commit to user
NILAI ESTETIKA DAN MAKNA
NOVEL
DOM SUMURUP ING BANYU
KARYA SUPARTO BRATA
(Suatu Tinjauan Struktural Robert Stanton)
S K R I P S I
Diajukan untuk Melengkapi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra
Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh :
CYRILIUS ANGGA MUNDISARI C 0104004
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
commit to user
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Cyrilius Angga Mundisari NIM : C0104004
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa, skripsi berjudul Nilai Estetika dan Makna Novel Dom Sumurup ing Banyu karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan Struktural Robert Stanton) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta,
Yang membuat pernyataan,
commit to user
v
MOTTO:
Gunakanlah waktumu sebaik
mungkin, agar tak menyesal
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk: 1. Bapak dan Ibuku tercinta 2. Istriku dan anakku tersayang
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas menyusun skripsi guna
mencapai gelar sarjana Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari
kesulitan-kesulitan yang dihadapi, tetapi berkat bantuan, bimbingan serta dorongan baik
moril maupun materiil dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.
Oleh karena itu sudah sepantasnya pada kesempatan ini dengan segenap
kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed., PhD, selaku Dekan Fakultas Sastra dan
Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Supardjo, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta,
yang telah memberikan kemudahan untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum, selaku Sekretaris Jurusan Sastra
Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta, yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini.
4. Dra. Sundari, M. Hum, selaku Pembimbing Pertama yang dengan
teliti, sabar dan penuh perhatian memberikan pengarahan dan
commit to user
viii
5. Drs. Christiana Dwi Wardhana, M. Hum, selaku Pembimbing Kedua
dan pembimbing akademik yang telah dengan teliti dan sabar
memberi pengarahan yang berguna dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang tidak bisa penulis
sebutkan satu per satu, yang telah memberikan bekal ilmu yang
berguna bagi penulis.
7. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan Fakultas
Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang
telah memberikan pelayanan kepada penulis dalam mendapatkan
referensi.
8. Pimpinan dan Staf Pengajaran Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan
pelayanan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi
dengan baik.
9. Bapak dan ibuku tercinta, adikku Monika, calon kakak ipar
Muhhamad yang telah memberi dorongan baik moril maupun
materiil selama penulis melakukan kegiatan skripsi.
10.Istriku Fitri A dan anakku Angger Raditya Sena beserta keluarga
besarnya, yang selalu ada di sisiku dan selalu memberi motivasi,
serta tempat curahan suka dan duka dalam penyusunan skripsi ini.
11.Teman-teman angkatan 2004, terutama Mahatma Himawan, terima
commit to user
ix
12.Bapak Suparto Brata beserta keluarga, selaku pengarang novel Dom
Sumurup ing Banyu, yang telah bersedia diwawancarai dan banyak
memberikan informasi tentang apa saja yang penulis butuhkan demi
kelancaran penyusunan skripsi ini.
13.Semua pihak yang telah membantu penulis, baik secara materi
maupun spiritual yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu
dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Semoga amal kebaikan yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan
yang sesuai dari Tuhan YME.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam skripsi ini, oleh sebab
itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan
penyusunan skripsi ini akan penulis terima dengan tangan terbuka.
Surakarta,
commit to user
x DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………...i
HALAMAN PERSETUJUAN ………ii
HALAMAN PENGESAHAN ……….iii
HALAMAN PERNYATAAN ……….iv
HALAMAN MOTTO ………...v
HALAMAN PERSEMBAHAN ………..vi
KATA PENGANTAR ……….vii
DAFTAR ISI ………x
ABSTRAK ………...xiv
BAB I PENDAHULUAN ………...1
A. Latar Belakang Masalah ………...1
B. Rumusan Masalah ……….6
C. Tujuan Penelitian ………...6
D. Manfaat Penelitian ……….7
E. Sistematika Penulisan ………7
BAB II LANDASAN TEORI ………..9
A. Teori Analisis Struktural ………...10
1. Fakta-fakta cerita ………10
a. Alur ………...11
b. Karakter ………13
commit to user
xi
d. Tema ……….15
2. Sarana Sastra ………. 16
a. Judul ……….16
b. Sudut Pandang ……….17
c. Gaya dan Tone ……….18
B. Nilai Estetika dan Makna…………...18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...19
A. Bentuk Penelitian ...19
B. Sumber Data dan Data ...19
C. Teknik Pengumpulan Data ...20
D. Teknik Analisis Data ...22
BAB IV. ANALISIS DATA...23
A. ANALISIS STRUKTURAL ...23
1. Fakta Cerita ………23
a. Alur ………...23
1) Tahapan Alur ………...23
2) Kausalitas ………41
3) Plausabilitas ………45
4) Konflik ………48
5) Konflik Utama dan Klimaks ………...74
6) Penyelesaian ………76
b. Karakter ………78
1) Tokoh Herlambang ………78
commit to user
xii
3) Tokoh Kiswanta ………87
4) Letnan Pengkuh ………90
5) Tokoh Yogyantara ………92
6) Motivasi Karakter ……….94
c. Latar ………97
1) Latar Tempat ………98
2) Latar Waktu ……….106
3) Latar Sosial ………..116
4) Atmosfer ………..122
d. tema ………135
1) Tema Bawahan ……….135
2) Tema Utama (sentral) ………...139
2. Sarana Sastra ………140
a. Judul ………...140
b. Sudut Pandang ………142
c. Gaya dan Tone ………147
1) Gaya ………147
2) Tone ………163
B. NILAI ESTETIKA DAN MAKNA ...166
1. Nilai Estetika ………166
a. Memiliki Kepadatan Struktural ……….166
b. Stilistika ……….167
2. Makna Novel DSB ………...171
commit to user
xiii
A. Kesimpulan ...175
B. Saran ...177
DAFTAR PUSTAKA ...178
commit to user
xiv ABSTRAK
Cyrilius Angga Mundisari, NIM : C0104004, Nilai Estetika dan Makna Novel Dom Sumurup Ing Banyu karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan Strutural Robert Stanton), Skripsi Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Karya sastra Jawa sebagai karya seni tidak cukup hanya dinikmati keindahannya saja. Akan tetapi perlu pula mendapatkan perhatian secara ilmiah, yaitu melalui suatu kajian ilmiah yang bertujuan untuk mengangkat semua aspek yang terkandung di dalamnya, melalui cara-cara atau pola pemikiran ilmiah yang berlaku, salah satunya adalah novel karya sastra Suparto Brata yang berjudul Dom Sumurup Ing Banyu.
Masalah yang dikaji mencakup dua hal yaitu : (1) Analisis Struktural menurut teori Robert Stanton, (2) Nilai Estetika dan Makna Novel Dom Sumurup Ing Banyu.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan keterkaitan antarunsur pembangun novel Dom Sumurup Ing Banyu yang meliputi fakta cerita yang terdiri dari alur, karakter, latar, dan tema. Sarana Sastra yang terdiri dari judul, sudut pandang, serta gaya dan tone. (2) Mendeskripsikan tentang nilai-nilai estetika dan makna novel Dom Sumurup Ing Banyu.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural Robert Stanton. Objek penelitian ini adalah unsur-unsur struktural, baik yang berupa fakta cerita (alur, karakter, dan latar), sarana sastra (judul, sudut pandang, serta gaya dan tone), dan tema (tema bawahan dan tema sentral). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Dom Sumurup Ing banyu karya Suparto Brata, penerbit NARASI Yogyakarta, tahun 2006, jumlah halaman 238. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui beberapa tahap, yaitu tahap deskripsi, tahap klasifikasi, tahap analisis data, tahap interpretasi, dan tahap evaluasi data. Teknik penarikan simpulan menggunakan teknik penarikan simpulan induktif.
