• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP ANTARA PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN STRATEGI INQUIRING MINDS WANT TO KNOW DAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP ANTARA PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN STRATEGI INQUIRING MINDS WANT TO KNOW DAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui adanya perbedaan sikap ilmiah antara peserta didik yang menggunakan strategi inquiring minds want to know dan strategi active knowledge sharing dan (2) mengetahui adanya perbedaan penguasaan konsep antara peserta didik yang menggunakan strategi inquiring minds want to know dan strategi active knowledge sharing.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain “Nonequivalent Control Group Design”. Populasi penelitian ini berjumlah 224 peserta didik. Sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik sampel terpilih (sampling purposive) sehingga diperoleh peserta didik kelas VIII B sebagai kelas eksperimen 1 dengan perlakuan strategi inquiring minds want to know dan peserta didik kelas VIII A sebagai kelas eksperimen 2 dengan perlakuan strategi active knowledge sharing. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa (1) tes, (2) lembar observasi sikap ilmiah, dan (3) lembar keterlaksanaan strategi inquiring minds want to know dan active knowledge sharing. Analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian menggunakan aplikasi SPSS 18.0 yaitu uji independent sample t-test.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada sikap ilmiah dan penguasaan konsep antara peserta didik yang menggunakan strategi inquiring minds want to know dan active knowledge sharing dengan nilai P berturut-turut sebesar 0,083 dan 0,050 pada taraf signifikan α = 0,05. Hasil menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini ditolak (p>0,05). Hal ini terjadi karena strategi inquiring minds want to know dan strategi active knowledge sharing memiliki karakteristik yang sama sehingga tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada sikap ilmiah dan penguasaan konsep.

(2)

ABSTRACT

This research aims to (1) know the differences of the scientific attitude between the students using the inquiring minds want to know strategy and active knowledge sharing strategy, and (2) to know the differences of the mastery of the concepts between the students using the inquiring minds want to know strategy and active knowledge sharing strategy.

This research is a quasi-experimental design with nonequivalent control group design. The study population numbered 224 students. The sample in this study was done by using the selected sample (purposive sampling) in order to obtain learners VIII B as the experimental class 1 with a treatment of inquiring minds want to know strategy and learners class VIII A as the experimental class 2 with the treatment of active knowledge sharing strategy. The instrument used in this research were (1) test mastery of the concepts, (2) the observation sheet scientific attitude, and (3) the report sheet of inquiring minds want to know strategy and active knowledge sharing strategy. The analysis used to test research hypotheses using SPSS 18.0 is test of independent sample t-test.

The results of the research concluded that there are no significant differences in the scientific attitude and mastery of the concepts among learners who use the inquiring minds want to know strategy and active knowledge sharing strategy with a P value of 0.083and 0,050 at significant level α = 0,05. The results of the research indicate that the hypothesis is rejected. This happens because inquiring minds want to know strategy and active knowledge sharing strategy has the same characteristics so that there are no significant differences on the scientific attitude and mastery concepts.

(3)

1 BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad 21 berkembang dengan cepat. Kemajuan teknologi internet saat ini merupakan hasil sinergi dari perkembangan keduannya. Internet telah merambah di berbagai bidang, termasuk pendidikan bahkan internet kini telah membudaya di masyarakat. Perkembangan ini menjadi awal munculnya globalisasi. Indonesia dihadapkan pada persaingan di berbagai bidang. Sumber daya manusia yang berkualitas menjadi jawaban atas tantangan tersebut. Inilah yang menjadi tugas pendidikan untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Pembelajaran harus mampu mengarahkan peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi (high order thinking), tidak hanya sekedar mengasah ingatan. Peserta didik harus mampu menguasai materi pelajaran yang mereka terima serta memiliki sikap yang baik. Aspek tersebut diharap dapat mencetak generasi yang berkualitas sehingga mampu bersaing di dunia internasional.

(4)

2

dalam kemampuan literasi sains. Berdasarkan hasil penelitian TIMSS dan PISA menunjukkan penguasaan konsep IPA peserta didik Indonesia rendah.

IPA memiliki 3 elemen dasar yaitu proses atau metode (processes or methods), produk (products) dan sikap (attitudes). Ketiga dimensi tersebut bersifat saling terikat. Proses adalah cara khusus dalam penyelidikan pemecahan masalah. Hasil dari proses ini adalah produk berupa konsep, hukum, atau teori. Sikap akan muncul ketika metode ilmiah dilaksanakan (Carin dan Sund, 1989: 5). Dimensi pengembangan sikap dalam pembelajaran IPA dikenal dengan istilah sikap ilmiah (science attitudes).

(5)

3

Berdasarkan hasil observasi lapangan pada pembelajaran IPA di beberapa SMP menunjukkan bahwa di awal pembelajaran apersepsi materi pelajaran jarang bahkan tidak dilakukan melainkan langsung membimbing peserta didik untuk melakukan kegiatan atau langsung menuju kepada materi yang akan disampaikan. Aktivitas peserta didik kurang muncul. Aktivitas peserta didik hanya menjawab pertanyaan ketika guru bertanya, tanpa ada inisiatif untuk bertanya. Adapun aktivitas yang dilakukan peserta didik diluar konteks pembelajaran seperti bercanda dengan teman atau bermain sendiri. Kegiatan percobaan juga jarang dilakukan. Meski ada, sebagian besar peserta didik melakukannya hanya sebatas menyelesaikan tugas. Padahal IPA mengandung materi tentang konsep-konsep yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga pelajaran IPA tidak sekedar mengingat dan memahami materi (low order thinking) namun harus mampu menguasai materi (high order thinking). Disamping itu, untuk mengenalkan materi dibutuhkan stimulus terkait dengan fenomena di kehidupan sehari-hari untuk menggungah keingintahuannnya sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta didik.

(6)

4

kehidupan sehari-hari. Pembelajaran aktif melibatkan peserta didik dengan memperkuat stimulus dan respons peserta didik di kelas sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan. Proses pembelajaran seharusnya dapat mengarahkan peserta didik untuk mengembangkan penguasaan konsep dan sikap ilmiah, maka perlu diterapkan pembelajaran yang mendorong aktivitas peserta didik. Made Slamet Sugiartana, dkk (2012: 126 ) menyebutkan pula bahwa sikap ilmiah dalam pembelajaran sangat diperlukan oleh siswa karena dapat memberikan motivasi dalam kegiatan belajarnya. Hal ini dikarenakan sikap ilmiah memberikan gambaran bagaimana siswa seharusnya bersikap dalam belajar, menanggapi suatu permasalahan, melaksanakan suatu tugas, dan mengembangkan diri.

(7)

5

menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Jawaban yang dikemukakan peserta didik akan menjadi jembatan bagi guru untuk menyampaikan materi.

Kedua strategi ini diawali dengan pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan guru kepada peserta didik terkait dengan materi yang akan disampaikan merupakan stimulus yang dapat menumbuhkan rasa ingin tahu peserta didik. Rasa ingin tahu peserta didik ini akan mendorong aktivitas peserta didik dalam menemukan konsep dan melalui aktivitas tersebut dapat memunculkan sikap ilmiah.

