• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE KOOPERATIF TEKNIK STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFAE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN METODE KOOPERATIF TEKNIK STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFAE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI SISWA."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

No Daftar FPIPS : 4960/UN.40.2.3/PL/2015

PENERAPAN METODE KOOPERATIF TEKNIK STUDENT

FACILITATOR AND EXPLAINING (SFAE) UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI SISWA

(Penelitian Tindakan Kelas dalam Pembelajaran Sejarah di Kelas XI IIS 4 SMA

Negeri 1 Lembang)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sejarah

oleh

WITA YULISTIA NIM 1100570

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

(Penelitian Tindakan Kelas dalam Pembelajaran Sejarah di Kelas XI IIS 4 SMA Negeri 1 Lembang)

Oleh:

WITA YULISTIA

1100570

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Departemen Pendidikan Sejarah Fakultas

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Wita Yulistia 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang.

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

WITA YULISTIA

PENERAPAN METODE KOOPERATIF TEKNIK STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI SISWA

(Penelitian Tindakan Kelas dalam Pembelajaran Sejarah di Kelas XI IIS 4 SMA Negeri 1 Lembang)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Dr. Erlina Wiyanarti, M.Pd NIP. 19620718 198601 2 001

Pembimbing II

Wawan Darmawan, S.Pd, M.Hum NIP. 19710101 199903 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Sejarah

(4)
(5)

Wita Yulistia, 2015

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Penerapan Metode Kooperatif Teknik Student Facilitator and Explaining untuk Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi Siswa (Penelitian Tindakan Kelas dalam Pembelajaran Sejarah di Kelas XI IIS 4 SMA Negeri 1 Lembang)”. Keterampilan berkomunikasi siswa dalam pembelajaran sejarah sangatlah penting untuk dikembangkan. Berdasarkan keresahan yang terjadi selama pembelajaran sejarah berlangsung, terlihat kemampuan berkomunikasi siswa masih rendah. Indikasi tersebut ditunjukkan dari keberanian bertanya, berargumen atau menyampaikan gagasan siswa yang belum sesuai dengan harapan. Dari keresahan tersebut maka peneliti merumusan beberapa permasalah yang diambil dalam penelitian ini diantaranya: pertama, bagaimana merencanakan pembelajaran sejarah dengan menerapkan teknik student facilitator and explaining untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa. Kedua, bagaimana melaksanakan teknik student facilitator and explaining untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa. Ketiga, bagaimana hasil penerapan teknik student facilitator and explaining. Keempat, bagaimana upaya mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam penerapan teknik student facilitator and explaining. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa dalam pembelajaran sejarah. Penelitian ini menggunakan teknik penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menggunakan desain penelitian dari Kemmis dan Mc. Taggart. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, perkembangan siswa dalam mencapai kriteria indikator kemampuan berkomunikasi yang telah ditentukan mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Aspek-aspek yang diteliti dari keterampilan berkomunikasi yaitu keberanian menyampaikan ide/ gagasan sesuai topik, informasi yang diberikan jelas dan dapat dimengerti oleh komunikan, menyimak dengan baik ketika siswa lain sedang berpendapat, tidak takut untuk menentukan sikap dan mempertahankannya, serta memiliki keberanian bertanya sesuai topik. Perolehan skor masing-masing indikator pada setiap siklusnya mengalami peningkatan yang baik, hal ini menunjukkan keberhasilan dari penerapan teknik student facilitator and explainig untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan hendaknya teknik student facilitator and explaining senantiasa dijadikan suatu alternatif solusi untuk menghadapai masalah pembelajaran yang ada di kelas, terutama mengenai kemampuan berkomunikasi.

(6)

Wita Yulistia, 2015

This final exercise entitled "Implementation Methods of Cooperative, Techniques Student Facilitator and Explaining to Improve Communication Skill Students (Classroom Action Research in Teaching History at Class XI IIS 4, 1 Senior High School, Lembang)". Communication skill of students in learning history is very important to developed. Based on the restlessness that occurred during the learning of history in progress, visible communication skill of students is still low. The indication is shown on the courage to ask, argue or convey the

idea of students who haven’t been in line with expectations.

The restlessness of the researcher to formulate some problems were taken in this study are: first, how to plan the teaching of history by applying techniques student facilitator and explaining to improve communication skill of students. Second, how to implement student facilitator and explaining techniques to improve the communication skill of students. Third, how the application of student facilitator and explaining techniques. Fourth, how the efforts to overcome the obstacles that arise in the application of student facilitator and explaining techniques. This study aims to improve the communication skill of students in the teaching of history.

This study used a technique classroom action research (PTK) using the design study by Kemmis and Mc. Taggart. Based on data analysis that has been done, student progress in achieving the indicator criteria predetermined communication skill increased in each cycle. The aspects studied of communication skill is the courage to convey an ideas fit the topic, the information provided is clear and understandable by the communicant, listen well when other students are being argued, is not afraid to take a stand and defend it, and have the courage to ask the appropriate topic, Acquisition score of each indicator on each cycle to increase the good, it demonstrates the success of the application of student facilitator and explaining techniques to improve communication skill of students.

Based on the result of this research, conducted student facilitator and explaining techniques should always be used as an alternative solutions to face the problem of learning in the classroom, particularly regarding the ability to communicate.

(7)

Wita Yulistia, 2015

PENERAPAN METODE KOOPERATIF TEKNIK STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFAE) DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian ... 1

B.Rumusan Masalah Penelitian ... 5

C.Tujuan Penelitian ... 6

D.Manfaat Penelitian ... 6

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Metode Pembelajaran... 8

B.Teknik Student Facilitator and Explaining (SFAE) ... 12

C.Kemampuan Berkomunikasi ... 15

D.Peranan Teknik SFAE untuk Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi Siswa dalam Pembelajaran Sejarah ... 20

E. Penelitian Terdahulu ... 24

BAB III METODE PENELITIAN A.Lokasi dan Subjek Penelitian ... 27

B.Desain Penelitian ... 27

C.Metode Penelitian ... 29

D.Fokus Penelitian ... 31

(8)

Wita Yulistia, 2015

PENERAPAN METODE KOOPERATIF TEKNIK STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFAE)

F. Pengolahan dan Validasi Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Hasil Penelitian ... 40

1. Gambaran Umum Sekolah ... 40

2. Pembelajaran Sejarah Sebelum Dilakukan Tindakan ... 42

3. Penerapan Metode SFAE untuk Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi Siswa dalam Pembelajaran Sejarah ... 45

a. Deskripsi Penelitian Tindakan I ... 45

b. Deskripsi Penelitian Tindakan II ... 58

c. Deskripsi Penelitian Tindakan III ... 69

d. Deskripsi Penelitian Tindakan IV ... 80

B.Deskripsi Hasil Pengolahan Data Penerapan Teknik SFAE untuk Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi Siswa dalam Pembelajaran Sejarah ... 93

1. Data Hasil Wawancara ... 93

2. Perencanaan Teknik SFAE untuk Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi Siswa dalam Pembelajaran Sejarah ... 95

3. Pelaksanaan Teknik SFAE untuk Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi Siswa dalam Pembelajaran Sejarah ... 96

4. Analisis Hasil Penelitian Penerapan Teknik SFAE untuk Meningkatkan Kemmpuan Berkomunikasi Siswa dalam Pembelajaran Sejarah ... 97

5. Kendala-Kendala dalam Penerapan Teknik SFAE untuk Meningkatkan Kemmpuan Berkomunikasi Siswa dalam Pembelajaran Sejarah ... 103

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A.Simpulan ... 105

B.Saran ... 108

(9)

Wita Yulistia, 2015

PENERAPAN METODE KOOPERATIF TEKNIK STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFAE) LAMPIRAN

(10)

Wita Yulistia, 2015

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan salah satu upaya dalam rangka mencerdaskan anak

bangsa untuk mengembangkan potensi dirinya. Hal ini seperti yang diungkapkan

dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional

bahwa:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Hal tersebut berarti bahwa proses pembelajaran seharusnya dapat

mengembangkan potensi diri siswa. Pengembangan potensi tersebut, tidak akan

terlepas dari sistem pendidikan yang ada, sistem pendidikan yang baik akan

menghasilkan lulusan yang berkualitas. Sistem pendidikan yang ada di Indonesia

selalu berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan dan tantangan

zaman, Kurikulum 2013 yang belandaskan yuridis dari UU No. 20 Tahun 2003,

PP No. 19 Tahun 2005, dan Permen No. 23 Tahun 2006, diharapkan dapat

menjadi jawaban bagi pengembangan potensi siswa, baik hard skill maupun soft

skill.

Salah satu potensi atau keretampilan yang diharapkan muncul dalam diri

siswa adalah kemampuan berkomunikasi. Seperti yang terdapat dalam salah satu

prinsip yang dikembangkan dalam kurikulum 2013:

“Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik (experimentalism and social reconstructivism)” (Permendikbud No. 69 thn. 2013).

Prinsip tersebut menerangkan bahwa kemampuan berkomunikasi akan

menumbuhkan sikap sosial, harus dimiliki siswa untuk menggali potensi yang

dimilikinya agar berpartisipasi aktif dan bermanfaat dalam kehidupan sosial di

(11)

2

Wita Yulistia, 2015

Begitu pun dalam pembelajaran sejarah, kemampuan berkomunikasi siswa

sangatlah penting. Sejarah yang seringkali menitik beratkan pada pelajaran

deskriptif dan naratif yang dilakukan oleh guru, membuat siswa cenderung pasif

sehingga belum dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Disinilah peran

pembelajaran sejarah untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut. Pendapat

tersebut diperkuat oleh Hasan (2008, hlm. 3) dengan mengemukakan bahwa mata

pelajaran sejarah berpotensi untuk:

1. Mengembangkan kemampuan berpikir; 2. Mengembangkan rasa ingin tahu;

3. Mengembangkan kemampuan berpikir kreatif; 4. Sikap kepahlawanan dan kepemimpinan;

5. Membangun dan mengembangkan semangat kebangsaan; 6. Mengembangkan kepedulian sosial;

7. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi;

8. Mengembangkan kemampuan mencari, mengolah dan

mengkomunikasikan informasi.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa pembelajaran sejarah dapat

mengembangkan ragam potensi siswa, salah satunya adalah kemampuan

berkomunikasi. Kemampuan komunikasi belajar ini dapat membantu siswa untuk

belajar aktif ketika pembelajaran sejarah berlangsung.

Rusman (2012, hlm. 389) mengungkapkan bahwa “Komunikasi dalam

proses belajar mengajar didefinisikan sebagai salah satu keterampilan yang

berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyampaikan laporan, gagasan, dan

ide, menggambarkan hasil pengamatan secara visual dengan menyajikan

hasil-hasil pengamatan dan penelitiannya dalam bentuk lisan dan tulisan”. Dimana proses komunikasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar ini akan berjalan lancar

apabila terjadinya umpan balik (feedback) antara penyampai pesan (komunikator)

dengan penerima pesan (komunikan), sehingga diperlukan kerjasama yang baik

antara komunikator dengan komunikan agar komunikasi yang terjalin berjalan

lancar.

Namun kemampuan berkomunikasi siswa yang diharapkan di atas belum

nampak pada proses pembelajaran sejarah di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 1

Lembang. Berdasarkan hasil pengamatan prapenelitian di kelas XI IIS 4 terdapat

beberapa permasalahan terkait kemampuan berkomunikasi siswa dalam

(12)

Wita Yulistia, 2015

Pertama, ketika guru menerangkan materi yang sedang dipelajari dengan

menggunakan metode ceramah, kemudian siswa diberi kesempatan untuk

bertanya atau berkomentar tidak ada yang berkomentar atau bertanya. Sesekali

terdapat siswa yang bertanya, namun pertanyaan tersebut di dominasi oleh satu

orang. Hal ini disebabkan sebagian besar siswa belum terampil bertanya ketika

mereka tidak memahami materi pelajaran yang telah diberikan guru, dan ketika

diberi pertanyaan oleh guru, siswa tidak bisa menjawab pertanyaan secara tepat,

jelas dan lancar.

Kedua, berlanjut pada minggu berikutnya ketika presentasi dan sesi diskusi

kelompok dilakukan. Pada pertemuan sebelumnya kelas telah dibagi menjadi 5

kelompok dengan tema pembabakan sejarah Eropa. Kelompok dengan topik

Eropa pada masa kuno menjadi kelompok pertama yang melakukan presentasi.

Namun keberanian kelompok dalam menyampaikan hasil diskusi mereka dirasa

kurang. Hal ini terlihat ketika kelompok menyampaikan hasil diskusinya mereka

terpaku pada teks, sehingga terkesan bahwa kelompok yang sedang presentasi

tersebut tidak terampil mengemukakan ide dan gagasan yang telah mereka

diskusikan dalam kelompok kecil, siswa hanya bisa mengemukakan ide secara

tertulis tetapi apabila diminta mengemukakannya secara lisan siswa tersebut

belum terampil.

Ketiga, ketika masuk pada sesi tanya jawab baik guru maupun kelompok

presentasi berulang kali memberikan kesempatan kepada siswa/ kelompok lainnya

untuk berkomentar, bertanya, ataupun menyanggah tetapi tidak mendapat repon

yang baik. Adapun terdapat pertanyaan di akhir-akhir sesi tanya jawab tetapi tidak

diperhatikan dengan baik oleh siswa lain, mereka sibuk dengan kegiatannya

masing-masing seperti mamainkan gadget, memakan makanan ringan, bahkan ada

yang tertidur. Hal ini terjadi karena kedewasaan kelompok lain yang belum tampil

dirasa kurang, sebagian besar siswa tidak menyimak dengan baik apabila ada

siswa lainnya yang berpendapat atau bertanya. Sehingga berdampak pada

dinamika diskusi kelompok yang terjadi dirasa kurang baik karena tidak

terjadinya umpan balik antara kelompok satu dengan kelompok lainnya.

Berdasarkan gambaran kondisi pembelajaran tersebut, dapat diperoleh

gambaran bahwa kemampuan berkomunikasi siswa kelas XI IIS 4 pada

(13)

4

Wita Yulistia, 2015

kemampuan berkomunikasi yang baik apabila memiliki keberanian

menyampaikan ide/ gagasan sesuai topik, informasi yang diberikan jelas dan dapat

dimengerti, menyimak dengan baik ketika siswa lain sedang berpendapat, tidak

takut untuk menentukan sikap dan mempertahankannya, serta memiliki

keberanian bertanya sesuai topik. Kelima indikator kemampuan komunikasi

tersebut belum nampak pada pembelajaran sejarah di kelas XI IIS 4 SMAN 1

Lembang. Selain itu jika dilihat dari gaya belajar, siswa memiliki kecenderungan

belajar secara individualis. Kerjasama siswa dalam kelompok belum muncul

dengan baik sehingga berdampak pada proses pembelajaran yang belum

menampakkan keaktifan siswa.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan

berkomunikasi siswa dan membuat siswa tidak bersifat individualis dalam proses

pembelajaran sejarah salah satunya melalui pemilihan teknik pembelajaran yang

tepat, yakni menggunakan teknik student facilitator and explaining (SFAE).

Teknik pembelajaran SFAE merupakan salah satu teknik pembelajaran model

kooperatif yang melibatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini

senada dengan pendapat Trianto (2007, hlm. 52) yang mengungkapkan bahwa

Teknik student facilitator and explaining merupakan teknik pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah

anggota setiap kelompok 4-5 siswa secara heterogen.”

“Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan akademik (academic skill) berupa hasil

belajar, sekaligus keterampilan sosial (social skill) berupa kecakapan

berkomunikasi, bekerja bersama, dan solidaritas serta interpersonal skill berupa

kemampuan untuk mengerti dan peka terhadap orang lain” (Mufrika, 2011, hlm.

20-21). Dengan kata lain, model pembelajaran kooperatif menempatkan siswa

sebagai subjek pembelajaran yang memberikan kesempatan besar dalam

memberdayakan potensi siswa secara optimal. Interaksi antar siswa, maupun

siswa dengan guru dapat terjalin baik dengan pembelajaran ini.

Teknik Student Facilitator and Explaining (SFAE) termasuk ke dalam

model pembelajaran kooperatif. Teknik SFAE merupakan suatu teknik yang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan ide atau pendapat

(14)

Wita Yulistia, 2015

digunakan dalam proses pembelajaran menggunakan teknik student facilitator

and explaining adalah sebagai berikut:

(a) guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, (b) guru mendemonstrasikan atau menyajikan garis-garis besar materi pembelajaran, (c) guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya, misalnya melalui bagan atau peta konsep. Hal ini bisa dilakukan secara bergiliran atau acak, (d) guru menyimpulkan ide atau pendapat siswa, (e) guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu, (f) penutup.

Dilihat dari karakteristik teknik SFAE yang utamanya memberi

kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan ide/gagasan mereka secara

kreatif dan variatif serta menampilkan unsur yang terdapat dalam pembelajaran

kooperatif terutama keterampilan sosial atau komunikasi. Maka teknik

pembelajaran ini efektif untuk melatih siswa dalam upaya peningkatan

kemampuan berkomunikasi siswa dalam pembelajaran sejarah.

Berdasarkan uraian di atas serta hasil observasi prapenelitian di kelas XI

IIS 4 SMA Negeri 1 Lembang, maka peniliti bermaksud melaksanakan penelitian

tindakan dengan judul “Penerapan Metode Kooperatif Teknik Student Facilitator

and Explaining untuk Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi Siswa

(Penelitian Tindakan Kelas dalam Pembelajaran Sejarah di Kelas XI IIS 4 SMA

Negeri 1 Lembang)”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan utama adalah mengenai

“Bagaimana Menerapkan Metode Kooperatif Teknik Student Facilitator and Explaining untuk Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi Siswa?”.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, peneliti membatasi

permasalahan kedalam beberapa pertanyaan penelitian berikut ini:

1. Bagaimana merencanakan pembelajaran sejarah dengan menerapkan metode

kooperatif teknik student facilitator and explaining untuk meningkatkan

kemampuan berkomunikasi siswa di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 1 Lembang?

2. Bagaimana melaksanakan metode kooperatif teknik student facilitator and

explaining untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa di kelas XI

(15)

6

Wita Yulistia, 2015

3. Bagaimana hasil penerapan metode kooperatif teknik student facilitator and

explaining untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa di kelas XI

IIS 4 SMA Negeri 1 Lembang?

4. Bagaimana upaya mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam penerapan

metode kooperatif teknik student facilitator and explaining untuk

meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa dikelas XI IIS 4 SMA Negeri

1 Lembang?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

menjawab permasalahan penelitian yang berkaitan dengan penerapan metode

kooperatif teknik student facilitator and explaining dalam meningkatkan

kemampuan berkomunikasi siswa. Namun, secara khusus tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami penerapan metode kooperatif teknik student facilitator and

explaining untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa dalam

pembelajaran sejarah.

2. Memperoleh keterampilan pelaksanaan penerapan metode kooperatif teknik

student facilitator and explaining untuk meningkatkan kemampuan

berkomunikasi siswa dalam pembelajaran sejarah.

3. Memaparkan hasil yang diperoleh dari penerapan metode kooperatif teknik

student facilitator and explaining untuk meningkatkan kemampuan

berkomunikasi siswa dalam pembelajaran sejarah.

4. Mengkaji dan mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam penerapan

metode kooperatif teknik Student Facilitator and Explaining untuk

meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa dalam pembelajaran sejarah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

seluruh pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Khususnya

(16)

Wita Yulistia, 2015

1. Bagi Peneliti, dapat menambah wawasan serta keterampilan dalam menerapkan

teknik pembelajaran pada kegiatan belajar mengajar di kelas sebagai bekal

menjadi guru sejarah.

2. Bagi Siswa, dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa dalam

setiap proses pembelajaran khususnya dalam pembelajaran sejarah.

3. Bagi Guru, dapat memberikan gambaran mengenai teknik pembelajaran yang

efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran sejarah.

4. Bagi Sekolah, memberikan referensi bagi sekolah dalam mengembangkan

berbagai macam metode dan teknik yang digunakan untuk meningkatkan mutu

dan kualitas pembelajaran di sekolah tersebut khususnya dalam pembelajaran

sejarah.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Bab I Pendahuluan, bab ini secara garis besar memaparkan masalah yang

dikaji. Adapun sub bab yang ada di dalamnya terdiri dari latar belakang

penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta

struktur organisasi skripsi.

Bab II Kajian Pustaka, dalam bab ini memaparkan kajian pustaka dan landasan teori yang diambil dari literatur sebagai acuan dalam pelaksanaan

penelitian, dalam bab inipun dipaparkan sumber-sumber buku dan sumber lainnya

yang digunakan sebagai referensi yang relevan dengan penelitian ini.

Bab III Metodologi Penelitian, pada abab ini menjelaskan mengenai

metodologi penelitian, adapun sub bab yang ada di dalamnya terdiri dari metode

penelitian, desain penelitian, subjek dan lokasi penelitian, definisi operasional,

instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam bab ini diuraikan

pembahasan hasil penelitian sebagai jawaban atas rumusan masalah dan

pertanyaan penelitian. Bab ini terdiri dari perencanaan penerapan metode sfae,

pelaksanaan, observasi, hingga refleksi.

Bab V Simpulan dan Rekomendasi, bab ini peneliti menyajikan

kesimpulan terhadap hasil temuan penelitian serta mengajukan saran-saran atau

(17)

27

Wita Yulistia, 2015

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan mengenai metode penelitian yang dijabarkan dalam

beberapa subbagian seperti lokasi penelitian, subjek penelitian, desain dan metode

penelitian serta fokus dan instrumen penelitian yang digunakan dalam kegiatan

penelitian. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam proses

pengumpulan, penggalian dan pengolahan data serta bertujuan untuk menentukan

dan memecahkan permasalahan yang ada, sehingga pada akhirnya menemukan

kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan dalam sebuah ilmu pengetahuan.

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Lembang yang berlokasi di

Jalan Maribaya nomor 68, Kabupaten Bandung Barat dengan guru mata pelajaran

sejarah adalah Bapak Iwan Setiawan S.Pd, yang sekaligus sebagai guru

mitra/kolaborator dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi subjek penelitian

adalah siswa kelas XI IIS 4 SMAN 1 Lembang yang berjumlah 31 siswa, yang

terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Alasan peneliti

menggunakan kelas tersebut menjadi subjek penelitian karena berdasarkan

observasi prapenelitian dan hasil wawancara dengan guru mitra, diperoleh

gambaran bahwa siswa kelas XI IIS 4 cenderung belum memiliki kemampuan

berkomunikasi yang baik dalam pembelajaran sejarah. Sehingga peneliti

berkeinginan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa dalam

pembelajaran sejarah di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 1 Lembang.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

desain yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart dalam suatu sistem

spiral atau dalam bentuk pengkajian berdaur siklus, yang terdiri dari empat tahap

yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan

(observation), dan refleksi (reflect). Alasan peneliti menggunakan desain ini

karena di dalamnya memuat komponen dasar yang sesuai dengan penelitian,

(18)

Wita Yulistia, 2015

terdiri atas satu tindakan, hal tersebut sesuai dengan solusi yang akan

dikembangkan sebagai pemecahan masalah dalam penelitian yang dilakukan.

Berikut adalah desain PTK Kemmis dan Mc Tagart :

Gambar 3.1 Model Kemmis dan Mc. Taggart (Sumber : Wiriaatmadja, 2008, hlm. 66)

Berikut penjelasan mengenai empat tahapan model Kemmis dan Mc Taggart

pada penelitian tindakan kelas menurut Wiriaatmajda (2008, hlm. 66-68):

1. Perencanaan (planning)

Tahap perencanaan merupakan kegiatan awal yang dilakukan dalam tahap

penelitian tindakan kelas. Pada tahapan ini, peneliti menentukan objek

penelitian, waktu pelaksanaan penelitian, tempat penelitian, orang yang akan

melaksanakan tindakan kelas dan langkah-langkah dalam melaksanakan

tindakan kelas. Selain itu peneliti pun mengidentifikasi permasalahan yang

mucul di dalam kelas, dan menentukan tindakan yang harus dilakukan. Dalam

tahap perencanaan tersebut di dalamnya terdapat penyusunan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pemilihan media dan materi yang akan

dikembangkan, serta menentukan instrumen penelitian yang akan digunakan.

2. Pelaksanaan Tindakan (action)

Pada tahap kedua dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan

(19)

29

Wita Yulistia, 2015

kelas. Dalam hal ini peneliti harus berusaha konsisten dan menaati apa yang

telah dirumuskan dalam rancangan, keterkaitan antara pelaksanaan dengan

perencanaan perlu diperhatikan secara seksama agar singkron dengan maksud

semula. Penelitian ini dilakukan atas dasar pertimbangan empiris dan teoritis,

agar harapan akhir dari penelitian tindakan kelas ini dapat diperoleh yakni

berupa peningkatan kemampuan berkomunikasi siswa dalam pembelajaran

sejarah.

3. Pengamatan (observation)

Pengamatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas dari

tindakan yang diberikan. Dalam hal ini peneliti mencatat setiap proses

pembelajaran agar dapat dijadikan pertimbangan. Pengamatan ini

dipergunakan sebagai teknik pengumpulan data.

4. Refleksi (reflect)

Pada prinsipnya yang dimaksud dengan istilah refleksi ialah perbuatan

merenung atau memikirkan sesuatu atau upaya evaluasi yang dilakukan oleh

peneliti yang terkait dengan suatu penelitian tindakan kelas yang

dilaksanakan. Berdasarkan refleksi ini pula suatu perbaikan tindakan

(replanning) ditentukan.

Jumlah siklus pada penelitian ini tergantung pada tingkat ketercapaian

hasil penerapan teknik student facilitator and explaining untuk meningkatkan

kemampuan berkomunikasi siswa. Penelitian ini diakhiri apabila sudah tidak

ditemukan lagi permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaan penerapan teknik

pembelajaran di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 1 Lembang, atau hingga data berada

pada titik stabil (jenuh) dan dimungkinkan tidak akan mengalami peningkatan

kembali.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian menurut Sukmadinata (2006, hlm. 52) merupakan

“rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi

-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan

isu-isu yang dihadapi.” Sedangkan menurut Hatimah (2010, hlm. 95) metode

penelitian adalah “suatu cara yang harus dilakukan oleh peneliti melalui

(20)

Wita Yulistia, 2015

penelitan dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau mencari jawaban

terhadap suatu masalah.”

Berdasarkan dua pendapat diatas serta kajian dari permasalahan penelitian,

maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian

Tindakan Kelas (PTK). Alasan pemilihan metode PTK dalam penelitian ini,

karena PTK merupakan sebuah penelitian yang dilakukan secara sistematis, logis,

dan terarah baik untuk memecahkan permasalahan, memperbaiki kondisi serta

kualitas dalam proses pembelajaran. Melalui penelitian tindakan kelas, dapat

membantu memberikan solusi terhadap permasalahan yang terjadi di kelas,

sehingga kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.

Tujuan penelitian tindakan kelas ialah untuk meningkatkan kemampuan

berkomunikasi siswa dalam pembelajaran sejarah. Selain alasan tersebut,

berdasarkan karakteristik PTK yaitu; 1) masalah berawal dari ruang kelas, 2)

tujuannya untuk memperbaiki pembelajaran, 3) teknik utama adalah refleksi diri

dengan tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian, 4) fokus penelitian berupa

kegiatan pembelajaran, maka dari karakteristik tersebut terlihat, penggunaan

metode PTK sangat sesuai untuk dijadikan sebagai fondasi dalam penelitian ini.

Menurut Sudikin dan Suranto (2002, hlm. 16) “penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelaahan penelitian yang bersifat reflektif dengan

melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan/atau

meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih professional.” Adapun menurut Sanjaya (2009, hlm. 26) “penelitian tindakan kelas dapat diartikan sebagai proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui

refleksi diri dalam upaya memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan

berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap

pengaruh dari perlakuan tersebut”. Pendapat lain mengenai metode penelitian

tindakan dikemukakan oleh Ernest T. Stringer (dalam Kesuma, 2013, hlm. 3)

“penelitian tindakan kelas ditampilkan dalam sebuah siklus proses penelitian

berulang yang dapat dijadikan sebagai petunjuk guru mulai dari persiapan hingga

pelaksanaan pembelajaran di kelas. Tujuannya adalah untuk mempermudah siswa

(21)

31

Wita Yulistia, 2015

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik benang merah bahwa penelitian

tindakan kelas adalah proses pengkajian masalah di kelas yang bersifat reflektif

yang ditampilkan dalam sebuah siklus penelitian berulang dengan

tindakan-tindakan tertentu guna memperbaiki proses pembelajaran di kelas.

D. Fokus Penelitian

Pada bab dua telah dibahas mengenai teknik SFAE dan kemampuan

berkomunikasi, dalam pembahasan tersebut masih bersifat general belum

menggambarkan secara rinci mengenai titik fokus penelitian. Sehingga, peniliti

secara lebih spesifik perlu menentukan aspek-aspek apa saja dari teknik SFAE dan

kemampuan berkomunikasi yang akan dikembangkan menjadi fokus penelitian.

Berikut akan dijelaskan mengenai fokus peneltian/kajian yang digunakan dalam

penelitian kali ini.

1. Teknik Student Facilitator and Explaining (SFAE)

Teknik student facilitator and explaining merupakan salah satu dari tipe model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil

dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen.” (Trianto (2007, hlm. 52). Dalam penelitian ini teknik student facilitator and explaining

yang dimaksud merupakan rangkaian penyajian materi ajar yang diawali dengan

penjelasan secara terbuka oleh guru, kemudian memberi kesempatan siswa untuk

menjelaskan kembali kepada siswa lainnya, dan diakhiri dengan penyampaian

semua materi kepada siswa.

Tahapan-tahapan teknik student facilitator and explaining yang digunakan

dalam penelitian kali ini merujuk pada pendapat Huda (2013, hlm. 228-229) yakni

sebagai berikut:

a. guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai,

b. guru mendemonstrasikan atau menyajikan garis-garis besar materi pembelajaran,

c. guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya, misalnya melalui bagan atau peta konsep. Hal ini bisa dilakukan secara bergiliran atau acak,

d. guru menyimpulkan ide atau pendapat siswa,

(22)

Wita Yulistia, 2015

Dari tahapan-tahapan di atas dapat dinyatakan bahwa kegiatan dalam

teknik SFAE diawali dengan kegiatan guru menerangkan materi secara garis

besar, kemudian siswa diajak untuk mengemukakan ide/gagasan serta menanggapi

pendapat siswa lainnya secara berkelompok, pada akhirnya guru memberikan

kesimpulan terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan. Dengan

diberikannya kebebasan pada siswa dalam mengemukaan ide/gagasan, akan

menstimulus terjadinya komunikasi yang efektif antarsiswa, sehingga proses

pembelajaran yang dilakukan menjadi optimal.

2. Kemampuan Berkomunikasi

Proses komunikasi antar manusia terjadi jika adanya interaksi seorang penyampai pesan (komunikator) dengan seorang penerima pesan (komunikan)

melalui media tertentu sehingga terjadi sebuah interaksi yang mendalam dan

timbul pengertian.

Proses komunikasi dalam penelitian ini berhubungan dengan proses

belajar-menagajar di kelas. Komunikasi yang dimaksud didefinisikan sebagai

salah satu keterampilan yang berkaitan dengan kemampuan siswa (komunikator)

dalam menyampaikan ide/gagasan secara tepat dan jelas. Proses komunikasi

tersebut terjalin baik komunikasi antar dua orang, komunikasi dalam kelompok

serta komunikasi publik yang nantinya ditujukan di depan kelas. Dalam

pengolahan pesan yang disampaikan komunikator, siswa lainnya bertugas

menyimak dan diperkenankan untuk bertanya, menyanggah, ataupun

berkomentar.

Stiggins (dalam Setiawati, 2011, hlm. 25) menyatakan bahwa, terdapat

beberapa kriteria atau aspek bekomunikasi yang dapat diamati atau dinilai saat

proses pembelajaran, terutama saat diskusi berlangsung.

“Stiggins menggolongkan aspek-aspek berkomunikasi ke dalam kontribusi

(23)

33

Wita Yulistia, 2015

Kemudian Johnson (Supratiknya, 1995, hlm. 10-11) mengungkapkan untuk

mampu mengembangkan dan memelihara komunikasi yang akrab, hangat, dan

produktif perlu adanya beberapa keterampilan berkomunikasi, beberapa

keterampilan dasar komunikasi tersebut diantaranya:

Pertama, kita harus mampu saling memahami. Secara rinci, kemampu ini mencakup beberapa subkemampuan, yaitu sikap percaya, pembukaan diri, keinsafan diri dan penerimaan diri. Kedua, kita harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita dengan jelas. Ketiga, kita harus saling mampu menerima dan saling memberikan dukungan atau saling menolong. Keempat, kita harus mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antarpribadi lain yang mungkin muncul dalam komunikasi kita dengan orang lain, melalui cara-cara

yang konstruktif.’

Dari kedua uraian di atas maka peneliti menentukan indikator kemampuan

berkomunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu:

1. keberanian menyampaikan ide/ gagasan sesuai topik,

2. informasi yang diberikan jelas dan dapat dimengerti oleh komunikan,

3. menyimak dengan baik ketika siswa lain sedang berpendapat,

4. tidak takut untuk menentukan sikap dan mempertahankannya, serta

5. memiliki keberanian bertanya sesuai topik.

E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam sebuah penelitian diperlukan instrumen penelitian dan teknik

pengumpul data yang akan digunakan. Hal tersebut dilakukan untuk

mempermudah peneliti dalam proses pengumpulan data. Instrumen penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman observasi, pedoman

wawancara, dan catatan lapangan. Sedangkan teknik yang dilakukan dengan cara

observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.

1. Instrumen Penelitian

“Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.” (Sugiyono, 2012, hlm. 102). Adapun menurut (Subana dan Sudrajat, 2001, hlm. 127) “instrumen penelitian merupakan alat bantu pengumpulan dan pengolahan data tentang variabel-variabel

(24)

Wita Yulistia, 2015

dijadikan sebagai sumber data yang diperoleh, data yang didapat tersebut bersifat

penting dalam satuan penelitian.”

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat dikatakan bahwa instrumen

penelitian adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan

informasi selama melakukan kegiatan penelitian. Fungsi dari instrumen penelitian

ialah dipergunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau

ketidakberhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang diuji cobakan. Adapun

instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Pedoman Observasi

Pedoman observasi/pengamatan menurut Supardi (2014, hlm. 127)

merupakan “instrumen atau perangkat pengumpulan data yang digunakan untuk memotret aktivitas guru dan siswa di kelas, baik sebelum penelitian maupun

selama pelaksanaan tindakan.” Peneliti menggunakan pedoman observasi dalam penelitian ini ialah untuk mengumpulkan data mengenai kegiatan siswa maupun

guru selama pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran sejarah dengan

menggunakan teknik SFAE. Alasan memilih lembar observasi karena

memudahkan peneliti dalam mendeskripsikan hasil penelitian dan penelitian ini

bersifat kualitatif sehingga data yang digunakan dari hasil lembar observasi cocok

digunakan dalam penelitian, karena peneliti secara langsung mengamati kegiatan

proses belajar mengajar di kelas.

b. Catatan Lapangan

Lembar catatan lapangan adalah rekaman kejadian yang dilakukan oleh

kolabolator atau teman sejawat maupun peneliti sendiri untuk menuliskan hal-hal

yang belum terekam melalui lembar observasi. Menurut Kunandar (2008, hlm.

197) menjelaska bahwa catatan lapangan adalah:

“catatan yang dibuat oleh peneliti atau mitra peneliti yang melakukan pengamatan atau observasi terhadap subjek atau objek penelitian tindakan kelas. Berbagai hasil pengamatan tentang aspek pembelajaran di kelas, suasana kelas, pengelolaan kelas, interaksi guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan beberapa aspek lainnya dapat dicatat sebagai catatan lapangan dan akan digunakan sebagai sumber PTK.”

Lembar catatan lapangan digunakan untuk mendapatkan refleksi terhadap

keterlaksanaan penggunaan teknik SFAE untuk meningkatkan kemampuan

(25)

35

Wita Yulistia, 2015

catatan lapangan bertujuan untuk melihat adanya pengembangan terhadap

penelitian tersebut. Catatan lapangan ini juga dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan untuk melakukan tindakan selanjutnya.

c. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui lebih lanjut terhadap

data-data yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data lainnya. Wawancara

dilakukan untuk mengetahui pendapat atau sikap siswa dan guru mitra mengenai

pembelajaran yang selama ini dilakukan sebelum adanya penelitian dan proses

tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Alasan peneliti menggunakan pedoman

wawancara ini untuk mengetahui tanggapan siswa dan guru terutama mengenai

penerapan teknik student facilitator and explaining terhadap kemampuan

berkomunikasi siswa dalam pembelajaran sejarah.

2. Teknik Pengumpul Data

Data adalah informasi utama untuk memberikan gambaran selama

kegiatan penelitian. Untuk mengumpulkan data, peneliti perlu menentukan teknik

apa yang digunakan dalam mengumpulkan data tersebut. Sebagaimana pendapat

yang dikemukakan Sugiyono (2012, hlm. 224) bahwa teknik pengumpulan data

merupakan langkah yang strategis dalam penelitian karena tanpa menentukan

teknik mengumpulkan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang

memenuhi standar data yang ditetapkan. Berdasarkan tahapan kegiatan penelitian

yang dilakukan oleh peneliti, teknik pengumpulan data yang digunakan di dalam

penelitian ini dilakukan oleh peneliti diantaranya:

a. Observasi

“Observasi adalah kegiatan pengumpulan data melalui pengamatan atas gejala, fenomena dan fakta empiris yang terkait dengan masalah pelitian” (Musfiqon, 2012, hlm. 120). Teknik observasi digunakan karena mampu merekam

kondisi yang berlangsung selama proses pembelajaran siswa di kelas terutama

dalam hal aktivitas belajar siswa. Pengumpulan data melalui observasi ini

dilakukan untuk memperoleh data tentang proses belajar mengajar di kelas.

Pengamatan tersebut meliputi aktivitas guru dan aktivitas siswa di kelas saat

(26)

Wita Yulistia, 2015 b. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu cara untuk mengumpulkan data dengan

cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lisan kepada subjek penelitian,

teknik ini digunakan untuk mendapatkan informasi dan data yang dibutuhkan

dalam penelitian. Menurut Hopkins dalam (Wiriaatmadja, 2008, hlm 117)

“wawancara adalah suatu cara untuk mengetahui situasi tertentu di dalam kelas

dilihat dari sudut pandang yang lain. Orang-orang yang diwawancarai dapat

termasuk beberapa orang siswa, kepala sekolah, beberapa teman sejawat, pegawai

tata usaha sekolah, orang tua siswa, dan lain-lain.” Sedangkan menurut, Sanjaya

(2009, hlm. 96) “wawancara adalah teknik mengumpulkan data dengan

menggunakan bahasa lisan baik secara tatap muka ataupun melalui saluran media

tertentu.” Dari kedua pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa wawancara ialah

suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan langsung atau

melalui media dengan menggunakan bahasa lisan secara baik.

Dengan wawancara ini maka peneliti bisa mengumpulkan berbagai

tanggapan yang dirasakan setiap individu ketika proses penelitian berlangsung,

sehingga peneliti bisa mengetahui informasi lebih banyak. Adapun jenis

wawancara, terdiri atas wawancara terencana dan tidak terencana.

c. Studi Dokumentasi

“Studi dokumentasi ialah suatu teknik pengumpulan data dengan

menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,

gambar, maupun elektronik” (Sukmadinata, 2009, hlm. 221). Sedangkan menurut Margono dalam (Zuriah, 2006, hlm 181) “studi dokumentasi adalah cara

mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis yang berhubungan dengan

penelitian.” Dari kedua pendapat tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa studi

dokumentasi ialah pengumpulan informasi yang digunakan dalam penelitian

sebagai sumber data yang berkaitan dengan suasana yang terjadi di dalam kelas

saat pembelajaran berlangsung dan penelitian tindakan kelas dilaksanakan.

F. Pengolahan dan Validasi Data

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pengolahan data

kuantitatif dan kualitatif. Sedangkan validasi data menggunakan triangulasi,

(27)

37

Wita Yulistia, 2015 1. Pengolahan Data

Setelah data diperoleh peneliti melalui teknik pengumpulan data dan

instrumen penelitian, selanjutnya peneliti melakukan pengolahan data. Pengolahan

data pada penelitian ini dibedakan ke dalam dua jenis data yakni pengolahan data

kualitatif dan data kuantitatif. Pengolahan data kuantitatif dilakukan untuk

mengukur peningkatan kemampuan berkomunikasi siswa berdasarkan presentase

yang didapatkan. Adapun penjelasan peneliti sebagai berikut:

a. Data Kuantitatif

Arifin (2012, hlm. 191) berpendapat bahwa “Data kuantitatif adalah data yang berhubungan dengan angka-angka atau bilangan, baik yang diperoleh dari

hasil pengukuran maupun diperoleh dengan jalan mengubah data kualitatif

menjadi data kuantitatif.” Penilaian atau pengukuran didapatkan melalui penskoran yang diberikan oleh pada observer, hal tersebut dilakukan untuk

mengetahui efektivitas penggunaan teknik SFAE untuk meningkatkan kemampuan

berkomunikasi siswa dalam pembelajaran sejarah.

b. Data Kualitatif

Data kualitatif yang diperoleh peneliti didapatkan melalui berbagai teknik

pengumpulan data misalnya wawancara dan studi dokumentasi. Bentuk lain data

kualitatif adalah gambar yang diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video

saat berlangsungnya penelitian. Adapun teknik pengolahan data kualitatif yang

diterapkan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis menurut Miles dan

Huberman (Sugiyono, 2012, hlm. 246) yang terdiri dari tiga komponen yaitu

“reduksi data, penyajian data, dan penarikan serta pengujian kesimpulan.”

1) Tahap Reduksi Data

Komponen pertama adalah reduksi data yaitu menurut Sugiyono, (2012, hlm.

247) “tahap reduksi data mengacu pada proses seleksi, memfokuskan,

menyederhanakan, mengabstraksi, dan menstransformasikan data yang

muncul dalam catatan atau transkip.” Data yang didapatkan dari lapangan

cukup banyak sehingga harus dicatat secara teliti dan rinci.

2) Tahap Penyajian Data

Komponen kedua adalah penyajian data, umumnya adalah kumpulan

informasi untuk dilakukan penarikan kesimpulan dan tindakan. Dengan

(28)

Wita Yulistia, 2015

apa yang dilakukan. Penyajian data tersebut dapat berupa narasi, matriks,

maupun bagan.

3) Tahap Verifikasi dan Kesimpulan

Komponen ketiga adalah menggambarkan kesimpulan dan verifikasi. Menurut

Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012, hlm. 248) tahap ini diartikan sebagai

“kegiatan menggambarkan kesimpulan dan verifikasi dilakukan dari awal

pengumpulan data. Analisis yang dilakukan adalah mengartikan data yang

diperoleh, mencatat keteraturan, pola, penjelasan, dan konfigurasi.”

2. Validasi Data

Validasi data merupakan salah satu syarat penting dalam pelaksanaan

seluruh jenis penelitian termasuk PTK. Untuk mengacu pada kredibilitas dan

derajat kepercayaan penelitian maka dilakukan validitas. Kegiatan yang bisa

dilakukan dalam meningkatkan validitas yaitu :

a. Triangulasi

Triangulasi adalah memeriksa kebenaran hipotesis, konstruk atau analisis yang peneliti sendiri timbulkan dengan membandingkan dengan hasil orang

lain” (Wiriaatmadja, 2008, hlm. 168). Digunakan untuk memeriksa kebenaran

data dengan menggunakan sumber lain sehingga diperoleh derajat

kepercayaan yang maksimal. Dalam proses triangulasi dilakukan secara

reflektif dan kolaboratif, peneliti dan kolaborator membandingkan data yang

sama dari berbagai sumber. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mencari

informasi yang didapatkan dari kolaborator melalui diskusi, kemudian data

tersebut dibandingkan dengan hasil yang diperoleh peneliti.

b. Member Check

Member Check menurut Hopkins (Wiriaatmadja, 2008, hlm. 168-170)

“merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang telah diperoleh untuk

memeriksa kebenaran data yang telah diperoleh.” Dalam penelitian ini peneliti memeriksa kembali keterangan atau informasi data selama observasi agar

terjaga kebenarannya.

c. Expert Opinion

Expert Opinion merupakan kegiatan meminta pendapat kepada orang yang

(29)

39

Wita Yulistia, 2015

hlm. 108) “Expert Opinion yaitu meminta kepada orang yang dianggap ahli

atau pakar penelitian tindakan kelas/pakar penelitian bidang studi untuk

memeriksa semua tahapan-tahapan kekuatan penelitian dan memberikan

(30)

Wita Yulistia, 2015

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini merupakan bab akhir dari penulisan hasil penelitian. Di mana pada

bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan

penelitian. Dalam bab ini juga ditulis rekomendasi untuk pihak-pihak terkait

berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

A. Simpulan

Berdasarkan uraian pembahasan keseluruhan tindakan penelitian yang

telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, perencanaan

yang dilakukan oleh peneliti sebelum menerapkan teknik student facilitator and

explaining (sfae) antara lain, diawali dengan melakukan observasi pra penelitian

dalam pembelajaran sejarah di kelas XI IIS 4 dan menemukan berbagai

permasalahan yang menunjukkan rendahnya kemampuan berkomunikasi siswa.

Selanjutnya, peneliti mengidentifikasi permasalahan yang ditemukan di kelas dan

kemudian mulai merencanakan penerapan teknik student facilitator and

explaining sebagai cara yang akan digunakan untuk meningkatkan kemampuan

berkomunikasi siswa di kelas XI IIS 4. Perencanaan yang dilakukan selanjutnya,

ialah mengkordinir setiap tahapan dalam teknik student facilitator and explaining

sehingga dapat mendorong siswa dalam meningkatkan kemampuan

berkomunikasi yang mereka miliki. Adapun tindakan yang dilakukan antara lain

peneliti mempersiapkan instrumen penelitian yang akan digunakan, instrumen

yang diguanakan dalam penelitian ini antara lain pedoman observasi, pedoman

wawancara, dan catatan lapangan. Setelah itu peneliti memilih media

pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran, dan menganalisis materi

pembelajaran yang sesuai dengan teknik sfae. Kemudian peneliti menyusun

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dalam tahap perencanaan ini, peneliti

juga mempersiapkan bahan ajar, alat evaluasi, dan sumber belajar yang akan

digunakan.

Kedua, berkaitan dengan pertanyaan penelitian selanjutnya mengenai

pelaksanaan teknik sfae untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa,

(31)

106

Wita Yulistia, 2015

kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pada kegiatan

pendahuluan, diawal pembelajaran guru mendata kehadiran siswa,

mengemukakan indikator pencapaian, dan mengingatkan kembali pembelajaran

sebelumnya. Dalam kegiatan pendahuluan ini guru mulai memancing kemampuan

berkomunikasi siswa dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan mengenai

pembelajaran minggu lalu. Setelah itu masuk pada kegiatan inti, guru menjelaskan

materi pembelajaran ketika kondisi siswa telah kondusif, guru membagi kelas

menjadi delapan kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3-4 siswa dengan

heterogenitas akademik siswa di kelas. Kemudian guru memberi penjelasan dan

menyajikan garis besar materi dengan memancing siswa untuk bertanya melalui

gambar yang ditampilkan dalam slide power point. Selanjutya membagikan tugas

kepada setiap kelompok yang telah duduk rapih, untuk melakukan diskusi tugas

yang telah diberikan. Selesai berdiskusi guru memberi kesempatan kepada setiap

kelompok untuk menjelaskan materi dan menjadi fasilitator bagi temannya.

Dalam tahap ini setiap siswa dituntut aktif berkomunikasi tanpa bergantung

kepada siswa lainnya oleh karena itu hal tersebut harus dilakukan secara bergiliran

atau acak. Guru pun memberikan kesempatan kepada kelompok atau siswa

lainnya untuk bertanya atau berkomentar terhadap materi yang dijelaskan. Selesai

siswa melakukan presentasi kelompok, guru menjelaskan kembali materi yang

disajikan saat itu, guru memberikan penguatan dan meluruskan informasi yang

tidak akurat, ide yang kurang tepat atau yang dijelaskan separuh. Pelaksanaan

tindakan penelitian diakhiri dengan kegiatan penutup, guru bersama siswa

menarik kesimpulan dan nilai yang dapat dipelajari dari proses pembelajaran.

Selanjutnya guru menyampaikan topik pembelajaran yang akan dipelajari pada

pertemuan berikutnya, dan menutup pembelajaran dengan salam. Dalam setiap

siklusnya, tidak selalu berjalan dengan situasi kondisi yang sama, tentunya hal

tersebut menyesuaikan dengan keadaan yang ada di lapangan.

Ketiga, mengenai hasil penerapan teknik sfae untuk meningkatkan

kemampuan berkomunikasi siswa, diperoleh data pada tindakan kelas siklus I,

kemampuan berkomunikasi siswa masih tergolog rendah, dengan begitu peneliti

melakukan tindakan siklus II. Pada siklus II kemampuan berkomunikasi siswa

mulai meningkat, keberanian siswa dalam bertanya, menjawab, mengemukakan

(32)

Wita Yulistia, 2015

pencapaian kemampuan berkomunikasi siswa kembali meningkat pada siklus III,

pada siklus III ini kemampuan berkomunikasi siswa sudah mulai merata. Namun

terjadi penurunan pada tindakan siklus IV. Adapun presentase rata-rata

kemampuan berkomunikasi siswa pada setiap siklusnya yakni, pada siklus I siswa

memperoleh skor 99 poin atau sebesar 21,29%. Pada tindakan siklus II terjadi

peningkatan sebanyak 172 poin atau menjadi 36,99%. Selanjutnya pada tindakan

III terjadi peningkatan kemampuan berkomunikasi yang signifikan menjadi

65,38%, pada tindakan siklus III ini lebih dari 50% siswa di kelas telah

menunjukkan peningkatan kemampuan berkomunikasinya. Namun pada tindakan

siklus IV terjadi penurunan sebanyak 3,66% dari tindakan sebelumnya, sehingga

perolehan akhir kemampuan berkomunikasi siswa pada penelitian ini adalah

61,72%.

Keempat, terdapat beberapa kendala yang dihadapi peneliti selama

pelaksanaan penerapan teknik sfae untuk meningkatkan kemampuan

berkomunikasi siswa diantaranya, penggunaan media yang belum optimal

sehingga beberapa kali media yang digunakan hanya power point. Kemudian

sulitnya guru mengondusifkan siswa ketika proses pembelajaran, selain itu tidak

jarang kelompok yang mendapat tugas menjelaskan materi kepada siswa lainnya

kurang menguasai materi, hal ini terlihat ketika anggota kelompok

mempresentasikan hasil diskusinya mereka terpaku pada teks power point yang

telah mereka buat. Kendala lain yang dahapi ialah mengenai waktu pembelajaran

yang kurang efektif. Adapun solusi yang dapat diberikan oleh peneliti agar

kendala serupa tidak terjadi kembali diantaranya, guru lebih tegas dalam memberi

reward dan pusnishment kepada siswa agar siswa lebih termotivasi dan fokus

dalam mengikuti proses pembelajaran. Guru seharusnya menjelaskan tata cara

diskusi atau presentasi kelompok yang benar agar kelompok penampil lebih

mempersiapkan apa yang akan mereka jelaskan. Selanjutnya harus adanya media

dan rencana alternatif yang digunakan sehingga apabila rencana utama tidak

berjalan, terdapat rencana atau media lain yang dapat membantu mencapai tujuan

yang diharapkan.

Dari paparan hasil data yang diperoleh pada bab sebelumnya, secara

keseluruhan dapat disimpulkan bahwa teknik student facilitator and explaining

(33)

108

Wita Yulistia, 2015

sejarah. Peningkatan dapat ditunjukkan melalui keberanian siswa dalam bertanya,

berargumen, menjawab pertanyaan, dan kontribusi siswa dalam proses

pembelajaran yang berkembang dari siklus awal sampai siklus akhir.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil temuan, terdapat beberapa rekomendasi yang ingin

peneliti sampaikan kepada berbagai pihak yang berhubungan dengan penelitian

ini. Rekomendasi tersebut diharapkan dapat membuat pembelajaran sejarah lebih

baik dan lebih efektif, sebagai upaya untuk memaksimalkan pencapaian tujuan

pembelajaran sejarah yang dilaksanakan di sekolah. Terdapat hal-hal yang masih

harus diperhatikan kembali oleh pihak-pihak terkait dan peneliti selanjutnya yang

tertarik untuk melakukan penelitian dengan penerapan teknik student facilitator

and explaining, sehingga peneliti mencoba memberikan beberapa saran, yaitu:

Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan

pengalaman baru dalam penggunaan teknik pembelajaran khususnya penerapan

teknik student facilitator and explaining dalam pembelajaran sejarah untuk

meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa. Penelitian ini juga dapat

menjadi rujukan bagi penelitian lainnya dalam upaya mengembangkan teknik

student facilitator and explaining untuk pembelajaran.

Bagi guru, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi

baru bagi guru dalam mengembangkan teknik pembelajaran, terutama dalam

kegiatan belajar mengajar sejarah di kelas. Selain itu, penerapan teknik student

facilitator and explaining dapat dijadikan suatu alternatif solusi untuk

menghadapai masalah pembelajaran yang ada di kelas. Melalui teknik ini,

pembelajaran sejarah akan lebih berpusat pada siswa, dan diharapkan dengan

keadaan seperti demikian, kemampuan berkomunikasi siswa terhadap materi

khususnya dalam pembelajaran sejarah dapat berkembang.

Bagi sekolah, penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak

sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, khususnya dalam

pembelajaran sejarah, umumnya untuk pembelajaran yang lainnya. Penelitian ini

diharapkan diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif bagi

(34)

Wita Yulistia, 2015

Penelitian ini bukan merupakan hasil yang sempurna, hal ini disebabkan

keterbatasan peneliti dalam mendeskripsikan dan membahas permasalahan dalam

penelitian. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai

penerapan teknik student facilitator and explaining yang dapat dijadikan acuan

untuk sekolah, guru, ataupun calon guru yang hendak melakukan kegiatan

penelitian ataupun yang mengharapkan tumbuhnya kemampuan berkomunikasi

pada siswa khususnya dalam pembelajaran sejarah.

Demikian kesimpulan dan rekomendasi yang dapat peneliti kemukakan,

semoga bermanfaat dan menjadi bahan pertimbangan khususnya bagi

perkembangan pembelajaran sejarah di sekolah, dan umumnya bagi dunia

(35)

Wita Yulistia, 2015

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Aunurrahman. (2009). Balajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Arifin, Z. (2012). Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Cangara, H. (2014). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pres.

Djamarah, S. B. & Zain, A. (2006). Strategi Belajar Mengajar edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Effendy, O. U. (2002). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hamalik, O. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran Cet.ke-7. Jakarta: Bumi Aksara.

Hatimah, I . (2010). Strategi dan Metode Pembelajaran. Bandung. Adira.

Hisyam, D. & Suyanto. (2010). Pendidikan Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Huda, M. (2013). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran; Isu-Isu Metodis dan Pragmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Isjoni. (2009). Coooperative Learning. Bandung: Alfabeta.

Janawi. (2013). Metodologi dan Pendekatan Pembelajaran. Yogyakarta: Ombak.

Kesuma, A. T. (2013). Menyusun PTK itu Gampang. Jakarta: Esensi.

Kochhar, S. K. (2008). Teaching of History. Jakarta: Grasindo.

Kunandar. (2008). Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Press.

Lie, A. (2007). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

Muhammad, A. (2001). Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara

Musfiqon, H. M. (2012). Panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Nasih, A. M. & Kholidah, L.N. (2009). Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: Refika Aditama.

Prasetya, J. T. & Ahmadi, A. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

(36)

Wita Yulistia, 2015

Sagala, S. (2011). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, W. (2009) Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Kencana.

Senjaya, S. D. (1994). Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Slavin, R. E. (2009). Cooperative Learning: Teori Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Soeharto, K. (1995). Komunikasi Pembelajaran: Peran dan Keterampilan Guru-guru dalam Kegiatan Pembelajaran. Surabaya: Sic.

Subana, M. & Sudrajat. (2001). Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.

Sudikin, & Suranto. (2002). Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Insan Cendikia.

Sudjana. (2000). Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production.

Sudjana, N. (2005). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sugiyono. (2012). Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Supardi. (2014). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Supratiknya, A. (1995). Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta: Kanisius.

Suprijono, A. (2009). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Surabaya: Pustaka Belajar.

Suyanto, dkk. (1997). Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Yogjakarta: Dirjen Dikti, DepDikBud.

Syam, M. N. (1986). Falsafah Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstuktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wiriaamatdja, R. (2008). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.

(37)

Wita Yulistia, 2015 Skripsi

Mufrika, T. (2011). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Metode Student Facilitator and Explaining (SFAE) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa. (Skripsi). Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Setiawati, Eka. (2011). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT terhadap Hasil Belajar dan Kemampuan Berkomunikasi Siswa pada Konsep Sistem Indra. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Jurnal

Noviyanti, M. (2011). “Pengaruh Motivasi dan Keterampilan Berkomunikasi Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Pada Tutorial Online Berbasis Pendekatan Konntekstual Pada Mata Kuliah Statistik Pendidikan.”. Jurnal Pendidikan LPPM Universitas Terbuka. 12, (2), 6-15.

Dokumen

Hasan, S, H. (2008). Pengembangan Kompetensi Berpikir Kritis dalam Mata Pelajaran Sejarah. Makalah pada seminar IKAHIMSI: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sangidu. (2004). Penelitian Sastra, Pendekatan, Teori, Metode, Teknik dan Kiat. Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.

Santyasa, I Wayan. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif. Makalah pdf: disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru -Guru SMP dan SMA di Nusa Penida, tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007.

Lain-lain

Kamus Besar Bahasa Indonesia Elektronik.

Salinan Lampiran Permendikbud No. 69 tahun 2013 mengenai Kurikulum SMA-MA.pdf

Gambar

Gambar 3.1 Model Kemmis dan Mc. Taggart (Sumber : Wiriaatmadja, 2008, hlm. 66)

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa nama tersebut di atas telah melakukan penelitian dengan judul “ Penerapan Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFAE) untuk Meningkatkan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar kimia siswa yang diajarkan melalui penerapan pembelajaran model Kooperatif tipe Student Facilitator And Explaining menggunakan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Student Facilitator and

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi siswa.. Dapat disimpulkan

Hasil dari penelitian ini, dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Facilitator and Explaining seluruh siswa dapat mempresentasikan ide/gagasannya dalam

Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe student facilitator and explaining dapat meningkatkan hasil belajar, khususnya pada mata pelajaran IPS karena dengan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Facilitator and Explaining Berbantuan

Dengan pertolongan dan hidayah-Nya, akhirrnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Penerapan Strategi Student Facilitator And Explaining Dalam