Manfaat yang dapat diperolah dari penelitian ini, yaitu peneliti dapat mengetahui tentang kepadatan unsur-unsur yang membangun novel Dom Sumurup Ing Banyu. Juga memberikan pencerahan atau pelajaran tentang sikap patriotism yang ditunjukkan oleh tokoh utama maupun bawahan.
commit to user
xv
SARIPATHI
Cyrilius Angga Mundisari, NIM : C0104004, Nilai Estetika dan Makna Novel Dom Sumurup Ing Banyu karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan Strutural Robert Stanton), Skripsi Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Karya sastra Jawa minangka seni mbotên cêkap namung dipun raosakên kaéndahanipun kémawon. Nanging ugi perlu pikantuk kawigatèn ilmiah, inggih punika nglangkungi satunggaling kajian ilmiah anggadhahi tujuan ngangkat sadaya aspek wontên ing salêbêtipun, kanthi cara-cara pola pikiran ilmiah ingkang lumampah, déné salah satunggalipun inggih punika anggitanipun Suparto Brata kathi irah-irahan Dom Sumurup Ing Banyu.
Pêrkawis ingkang dipunkaji kapérang dados kalih, inggih punika: (1) kadospundi analisis Struktural miturut teori Robert Stanton, (2) kadospundi Nilai Estetika lan Makna Novel Dom Sumurup Ing Banyu.
Tujuanipun saking panalitèn punika (1) ngandharakên sêsambungan unsur-unsur pambangun novel Dom Sumurup Ing Banyu ingkang kapérang dados fakta cerita kaliyan sarana sastra. Fakta cerita kapérang saking alur, karakter, latar saha tema. Sarana sastra kaperang saking judul, sudut pandhang saha gaya kaliyan tone. (2) ngandharakên nilai-nilai estetika saha makna novel Dom Sumurup Ing Banyu.
Metode ingkang dipun-gunakakên wontên ing panalitèn inggih punika metode deskriptif kualitatif. Pendekatan ingkang dipun-gunakakên wontên panalitén inggih punika pendekatan struktural miturut teori Robert Stanton. Obyek panalitèn inggih punika unsur-unsur struktural ingkang dumados saking fakta cerita ( alur, karakter, latar, saha tema ), saha sarana sastra ( judul, sudut pandhang, saha gaya kaliyan tone ). Sumbêr data ingkang dipun-gunakakên wontên ing panalitèn inggih punika novel Dom Sumurup Ing Banyu anggitanipun Suparto Brata penerbit NARASI Yogyakarta, taun 2006, ingkang kandêlipun 238 kaca. Teknik pangêmpalan data ingkang dipun-gunakakên inggih punika teknik pustaka. Data ingkang sampun dipunkêmpalakên lajêng dipun olah dados sawêtawis tahap, inggih punika tahap deskripsi, tahap klasifikasi, kaliyan tahap evaluasi data. Teknik penarikan simpulan dipun-gunakakên teknik penarikan induktif.
Manfaat ingkang sagêd kapundhut saking panalitèn punika, panaliti sagêd mangêrtèni padêtipun unsur-unsur ingkang mbangun novel Dom Sumurup ing banyu ingkang dipunandharakên tokoh utama utawi bawahan.
commit to user
xvi
ABSTRACT
Cyrilius Angga Mundisari, NIM : C0104004, Nilai Estetika dan Makna Novel Dom Sumurup Ing Banyu karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan Strutural Robert Stanton), Skripsi Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Java’s literature work as an art work is more than enjoy the
beautifulness. More than that its also need to get attention scientifically by scientific lesson that aimed to raise all aspect included, by methods or scientific
thought ‘pola’ that apply. One is novel written by Suparto Brata with tittle Dom Sumurup ing Banyu.
Problem that learned covered two things, which are: 1) structural analysis according to Robert Stanton teori. 2) aesthetics value and the meaning of Dom Sumurup ing Banyu novel.
The aim of this search are 1) to describe relevance inter constructor elements of novel Dom Sumurup ing Banyu which is covered fact of story that consist of plot, character, setting, and theme. Literatures medium that consist of title, point of view, style and Tone. 2) to describe about aesthetics value and the meaning of Dom Sumurup ing Banyu novel.
The used method in this research is qualitative descriptive method. Approach used in this researd is Robert Stanton structural approach. The object of this research is structural element, such as the fact of story ( plot, character, setting and theme ) literature medium ( title, point of view, also style and tone ). Data sources that used in this research is novel Dom Sumurup Ing Banyu written by Suparto Brata, publisher NARASI Yogyakarta, year 2006, total page 238. Data gethering technique that used divining manual technique. The data that was collected then processed by some steps, which are descriptive step, classification step, data analysis step, interpretation step, and data evaluation step. Drawing conclusion technique using drawing inductive conclusion technique.
The advantages of this research is the researches will know about density of element that build novel Dom Sumurup Ing Banyu . It is also gives clearness or lesson about patriotism attitude that addressed by starring of figuran.
NILAI ESTETIKA DAN MAKNA NOVEL DOM SUMURUP ING BANYU
KARYA SUPARTO BRATA
Karya sastra Jawa sebagai karya seni tidak cukup hanya dinikmati keindahannya saja. Akan tetapi perlu pula mendapatkan perhatian secara ilmiah, yaitu melalui suatu kajian ilmiah yang bertujuan untuk mengangkat semua aspek yang terkandung di dalamnya, melalui cara-cara atau pola pemikiran ilmiah yang berlaku, salah satunya adalah novel karya sastra Suparto Brata yang berjudul Dom Sumurup Ing Banyu.
Masalah yang dikaji mencakup dua hal yaitu : (1) Analisis Struktural menurut teori Robert Stanton, (2) Nilai Estetika dan Makna Novel Dom Sumurup Ing Banyu.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan keterkaitan antarunsur pembangun novel Dom Sumurup Ing Banyu yang meliputi fakta cerita yang terdiri dari alur, karakter, latar, dan tema. Sarana Sastra yang terdiri dari judul, sudut pandang, serta gaya dan tone. (2) Mendeskripsikan tentang nilai-nilai estetika dan makna novel Dom Sumurup Ing Banyu.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural Robert Stanton. Objek penelitian ini adalah unsur-unsur struktural, baik yang berupa fakta cerita (alur, karakter, dan latar), sarana sastra (judul, sudut pandang, serta gaya
1
Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C0104004
2
Dosen Pembimbing I
3
Dosen Pembimbing II
dan tone), dan tema (tema bawahan dan tema sentral). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Dom Sumurup Ing banyu karya Suparto Brata, penerbit NARASI Yogyakarta, tahun 2006, jumlah halaman 238. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui beberapa tahap, yaitu tahap deskripsi, tahap klasifikasi, tahap analisis data, tahap interpretasi, dan tahap evaluasi data. Teknik penarikan simpulan menggunakan teknik penarikan simpulan induktif.
Manfaat yang dapat diperolah dari penelitian ini, yaitu peneliti dapat mengetahui tentang kepadatan unsur-unsur yang membangun novel Dom Sumurup Ing Banyu. Juga memberikan pencerahan atau pelajaran tentang sikap patriotism yang ditunjukkan oleh tokoh utama maupun bawahan.
NILAI ESTETIKA DAN MAKNA NOVEL DOM SUMURUP ING BANYU
KARYA SUPARTO BRATA
included, by methods or scientific thought ‘pola’ that apply. One is novel written by Suparto Brata with tittle Dom Sumurup ing Banyu.
Problem that learned covered two things, which are: 1) structural analysis according to Robert Stanton teori. 2) aesthetics value and the meaning of Dom Sumurup ing Banyu novel.
The aim of this search are 1) to describe relevance inter constructor elements of novel Dom Sumurup ing Banyu which is covered fact of story that consist of plot, character, setting, and theme. Literatures medium that consist of title, point of view, style and Tone. 2) to describe about aesthetics value and the meaning of Dom Sumurup ing Banyu novel.
