• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan metode ekstraksi cair cair dan ultrasonikasi untuk pemisahan pirantel pamoat dari sediaan suspensi merk X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan metode ekstraksi cair cair dan ultrasonikasi untuk pemisahan pirantel pamoat dari sediaan suspensi merk X"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI CAIR-CAIR DAN ULTRASONIKASI UNTUK PEMISAHAN PIRANTEL PAMOAT DARI

SEDIAAN SUSPENSI MERK “X”®

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Victor Purnama Agung FanggidaE NIM: 098114129

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI CAIR-CAIR DAN ULTRASONIKASI UNTUK PEMISAHAN PIRANTEL PAMOAT DARI

SEDIAAN SUSPENSI MERK “X”®

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Victor Purnama Agung FanggidaE NIM: 098114129

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)

ii

Persetujuan Pembimbing

PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI CAIR-CAIR DAN ULTRASONIKASI UNTUK PEMISAHAN PIRANTEL PAMOAT DARI

SEDIAAN SUSPENSI MERK “X”®

Skripsi yang diajukan oleh:

Victor Purnama Agung FanggidaE

NIM: 098114129

telah disetujui oleh:

(4)
(5)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaiman layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah

ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 31 Mei 2013

Penulis

(6)

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Victor Purnama Agung FanggidaE Nomor Mahasiswa : 098114129

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI CAIR-CAIR DAN ULTRASONIKASI UNTUK PEMISAHAN PIRANTEL PAMOAT DARI

SEDIAAN SUSPENSI MERK “X”®

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 31 Mei 2013

Yang menyatakan

(7)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karyaku ini untuk:

T

T

u

u

h

h

a

a

n

n

k

k

u

u

,

,

J

J

u

u

r

r

u

u

s

s

e

e

l

l

a

a

m

m

a

a

t

t

k

k

u

u

,

,

P

P

e

e

n

n

o

o

l

l

o

o

n

n

g

g

k

k

u

u

,

,

Y

Y

e

e

s

s

u

u

s

s

K

K

r

r

i

i

s

s

t

t

u

u

s

s

P

P

a

a

p

p

a

a

t

t

e

e

r

r

s

s

a

a

y

y

a

a

n

n

g

g

,

,

i

i

b

b

u

u

n

n

d

d

a

a

t

t

e

e

r

r

c

c

i

i

n

n

t

t

a

a

,

,

d

d

a

a

n

n

k

k

a

a

k

k

a

a

k

k

-

-

k

k

a

a

k

k

a

a

k

k

k

k

u

u

t

t

e

e

r

r

k

k

a

a

s

s

i

i

h

h

T

T

e

e

m

m

a

a

n

n

-

-

t

t

e

e

m

m

a

a

n

n

k

k

u

u

,

,

s

s

a

a

h

h

a

a

b

b

a

a

t

t

-

-

s

s

a

a

h

h

a

a

b

b

a

a

t

t

k

k

u

u

A

(8)

vii PRAKATA

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena begitu besar kasih

setia, rahmat dan bimbingan tangan kasih-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan Metode Ekstraksi Cair-cair

dan Ultrasonikasi Untuk Pemisahan Pirantel Pamoat Dari Sediaan Suspensi Merk

“X"®” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

(S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang

selama ini telah membantu, mendorong, memotivasi dan memberikan saran

hingga selesainya skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku dosen pembimbing yang

telah banyak meluangkan waktunya dalam membimbing, memberikan

masukan, kritik, solusi, dan dukungan kepada penulis selama penyusunan

skripsi ini.

2. Bapak Ipang Djunarko M.Sc, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si. selaku dosen penguji yang memberikan

kritik dan saran untuk skripsi ini.

4. Bapak Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji yang memberikan kritik

dan saran untuk skripsi ini.

5. PT KONIMEX, Indonesia atas pemberian bahan baku pirantel pamoat yang

(9)

viii

6. Ibu Rini Dwi Astuti, M.Sc, Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Segenap dosen dan karyawan atas ilmu dan pengalaman yang berharga

sehingga berguna dalam proses penyusunan skripsi.

