INTISARI
PENGUKURAN AKTIVITAS OPTIK
PADA LARUTAN GULA
Telah dilakukan pengukuran aktivitas optik pada larutan gula. Sinar Laser He-Ne dipolarisasikan dengan polarisator cahaya menghasilkan cahaya terpolarisasi bidang. Bidang polarisasi mengalami perputaran saat dilewatkan larutan gula. Perputaran bidang cahaya polarisasi dianalisa dengan analisator. Analisator diputar secara manual menghasilkan perubahan intensitas cahaya.
Peristiwa aktivitas optik merupakan suatu peristiwa perputaran bidang cahaya polarisasi. Dari penelitian didapatkan nilai putaran optik relatif pada
larutan gula sebesar ⎟⎟
⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛ ±
mL gr
dm
derajat
100 )
8 , 6 3 , 30
( .
ABSTRACT
THE OPTICAL ACTIVITY MEASUREMENT
OF THE SUGAR SOLUTION
The optical activity in sugar solution measurement has been done. The He-Ne laser ray polarized by light polarizator to obtain the polarized light plane. The polarized light plane occur rotation when passed through the sugar solution. The rotation of polarized light plane was analyzed with analyzer. The analyzer which turned around manually yield the change of light intensity.
Event of optical activity represent an event turning around of polarized light plane. From this research, it can be concluded the value of specification optical rotation relative of sugar solution is ⎟⎟
⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛ ±
mL gr
dm
derajat
100 )
8 , 6 3 , 30
( .
PENGUKURAN AKTIVITAS OPTIK
PADA LARUTAN GULA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Fisika
Jurusan Studi Fisika
Oleh :
RIDWAN SEKTI NUGROHO
NIM : 023214008
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
THE OPTICAL ACTIVITY MEASUREMENT
OF THE SUGAR SOLUTION
SKRIPSI
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to obtain
the Sarjana Sains Degree In Physics
By:
RIDWAN SEKTI NUGROHO
NIM : 023214008
PHYSICS STUDY PROGRAM
PHYSICS DEPARTEMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2009
Halaman Persembahan
all because of Love and Love for all
To:
Bapakku Henung Sokli Tiwan (†)
Ibuku Rukmini (†)
Orang Tuaku Aminah
Adikku Sartika Yuliana Tiwan
INTISARI
PENGUKURAN AKTIVITAS OPTIK
PADA LARUTAN GULA
Telah dilakukan pengukuran aktivitas optik pada larutan gula. Sinar Laser He-Ne dipolarisasikan dengan polarisator cahaya menghasilkan cahaya terpolarisasi bidang. Bidang polarisasi mengalami perputaran saat dilewatkan larutan gula. Perputaran bidang cahaya polarisasi dianalisa dengan analisator. Analisator diputar secara manual menghasilkan perubahan intensitas cahaya.
Peristiwa aktivitas optik merupakan suatu peristiwa perputaran bidang cahaya polarisasi. Dari penelitian didapatkan nilai putaran optik relatif pada
larutan gula sebesar ⎟⎟
⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛ ±
mL gr
dm
derajat
100 )
8 , 6 3 , 30
( .
ABSTRACT
THE OPTICAL ACTIVITY MEASUREMENT
OF THE SUGAR SOLUTION
The optical activity in sugar solution measurement has been done. The He-Ne laser ray polarized by light polarizator to obtain the polarized light plane. The polarized light plane occur rotation when passed through the sugar solution. The rotation of polarized light plane was analyzed with analyzer. The analyzer which turned around manually yield the change of light intensity.
Event of optical activity represent an event turning around of polarized light plane. From this research, it can be concluded the value of specification optical rotation relative of sugar solution is ⎟⎟
⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛ ±
mL gr
dm
derajat
100 )
8 , 6 3 , 30
( .
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia dan penyertaan-Nya yang diberikan selama penyusunan skripsi yang berjudul ”Pengukuran Aktivitas Optik Pada Larutan Gula”.
Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program sarjana stratum-1 di Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Ign. Edi Santosa, M.S. selaku dosen pendamping akademik dan pembimbing tugas akhir.
2. Ibu Ir. Sri Agustini Sulandari, M.Si. selaku kaprodi Fisika dan dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk mengoreksi serta menguji skripsi ini.
3. Ibu Dwi Nugraheni Rositawati, S.Si., M.Si. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk mengoreksi serta menguji skripsi ini. 4. Seluruh staf dosen dan laboratorium Jurusan Fisika Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
5. Keluarga Besarku Tiwan, Rukmini dan Aminah yang telah memberikan kesempatan, dukungan moral, moril, dana selama kuliah.
6. PMK “ OIKUMENE “ tempat persekutuanku dan temanku P. Mayrita Naibaho; Mustikaning Asih; D. Teguh yang telah memberikan semangat, dorongan dan motivasi untuk lebih mengenal akan Kasih Kristus.
7. Teman anggkatan 2002 I.S. Awang; Y. Prihatama; Martinus. A; H.D. Pamungkas; B. Herdianto; Aloysius. T; O. Nugroho; Anastasia. I. Rambu; Theresia. E; Yuliana. H; B. Yuniarti; R. Listiyani; Margareta. I; Mika. F; V. Darmawati Kompudu; V. Yusta Jemahan; N.Z. Darajat, D. Saptarini, atas semua dinamika dan kebersaman yang kita jalani selama kuliah di Universitas Sanata Dharma.
8. D. Romaulina Nainggolan; Asriningsih; R. Dwi Atmoko; Rafael; Y. Hari; Petrik. A; B.A. Dirgantara; F. Endang; Erlina. E; teman seperjuangan mengerjakan Tugas Akhir.
9. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu trimakasih telah membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis dengan hati terbuka menerima kritik dan saran dari semua pihak untuk bahan perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi para pembaca.
