memisahkan pulp

(20)

38

dari cairan lindi hitam dengan penambahan sejumlah air. Hasil rotary filter yang diambil adalah cake. Cake yang terbentuk diangkut menggunakan belt conveyor (BC- 03) menuju bucket elevator (BE-03), lalu pengangkutan dari BE-03 masuk ke reaktor hidrolisis (R-01 A/E).

2.3.2.2. Tahap Hidrolisis

Pada reaktor hidrolisis, terjadi reaksi hidrolisis selulosa menjadi glukosa dan reaksi hemiselulosa menjadi xilosa, dengan bantuan enzim Cellic Ctec2 sebesar 40 FPU/g selulosa dan enzim Cellic Htec2 sebesar 15% dari kebutuhan Cellic Ctec2 pada suhu 50°C selama 20 jam pada tekanan atmosferis. Selama reaksi terjadi, pH diatur hingga 4,8 dengan menambahkan HCl (Goh, 2010) dengan konsentrasi 33% yang dibeli dari PT. Asahimas Chemical. Setelah reaksi di reaktor hidrolisis selesai, maka dilakukan pengosongan reaktor selama 8 jam serta pembersihan dan sterilisasi selama 4 jam.

Hasil proses dari reaktor hidrolisis diangkut menuju plate & frame filter press (FP-01) pada kondisi suhu 50°C dan tekanan atmosferis untuk memisahkan cairan dan padatan pada campurannya. Seluruh padatan, sebagian padatan terlarut, dan larutan dalam jumlah kecil ikut terbuang di dalam filter, sementara campuran glukosa, xilosa, dan air sebagai filtrat ditransfer menuju proses selanjutnya.

2.3.2.3. Tahap Fermentasi

Filtrat pada FP-01 sebanyak 95% ditransfer ke fermentor pada kondisi suhu 30°C dan tekanan atmosferis, lalu dilanjutkan reaksi fermentasi selama 48 jam pada kondisi operasi yang sama. Media dan nutrisi pada fermentor berasal dari T-09 A/E sehingga reaksi dapat dijalankan. Berdasarkan teori Pastur dalam buku Fermented Beverage Production (Andrew, 2003), hasil akhir dari fermentor berupa etanol dengan kandungan 8 – 12% (v/v) karena sel hidup yeast hanya toleran terhadap etanol dengan konsentrasi tertentu. Jika konsentrasi etanol melebihi 12%, maka yeast akan mulai mati dan reaksi fermentasi berhenti.

2.3.2.4. Tahap Pemurnian

Proses pemisahan dilakukan secara tiga tahap. Tahap pertama menggunakan evaporator (EV-01) pada kondisi suhu 100,24°C dan tekanan atmosferis untuk meningkatkan kadar etanol menjadi 70% (v/v) dengan cara menguapkan air dan etanol

(21)

39

dari campurannya. Hasil atas EV-01 kemudian ditransfer menuju pemisahan tahap kedua, yaitu menara distilasi (MD-01) pada kondisi suhu 99,99°C dan tekanan atmosferis untuk meningkatkan kadar etanol dari 70% menjadi 95,60% (v/v). Hasil atas MD-01 ditransfer menuju pemisahan tahap terakhir, yaitu adsorber (AD-01) pada kondisi operasi 102,96°C dan tekanan 4 atm untuk ditingkatkan kadarnya hingga 99,6% menggunakan zeolite untuk menyerap kandungan air pada larutan etanol.

Bioetanol yang telah dimurnikan pada AD-01, selanjutnya didinginkan menggunakan Shell and Tube 1-1 Horizontal Condensor (CD-02) dari suhu 87,19°C ke 30°C pada tekanan atmosferis. Bioetanol yang telah didinginkan disimpan di dalam tangki penyimpanan produk (T-12) pada kondisi suhu 30°C dan tekanan atmosferis dalam kondisi fase cair.