The used method in this research is qualitative descriptive method. Approach used in this researd is Robert Stanton structural approach. The object of this research is structural element, such as the fact of story ( plot, character, setting and theme ) literature medium ( title, point of view, also style and tone ). Data sources that used in this research is novel Dom Sumurup Ing Banyu written
1
Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C0104004
2
Dosen Pembimbing I
3
Dosen Pembimbing II
by Suparto Brata, publisher NARASI Yogyakarta, year 2006, total page 238. Data gethering technique that used divining manual technique. The data that was collected then processed by some steps, which are descriptive step, classification step, data analysis step, interpretation step, and data evaluation step. Drawing conclusion technique using drawing inductive conclusion technique.
The advantages of this research is the researches will know about density of element that build novel Dom Sumurup Ing Banyu . It is also gives clearness or lesson about patriotism attitude that addressed by starring of figuran.
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Kebudayaan merupakan perwujudan dari perilaku manusia sebagai
anggota masyarakat. Satu konsep keindahan Jawa yang menyatakan bahwa
sesuatu yang halus adalah indah. Konsep tersebut berkaitan dengan sesuatu
penilaian baik buruk (ini berkaitan erat dengan cita rasa) terhadap suatu hal. Halus
dan kasar pertama-tama merupakan katagori estetis. Apa yang halus itu juga indah
dan yang kasar itu jelek. Dengan demikian penilaian baik buruk berdekatan
dengan penilaian estetis. Banyak ragam kebudayaan yang memiliki nilai estetik,
salah satunya adalah karya sastra. Karya sastra merupakan hasil tanggapan
seseorang terhadap kehidupan, baik melalui pengalaman, pengetahuan,
kebudayaan maupun hasil bacaan, yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Tulisan
itu dapat dipahami dan dinikmati oleh masyarakat pembaca. Hubungan antara
pengarang, karya sastra, dan pembaca merupakan satu kesatuan, tidak dapat
dipisah-pisahkan.
Karya sastra diciptakan pengarang pasti mengandung suatu ajaran. Ajaran
itu berfungsi sebagai bekal dalam menjalankan roda kehidupan yang selalu
berputar. Ajaran-ajaran itu antara lain: moral, kepemimpinan, tanggung jawab,
sopan santun dan sebagainya. Lewat karya sastra ajaran yang disampaikan kepada
pembaca sangat halus, yakni dalam bentuk kias dan perlambangan, bukan tembak
Karya sastra bukanlah barang mati dan fenomena yang lumpuh, melainkan
penuh daya imajinasi yang hidup. Karya sastra tidak berbeda jauh dengan
fenomena manusia yang bergerak, fenomena alam yang kadang-kadang ganas,
dan fenomena apa pun yang ada di dunia dan akherat. Karya sastra dapat
menyebrang ke ruang dan waktu, yang kadang-kadang jauh dari jangkauan nalar
manusia (Suwardi Endraswara, 2003:22).
Karya sastra adalah budidaya manusia yang berupa lisan dan tulis. Karya sastra
bentuk lisan di antaranya adalah folklor, dongeng, legenda, dan sebagainya. Karya
sastra seperti ini penyebarannya dari mulut ke mulut, sedangkan karya sastra
bentuk tulis di antaranya cerbung, cerita pendek, drama, puisi, dan novel. Dengan
menggunakan bahasa yang indah sebagai ungkapan pikiran yang memperlihatkan
jiwa dan kepribadian penulis (Gorys Keraf 2004:113).Novel berbeda dengan
cerpen karena novel lebih kompleks dalam segi ceritanya. Oleh karena itu, novel
dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu lebih banyak,
lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatkan berbagai masalah yang ada
(Burhan Nurgihantoro, 2000:11). Selain itu novel tidak bisa dibaca sekali duduk
berbeda dengan cerpen yang bisa dibaca dalam sekali duduk.
Novel merupakan ungkapan realita kehidupan yang selalu menarik dan
pelik untuk diperhatikan. Banyak novel yang ditulis pengarang yang berkisah
tentang asmara, misteri, kehidupan rumah tangga, kesetiaan, perjuangan, dan
sebagainya. Masalah tersebut merupakan realitas kehidupan dari seorang
pengarang yang telah mewakili gejolak jiwanya kemudian dituangkan dalam
bantuk karya sastra. Novel Dom Sumurup ing Banyu karya Suparto Broto adalah
commit to user
Brata (panggilan akrap di lingkungan tempat tinggalnya) menuangkan cerita
tersebut dengan nama-nama tokoh yang fiksi atau Pak Brata membuat sendiri
tokoh-tokoh tersebut. Novel DSB menceritakan tentang seorang mata-mata
Belanda yang berusaha masuk ke Indonesia. Seorang mata-mata tersebut diutus
oleh seorang perwira staf suatu organisasi Belanda yang berdiri di Surabaya
bernama Luidelmeyer. Mata-mata tersebut berusaha masuk ke tanah Indonesia
lewat garis dhemarkasi Mojokerto. Belanda mengutus seorang mata-mata masuk
ke Indonesia dengan tujuan mengambil gambar rumus bangunan pabrik
mesiu/senjata di Batu Jamus yang dimiliki Indonesia. Pabrik mesiu/senjata ini
terletak di lereng gunung Lawu sebelah barat, yang rencananya akan dihancurkan
oleh Belanda. Dahulu belum seperti jaman modern sekarang ini, yang sudah ada
kamera untuk memudahkan mengambil sebuah gambar. Novel Dom Sumurup ing
Banyu diceritakan rumusan gambar tersebut dipotret oleh seorang mata-mata
dengan mata telanjang, diingat dan kemudian dituangkan ke sebuah bentuk
gambar tangan.
Herlambang adalah tokoh yang diceritakan mampu dan memiliki
kemampuan memotret dengan mata telanjang yang diingat dan kemudian
digambarkan kembali dalam bentuk gambar tangan. Herlambang adalah tokoh
utama dalam novel Dom Sumurup ing Banyu, di novel ini diceritakan kepintaran
seorang Herlambang telah banyak dipakai untuk kepentingan perang, seperti di
perang dunia ke II di Pasifik. Herlambang telah membantu pasukan US-Army
mengalahkan pasukan Jepang di pulau-pulau Saipan, Mariane, Iwo Jiwo, Tarakan,
luzon yang dikomandani Jendral McArthur. Novel ini menceritakan tentang
yang masuk di tanah Republik Indonesia bulan Agustus 1948. Mojokerto awal
mula Herlambang memulai petualangannya sebagai spion atau mata-mata dan
bertemu dengan van Grinsven perwira VDMB Belanda (Veiligheids Dienst
Mariniers Brigade) yang merencanakan, mempersiapkan menyusup ke garis
dhemarkasi. Persiapan penyusupan tersebut telah matang dan harus dijalankan,
Herlambang adalah seorang yang profesional, dia langsung menjalankan apa yang
diperitahkan hingga akhirnya Herlambang bertemu dengan seorang wanita
bernama Ngestireni.mereka berdua berjalan bersama melewati rintangan kota
demi kota hingga akhirnya sampai ke Batu Jamus. Sesampai di Batu Jamus
Herlambang harus menemui Raden Mas Yogyantara seorang petinggi keraton
Solo pada waktu itu, yang ternyata dia juga seorang ”anthek” Belanda. Raden mas
Yogyantara adalah kakak Dyah Ngestireni wanita yang menemani perjalanan
Herlambang. Di Batu Jamus terjadi ketegangan antara herlambang dan Raden
Yogyantara tentang rumusan bangunan pabrik mesiu, dimana Herlambang
ternyata bukan Herlambang melainkan adalah Hartono yang menyamar menjadi
herlambang untuk mengelabui Belanda untuk menggagalkan rencana
menghancurkan pabrik mesiu batu Jamus dan menangkap Raden mas Yogyantara.
Pengarang Suparto Brata ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat
melalui novel ini dengan harapan agar kita sebagai penerus bangsa tetap
menjunjung tinggi binneka tunggal ika, yang selama ini luntur karena pengaruh
budaya barat masuk di negeri ini.
Novel Dom Sumurup ing Banyu karya Suparto Brata diangkat sebagai
commit to user
1. Novel DSB menampilkan masalah sosial manusia yang meliputi perjuangan manusia, penderitaan, kesetiaan, kecintaan terhadap negara,
kebencian, serta segala sesuatu yang dialami seorang yang membela
negara hingga rela berpura-pura menjadi spion Belanda.