Penelitian yang dilakukan oleh Nunung Rochmawati (2012) menunjukkan bahwa penerapan strategi pembelajaran inquiring minds want to know dengan media gambar dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar peserta didik. Hasil analisis penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurlailatul Fitri dkk (2015) menunjukkan penerapan active knowledge sharing dengan asesmen portofolio berbasis learning scaffolding berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar peserta didik baik ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik. Skor gain kelas eksperimen sebesar 0,590 dan kelas kontrol sebesar 0,208. Penelitian mengenai kedua strategi ini baru melihat pada hasil belajar peserta didik belum spesifik kepada sikap ilmiah dan penguasaan konsep.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti bermaksud ingin meneliti “Perbedaan sikap ilmiah dan penguasaan konsep antara peserta didik

(8)

6 B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut.

1. Proses pembelajaran di kelas masih didominasi oleh guru, padahal kurikulum IPA menuntut adanya pengembangan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik.

2. Materi pelajaran disampaikan dengan ceramah padahal materi IPA berupa konsep yang menekankan kepada penguasaan bukan hafalan.

3. Peserta didik pasif dalam mengikuti pembelajaran padahal sikap ilmiah dan penguasaan konsep akan berkembang dari aktivitas yang dilakukan peserta didik.

4. Hasil penerapan strategi inquiring minds want to know dan active knowledge sharing menunjukkan keduanya mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik, akan tetapi belum diketahui perbedaan peningkatkan penguasaan konsep dan sikap ilmiah peserta didik antara kedua strategi tersebut.

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka penelitian ini dibatasi pada identifikasi masalah nomor 3 dan 4. Pembatasan masalah ini dimaksudkan agar penelitian yang lakukan mendapat hasil penelitian yang fokus dan terarah. Penelitian ini berfokus pada “Perbedaan

(9)

7 D.Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah terdapat perbedaan sikap ilmiah antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran IPA menggunakan strategi inquirng minds want to know dan strategi active knowledge sharing?

2. Apakah terdapat perbedaan penguasaan konsep antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran IPA menggunakan strategi inquiring minds want to know dan strategi active knowledge sharing?

E.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

1. Perbedaan sikap ilmiah antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran IPA menggunakan strategi inquirng minds want to know dan strategi active knowledge sharing.

2. Perbedaan penguasaan konsep antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran IPA menggunakan strategi inquirng minds want to know dan strategi active knowledge sharing.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Bagi Peserta didik

(10)

8 2. Bagi Guru

Memberikan referensi penggunaan strategi inquiring minds want to know dan active knowledge sharing dalam pembelajaran.

3. Bagi Peneliti

(11)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Dekripsi Teoritik

1. Hakikat Belajar dan Mengajar

Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukkan pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (peserta didik), sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar (Nana Sudjana, 1996: 25)

Slameto (2010: 2) menyatakan belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Alvin W. Howard dalam Slameto (2010: 32) berpendapat bahwa mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan) dan knowledge.

(12)

10

Menurut Burner dalam (Nasution, 2003: 9) proses belajar memiliki 3 fase, yaitu (1)Informasi, (2) transformasi, (3) evaluasi. Hal ini didukung oleh Nasution (2003: 10) bahwa ketiga fase ini selalu ada dalam proses belajar hanya saja masalahnya berapa banyak informasi yang diperlukan untuk ditranformasi serta lama fase tidak selalu sama, tergantung pada beberapa faktor. Keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri menjadi faktor yang berpengaruh dalam proses belajar peserta didik.

Beberapa uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar dalam konteks pendidikan merupakan usaha yang dilakukan peserta didik melalui pengalamannya sendiri sehingga terjadi perubahan pengetahuan, keterampilan serta sikap peserta didik yang semakin baik. Sedangkan mengajar adalah usaha yang dilakukan guru untuk menumbuhkan dan mendorong peserta diidk untuk melakukan proses belajar sehingga dapat memperoleh, mengubah, atau mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. 2. Hakikat IPA

(13)

11

yang terbentuk dari fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, hipotesis-hipotesis, teori-teori, maupun model.

Elements of science can be visualized in this way: Process or methods-certain ways of investigating problems, observing-for example, making hypotheses, designing and carriying out experiments, evaluating data, measuring, and so on. Products-Facts, principles, laws, theories-for example, the scientific principle that metals expand when heated. Human attitudes-certain beliefs, values, opinions-for example, suspending judgedments until enough data have been collected(Carin & Sund, 1989: 5).

Carin & Sund mendasarkan tiga elemen dasar dalam IPA yaitu proses atau metode (processes or methods), produk (products) dan sikap (attitudes). Proses adalah cara khusus dalam penyelidikan pemecahan suatu masalah. Misalnya membuat hipotesis, merangsang dan melaksanakan eksperimen, mengumpulkan dan menyusun data, mengevaluasi data, mengukur, dan sebagainya. Produk dalam IPA yaitu berupa fakta, prinsip, hukum, teori, dan lain-lain. Sikap adalah keyakinan, nilai-nilai, pendapat/gagasan, objektif, dan sebagainya. Misalnya membuat keputusan setelah memperoleh cukup data yang berkaitan dengan problemnya secara selalu berusaha objektif, jujur, dan lain-lain.

(14)

12 3. Pembelajaran Aktif

Pembelajaran aktif merupakan pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Indrawati dan Wawan Setiawan (2009: 12) menyatakan bahwa, pembelajaran aktif lebih berpusat pada peserta didik (student centered) dari pada berpusat pada guru (Teacher centered). Kata kunci yang dapat dipegang guru untuk mengaktifkan peserta didik adalah adanya kegiatan yang dirancang untuk dilakukan peserta didik baik kegiatan yang dirancang untuk dilakukan peserta didik baik kegiatan berpikir (minds-on) dan berbuat (hands-on). Fungsi dan peran guru lebih banyak sebagai fasilitator.

Pembelajaran aktif dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik, sehingga semua peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Selain itu, pembelajaran aktif juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian peserta didik didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran (Hartono, 2008: 20).

Menurut Bonwell (2000: 2) pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

a. Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas, b. Peserta didik tidak hanya mendengarkan kuliah secara pasif tetapi

(15)

13

c. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi pembelajaran,

d. Peserta didik lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi,

e. Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran. Beberapa pendapat para ahli tersebut dapat diperoleh pengertian pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang rancangan kegiatannya bukan hanya sekedar menyampaikan materi namun dapat mengaktifkan siswa untuk berpikir (minds on) dan berbuat (hands on) serta melakukan evaluasi. Pembelajaran aktif lebih berpusat pada peserta didik daripada berpusat pada guru. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator dalam pembelajaran.

