19
BAB II
DESKRIPSI PROSES
2.1 Spesifikasi Bahan Baku dan Produk 2.1.1 Spesifikasi Bahan Baku
2.1.1.1. Tandan Kosong Kelapa Sawit (Singh, 2013)
Fase : padat
Panjang serat : 0,99 mm Diameter serat (D) : 19,1 μm Tebal dinding sel (T) : 3,38 μm Kekasaran serat : 0,107 mg/m Kehalusan (< 0,2 mm) : 27,6%
Indeks kekauan (T/D)3 x 10-4 : 55,43 2.1.1.2. Air (Perry, 1999)
Fase : cair
Kemurnian : 100% (w/t)
Warna : tidak berwarna
Impuritas : -
Kelarutan : larut dalam asam, ammonia, aseton, etanol, dan gliserol
2.1.1.3. Enzim Novozyme (www.shinshu-u.ac.jp)
Nama : Cellic Ctec2 dan Htec2
Komposisi :
Cellic Ctec2 : enzim α-selulase, β-selulase, dan hemiselulosa Cellic Htec2 : enzim β-glukosidase
2.1.1.4. Yeast (Kosaric, 2001)
Nama : Saccharomyces cereviceae
Jenis sel : Eukariotik
Kingdom :
Fungi : Ascmycota
Subdivisi : Saccharomycetes
20
Ordo : Saccaromycetales
Familia : Saccharomycetaceae 2.1.2 Spesifikasi Produk
2.1.2.1. Bioetanol (www.bsn.go.id)
Fase : cair
Wujud : Jernih, terang, tidak ada endapan dan kotoran
Kemurnian : 99,5% (v/v)
Impuritas : maksimal 0,5% (v/v) air 2.2 Konsep Proses dan Tinjauan Termodinamika
2.2.1 Dasar Reaksi
Proses pembuatan bioetanol menggunakan tandan kosong kelapa sawit diawali dengan proses memutuskan ikatan kandungan bahan pada TKKS melalui reaksi hidrolisis, yaitu reaksi selulosa menjadi glukosa dan hemiselulosa menjadi xilosa.
(C6H10O5)n + nH2O → nC6H12O6 (2.1) (C5H8O4)n + nH2O → nC5H10O5 (2.2) dengan, nilai n adalah jumlah molekul setiap monomer senyawa. Menurut Riegel’s (1970), jumlah molekul selulosa berkisar antara 10000 – 15000. Sementara menurut Ullman’s (1980), jumlah molekul hemiselulosa berkisar antara 100 – 200.
Reaksi hidrolisis dijalankan pada reaktor batch dalam fase suspensi pada suhu 50°C dan tekanan atmosferis. Reaksi hidrolisis bersifat endotermis dan irreversible (searah) sehingga digunakan pemanas (steam) untuk mempertahankan suhu reaktor.
Hasil reaksi hidrolisis dilanjutkan dengan proses penguraian glukosa menjadi etanol dan gas CO2 melalui reaksi fermentasi pada reaktor batch. Reaksi dijalankan dalam kondisi fase cair-cair pada kondisi suhu 30°C dan tekanan atmosferis. Reaksi fermentasi yang terjadi adalah:
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 (2.3)
Reaksi fermentasi bersifat eksotermis dan irreversible (searah) sehingga diperlukan pendingin untuk mempertahankan suhu fermentor.
21 2.2.2 Mekanisme Reaksi
Gambar 2.1 Mekanisme Reaksi Hidrolisis Enzimatik
Reaksi hidrolisis enzimatik adalah kinerja sinergis sekelompok enzim selulolitik pada enzim Cellic Ctec2 dan Htec2. Pada gambar 2.1, sistem enzim selulolitik terdiri dari tiga kelompok utama, yaitu endoglucanase (kompleks enzim selulase yang menghidrolisis selulosa), eksoglukanase (enzim selulase yang menyerang ujung rantai polisakarida non pereduksi), dan β-glukosidase (enzim selulase yang menyerang polisakarida yang tidak memadai) (Howard, 2003).
Enzim endoglukanase menghidrolisis secara acak pada bagian amorf serat selulosa dan hemiselulosa sehingga menghasilkan ujung rantai selulosa yang baru dan oligosakarida (gabungan dari molekul-molekul monosakarida dengan jumlah dua sampai dengan delapan molekul monosakarida) dengan panjang rantai berbeda-beda, seperti xilosa. Enzim eksoglukanase bekerja terhadap ujung-ujung polisakarida dan menghasilkan selobiosa yang merupakan disakarida. Selanjutnya, enzim β- glukosidase memecah selobiosa menjadi 2 molekul glukosa (Lynd, 2002).
Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi Fermentasi Alkohol oleh Ragi
22
Reaksi fermentasi mengubah glukosa menjadi etanol dan gas karbondioksida (CO2) menggunakan bantuan mikroba melalui jalur glikolisis atau jalur Embden- Meyerhof-Parnas (EMP). Pada gambar 2.2, mikroorganisme Saccharomyces cereviceae bekerja dalam fase cair berkontak dengan reaktan fase cair-cair. Tujuan mikroorganisme untuk mengkonversi glukosa menjadi etanol dan gas CO2
(Irnaningtyas, 2013).
ATP adalah istilah dari adenosina trifosfat, yaitu energi yang penting dalam molekul dalam sel yang memiliki tiga gugus fosfat yang melekat pada gula ribosa.
Sedangkan ADP adalah adenosina difosfat, yaitu molekul yang agak mirip dengan ATP yang terdiri dari adenin dan gula ribose yang sama dengan dua molekul fosfat.
Sementara NAD+ adalah nikotinamida adenine dinukleotida, yaitu koenzim (senyawa kimia non-protein yang diperlukan untuk aktivitas biologis protein) yang ditemukan dalam semua sel hidup. Selama reaksi berlangsung, NAD+ bertindak sebagai oksidator, dan NADH sebagai reduktor. NAD+ menerima electron dari molekul lain dan tereduksi menjadi NADH. Setelah terbentuk asetaldehid dari asam laktat, maka terjadi reaksi dehidrogenasi menjadi etanol (Irnaningtyas, 2013).