2. Sepengetahuan peneliti dan pengarang, Novel DSB belum diteliti, baik dari segi isi maupun bentuk.
3. Pengarang novel DSB sangat produktif, selain itu memiliki pengetahuan luas, dalam karyanya selalu menampilkan kehidupan atau sebuah
perjuangan hidup yang memberikan contoh bagi pembaca.
Penulis sangat tertarik dengan permasalahan yang ada tentang kesetian
terhadap tanah air dan pejuangan membela negara. Permasalahan yang muncul
dalam novel ini sangat kompleks, konflik-konflik yang dihadirkan sangat
menantang dan menarik. Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan
pendekatan atau analisis struktural untuk menemukan nilai-nilai estetika dan
makna yang terkandung dalam Novel Dom Sumurup ing Banyu
B. Rumusan Masalah
Dengan mencermati latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur dan keterkaitan antarunsur yang membangun novel
Dom Sumurup ing Banyu karya Suparto Brata yang meliputi: tema,
amanat, penokohan, alur, serta latar?
2. Bagaimanakah Novel Dom Sumurup ing Banyu sebagai karya sastra
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sasaran yang hendak dicapai dalam setiap
penelitian. Berhasil tidaknya suatu penelitian tergantung pada hasil pemecahan
terhadap masalah yang telah ditetapkan. Adapun yang menjadi tujuan dari
penelitian ini seperti berikut ini:
1. Mendeskripsikan keterkaitan antar unsur-unsur pembangun novel Dom
Sumurup ing Banyu, yang meliputi tema, amanat, alur cerita, penokohan
dan latar (setting).
2. Mendeskripsikan dan menemukan nilai estetika juga makna melalui teori
Robert Stanton (sarana-sarana sastra) yang terkandung di dalam novel
Dom Sumurup ing Banyu
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun manfaat praktis. Adapun manfaat penulisan sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep, teori, dan prinsip
sastra yang selanjutnya dapat menjadi masukan yang berguna bagi
perkembangan ilmu sastra.
2. Secara Praktis
a. Penelitian ini agar dapat membantu dalam usaha memperkaya
commit to user
sastra, sebab apa yang terkandung didalamnya mempunyai relevansi
dengan kehidupan manusia.
b. Hasil penelitian ini bisa sebagai acuan untuk peneliti selanjutnya.
c. Bisa dimanfaatkan oleh pengarang muda sebagai pengayaan tentang
penulisan karya sastra.
d. Bisa dimanfaatkan oleh guru bahasa dan sastra Jawa dalam hal
menambah materi pengajaran sastra.
E. Sistematika Penulisan
Secara garis besar penelitian terhadap novel Dom Sumurup ing Banyu ini
akan dibahas dalam beberapa bab, adapun susunannya sebagai berikut:
Bab I : PENDAHULUAN yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II : LANDASAN TEORI, meliputi pendekatan struktural, aspek nilai-nilai estetika dan makna yang terkandung di dalam karya sastra yang
membangun novel Dom Sumurup ing Banyu.
Bab III : METODE PENELITIAN, meliputi metode dan bentuk penelitian, sumber data dan data, teknik pengupulan data, teknik analisis
data.
Bab IV : ANALISIS DATA, yang meliputi tinjauan struktural novel Dom Sumurup ing Banyu yang meliputi alur, tema, amanat, serta penokohan.
Menemukan dan menganalisis nilai-nilai estetika dan makna yang
commit to user
9
BAB II
LANDASAN TEORI
Landasan teori dalam suatu penelitian akan lebih membantu penulis dalam
menganalisis permasalahan yang ada di dalam penelitian tersebut. Mengingat hal
tersebut maka dalam suatu penelitian sebaiknya berpegang pada suatu paham atau
teori tertentu, sehingga arah dan tujuan dari penelitian tersebut akan lebih jelas
dan mudah untuk dikaji.
Judul penelitian menjelaskan bahwa yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis struktural. Analisis struktural harus dilakukan terlebih dahulu
sebagai langkah awal dalam setiap penelitian karya sastra, maka dalam penelitian
ini penulis akan menggunakan dua macam pendekatan. Pertama adalah
pendekatan struktural, yaitu suatu pendekatan yang menekankan pada segi
intrinsik, merupakan suatu totalitas kerangka pembangun karya sastra tersebut.
Namun, satu hal yang perlu diperhatikan adalah, pemahaman dan pengkajian
unsur struktural harus ditopang oleh pengetahuan yang mendalam tentang
pengertian, peran, fungsi, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan unsur itu
(Tirto Suwondo, 1994: 75). Sebagai pelengkapnya akan digunakan pendekatan
estetika sastra, sebagai pendekatan kedua, yang membahas tentang nilai- nilai
keindahan yang terkandung dalam karya sastra khususnya novel atau karya sastra
tulis, dan menemukan makna dibalik karya sastra tersebut yang berhubungan
commit to user
A. Teori Analisis Struktural
Pendekatan struktural adalah pendekatan yang digunakan dalam usaha
memahami karya sastra dengan memperhitungkan struktur atau unsur-unsru
pembentuk karya sastra sebagai jalinan yang utuh. Pendekatan struktural yang
digunakan di dalam analisis bermaksud untuk membongkar dan memaparkan
secermat mungkin keterjalinan dan keterkaitan semua unsur-unsur karya sastra
yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984:36).
Pendekatan struktural yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan struktural model Robert Stanton. Robert Stanton (2007:97),
menyatakan bahwa untuk menganalisis novel sebaiknya dilihat terlebih dahulu
prinsip kepaduan sebuah novel. Kepaduan di sini berarti seluruh aspek dari karya
sastra harus berkontribusi penuh pada maksud utama atau tema.
Dengan demikian, pendekatan struktural memandang karya sastra sebagai
suatu kesatuan yang utuh, terdiri dari unsur-unsur yang memiliki suatu keterkaitan
dan dapat membentuk suatu makna yang menyeluruh. Robert Stanton menyatakan
bahwa struktur karya sastra meliputi 3 kategori, yaitu: fakta cerita, sarana sastra,
dan tema.
1. Fakta-fakta Cerita
Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini
berfungsi sebagai catatan imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi
satu, semua elemen ini dinamakan „struktur faktual‟ atau „tingkatan faktual‟ cerita
commit to user a. Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam cerita. Istilah alur
biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang berhubung secara kausal saja.
Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak
dari berbagai peristiwa yang lain, dan tidak dapat diabaikan karena akan
berpengaruh pada keseluruhan karya (Robert Stanton, 2007:26).
Alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dapat dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya. Sama halnya dengan elemen-elemen lain, alur memiliki hukum-hukum sendiri. Alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan, dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, serta memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan (Robert Stanton, 2007:28).
Awal cerita memperkenalkan peristiwa yang membuat pembaca
mendapatkan informasi yang penting, berkaitan dengan hal-hal yang muncul pada
kejadian selanjutnya. Bagian tengah menampilkan konflik yang sudah mulai
dimunculkan pada bagian awal dan konflik itu semakin meningkat hingga
mencapai klimaks. Bagian akhir merupakan penyelesaian dari klimaks dan
menjadi bagian akhir cerita.
Alur sebuah cerita harus bersifat saling terkait, antara peristiwa yang satu
dengan yang lain, antara peristiwa yang diceritakan terlebih dahulu dengan yang
diceritakan kemudian, terdapat hubungan dan sifat saling terkait. Keterkaitan antar
peristiwa yang dikisahkan akan mempermudah pemahaman pembaca terhadap
commit to user
dikenali hubungan kausalitas antar peristiwanya menyebabkan cerita menjadi
lebih sulit dipahami.