Penerapan pembelajaran aktif ini akan mendorong aktivitas otak peserta didik untuk berpikir dan aktivitas fisik peserta didik untuk melakukan suatu kegiatan sehingga potensi peserta didik dapat digunakan secara optimal. Kegiatan tersebut sesuai dengan IPA karena materi IPA menuntut penguasaan konsep-konsep IPA dengan berpikir dan melatih keterampilan dan sikap melalui kegiatan percobaan atau mengoperasikan alat.

4. Strategi Inquiring Minds Want to Know

(16)

14

membuktikan dugaan yang telah mereka buat dengan mencari informasi-informasi terkait atau dengan melalui praktikum untuk membuktikan kebenaran dugaan, jawaban sementara mereka. Silberman (2010: 116) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran inquiring minds want to know dapat menstimulasi rasa ingin tahu peserta didik dengan mendorong mereka untuk memikirkan tentang sebuah topik atau pertanyaan. Peserta didik akan mengingat suatu pengetahuan tentang materi pelajaran yang belum pernah dibahas sebelumya jika mereka dilibatkan semenjak awal dalam pengalaman kegiatan belajar satu kelas penuh.

Zaini, dkk. (2007: 28) mengemukakan bahwa strategi ini dapat membangkitkan keingintahuan siswa dengan meminta mereka membuat perkiraan-perkiraan tentang suatu topik atau suatu pertanyaan. Membangkitkan minat peserta terhadap materi pelajaran dengan rasa penasaran yang mendalam, bisa menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih efektif.

Langkah-langkah dalam strategi pembelajaran aktif tipe inquiring minds want to know menurut Silberman (2010: 116) adalah sebagai berikut.

(17)

15

b. Peserta didik didorong untuk berpikir dan membuat dugaan umum. Apa saja jawaban yang dilontarkan peserta didik asal sesuai dengan topik yang menjadi dugaan mereka.

c. Guru tidak diperbolehkan untuk memberikan jawaban langsung kepada peserta didik. Semua jawaban atau dugaan-dugaan ditampung terlebih dahulu.

d. Guru menggunakan pertanyaan itu untuk mengarahkan peserta didik kepada materi yang hendak disampaikan. Guru perlu memastikan bahwa peserta didik lebih menaruh perhatian dibandingkan biasanya. Variasi yang dapat digunakan dalam pelaksanaan strategi ini antara lain:

a. Memasangkan peserta didik dan memerintahkan mereka untuk secara kolektif membuat dugaan.

b. Sebagai ganti pertanyaan, guru dapat mengatakan kepada siswa apa yang hendak guru ajarkan dan menanyakan alasan mengapa hal itu menarik.

(18)

16

memberikan umpan balik; (4) Menggunakan pertanyaan sebagai jembatan untuk melakukan kegiatan. Hasil sintesa langkah-langkah strategi ini dibuat kisi-kisi. Kisi-kisi strategi inquiring minds want to know yang dapat dilihat pada Lampiran 9 pada Halaman 141.

5. Strategi Active Knowledge Sharing

Active knowledge sharing (berbagi pengetahuan aktif) adalah salah satu strategi yang melibatkan peserta didik dengan segera ke dalam materi. Strategi dapat digunakan untuk menilai tingkatan pengetahuan peserta didik dan membantu pembentukan kelompok. Strategi ini dapat digunakan untuk kelompok dan materi apapun (Silberman, 2010: 94)

Menurut Zaini (2008: 22) active knowledge sharing (berbagi pengetahuan aktif) adalah salah satu strategi yang dapat membawa siswa untuk siap belajar materi pelajaran dengan cepat serta dapat digunakan untuk melihat tingkat kemampuan siswa untuk membentuk kerja sama tim.

Strategi active knowledge sharing adalah cara yang bagus untuk menarik peserta didik dengan segera kepada materi pelajaran. Guru dapat menggunakannya untuk mengukur tingkat pengetahuan para peserta didik pada saat yang sama, melakukan beberapa bangunan tim (team building). Strategi ini bekerja dengan beberapa pembelajaran dan dengan beberapa materi pembelajaran (Hamruni, 2009: 265).

(19)

17

a. Guru mengajukan pertanyaan atau serangkaian pertanyaan yang menjajaki pemikiran peserta didik dan pengatahuan yang mereka miliki. Bentuk pertanyaan yang diajukan berupa pertanyaan mengenai kata-kata yang harus didefinisikan, pertanyaan mengenai fakta-fakta atau konsep, pertanyaan mengenai sikap yang harus diambil dalam suatu keadaan atau situasi tertentu, atau dapat berupa pertanyaan prosedural. Pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan yang memiliki beberapa kemungkinan jawaban, semisal “bagaimana kamu menjelaskan……”

b. Guru memberikan waktu yang cukup kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan. Meminta peserta didik untuk menjawab pertanyaan dengan sebaik-baiknya secara mandiri

c. Guru memerintahkan peserta didik untuk berkeliling di ruang kelas untuk mencari teman yang dapat membantu menjawab pertanyaan yang tidak diketahui atau diragukan jawabannya. Guru menekankan kepada peserta didik untuk saling membantu.

d. Guru meminta peserta didik untuk kembali ke tempat duduk kemudian bersama-sama membahas jawaban-jawaban yang muncul.

e. Guru menyajikan poin-poin pembelajaran utama yang akan diajarkan. Guru menggunakan jawaban tersebut sebagai jalan untuk mengenalkan topik penting di kelas.

(20)

18

beberapa pertanyaan kepada peserta didik di awal pembelajaran. Selain itu strategi ini menekankan kepada peserta didik untuk saling membantu temannya dengan saling berdiskusi untuk memecahkan pertanyaan yang diberikan. Langkah strategi active knowledge sharing yaitu (1) Mengajukan beberapa pertanyaan; (2) Meminta peserta didik untuk menjawab pertanyaan secara mandiri; (3) Meminta peserta didik untuk berkeliling kelas melengkapi jawaban dengan bertanya dengan teman; (4) Meminta peserta didik kembali ke tempat masing-masing, kemudian membahas jawaban bersama-sama; (5) Memperkenalkan topik-topik penting pembelajaran. Hasil sintesa langkah-langkah strategi ini dibuat kisi-kisi. Kisi-kisi strategi active knowledge sharing dapat dilihat pada Lampiran 11 pada Halaman 145.

6. Sikap Ilmiah

Sikap ilmiah adalah sikap yang dimiliki para ilmuan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan baru, misalnya obyektif terhadap fakta, hati-hati, tanggung jawab, berhati terbuka, selalu ingin meneliti dan sebagainya (Patta Bundu, 2006: 13).

Slameto (2010: 188) berpendapat bahwa sikap ilmiah merupakan kemampuan yang berperan dalam mengambil tindakan. Tindakan yang akan dipilih, tergantung pada sikapnya terhadap penilaian akan untung atau rugi, baik atau buruk, memuaskan atau tidak, dari suatu tindakan yang dilakukannya.

(21)

19

(kejujuran), curiosity (keingintahuan), open minded (keterbukaan), dan skepticism (ketidakpercayan).

Peter C. Gega dalam Patta Bundu (2006: 140) mengemukakan empat sikap pokok yang harus dikembangkan dalam sains yaitu, (a) curiosity (sikap ingin tahu), (b) inventiveness (sikap penemuan) , (c) critical thinking (sikap berpikir kritis) , and (d) persistence (sikap teguh pendirian).