2.4 Neraca Massa dan Neraca Panas

Produk : Bioetanol

Kapasitas perancangan : 50000 kL/tahun Waktu operasi selama 1 tahun : 350 hari

Waktu operasi selama 1 hari : 24 jam 2.4.1 Neraca Massa

Diagram alir neraca massa sistem tabel merujuk pada gambar 2.3

(22)

40

Tabel 2.10 Neraca Massa Total

Komponen Arus Masuk (kg/jam) Arus Keluar (kg/jam)

1 4 6 9 10 11 18 2 7 13 19 21 23 25 26

TKKS 44.003,36 44

Selulosa 2.866,15 2.022,13

Hemiselulosa 5.037,74 621,32

Lignin 9.310,59 2.294,68

Ash 474,76 228,59

Others 8.097,31 826,44

NaOH 25.496,43 41,81 25.496,43 41,99

Na2CO3 104,07 0,17 104,07 0,17

NaCl 7,65 0,01 7,65 0,01

Na2SO4 10,20 0,02 10,20 0,02

Fe 0,25 0,0004 0,25 0,00042

H2O 224.192,71 13.084,41 696,78 45.605,99 0,06 229.488,78 436,05 49.808,57 2.356,43 263,54 24,29

HCl 0,04 0,04

Cellic Ctec2 34,84 34,99

Cellic Htec2 5,23 5,25

Asam Sitrat 146,32 146,95

Glukosa 94,55 1.759,26

Xilosa 17,41 2.093,95

Kultur Yeast 265,73

Urea 5,88 0,3

Asam Fosfat 0,01

Etanol 47,84 47,36 46,89 4.642,07

Karbondioksida 4.371,48

Total 44.003,36 249.811,31 13.084,41 925,18 45.605,99 0,1 5,88 44 280.893,94 6.770,57 4.371,48 53.975,66 2.403,79 310,43 4.666,36

353.436,225 353.436,225

(23)

41

Produk pada pabrik ini adalah arus 26, yaitu bioetanol yang membutuhkan bahan baku pada arus 1 sebesar 44.003,36 kg/jam sehingga kebutuhan bahan baku spesifik adalah:

Kebutuhan spesifik bahan baku = 𝐥𝐚𝐣𝐮 𝐚𝐥𝐢𝐫 𝐦𝐚𝐬𝐬𝐚 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐤𝐮 𝐥𝐚𝐣𝐮 𝐚𝐥𝐢𝐫 𝐦𝐚𝐬𝐬𝐚 𝐩𝐫𝐨𝐝𝐮𝐤

Dengan menggunakan perhitungan yang sama didapatkan:

• Kebutuhan spesifik bahan baku : 9,43 kg bahan baku/kg produk

• Limbah padat-cair yang dihasilkan : 73,7 kg limbah padat-cair/kg produk

• Limbah gas yang dihasilkan : 1,02 kg limbah gas/kg produk

Berdasarkan data kebutuhan spesifik bahan baku TKKS di atas, maka dapat disimpulkan bahwa satu kg produk bioetanol membutuhkan 9,43 kg TKKS.

Kebutuhan bahan baku lebih besar daripada produk yang dihasilkan, sehingga semakin banyak bahan baku yang tersedia, maka produk bioetanol yang dihasilkan semakin besar. Selain itu, setiap satu kg produk bioetanol menghasilkan 73,8 kg limbah padat- cair dan 0,94 kg limbah gas.

2.4.2 Neraca Panas

Tabel 2.11 Neraca Panas Chipper (CP-01)

Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)

Umpan masuk 330.223,16

Produk keluar 330.223,16

Total 330.223,16 330.223,16

Tabel 2.12 Neraca Panas Tangki Delignifikasi (T-02)

Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)

Umpan masuk 5.309.430,64

Produk keluar 112.009.494,71

Beban pemanasan 106.700.064,07

Total 112.009.494,71 112.009.494,71

Tabel 2.13 Neraca Panas Rotary Drum Vacuum Filter (RF-01)

Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)

Umpan masuk 27.887.395,05

Produk keluar 27.887.395,05

Total 27.887.395,05 27.887.395,05

(24)

42

Tabel 2.14 Neraca Panas Reaktor Hidrolisis (R-01)

Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ)

Panas reaksi 382.339,95

Beban pemanasan 19.117,00

Tabel 2.15 Neraca Panas Filter Press (FP-01)

Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)

Umpan masuk 7.064.011,76

Produk keluar 7.064.011,76

Total 7.064.011,76 7.064.011,76

Tabel 2.16 Neraca Panas Tee (Tee-01)

Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)

Umpan masuk 1.412.750,16

Produk keluar 1.412.750,16

Total 1.412.750,16 1.412.750,16

Tabel 2.17 Neraca Panas Fermentor (R-02)

Sumber Panas Input (kJ) Output (kJ/jam)

Panas reaksi 38.809.065,00

Beban pendinginan 464.849,47

Tabel 2.18 Neraca Panas Evaporator (EV-01)

Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)

Umpan masuk 1.243.492,12

Produk keluar 18.565.930,02

Beban pemanasan 17.322.437,90

Total 18.565.930,02 18.565.930,02

Tabel 2.19 Neraca Panas Menara Distilasi (MD-01)

Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)

Umpan masuk 1.535.071,15

Produk distilat 783.115,40

Produk bottom 744.932,03

Beban reboiler 369.441, 99

Beban condenser 376.465,70

Total 1.904.513,14 1.904.513,14

(25)

43

Tabel 2.20 Neraca Panas Adsorber (AD-01)

Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)

Umpan masuk 992.277,22

Produk keluar 992.277,22

Total 992.277,22 992.277,22

Kebutuhan energi berupa steam dan air pendingin dipenuhi dari unit utilitas yang diberikan ke unit proses. Berdasarkan neraca panas di atas, maka diperoleh:

Kebutuhan energi steam = 𝟏𝟐𝟖.𝟑𝟎𝟓.𝟎𝟑𝟑,𝟎𝟔 𝐤𝐉/𝐣𝐚𝐦

𝟒.𝟔𝟔𝟔,𝟑𝟔 𝐤𝐠/𝐣𝐚𝐦 = 𝟐𝟕.𝟒𝟗𝟓,𝟕𝟔 𝐤𝐉 𝐬𝐭𝐞𝐚𝐦 𝐤𝐠 𝐛𝐢𝐨𝐞𝐭𝐚𝐧𝐨𝐥 Kebutuhan energi pendingin = 𝟏𝟏𝟓.𝟓𝟐𝟖.𝟓𝟓𝟔,𝟖𝟗 𝐤𝐉/𝐣𝐚𝐦

𝟒.𝟔𝟔𝟔,𝟑𝟔 𝐤𝐠/𝐣𝐚𝐦 = 𝟐𝟒.𝟕𝟓𝟕,𝟕𝟔 𝐤𝐉 𝐩𝐞𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠𝐢𝐧 𝐤𝐠 𝐛𝐢𝐨𝐞𝐭𝐚𝐧𝐨𝐥

2.5 Tata Letak Pabrik dan Peralatan Proses 2.5.1 Tata Letak Peralatan

Tata letak peralatan proses adalah tempat di mana alat-alat yang digunakan dalam proses produksi. Tata letak peralatan proses pada prarancangan pabrik ini dilihat pada Gambar 2.5. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan tata letak peralatan proses, antara lain (Vilbrandt, 1959):

1. Lalu lintas manusia, dalam perancangan tata letak peralatan perlu diperhatikan agar pekerja dapat mencapai seluruh alat proses dengan cepat dan mudah. Hal ini bertujuan apabila terjadi gangguan pada alat proses dapat segera diperbaiki.

Keamanan pekerja selama menjalankan tugasnya juga diprioritaskan.

2. Kelancaran aliran udara di dalam dan di sekitar peralatan proses. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya stagnasi udara pada suatu tempat sehingga mengakibatkan akumulasi bahan kimia yang dapat mengancam keselamatan pekerja.

3. Jarak antar alat proses, alat proses yang mempunyai suhu dan tekanan operasi tinggi sebaiknya dipisahkan dengan alat proses lainnya, sehingga apabila terjadi ledakan atau kebakaran maka kerusakan dapat diminimalkan.

4. Penerangan sebuah pabrik harus memadai dan pada tempat-tempat proses yang berbahaya atau beresiko tinggi perlu adanya penerangan tambahan.

5. Pertimbangan ekonomi, dalam menempatkan alat-alat proses diusahakan dapat menekan biaya operasi dan menjamin kelancaran dan keamanan produksi pabrik.

(26)

44

Gambar 2.5 Tata Letak Peralatan Proses

(27)

45 Keterangan:

ACC-01 : Akumulator distilat S-03 : Silo asam sitrat

AD-01 : Adsorber S-04 : Silo NaOH

CD-01 : Condenser T-01 : Tangki NaOH 2,9 M

CP-01 : Chipper T-02 : Tangki delignifikasi

EV-01 : Evaporator T-03 : Tangki stok enzim 1:20 FP-01 : Filter press T-04 : Tangki Cellic Ctec2 G-01 : Gudang bahan baku TKKS T-05 : Tangki Cellic Htec2

HE : Heat exchanger T-06 : Tangki HCl

MD-01 : Menara distilasi T-07 : Tangki media kultur yeast R-01 : Reaktor hidrolisis T-08 : Seed fermentor

R-02 : Fermentor T-09 : Pre-fermentor

RB-01 : Reboiler T-10 : Tangki urea

S-01 : Silo TKKS T-11 : Tangki asam fosfat

S-02 : Silo NaOH T-12 : Tangki bioetanol

2.5.2 Tata Letak Pabrik

Tata letak pabrik merupakan suatu pengaturan yang optimal dari seperangkat fasilitas dalam pabrik. Tata letak yang tepat sangat penting untuk mendapatkan efisiensi, keselamatan, dan kelancaran kerja para pekerja serta keselamatan proses.

Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mencapai kondisi yang optimal adalah (Vilbrandt, 1959):

1. Faktor keamanan untuk bahaya kebakaran dan ledakan. Tata letak selalu diusahakan jauh dari sumber api, bahan panas, dan dari bahan yang mudah meledak, serta jauh dari asap dan bahan beracun.

2. Kemungkinan perluasan pabrik sebagai pengembangan pabrik di masa depan.

3. Harga tanah amat tinggi sehingga diperlukan efisiensi dalam pemakaian dan pengaturan ruangan / lahan.

4. Sistem konstruksi yang direncanakan adalah di luar ruangan untuk menekan biaya bangunan dan gedung. Iklim di Indonesia juga memungkinan konstruksi di luar ruangan.

(28)

46

Secara garis besar tata letak dibagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu (Vilbrandt, 1959):

1. Daerah administrasi/perkantoran, laboratorium dan ruang kontrol. Merupakan pusat kegiatan administrasi pabrik yang mengatur kelancaran operasi.

Laboratorium dan ruang kontrol sebagai pusat pengendalian proses, kualitas dan kuantitas bahan yang akan diproses serta produk yang dijual.

2. Daerah proses

Merupakan daerah di mana alat proses diletakkan dan proses berlangsung.

3. Daerah utilitas

Merupakan daerah di mana pusat kegiatan penyediaan bahan pendukung proses berlangsung.

4. Daerah penyimpanan bahan baku dan produk

Merupakan daerah untuk tempat bahan baku dan produk berada.

5. Daerah gudang, bengkel, dan garasi

Merupakan daerah yang digunakan untuk menampung bahan-bahan yang diperlukan oleh pabrik dan untuk keperluan perawatan peralatan proses.

Tata letak pabrik ini disajikan pada Gambar 2.6 sebagai berikut.

(29)

47

Skala 1:1000 Gambar 2.6 Tata Letak Pabrik

Keterangan:

1. Kantor keamanan utama 7. Pemadam kebakaran 13. Masjid

2. Pos satpam 8. Laboratorium 14. Gedung K3

3. Area parkir 9. Area perkantoran 15. Unit utilitas

4. Gudang 10. Perpustakaan 16. Unit proses

5. Garasi 11. Poliklinik 17. Control room

6. Bengkel 12. Kantin 18. Area perluasan

Gambar

Gambar 2.1 Mekanisme Reaksi Hidrolisis Enzimatik
Tabel 2.1 Kondisi Operasi pada Setiap Reaksi
Tabel 2.2 Harga ΔH°f Masing-masing Komponen (Perry, 2007; Yaws, 1999)
Tabel 2.4 Harga ΔH°f Setiap Komponen (Perry, 2007; Yaws, 1999)
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENGGUNAAN HUKUM AKAL DAN MANTIK DALAM PERBAHASAN AKIDAH TAUHID : KAJIAN KITAB?. AL-DURR AL-THAMÔN OLEH SYEIKH

•• 1 Grey = jumlah irradiasi yang menyebabkan 1 kg bahan yang 1 Grey = jumlah irradiasi yang menyebabkan 1 kg bahan yang diirradiasi akan menyerap energi sebesar 1 joule;.

15 Peraturan Menteri Dalam Negeri Norhor 2 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam

Pemindaian porta: untuk mengetahui porta berapa saja yang terbuka pada sebuah host.. (dan mengetahui layanan apa yang mungkin berjalan

komunikasi ini lebih dikenal dengan IP Telephony yang merupakan komunikasi jauh melalui media internet. Data suara diubah menjadi kode digital dan dialirkan melalui jaringan

1. Workshop SSP diawali dengan pleno yang diikuti oleh seluruh mahasiswa yang dibuka dan diarahkan oleh Pimpinan Fakultas dan difasilitasi oleh dosen pembimbing,

Pandangan demikian menimbulkan kesimpulan bahwa kurikulum al-Qabisi untuk mendidik anak adalah statis (jumud) tidak terbuka kepada perkembangan. Secara pribadi al-Qabisi tidak

aktivitas siswa yang mendapat rata-rata 26,27% kategori cukup.Setelah diberikan layanan kembali pada siklus II terdapat peningkatan dan perubahan yang membaik