2.2.3 Kondisi Operasi
Kondisi operasi sangat menentukan jalannya proses dan produk yang dihasilkan. Pada prarancangan ini dipilih kondisi operasi:
Tabel 2.1 Kondisi Operasi pada Setiap Reaksi
Parameter Reaksi Hidrolisis Reaksi Fermentasi
Suhu (°C) 50 30
Tekanan (atm) 1 1
Fase Reaksi Cair-padat Cair-cair
Kondisi operasi pada reaktor hidrolisis ditentukan berdasarkan jurnal acuan prarancangan (Jeon, 2014). Konversi dan yield reaksi hidrolisis selulosa berturut-turut adalah 83,6% dan 15,78%, sedangkan konversi dan yield reaksi hidrolisis hemiselulosa berturut-turut adalah 74,9% dan 2,90%.
Sementara, kondisi operasi pada fermentor disesuaikan pada kondisi pertumbuhan optimum Saccharomycec cerevisiae (30 – 35°C), kondisi pertumbuhan tertinggi (32,3°C), dan kondisi pertumbuhan maksimum (45,4°C). Konversi dan yield
23
reaksi fermentasi pada fermentor, seed fermentor, dan pre-fermentor berturut-turut adalah 83,6% (Jeon, 2014) dan 7,28%, 81,95% dan 5,77%, serta 81,18% dan 5,81%.
2.2.4 Tinjauan Termodinamika
Tinjauan secara termodinamika bertujuan untuk mengetahui sifat reaksi dan arah reaksi. Penentuan panas reaksi berjalan secara eksotermis atau endotermis dapat diketahui dengan perhitungan panas pembentukan standar (ΔH°f) pada P = 1 atm dan T = 298,15 K. Pada proses pembentukan glukosa dan xilosa terjadi reaksi sebagai berikut.
2.2.4.1. Reaksi Hidrolisis Selulosa
Persamaan reaksi hidrolisis selulosa sebagai berikut.
(C6H10O5)10.000(s) + 10.000H2O (l) → 10.000C6H12O6(aq) 1. Panas Reaksi (∆HR)
Panas reaksi (∆HR) digunakan untuk menentukan jenis reaksi. Berikut perhitungan panas reaksi (∆HR) hidrolisis selulosa.
Tabel 2.2 Harga ΔH°f Masing-masing Komponen (Perry, 2007; Yaws, 1999)
Komponen Harga ΔH°f (kJ/mol)
Selulosa -9.180.187,63
Air -241,80
Glukosa -1.159,76
ΔH°f 298,15 K = [Σ (n . ΔH°f produk)] – [Σ (n . ΔH°f reaktan)]
= (10.000 x -1.159,76) – ((9.180.187,63) + (10.000 x -241,80))
= 587,63 kJ/mol
Karena harga ΔH°f 298,15 K positif, maka reaksi bersifat endotermis.
2. Energi Bebas Gibbs (ΔG°)
Tabel 2.3 Harga ΔG°f Masing-masing Komponen (Tan, 2016; Yaws, 1999;
Hammes, 2015)
Komponen Harga ΔG°f (kJ/mol)
Selulosa -6.734.202,98
Air -237,14
Glukosa -910,56
ΔG°f 298,15 K = [Σ (n . ΔG°f produk)] – [Σ (n . ΔG°f reaktan)]
24
= (10.000 x -910,56) – (-6.734.202,98 + (10.000 x -237,14))
= 2,98 kJ/mol
Nilai ΔGo > 0 sehingga reaksi berlangsung secara tidak spontan.
3. Konstanta Kesetimbangan Reaksi
Dari Smith (2005) pada persamaan (13.11b):
ln K298,15 = −ΔG⁰
RT (2.4)
= − 2,98 kJ/mol
8,3145 × 10−3 kJ/mol.K x 298,15 K = −1,20
K298,15 = 0,30
Dari Smith (2005), persamaan (13.15):
ln( K
K298,15) = −ΔH298,15
R × (1
T− 1
Tref) (2.5)
dengan:
K = Konstanta kesetimbangan pada suhu tertentu T = Suhu operasi alat
Tref = Suhu referensi (298,15 K)
R = Tetapan gas ideal = 8,3145 x 10-3 kJ/mol.K
ΔH298,15 = Panas reaksi standar pada suhu standar (298,15 K)
Pada suhu 50°C (323,15 K), besarnya konstanta kesetimbangan dapat dihitung sebagai berikut.
ln( K
K298,15) = −ΔH298,15
R × (1
T− 1
Tref) ln( K
K298,15) = − 587,63 kJ/mol
8,3145 × 10−3 kJ/mol.K × ( 1
323,15− 1
298,15) K ln( K
K298,15) = 18,34 ( K
K298,15) = 9,21 x 107
K = 2,77 x 107
Berdasarkan Cracolice & Peter (2016), besaran nilai konstanta kesetimbangan (K) terbagi atas tiga kondisi
,
yaitu:25
a) Jika tetapan kesetimbangan sangat besar (K > 100), reaksi lebih mengarah ke arah produk sehingga jumlah produk mendominasi dan irreversible.
b) Jika tetapan kesetimbangan itu sangat kecil (K < 0,01) reaksi sebaliknya lebih mengarah ke arah reaktan sehingga jumlah reaktan mendominasi
c) Jika 0,01 < nilai K < 100, maka semua komposisi pada sistem tersebut berada pada keadaan kesetimbangan.
Nilai K yang terhitung pada suhu 50°C termasuk dalam kondisi K > 100 sehingga reaksi hidrolisis selulosa adalah reaksi irreversibel.
4. Konversi Kesetimbangan Reaksi
Berikut adalah perhitungan konversi kesetimbangan reaksi pada suhu 50°C.