Harlen dalam Patta Bundu (2006: 140) membuat pengelompokan yang lebih lengkap yaitu curiosity (sikap ingin tahu), respect for evidence (sikap respek terhadap data), critical reflection (sikap refleksi kritis), perseverance (sikap ketekunan), creativity and inventiveness (sikap kreatif dan penemuan), open mindedness (sikap berpikiran terbuka), co-operation with others (sikap bekerjasama dengan yang lain), willingness to tolerate uncentainty (sikap keinginan menerima ketidakpastian), sensitivity to environment (sikap sensitive terhadap lingkungan).

(22)

20

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat dikatakan bahwa sikap ilmiah merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengambil tindakan serta mengembangkan pengetahuan. Sikap ilmiah tersebut meliputi honesty (kejujuran), curiosity (keingintahuan), open minded (keterbukaan), skepticism (ketidakpercayan), inventiveness (sikap penemuan), critical thinking (sikap berpikir kritis), respect for evidence (sikap respek terhadap data), perseverance (sikap ketekunan), open mindedness (sikap berpikiran terbuka), co-operation with others (sikap bekerjasama dengan yang lain), sensitivity to environment (sikap sensitive terhadap lingkungan).

Sikap ilmiah yang dikemukakan beberapa tokoh tersebut berbeda-beda, namun tidak semua sikap dapat muncul dalam penelitian ini. Peneliti mengambil tiga aspek sikap ilmiah yaitu sikap rasa ingin tahu, sikap berpikiran terbuka, dan sikap penemuan.

Pengukuran sikap ilmiah peserta didik menggunakan indikator sikap ilmiah. Indikator sikap ingin tahu dan sikap penemuan yang dikembangkan Peter C. Gage dalam Patta Bundu (2006: 40) adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Aspek dan Indikator Sikap Ilmiah

Aspek Indikator

Sikap ingin tahu Menggunakan beberapa alat indera untuk menyelidiki materi dan organisme.

Mengajukan pertanyaan tentang obyek dan peristiwa. Memperlihatkan minat pada hasil percobaan.

Sikap penemuan Menggunakan alat tidak seperti biasanya dan dengan cara yang konstruktif.

Menyarankan percobaan-percobaan baru.

Menguaraikan konklusi baru dari pengamatan mereka.

(23)

21

Sedangkan indikator yang dikembangkan oleh Harlen dalam Patta Bundu (2006: 141) sebagai berikut.

Tabel 2. Aspek dan Indikator Sikap Ilmiah

Aspek Indikator

Sikap ingin tahu Antuasias mencari jawaban.

Perhatian kepada obyek yang diamati. Antusias pada proses sains.

Menanyakan setiap langkah kegiatan. Sikap berpikiran terbuka

dan kerjasama

Menghargai pendapat/ temuan orang lain. Mau merubah pendapat jika data kurang. Menerima saran dari ternan.

Tidak merasa selalu benar.

Menganggap setiap kesimpulan adalah tentatif. Berpartisipasi aktif dalam kelompok.

Sikap penemuan Menggunakan alat tidak seperti biasanya dan dengan cara yang konstruktif.

Menyarankan percobaan-percobaan baru.

Menguaraikan konklusi baru dari pengamatan mereka.

Sumber: Harlen dalam Patta Bundu (2006: 141)

Berdasarkan beberapa pendapat aspek sikap ilmiah menurut para ahli, penelitian ini menggunakan indikator sikap ilmiah sebagai berikut.

Tabel 3. Indikator Sikap Ilmiah Penelitian

Aspek Indikator

Sikap ingin tahu Menjawab pertanyaan yang disajikan. Perhatian terhadap obyek yang diamati. Memperhatikan penjelasan guru. Sikap berpikiran terbuka Menghargai pendapat teman.

Menerima saran dari teman.

Mencocokan hasil temuannya dengan hasil temuan teman atau dengan mengkaji literatur. Sikap penemuan Menuliskan data sesuai dengan hasil

pengamatan.

Tidak mencam[urkan fakta dengan pendapat. Mengambil keputusan sesuai dengan pengamatan.

Sumber: Modifikasi dari Harlen dan Peter C. Gega dalam Patta Bundu

(24)

22 7. Penguasaan Konsep

Patta Bundu (2006: 11-12) berpendapat konsep adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta sains yang berhubungan. Dikemukakan oleh Collette & Chiappetta, menurut Bruner, Goodnow, dan Austin (1956), sebuah konsep setidaknya memiliki 5 unsur, (1) nama, (2) definisi, (3) lambang, (4) nilai, dan (5) contoh.

Penguasaan konsep merupakan kemampuan peserta didik dalam memahami secara ilmiah baik konsep secara teori maupun penerapan dalam kehidupan sehari-hari (Dahar, 2003: 24).

Definisi penguasaan konsep yang lebih komprehensif dikemukakan oleh Bloom dalam Rustaman (2005: 247), yaitu penguasaan konsep adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya.

Selain itu, Sumaya (2004:132) berpendapat bahwa seseorang dapat dikatakan menguasai konsep jika orang tersebut benar-benar memahami konsep yang dipelajarinya sehingga mampu menjelaskan dengan menggunakan kata-kata sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, tetapi tidak mengubah makna yang ada di dalamnya.

(25)

23

prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas; menganalisis (C4) yakni kemampuan menguraikan suatu permasalahan atau objek ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana keterkaitan antar unsur-unsur tersebut; mengevaluasi (C5) yakni kemampuan membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada serta; membuat (C6) yakni kemampuan menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Nasution (2003: 42) menegaskan bahwa saling membantu antar peserta didik dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan peserta didik terhadap bahan pelajaran karena bahasa yang digunakan peserta didik mudah dipahami oleh peserta didik lain

Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa penguasaan konsep adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk memahami suatu konsep serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Penguasaan konsep jika dihubungkan dengan dimensi kognitif yang dikemukakan Bloom, maka penguasaan konsep berada pada tingkat kognitif mengingat (C1) sampai dengan membuat (C6). Kisi-kisi soal dapat dilihat pada Lampiran 16 pada Halaman 153.

8. Perkembangan Kognitif Peserta didik

Jean Piaget menyebutkan bahwa perkembangan intelektual peserta didik berlangsung dalam empat tahap, yaitu (a) tahap sensori motor, (b) tahap pra-operasional; (c) tahap operasional kongkrit, dan (d) tahap formal.

