PERENCANAAN PERAWATAN DENGAN METODE
RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) PADA
MESIN INSULATION MOULDING
DI CV BINA TEKNIK
SKRIPSI
Oleh :
WAVIY AMIIN
NPM. 0732010141
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
SKRIPSI
PERENCANAAN PERAWATAN DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM)
PADA MESIN INSULATION MOULDING DI CV. BINA TEKNIK - SIDOARJO
Disusun Oleh : WAVIY AMIIN NPM : 0732010141
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal : 28 Oktober 2011
Tim Penguji : Dosen Pembimbing :
1. 1.
Ir. Moch. Tutuk Safirin, MT Ir. Tri Susilo, MM
NIP. 19550708 198903 1 001 NIP. 19630406 198903 1 001
2. 2.
Ir. M. Anang Fahrodji, MMT Ir. Nisa Masruroh, MT NIP. 19580405 198803 1 001 NIP. 19630125 198803 2 001 3.
Ir. Tri Susilo, MM
NIP. 19550708 198903 1 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknologi Industri
Unervesitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian Tugas Akhir (skripsi) dengan judul “Perencanaan Perawatan dengan Metode Reliability Centered
Maintenance (RCM) pada Mesin Insulation Moulding di CV. Bina Teknik“
bisa terselesaikan dengan baik.
Penulisan laporan ini dilakukan guna memenuhi salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Strata 1 (S1) di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Atas terselesaikannya pelaksanaan penelitian dan terselesainya penulisan laporan skripsi ini, maka penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan jalan kemudahan untuk menyelesaikan laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini dengain baik.
2. Orang tua saya yang telah memberikan doa serta dukungan kepeda saya.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Ir. Sutiyono, MT, Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.
5. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM, Selaku Ketua Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.
ii
7. Ibu Ir. Nisa Masruroh, MT, Selaku Dosen Pembimbing II.
8. Bapak dan Ibu Dosen Penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji laporan skripsi dan memberikan petunjuk serta arahan dalam penulisan laporan.
9. Seluruh Staf dan Karyawan CV BINA TEKNIK yang telah banyak membantu selama penulis melaksanakan penelitian.
10.Teman-temanku yang berada di UPN “Veteran” Jawa Timur maupun di luar kampus UPN, terima kasih atas semangat, doa dan bantuannya dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.
11.Seluruh Civitas Akademika UPN ”Veteran” Jawa Timur, terima kasih untuk semua bantuan dan bimbingannya selama ini.
12.Pihak-pihak lain yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pembuatan atau penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun penyajian. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati.
Akhir kata semoga Laporan Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan berkat kepada kita semua. Terima Kasih.
Surabaya, Oktober 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...iii
DAFTAR TABEL...vi
DAFTAR GAMBAR...viii
DAFTAR LAMPIRAN...ix
ABSTRAKSI...x
ABSTRACT...xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Batasan Masalah ... 3
1.4 Asumsi ... 3
1.5 Tujuan ... 3
1.6 Manfaat ... 4
1.7 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Perawatan ... 6
2.2 Jenis-Jenis Perawatan ... 8
2.3 Kebijaksanaan Pemeliharaan ... 12
2.4 Kegagalan (Failures) ... 16
2.6 Fungsi Keandalan ... 19
2.7 Laju Kegagalan ... 20
2.8 Reliability Centered Maintenance ... 24
Diagram Pareto ... 25
Functional Blok Diagram ... 27
Failure Modes and Effects Analysis... 27
RCM Decision Worksheet ... 34
Mean Time To Failure ... 35
Mean Time To Repaire ... 36
Distribusi kegagalan... 36
2.9 Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 45
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50
3.2 Definisi dan Identifikasi Variabel ... 50
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 51
3.4 Metode Pengolahan Data ... 52
3.5 Langkah-langkah Penelitian dan Pemecahan Masalah ... 56
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mesin dan Downtime ... 60
4.2 Biaya Perawatan ... 61
4.3 Komponen Kritis ... 63
4.4 Identifikasi penyebab kegagalan ... 71
4.6 Interval Perawatan berdasarkan Reliability Centered Maintenance (RCM ) Decision Worksheet... 77
4.7 Biaya Perawatan berdasarkan Reliability Centered Maintenance
(RCM)... 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 91 5.2 Saran ... 92 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rating Severity dalam FMEA ... 29
Tabel 2.2 Rating Occurrence dalam FMEA ... 30
Tabel 2.3 Rating Detection dalam FMEA ... 31
Tabel 2.4 FMEA ... 33
Tabel 2.5 RCM Decision Worksheet ... 35
Tabel 2.6 Informasi dalam Sistem Produksi dan Sistem Perawatan ... 40
Tabel 2.7 Penelitian Terdahulu ... 47.
Tabel 4.1 Penyebab kegagalan mesin ... 60
Tabel 4.2 Biaya Perawatan Real ... 62
Tabel 4.3 Persentase downtime pada Mesin Insulation Moulding ... 64
Tabel 4.4 Persentase kerusakan pada Mekanik Mixer... 66
Tabel 4.5 Persentase kerusakan pada Mekanik Press ... 67
Tabel 4.6 Persentase kerusakan pada Mekanik Electromotor... 68
Tabel 4.7 Persentase kerusakan pada Mekanik Crane ... 69
Tabel 4.8 Komponen kritis... 70
Tabel 4.9 Failure Modes and Effects Analysis... 72
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Distribusi ... 75
Tabel 4.11 Nilai MTTR ... 76
Tabel 4.12 RCM Decision Worksheet ... 78
Tabel 4.13 Kegiatan dan Interval Perawatan Mesin Insulation Moulding... 81
Tabel 4.14 Biaya perawatan (CM) ... 83
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Grafik Time Base Maintenance dan Condition Base
Maintenance ... 10
Gambar 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan pemeliharaan 15 Gambar 2.3 Karakteristik Kegagalan komponen ... 17
Gambar 2.4 Kurva Bathub ... 21
Gambar 2.5 Failure Rate ... 25
Gambar 2.6 Diagram Pareto ... 26
Gambar 2.7 Functional Block Diagram... 27
Gambar 2.8 Kurva Total Cost of Maintenance ... 38
Gambar 4.1 Functional Block Diagram Mesin Insulation Moulding... 63
Gambar 4.2 Diagram pareto pada Mesin Insulation Moulding... 65
Gambar 4.2 Diagram pareto pada Mixer ... 66
Gambar 4.3 Diagram pareto pada Mekanik Press ... 67
Gambar 4.4 Diagram pareto pada Elektromotor ... 68
PERENCANAAN PERAWATAN DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) PADA MESIN INSULATION
MOULDING
DI CV BINA TEKNIK SIDOARJO
ABSTRAKSI
CV Bina Teknik merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri cold storage dan memproduksi polly urethane slap sebagai kemasan mesin pendingin, dimana sebagian besar produksinya menggunakan mesin secara otomatis. Permasalahan yang dihadapi adalah kerusakan yang terjadi sewaktu-waktu sebelum interval perawatan menyebabkan adanya kegiatan overhaul dan replacement atau corrective maintenance yang menimbulkan adanya downtime dan kemacetan atau berhentinya proses produksi. Oleh karena itu perlu perlu didukung dengan aktivitas perawatan mesin-mesin produksi yang teratur dan terencana.
Metode penelitian yang digunakan adalah Reliability Centered Maintenance untuk menentukan kegiatan dan interval perawatan berdasarkan pada RCM Decision Worksheet sesuai dengan fungsi dan sistem dari mesin Insulation Moulding dan FMEA digunakan untuk mengidentifikasi penyebab kegagalan serta efek yang ditimbulkan dari kegagalan tersebut.