Yogjakarta, Januari 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul Indonesia i
Halaman Judul Inggris ii
Halaman Persetujuan Pembimbing iii
Halaman Pengesahan iv
Halaman Persembahan v
Pernyataan Keaslian Karya vi
Intisari vii
Abstract viii
Lembar Publikasi ix
Kata Pengantar x
Daftar Isi xii
Daftar Gambar xiv
Daftar Tabel xv
Daftar Grafik xvi
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Batasan Masalah 3
D. Tujuan Penelitian 4
E. Manfaat Penelitian 4
F. Sistematika Penulisan 4
Bab II. Dasar Teori
A. Gelombang 6
B. Polarisasi Cahaya 6
C. Aktivitas Optik 11
Bab III. Metodologi Penelitian
A. Tempat Penelitian 15
B. Alat dan Bahan 15
C. Langkah Eksperimen 17
D. Analisa Data 18
Bab IV. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil 19
B.Pembahasan 28
Bab V. Penutup
A. Kesimpulan 34
B. Saran 34
Daftar Pustaka 35
Lampiran 36
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Gelombang tranversal dengan satu bidang getar 6 Gambar 2.2. Cahaya alami dipolarisasikan dengan polarisator cahaya
menghasilkan cahaya terpolarisasi 7
Gambar 2.3. Bidang getar cahaya polarisasi dengan sumbu
penganalisa membentuk sudut θ 8
Gambar 2.4. Besarnya intensitas I pada sudut θ 10 Gambar 2.5. Terputarnya bidang cahaya polarisasi pada bahan 12 Gambar 2.6. Bidang cahaya polarisasi mengalami perputaran 13
Gambar 3.1. Skema percobaan 16
Gambar 3.2. Contoh data eksperimen 18
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Nilai posisi intensitas cahaya terendah dari masing-masing konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm
20
Tabel 4.2. Nilai pergeseran pola intensitas cahaya dengan panjang sampel 10 cm
21
Tabel 4.3. Nilai selisih posisi dari intensitas cahaya terendah untuk setiap masing-masing konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm
21
Tabel 4.4. Nilai gradien tiap panjang sampel 22 Tabel 4.5. Nilai posisi intensitas cahaya terendah dari
masing-masing panjang sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/mL
25
Tabel 4.6. Nilai selisih posisi intensitas cahaya terendah dengan konsentrasi 0,5 gr/mL
25
Tabel 4.7. Nilai selisih posisi dari intensitas terendah untuk setiap panjang sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/mL
26
Tabel 4.8. Nilai gradien tiap konsentrasi 27
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 4.1. Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap sudut dengan panjang sampel 10 cm dengan variasi konsentrasi
19
Grafik 4.2. Grafik hubungan selisih posisi terhadap konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm
22
Grafik 4.3. Grafik hubungan gradien terhadap panjang sampel 23 Grafik 4.4. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan
konsentrasi 0,5 gr/mL dengan variasi panjang sampel
24
Grafik 4.5. Grafik hubungan selisih posisi terhadap panjang sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/mL
26
Grafik 4.6. Grafik hubungan gradien terhadap konsentrasi 27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan manusia. Setiap hari manusia tidak lepas dari gula. Dalam kehidupan sehari–hari, gula digunakan manusia untuk kebutuhan rumah tangga dan industri. Dalam kebutuhan rumah tangga, gula digunakan untuk memasak, membuat minuman, atau makanan. Di dalam industri, baik industri kecil maupun industri besar, gula digunakan sebagai bahan pemanis produk makanan atau minuman. Begitu penting gula bagi kehidupan manusia, maka untuk memenuhi semua kebutuhan akan gula, diperlukan gula berkwalitas.
Kwalitas gula dapat dilihat dari segi kimiawi, segi biologi, dan segi fisika. Secara fisika kwalitas gula dapat ditentukan dari warna gula, tingkat kekeringannya dan nilai putaran optik. Putaran optik merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh gula. Dengan mengetahui nilai putaran optik gula, maka dapat diketahui kwalitas gula [NN, 2001].
Gula yang berkwalitas mempunyai nilai spesifikasi putaran optik
relatif sebesar 52,7 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ mL gr dm derajat
100 sampai 112,7 ⎟⎟⎠
⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ mL gr dm derajat
100 . Nilai spesifikasi putaran optik diukur pada suhu dan Sodium D Line
dengan panjang gelombang digunakan sebagai sumber cahaya [Hill, 1976]. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam skripsi ini telah
2
dilakukan suatu penelitian ekperimen untuk mengetahui nilai spesifikasi putaran optik dari larutan gula.
Polarimeter merupakan alat untuk mengukur perputaran optik. Prinsip kerja polarimeter yaitu mempolarisasikan cahaya dari cahaya tak terpolarisasi menjadi cahaya terpolarisasi. Cahaya terpolarisasi dilewatkan pada sampel dan dianalisa menggunakan analisator. Penganalisa akan menganalisa seberapa besar perputaran optik yang terjadi [Phywe, 1986]. Pada polarimeter, bagian penganalisa bekerja dengan cara memutar analisator. Analisator diputar sampai terjadi perubahan intensitas cahaya. Pemutaran sudut analisator dimulai dari intensitas cahaya minimum sampai intensitas cahaya maksimum. Perubahan intensitas cahaya dari intensitas minimum sampai intensitas maksimum diamati dengan mata. Sumber cahaya yang digunakan yaitu menggunakan sumber cahaya
Sodium D Line dengan panjang gelombang 589 nm [Phywe, 1986].
3
perubahan intensitas cahaya. Detektor telah dilengkapi dengan komputer sehingga setiap perubahan intensitas cahaya dapat dicatat, disimpan dan ditampilkan secara langsung ke komputer [Ribeiro et. al., 1998].
Pada penelitian ini telah dilakukan pengukuran perputaran optik larutan gula mengunakan polarimeter yang dilengkapi detektor cahaya dengan perputaran analisator secara manual. Set alat yang digunakan dalam penelitian ini dibuat berdasarkan set alat yang pernah ada sebelumnya dengan sinar laser sebagai sumber cahaya. Sehingga masalah ketepatan hasil pengukuran dapat diatasi dengan baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu: a. Bagaimana perancangan alat yang digunakan untuk pengukuran
perputaran optik pada larutan gula.
b. Bagiamana pengukuran intensitas cahaya menggunakan analisator yang diputar secara manual dengan interval sudut dan putaran tertentu.
C. Batasan Masalah
Batasan masalah untuk penelitian ini adalah:
a. Pengukuran perputaran optik pada larutan gula.
4
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah :
a. Mengukur nilai spesifikasi putaran optik pada larutan gula dengan polarimeter yang dilengkapi detektor cahaya.
b. Menunjukkan pengaruh konsentrasi dan panjang tempat sampel terhadap nilai perputaran aktivitas optik.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi dengan pendeteksian perubahan intensitas cahaya dapat digunakan untuk pengukuran perputaran optik.
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan dituliskan dengan sistematika sebagai berikut: BAB I Pendahuluan
Bab I menguraikan tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian, manfaat penelitian.
BAB II Dasar Teori
Bab II menguraikan tentang gelombang, polarisasi cahaya dan aktivitas optik.
BAB III Eksperimen
5
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV menguraikan tentang hasil dan pembahasan data dari eksperimen yang dilakukan.
BAB V Penutup
BAB II
DASAR TEORI
A. Gelombang
Cahaya merupakan gelombang transversal. Gelombang transversal mempunyai bidang getar. Bidang getar yang dimiliki cahaya jumlahnya sangat banyak. Selain bidang getar, gelombang transversal juga mempunyai arah rambat. Arah rambat yang dimiliki gelombang transversal tegak lurus dengan bidang getar [Haliday dan Resnick, 1992]. Pada Gambar 2.1, diperlihatkan gambar gelombang transversal dengan satu bidang getar. Gelombang transversal mempunyai bidang getar yang sejajar dengan sumbu Y dan merambat searah sumbu X.
Gambar 2.1. Gelombang transversal dengan satu bidang getar
B. Polarisasi Cahaya
Cahaya alami atau cahaya tak terpolarisasi merupakan cahaya yang mempunyai bidang getar dengan jumlah yang banyak sekali [Rossi, 1957].
7
Peristiwa polarisasi cahaya merupakan suatu peristiwa penyaringan bidang getar. Bidang getar yang sejajar dengan arah sumbu optis polarisator akan diteruskan dan bidang getar yang tegak lurus dengan sumbu optis polarisator akan diserap [Tipler, 2001]. Pada Gambar 2.2, diperlihatkan peristiwa polarisasi cahaya. Bila cahaya tak terpolarisasi dilewatkan ke polarisator cahaya dihasilkan cahaya polarisasi dengan satu bidang getar. [Haliday dan Resnick, 1992].
Gambar 2.2. Cahaya alami dipolarisasikan dengan polarisator cahaya menghasilkan cahaya polarisasi
8
minimum secara berulang-ulang [Young dan Freedman, 2001]. Intensitas maksimum terjadi apabila sudut yang dibentuk dari bidang getar cahaya polarisasi dengan sumbu optik dari penganalisa sebesar nol derajat. Dan terjadi intensitas minimum bila bidang getar cahaya polarisasi dengan sumbu optik dari penganalisa terbentuk sudut sebesar sembilan puluh derajat. Perubahan intensitas cahaya, dipengaruhi oleh perubahan sudut yang dibentuk antara bidang getar cahaya polarisasi dengan sumbu optik dari penganalisa [Rossi, 1957]. Peristiwa terbentuknya sudut antara bidang getar polarisasi dengan penganalisa diperlihatkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Bidang getar cahaya polarisasi dengan sumbu penganalisa membentuk sudut θ
9
sumbu penganalisa akan diteruskan. Dan apabila cahaya dengan amplitudo
A tegak lurus dengan sumbu penganalisa akan diserap [Young dan Freedman, 2001]. Besarnya perubahan amplitudo cahaya yang diteruskan analisator mengikuti persamaan 2.1.
θ
cos
o
A
A= ... (2.1) dengan A adalah amplitudo yang diteruskan dari analisator
adalah amplitudo dari cahaya polarisasi.
o
A
θ adalah sudut yang terbentuk dari bidang cahaya polarisasi dengan sumbu analisator
Besarnya intensitas cahaya sebanding dengan kwadrat amplitudo [Haliday dan Resnick, 1992]. Sehingga cahaya yang diteruskan penganalisa merupakan kwadrat dari amplitudo yang diteruskan penganalisa. Jadi intensitas yang diteruskan analisator akan mengikuti persamaan 2.2.:
) (I
θ 2 cos
o
I
I = ... (2.2) dengan Ioadalah intensitas cahaya polarisasi
I adalah intensitas cahaya yang diteruskan analisator
θ adalah sudut yang terbentuk dari bidang cahaya polarisasi dengan sumbu analisator
Pada persamaan 2.2, dijelaskan bahwa cahaya polarisasi dengan satu bidang getar mempunyai intensitas dilewatkan ke penganalisa. Bila bidang getar cahaya polarisasi dengan sumbu analisator membentuk sudut sebesar
o
I
10
sebesar I . Jadi intensitas cahaya sebesar I terjadi pada saat sudut sebesar
θ dari intensitas cahaya polarisasi sebesar Io [Rossi, 1957].
Intensitas cahaya berubah dikarenakan oleh besarnya sudut yang terbentuk sebesar θ berubah. Pada persamaan 2.2, dijelaskan bahwa intensitas cahaya berubah bergantung pada sudut θ yang terbentuk dari bidang bidang getar polarisasi dengan sumbu penganalisa. Jika sudut θ yang terbentuk antara bidang cahaya polarisasi dengan sumbu penganalisa sebesar nol maka akan terjadi intensitas maksimum. Apabila bidang getar cahaya polarisasi dengan sumbu penganalisa membentuk sudut θ sebesar sembilan puluh derajat maka terjadi intensitas minimum [Rossi, 1957]. Untuk sudut θ selain sembilan puluh dan nol derajat mengikuti persamaan 2.2. Pada Gambar 2.4, diperlihatkan bahwa intensitas cahaya I pada sudut
θ.
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
0 45 90 135 180 225 270 315 360 405 450 495 540 585 630 675 720 sudut intensitas
11
C. Aktivitas optik
Aktivitas optik adalah kemampuan suatu bahan tertentu untuk memutar bidang getar cahaya terpolarisasi [Ribeiro et.al., 1998]. Aktivitas optik dapat terjadi karena adanya sifat optis suatu bahan [Phywe, 1986].
Suatu larutan yang terdiri bahan optik aktif dapat memutar bidang cahaya polarisasi. Terputarnya bidang cahaya polarisasi pada bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut yaitu konsentrasi bahan yang dilalui dan panjang sampel yang digunakan. Semakin besar konsentrasi yang digunakan memperbesar terputarnya bidang cahaya polarisasi. Panjang sampel mempengaruhi terputarnya bidang cahaya polarisasi, semakin panjang tempat sampel semakin besar nilai terputarnya bidang cahaya polarisasi [Phywe, 1986].
12
Gambar 2.5. Terputarnya bidang cahaya polarisasi pada bahan
13
Keterangan Gambar
Sebelum dilewatkan sampel
Sesudah dilewatkan sampel Gambar 2.6. Bidang cahaya polarisasi mengalami perputaran
Bidang cahaya polarisasi mengalami perputaran pada saat dilewatkan sampel sebesar β. Besarnya perputaran bidang cahaya polarisasi disebabkan oleh sampel. Faktor yang mempengaruhi terputarnya bidang cahaya terpolarisasi yaitu konsentrasi larutan dari bahan sebesar dan panjang sampel sebesar . Selain konsentrasi larutan dan panjang sampel, terputarnya bidang cahaya polarisasi dipengaruhi juga dari jenis bahannya. Bidang cahaya polarisasi yang dilewatkan pada jenis bahan tertentu
q
l
α akan mengalami perputaran sebesar β dikarenakan oleh konsentrasi larutan bahan dan panjang sampel [Phywe, 1986]. Besarnya bidang cahaya polarisasi yang dilewatkan sampel akan mengikuti Persamaan 2.3.
14
ql α
β = ……….. (2.3)
dengan α adalah jenis spesifikasi putaran optik pada bahan β adalah sudut perputaran optik
adalah konsentrasi larutan q
adalah panjang tempat sampel l
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Fisika, Kampus III Universitas Sanata Dharma Jogjakarta.
B. Alat dan Bahan
a. Alat yang digunakan dalam penelitian :
1. Laser He-Ne dengan panjang gelombang 633 nm.
Laser He-Ne digunakan sebagai sumber cahaya. Digunakan laser He-Ne karena mempunyai kekhasan yaitu monokromatis, berkas cahaya menyorot dengan lurus serta tidak menyebar.
2. Polarisator
Polarisator berfungsi menghasilkan berkas cahaya terpolarisasi dari sumber berkas cahaya tak terpolarisasi.
3. Analisator
Analisator berfungsi sebagai penganalisa berkas cahaya terpolarisasi yang telah dilewatkan sampel.
4. Detektor cahaya / light sensor
Detektor cahaya berfungsi sebagai pendeteksi perubahan intensitas cahaya.
16
5. Satu unit komputer
Digunakan sebagai perekam dan menampilkan data selama proses penelitian berlangsung. Pada komputer dilengkapi program Logger Pro3.
6. Bangku optika
Untuk meletakkan objek yang diteliti dan peralatan yang digunakan. 7. Tempat sampel
Berfungsi untuk menempatkan bahan yang akan diteliti.
Komputer Detektor Cahaya
Analisator Polarisator
Laser He-Ne
Sampel
Gambar 3.1. Skema percobaan
17
yang terhubung komputer. Komputer dilengkapi dengan program Logger Pro3
yang dapat mencatat dan menampilkan perubahan intensitas secara langsung.
b. Bahan
Larutan gula dengan konsentrasi 0,5 gr/mL; 1,0 gr/mL; 1,5 gr/mL; serta 2,0 gr/mL. Dan panjang tempat sampel dengan panjang 10 cm; 15 cm; 20 cm; 25 cm; serta 30 cm.
C. Langkah Eksperimen
a. Rangkai alat seperti pada gambar 3.1. b. Panaskan Laser He-Ne sebelum dipakai. c. Menentukan posisi sudut nol pada analisator. d. Pengambilan data.
Perubahan sudut analisator akan mempengaruhi perubahan intensitas cahaya. Perubahan intensitas cahaya dicatat setiap perubahan sudut analisator 5 derajat. Untuk pengambilan data satu set eksperimen lengkap langkah yang akan dilakukan yaitu :
1. Panjang tempat sampel tetap dengan variasi konsentrasi.
Panjang tempat sampel yang digunakan dibuat kondisi tetap, sedangkan konsentrasi divariasikan.
2. Konsentrasi tetap dengan variasi panjang tempat sampel.
18
e. Data hasil eksperimen ditampilkan di komputer berupa grafik hubungan intensitas cahaya I dengan sudut θ.
D. Analisa Data
Dari data eksperimen didapatkan grafik hubungan intensitas I terhadap sudut
θ, seperti contoh pada Gambar 3.2. Pada Gambar 3.2. diperlihatkan ada dua pola intensitas cahaya yaitu pola intensitas cahaya sebelum dilewatkan sampel dan pola intensitas cahaya setelah dilewatkan sampel. Grafik hubungan intensitas cahaya I
terhadap sudut θ digunakan untuk menghitung perputaran bidang cahaya terpolarisasi. Perputaran cahaya terpolarisasi dihitung dengan cara menentukan besarnya pergeseran dari kedua pola intensitas cahaya.
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
0 45 90 135 180 225 270 315 360 405 450 495 540 585 630 675 720
sudut intensitas
sebelum dilew atka n sampel sesudah dilew atka n sampel
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Satu set hasil eksperimen dengan panjang sampel 10 cm menggunakan variasi konsentrasi disajikan pada Grafik 4.1. Pada Grafik 4.1, merupakan grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dari hasil eksperimen.
Grafik hubungan intensitas terhadap sudut
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750
sudut (derajat) intensitas (lux)
NON SAMPEL 0.5 gr/ml 1 gr/ml 1.5 gr/ml 2 gr/ml
Grafik 4.1. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan panjang sampel 10 cm menggunakan variasi konsentrasi
Pada Grafik 4.1, digunakan untuk menghitung nilai putaran optik. Nilai putaran optik dihitung dengan cara menentukan besarnya pergeseran
20
pola dari intensitas cahaya sebelum dilewatkan sampel dengan setelah dilewatkan sampel.
Besarnya pergeseran pola intensitas cahaya ditentukan dengan cara menentukan selisih posisi intensitas cahaya terendah. Nilai posisi intensitas cahaya terendah ditentukan dengan menggunakan software Logger Pro3. Nilai posisi intensitas cahaya terendah dari masing-masing konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm tertampil pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Nilai posisi intensitas cahaya terendah
dari masing-masing konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm
Konsentrasi (gr/mL)
Posisi Intensitas terendah I (derajat)
Posisi Intensitas terendah II
(derajat)
Posisi Intensitas terendah III
(derajat)
Posisi Intensitas terendah IV
(derajat) Sebelum dilewatkan Sampel 90,5 270,7 450,5 630,6
Dilewatkan sampel 0,5 112,5 291,4 470,6 649,6 Dilewatkan sampel 1,0 129,7 309,2 488,6 667,9 Dilewatkan sampel 1,5 137,3 316,6 496,4 675,8 Dilewatkan sampel 2,0 144,0 323,0 501,5 679,1
21
Tabel 4.2. Nilai pergeseran pola intensitas cahaya dengan panjang sampel 10 cm
konsentrasi
Intensitas terendah I (derajat)
Intensitas terendah II
(derajat)
Intensitas terendah III
(derajat)
Intensitas terendah IV
(derajat)
Rata- Rata (derajat)
0,5 gr/mL 22,0 20,7 20,1 19,0 20,4
1,0 gr/mL 39,2 38,5 38,1 37,3 38,2
1,5 gr/mL 46,8 45,9 45,9 45,3 45,9
2,0 gr/mL 53,5 52,3 51,0 48,5 51,3
Pada Tabel 4.2, Nilai selisih posisi dari intensitas cahaya terendah setiap konsentrasi dihitung rata-ratanya. Nilai rata-rata selisih posisi intensitas cahaya terendah dari setiap konsentrasi, tertampil pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Nilai selisih posisi dari intensitas cahaya terendah
untuk setiap masing masing konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm
konsentrasi (gr/mL)
Nilai selisih posisi (derajat)
0,5 20,4 1,0 38,2 1,5 45,9 2,0 51,3
22
Grafik hubungan selisih posisi terhadap konsentrasi
selisih posisi= (20,0 4,0) *konsentrasi+(13,8 5,5)
15 30 45 60
0.5 1 1.5 konsentrasi (gr/mL) 2 selisih posisi
(derajat)
Grafik 4.2. Grafik hubungan selisih posisi terhadap konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm
Grafik 4.2, grafik hubungan selisih posisi terhadap konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm didapatkan gradien garis (20,0 4,0). Nilai gradien garis dihitung dengan software Logger Pro3. Dengan cara dan perhitungan yang sama didapatkan nilai gradien untuk panjang sampel 15 cm; 20 cm; 25 cm; dan 30 cm, tertampil pada tabel. 4.4.
±
Tabel 4.4. Nilai gradien tiap panjang sampel panjang sampel
(cm)
23
Dari tabel 4.4. dibuat grafik hubungan gradien terhadap panjang sampel, tertampil pada grafik 4.3.
Grafik hubungan gradien terhadap panjang sampel
gradien= (1,69 0,01)*panjang sampel+(3,43 0,40)
10 20 30 40 50 60
10 15 20 25 30
panjang sampel (cm) gradien
(derajat/(gr/mL))
Grafik 4.3. Grafik hubungan gradien terhadap panjang sampel
Grafik 4.3. Grafik hubungan gradien terhadap panjang tempat
sampel. Didapatkan nilai gradien garis ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛ ±
mL gr cm
derajat )
01 , 0 69 , 1
( .
24
Grafik hubungan intensitas terhadap sudut
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750
sudut (derajat) intensitas (lux)
non sampel 10 cm 15 cm 20cm 25 cm 30 cm
Grafik 4.4. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan konsentrasi 0,5 gr/mL dengan variasi panjang sampel
25
Tabel 4.5. Nilai posisi intensitas cahaya terendah dari masing-masing panjang sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/mL
Panjang sampel (cm) Posisi Intensitas terendah I (derajat) Posisi Intensitas terendah II (derajat) Posisi Intensitas terendah III (derajat) Posisi Intensitas terendah IV (derajat)
Tanpa sampel 90,5 270,7 450,5 630,6
10 112,5 291,4 470,6 649,6
15 124,5 303,6 483,7 663,1
20 136,9 316,4 496,1 674,5
25 148,6 328,6 508,4 688,4
30 160,1 340,2 519,6 698,7
Dari tabel 4.5. digunakan untuk menentukan nilai selisih posisi intensitas cahaya terendah dari pola intensitas cahaya terendah tanpa sampel dengan pola intensitas cahaya terendah menggunakan sampel. Nilai selisih posisi intensitas cahaya terendah dengan konsentrasi 0,5 gr/mL, tertampil pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Nilai selisih posisi intensitas cahaya terendah dengan konsentrasi 0,5 gr/mL Panajang Sampel (cm) Intensitas terendah I (derajat) Intensitas terendah II (derajat) Intensitas terendah III (derajat) Intensitas terendah IV (derajat) Rata Rata (derajat)
26
Pada tabel 4.6. Nilai selisih posisi dari intensitas cahaya terendah setiap panjang sampel dihitung rata-ratanya. Nilai rata-rata selisih posisi intensitas cahaya terendah dari setiap panjang tempat sampel, tertampil tabel 4.7.
Tabel 4.7. Nilai selisih posisi dari intensitas cahaya terendah untuk setiap panjang sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/mL
panjang sampel (cm)
Nilai selisih posisi (derajat)
10 20,4 15 33,1 20 45,3 25 57,9 30 69,0
Berdasarkan tabel 4.7, dibuat grafik selisih posisi hubungan panjang sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/mL, tertampil pada grafik 4.5.
Grafik hubungan selisih posisi terhadap panjang sampel
selisih posisi= (2,43 0,03)*panjang sampel-(3,62 0,66)
20 30 40 50 60 70
10 15 20 25 30
panjang sampel (cm)
selisih posisi (derajat)
27
Grafik 4.5. grafik hubungan selisih posisi terhadap panjang sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/mL, didapatkan gredien garis (2,43 0,03). Nilai gradien garis dihitung dengan software Logger Pro3. Dengan cara perhitungan yang sama didapatkan nilai putaran optik untuk konsentrasi 1,0 gr/mL; 1,5 gr/mL; dan 2,0 gr/mL, tertampil pada Tabel. 4.8.
±
Tabel 4.8. Nilai gradien tiap konsentrasi
konsentrasi (gr/mL)
gradien (derajat/cm) 0,5 2,43±0,03 1,0 3,89±0,07 1,5 4,79±0,04 2,0 4,95±0,03
Dari tabel 4.8. dibuat grafik hubungan gradien terhadap panjang tempat sampel, tertampil pada grafik 4.6.
Grafik hubungan gradien terhadap konsentrasi
gradien= (1,68 0,38)*konsentrasi+(1,85 0,52)
2 3 4 5 6
0.5 1 1.5 konsentrasi (gr/mL) 2
gradien (derajat/cm)
28
Grafik 4.6. grafik hubungan gradien terhadap panjang tempat
sampel. Didapatkan nilai gradien garis ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ± mL gr cm derajat ) 8 3 , 0 68 , 1
( sebagai
nilai putaran optik. Nilai spesifikasi putaran optik relatif yaitu suatu nilai spesifikasi putaran optik yang dimiliki oleh bahan yang mengandung aktivitas optik. Nilai spesifikasi putaran optik relatif dihitung dari hasil perkalian nilai putaran optik dengan berat molekul zat. Besar berat molekul gula 180,6 [Hill, 1976]. Jadi nilai spesifikasi putaran optik relatif
pada gula dari hasil pengukuran sebesar ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ± mL gr cm derajat ) 6 , 68 4 , 303 (
sebanding dengan ⎟⎟
⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ± mL gr dm derajat 100 ) 8 , 6 3 , 30 ( . B. Pembahasan
Hasil pengukuran seringkali tidak tepat. Pengukuran yang ideal yaitu mengukur masukan yang diinginkan. Tetapi pengukuran tidak lepas dari masukan gangguan dan masukan ubahan. Agar hasil pengukuran menjadi tepat, maka masukan gangguan itu harus dihilangkan atau diminimalisir.
29
cahaya dari lingkungan dapat mempengaruhi pengukuran. Oleh karena itu, saat alat dioperasikan harus diupayakan tidak ada sumbangan dari dalam maupun dari luar. Hal tersebut di atas yang mempengaruhi pengukuran intensitas cahaya.
Prinsip kerja dari polarimeter yaitu mempolarisasi cahaya. Berkas cahaya tak terpolarisasi dipolarisasikan menjadi berkas cahaya terpolarisasi menggunakan polarisator cahaya. Berkas cahaya Laser He-Ne dipolarisasikan menggunakan polarisator cahaya. Polarisator cahaya mempolarisasikan berkas cahaya, dengan menyaring bidang getar cahaya. Bidang getar cahaya yang sejajar dengan arah polarisator diteruskan dan bidang getar cahaya yang tegak lurus dengan arah polarisator akan diserap. Bidang getar cahaya yang diteruskan polarisator disebut sebagai bidang getar cahaya terpolarisasi atau bidang cahaya terpolarisasi.
Bidang getar cahaya terpolarisasi yang dilewatkan pada sampel dengan panjang tempat sampel tertentu mengalami perputaran. Terputarnya bidang cahaya terpolarisasi dianalisa dengan analisator. Analisator bekerja dengan cara diputar. Dengan diputarnya analisator secara manual mengakibatkan perubahan sudut. Yaitu sudut yang terbentuk dari bidang cahaya terpolarisasi dengan sumbu penganalisa sebesar θ. Dengan berubahnya nilai sudut θ, maka nilai intensitas cahaya
30
mengikuti perubahan sudut. Intensitas cahaya dideteksi oleh detektor, dan ditampilkan kedalam komputer. Didapatkan pola intensitas cahaya untuk satu set eksperimen lengkap dengan panjang sampel 10 cm menggunakan variasi konsentrasi, ditunjukkan pada grafik 4.1.
Pada grafik 4.1. diperlihatkan adanya kesamaan pola antara intensitas cahaya sebelum dilewatkan sampel dengan intensitas cahaya sesudah dilewatkan sampel. Pola yang terbentuk pada grafik, mengikuti aturan dari . Dari grafik diperlihatkan bahwa nilai intensitas cahaya dipengaruhi oleh sudut
θ 2 cos
θ.
Dari Grafik 4.1. diperlihatkan nilai intensitas puncak dari setiap pola intensitas cahaya berbeda-beda. Ini terlihat intensitas puncak yang paling tinggi adalah pola intensitas cahaya yang dihasilkan dari intensitas cahaya sebelum dilewatkan sampel. Besarnya intensitas pucak tersebut
7500 lux. Intensitas puncak tertinggi nomor dua yaitu dengan sampel berkonsentrasi 0,5 gr/mL yaitu sebesar 2250 lux. Sampel dengan konsentrasi 1,0 gr/mL dan 1,5 gr/mL mempunyai intensitas puncak sebesar 2100 lux dan 1800 lux. Dan konsentrasi 2,0 gr/mL mempunyai intensitas puncak paling rendah diantara semua konsentrasi yang ada, yaitu sebesar 1500 lux.
31
Besarnya intensitas cahaya yang dilewatkan pada suatu larutan tergantung dari konsentrasi larutan.
Selain besarnya intensitas puncak masing-masing pola intensitas cahaya, terlihat juga intensitas minimum dari distribusi intensitas cahaya. Posisi intensitas minimum dari pola intensitas cahaya sebelum dilewatkan sampel dibandingkan dengan pola intensitas cahaya setelah dilewatkan sampel, posisinya berbeda-beda. Titik lembah pola intensitas cahaya sebelum dilewatkan sampel dibanding dengan pola intensitas setelah dilewatkan sampel berkonsentrasi 0,5 gr/mL terlihat lembah bergeser ke kanan. Nilai pergeseran pola tertampil pada Tabel 4.2, untuk panjang sampel 10 cm dengan variasi konsentrasi.
Grafik 4.4, grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan konsentrasi 0,5 gr/mL. Dari grafik diperlihatkan bahwa perubahan intensitas puncak dari setiap pola intensitas cahaya tergantung dari panjang tempat sampel. Intensitas puncak tertinggi pada panjang tempat sampel 10 cm, dibandingkan dengan panjang tempat sampel yang lain. Nilai intensitas tersebut adalah 2050 lux. Posisi kedua yaitu dengan panjang tempat sampel 15 cm dengan intensitas puncak rata-rata sebesar
1300 lux. Sedangkan nilai intensitas puncak rata-rata untuk panjang tempat sampel 20 cm dan 25 cm masing-masing adalah 750 lux dan 380 lux.
32
Grafik 4.4. memperlihatkan intensitas puncak dari setiap pola intensitas cahaya, selain itu juga terlihat intensitas cahaya terendah dari pola intensitas cahaya. Titik lembah dari pola intensitas cahaya sebelum dilewatkan sampel dibanding dengan intensitas cahaya yang dilewatkan sampel panjang 10 cm terlihat bergeser. Semakin besar panjang sampel yang digunakan semakin besar nilai pergeserannya. Nilai pergeseran dari tiap panjang tempat sampel terlihat pada grafik 4.5.
Grafik 4.5, grafik hubungan selisih posisi terhadap panjang tempat sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/mL. Pada grafik mempelihatkan kenaikan panjang sampel akan mempengaruhi nilai pergeseran pola. Dari grafik didapatkan nilai gradien sebagai nilai putaran optik, untuk
konsentrasi 0,5 gr/mL sebesar ⎟
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ± cm derajat ) 03 , 0 43 , 2 ( .
Tabel 4.8. memperlihatkan nilai putaran optik dari berbagai konsentrasi. Tabel tersebut diperlihatkan semakin besar konsentrasi semakin besar nilai putaran optik. Pada grafik 4.6 merupakan grafik hubungan gradien terhadap konsentrasi, terlihat dengan kenaikan kosentrasi larutan akan mempengaruhi putaran optik. Nilai gradien garis, menyatakan nilai spesifikasi putaran optik. Nilai putaran optik sebesar
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ± mL gr cm derajat ) 38 , 0 68 , 1 ( .
Dari pengukuran didapatkan nilai spesifikasi putaran optik relatif
dari gula sebesar ⎟⎟
⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ± mL gr dm derajat 100 ) 8 , 6 3 , 30
33
spesifikasi putaran optik, diukur pada kondisi suhu ruangan dan Sinar Laser He Ne sebagai sumber cahaya.
Gula yang baik mempunyai nilai standar spesifikasi putaran optik
relatif antara ⎟⎟
⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
mL gr
dm
derajat 100 7
,
52 sampai ⎟⎟
⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
mL gr
dm
derajat 100 7
,
112 .
Nilai standar spesifikasi putaran optik gula diukur pada suhu dan
Sodium D Line dengan panjang gelombang 589 nm sebagai sumber cahaya [Hill, 1976].
C
o
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa gula mempunyai nilai spesifikasi putaran optik relatif tertentu.
Nilai perputaran bidang cahaya terpolarisasi dipengaruhi oleh konsentrasi dan panjang tempat sampel. Semakin besar konsentrasi yang digunakan semakin besar nilai perputaran optiknya. Berlaku juga pada panjang tempat sampel yang digunakan, semakin besar panjang tempat sampel yang digunakan memperbesar perputaran aktivitas optik.
Dari hasil pengukuran, larutan gula yang digunakan didapatkan nilai spesifikasi putaran optik relatif sebesar
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛ ±
mL gr
dm
derajat
100 )
8 , 6 3 , 30
( .
B. Saran
Untuk pembuatan alat pengukuran perputaran optik pada larutan gula dengan metode yang sama, diperhatikan analisator. Diusulkan untuk kedepannya dibuat analisator yang dapat berputar secara otomatis.
DAFTAR PUSTAKA
Doebelin,E.O., 1992, Sistem Pengukuran Aplikasi dan Perancanga Edisi Ketiga,
Jakarta, Erlangga.
Haliday,D., dan Resnick,R., 1984, Fisika Jilid 2, Jakarta, Erlangga.
Hill,G., 1976, Dean’s Analytical Chemistry Handbook Second Edition, Pradyot Patnaik
Jenkins,A., dan White,E., 1939, Fundamentals of Physical Optics, Mc Graw-Hill Book Company, New York.
NN.2001, Gula Kristal Mentah, Semarang, Badan Standar Nasional.
Phywe, 1986, University Laboratory Experiment Physics, volume 1+2, Phywe Aktiengesellschaft.
Phywe, 1986, University Laboratory Experiment Physics, volume 3, Phywe Aktiengesellschaft.
Rossi,B., 1957, Optic, Japan Publication Trading Company, Tokyo
Ribeiro,R.M., Faisca,A.B.A., & Santos,P.A.M., 1998, Automatic Optical Activity Measurment System, Brasil.
Tipler, 2001, Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga, Jakarta, Erlangga. Young,D.H., dan Freedman,A.R., 2001, Fisika Universitas jilid 2 edisi 3, Jakarta,
Erlangga.
LAMPIRAN A
Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dari hasil eksperimen dengan panjang sampel tetap, menggunakan variasi konsentrasi.
Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan panjang sampel 10 cm menggunakan variasi konsentrasi, tertampil pada Grafik A.1.
Grafik hubungan intensitas terhadap sudut
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750
sudut (derajat) intensitas (lux)
NON SAMPEL 0.5 gr/ml 1 gr/ml 1.5 gr/ml 2 gr/ml
Grafik A.1. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan panjang tempat sampel 10 cm menggunakan variasi konsentrasi
37
Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan panjang sampel 15 cm menggunakan variasi konsentrasi, tertampil pada Grafik A.2.
Grafik hubungan intensitas terhadap sudut
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750
sudut (derajat) intensitas (lux)
NON SAMPEL
0.5 gr/ml
1 gr/ml
1.5 gr/ml
2 gr/ml
38
Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan panjang sampel 20 cm menggunakan variasi konsentrasi, tertampil pada Grafik A.3.
Grafik hubungan intensitas terhadap sudut
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750
sudut (derajat) intensitas (lux)
NON SAMPEL 0.5 gr/ml 1 gr/ml 1.5 gr/ml 2 gr/ml
39
Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan panjang sampel 20 cm menggunakan variasi konsentrasi, tertampil pada Grafik A.4.
Grafik hubungan intensitas terhadap sudut
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750
sudut (derajat) intensitas (lux)
NON SAMPEL 0.5 gr/ml 1 gr/ml 1.5 gr/ml 2 gr/ml
40
Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan panjang sampel 20 cm menggunakan variasi konsentrasi, tertampil pada Grafik A.5.
Grafik hubungan intensitas terhadap sudut
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750
sudut (derajat) intensitas (lux)
NON SAMPEL
0.5 gr/ml
1 gr/ml
1.5 gr/ml
2 gr/ml
41
LAMPIRAN B
Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dari hasil eksperimen dengan konsentrasi tetap, menggunakan variasi panjang sampel.
Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan konsentrasi 0,5 gr/mL menggunakan variasi panjang sampel, tertampil pada Grafik B.1.
Grafik hubungan intensitas terhadap sudut
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750
sudut (derajat) intensitas (lux)
non sampel
10 cm
15 cm
20cm
25 cm
30 cm
42
Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan konsentrasi 1,0 gr/mL menggunakan variasi panjang sampel, tertampil pada Grafik B.2.
Grafik hubungan intensitas terhadap sudut
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750
sudut (derajat) intensitas (lux)
non sampel
10 cm
15 cm
20 cm
25 cm
30 cm
43
Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan konsentrasi 1,5 gr/mL menggunakan variasi panjang sampel, tertampil pada Grafik B.3.
Grafik hubungan intensitas terhadap sudut
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750
sudut (derajat) intensitas (lux)
non sampel
10 cm
15 cm 20 cm
25 cm
30 cm
44
Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan konsentrasi 2,0 gr/mL menggunakan variasi panjang sampel, tertampil pada Grafik B.4.
grafik hubungan intensitas terhadap sudut
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750
sudut (derajat) intensitas (lux)
non sampel 10 cm 15 cm 20 cm 25 cm 30 cm
45
LAMPIRAN C
Menentukan nilai ralat dari spesifikasi putaran optik ditentukan dari gradien atau kemiringan garis. Secara umum mengunakan metode kwadrat terkecil dari kurva garis lurus [Doebelin, 1992]. Persamaan garis lurus diambil sebagai:
b
mx
y
=
+
dengan y adalah variabel terikat.
x adalah variabel bebas.
m adalah kemiringan garis.
b adalah perpotongan garis dengan sumbu vertikal.
Persamaan untuk mentukan nilai kemiringan garis ( ) dan garis perpotongan dengan sumbu vertikal (b):
m 2 2
)
(
x
x
N
y
x
xy
N
m
∑
−
∑
∑
∑
−
∑
=
2 2 2)
(
x
x
N
xy
x
y
x
b
∑
−
∑
∑
∑
−
∑
∑
=
Persamaan untuk mentukan nilai ralat kemiringan garis ( ) dan ralat garis perpotongan dengan sumbu vertikal ( ):
m
S
b
S
( )
22 2 x x N N Sm ∑ − ∑ =
σ
(
)
2 2 2 2 i b x x N x S ∑ − ∑ ∑ = σdengan :
(
)
∑
+
−
=
Nmx
ib
y
46
Nilai spesifikasi putaran optik dihitung dari besarnya putaran bidang getar cahaya polarisasi [Hill, 1976]. Besarnya putaran bidang getar polarisasi :
ql
α
β
=
dengan β adalah sudut putaran optik.
α adalah jenis spesifikasi putaran optik. q adalah konsentrasi larutan.
l adalah panjang tempat sampel Persamaan garis :
b
lq
+
=
α
β
Nilai kemiringan garis (m) dengan panjang tempat sampel tetap:
2 2
)
(
i i i i i iq
q
N
q
q
N
m
∑
−
∑
∑
∑
−
∑
=
β
β
Nilai garis perpotongan dengan sumbu vertikal ( ) dengan panjang tempat sampel tetap:
b 2 2 2 ) ( i i i i i i i q q N q q q b ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ ∑ = β β
Nilai ralat kemiringan garis (Sm) dengan panjang tempat sampel tetap :
(
)
2 2 2 i i mq
q
N
N
S
∑
−
∑
=
σ
Nilai ralat garis perpotongan dengan sumbu vertikal ( ) dengan panjang tempat sampel tetap:
b
S
47
dengan :
(
)
∑
+
−
=
Nmq
ib
iN
12
1
β
σ
Persamaan garis :
β
=
α
ql
+
b
Nilai kemiringan garis (m) dengan konsentrasi tetap:
2 2 ) ( i i i i i i l l N l l N m ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ =
β
β
Nilai garis perpotongan dengan sumbu vertikal ( ) dengan konsentrasi tetap: b 2 2 2 ) ( i i i i i i i l l N l l l b ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ ∑ =
β
β
Nilai ralat kemiringan garis (Sm) dengan konsentrasi tetap:
( )
2 2 2 i i ml
l
N
N
S
∑
−
∑
=
σ
Nilai ralat garis perpotongan dengan sumbu vertikal ( ) dengan konsentrasi tetap:
b
S
( )
22 2 2 i i i b l l N l S ∑ − ∑ ∑ =
σ
dengan :
(
)
∑
+ −= N mli b i
N 1
2 1
β