(26)

24

memahami aspek-aspek kumulatif materi, misalnya volume dan jumlah; mempunyai kemampuan memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang tingkatnya bervariasi. Sudaj mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa yang konkret (Dwi Siswoyo, 2011: 111) B. Kajian Keilmuan

1. Pengertian Ekosistem

An ecosystem includes the plants and animals that live in a given area together with their physical surroundings (Trefil, 2000: 454). Artinya ekosistem termasuk di dalamnya tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah tertentu bersama-sama dengan lingkungan fisik mereka. Trefil (2000: 454-457) juga menyebutkan beberapa karakteristik dari ekosistem antara lain:

a. Setiap ekosistem terdiri dari komponen hidup dan tak hidup b. Terjadi aliran energi di dalamnya

c. Materi di daur ulang oleh ekosistem

d. Setiap organisme menempati relung/niche ekologi

e. Ekosistem stabil mencapai keseimbangan antara populasi mereka f. Ekosistem dapat terganggu oleh perubahan lingkungan atau spesies I Gusti Ayu (2014: 381-382) mengemukakan bahwa ekosistem adalah kesatuan lingkungan hidup tempat berlangsungnya hubungan timbal balik (interaksi) antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

(27)

25

tersebut terdapat dua aspek penting yaitu arus energi (aliran energi) dan daur materi atau disebut juga daur mineral atau siklus mineral atau siklus bahan. Aliran energi dapat terlihat pada struktur makanan, keragaman biotik. Sistem tersebut disebut ekosistem (Zoer’aini, 2014: 27).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut diperoleh bahwa ekosistem adalah suatu lingkungan yang didalamnya terdapat komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi atau melakukan hubungan timbal balik sehingga terjadi aliran energi dan daur materi.

2. Komponen dalam Ekosistem

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekeliling atau diluar makhluk hidup yang berpengaruh pada makhluk hidup tersebut. Lingkungan meliputi komponen abiotik dan biotik. Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut.

1) Komponen Biotik

Komponen biotik adalah semua hewan dan tumbuhan yang terdapat dalam suatu ekosistem. I Gusti Ayu (2014: 391-394) membedakan komponen biotik menjadi tiga golongan yaitu produsen, konsumen, dan dekomposer.

a) Produsen

(28)

26 b) Konsumen

Konsumen adalah makhluk hidup yang memakai zat-zat organik yang telah dibentuk oleh produsen yang digunakan sebagai sumber energi serta digunakan untuk pertumbuhan. Konsumen tidak dapat membuat makanan sendiri di dalam tubuhnya. Contohnya manusia dan hewan. Hewan dikelompokkan berdasarkan jenis makanannya yaitu sebagai berikut.

(1) Herbivora adalah hewan pemakan tumbuhan. Contohnya: kambing, kerbau, kelinci, dan sapi.

(2) Karnivora adalah hewan pemakan daging. Contohnya: singa, harimau, burung elang, dan serigala. Dalam ekosistem, karnivora disebut predator atau pemangsa.

(3) Omnivora adalah hewan pemakan tumbuhan dan daging. Contohnya: ayam, itik, kera, dan orangutan, termasuk didalamnya manusia.

Konsumen dibedakan atas beberapa tingkatan yaitu sebagai berikut. (1) Konsumen tingkat I atau konsumen primer, yaitu kelompok

hewan pemakan tumbuhan secara langsung atau herbivora. (2) Konsumen tingkat II atau konsumen sekunder, yaitu kelompok

(29)

27

(3) Konsumen tingkat III atau konsumen tersier, yaitu hewan-hewan yang memakan atau menghisap darah konsumen tingkat II.

Gambar 1. Piramida makanan (Sumber: I Gusti Ayu, 2014)

Piramida makanan adalah proses menggambarkan suatu jumlah massa zat dan energi dari suatu produsen sampai ke tingkat konsumen tertinggi dalam suatu ekosistem.

c) Dekomposer (Pengurai)

Dekomposer atau pengurai adlah makhluk hidup yang menguraikan zat-zat organik yang berasal dari produsen dan konsumen yang telah mati menjadi zat-zat anorganik. Contohnya: jamur dan bakteri pengurai.

2) Komponen Abiotik

(30)

28

3. Satuan Makhluk Hidup dalam Ekosistem

Suatu ekosistem terdapat komponen yang merupakan satuan makhluk hidup. I Gusti Ayu (2014: 380-381) menyebutkan satuan makhluk hidup dalam ekosistem meliputi individu, populasi, komunitas, dan lingkungan. Penjelasan masing-masing adalah sebagai berikut.

a. Individu

Individu adalah satuan makhluk hidup tunggal yang ada dalam suatu ekosistem. Contohnya di sawah kita temukan semut, kupu-kupu dan rumput teki. Seekor semut atau seekor kupu-kupu atau satu rumput teki tersebut disebut individu.

b. Populasi

Populasi adalah kumpulan beberapa individu sejenis pada suatu tempat atau waktu tertentu. Contohnya pada suatu tempat terdapat sekumpulan atau kerumunan semut. Kerumunan semut tersebut disebut populasi semut.

c. Komunitas

Komunitas adalah populasi yang menempati daerah tertentu. Komunitas mencerminkan makhluk hidup dominan yang menempati habitat tersebut. Contohnya komunitas hutan pinus.

4. Interaksi dalam Ekosistem

(31)

29 a. Saling Ketergantungan

1) Saling Ketergantungan Antarkomponen Biotik a) Rantai Makanan

Rantai makanan adalah perpindahan materi dan energi melalui proses makan dan dimakan dengan urutan tertentu. Tiap tingkat dari rantai makanan disebut tingkat trofik atau taraf trofik.

Gambar 2. Rantai makanan pada Ekosistem Hutan Mangrove (Sumber: I Gusti Ayu, 2014)

b) Jaring-Jaring Makanan

(32)
[image:32.595.222.475.84.244.2]

30

Gambar 3. Jaring-jaring Makanan (Sumber: Cunningham, 2004)

2) Saling Ketergantungan Antarkomponen Biotik dan Abiotik Saling ketergantungan di anatara komponen yang ada dalam ekosisem baik antara komponen biotik dan abiotic contohnya pada siklus karbon. Siklus tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak ada tumbuhan, hewan, pengurai, air dan tanah. b. Pola-pola Interaksi

Simbiosis adalah bentuk interaksi yang sangat erat dan khusus anatara dua makhluk hidup yang berlainan jenis. Simbiosis dibedakan menjadi beberapa macam yaitu sebagai berikut.

1) Simbiosis mutualisme, yaitu interaksi antara dua individu atau populasi yang saling menguntungkan. Contohnya hubungan antara bunga dan kupu-kupu.

(33)

31

3) Simbiosis Komensalisme, yaitu interaksi antara individu/ populasi yang salah satu individunya untung, sedangkan individu lainnya tidak untung dan juga tidak rugi. Contohnya interaksi antara ikan memora kecil yang menempel pada ikan hiu.

4) Predatorisme, yaitu interaksi individu yang satu memakan individu yang lain. Contohya kucing dan tikus.

5) Kompetisi, yaitu berebut untuk mendapatkan makanan, air, udara, cahaya, ruangan, dan pasangan untuk kawin.