Hasil penelitian diperoleh bahwa dari 10 sub mesin pada Mesin Insulation Moulding didapatkan 8 komponen kritis dan komponen kritis yang memiliki kegagalan potensial diantaranya; Propeller dengan Scheduled Discard Task dan interval perawatan selama 513,42 jam, Pipa kapiler dengan Scheduled Restoration Task dan interval perawatan selama 239,83 jam; Metal sheet dengan Scheduled Discard Task dan interval perawatan selama 211,94 jam, dan Gearshift dengan Scheduled Restoration Task dan interval perawatan selama 121,17 jam; Dynamo dengan Scheduled Discard Task dan interval perawatan selama 136,92 jam, dan Coil dengan Scheduled Discard Task dan interval perawatan selama 201,67 jam; Gear wheel dengan Scheduled Restoration Task dan interval perawatan selama 67,50 jam, dan Chain dengan Scheduled Discard Task dan interval perawatan selama 94,23 jam dan selisih jumlah biaya perawatan sekarang (TC) dengan biaya perawatan awal (TC Real) sebesar 26.50%.
THE MAINTENANCE ARE PLANNING USING THE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) METHOD OF INSULATION
MOULDING MACHINE AT CV BINA TEKNIK SIDOARJO
ABSTRACT
CV Bina Teknik is a company engaged in manufacturing cold storage and polly urethane slap produced has a cold machine packaging , in which most of the production process using a machine automation. The problem faced is a damage that occurs at any time before the interval treatment led to the overhaul and replacement activities or corrective maintenance which gave rise to congestion or downtime and cessation of the production process is therefore to be supported with machinery maintenance activities are organized and planned production. The method used is the Reliability Centered Maintenance to determine the activities and maintenance intervals based on the RCM Decision Worksheet in accordance with the functions and systems of Insulation Moulding machines and FMEA are used to identify the causes of failure and the effects of the failure. Results showed that of the 10 sub machine Insulation Moulding obtained eight critical components and critical component that has the potential failure of which Propeller with Scheduled Discard Task and maintenance intervals for 513,42 hours; capillarry pipe with Scheduled Restoration Task and maintenance intervals for 239,83 hours; Metal sheet with Scheduled Discard Task and maintenance intervals for 211,94 hours; Gearshift with Scheduled Restoration Task and maintenance intervals for 121,17 hours; Dynamo with Scheduled Discard Task and maintenance intervals for 136,92 hours; Coil with Scheduled Discard Task and maintenance intervals for 201,67 hours; Gear wheel with Scheduled Restoration Task and maintenance intervals for 67,50 hours; and Chain with Scheduled Discard Task and maintenance intervals for 94,23 hours and the difference between the total cost of care is now a total cost of initial treatment for 26.50%.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi akhir-akhir ini berjalan dengan pesat. Hal ini dapat dirasakan diberbagai kegiatan dan bidang kehidupan, khususnya bidang industri manufaktur. Perubahan teknologi yang dipergunakan dapat menimbulkan perubahan dari komponen input yang digunakan serta output yang dihasilkan.
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan dan penggunaan teknologi fasilitas produksi, maka kebutuhan akan fungsi perawatan semakin bertambah besar.
Keandalan mesin dan fasilitas produksi merupakan salah satu aspek yang dapat mempengaruhi kelancaran proses produksi serta produk yang dihasilkan. Keandalan ini dapat membantu suatu komponen mesin untuk dapat bekerja sesuai dengan tujuan yang diinginkan dalam periode tertentu.
2
Salah satu mesin yang sering mngalami kerusakan adalah mesin Insulation Moulding. Keadaan mesin yang mengalami kerusakan secara umum terdapat pada
komponennya, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan dan pembengkakan terhadap biaya perawatan. Sedangkan dampak yang sangat berpengaruh yaitu menurunnya tingkat keandalan dari mesin tersebut. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, maka diperlukan tindakan perawatan pencegahan yang optimal dengan menentukan interval perawatan.
Berdasarkan pada uraian diatas, maka dalam penelitian ini perlu difokuskan pada proses pembuatan keputusan penggantian komponen sistem yang meminimumkan downtime . Metode Reliability Centered Maintenance ini merupakan suatu teknik untuk mengembangkan kegiatan preventive maintenance yang terjadwal.
Dengan begitu, metode Reliability Centered Maintenance diterapkan agar digunakan untuk mendapatkan interval waktu perawatan yang ideal dengan harapan waktu perbaikan dapat terencana dan biaya yang dikeluarkan karena adanya perbaikan dapat berkurang.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan latar belakang tersebut maka peranan perawatan terhadap komponen mesin Insulation Moulding sangat penting sehingga dapat dirumuskan masalah tentang ;
1. Apa penyebab kegagalan fungsi mesin insulation moulding ?
3
1.3 Batasan Masalah
Agar penulisan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan alurnya maka perlu diberikan batasan-batasan masalah sebagai berikut :
1. Pada penelitian ini tidak semua mesin / peralatan yang terdapat pada stasiun produksi akan dianalisa, melainkan hanya dibatasi pada mesin Insulation Moulding dan komponen kritisnya.
2. Penyelesaian masalah dibatasi sampai pada penentuan perencanaan kegiatan perawatan, penyebab kegagalan dan biaya perawatan berdasarkan interval perawatan.
1.4 Asumsi
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Proses produksi berada pada kondisi normal dan tidak terjadi perubahan saat pengambilan data.
2. Harga mesin dan komponenya tidak berubah selama penelitian berlangsung.
1.5 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Menentukan interval perawatan preventive berdasarkan Reliability Centered Maintenance Decision Worksheet.
4
1.6 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Universitas
Memperkaya wawasan pengetahuan sebagai bahan studi bagi rekan-rekan mahasiswa dan juga sebagai pertimbangan bagi mahasiswa yang ingin mengerjakan tugas akhir.
2. Bagi Perusahaan
Menyajikan informasi lengkap mengenai kegiatan dan interval perawatan berdasarkan RCM Decision Worksheet serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak perusahaan dalam merencanakan manajemen perawatan.
3. Bagi peneliti
Mengaplikasikan teori manajemen parawatan yang telah diperoleh selama perkuliahan serta menambah pengetahuan tentang penerapan manajemen perawatan di lapangan.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, asumsi, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5
Maintenance, Failure Modes and Effect Analysis, biaya perawatan dan penelitian terdahulu.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang lokasi dan waktu penelitian, identifikasi variabel, metode pengumpulan data, metode pengolahan data dan langkah-langkah pemecahan masalah
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang pengolahan data dan hasil analisa yang meliputi penentuan komponen kritis, Functional Block Diagram, Failure Modes And Effect Analysis (FMEA), RCM Decision Worksheet, penentuan distribusi waktu antar
kerusakan dan distribusi waktu antar perbaikan, penentuan interval perawatan dan biaya perawatan serta pembahasan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan perhitungan berdasarkan data yang diperoleh.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisa dan pembahasan pada bab terdahulu serta memberikan saran dari hasil penelitian dari pengolahan data tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Perawatan
Secara alamiah tidak ada barang yang dibuat oleh manusia yang tidak bisa rusak. Usia kegunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan berkala dengan suatu aktivitas yang dikenal dengan istilah perawatan.
Menurut Corder (1992), perawatan adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima.
Sedangkan menurut Assauri (1999), perawatan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penggantian yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan.
Berdasarkan teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perawatan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas, mesin dan peralatan pabrik, mengadakan perbaikan, penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang diharapkan. Manajemen perawatan adalah pengorganisasian operasi perawatan untuk memberikan pandangan umum mengenai perawatan fasilitas industri. Pengorganisasian ini mencakup penerapan dari metode manajemen dan metode yang menunjang keberhasilan manajemen ini adalah dengan mengembangkan dan menggunakan suatu penguraian sederhana yang dapat diperluas melalui gagasan dan tindakan.