(C6H10O5)10.000(s) + 10.000H2O (l) → 10.000C6H12O6(aq) A + 10.000B → 10.000C
Karena H2O berlebih, reaksi dianggap orde 1 terhadap konsentrasi selulosa.
K = 𝐶𝐶𝑒
𝐶𝐴𝑒 (2.6)
Stoikiometri:
(C6H10O5)10.000(s) + 10.000H2O (l) → 10.000C6H12O6(aq) m : CA0 CB0
r : -CA0.Xe -10.000CA0.Xe 10.000CA0.Xe s : CA0(1-Xe) CB0 – 10.000CA0.Xe 10.000CA0.Xe
K = 10.000𝐶𝐴0.𝑋𝑒
𝐶𝐴0(1−𝑋𝑒)
K = 10.000𝑋𝑒
(1−𝑋𝑒)
dengan,
K = 2,77 x 107
Sehingga didapat nilai konversi kesetimbangan (Xe) adalah 100%.
2.2.4.2. Reaksi Hidrolisis Hemiselulosa
Persamaan reaksi hidrolisis hemiselulosa sebagai berikut.
(C5H8O4)100 (s) + 100H2O (l) → 100C5H10O5 (aq)
26 1. Panas Reaksi (∆HR)
Panas reaksi (∆HR) digunakan untuk menentukan jenis reaksi. Berikut perhitungan panas reaksi (∆HR) hidrolisis selulosa.
Tabel 2.4 Harga ΔH°f Setiap Komponen (Perry, 2007; Yaws, 1999)
Komponen Harga ΔH°f (kJ/mol)
Hemiselulosa -73.565,94
Air -241,80
Xilosa -974,33
ΔH°f 298,15 K = [Σ (n . ΔH°f produk)] – [Σ (n . ΔH°f reaktan)]
= (100 x -974,33) – (-73.565,94 + (100 x -241,80))
= 312,94 kJ/mol
Karena harga ΔH°f 298,15 K positif, maka reaksi bersifat endotermis.
2. Energi Bebas Gibbs (ΔG°)
Tabel 2.5 Harga ΔG°f Setiap Komponen (Tizazu, 2017; Yaws, 1999; Silva, 2013)
Komponen Harga ΔG°f (kJ/mol)
Hemiselulosa -51.337,12
Air -237,14
Xilosa -750,50
ΔG°f 298,15 K = [Σ (n . ΔG°f produk)] – [Σ (n . ΔG°f reaktan)]
= (100 x -750,50) – (-51.337,12 + (100 x -237,14))
= 1,12 kJ/mol
Nilai ΔGo > 0 sehingga reaksi dapat berlangsung secara tidak spontan.
3. Konstanta Kesetimbangan Reaksi
Dari Smith (2005) pada persamaan (13.11b):
ln K298,15 = −ΔG⁰
RT
= − 1,12 kJ/mol
8,3145 × 10−3 kJ/mol.K x 298,15 K = −0,45
K298,15 = 0,64
Dari Smith (2005), persamaan (13.15):
ln( K
K298,15) = −ΔH298,15
R × (1
T− 1
Tref)
dengan:
27
K = Konstanta kesetimbangan pada suhu tertentu T = Suhu operasi alat
Tref = Suhu referensi (298,15 K)
R = Tetapan gas ideal = 8,3145 x 10-3 kJ/mol.K
ΔH298,15 = Panas reaksi standar pada suhu standar (298,15 K)
Pada suhu 50°C (323,15 K), besarnya konstanta kesetimbangan dapat dihitung sebagai berikut.
ln( K
K298,15) = −ΔH298,15
R × (1
T− 1
Tref) ln( K
K298,15) = − (312,94 kJ/mol)
8,3145 × 10−3 kJ/mol.K × ( 1
323,15− 1
298,15) K ln( K
K298,15) = 9,77 ( K
K298,15) = 1,74 x 104
K = 1,11 x 104
Berdasarkan Cracolice & Peter (2016), nilai K yang terhitung pada suhu 50°C termasuk dalam kondisi K > 100 sehingga reaksi hidrolisis hemiselulosa adalah reaksi irreversible.
4. Konversi Kesetimbangan Reaksi
Berikut adalah perhitungan konversi kesetimbangan reaksi pada suhu 50°C.
(C5H8O4)100(s) + 100nH2O (l) → 100C5H10O5(aq) A + 100B → 100C
Karena H2O berlebih, reaksi dianggap orde 1 terhadap konsentrasi hemiselulosa.
K =𝐶𝐶𝑒
𝐶𝐴𝑒 Stoikiometri:
(C5H8O4)100(s) + 100H2O (l) → 100C5H10O5(aq) m : CA0 CB0
r : -CA0.Xe -100CA0.Xe 100CA0.Xe s : CA0(1-Xe) CB0 – 100CA0.Xe 100CA0.Xe
28 K = 100𝐶𝐴0.𝑋𝑒
𝐶𝐴0(1−𝑋𝑒)
K = 100𝑋𝑒
(1−𝑋𝑒)
dengan,
K = 1,11 x 104
Sehingga didapat nilai konversi kesetimbangan (Xe) adalah 99%.
2.2.4.3. Reaksi Fermentasi Glukosa
Persamaan reaksi fermentasi adalah sebagai berikut.
C6H12O6(aq) → 2C2H5OH (aq) + 2CO2 (g)
1. Panas Reaksi (∆HR)
Panas reaksi (∆HR) digunakan untuk menentukan jenis reaksi. Berikut perhitungan panas reaksi (∆HR) fermentasi glukosa.
Tabel 2.6 Harga ΔH°f Setiap Komponen (Perry, 2007; Yaws, 1999)
Komponen Harga ΔH°f (kJ/kmol)
Glukosa -1.159,76
Etanol -235,00
CO2 -393,50
ΔH°f 298,15 K = [Σ (n . ΔH°f produk)] – [Σ (n . ΔH°f reaktan)]
= ((2 x -235,00) + (2 x 393,50)) – (-1.159,76)
= -97,24 kJ/mol
Karena harga ΔH°f 298,15 K negatif, maka reaksi bersifat eksotermis.