5. Tipe-tipe Ekosistem

Ekosistem dibagi menjadi ekosistem alami dan ekosistem buatan. Perbedaan antara kedua tipe ekosistem tersebut adalah sebagai berikut. a. Ekosistem Alami

Ekosistem alami adalah ekosistem yang belum pernah ada campur tangan manusia contohnya hutan belantara di Sumatra, Kalimantan, Irian, dan Sulawesi. Komponen-komponennya lebih lengkap, tidak memerlukan pemeliharaan atau subsidi energi karena dapat memelihara dan memenuhi sendiri, dan selalu dalam keseimbangan. Ekosistem ini lebih mantap dan tidak mudah terganggu, tidak mudah tercemar, kecuali jika ada bencana alam. Berdasarkan habitat ekosistem dapat dibagi :

(34)

32 5) Ekosistem rawa air tawar 6) Hutan dataran rendah 7) Gunung

8) Gua

Ekosistem juga dapat dibedakan berdasarkan tipe-tipe biom atau unit-unit komunitas besar, yang terdiri dari formasi vegetasi dan hewan atau unsur-unsur lainnya. Indonesia mempunyai beberapa tipe biom yaitu:

1) Hutan hujan 2) Hutan musim 3) Savana

4) Padang rumput b. Ekosistem Buatan

Ekosistem buatan adalah ekosistem yang sudah banyak dipengaruhi manusia misalnya danau buatan, sawah, dan ekosistem pertanian. Komponen-komponen dalam ekosistem buatan biasanya kurang lengkap, memerlukan subsidi energi, memerlukan pemeliharaan atau perawatan, mudah terganggu, dan mudah tercemar. Ekosistem buatan lebih rentan terhadap perubahan atau tidak mantap.

C. Penelitian yang Relevan

(35)

33

minds want to know lebih baik dibanding dengan strategi card sort dan konvensional.

2. Penelitian yang dilakukan Siti Nurlailatul Fitri dkk di SMP Negeri 10 Jember pada tahun ajaran 2012/2013 pada pokok bahasan Ekosistem diperoleh hasil bahwa penerapan active knowledge sharing dengan assessment portofolio berbasis scaffolding dapat meingkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik.

D. Kerangka Berpikir

(36)

34

pengalamannya sendiri sehingga akan lebih meningkatkan penguasaan konsep mereka. Melihat keunggulan strategi inquiring minds want to know dan active knowledge sharing maka perlu dilakukan pengujian terhadap peserta didik di SMP N 1 Sewon dimana peserta didik kurang aktif dalam proses pembelajaran. Perlakuan akan menunjukkan hasil ada atau tidak adanya perbedaan sikap ilmiah dan penguasaan konsep dari penerapan strategi inquiring minds want to know dan active knowledge sharing.

E. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1) Ada perbedaan sikap ilmiah peserta didik pada pembelajaran IPA menggunakan strategi inquiring minds want to know dan strategi active knowledge sharing.

(37)
[image:37.595.134.512.85.435.2]

35

Gambar 4. Kerangka Pikir Penelitian Pembelajaran Aktif (active learning)

-Peserta didik pasif dalam pembelajaran

-Penguasaan konsep dan sikap ilmiah peserta didik rendah Proses pembelajran IPA

dituntut untuk melibatkan peserta didik secara aktif

dalam kelas

Kondisi Lapangan : Pembelajaran IPA di SMP

berpusat pada guru

diarahkan

Pembelajaran berpusat pada peserta didik

hasil

sehingga seharusnya

Strategi dalam pembelajaran aktif (active learning)

Strategi inquiring minds want to

know Strategi active knowledge sharing

(38)

36 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Penelitian ini untuk mengetahui perbedaan sikap imiah dan penguasaan konsep peserta didik antara pembelajaran IPA yang menggunakan strategi inquiring minds want to know dan strategi active knowledge sharing.

[image:38.595.141.489.486.539.2]

Peneliti menggunakan 2 kelas, kelas pertama sebagai kelas eksperimen1 dan kelas kedua sebagai kelas eksperimen2. Desain penelitian yang digunakan adalah nonequivalent control group design. Kelas eksperimen1 adalah kelas yang mendapat perlakuan berupa pembelajaran dengan strategi inquiring minds want to know, sedangkan kelas eksperimen2 adalah kelas yang mendapat perlakuan pembelajaran dengan strategi active knowledge sharing.

Tabel 4. Desain Penelitian

Group Pretest Perlakuan Posttest

E1 T1 X1 T2

E2 T1 X2 T2

Keterangan :

E1 : kelas eksperimen1 E2 : kelas eksperimen2 T1 : tes awal (pretest) T2 : tes akhir (posttest)

(39)

37 B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester 2 (Genap) tahun ajaran 2015/2016. Penelitian dilakukan selama kurang lebih 1 bulan, pada bulan Maret-April 2016. Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 1 Sewon pada mata pelajaran IPA materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya kelas VII yang berlokasi di Jalan Parangtritis Bantul Yogyakarta.

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII SMP N 1 Sewon.

2. Sampel

Penelitian ini mengambil sampel kelas VII A sebagai kelas sebagai kelas eksperimen1 dan VII B sebagai kelas eksperimen2.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Pengambilan sampel dengan pertimbangan perserta didik dalam satu kelas tersebut rata-rata memiliki pemahaman yang baik sehingga diperoleh sampel kelas VII A dan VII B.

D. Variabel Penelitian

Variabel – variable pada penelitian ini yaitu : 1. Variabel bebas (independent variable)

(40)

38

minds want to know pada kelas eksperimen1 dan strategi active knowledge sharing pada kelas eksperimen2.

2. Variabel terikat (variabel Y atau dependent variabel)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sikap ilmiah dan penguasaan konsep pada peserta didik SMP N 1 Sewon.

3. Variabel Kontrol

Variabel yang dikendalikan dalam penelitian ini antara lain: a. Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran yang disampaikan adalah Interaksi Makhluk Hidup dengan Lingkungannya. Materi ini masuk diajarkan pada semester genap kelas VII kurikulum 2013.

b. Jumlah Peserta Didik

Jumlah peserta didik pada setiap kelas berjumlah 23 orang. c. Alokasi Waktu Pembelajaran

Alokasi waktu yang digunakan sebanyak 2 x pertemuan dengan jumlah jam 7 x 40 menit pada setiap kelas.

d. Jenjang Kelas

Kelas yang digunakan untuk penelitian adalah kelas VII SMP e. Guru

f. Instrumen Pengambilan Data Definisi Operasional

(41)

39

ilmiah yang dinilai : curiosity (sikap ingin tahu), open minded (sikap berpikiran terbuka), inventiveness (sikap penemuan)

2. Penguasaan konsep adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk memahami suatu konsep serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Penguasaan konsep jika dihubungkan dengan dimensi kognitif yang dikemukakan Bloom, maka penguasaan konsep berada pada tingkat kognitif mengingat (C1) sampai dengan membuat (C6).