Menurut Supandi (1989), tujuan dari manajemen perawatan adalah untuk menunjang aktivitas dalam bidang perawatan, yaitu:
1. Memperpanjang waktu pengoperasian fasilitas industri yang digunakan semaksimal mungkin, dengan biaya perawatan yang seminimum mungkin dan adanya proteksi yang aman dari investasi modal.
2. Menyediakan modal biaya tertentu dan informasi-informasi lainnya yang dapat menunjang penuh dalam bidang perawatan.
3. Menentukan metode evaluasi prestasi kerja yang dapat berguna untuk manajemen secara umum dan bagi pengawas (supervisor) perawatan khususnya.
4. Membantu dalam menciptakan kondisi kerja yang aman, baik untuk bagian operasi maupun personil perawatan lainnya dengan menetapkan dan menjaga standar perawatan yang benar.
5. Meningkatkan keterampilan para pengawas dan para operator perawatan melalui latihan.
Adapun tujuan utama dari fungsi perawatan (maintenance) menurut Corder (1992) adalah :
1. Untuk memperpanjang usia kegunaan asset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan dan isinya).
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return of investment) maksimum yang mungkin.
4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.
2.2 Jenis-Jenis Perawatan
Secara umum, menurut Supandi (1989) ditinjau dari saat pelaksanaan pekerjaan perawatan dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu :
1. Planned Maintenance
Pengorganisasian pekerjaan perawatan yang dilakukan dengan pertimbangan ke masa depan, terkontrol dan tercatat.
2. Unplanned Maintenance
Cara pekerjaan perawatan darurat yang tidak direncanakan (unplanned emergency maintenance)
Kegiatan perawatan atau maintenance menurut Assauri (1999) yang dilakukan dalam suatu perusahaan pabrik dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Preventive Maintenance(Time Base Maintenance)
Merupakan kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu proses produksi.
a. Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari.
2. Corrective Maintenance
Adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan, sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.
3. Improvement Maintenance
Suatu sistem perawatan yang dilakukan untuk merubah sistem suatu alat
menjadi maksimal penggunaannya. Tujuan dari improvement maintenance adalah :
a. Memudahkan operasi dari suatu mesin. b. Memudahkan pemeliharaan.
c. Menaikan hasil kapasitas produksi.
d. Memperkecil biaya pemeliharaan akibat ketidak efisienan dari penggunaan suatu mesin.
e. Meningkatan keselamatan kerja.
Menurut Blanchard (1995) Selain jenis perawatan diatas, juga terdapat jenis perawatan lain sebagai berikut :
1. Predictive Maintenance (Condition Base Maintenance), sering berhubungan dengan memonitor kondisi program perawatan preventif dimana metode memonitor secara langsung digunakan untuk menentukan kondisi peralatan secara teliti.
2. Maintenance Prevention merupakan usaha mengarahkan maintenance free design yang digunakan dalam konsep Total Predictive Maintenance (TPM). 3. Adaptive Maintenance menggunakan software computer untuk memproses
4. Perfective Maintenance, meningkatkan kinerja, pembungkusan atau pengepakan atau pemeliharaan dengan menggunakan software computer.
Gambar 2.1 Grafik Time Base Maintenance dan Condition Base Maintenance Sumber : Pemeliharaan Instrumentasi Nuklir (Prajitno, 2005)
Perawatan merupakan fungsi yang sangat penting dalam suatu perusahaan untuk menjamin kelancaran proses produksi. Menurut Hamsi (2004) pada dasarnya tugas dari bagian perawatan meliputi:
1. Perencanaan dan penugasan 2. Pemeriksaan dan pengawasan 3. Pengawasan bahan
4. Pekerjaan lapangan 5. Pekerjaan bengkel
Sedangkan kegiatan-kegiatan perawatan, menurut Assauri (1999) dapat digolongkan dalam lima pokok berikut :
1. Inspeksi (inspections)
kegiatan pengecekan atau pemeriksaan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan.
2. Kegiatan Teknik (Engineering)
Meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli dan kegiatan pengembangan peralatan atau komponen peralatan yang perlu diganti.
3. Kegiatan Produksi
Kegiatan produksi ini merupakan kegiatan untuk memperbaiki dan mereparasi mesin dan peralatan, melaksanakan pekerjaan yang disarankan atau diusulkan dalam kegiatan inspeksi dan teknik, melaksanakan kegiatan servis dan pelumasan (lubrication).
4. Pekerjaan Administratif
Kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan mengenai biaya yang berhubungan kegiatan pemeliharaan, komponen yang dibutuhkan, waktu yang dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut, dan komponen yang tersedia di bagian pemeliharaan.
5. Pemeliharaan Bangunan (House Keeping)
Kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya, meliputi pembersihan dan pengecatan gedung dan kegiatan pemeliharaan peralatan lain yang tidak termasuk dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian perawatan.
Adapun tujuan pokok dari kegiatan pemeliharaan yang diadakan, yaitu
b. Melaksanakan program pemeliharaan pencegahan
c. Melaksanakan manajemen instrument (monitoring pemakaian peralatan, kebijakan suku cadang, pelatihan)
2. Untuk meningkatkan kendali mutu (Quality Control) pekerjaan di lab. dengan cara :
a. Mempersiapkan dokumen SOP (Standard Operation Procedures)
b. Mempersiapkan dokumen SPMP (Standard Preventive Maintenance Procedures) dan Pengendalian mutu (Quality Control).
c. Melaksanakan manajemen pemeliharaan d. Menyelenggarakan pelatihan
Selain itu berhasil tidaknya kegiatan pemeliharaan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan dapat dinilai melalui pengamatan atau pengevaluasian sebagai berikut :
1. Kenaikan masa pakai operasi peralatan yang diukur pada MTBF (Mean Time Between Failure) yaitu : Selang waktu rata-rata diantara dua saat kerusakan
atau kegagalan peralatan
2. Pengurangan pada nilai kerugian, yang dilihat pada MTTR (Mean Time To Repair) yaitu : Selang waktu rata-rata yang diperlukan untuk mereparasi instrument, termasuk waktu untuk menunggu pengadaan suku cadang.
2.3 Kebijaksanaan Pemeliharaan
yang maksimum, dan alat-alat tersebut harus dapat beroperasi pada saat ia dibutuhkan. Tujuan ini dapat lebih mudah dicapai bila alasan-alasan untuk kebijaksanaan pemeliharaan telah dimengerti dan dipahami. Bila kebijaksanaan pemeliharaan hendak dilaksanakan, faktor-faktor berikut harus diperhatikan : a. Operational requirements
Faktor OR sangat penting dalam menentukan kebijaksanaan pemeliharaan. Dengan OR dimaksudkan agar fungsi suatu peralatan harus dapat ditunjukkan dan dibawah kondisi yang bagaimana ia harus menunjukkan fungsinya tersebut. Dan tujuan dari organisasi pemeliharaan adalah untuk menjamin bahwa operasional dapat dicapai dengan biaya minimum.
b. Equipment characteristics (EC)
c. Aids to maintenance
Peralatan bantu untuk pemeliharaan adalah tools, peralatan untuk pengujian dan informasi yang menyangkut alat tsb. (catalog, operation manuals, service manuals) untuk keperluan pemeliharaan.
d. Training
Untuk melakukan training memerlukan waktu dan biaya, maka training adalah merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan kebijaksanaan pemeliharaan. Training yang dibutuhkan dapat disimpulkan dari perbedaan antara kemampuan yang dikehendaki dan kemampuan mula-mula orang yang terpilih untuk itu. Jadi kemampuan mula-mula-mula-mula plus pemberian sesuatu dalam training menghasilkan kemampuan yang dikehendaki. Adalah dimungkinkan untuk mengurangi biaya pelatihan dengan cara meningkatkan standar seleksi para teknisi dan mempersingkat masa training, atau dengan menyempurnakan alat-alat bantu untuk pemeliharaan dengan maksud untuk menyederhanakan tugas-tugas, dan mengatasi masalah kurangnya kemampuan teknisi yang ada.