Dua elemen dasar yang membangun alur adalah „konflik‟ dan „klimaks‟. Konflik dibagi atas konflik internal dan konflik eksternal. Konflik internal merupakan konflik antara dua keinginan dalam diri seorang tokoh; sedangkan konflik eksternal merupakan konflik antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain (antar tokoh), atau antara tokoh dengan lingkungannya. Konflik-konflik ini merupakan subordinasi dari satu “konflik utama”, baik yang bersifat internal, eksternal, maupun dua-duanya. Konflik utama selalu merupakan pertentangan antara dua nilai atau kekuatan yang mendasar, seperti kejujuran dan kemunafikan dengan individualitas, dan pemaksaan untuk disetujui dan sebagainya. Sebuah cerita mungkin mengandung lebih dari satu konflik, tetapi hanya konflik utamalah yang dapat merangkum seluruh peristiwa yang terjadi dalam alur. Konflik utama merupakan inti cerita atau tema (Robert Stanton, 2007:31―32).
Konflik yang muncul dalam cerita mengarah pada klimaks, yaitu saat
konflik telah mencapai puncak, dan hal ini merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari kejadiaannya. Klimaks sangat menentukan perkembangan plot. Robert
Stanton (2007:32), menyatakan sebagai berikut.
„Klimaks‟ adalah saat ketika konflik terasa sangat intens, sehingga ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks hanya dimungkinkan ada dan terjadi jika ada konflik. Namun, tidak semua konflik harus mencapai klimaks. Hal itu sejalan dengan keadaan bahwa tidak semua konflik harus mempunyai penyelesaian. Klimaks sangat menentukan (arah) perkembangan alur yang akan diselesaikan. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat terselesaikan. Satu kekuatan mungkin menaklukan kekuatan lain, namun selayaknya kehidupan, keseimbanganlah yang sering kali menjadi penyelesaian, karena tidak ada satu kekuatan pun yang sepenuhnya kalah atau menang. Klimaks utama sering berwujud satu peristiwa yang tidak terlalu spektakuler. Klimaks utama tersebut acapkali sulit dikenali karena konflik-konflik subordinat pun memiliki klimaks-klimaksnya sendiri. Bahkan, konflik sebuah cerita terwujud dalam berbagai bentuk atau cara dan melalui beberapa fase yang berlainan, akan sangat tidak mungkin menentukan satu klimaks utama.
commit to user b. Karakter
Karakter dapat berarti „pelaku‟ dan dapat pula berarti „perwatakan‟,
keterkaitan antara seorang tokoh dengan perwatakan yang dimiliki, memang
merupakan suatu kesatuan yang utuh, dapat dikatakan bahwa seorang tokoh dalam
cerita diciptakan bersama dengan perwatakan yang dimilikinya.
Karakter biasanya dipakai dalam dua konteks; konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita; konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari idividu-individu tersebut. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemui satu karakter utama , yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Dengan pembagian karakter menjadi dua konteks tersebut, setidaknya dapat menganalisis dan mengamati tokoh cerita atau karakter dengan merujuk pada dua hal, yakni antara individu-individu yang muncul dalam cerita, dan pada percampuran berbagai kepentigan dari individu-individu tersebut sehingga bisa ditemukan karakter atau tokoh utama (Robert Stanton, 2007:33).
Alasan seorang tokoh untuk melakukan suatu tindakan dinamakan
„motivasi‟. Robert Stanton (2007:33), membedakan motivasi menjadi dua jenis,
yakni „motivasi spesifik‟ dan „motivasi dasar‟. Motivasi spesifik seorang tokoh
adalah alasan atas reaksi spontan yang mungkin juga tidak disadari, yang
ditunjukkan oleh adegan atau dialog tertentu. Motivasi dasar adalah suatu aspek
umum dari satu tokoh (hasrat dan maksud yang memandu sang tokoh) dalam
melewati keseluruhan cerita. Dari kedua motivasi ini, seorang tokoh bisa
dicermati atas tindakan yang dilakukan.
c. Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,
commit to user
berlangsung. Latar dapat berwujud dekor (sebuah cafe di Paris, Pegunungan di
California, sebuah jalan buntu di sudut kota Dublin, dan sebagainya). Latar juga
dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca atau satu
periode sejarah. Meski secara tidak langsung merangkum sang karakter utama,
latar dapat merangkum orang-orang yang menjadi dekor dalam cerita (Robert
Stanton, 2007:35).
Dalam berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar memiliki daya untuk
memunculkan mood dan tone emosional yang melingkupi sang karakter.
Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa terlihat dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau bahkan penuh perasaan. Ketika seorang pengarang mampu berbagi “perasaan” (mood) dengan sang karakter, dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan, tone menjadi identik dengan „atmosfer‟. Atmosfer bisa jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang karakter, agar perilaku sang karakter atau orang-orang di luar dirinya dapat sepenuhnya dimengerti (Robert Stanton, 2007:63).
Dengan demikian, latar sebagai salah satu unsur fiksi, berhubungan
langsung dan mempengaruhi pengaluran dan penokohan. Latar sebagai bagian
cerita yang tidak dapat dipisahkan. Unsur latar dapat dibedakan menjadi 3 unsur
pokok, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Ketiga unsur tersebut
meskipun masing-masing menampilkan permasalahan yang berbeda dan dapat
dibicarakan secara sendiri, namun pada kenyataannya saling berkaitan dan saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Latar tempat berkaitan dengan lokasi
tempat terjadinya peristiwa yang diceritakandalam sebuah karya fiksi (nama
tempat, pegunungan, restaurant,dan sebagainya); latar waktu berkaitan dengan
masalah „kapan‟ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
commit to user
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi
(tradisi, adat-istiadat, pandangan hidup, dan sebagainya).
d. Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusai; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang mengambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap dirisendiri, atau bahkan yang lainnya. Beberapa cerita bermaksud menghakimi tindakan karakter-karakter di dalamnya dengan memberi atribut „baik‟ atau „buruk‟. Cerita-cerita lain memusatkan perhatian pada persoalan moral tanpa bermaksud memberi penilaian dan seolah-oleh hanya berkata „inilah hidup‟ (Robert Stanto, 2007:36―37).
Tema dapat bersinonim dengan ide utama (central idea) atau tujuan utama
(central purpose). Tema dibagi menjadi dua bagian, yaitu tema sentral atau tema
mayor atau ide utama yang menjdaikan cerita berfokus dan saling memiliki
keterkaitan antara satu unsur dengan unsur yang lain, untuk membentuk makna
cerita yang utuh. Makna pokok cerita tersirat dalam sebagian besar keseluruhan
cerita, bukan makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita saja.
Tema bawahan atau tema minoe adalah makna yang terdapat pada bagian-bagian
tertentu cerita atau makna tambahan. Makna tambahan itu bersifat mendukung
atau mencerminkan makna utama atau keseluruhan cerita.
Dalam usaha menemukan dan menafsirkan tema sebuah novel secara lebih
rinci, Robert Stanton (2007:44―45), menyatakan adanya sejumlah kriteria yang
dapat diikuti sebagai berikut.
commit to user
demikian diperkirakan beradadi sekitar persoalan utama. Dengan demikian tokoh-masalah-konflik utama merupakan tempat yang paling strategis untuk mengungkapkan tema utama sebuah novel; kedua, penafsiran tema sebuah novel hendaknyatidak bersifat bertentangan dengan tiap detai cerita; ketiga, penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan (baik secara langsung maupun tidak langsung) dalam novel yang bersangkutan. Tema cerita tidak dapat ditafsirkan hanya berdasarkan perkiraan, sesuatu yang dibayangkan ada dalam cerita, atau informasi yang kurang dapat dipercaya; keempat, penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara langsung adat atau disaran dalam cerita. Penunjukkan tema sebuah cerita haruslah dapat dibuktikan dengan data-data atau detai-detail cerita yang terdapat dalam cerita itu, baik yang berupa bukti-bukti langsung, artinya hanya berupa penafsiran terhadap kata-kata yang ada.
Dari fakta-fakta cerita yang ada, didukung dengan sarana-sarana sastra,
maka makna totalitas dari suatu karya sastra cenderung dapat dimunculkan
melalui analisis dari unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut.
2. Sarana Sastra
Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang ) memilih
dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Metode
semacam ini perlu, karena dengan sarana-sarana itu pembaca dapat melihat
berbagai fakta melalui kacamata pengarang.
a. Judul
Pembaca pada umumnya mengira bahwa judul selalu relevan terhadap
karya yang diampunya, sehingga keduanya membentuk suatu kesatuan. Pendapat
ini dapat diterima ketika judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar
tertentu, akan tetapi judul seringkali menjadi petunjuk makna cerita yang
commit to user
keseluruhan karena merujuk pada karakter, latar, dan tema. Judul merupakan
kunci pada makna cerita. Seringkali judul dari karya sastra mempunyai beberapa
makna yang terkandung dalam cerita, judul juga dapat merupakan sindiran
terhadap kondisi yang ingin dikritisi oleh pengarang, dapat juga dikatakan sebagai
kesimpulan terhadap keadaan yang sebenarnya dalam cerita.
b. Sudut Pandang
Sudut pandang dapat dikatakan sebagai dasar berpijak pembaca untuk
melihat peristiwa-peristiwa dalam cerita. Pengarang sengaja memilih sudut
pandang secara berhati-hati agar dapat memiliki berbagai posisi dan berbagai
hubungan dengan setiap peristiwa dalam cerita (baik di dalam maupun di luar
tokoh), dan secara emosinal terlibat atau tidak.
Robert Stanton (2007:53), berpendapat bahwa pemikiran dan emosi para arakter hanya dapat diketahui melalui berbagai tindakan yang mereka lakukan. Pendeknya, „kita‟ memiliki posisi yang berbeda , memiliki hubungan yang berbeda dengan tiap peristiwa dalam cerita (di dalam atau di luar satu karakter, menyatu atau terpisah secara emosional), „posisi‟ ini sebagai pusat kesadaran, tempat di mana kita dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita, maka dinamakan „sudut pandang‟.
Robert Stanton (2007:53―54), membagi sudut pandang menjadi 4 tipe
utama.
1. Orang pertama-utama, sang karakter utama bercerita dengan kata-katanya sendiri.
2. Orang pertama-sampingan, cerita dituturkan oleh satu karakter sampingan.
3. Orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada semua karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga, tetapi hanya mengambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan diperkirakan oleh satu orang karakter saja.
commit to user
mendengar, atau berfikir, atau bahkan saat tidak ada satu karakter pun hadir.
c. Gaya dan Tone
Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski dua orang
pengarang memakai alur, karkter, dan latar yang sama, namun hasil tulisan
keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada
bahasa dan meyebar dalam berbagai aspek; seperti kerumitan, ritme,
panjang-pendek kalimat, pada bagian-bagian, humor, kenyataan, dan banyaknya imaji,
serta metafora. Campuran dari berbagai aspek tersebut akan menghasilkan gaya
(Robert Stanton, 2007:61).
Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah „tone‟. Tone adalah sikap emosinal pengarang yang ditampilkan dala cerita. Tone bisa tampak dalam berbagai wujud, baik yang tingan, romantis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan. Ketika seorang pengarang mampu berbagai “perasaan” dengan sang karakter, dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan, tone menjdi identik dengan “atmosfer”. Pada posisi tertentu tone dimunculkan oleh fakta-fakta. Satu cerita yang mengisahkan tentang seorang pembunuh berkapak, maka akan memunculkan tone „gila‟, akan tetapi yang terpenting adalah ppilihan detail pengarang ketika meyodorkan fakta-fakta itu dan tentu saja gaya pengarang sendiri (Robert Stanton, 2007:63).
B. Nilai Estetika dan Makna
Estetika sastra adalah aspek keindahan yang terkandung dalam sastra.
Pada umumnya aspek-aspek keindahan sastra didominasi oleh gaya bahasa.
Mengingat bahwa penelitian ini menggunakan penelitian struktural, maka kriteria
yang dikemukakan adalah kriteria yang sesuai dengan prinsip-prinsip
strukturalisme. Menurut paham strukturalisme, suatu karya sastra itu memiliki
commit to user
19 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah diskriptif kualitatif. Adapun tujuan dari
penelitian diskriptif kualitatif adalah untuk memperoleh gambaran atau diskripsi
mengenai kualitas dari objek yang dikaji, dalam hal ini adalah karya sastra yang
berbentuk novel.
Penelitian deskriptif kualitatif memiliki karakterisasi ialah penelitian yang
memusatkan perhatiannya pada deskripsi. Data yang dikumpulkan berwujud
kata-kata atau gambaran yang artinya lebih dari sekadar angka atau jumlah. Untuk
memperoleh data atau melengkapi data, peneliti mengadakan studi pustaka, ialah
dengan mencari informasi melalui buku-buku, karangan-karangan ilmiah seperti
skripsi, makalah, naskah-naskah, dan dokumen untuk usaha pengembangan validitas
data (HB. Sutopo, 2006: 81).
B. Sumber Data dan Data a. Sumber Data
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel yang berjudul Dom
Sumurup ing Banyu karya Suparto Brata cetakan pertama, penerbit NARASI
Yogyakarta, terdiri atas 238 halaman.
Sumber data sekunder yaitu berupa tulisan-tulisan dan referensi yang
b. Data
Data dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer yaitu unsur-unsur intrinsik teks Novel Dom Sumurup ing
Banyu.
2. Data sekunder yaitu informasi dari buku-buku dan referensi yang
relevan dengan penelitian.
C. Teknik Pengumpulan Data
Data disediakan dari sumber data. Teknik pengumpulan data berkaitan erat
dengan sumber data. Data yang diperoleh dari sumber data tertulis termasuk novel
DSB mempunyai sifat yang berbeda dengan data yang diperoleh dari sumber lisan (pengarang, narasumber). Perbedaan sifat itu ditampakkan dalam tiga teknik
pengumpulan data berikut:
1. Teknik Analisis Struktural
Teknik ini digunakan untuk mengambil data literer. Data yang
membangun unsur-unsur intrinsik struktur novel DSB, sehingga didapat data katagoris yang berupa: tema, amanat, alur, plot, penokohan, latar (setting). Teknik
ini juga dapat digunakan untuk mendapatkan atau menemukan nilai-nilai estetika
dan makna yang terkandung di dalam sebuah karya sastra khususnya novel.
2. Teknik Kepustakaan
Menurut Edi Subroto (2007) teknik kepustakaan adalah teknik yang dilakuakan
dengan cara pengumpulan data berdasarkan dokomen tertulis/arsip. Teknik ini
commit to user
penelitian bahasa). Istilah teknik kepustakaan disebut juga content analysis. HB
Sutopo (2006) menjelaskan bahwa Teknik ini dipakai untuk pengumpulan data
utama (novel) dan tulisan lain yang berkaitan dengan novel dan pengarangnya.
Dokumen tertulis dan arsip merupakan data yang sering memiliki posisi
penting dalam penelitian kualitatif. Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, dari
yang ditulis sederhana sampai yang lebih lengkap dan kompleks, dan bahkan bisa
berupa benda-benda lainnya sebagai peninggalan masa lampau. Sabagai catatan
formal arsip sering memiliki peran sebagai sumber informasi yang sangat
berharga bagi pemahaman suatu pristiwa. Sumber data yang berupa arsip dan
dokumen biasanya merupakan sumber data pokok, terutama untuk mendukung
proses interpretasi dari setiap pristiwa yang diteliti.
Teknik mencatat dokumen ini disebut content analysis, untuk menemukan
berbagai hal sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitiannya. Dalam penelitian
ini perlu disadari bahwa peneliti bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat
dalam dokumen atau arsip, tetapi juga maknanya yang tersirat. Maka dari itu,
peliti harus bersikap kritis dan teliti ( HB. Sutopo, 2006: 81). Teknik ini juga sering
pula disebut sebagai analisis isi/dokumen. Cara kerjanya adalah dengan memeriksa
dan menampilkan berbagai macam data yang bersumber dari artikel, beberapa
makalah, makalah seminar atau diskusi, dan beberapa tulisan lain
Penggunaan teknik kepustakaan diikuti langkah lanjutan yang berupa
penyimakan, dan pencatatan terhadap (yang dianggap) data, untuk kemudian
diklasifikasi, dipilih, dan dipilah sebagai data. Dengan demikian wujud data yang
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis interaktif. Dalam teknik analisis interaktif ini peneliti bergerak dalam tiga
komponen analisis yang dapat dijelaskan sebagai berikut: setelah data yang
berupa kata, frasa, kalimat, wacana, dan lain-lain, data yang dikumpulkan dengan
teknik analisis struktural, flow chart maupun wawancara, langkah selanjutnya
adalah dilakukan proses seleksi data, proses selaksi data ini dengan reduksi data
berdasarkan kartu data yang ada. Dalam reduksi data ini peneliti melakukan
proses seleksi data dengan mengklasifikasi data yang diarahkan sesuai dengan
tema dan masalah penelitian. Tahap selanjutnya adalah penyajian data, data yang
telah terseleksi tersebut kemudian diolah, disusun dan disajikan, setelah itu
commit to user
23
BAB IV
ANALISIS DATA
A. ANALISIS STRUKTURAL
1. Fakta Cerita
Fakta cerita yaitu meliputi karakter, alur, dan latar. Elemen-elemen ini
berfungsi sebagai catatan kejadian imaginatif dari sebuah cerita. Pembahasan
fakta cerita Dom Sumurup ing Banyu adalah sebagai berikut:
a. Alur
Alur secara umum merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah
cerita. Alur dalam Dom novel Sumurup ing Banyu pada penelitian ini
menggunakan alur maju mundur, yaitu urutan kejadian atau cerita yang
dikisahkan dalam karya fiksi urut sampai akhir cerita, kemudian ada peristiwa
yang ditarik ke belakang atau flash back. Analisis alur novel Dom Sumurup ing
Banyu berupa kutipan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh dalam cerita.
1) Tahapan alur
Tahapan alur dalam novel Dom Sumurup ing Banyu dapat diuraikan pada
tahap-tahap sebagai berikut:
a) Tahapan awal
Tahap awal novel Dom Sumurup ing Banyu menceritakan tentang
commit to user
restoran Tong Sien. Restoran Tong Sien terkenal akan masakan-masakan Cina dan
para wanita yang melayani setiap para pengunjung datang. Restoran Tong Sien
inilah awal cerita pengenalan seorang Herlambang yang bertemu dengan Van
Grinsven untuk membicarakan tentang misinya menjadi seorang mata-mata, yang
akan berangkat ke Batu Jamus.
… Jres! Ana wong liya ngurupake, dicungake marang rokoke
serdhadhu Walanda mau …
“Dank uwel!” wasana ujare lan banjur ngempakake rokoke.
“ora kepenak ngombe bir ijen” wong sing aweh geni mau omong.
Kalem, dedege pideksa, klambine putih lengen dawa, clanane biru gargarbadin. Sajak wong sing kulina urip mubra-mubru.
… nganggo basa Walanda “Priye, Meneer Van Grinsven, apa aku bisa metu saka Mojokerto sore iki?”
“kudu bisa. Saka restoran iki kowe mengko mlaku ngiwa. Watara satus meter ana gang ngiwa. Ing gang kuwi ana jip … (Suparto Brata, 2006:3-4).
Terjemahan:
… Jres! Ada orang lain yang menyalakan, diacungkan ke rokok serdadu Belanda tadi…
“Terima kasih” katanya dan kemudian menyalakan rokoknya
“Tidak enak minum bir sendirian” orang yang member api tadi berbicara. Tenang, badannya perkasa, bajunya putih lengan panjang, celana biru. Seperti orng yang terbiasa hidup hura-hura … memakai bahasa Belanda “Bagaimana, mener van Grinsven, apakah aku bisa keluar dari kota Mojokerto sore ini?”
“harus bisa. Dari restoran ini kamu nanti berjalan ke kiri. Kira-kira seratus meter ada gang kiri. Di gang itu ada jip…
Pembicaraan Van Grinsven dan Herlambang mencapai kesepakatan.
Herlambang segera berangkat menuju tempat yang telah dibicarakan dengan
menggunakan jip, kendaraan yang telah dijanjikan oleh Van Grinsven kepada
Herlambang. Dari sinilah awal pertemuan Herlambang bertemu dengan wanita
yang bernama Dyah Ngesthireni. Pertemuan Herlambang dengan Ngesthireni
commit to user
Ngesthireni inilah yang menemani separuh perjalanan Herlambang menuju Batu
Jamus.
….
“Goede middag, meneer Herlambang!” suwarane wong ing
sopiran jip.
Nglimpreg semangate Herlambang! Pucuk pistol ngacung, meh wae nyuleg mripate! “edan tenan! Iki mesthi pokale Van
Grinsven!” pangunandikane Herlambang. Van Grinsven jan wis
maeka dheweke tenan! Modar saikimu! … (Suparto Brata,
2006:10).
Terjemahan: …
“Goede middag, mener Herlambang!” suara orang di dalam jip Lemas semangat Herlambang! Pucuk pistol hampir saja mengenai matanya! “gila! Ini pasti akal-akalan van Grinsven” katanya dalam hati
Cerita selanjutnya Herlambang dan Ngesthireni berangkat meninggalkan
kota Mojokerto. Sebelum meninggalkan kota Mojokerto, Ngesthireni
mengingatkan Herlambang untuk berganti pakaian yang telah disediakan oleh Van
Grinsven untuk berjaga-jaga melewati penjagaan tentera Belanda yang ketat.
Pakaian tersebut disiapkan Van Grinsven agar Herlambang dapat keluar dari kota
Mojokerto dan melanjutkan misinya, dan sampai di ujung kota mereka dihadang
penjagaan.
wadon mau karo ngelungake kartu pengenal lan surat jalan.
“Goed! Gaa maar door! Cepet sopir, ya! Ini nona musti sampai … wat moet ik zegen?” sersan totok mau kandha.
“Jalan terus ya! Sebelum itu matahari verdwenen harus sudah sampai Brangkal.” Si sinyo ireng milung printah.
commit to user Terjemahan:
… jip dihadang di penjagaan. Ada orang Belanda yang membawa senjata. Salah satunya berkulit hitam. Pasti bukan orang Belanda. “Goede middag mener. Saya Ngesthireni…!” kata wanita itu sambil memberikan kartu pengenal dan surat jalan.
“Goed! Gaa maar door! Cepat sopir, ya! Ini nona mesti sampai…wat moet ik zegen?” sersan tersebut member perintah. “jalan terus ya! Sebelum matahari terbenam harus sudah sampai di Brangkal.”
Herlambang tidak banyak berbicara. Mengangguk dan terus jalan!
Ternyata penjagaan tidak hanya di Mojokerto saja, akan tetapi di banyak
tempat. Herlambang dan Ngesthireni harus bisa melewatinya. Perjalanan
Herlambang tidaklah mudah, di tengah perjalanan menuju Brangkal menemui
penjagaan yang lebih ketat lagi, menjadikan Herlambang dan Ngesthireni ke tanah
dhemarkasi untuk berlindung. Tanah dhermarkasi adalah perbatasan antara
wilayah jajahan Belanda dan wilayah Indonesia. Perbatasan tersebut dijaga oleh
orang Indonesia. Herlambang dan Ngesthireni harus berjalan menuju tanah
dhemarkasi karena jip yang mereka kendarai tercebur ke sungai pada saat ada
penjagaan yang berubah menjadi perang.
…
Throl! Throl-throl-throl! Dhor-dhor-dhor-dhor! Dhet-dhet-dhet! … Herlambang manteg gas. Pikirane ora lali karo cucuke 12,7 kang ngetutake lakune jip mau.
…
Embuh pirang puluh meter saka ajang perang mau, jipe mbentur
galengan pinggir dalan, banjur njempalik. Nglumpati galengan …
(Suparto Brata, 2006:21-22).
Terjemahan: …
Throl! Throl-throl-throl! Dhor-dhor-dhor-dhor! Dhet-dhet-dhet! …
Herlambang menginjak gas. Pikirannya tertuju pada pucuk 12,7 yang mengikuti jalannya jip.
commit to user
Entah berapa puluh meter dari ajang perang tadi, jip itu menabrak pinggiran jalan dan terbalik.
Cerita selanjutnya di tengah perjalanan ke demarkasi, Ngesthireni
membuka sedikit jati dirinya, yang semenjak awal bersama Herlambang dia belum
cerita siapa dirinya.
…”Ck! Rumangsamu apa bisa prawan-prawan Jawa sing diemot
ing kapal Nipon dijanjeni layar nyang Tokyo tibake nglandrah kebucang ing Pulo Seram lan sapanunggalane isih tetep prawan?
… nalika pasukan Inggris ndharat mrana, aku dadi juru ketik.
Melu perang pisan.” (Suparto Brata, 2006:31)
Terjemahan:
…”Ck! Apa bisa perawan-perawan Jawa yang dibawa kapal Nipon
dijanjikan sampai Tokyo akan tetapi dibuang ke pulau Seram dan apakah tetap masih perawan?”
… ketika pasukan Inggris mendarat di sana, aku jadi juru ketik. Ikut perang juga.
Akhirnya Herlambang dan Ngesthireni sampai di tanah demarkasi
(Peterongan). Akan tetapi sampai di pos penjagaan mereka dihadang oleh para
penjaga pos dhemarkasi dan bertemu dengan Sagriwa (kepala Penjagaan di tanah
dhemarkasi). Mereka berdua diperiksa guna memastikan apakah Herlambang dan
Ngesthireni mata-mata Belanda atau pejuang Indonesia. Mereka mengaku sebagai
suami istri.
…
Sajrone Herlambang omong, pengawal-pengawal sing nggawa bedhil mau ngupengi Herlambang. Nanging Herlambang sajak ora nggape.
…
“Heh-heh-heh! Ora! Kabeh wae wong anyar katon kudu dititi
“O, la yen pancen aturane kene ngono yo kepriye maneh.”
Dheweke nguculi tommygun, bedhil otomatissing cendhak kuwi …(Suparto Brata, 2006:37-38)
Terjemahan:
…
Serambi Herlambang berbicara, para pengawal sudah mengepungnya. Akan tetapi Herlambang seperti tidak peduli. …
“heh-heh-heh! Tidak! Semua orang baru harus diperiksa! Iya kan?” …
“O, kalau itu memang peraturannya harus bagaimana lagi” dia melepaskan tommygun, senjata otomatis.
Di tanah demarkasi, Herlambang dan Ngesthireni mendapat pengawalan
ketat, diperiksa sampai semaksimal mungkin. Pemeriksaan dari surat-surat ijin
yang mereka bawa, sampai kepemeriksaan badan, untuk memastikan mereka
bukan mata-mata musuh. Walaupun mereka sudah diperiksa, Pengkuh (lentan di
tanah dhemarkasi/keponakan Sagriwa) masih tidak percaya dan menganggap
bahwa mereka adalah mata-mata musuh. Secara diam-diam ada pemuda tampan
dari CI (Corp Intelijen/ badan penyelidik) yang bernama Kiswanta mengagumi
Ngesthireni, dan sinilah pertemuan Herlambang, Ngesthireni, dan Kiswanta.
Kiswanto menjadi teman perjalanan ke Jombang.
…
Dene Kiswanta wong CI sing bagus, ngeploki ngalembana marang ketrampilane Ngesthireni.”Horee! hidup! hidup …!!” (Suparto Brata, 2006 : 58)
Terjemahan:
…
commit to user
Cerita selanjutnya Herlambang, Ngesthireni, dan Kiswanta berencana
berangkat ke Jombang dengan naik kereta api. Serambi menanti keberangkatan
kereta, mereka bertiga berbincang-bincang, dan perbincangan itu membuat
mereka lebih dekat sebagai teman.
…
Sajrone ngenteni sepur budhal, wong kekancan telu mau dadi saya rumaket. Kiswanta ngajak menyang warung sarapan barang. Kiswanta paling akeh pitakone, dene Herlambang paling meneng. Ngesthireni tanggap karo sikepe Herlambang, olehe mangsuli pitakone Kiswanta kang nrecel kuwi ngati-ati banget. Bubar sarapan, sangu panganan, ngesthireni ngajak bali menyang gerbong. Sanajan budhale sepur durung karuwan jame, wong-wong wis akeh sing numpak, luwih-luwih para bakul. Njero sepur sumuk, nanging Ngesthi nekat mlebu ing tengahe gerbong, perlu arep turu (Suparto Brata, 2006:71).
Terjemahan:
Serambi menanti kereta berangkat, Kiswanta mengajak ke warung untuk sarapan. Kiswanta yang terlalu banyak bertanya, sedang Herlambang hanya diam. Ngesthireni tanggap akan sikap Herlambang tersebut, hati-hati saat menjawab pertanyaan dari Kiswanta.
b) Tahap tengah
Herlambang, Ngesthireni, dan Kiswanta sudah sampai di Jombang.
Mereka mencari penginapan agar dapat beristirahat dan Herlambang dapat
melanjutkan perjalanan dan misinya esok hari. Setelah mendapatkan penginapan
dan beristirahat, mereka keluar penginapan untuk jalan-jalan, dan bermaksud
membeli makan. Restoran Sedhep Malem yang akhirnya mereka tuju. Di restoran
ini, ketika sedang asyiknya makan Herlambang dikagetkan oleh seorang pemuda
commit to user
Herlambang genah ora ngarep-arep duwe tepungan nang Jombang. Mula mung kelik-kelik nyawang wong dhempal sing semanak kuwi. Nanging wong mau ora rumangsa kecelik. Sing dicablek kuwi genah kenalan aran Ton. Mula disawang kelik-kelik ngono ora klincutan, nanging ngguyune saya amba.
“Aku Atrum, Ton! Mosok lali? Kapan kowe tekan mrene?”
omonge wong mau. Karo ngguyu untune gedhe-gedhe katon rangah, idune muncrat, ana sing nyripati pipine Herlambang.
“Maaf, jenengku dudu Ton!” Herlambang mangsuli karo rada
nyengingis, rada isin, rada gumun, ning yo kudu grapyak. Repot ngatur tangkepe.(Suparto Brata, 2006:74)
Terjemahan:
Herlambang tidak mengharapkan ada kenalan di Jombang. Maka dengan hati-hati dia mengawasi orang tersebut.
“Aku Atrum, Ton! Apakah kamu lupa? Kapan kamu sampai ke sini?” perkataan orang tadi. Sambil tertawa giginya terlihat besar-besar.
“Maaf, namaku bukan Ton!” Herlambang menjawab pertanyaan tersebut sambil tersenyum
Oleh orang itu Herlambang dipanggil dengan sebutan Ton. Herlambang
mengatakan tidak mengenal orang tersebut, namun Atrum tetap ngotot bahwa
Herlambang adalah temannya yang bernama Hartono. Hingga akhirnya terjadi
perang mulut antara mereka. Akhirnya adu mulut bisa diredakan dan Atrum pergi
meninggalkan mereka.
Herlambang, Ngesthireni, dan Kiswanta berjalan beriringan kembali ke
penginapan untuk beristirahat, karena pada saat itu hari sudah mulai malam.
Herlambang dan Ngesthireni tidur berdua dalam satu kamar, sedang Kiswanta di
kamar lain. Herlambang dan Ngesthireni segera beristirahat, tetapi Kiswanta
pamit akan pergi menemui temannya di daerah Jombang juga. Tengah malam saat
Herlambang dan Ngesthi tertidur pulas dan Kiswanta akan kembali ke kamarnya,
Kiswanta melihat ada seseorang yang mengendap-endap di kamar Herlambang.