3. strategi inquiring minds want to know merupakan strategi yang mengajak peserta didik untuk membuat perkiraan (menduga) atau membuat pertanyaan tentang suatu topik yang akan dipelajari, sehingga dapat memunculkan rasa ingin tahu peserta didik. Langkah strategi inquiring minds want to know yaitu (1) Mengajukan pertanyaan tentang materi yang akan disampaikan; (2) Mendorong peserta didik untuk menduga; (3) Menerima semua tebakan tanpa memberikan umpan balik; (4) Menggunakan pertanyaan sebagai jembatan untuk melakukan kegiatan. 4. Strategi active knowledge sharing merupakan strategi pembelajaran

(42)

40

Meminta peserta didik untuk berkeliling kelas melengkapi jawaban dengan bertanya dengan teman; (4) Meminta peserta didik kembali ke tempat masing-masing, kemudian membahas jawaban bersama-sama; (5) Memperkenalkan topik-topik penting pembelajaran.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian berupa instrumen pembelajaran dan instrument pengumpul data penelitian.

1. Instrumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran merupakan instrument yang digunakan selama pembelajaran adalah:

a. Peta Kompetensi

Peta kompetensi adalah perangkat pembelajaran yang meliputi dari standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pembelajaran, pendekatan/ model pembelajaran, subjek materi, dan model keterpaduan dalam bidang IPA. Peta kompetensi dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 1 pada Halaman 85-88.

b. Silabus

(43)

41

c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP merupakan skenario pembelajaran yang disusun oleh guru bagaimana susunan pembelajaran akan berlangsung. RPP disusun sesuai dengan Strategi yang diterapkan. Penelitian ini menggunakan dua macam RPP, yaitu RPP1 untuk kelas eksperimen1 yang menerapkan pembelajaran aktif strategi inquiring minds want to know. Dan RPP2 untuk kelas eksperimen2 yang menerapkan pembelajaran aktif strategi active knowledge sharing.

d. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

LKPD merupakan instrumen pembelajaran mengenai kegiatan yang dilakukan peserta didik. Penelitian ini menggunakan dua macam LKPD sesuai dengan Strategi pembelajaran masing-masing kelas eksperimen.

2. Instrumen Pengumpulan Data

a. Soal pretest dan posttest

(44)

42

b. Lembar Observasi Keterlaksanaan Sikap Ilmiah

Lembar Observasi digunakan untuk mengukur sikap ilmiah peserta didik melalui pengamatan perilaku peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Aspek sikap ilmiah yang diamati sebagaimana dikemukakan oleh Patta Bundu yaitu sikap ingin tahu, sikap berpikiran terbuka, dan sikap penemuan. Penilaian lembar observasi dibantu oleh observer. Observer melakukan penilaian pada setiap peserta didik. Lembar Observasi sikap ilmiah dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 15 pada Halaman 151-152.

c. Lembar Observasi Keterlaksanaan Strategi Inquiring Minds Want

to Know dan Strategi Active Knowledge Sharing.

(45)

43

[image:45.595.143.486.149.299.2]

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10 pada Halaman 142-144 dan Lampiran 12 pada Halaman 146-148.

Tabel 5. Kisi-kisi Hubungan Variabel, Metode, dan Instrumen Penelitian No Variabel Penelitian Metode Instrumen

1. Strategi inquiring minds want to know

Non tes Lembar observasi keterlaksanaan 2. Strategi active

knowledge sharing

Non tes Lembar observasi keterlaksanaan 3. Sikap ilmiah Non tes Lembar observasi 4. Penguasaan konsep Tes Soal pilihan ganda

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Validitas Instrumen

Instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat dengan tepat mengukur apa yang diukur. Apabila instrument valid maka data yang diperoleh juga valid (Eko Putro, 2014: 128)

a. Validitas Perangkat Pembelajaran

Validitas yang dilakukan pada perangkat pembelajaran berupa peta kompetensi, silabus, RPP, LKPD, dan soal pretest-posttest adalah validitas isi dan validitas konstruk. Perangkat pembelajaran ditinjau oleh dosen pembimbing, dosen validator instrument penelitian, dan guru IPA SMP N 1 Sewon.

b. Validitas Soal pretest-posttest

(46)

44

ITEMAN karena dapat menentukan kualitas butir soal dengan cepat dan akurat. Mutu butir soal dilihat dari daya pembeda soal, tingkat kesukaran soal, dan distribusi jawaban atau berfungsi tidaknya pilihan jawaban (distraktor).

[image:46.595.181.515.342.431.2]

Daya pembeda soal adalah kempuan suatu soal untuk membedakan anatara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang berkemampuan rendah (Arikunto, 1999: 211). Berdasarkan koefisien daya beda diklasifikasikan menjadi 4 kategori yaitu dapat dilihat dalam Tabel 6. berikut.

Tabel 6. Kategori Daya Beda Butir Soal

Kategori Koefisien

Sangat Baik 0,71-1,00

Tinggi 0,41-0,70

Cukup 0,21-0,40

Rendah 0,00-0,20

Sumber: Arikunto (2010: 218)

Tingkat kesukaran adalag bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal (Arikunto, 1999: 207). Indeks kesukaran diklasifikasikan seperti Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Kategori Tingkat Kesukaran Soal

Kategori Tingkat kesukaran Soal Koefisien

Soal sukar 0,00-0,29

Soal sedang 0,30-0,69

Soal mudah 0,70-1,00

[image:46.595.181.514.532.610.2]
(47)

45

c. Validitas Lembar Observasi Keterlaksanaan Strategi

Pembelajaran

Validasi lembar observasi keterlaksanaan strategi pembelajaran menggunakan validasi isi dan konstruk yang ditinjau oleh dosen pembimbing dan dosen validator instrumen penelitian.

2. Reliabilitas Instrumen

Reliabel artinya dapat dipercaya. Instrumen dikatakan reliabel (dipercaya) jika memberikan hasil yang tetap atau ajek (konsisten) jika diteskan berulang kali (Eko Putro, 2014: 144).

[image:47.595.170.522.373.491.2]

Berikut merupakan Tabel 8 tingkat reliabilitas. Tabel 8. Tingkat Reliabilitas

Alpha Croanbach Interpretasi

0,00 – 0,20 Sangat rendah

0,20 – 0,40 Rendah

0,40 – 0,70 Sedang

0,70 – 0,90 Tinggi

0,90 – 1,00 Sangat tinggi

Sumber: Guilford (1973:145) G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan adanya kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Pemilihan kelas dilakukan dengan teknik sampling purposive sehingga diperoleh kelas B sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas A sebagai kelas eksperimen 2.

(48)

46

menggunakan strategi pembelajaran inquiring minds want to know dengan materi pembelajaran sedangkan kelas eksperimen 2 menggunakan strategi pembelajaran active knowledge sharing yang masing-masing strategi dengan materi interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya. Selama pembelajaran berlangsung dilakukan penilaian sikap ilmiah dan keterlaksanaan pembelajaran menggunakan lembar observasi. Setelah diberikan perlakuan, kedua kelas tersebut diuji menggunakan posttest.