e. Job environment
Kondisi dimana para teknisi bekerja adalah juga sama pentingnya dengan kondisi dimana alat beroperasi. Diluar kepuasan fisik ruangan kerja, faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah ketersediaan suku-cadang, jumlah supervisi dan bimbingan yang diberikan, waktu yang tersedia untuk melengkapi tugas dan safety precaution.
menyatakan hal tersebut secara matematis. Tetapi adalah cukup bagi para teknisi untuk mengetahui bahwa kebijaksanaan pemeliharaan yang harus dilakukannya adalah merupakan hasil keseimbangan diantara faktor-faktor tersebut. Sudah tentu ketepatan kebijaksanaan yang diambil juga tergantung ketepatan informasi yang diperoleh. Beberapa aspek yang penting dalam hal ini adalah :
1. Data informasi keadaan alat (status alat)
2. Teknisi pemeliharaan (kemampuan, dedikasi terhadap prosedur dan sistem kerja, log-book). Teknisi adalah kunci dari umpan balik (feed back) proses yang diperoleh dari data hasil pengukuran dan observasinya. Semakin lengkap data yang dapat disimpulkan dan dikumpulkannya, semakin tepat kebijaksanaan yang akan dilaksanakan.
3. Informasi khusus mengenai alat adan informasi umum tentang komponen (basis data instrumen).
Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap kebijaksanaan pemeliharaan dapat diilustrasikan dalam gambar sebagai berikut :
2.4 Kegagalan (Failures)
Kegagalan dapat didefinisikan sebagai terhentinya kemampuan suatu item dapat berupa komponen sampai berupa satu system yang kompleks untuk menjalankan fungsinya. Menurut Priyanta (2000) Kegagalan dari suatu komponen dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Kegagalan primer (primary failure)
Kegagalan primer dapat didefinisikan sebagai suatu komponen berada dalam keadaan rusak (non-working state) dimana komponen tersebut memang diperhitungkan akan mengalami kegagalan, sehingga perlu diadakan aksi perbaikan agar komponen tersebut dapat kembali berada pada keadaan siap bekerja (working state). Kegagalan primer pada komponen akan terjadi pada design envelope dari komponen, dan penyebab dari kegagalan ini adalah umur dari komponen. Sebagai contoh kerusakan pada tangki karena kelelahan material merupakan contoh dari kegagalan primer.
2. Kegagalan sekunder (secondary failure)
melibatkan kondisi meteorologi atau geologi, dan sistem engineering yang lain. Personel, seperti operator dan inspektor juga mungkin menybabkan terjadinya kegagalan sekunder, jika mereka merusakkan komponen. Perlu dicatat bahwa stres yang berlebihan pada komponen tidak akan menjamin komponen akan kembali pada working-state seperti semula, karena stres yang dialami komponen akan meninggalkan kerusakan (memori) pada komponen yang direparasi.
3. Kesalahan perintah (command faults)
Kesalahan perintah didefinisikan sebagai komponen berada dalam keadaan rusak (non-working state ) karena kesalahan sinyal pengontrol atau noise, seringkali aksi perbaikan tidak diperlukan untuk mengembalikan komponen pada keadaan semula.
Gambar diatas menunjukkan karakteristik kegagalan dari sebuah komponen. Lingkaran pertama yang mengelilingi lingkaran yang bertuliskan component failure menunjukkan bahwa kegagalan komponen disebabkan oleh (1) primary failure, (2) secondary failure atau (3) command faults. Berbagai penyebab yang mungkin dari ketiga kategori kegagalan ini ditunjukkan oleh lingkaran terluar.
2.5 Keandalan
Pemeliharaan tidak dapat dipisahkan terhadap keandalan. Jika suatu instrument dapat dibuat betul-betul andal, maka sama sekali tidak diperlukan pekerjaan pemeliharaan. Oleh sebab itu adalah sangat essensial bagi orang-orang pemeliharaan mengetahui tentang keandalan dan hubungannya dengan masalah pemeliharaan. Pengetahuan tentang mana komponen yang hampir seluruhnya andal, mana yang kurang andal akan sangat membantu tugas pemeliharaan. Efek-efek terhadap keandalan dan juga terhadap maintenance dari faktor-faktor: temperatur, kelembaban dan goncangan adalah juga penting, disamping metoda khusus seperti redundansi, dimana keandalan dapat diperbaiki pada tahap desain.
Keandalan (reliability) didefinisikan sebagai probabilitas bahwa suatu komponen atau sistem akan melakukan fungsi yang diinginkan sepanjang suatu periode waktu tertentu bilamana digunakan pada kondisi-kondisi pengoperasian yang telah ditentukan. Atau dalam perkataan yang lebih singkat, keandalan merupakan probabilitas dari ketidak-gagalan terhadap waktu.
1. Harus ditetapkan definisi yang jelas dan dapat diobservasi dari suatu kegagalan. Berbagai kegagalan ini harus didefinisikan relatif terhadap fungsi yang dilakukan oleh komponen atau sistem.
2. Unit waktu yang menjadi referensi dalam penentuan keandalan harus diidentifikasikan dengan tegas.
3. Komponen atau sistem yang diteliti harus diobservasikan pada performansi normal. Ini mencakup beberapa faktor seperti beban yang didesain, lingkungan, dan berbagai kondisi pengoperasian
2.6 Fungsi Keandalan
Dalam mengevaluasi keandalan, variabel random yang dipakai umumnya adalah waktu dengan :
T t P tR( ) ... (2.1)
dimana : R(t)0,R(0)1 dan lim ( )0
R t t
R(t) = Probabilitas waktu kegagalan dimana nilainya lebih besar atau
sama dengan t Jika didefinisikan menjadi :
} { ) ( 1 )
(t R t P T t
F ... (2.2)
dimana : F(0) = 0 dan lim ( )1
F t t
F(t) = Probabilitas kegagalan yang terjadi sebelum waktu t
untuk mengalami kegagalan dari suatu komponen atau sistem yang dioperasikan akan cenderung mendekati 1.
Dengan berpedoman bahwa R(t) sebagai fungsi keandalan dan F(t) sebagai fungsi distribusi kumulatif dari distribusi kegagalan, maka :
dt t dR dt
t dF t
f( ) ( ) ( ) ... (2.3)
Selanjutnya disebut sebagai probability density function dimana fungsi ini
menggambarkan bentuk dari failure distribution yang meliputi f(t)0 dan
1 ) (
0
f t dt , sehingga
t f t dt t
F 0
) ( )
( ... (2.4)
t
dt t f t
R( ) ( ) ... (2.5)
2.7 Laju Kegagalan
Gambar 2.4 Kurva Bathub
Sumber : Reliability And Maintainability Engineering (Charles E. Ebeling) 1. Periode 0 sampai dengan t1 , mempunyai waktu yang pendek pada permulaan
bekerjanya peralatan. Kurva menunjukkan bahwa laju kerusakan menurun dengan bertambahnya waktu atau diistilahkan dengan Decreasing Failure Rate (DFR). Kerusakan yang terjadi umumnya disebabkan kesalahan dalam proses menufakturing atau desain yang kurang sempurna. Jumlah kerusakan berkurang karena alat yang cacat telah mati kemudian diganti atau cacatnya dideteksi atau direparasi. Jika suatu peralatan yang dioperasikan telah melewati periode ini, berarti desain dan pembuatan peralatan tersebut di pabriknya sudah benar. Periode ini dikenal juga dengan periode pemanasan (burn in period). Model probabilitas yang sesuai adalah distribusi Weibull dengan 1
2. Periode t1 sampai t2 mempunyai laju kerusakan paling kecil dan tetap yang
disebut Constant Failure Rate (CFR). Periode ini dikenal dengan Useful Life
0 t1 t2
t
(t)
Random Failures Early Failures
Burn-in Useful life Wearout
Period. Kerusakan yang terjadi bersifat random yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan bekerjanya peralatan, sehingga periode ini merupakan periode pemakaian peralatan yang normal dan dikarakteristikkan secara pendekatan dengan jumlah kerusakan yang konstan tiap satuan waktu.distribusi yang sesuai adalah distribusi Eksponensial atau Weibull dengan 1
3. Pada periode setelah t2 menunjukkan kenaikan laju kerusakan dengan
[image:34.595.197.424.335.656.2]bertambahnya waktu yang sering disebut dengan Increasing Failure Rate (IFR). Hal ini terjadi karena proses keausan peralatan. Model distribusi yang sesuai adalah Distribusi Weibull dengan 1
Gambar 2.5 Failure Rate
Probabilitas dari komponen untuk mengalami kegagalan pada interval waktu antara t dan tt, jika komponen itu diketahui berfungsi pada saat t dapat diekspresikan dalam bentuk fungsi distribusi kumulatif sebagai F(tt)F(t)
sehingga menjadi :
) ( ) ( ) ( ) ( t R t F t t F t T t t T t
P ... (2.6)
Dengan interval waktu t dan membuat t0, maka akan diperoleh laju
kegagalan dari suatu komponen dan diekspresikan dengan notasi z(t) (Dwi Priyanta, 13-15).
) ( 1 . ) ( ) ( lim ) (
0 t R t
t F t t F t z t
... (2.7)
) ( ) ( ) ( t R t f t
z ... (2.8)
Persamaan (2.8) disubtitusikan ke persamaan (2.3) menjadi :
dt t dR t R t
z ( )
) ( 1 )
( ... (2.9)
Kedua ruas 0 sampai t diintergralkan dan disubtitusikan dengan R(0) = 1 menjadi : ) ( ln ) ( 0 t R dt t z t
... (2.10)Atau
e
t
du u z
t
R 0
) ( )
( ... (2.11)
Untuk laju kegagalan yang konstan, z(t) = maka berubah menjadi :
e
tt
2.8 Reliability Centered Maintenance
Menurut Moubray (1997) Reliability Centered Maintenance adalah sebuah proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa semua aset fisik terus melakukan apa yang user ingin dilakukan dalam kondisi operasinya saat ini. Reliability Centered Maintenance berdasarkan pada paham bahwa setiap aset digunakan untuk memenuhi fungsi atau fungsi spesifik dan perawatan itu berarti melakukan apapun yang perlu untuk memastikan bahwa aset terus memenuhi fungsinya untuk kepuasan user.
Menurut Hutabarat (1998) Tujuan dari Reliability Centered Maintenance adalah :
1. Untuk mengembangkan desain yang sifat mampu dipeliharanya (maintainability) baik.
2. Untuk memperoleh informasi yang penting untuk melakukan improvement pada desain awal yang kurang baik.
3. Untuk mengembangkan sistem maintenance yang dapat mengembalikan kepada reliability dan safety seperti awal mula equipment dari deteriorasi yang terjadi setelah sekian lama dioperasikan.
4. Untuk mewujudkan semua tujuan diatas dengan biaya minimum.
Kelebihan yang dimiliki oleh Reliability Centered Maintenance ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat membuat suatu kegiatan ataupun program maintenance menjadi lebih efisien.
Pengurangan probabilitas terjadinya kegagalan pada suatu alat atau fasilitas produksi.
Adapun beberapa macam metode yang biasa digunakan untuk menyajikan sebuah pendekatan terstruktur RCM, dan untuk menempatkan lebih fokus pada model keandalan dan metode dalam proses RCM adalah sebagai berikut:
Diagram Pareto
Diagram pareto diperkenalkan oleh seorang ahli yaitu Alfredo Pareto (1848 – 1923). Diagram Pareto ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan
klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Penyusunan diagram pareto meliputi enam langkah :
1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data.
2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik. 3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan. 4. Merangkum data dan membuat ranking kategori data tersebut dari yang
terbesar hingga terkecil.
5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan. 6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relative
Gambar 2.6 Diagram Pareto
Sumber : Maintainability and Maintenance Management (Joseph D. Patton)
Menurut Ariani (2004) Tujuan dari diagram pareto adalah :
1. Membantu menemukan permasalahan yang paling penting untuk segera diselesaikan (ranking tertinggi) sampai dengan masalah yang tidak harus segera diselesaikan (rangking terendah).
2. Mengidentifikasi masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha perbaikan kualitas.
3. Memberikan petunjuk dalam mengalokasikan sumber daya terbatas untuk menyelesaikan masalah.
Functional Block Diagram
Funtional Block Diagram digunakan untuk mendeskripsikan system kerja dari
mesin Insulation Moulding seperti proses produksi dan komponen mesin yang terlibat di dalamnya.
Gambar 2.7 Functional Block Diagram
Failure Modes and Effects Analysis
Failure modes and effects analysis (FMEA) merupakan salah satu teknik yang sistematis untuk menganalisa kegagalan. Teknik ini dikembangkan pertama kali sekitar tahun 1950-an oleh para reliability engineers yang sedang mempelajari masalah yang ditimbulkan oleh peralatan militer yang mengalami malfungsi. Teknik analisa ini lebih menekankan pada hardware-oriented approach atau bottom-up approach. Dikatakan demikian karena analisa yang dilakukan dimulai dari peralatan dan meneruskannya ke sistem yang merupakan tingkat yang lebih tinggi.
material
proses Machine
2 proses
Machine 3
finishing Machine
1
Machine 5 Machine 4
proses
FMEA sering menjadi langkah awal dalam mempelajari keandalan sistem. Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal-seperti me-review berbagai komponen, rakitan, dan subsistem-untuk mengidentifikasi mode-mode kegagalannya, penyebab kegagalannya, serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk masing-masing komponen, berbagai mode kegagalan berikut dampaknya pada sistem ditulis pada sebuah FMEA worksheet.
Secara umum tujuan dari penyusunan FMEA adalah sebagai berikut : 1. Membantu dalam pemilihan desain alternatif yang memiliki keandalan dan
keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain.
2. Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan yang dapat diperkirakan berikut dampak yang ditimbulkannya terhadap kesuksesan operasional sistem telah dipertimbangkan.
3. Membuat list kegagalan potensial , serta mengidentifikasi seberapa besar dampak yang ditimbulkannya.
4. Men-develop kriteria awal untuk rencana dan desain pengujian serta untuk membuat daftar pemeriksaaan sistem.
5. Sebagai basis analisa kualitatif keandalan dan ketersediaan.
6. Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk membantu menganalisa kegagalan yang terjadi di lapangan serta membantu bila sewaktu-waktu terjadi perubahan desain.
7. Sebagai data input untuk studi banding.
8. Sebagai basis untuk menentukan prioritas perawatan korektif.
1. Ketika diperlukan tindakan preventif atau pencegahan sebelum masalah terjadi.
2. Ketika ingin mengetahui atau mendata alat deteksi yang ada jika terjadi kegagalan.
3. Pemakaian proses baru.
4. Perubahan atau pergantian komponen peralatan. 5. Pemindahan komponen atau proses kea rah baru
Dalam menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka tim FMEA harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang severity, occurrence, detection serta hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number (RPN). Berikut adalah penjelasan dari masing-masing definisi diatas, yaitu :
1. Severity
Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko yaitu menghitung seberapa besar dampak atau intensitas kejadian mempengaruhi output proses. Severity adalah suatu perkiraan subyektif mengenai kerumitan suatu kegagalan dan bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan tersebut. Dampak tersebut dirancang mulai skala 1 sampai 10, dimana 10 merupakan dampak terburuk.
Tabel 2.1 Rating Severity dalam FMEA
Rating Akibat Kriteria Verbal Akibat pada produksi
1 Tidak ada akibat
Tidak ada akibat apa-apa (tidak ada akibat) dan tidak ada penyesuaian yang diperlukan
Proses berada dalam pengendalian tanpa perlu penyesuaian
2
Akibat sangat ringan
Mesin tetap beroperasi dan aman, hanya terjadi sedikit gangguan peralatan yang tidak berarti
Proses berada dalam pengendalian hanya membutuhkan sedikit penyesuaian
3 Akibat ringan
Mesin tetap operasi dan aman, hanya terjadi sedikit gangguan
penyesuaian diperlukan
4 Akibat minor
Mesin tetap beroperasi dan aman, namun terdapat gangguan kecil
Kurang dari 30 menit downtime atau tidak ada kehilangan waktu produksi
5 Akibat moderat
Mesin tetap beroperasi dan aman, namun telah
menimbulkan beberapa kegagalan produk
30 – 60 menit downtime
6 Akibat signifikan
Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi menimbulkan kegagalan produk
1 – 2 jam downtime
7 Akibat major
Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi tidak dapat dijalankan
2 – 4 jam downtime
8 Akibat ekstrim
Mesin tidak dapat beroperasi, telah kehilangan fungsi utama mesin
4 – 8 jam downtime
9 Akibat serius
Mesin gagal beroperasi, serta tidak sesuai dengan peraturan keselamatan kerja
> 8 jam downtime
10 Akibat berbahaya
Mesin tidak layak beroperasi, karena dapat menimbulkan kecelakaan secara tiba-tiba, bertentangan dengan peraturan keselamatan kerja
> 8 jam downtime
2. Occurrence
Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi
[image:42.595.108.522.84.453.2]dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan (Possible failure rates). Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1 sampai 10.
Tabel 2.2 Rating Occurrence dalam FMEA
Rating Kejadian Kriteria Verbal Tingkat Kejadian
1 Hampir tidak pernah
Kerusakan hampir tidak pernah terjadi
>10.000 jam operasi mesin
3 Sangat sedikit
Kerusakan terjadi sangat sedikit
3.001 – 6.000 jam operasi mesin 4 Sedikit Kerusakan terjadi sedikit 2.001 – 3.000 jam
operasi mesin 5 Rendah Kerusakan terjadi pada
tingkat rendah
1.001 – 2000 jam operasi mesin
6 Medium Kerusakan terjadi pada tingkat medium
401 – 1.000 jam operasi mesin
7 Agak tinggi Kerusakan terjadi agak tinggi 101 – 400 jam operasi mesin
8 Tinggi Kerusakan terjadi tinggi 11 – 100 jam operasi mesin
9 Sangat tinggi
Kerusakan terjadi sangat
tinggi 2 – 10 jam operasi mesin
10 Hampir
selalu Kerusakan selalu terjadi < 2 jam operasi mesin
3. Detection
Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau
[image:43.595.107.512.81.381.2]mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Berdasarkan pada rating detection, jika detection menunjukkan “tidak pasti” maka dapat dikatakan sistem kontrol yang berfungsi tidak dapat mendeteksi kegagalan yang muncul dan termasuk ke dalam rating 10 dan seterusnya seperti yang telah dijelaskan pada table dibawah ini :
Tabel 2.3 Rating Detection dalam FMEA
Rating Akibat Kriteria Verbal
1 Hampir pasti Perawatan preventif akan selalu mendeteksi
penyebab potensial kegagalan dan mode kegagalan
2 Sangat tinggi
Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial kegagalan
untuk mendeteksi penyebab potensial kegagalan dan mode kegagalan
4 Moderat tinggi
Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial
kegagalan dan mode kegagalan
5 Moderat
Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan
6 Rendah
Perawatan preventif memiliki kemungkinan rendah untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan
7 Sangat rendah
Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat rendah untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan
8 Sedikit
Perawatan preventif memiliki sedikit kemungkinan untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan
9 Sangat sedikit
Perawatan preventif memiliki sangat sedikit
kemungkinan untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan
10 Tidak pasti Perawatan preventif akan selalu tidak mampu untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan
4. Risk Priority Number
Risk Priority Number (RPN) merupakan produk matematis dari keseriusan effects (severity), kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effects (occurrence) dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi (detection). RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :
Langkah-langkah dalam penyusunan Failure Mode and Effects Analysis adalah sebagai berikut :
1. Menentukan nama mesin dan komponen yang menjadi obyek FMEA. 2. Mendeskripsikan fungsi dari komponen yang dianalisa.
3. Mengidentifikasi Function failure atau kegagalan fungsi.
4. Mengidentifikasi Failure Mode atau penyebab kegagalan yang terjadi .
5. Mengidentifikasi Failure effect atau dampak yang ditimbulkan dari kegagalan system.
6. Menentukan Severity atau penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan. 7. Menentukan Occurrence yaitu sesering apa penyebab kegagalan spesifik dari
suatu proyek tersebut terjadi.
8. Menentukan Detection atau penilaian dari kemungkinan suatu alat dapat mendeteksi penyebab terjadinya bentuk kegagalan.
Menghitung RPN (Risk Priority Number) yaitu angka prioritas resiko yang didapatkan dari perkalian severity, occurrence dan detection dengan rumus RPN = S x O x D
Tabel 2.4 FMEA (Failure Modes and Effect Analysis)
no Komponen Function Functional Failures Failure Mode Failure Effect 1 Pisau 1
Memotong/mencacah tebu hingga memenuhi Preparation Index (PI) > 80 %
A
Tidak mampu
memotong/mencacah tebu dan memenuhi
PI > 80 %
1 2
3
Pisau tunpul akibat korosi
Pisau lepas karena pemasangan baut pisau kurang kencang Pisau patah karena kelelahan pada bahan (fatigue)
Proses
pemotongan/pencacahan tebu kurang optimal. Proses
pemotongan/pencacahan tebu berhenti untuk melakukan penggantian pisau baru. Potongan pisau yang terlontar dapat
membahayakan keselamatan operator dan pekerja lainnya. .
2 Baut pisau 1
Menyatukan pisau pada piringan baja
A
Tidak mampu menyatukan pisau pada piringan baja
1
2
Baut pisau lepas karena pemasangan kurang kencang.
Baut pisau longgar, lepas ataupun putus karena kelelahan pada bahan (fatigue)
Pisau terlepas dari piringan baja.
Potongan pisau yang terlontar dapat
RCM Decision Worksheet
RCM Decision Worksheet digunakan untuk mencari jenis kegiatan perawatan (maintenance task) yang tepat dan memiliki kemungkinan untuk dapat mengatasi setiap failure mode. RCM Decision Worksheet ini meliputi :
a. Information Refference terdiri dari F (functions) yaitu fungsi komponen yang dianalisa), FF (failure function) yaitu kegagalan fungsi dan FM (failure mode) yaitu penyebab kegagalan fungsi.
b. Consequences evaluation terdiri dari H (Hidden failure), S (Safety), E (Environmental) dan O (Operational)
c. Proactive Task terdiri dari H1/S1/O1/N1 untuk mencatat apakah on condition task dapat digunakan untuk meminimalkan terjadinya failure
mode, H2/S2/O2/N2 untuk mencatat apakah scheduled restoration task dapat digunakan untuk mencegah failure dan H3/S3/O3/N3 untuk mencatat apakah scheduled discard task dapat digunakan untuk mencegah failure.
d. Default Action yang meliputi H4/H5/S4 untuk mencatat jawaban yang diperlukan pada default question.
e. Proposed Task yaitu kolom yang digunakan untuk mencatat tindakan yang dilakukan sebelum terjadinya kegagalan, terdiri dari scheduled restoration task, scheduled discard task dan scheduled on condition task.
g. Can be done by digunakan untuk mencatat siapakah yang berwenang dalam melakukan scheduled tersebut.
Tabel 2.5 RCM II Decision Worksheet
Information reference Consequence evalution H3 S3 O3 N3 Default action PROPOSED TASK INITIAL INTERV AL (JAM) CAN BE DONE BY no Komponen
F F F
F M
H S E O H1 S1 O1 N1 H2 S2 O2 N2 H 4 H 5 S 4
1 Y N N Y N Y Scheduled restoration task
57,3 Mekanik
2 Y Y N Y Scheduled restoration
task
70,28 Mekanik 1 Pisau 1 A
3 Y Y N N Y Scheduled discard task 420 Mekanik
1 Y Y N Y Scheduled restoration
task
88 Mekanik 2 Baut Pisau 1 A
2 Y Y N N Y Scheduled discard task 345 Mekanik
Mean Time To Failure
Mean Time To Failure adalah rata-rata waktu suatu system akan
beroperasi sampai terkadi kegagalan pertama kali. Waktu rata-rata kegagalan (mean time to failure = MTTF) dari suatu komponen yang memiliki fungsi densitas kegagalan (failure density function) f(t) didefinisikan oleh nilai harapan dari komponen itu. Secara matematis waktu rata-rata kegagalan dapat diekspresikan sebagai :
0 ) ( dtt tf
MTTF ... (2.13)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.3) ke dalam persamaan (2.13), maka diperoleh :
0 ) ( dtt R tMTTF ... (2.14)
Integral
0 0 ( ) )
(t R t dt tR
Jika MTTF < , maka nilai dari
tR(t) 0 0, sehingga :
0 ) ( dtt R
MTTF ... (2.16)
Untuk komponen yang memiliki fungsi keandalan R(t)et, maka diperoleh :
1
0
e dtMTTF t ... (2.17)
Mean Time To Repair
Mean Time To Repair adalah waktu dimana suatu produk atau system mulai rusak sampai selesai diperbaiki. Secara umum, waktu perbaikan atau Mean Time To Repair diberlakukan sebagai variable random karena kejadian yang berulang-ulang dapat mengakibatkan perbaikan yang berbeda-beda. MTTR diperoleh dengan menggunakan rumus :
0 0
)) ( 1 ( )
(
.h t dt H t dt t
MTTR ... (2.18)
Dimana :
h(t) : fungsi kepadatan peluang untuk data waktu perbaikan H(t) : fungsi distribusi kumulatif untuk data waktu perbaikan t : waktu
Distribusi Kegagalan
Menurut Priyanta (2000) Distribusi kegagalan yang sering digunakan di dalam teori keandalan adalah distribusi Lognormal, Weibull dan Eksponensial. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing distribusi terebut, yaitu :
Time to failure dari suatu komponen dikatakan memiliki distribusi lognormal bola y = ln T, mengikuti distribusi normal dengan probability density function :
2 2 ln 2 1 exp 2 1 ) ( med t t s st t f
dan t0 ... (2.19)
Mean Time To Failure dari distribusi lognormal :
2 exp 2 s t
MTTF med ... (2.20)
dengan variance :
exp( ) 1
)
exp( 2 2
2
2
s s
tmed
... (2.21)
dan fungsi keandalan :
med t t s t
R( ) 1 1ln ... (2.22)
Dimana parameter s adalah standar deviasi, tmed adalah median time to failure
dan adalah variance. 2. Distribusi Weibull
Jika time to failure dari suatu komponen adalah T mengikuti distribusi Weibull dengan tiga parameter,dan , maka probability density function
dapat dirumuskan sebagai :
e
t t t f 1 )( ... (2.23)
dengan : = shape parameter, = scale parameter, = shape parameter
Jika nilai dari = 0, maka akan diperoleh distribusi Weibull dengan dua
e
t t t f 1 )( ... (2.24)
Mean Time To Failure dari distribusi Weibull adalah :
1 1
MTTF ... (2.25)
dengan variance sebagai :
2 2 2 1 1 1 2
... (2.26)
dan fungsi keandalannya adalah :
e
t t R )( ... (2.27)
dimana (x)adalah fungsi gamma :
x x y
dy e y x 0 1 )
( ... (2.28)
3. Distribusi Eksponensial
Jika time to failure dari suatu komponen adalah terdistribusi secara eksponensial dengan parameter , maka probability density function dapat dirumuskan sebagai :
t
e t
f( ) ... (2.29) Mean Time To Failure dari distribusi eksponensial adalah :
1 ) ( 0
R t dtMTTF ... (2.30)
dengan variance :
0 2 22 1 1
t e tdt
... (2.31)
t
e t
R( ) ... (2.32)
Biaya Pemeliharaan
[image:51.595.122.496.270.514.2]Secara teoritis, total biaya pemeliharaan dapat digambarkan bahwa biaya pemeliharaan korektif (breakdown maintenance) akan berbanding terbalik dengan biaya pemeliharaan preventif (preventive maintenance) seperti yang diuraikan dalam kurva dibawah ini :
Gambar 2.8 Kurva Total Cost of Maintenance
Sumber : Manajemen Operasional (Dr. Manahan P. Tampubolon, MM) Menurut Tampubolon (2004) Adapun biaya yang terdapat dalam kegiatan pemeliharaan antara lain biaya-biaya pengecekan, penyetelan (set-up), biaya service, biaya penyesuaian (adjustment) dan biaya perbaikan (reparasi). Perbandingan biaya-biaya tersebut perlu dilakukan dengan tujuan berikut :
1. Apakah sebaiknya dilakukan preventive maintenance atau corrective maintenance, dimana biaya-biaya yang perlu diperhatikan adalah :
Biaya
Optimasi (Biaya Pemeliharaan) Total Biaya (Total Cost)
Optimasi (Kebijakan Biaya Pemeliharaan yang rendah)
Breakdown Maintenance
Cost
Preventive Maintenance
a. Jumlah biaya perbaikan yang perlu akibat kerusakan yang terjadi karena adanya preventive maintenance, dengan jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan akibat kerusakan yang terjadi, walaupun sudah diadakan preventive maintenance dalam jangka waktu tertentu.
b. Jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan yang akan dilakukan terhadap suatu peralatan disertai dengan harganya.
c. Jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan yang dibutuhkan oleh peralatan dengan jumlah kerugian yang dihadapi bila peralatan rusak dalam operasi konversi.
2. Apakah sebaiknya peralatan yang rusak diperbaiki di dalam perusahaan atau di luar perusahaan, dengan memperbandingkan jumlah biaya yang akan dikeluarkan.
3. Apakah sebaiknya peralatan yang rusak diperbaiki atau diganti. Dalam hal ini biaya-biaya yang perlu diperbandingkan antara lain :
a. Jumlah biaya perbaikan dengan harga pasar atau nilai dari peralatan tersebut.
b. Jumlah biaya perbaikan dengan harga peralatan yang sama di pasar.
Tabel 2.6 Informasi dalam Sistem Produksi dan Sistem Perawatan
Karakteristik Sistem
Fisik Ekonomis Produksi a.Fungsi kerja
b.Ciri Desain c.Umur
d.Kondisi Operasi e.Riwayat kerusakan f. Kebutuhan servis g.Pola keausan
h.Distribusi statistik untuk kerusakan dan umur ekonomis
a. Harga beli
b.Biaya pemasangan c. Biaya downtime (biaya
kesempatan)
Perawatan a. Prosedur inspeksi dan pengujian b.Distribusi statistik untuk
waktu inspeksi, waktu repair, waktu perawatan preventif
a. Biaya inspeksi
b.Biaya repair dan preventif yaitu tenaga kerja, suku cadang, overhead
c. Biaya idle dari peralatan perawatan
Preventive cost merupakan biaya yang timbul karena adanya perawatan mesin yang memang sudah dijadwalkan. Rumus yang digunakan untuk menghitung preventive cost atau biaya karena perawatan adalah :
Biayaoperator Biayamekanik
Hargakomponen MTTR
CM ... (2.34)
Sedangkan Failure cost meruapakan biaya yang timbul karena terjadi kerusakan diluar perkiraan yang menyebabkan mesin produksi berhenti pada saat produksi sedang berjalan. Rumus yang digunakan adalah :
komponen Harga
downtime Biaya
mekanik Biaya
operator Biaya
MTTR
CF
... (2.35)
Dimana :
C(tp) = Total biaya pencegahan persatuan waktu CM = Biaya pencegahan
CF = Biaya kerusakan
R(tp) = Probabilitas pencegahan 1-R(tp) = Probabilitas kerusakan tp = Waktu pencegahan tf = Waktu kerusakan
M M F
F f C f
C
TC
TM C dt t TM C M TM F 1 ) ( 1 0
TM MF t dt C
C
TM 0 ( ) 1
..………(2.36)
Jika data berdistribusi Weibull, maka biaya total perjamnya adalah :
M M F T C TM C
TC 1
……….. (2.37)
Untuk memperoleh TC minimum maka 0
M C
dT dT
sehingga diperoleh :
1 1 1 . CM CF CM
TM ……… (2.38)
dimana :
CF = Baiya perbaikan atau penggantian karena rusaknya komponen untuk
setiap siklus.
CM = Biaya yang dikeluarkan untuk perawatan per siklus.
TM = Interval waktu perawatan optimal (preventive maintenance) dalam jam.
FF = Frekuensi kegagalan
FM = Frekuensi perawatan
TC = Biaya total perawatan
Namun sebelum dilakukan penentuan interval perawatan terlebih dulu dilakukan perhitungan biaya meliputi :
Biaya perawatan mesin meliputi biaya yang dikeluarkan untuk merawat komponen-komponen mesin agar tetap terjaga kondisinya baik berupa biaya preventive maintenance (CM) maupun failure meintenance (CF).
Biaya preventive maintenance merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melaksanakan kegiatan preventive maintenance. Perhitungan biaya untuk komponen yang mengalami perbaikan adalah :
Cr Cw MTTR
CM ( )
Dimana : CM = biaya failure maintenance
Cr = biaya penggantian kerusakan komponen
Cw = Biaya tenaga kerja corrective maintenance per jam 2. Biaya Kegagalan (failure cost)
Merupakan biaya yang dikeluarkan bila terjadi kerusakan komponen. Biaya ini meliputi biaya komponen, biaya kerugian produksi (loss production) akibat penggantian dan biaya tenaga kerja untuk penggantian.
) (Co Cw MTTR
Cr
CF
Dimana : CF = biaya perbaikan komponen dalam suatu siklus
Cr = biaya penggantian kerusakan komponen Co = biaya kergian per jam
Cw = Biaya tenaga kerja corrective maintenance per jam
2.9 Penelitian-Penelitian Terdahulu
1. Ahmad Kholid Alghofari (2006) dengan judul “Perencanaan Pemeliharaan Mesin Ballmill dengan RCM (Reliability Centered Maintenance)”. Aktifitas produksi sering mengalami hambatan dikarenakan tidak berfungsinya mesin-mesin produksi yang dalam industri manufaktur merupakan komponen utama. Adapun permasalahan yang terjadi yaitu kegagalan beroperasi mesin mengakibatkan downtime yang ujung-ujungnya menurunkan produktifitas perusahaan. Oleh karenanya diperlukan sebuah sistem perencanaan pemeliharaan agar menghasilkan availability (ketersediaan) mesin yang optimal. Perusahaan yang dijadikan proyek penelitian adalah PT. Sici Multi IndoMarmer yang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi keramik (kloset jongkok, kloset duduk, washtafel, tempat sabun) dimana sistem pemeliharaan mesin, khususnya mesin ballmill yang telah dilakukan masih bersifat corrective maintenance. Tujuan dari penelitian ini adalah implementasi RCM Decision Worksheet. untuk dapat menentukan pemeliharan yang optimal serta dapat memprediksikan langkah untuk mengatasi kerusakan yang mungkin terjadi pada periode berikutnya berdasarkan data-data yang ada. Adapun pengolahan data mengenai komponen-komponen yang paling sering mengalami kerusakan pada mesin ballmill antara lain: fillow block, gear T 17, gear T 124, as pully dan van belt.
Penyebab kegagalan tersebut antara lain:
1. Hentakan/getaran saat putaran (rotary) menyebabkan komponen fillow block, gear T 17, gear T 124, as pully mengalami benturan/gesekan dengan
124, as pully menjadi aus. Pada komponen van belt menyebabkan belt jadi kendor bahkan bisa berakibat putus.
2. Usia pemakaian komponen yang melebihi batas akibat dari keputusan untuk mengoprasikan sampai rusak atau gagal, karena pilihan lain tidak mungkin atau tidak/kurang ekonomis menyebabkan kinerja dari mesin kurang optimal.
Rekomendasi yang dianjurkan :
1. Untuk masalah benturan/gesekan pada komponen fillow block dan as pully dapat dipakai kelem (pengikat) yang menahan getaran saat berotasi. Pada komponen gear T 17 dan gear T124 dapat diganti dengan gear yang terbuat dari bahan nilon, hal ini didasarkan pada pemakaian sebelumnya. Sedangkan untuk komponen van belt ketika kondisinya sudah kendor bisa diatasi dengan jalan menstel posisi pully kebelakang, hal ini berbeda ketika putus.
menstel posisi pully kebelakang, hal ini berbeda ketika putus. Untuk
penanganan masalah kegagalan yang diakibatkan oleh usia pemakaian dapat diatasi dengan membuat scheduled maintenance terkait dengan komponen yang rentan mengalami kerusakan. Pelumasan pada komponen fillow block, gear T 17, gear T 124, as pully dilakukan tiap minggu sekali (56 jam operasi). Pada motor penggerak perlu adanya check up dan pelumasan tiap 2 bulan sekali. Contactor magnetic, over load, relay, timer dan MCB C-63 dilakukan pengecekan minimal satu bulan sekali, hal ini bisa mengantisipasi terjadinya kegagalan tersembunyi (hidden failure).
parameter reliability, maintainability dan availability. Sehingga dapat meningkatkan umur penggunaan mesin dan penjadwalan perawatan yang efektif. Dari data-data perawatan yang didapat dan setelah diolah didapatkan hasil waktu perawatan yang nantinya dapat dijadikan dasar dalam usulan rencana waktu perawatan. Dalam penentuan komponen kritis didapatkan hasil yaitu:
Tabel 2.7 Komponen Kritis
No Komponen/sistem Frek.Kerusakan Downtime Availability Kriteria Rusak 1
2 3 4
As roda Kaki-kaki Perseneling Engine mounting
26 19 11 6
79,5 43 34 9,5
99,5 % 99,7 % 99,8 % 99,9 %
aus aus, patah
aus aus
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa as roda mempunyai frekuensi kerusakan yang paling tinggi yaitu sebesar 26 kerusakan dengan jumlah downtime komponen as roda mempunyai downtime paling besar yaitu 79,5 jam.
kerusakan adalah as roda, mesin akan mengalami kerusakan secara tiba-tiba tiap 350 jam berdasar nilai MTTF dan perlu dilakukan pe