2. Energi Bebas Gibbs (ΔG°)
Tabel 2.7 Harga ΔG°f Setiap Komponen (Hammes, 2015; Yaws, 1999)
Komponen Harga ΔG°f (kJ/mol)
Glukosa -910,56
Etanol -168,28
CO2 -394,38
ΔG°f 298,15 K = [Σ (n . ΔH°f produk)] – [Σ (n . ΔH°f reaktan)]
= Σ (ΔG°f etanol + ΔG°f CO2)– Σ (ΔG°f glukosa)
= ((2 x -168,28) + -(2 x 394,38)) – (-910,56)
= -214,76 kJ/mol
Nilai ΔGo < 0 sehingga reaksi dapat berlangsung secara spontan.
29 3. Konstanta Kesetimbangan Reaksi
Dari Smith (2005) pada persamaan (13.11b):
ln K298,15 = −ΔG⁰
RT
= − -214,76 kJ/mol
8,3145 × 10−3 kJ/mol.K x 298,15 K = 86,63
K298,15 = 4,21 x 1037
Dari Smith (2005), persamaan (13.15):
ln( K
K298,15) = −ΔH298,15
R × (1
T− 1
Tref)
dengan:
K = Konstanta kesetimbangan pada suhu tertentu T = Suhu operasi alat
Tref = Suhu referensi (298,15 K)
R = Tetapan gas ideal = 8,3145 x 10-3 kJ/mol.K
ΔH298,15 = Panas reaksi standar pada suhu standar (298,15 K)
Pada suhu 33°C (306,15 K), besarnya konstanta kesetimbangan dapat dihitung sebagai berikut.
ln( K
K298,15) = −ΔH298,15
R × (1
T− 1
Tref) ln( K
K298,15) = − (−97,26 kJ/mol)
8,3145 × 10−3 kJ/mol.K × ( 1
306,15− 1
298,15) K ln( K
K298,15) = -1,03 ( K
K298,15) = 0,36
K = 1,51 x 1037
Berdasarkan Cracolice & Peter (2016), nilai K yang terhitung pada suhu 33°C termasuk dalam kondisi K > 100 sehingga reaksi fermentasi glukosa adalah reaksi irreversible.
4. Konversi Kesetimbangan Reaksi
Berikut adalah perhitungan konversi kesetimbangan reaksi pada suhu 33°C.
C6H12O6(aq) → 2C2H5OH (aq) + 2CO2 (g)
30 aA → bB + cC
K = 𝐶𝐵𝑒
𝑏 . 𝐶𝐶𝑒𝑐 𝐶𝐴𝑒𝑎
Stoikiometri:
C6H12O6(aq) → 2C2H5OH (aq) + 2CO2(aq)
m : CA0
r : -CA0.Xe 2CA0.Xe 2CA0.Xe s : CA0(1-Xe) 2CA0.Xe 2CA0.Xe
K = (2𝐶𝐴0.𝑋𝑒)
2 . (2𝐶𝐴0.𝑋𝑒)2 𝐶𝐴0(1−𝑋𝑒)
K = 16𝐶𝐴0
3𝑋𝑒4 (1−𝑋𝑒)
dengan,
K = 1,51 x 1037 CA0 = 0,001 mol/L
Sehingga didapat nilai konversi kesetimbangan (Xe) adalah 100%.
2.2.5 Tinjauan Kinetika 2.2.5.1. Reaksi Hidrolisis
Tinjauan kinetika reaksi hidrolisis ditinjau dengan persamaan Michaelis- Menten. Secara umum, persamaan reaksi enzimatis sebagai berikut (Fogler, 2008).
[S] + [E] ⇌ [E.S] → [P] + [E] (2.7) Di mana:
[E] = enzim (Cellic Ctec2 dan Htec2) [S] = substrat
[E.S] = kompleks enzim-substrat [P] = produk
k1 = konstanta kecepatan reaksi pembentukan [E.S]
k2 = konstanta kecepatan reaksi dekomposisi [E.S] menjadi [S] dan [E]
k3 = konstanta keceptan reaksi pembentukan produk [P]
31
Pada reaksi enzimatis, jumlah substrat lebih besar daripada jumlah enzim dan konsentrasi [E.S] lebih sedikit daripada jumlah substrat. Jika reaksi dalam keadaan steady state, persamaan kecepatan reaksi [E.S] dapat dijabarkan sebagai berikut.
𝑑 [𝐸.𝑆]
𝑑𝑡 = 𝑘1[𝐸][𝑆] − 𝑘2[𝐸. 𝑆] − 𝑘3[𝐸. 𝑆] = 0 (2.8) Berdasarkan persamaan (2.5), didapatkan persamaan konsentrasi kompleks enzim-substrat [E.S] sebagai berikut.
[𝐸. 𝑆] = 𝑘1[𝐸]0[𝑆]
𝑘2+ 𝑘3+ 𝑘1[𝑆] (2.9) Kecepatan reaksi pembentukan produk [P] dinyatakan sebagai berikut.
−𝑟𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 = 𝑘3[𝐸. 𝑆] (2.10) Di mana, nilai KM (konstanta Michaelis-Menten) adalah (Fogler, 2008):
𝐾𝑀 = 𝑘2+ 𝑘3
𝑘1 (2.11) Dan kecepatan maksimum reaksi (Vmax) dianggap kecepatan semua molekul enzim [E.S], maka [E]0 = [E.S]
𝑉𝑚𝑎𝑥 = 𝑘3 [𝐸]0 (2.12) Substitusi persamaan (2.8) ke persamaan (2.6) menjadi:
[𝐸. 𝑆] = 𝑘2+ 𝑘3+ 𝑘1[𝑆][𝐸]0[𝑆]
𝑘1
(2.13) [𝐸. 𝑆] = 𝑘2+ 𝑘3[𝐸]0[𝑆]
𝑘1 +[𝑆] (2.14) [𝐸. 𝑆] = [𝐸]0[𝑆]
𝐾𝑀+[𝑆] (2.15) Substitusi persamaan (2.9) dan (2.12) ke persamaan (2.7) menjadi:
−𝑟𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 = 𝑉𝑚𝑎𝑥[𝑆]
𝐾𝑀+[𝑆] (2.16) Hubungan timbal balik dari persamaan (2.13) adalah:
− 1
𝑟𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 = 1
𝑉𝑚𝑎𝑥+ (𝐾𝑀
𝑉𝑚𝑎𝑥. 1
[𝑆]) (2.17) dengan:
– rproduk = kecepatan reaksi enzimatik (g substrat/L.jam) Km = konstanta Michaelis-Menten (g/L)
Vmax = kecepatan maksimum reaksi (g/L.jam) S = konsentrasi substrat (g/L)
32
Data untuk reaksi hidrolisis selulosa dan hemiselulosa adalah sebagai berikut.
Tabel 2.8 Data Reaksi Hidrolisis Selulosa dan Hemiselulosa (Ghazali, 2017 dan Mardawati, 2017)
Jenis Data Nilai Satuan Nilai
KM 9,866 g/L
Hidrolisis selulosa
Vmax 2,838 g/L.jam
KM 6,433 g/L
Hidrolisis hemiselulosa
Vmax 2,520 g/L.jam
2.2.5.2. Reaksi Fermentasi
Tinjauan kinetika reaksi fermentasi ditinjau dengan persamaan Monod. Secara umum, persamaan reaksi fermentasi sebagai berikut (Kuu, 1983).
[S] + [Y] + 2ADP + 2Pi → [P] + [Y] + 2ATP (2.18) Di mana:
[Y] = yeast (Saccharomyces cerevisiae) [S] = substrat
ADP = nukleotida adenosina difosfat (penghasil energi) Pi = fosfat anorganik dari ADP dan ATP
[P] = produk
ATP = nukleotida adenosina trifosfat (energi yang dihasilkan)
Secara umum, persamaan Monod untuk laju reaksi glukosa oleh sel ragi menjadi etanol sebagai berikut (Kuu, 1983).
−𝑟𝑎(𝑆, 𝑃) = 𝐾𝑧 𝑌𝑚𝑆
(𝐾𝑀+𝑆+ 𝑆2 𝐾𝑠) (1+ 𝑃
𝐾𝑝) (2.19) 𝑌𝑚 = 𝑎1
𝑉 (2.20)
Dengan:
– ra = kecepatan reaksi fermentasi glukosa (kg glukosa/L.jam) Kz = konstanta kecepatan reaksi
Ym = effective fermentation power (kg glukosa/L.jam)
a1 = banyaknya glukosa yang dikonsumsi oleh yeast (kg glukosa/jam) V = volume total umpan fermentor (L)
Km = konstanta Michaelis-Menten (g/L)
33 Ks = konstanta inhibitor substrat (g/L) Kp = konstanta inhibitor produk (g/L)
Konsentrasi substrat dan produk dinyatakan sebagai berikut.
[𝑆] = 𝑆0(1 − 𝑋) (2.21) [𝑃] = 𝑃0 [(𝑍)(𝑋)(𝑆0)] (2.22) Dengan:
S0 = konsentrasi substrat mula-mula (g/L) X = konversi reaksi fermentasi
P0 = konsentrasi produk mula-mula (g/L) Z = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘
𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
Substitusi persamaan (2.17) dan (2.18) ke persamaan (2.16) menjadi:
−𝑟𝑎(𝑆, 𝑃) = 𝐾𝑧 𝑌𝑚
(𝐾𝑀+(𝑆0 (1−𝑋))+ (𝑆0 (1−𝑋)) 2
𝐾𝑠 ) (1+ (𝑃0 𝑍 𝑋 𝑆0)
𝐾𝑝 )
(2.23) Data-data untuk reaksi fermentasi glukosa sebagai berikut.
Tabel 2.9 Data Reaksi Fermentasi Glukosa (Kuu, 1983)
Jenis Data Nilai Satuan
KZ 1,047 -
KM 1,197 g/L
Ks 1,025 x 103 g/L
Kp 145,2 g/L
Ym (fermentor) 0,00297 kg glukosa/L.jam
Ym (pre-fermentor) 0,00705 kg glukosa/L.jam
Ym (seed fermentor) 0,00737 kg glukosa/L.jam
2.3 Diagram Alir Proses dan Tahapan Proses 2.3.1 Diagram Alir Proses
Diagram alir terdiri atas dua jenis, yaitu:
a. Diagram alir kualitatif dan kuantitatif (gambar 2.3) b. Diagram alir proses (gambar 2.4)
34
Gambar 2.3 Diagram Alir Kualitatif dan Kuantitatif
35
Gambar 2.3 Diagram Alir Kualitatif dan Kuantitatif (Lanjutan)
36
Gambar 2.4 Diagram Alir Proses
37 2.3.2 Tahapan Proses
Proses pembuatan bioetanol terdiri atas delapan tahap, yaitu:
1. Tahap pretreatment 2. Tahap hidrolisis 3. Tahap fermentasi 4. Tahap pemurnian 2.3.2.1. Tahap Pretreatment
Bahan baku bioetanol adalah tandan kosong kelapa sawit disimpan di gudang (G-01) dalam fase padat pada kondisi suhu 30°C dan tekanan atmosferis (1 atm).
TKKS dari G-01 diangkut menggunakan belt conveyor (BC-01A/B) menuju chipper (CP-01 A/B) untuk memotong TKKS menjadi bentuk chip berukuran 25 mm. Chip TKKS diangkut menuju bucket elevator (BE-01 A/B) menggunakan belt conveyor (BC-02 A/B). Fungsi bucket elevator adalah untuk mengangkut chip TKKS menuju tangki penampungan (silo) chip TKKS (S-01) pada kondisi suhu 30°C dan tekanan atmosferis. Chip TKKS dari S-01 diangkut dengan screw conveyor (SC-01) menuju bucket elevator (BE-02), yang selanjutnya diangkut menuju tangki delignifikasi (T- 01) untuk dilakukan proses delignifikasi.
Delignifikasi bertujuan untuk memecahkan kandungan lignin sehingga mampu meningkatkan produksi bioetanol. Kandungan lignoselulosa dalam TKKS memiliki ikatan yang saling terikat kuat akibat struktur amorphous, ikatan 1,4-β-selulosa, dan kandungan lignin. Ikatan-ikatan ini akan menghambat proses reaksi pertama, yaitu reaksi hidrolisis. Selain itu, delignifikasi juga meningkatkan porositas bahan karena semakin kecil ukuran bahan baku, maka semakin luas permukaan kontaknya sehingga semakin efektif untuk meningkatkan aksesibilitas enzim ke lignoselulosa (Hidayat, 2013) dan meningkatkan yield. Proses delignifikasi di tangki delignifikasi pada suhu 130°C dan tekanan 3,39 atm (343,49 kPa) dengan proses CHEMEX untuk memecah lignin menggunakan larutan NaOH 2,9 M. Larutan basa NaOH dapat merusak struktur serat sehingga jaringan lignoselulosa terbuka dan berpori serta meningkatkan luas permukaan jaringan TKKS (Kurniawan, 2016).
Setelah proses delignifikasi selesai, chipp TKKS hasil delignifikasi dicuci pada rotary filter pada kondisi suhu 50°C dan tekanan atmosferis untuk memisahkan pulp
38
dari cairan lindi hitam dengan penambahan sejumlah air. Hasil rotary filter yang diambil adalah cake. Cake yang terbentuk diangkut menggunakan belt conveyor (BC- 03) menuju bucket elevator (BE-03), lalu pengangkutan dari BE-03 masuk ke reaktor hidrolisis (R-01 A/E).
2.3.2.2. Tahap Hidrolisis
Pada reaktor hidrolisis, terjadi reaksi hidrolisis selulosa menjadi glukosa dan reaksi hemiselulosa menjadi xilosa, dengan bantuan enzim Cellic Ctec2 sebesar 40 FPU/g selulosa dan enzim Cellic Htec2 sebesar 15% dari kebutuhan Cellic Ctec2 pada suhu 50°C selama 20 jam pada tekanan atmosferis. Selama reaksi terjadi, pH diatur hingga 4,8 dengan menambahkan HCl (Goh, 2010) dengan konsentrasi 33% yang dibeli dari PT. Asahimas Chemical. Setelah reaksi di reaktor hidrolisis selesai, maka dilakukan pengosongan reaktor selama 8 jam serta pembersihan dan sterilisasi selama 4 jam.
Hasil proses dari reaktor hidrolisis diangkut menuju plate & frame filter press (FP-01) pada kondisi suhu 50°C dan tekanan atmosferis untuk memisahkan cairan dan padatan pada campurannya. Seluruh padatan, sebagian padatan terlarut, dan larutan dalam jumlah kecil ikut terbuang di dalam filter, sementara campuran glukosa, xilosa, dan air sebagai filtrat ditransfer menuju proses selanjutnya.
2.3.2.3. Tahap Fermentasi
Filtrat pada FP-01 sebanyak 95% ditransfer ke fermentor pada kondisi suhu 30°C dan tekanan atmosferis, lalu dilanjutkan reaksi fermentasi selama 48 jam pada kondisi operasi yang sama. Media dan nutrisi pada fermentor berasal dari T-09 A/E sehingga reaksi dapat dijalankan. Berdasarkan teori Pastur dalam buku Fermented Beverage Production (Andrew, 2003), hasil akhir dari fermentor berupa etanol dengan kandungan 8 – 12% (v/v) karena sel hidup yeast hanya toleran terhadap etanol dengan konsentrasi tertentu. Jika konsentrasi etanol melebihi 12%, maka yeast akan mulai mati dan reaksi fermentasi berhenti.
2.3.2.4. Tahap Pemurnian
Proses pemisahan dilakukan secara tiga tahap. Tahap pertama menggunakan evaporator (EV-01) pada kondisi suhu 100,24°C dan tekanan atmosferis untuk meningkatkan kadar etanol menjadi 70% (v/v) dengan cara menguapkan air dan etanol
39
dari campurannya. Hasil atas EV-01 kemudian ditransfer menuju pemisahan tahap kedua, yaitu menara distilasi (MD-01) pada kondisi suhu 99,99°C dan tekanan atmosferis untuk meningkatkan kadar etanol dari 70% menjadi 95,60% (v/v). Hasil atas MD-01 ditransfer menuju pemisahan tahap terakhir, yaitu adsorber (AD-01) pada kondisi operasi 102,96°C dan tekanan 4 atm untuk ditingkatkan kadarnya hingga 99,6% menggunakan zeolite untuk menyerap kandungan air pada larutan etanol.
Bioetanol yang telah dimurnikan pada AD-01, selanjutnya didinginkan menggunakan Shell and Tube 1-1 Horizontal Condensor (CD-02) dari suhu 87,19°C ke 30°C pada tekanan atmosferis. Bioetanol yang telah didinginkan disimpan di dalam tangki penyimpanan produk (T-12) pada kondisi suhu 30°C dan tekanan atmosferis dalam kondisi fase cair.
2.4 Neraca Massa dan Neraca Panas
Produk : Bioetanol
Kapasitas perancangan : 50000 kL/tahun Waktu operasi selama 1 tahun : 350 hari
Waktu operasi selama 1 hari : 24 jam 2.4.1 Neraca Massa
Diagram alir neraca massa sistem tabel merujuk pada gambar 2.3
40
Tabel 2.10 Neraca Massa Total
Komponen Arus Masuk (kg/jam) Arus Keluar (kg/jam)
1 4 6 9 10 11 18 2 7 13 19 21 23 25 26
TKKS 44.003,36 44
Selulosa 2.866,15 2.022,13
Hemiselulosa 5.037,74 621,32
Lignin 9.310,59 2.294,68
Ash 474,76 228,59
Others 8.097,31 826,44
NaOH 25.496,43 41,81 25.496,43 41,99
Na2CO3 104,07 0,17 104,07 0,17
NaCl 7,65 0,01 7,65 0,01
Na2SO4 10,20 0,02 10,20 0,02
Fe 0,25 0,0004 0,25 0,00042
H2O 224.192,71 13.084,41 696,78 45.605,99 0,06 229.488,78 436,05 49.808,57 2.356,43 263,54 24,29
HCl 0,04 0,04
Cellic Ctec2 34,84 34,99
Cellic Htec2 5,23 5,25
Asam Sitrat 146,32 146,95
Glukosa 94,55 1.759,26
Xilosa 17,41 2.093,95
Kultur Yeast 265,73
Urea 5,88 0,3
Asam Fosfat 0,01
Etanol 47,84 47,36 46,89 4.642,07
Karbondioksida 4.371,48
Total 44.003,36 249.811,31 13.084,41 925,18 45.605,99 0,1 5,88 44 280.893,94 6.770,57 4.371,48 53.975,66 2.403,79 310,43 4.666,36
353.436,225 353.436,225
41
Produk pada pabrik ini adalah arus 26, yaitu bioetanol yang membutuhkan bahan baku pada arus 1 sebesar 44.003,36 kg/jam sehingga kebutuhan bahan baku spesifik adalah:
Kebutuhan spesifik bahan baku = 𝐥𝐚𝐣𝐮 𝐚𝐥𝐢𝐫 𝐦𝐚𝐬𝐬𝐚 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐤𝐮 𝐥𝐚𝐣𝐮 𝐚𝐥𝐢𝐫 𝐦𝐚𝐬𝐬𝐚 𝐩𝐫𝐨𝐝𝐮𝐤
Dengan menggunakan perhitungan yang sama didapatkan:
• Kebutuhan spesifik bahan baku : 9,43 kg bahan baku/kg produk
• Limbah padat-cair yang dihasilkan : 73,7 kg limbah padat-cair/kg produk
• Limbah gas yang dihasilkan : 1,02 kg limbah gas/kg produk
Berdasarkan data kebutuhan spesifik bahan baku TKKS di atas, maka dapat disimpulkan bahwa satu kg produk bioetanol membutuhkan 9,43 kg TKKS.
Kebutuhan bahan baku lebih besar daripada produk yang dihasilkan, sehingga semakin banyak bahan baku yang tersedia, maka produk bioetanol yang dihasilkan semakin besar. Selain itu, setiap satu kg produk bioetanol menghasilkan 73,8 kg limbah padat- cair dan 0,94 kg limbah gas.
2.4.2 Neraca Panas
Tabel 2.11 Neraca Panas Chipper (CP-01)
Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Umpan masuk 330.223,16
Produk keluar 330.223,16
Total 330.223,16 330.223,16
Tabel 2.12 Neraca Panas Tangki Delignifikasi (T-02)
Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Umpan masuk 5.309.430,64
Produk keluar 112.009.494,71
Beban pemanasan 106.700.064,07
Total 112.009.494,71 112.009.494,71
Tabel 2.13 Neraca Panas Rotary Drum Vacuum Filter (RF-01)
Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Umpan masuk 27.887.395,05
Produk keluar 27.887.395,05
Total 27.887.395,05 27.887.395,05
42
Tabel 2.14 Neraca Panas Reaktor Hidrolisis (R-01)
Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ)
Panas reaksi 382.339,95
Beban pemanasan 19.117,00
Tabel 2.15 Neraca Panas Filter Press (FP-01)
Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Umpan masuk 7.064.011,76
Produk keluar 7.064.011,76
Total 7.064.011,76 7.064.011,76
Tabel 2.16 Neraca Panas Tee (Tee-01)
Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Umpan masuk 1.412.750,16
Produk keluar 1.412.750,16
Total 1.412.750,16 1.412.750,16
Tabel 2.17 Neraca Panas Fermentor (R-02)
Sumber Panas Input (kJ) Output (kJ/jam)
Panas reaksi 38.809.065,00
Beban pendinginan 464.849,47
Tabel 2.18 Neraca Panas Evaporator (EV-01)
Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Umpan masuk 1.243.492,12
Produk keluar 18.565.930,02
Beban pemanasan 17.322.437,90
Total 18.565.930,02 18.565.930,02
Tabel 2.19 Neraca Panas Menara Distilasi (MD-01)
Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Umpan masuk 1.535.071,15
Produk distilat 783.115,40
Produk bottom 744.932,03
Beban reboiler 369.441, 99
Beban condenser 376.465,70
Total 1.904.513,14 1.904.513,14
43
Tabel 2.20 Neraca Panas Adsorber (AD-01)
Sumber Panas Input (kJ/jam) Output (kJ/jam)
Umpan masuk 992.277,22
Produk keluar 992.277,22
Total 992.277,22 992.277,22
Kebutuhan energi berupa steam dan air pendingin dipenuhi dari unit utilitas yang diberikan ke unit proses. Berdasarkan neraca panas di atas, maka diperoleh:
Kebutuhan energi steam = 𝟏𝟐𝟖.𝟑𝟎𝟓.𝟎𝟑𝟑,𝟎𝟔 𝐤𝐉/𝐣𝐚𝐦
𝟒.𝟔𝟔𝟔,𝟑𝟔 𝐤𝐠/𝐣𝐚𝐦 = 𝟐𝟕.𝟒𝟗𝟓,𝟕𝟔 𝐤𝐉 𝐬𝐭𝐞𝐚𝐦 𝐤𝐠 𝐛𝐢𝐨𝐞𝐭𝐚𝐧𝐨𝐥 Kebutuhan energi pendingin = 𝟏𝟏𝟓.𝟓𝟐𝟖.𝟓𝟓𝟔,𝟖𝟗 𝐤𝐉/𝐣𝐚𝐦
𝟒.𝟔𝟔𝟔,𝟑𝟔 𝐤𝐠/𝐣𝐚𝐦 = 𝟐𝟒.𝟕𝟓𝟕,𝟕𝟔 𝐤𝐉 𝐩𝐞𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠𝐢𝐧 𝐤𝐠 𝐛𝐢𝐨𝐞𝐭𝐚𝐧𝐨𝐥
2.5 Tata Letak Pabrik dan Peralatan Proses 2.5.1 Tata Letak Peralatan
Tata letak peralatan proses adalah tempat di mana alat-alat yang digunakan dalam proses produksi. Tata letak peralatan proses pada prarancangan pabrik ini dilihat pada Gambar 2.5. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan tata letak peralatan proses, antara lain (Vilbrandt, 1959):
1. Lalu lintas manusia, dalam perancangan tata letak peralatan perlu diperhatikan agar pekerja dapat mencapai seluruh alat proses dengan cepat dan mudah. Hal ini bertujuan apabila terjadi gangguan pada alat proses dapat segera diperbaiki.
Keamanan pekerja selama menjalankan tugasnya juga diprioritaskan.
2. Kelancaran aliran udara di dalam dan di sekitar peralatan proses. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya stagnasi udara pada suatu tempat sehingga mengakibatkan akumulasi bahan kimia yang dapat mengancam keselamatan pekerja.
3. Jarak antar alat proses, alat proses yang mempunyai suhu dan tekanan operasi tinggi sebaiknya dipisahkan dengan alat proses lainnya, sehingga apabila terjadi ledakan atau kebakaran maka kerusakan dapat diminimalkan.
4. Penerangan sebuah pabrik harus memadai dan pada tempat-tempat proses yang berbahaya atau beresiko tinggi perlu adanya penerangan tambahan.
5. Pertimbangan ekonomi, dalam menempatkan alat-alat proses diusahakan dapat menekan biaya operasi dan menjamin kelancaran dan keamanan produksi pabrik.
44
Gambar 2.5 Tata Letak Peralatan Proses
45 Keterangan:
ACC-01 : Akumulator distilat S-03 : Silo asam sitrat
AD-01 : Adsorber S-04 : Silo NaOH
CD-01 : Condenser T-01 : Tangki NaOH 2,9 M
CP-01 : Chipper T-02 : Tangki delignifikasi
EV-01 : Evaporator T-03 : Tangki stok enzim 1:20 FP-01 : Filter press T-04 : Tangki Cellic Ctec2 G-01 : Gudang bahan baku TKKS T-05 : Tangki Cellic Htec2
HE : Heat exchanger T-06 : Tangki HCl
MD-01 : Menara distilasi T-07 : Tangki media kultur yeast R-01 : Reaktor hidrolisis T-08 : Seed fermentor
R-02 : Fermentor T-09 : Pre-fermentor
RB-01 : Reboiler T-10 : Tangki urea
S-01 : Silo TKKS T-11 : Tangki asam fosfat
S-02 : Silo NaOH T-12 : Tangki bioetanol
2.5.2 Tata Letak Pabrik
Tata letak pabrik merupakan suatu pengaturan yang optimal dari seperangkat fasilitas dalam pabrik. Tata letak yang tepat sangat penting untuk mendapatkan efisiensi, keselamatan, dan kelancaran kerja para pekerja serta keselamatan proses.
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mencapai kondisi yang optimal adalah (Vilbrandt, 1959):
1. Faktor keamanan untuk bahaya kebakaran dan ledakan. Tata letak selalu diusahakan jauh dari sumber api, bahan panas, dan dari bahan yang mudah meledak, serta jauh dari asap dan bahan beracun.
2. Kemungkinan perluasan pabrik sebagai pengembangan pabrik di masa depan.
3. Harga tanah amat tinggi sehingga diperlukan efisiensi dalam pemakaian dan pengaturan ruangan / lahan.
4. Sistem konstruksi yang direncanakan adalah di luar ruangan untuk menekan biaya bangunan dan gedung. Iklim di Indonesia juga memungkinan konstruksi di luar ruangan.
46
Secara garis besar tata letak dibagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu (Vilbrandt, 1959):
1. Daerah administrasi/perkantoran, laboratorium dan ruang kontrol. Merupakan pusat kegiatan administrasi pabrik yang mengatur kelancaran operasi.
Laboratorium dan ruang kontrol sebagai pusat pengendalian proses, kualitas dan kuantitas bahan yang akan diproses serta produk yang dijual.
2. Daerah proses
Merupakan daerah di mana alat proses diletakkan dan proses berlangsung.
3. Daerah utilitas
Merupakan daerah di mana pusat kegiatan penyediaan bahan pendukung proses berlangsung.
4. Daerah penyimpanan bahan baku dan produk
Merupakan daerah untuk tempat bahan baku dan produk berada.
5. Daerah gudang, bengkel, dan garasi
Merupakan daerah yang digunakan untuk menampung bahan-bahan yang diperlukan oleh pabrik dan untuk keperluan perawatan peralatan proses.
Tata letak pabrik ini disajikan pada Gambar 2.6 sebagai berikut.
47
Skala 1:1000 Gambar 2.6 Tata Letak Pabrik
Keterangan:
1. Kantor keamanan utama 7. Pemadam kebakaran 13. Masjid
2. Pos satpam 8. Laboratorium 14. Gedung K3
3. Area parkir 9. Area perkantoran 15. Unit utilitas
4. Gudang 10. Perpustakaan 16. Unit proses
5. Garasi 11. Poliklinik 17. Control room
6. Bengkel 12. Kantin 18. Area perluasan