H. Teknik Analisis Data

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan sikap ilmiah dan penguasaan konsep antara kelas yang menerapkan strategi inquiring minds want to know dengan strategi active knowledge sharing pada pembelajaran IPA. Teknik analisis yang digunakan adalah uji-t. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam analisis data :

1. Analisis Keterlaksanaan Strategi Pembelajaran

Analisis keterlaksanaan strategi pembelajaran dilakukan dengan memberikan skor 1 apabila langkah pembelajaran strategi terpenuhi, dan memberikan nilai 0 apabila langkah pembelajaran strategi tidak terpenuhi. Nilai yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan persamaan sebagai berikut.

1. P= ... (1) Keterangan:

(49)

47

Kriteria interpretasi persentase keterlaksanaan strategi pembelajaran disajikan pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran

Kategori Keterlaksanaan (%) Interpretasi 80 < P < 100 Sangat baik

60 < P < 80 Baik

40 < P < 60 Sedang

20 < P < 40 Kurang

0 < P < 20 Sangat kurang Sumber : Eko Putro Widyoko (2009: 242)

2. Uji Persyaratan Hipotesis

Uji persyaratan terhadap hipotesis terlebih dahulu dilakukan sebelum menganalisis data. Pengujian terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing variable berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan terhadap data pengetahuan awal (pretest) dan hasil belajar (posttest). Penetuan normalitas dapat digunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan taraf signifikasi 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika probabilitas atau p >0,05.

b. Uji Homogenitas

(50)

48

hasil belajar (posttest). Jika nilai signifikan (p) lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok data adalah sama. Jika p> 0,05 maka varians bersifat homogen. 3. Uji Hipotesis

Apabila telah diperoleh sebaran data yang terdistribusi normal dan bersifat homogen maka selanjutnya dapat dilakukan pengujian hipotesis. Uji hipotesis menggunakan data gain score pada kedua kelas eksperimen. Hake (1999: 1) mengemukakan bahwa untuk melakukan analisis sebaiknya menggunkan gain score atau selisih nilai dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

<g> =

=

... (2)

dimana,

Sf = the final (post) / nilai posttest Si = initial (pre) / nilai pretest

[image:50.595.162.519.557.636.2]

Berikut nerupakan tingkatan gain score yang telah dibagi menjadi 3 kategori.

Tabel 9. Kategori Tingkatan gain score

Gain Score Kategori

(<g>) > 0,7 Tinggi

0,7 > (<g>) > 0,3 Sedang

(<g>) < 0,3 Rendah

Sumber: Hake (1999:1)

(51)

49 H0 : µ1 = µ1 Ha : µ1 ≠ µ2

Pengambilan keputusan pada uji ini dilihat dari taraf signifikasi (Sig. (2-tailed)) apabila.

1) Nilai signifikasi Sig. (2-tailed) > 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak,

2) Nilai signifikasi Sig. (2-tailed) < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima (Trinton, 2006: 175).

Dimana :

H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada sikap ilmiah dan penguasaan konsep antara kelas yang menerapkan strategi inquiring minds want to know dan strategi active knowledge sharing. Ha : Terdapat perbedaan yang signifikan pada sikap

(52)

82 DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2011). TIMSS (Trends in International Mathematics and Study). Diakses dari http://timssandpirls.bc.edu/data-release-2011/pdf/Overview-TIMSS-and-PIRLS-2011-Achievement.pdf. pada tanggal 4 Oktober 2016, Jam 21.00 WIB.

Anonim. (2014). PISA 2012. Diakses dari

https://nces.ed.gov/pubs2014/2014024_tables.pdf. pada tanggal 4 Oktober 2016, Jam 21.00 WIB.

Arikunto, Suharsimi. (1999). Prosdur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Carin, Arthur A. & Sund, Robert B. (1989). Teaching Science Through Discovery. 6th. ed. Columbus: Merril Publishing Company.

Chiapetta, Eugene L. & Koballa, Thomas R. (2010). Science Instruction in the Middle and Secondary Schools. NewYork: Pearson

Bambang Kesowo. (2003). UU RI No 20 Tahun 2003 Sisdiknas. Diakses dari http://sumberdaya.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/02/uu-nomor-20-tahun-2003-tentang-Sisdiknas.pdf. pada tanggal 4 Oktober 2016. Jam 8.30 WIB

Bonwell, Charles C. (2000). Active Learning: Creating Excitement in Classroom. Workshops. Green Mountain Falls

Brotowidjoyo, Mukayat. (1985). Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta: PT.Melton Putra.

Dahar, R.W. (2003). Aneka Wacana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Dwi Siswoyo et al. (2011). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Eko Putro Widyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Guilford, J.P. (1973). Fundamental Statistic in Psychology and Education.3rd Ed. Bristol: McGraw-Hill Book Company,Inc.

(53)

83

Hamruni. (2009). Strategi dan Model-Model Pembelajaran Aktif Menyenangkan, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga

Hartono. (2008). PAIKEM Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Zanafa: Pekanbaru.

I Gusti Ayu. (2014). Konsep Dasar IPA Aspek Biologi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Indrawati & Setiawan, Wawan. (2009). Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) untuk Program PERMUTU. Jakarta

Krathwohl, D. (2003). Revising Bloom’s Taxonomy.Diakses dari http://coe.ohio-state.edu/. pada tanggal 02 Oktober 2016, Jam 21.15 WIB.

Machmudah, Ummi. (2008). Active Learning Dalam Pembelajaran Bahasa Arab. UIN: Malang Press

Made Slamet Sugiartana, Dewa Nyoman Sudana, dan Ni Wayan Arini. (2012). Penerapan Model TGT untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA dan Sikap Ilmiah Siswa Kelas VB SD Negeri 3 Banjar Jawa. e-Jurnal Universitas Pendidikan Ganesha (Volume 1). Hlm. 126-150.

Mulyasa. (2014). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nana Sudjana.(1996). Cara Belajar Peserta didik Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Nasution. (2003). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT . Bumi Aksara.Patta Bundu. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Rustaman, N. et al. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung: IMSTEP JICA.

Silberman, Judith Mel. (2010). 101 Cara Pelatihan dan Pembelajaran Aktif. (Alih bahasa: Dani Dharyani). Jakarta: PT Indeks.

(54)

84

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta

Sumaya. (2004). Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran Pakem. [Online] Diakses dari: http://www.google.co.id/#hl=id&q+Penguasaan+konsep.html pada tanggal 2 Oktober 2016. Jam 21.00 WIB.

Suryosubroto. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Trefil, James & Hazen, Robert M. (2000). The Science: An Integrated Approach. 2nd. ed. Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Trinton Prawira Budi.(2006). SPSS 13 Terapan Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta: Penerbit Andi

Zaini, H., & Munthe, B., Aryani, S. A. (2007). Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga.

. (2008). Strategi pembelajaran aktif. Yogyakarta: Insan Mandiri.

Zoer’aini Djamal I. (2014). Prinsip-Prinsip Ekologi: Ekosistem, Lingkungan,dan

Gambar

Tabel 1. Aspek dan Indikator Sikap Ilmiah
Tabel 3. Indikator Sikap Ilmiah Penelitian
Gambar 1. Piramida makanan (Sumber: I Gusti Ayu, 2014)
Gambar 3. Jaring-jaring Makanan (Sumber: Cunningham, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait