1
Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan keseimbangan psikologis
yang menyebabkan gangguan pada fungsi kejiwaan ,yang berakibat
terganggunya hubungan sosial ( Townsend, 2008). Gangguan jiwa dapat
mempengaruhi kehiduan seseorang. Seseorang dengan gangguan harus segera
mendapat pengobatan. Keterlambatan pengobatan dapat merugikan
keluarga,masyarakat dan pasien itu sendiri (Yosep, 2010).
Berdasarkan data World Health Organisasi (WHO) dalam Yosep (2013),
sekitar 450 juta penduduk dunia mengalami gangguan jiwa. Setidaknya satu
dari empat penduduk dunia mengalami gangguan mental, dan ini merupakan
masalah serius yang dihadapi oleh dunia. Profil kesehatan Indonesia tahun
2014 menyebutkan, terdapat 1 juta jiwa pasien gangguan jiwa berat dan 19
juta pasien gangguan jiwa ringan di Indonesia, jumlah ini meningkat
dibandingkan dengan 2013 yang mencapai 400 ribu orang (Depkes, 2015) .
Jawa tengah termasuk dalam 5 provinsi dengan nilai prevelensi tertinggi di
Indonesia dengan angka peravelensi mencapai 2.3% (Riskedas 2013). Di
wilayah Sukoharjo masih banyak terdapat orang yang mengalami gangguan
jiwa. Tercatat kurang lebih 2357 kunjungan pasien gangguan jiwa diseluruh
kabupaten sukoharjo (Dinkes Kabupaten Sukoharjo,2013) dan pada tahun
2014 kunjungan ini mengalami peningkatan menjadi 3386 (Dinkes
Terdapat 152 penderita gangguan jiwa di Kecamatan Nguter pada tahun
2013. Pada tahun 2014 terdapat penambahan pasien baru sekitar 51 pasien
yang mengalami gangguan jiwa (Dinkes Sukoharjo, 2014)). Menurut
informsai dari beberapa pihak seperti ketua karang taruna dan, tenaga
kesehatan didapatkan bahwa di Desa Nguter sendiri masih terdapat sekitar 26
pasien ganguan jiwa pada tahun 2015.
Prevalensi gangguan jiwa berat atau dalam istilah medis disebut
psikosis/skizofrenia di daerah pedesaan ternyata lebih tinggi dibanding daerah
perkotaan. Di daerah pedesaan, proporsi rumah tangga dengan minimal salah
satu anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah
dipasung mencapai 18,2 %. Sementara di daerah perkotaan, proporsinya
hanya mencapai 10,7 %. Salah satu penyebab terjadinya perbedaan gangguan
jiwa antara di daerah pedesaan dan perkotaan adalah tingkat pengetahuan
tentang gangguan jiwa (Dinkes, 2013).
Kurangnya pengetahuan tentang gangguan jiwa adalah salah satu
penyebab terjadinya gangguan jiwa (Yosep, 2013). Pengetahuan jiwa ini akan
berpengaruh tentang hal apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya
gangguan jiwa, cara pencegahan dan bagaimana cara mengobati. Maka dari
itu perlu diberikan pengetahuan gangguan jiwa sejak dini. Lebih baik
diberikan pada saat remaja karena pada karena pada masa ini seseorang
mengalami perkembangan kognitif yang cepat atau dimana sering disebut
masa puncak perkembangan kognitif seseorang selain itu juga pikiran-pikiran
remaja dan pemberian pengetahuan ini juga berfungsi untuk membantu
perkembangan jiwa seseorang karena pada masa ini remaja diamana masa
pencarian jati diri seseorang.
Berdasarkan latar belakan tersebut maka penting untuk diteliti
“Perbedaan tingkat pengetahuan remaja tentang faktor presipitasi gangguan
jiwa antara sebelum dan sesudah diberikan psikoedukasidi desa Nguter”
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari latar belakang di atas dapat disimpulkan rumusan
masalah yaitu “Adakah Perbedaan tingkat pengetahuan tentang faktor
presipitasi gangguan jiwa antara sebelum dan sesudah diberikan
psikoedukasi di Desa Nguter?”
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui “Perbedaan tingkat pengetahuan tentang faktor presipitasi
penyakit jiwa antara sebelum dan sesudah diberikan psikoedukasi pada
remaja di Desa Nguter”.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk :
a. Mengetahui tingkat pengetahuan factor presipitasi gangguan jiwai
sebelum diberikan psikoedukasi Desa Nguter .
b. Mengetahui tingkat pengetahuan factor presipitasi gangguan jiwai
c. Mengananalisis efektifitas psikoedukasi terhadap tingkat
pengetahuan remaja tentang faktor presipitasi gangguan jiwa
D. Manfaat penelitian
1.Secara teoritis
a. Bagi peneliti untuk menambah wawasan, menambah khasanah ilmu
kesehatan jiwa, dan dapat menemukan dan memecahkan
permasalahan yang ada.
b. Bagi Institusi Pendidikan yaitu untuk menambah literatur tentang
penderita gangguan jiwa, dan hasil penelitian dapat digunakan sebagai
sumber dalam pengembangan ilmu pengetahuan penelitian
selanjutnya.
2.Secara praktis
a. Bagi remaja dapat dijadikan sebagai masukan untuk membantu
mengurangi angka kejadian gangguan jiwa.
b. Bagi masyarakat dapat dijadikan sebagai masukan dan evaluasi untuk
E. Keaslian Penelitian
1. Pratomo 2013 dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
Perubahan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat pada Penderita
Ganguan Jiwa di Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo” Penelitian ini
merupakan penelitian pre-experimental dengan pendekatan pretest-posttes
group design . Pengambilan sampel dengan metode purposive sampling.
Hasil penelitian ini yaitu tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap pasien gangguan jiwa mengalami peningkatan yaitu sebelum
diberikan edukasi 8.86 dansetelah diberikan edukaasi menjadi 12.64.
Perbedaan dengan penelitian ini yaitu terletak variabel penelitian.
2. Sulistyorini 2013 dengan judul “Hubungan Tentang Pengetahuan
Gagngguan Jiwa Terhadap Sikap Masyarakat Kepada Penderita
Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Colomadu 1” Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif koleratif dengan pendekatan cross
sectional. Hasil penelitian ini yaitu Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap masyarakat
kepada penderita gangguan jiwa diwilayah kerja puskesmas colomadu 1.
Perbedaan dengan penelitian ini yaitu terletak pada variabel.metode dan
tempat penilitian.
3. Fahanani 2010 dengan judul “Hubungan Pengetahuan Tentang Gangguan
Jiwa Dengan Dukungan Keluarga yang Mempunyai Anggota Keluarga
deskriptif koleratif dengan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian ini
yaitu Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan dukungan keluarga yang mempunyai anggota
keliuarga skizofrenia di RSJD Surakarta . Perbedaan dengan penelitian ini