8. Seluruh staff laboratorium, staff keamanan, dan kebersihan di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta terutama Mas Bimo, Pak

Parlan, Mas Ottok, dan Mas Kunto, serta Mas Kethul.

9. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma atas koleksi buku-buku serta akses

internetnya sehingga penulis memperoleh bahan-bahan yang cukup lengkap

dalam penulisan skripsi ini

10. Kedua orang tuaku, Bapak Christoffel Jusuf FanggidaE dan Ibu Marselina

Yohana Lay-FanggidaE atas doa, kasih sayang, dan dukungan semangat yang

diberikan kepada penulis.

11. Kakak-kakakku, Jeremi Herzon FanggidaE, Ronald Richard FanggidaE,

Justus Amardin FanggidaE, Robinson Gunawan FanggidaE dan Rianto Panca

Putra FanggidaE atas semangat dan inspirasi kesuksesan kalian sehingga

memacu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Agnes Mutiara Kurniawan dan Novia Sarwoning Tyas selaku teman

seperjuangan selama penelitian dan penyusunan skripsi.

13. Bernadetta Arum Wijayanti yang selalu mendukung penulis belajar menjadi

lebih baik, memberikan saran dan kritik, dan memberikan dorongan semangat

(10)

ix

14. Mas Dika, Ko Frank, Cik Lia, Mas Toni, Om Ridho yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan diskusi terkait penelitian dan semangat yang

diberikan kepada penulis.

15. Teman-teman skripsi bimbingan Bapak Prof. Dr. Sudibyo Martono, M. S.,

Apt. : Shinta, Metri, Sasya atas kerjasama dan dukungannya selama proses

penelitian dan penyusunan skripsi.

16. Teman-teman sepenelitian di laboratorium: Jimmy, Rachel, Gunggek, Jo,

Nety, Saka, Felix, Jati, Leo, Ina, Topan, Agus, Febrin, Ozy, Wisnu atas

kebersamaan, tawa, keceriaan dan semangat yang diberikan.

17. Teman-teman kos “Khrisna House” yang menjadi teman seperjuangan di

Yogyakarta.

18. Liverpool FC, yang telah memberikan inspirasi dan motivasi lewat video

tentang arti perjuangan dan kerja keras kepada penulis sehingga tidak

menyerah untuk menyelesaikan rangkaian skripsi ini.

19. Teman-teman FST & FKK 2009 atas pengalaman, keceriaan, dan

kebersamaan yang tak akan terlupakan.

20. Semua teman-teman, baik di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

maupun lainnya, terima kasih atas kebersamaannya.

(11)

x

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan.

Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk membantu penulis

dalam perkembangan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna bagi

pembaca.

(12)

xi DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

v

vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

xvi

xviii

INTISARI ... xx

ABSTRACT ... xxi

BAB I. PENGANTAR ...

A. Latar Belakang ...

1. Permasalahan ...

2. Keaslian penelitian ...

3. Manfaat penelitian ...

a. Manfaat metodologis ...

b. Manfaat praktis ... 1 1 3 3 4 4 4

(13)

xii

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 5

A. Pirantel Pamoat ... 5

B. Suspensi ... 6

C. Ekstraksi ... 8

D. Ekstraksi Cair-cair ... 9

E. Spektrofotometri Ultraviolet ... 16

F. Landasan Teori ... 24

G. Hipotesis ... 26

BAB III. METODE PENELITIAN ...

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...

B. Variabel Penelitian ...

1. Variabel bebas ...

2. Variabel tergantung ...

3. Variabel pengacau terkendali ...

C. Definisi Operasional ...

D. Bahan Penelitian ...

E. Alat Penelitian ...

F. Tata Cara Penelitian ...

1. Pembuatan larutan stok baku pirantel pamoat (1 mg/mL) ...

2. Penentuan panjang gelombang maksimum pirantel pamoat ....

3. Pembuatan larutan seri baku dan kurva baku pirantel pamoat ..

4. Penetapan kadar pirantel pamoat dalam sampel sediaan

suspensi pirantel pamoat merk “X” ®...

(14)

xiii

a. Pembuatan larutan induk sampel pirantel pamoat xxx xx

(0,5 mg/mL) ...

b. Ekstraksi pirantel pamoat dengan metode ekstraksi

cair-cair menggunakan corong pisah ...

c. Ekstraksi pirantel pamoat dengan metode ekstraksi

Cair-cair menggunakan ultrasonikator ...

d. Penetapan kadar pirantel pamoat dalam sampel sediaan

suspensi pirantel pamoat merk “X”® ...

G. Analisis hasil ...

1. Panjang gelombang maksimum ...

2. Metode ekstraksi optimum ...

a. Presisi ...

b. Akurasi ...

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...

A. Pembuatan Larutan Baku Pirantel Pamoat ...

B. Optimasi Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Pirantel

Pamoat ...

C. Pembuatan Kurva Baku Pirantel Pamoat ...

D. Preparasi Sampel ...

E. Ekstraksi Cair-cair Menggunakan Corong Pisah ...

F. Ekstraksi Cair-cair Menggunakan Ultrasonikator ...

G. Penetapan Kadar Pirantel Pamoat ...

H. Perbandingan Metode Ekstraksi ...

(15)

xiv

I. Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Pirantel Pamoat dengan Proses

Ekstraksi pada Suspensi dan Tanpa Proses Ekstraksi pada Tablet ...

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN . ...

A.Kesimpulan ...

B.Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

BIOGRAFI PENULIS ... 48

52

52

52

53

57

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengukuran Kurva Baku Pirantel Pamoat ...

Tabel 2. Data Indeks Polaritas Berbagai Macam Pelarut ...

Tabel.3. Hasil Pengukuran dan Penghitungan Recovery Metode

Ekstraksi Cair-cair Menggunakan Corong Pisah ...

Tabel.4. Hasil Pengukuran dan Penghitungan Recovery Metode

Ekstraksi Cair-cair Menggunakan Ultrasonikator ...

Tabel.5. Hasil Analisis Normalitas Data Metode Ekstraksi Cair-cair

Menggunakan Corong Pisah ...

Tabel.6. Hasil Analisis Normalitas Data Metode Ekstraksi Cair-cair

Menggunakan Ultrasonikator ...

Tabel.7. Hasil Analisis Varian Data Metode Ekstraksi Cair-cair

Menggunakan Corong Pisah dan Ultrasonikator ...

Tabel.8. .Hasil Analisis T Independent Metode Ekstraksi Cair-cair

MenggunakanCorong Pisah dan Ultrasonikator ...

Tabel.9. Data Penimbangan Baku Pirantel Pamoat ...

Tabel.10. Data Perhitungan Kadar Pirantel Pamoat ...

Tabel.11. Data Pengukuran Serapan Larutan Baku Pirantel Pamoat ...

Tabel.12. .Hasil Scanning Panjang Gelombang Maksimum Pirantel

Pamoat pada 3 Konsentrasi ...

Tabel.13. Hasil Pengukuran Recovery Pirantel Pamoat pada Sediaan

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Pirantel Pamoat ...

Gambar 2. Proses Terjadinya Kavitasi ...

Gambar 3. Skema Cara Kerja Ekstraksi dengan Bantuan Ultrasonik ...

Gambar 4. Diagram Energi Tingkat Transisi Elektron ...

Gambar 5. Spektrofotometer Single Beam ...

Gambar 6. Spektrofotometer Double Beam ...

Gambar 7. Skema Penetapan Kadar Pirantel Pamoat ...

Gambar.8.. Spektra Serapan Maksimum yang Terbentuk Pada 3

...Konsentrasi ...

Gambar.9.. Gugus Kromofor dan Auksokrom Pada Struktur Pirantel

...Pamoat ...

Gambar.10.. Hubungan Antara Konsentrasi dengan Serapan Pirantel

....Pamoat Replikasi I ...

Gambar.11.. Pola Spektra Pirantel Pamoat Tanpa Ekstraksi Pada Sediaan

..Tablet ...

Gambar.12.. Pola Spektra Pirantel Pamoat Hasil Ekstraksi Menggunakan

..Ultrasonikator dalam Pelarut Metanol ...

Gambar.13.. Pola Spektra Pirantel Pamoat Hasil Ekstraksi Menggunakan

..Corong Pisah dalam Pelarut Metanol ...

Gambar.14. .Hubungan Antara Konsentrasi Pirantel Pamoat dengan

..Serapan Replikasi II ...

(18)

xvii

Gambar.15. .Hubungan Antara Konsentrasi Pirantel Pamoat dengan

..Serapan Replikasi III ...

Gambar 16. Hasil Scanning Blanko DMSO-Metanol ...

Gambar.17. Hasil Scanning Fase Polar Ekstraksi Menggunakan Corong

..Pisah dalam Pelarut Metanol ...

Gambar.18. Hasil Scanning Fase Non Polar Ekstraksi Menggunakan

..Corong Pisah dalam Pelarut Heksan ...

Gambar.19. Hasil Scanning Fase Polar Ekstraksi Menggunakan

..Ultrasonikator dalam Pelarut Metanol ...

Gambar.20. Hasil Scanning Fase Non Polar Ekstraksi Menggunakan

..Ultrasonikator dalam Pelarut Heksan ...

62

64

65

65

66

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sertifikat Analisis Baku Pirantel Pamoat ...

Lampiran.2..Data Penimbangan Baku Serta Contoh Perhitungan Seri

Konsentrasi Baku ...

a. Skema Pembuatan ...

b. Penimbangan Baku Pirantel Pamoat ...

c. Perhitungan Seri Konsentrasi Pirantel Pamoat ...

d. Pengukuran Serapan Larutan Baku Pirantel Pamoat ...

e. Perhitungan Persamaan Kurva Baku Pirantel Pamoat

Menggunakan Regresi Linear ...

f. Kurva Baku Pirantel Pamoat ...

Lampiran.3..Hasil Scanning Panjang Gelombang Maksimum Pirantel

Pamoat ...

Lampiran.4..Data Perhitungan Pencuplikan Pirantel Pamoat yang Setara

50,0 mg ...

Lampiran.5. Hasil Scanning Blanko DMSO-Metanol ...

Lampiran.6..Hasil Scanning Fase Polar Ekstraksi Cair-cair Menggunakan

Corong Pisah ...

Lampiran.7..Hasil Scanning Fase Non Polar Ekstraksi Cair-cair

Menggunakan Corong Pisah ...

Lampiran.8. Hasil Scanning Fase Polar Ekstraksi Cair-cair Menggunakan

(20)

xix

Lampiran.9..Hasil Scanning Fase Non Polar Ekstraksi Cair-cair

Menggunakan Ultrasonikator ...

Lampiran.10. Hasil Penghitungan Recovery Pirantel Pamoat pada Sediaan

Tablet ... 66

(21)

xx INTISARI

Pirantel pamoat berkhasiat sebagai antelmintik dan paling sering digunakan sebagai pengobatan mandiri untuk mengatasi cacingan. Salah satu produk yang mengandung zat aktif pirantel pamoat yaitu suspensi pirantel pamoat merk “X”®

. Perlu dilakukan analisis untuk mengetahui kebenaran kandungan zat aktif pirantel pamoat dalam sediaannya. Tahapan penting dalam analisisnya yakni adanya ekstraksi zat aktif pirantel pamoat dari sediaannya. Dalam penelitian ini metode ekstraksi yang diperbandingkan adalah metode ekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah dan ultrasonikator untuk kemudian ditetapkan kadarnya menggunakan spektrofotometer UV.

Ekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah dilakukan ekstraksi sebanyak 3 kali (@ 10 mL) selama 1 menit, sedangkan pada ultrasonikator ekstraksi berlangsung selama 15 menit dengan perbandingan volume pelarut 1:3. Heksan berperan sebagai pelarut kedua pada kedua metode ekstraksi. Fungsinya untuk mengekstrak bahan tambahan sehingga diperoleh pirantel pamoat tetap berada pada pelarut pertama dan terbebas dari gangguan bahan tambahan lain.

Kedua metode tersebut memiliki recovery yang memenuhi syarat, dimana ekstraksi dengan corong pisah berada pada rentang 98,38-101,29% sedangkan dengan ultrasonikator berada pada rentang 99,29-100,96%. Ditemukan perbedaan yang tidak bermakna secara statistik diantara kedua metode tersebut pada uji T tak berpasangan dengan taraf kepercayaan 95% menggunakan softwa re R statistic version 2.14.1.

(22)

xxi ABSTRACT

Pyrantel pamoate have efficacy as anthelmintic and most often used as a self-treatment to overcome intestinal worms. One of the products that contain the pyrantel pamoate active substance which is brand “X”®

pyrantel pamoate suspension. Analysis is needed to determine the truth of the pyrantel pamoate active ingredients content in the preparations. . Important step in the analysis is the

extraction of active ingredient pyrantel pamoate from the preparations. The method of extraction were compared is a liquid-liquid extraction method using a separating funnel and ultrasonicator to subsequently established the content using UV spectrophotometer.

Liquid-liquid extraction using a separating funnel and the extraction of as much as 3 times (@ 10 mL) for 1 min, whereas the extraction ultrasonicator lasted for 15 minutes with the solvent volume ratio 1:3. Hexane acts as second solvent in both extraction methods. The function is to extract other ingredients so obtained pyrantel pamoate remain on the first solvent and free from the interferences.

Both of these methods have a qualified recovery, where the extraction of the separating funnel is at the range 98,38-101,29% whereas the ultrasonicator are on the range 99,29-100,96 %. Found that the difference was not statistically significant between the two methods is the unpaired t test with a 95% of confidence level using the R statistical software version 2.14.1.

(23)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Merupakan suatu pengetahuan umum bahwa masa anak-anak adalah

masa yang paling rentan mengalami berbagai macam penyakit. Salah satu

penyakit yang paling sering dialami adalah penyakit cacing atau biasa dikenal

dengan cacingan. Selain berefek pada gizi, kecerdasan, kesehatan dan konsentrasi

pun menjadi manifestasi lain yang harus dialami penderitanya. Kecenderungan

terjadinya penyakit ini tinggi, khususnya pada penduduk dengan tingkat ekonomi

yang rendah (Anonima, 2006).

Berbagai macam obat cacing yang beredar di pasaran, salah satu yang

paling sering digunakan adalah yang mengandung zat aktif pirantel pamoat.

Sediaan tersebut dapat berupa tablet ataupun suspensi dan sangat mudah

didapatkan di apotek-apotek sehingga sering dikonsumsi oleh penderita sebagai

suatu jalan untuk pengobatan mandiri mengatasi cacingan. Pirantel pamoat

berkhasiat sebagai antelmintik dan efektif untuk pengobatan infeksi yang

disebabkan oleh cacing di usus (Sukarban, 1995).

Kandungan zat aktif pirantel pamoat yang tertera di dalam label kemasan

sediaannya adalah 125 mg/5 mL. Penggunaan pirantel pamoat sebagai antelmintik

sesuai dosisnya akan memberikan efek farmakologis yang optimum. Dosis yang

tepat dapat dipastikan dengan melihat kesesuaian antara kadar senyawanya

(24)

sebagai pengobatan mandiri dalam masyarakat mendorong untuk dilakukannya

analisis sebagai suatu proses penjaminan mutu untuk memastikan kebenaran

kandungan zat aktif pirantel pamoat di dalamnya.

Pada penelitian-penelitian terdahulu telah dilakukan berbagai macam

analisis untuk menetapkan kadar pirantel pamoat. Dalam Farmakope Indonesia

edisi IV dan USP (United States Pharmacopoeia) XXX tahun 2007 dijabarkan

bahwa penetapan kadarnya dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi

(KCKT) serta pada Farmakope Internasional (International Pharmacopoeia) edisi

IV tahun 2008 dijelaskan penetapan kadarnya secara kromatografi lapis tipis

(KLT). Metode KCKT dan KLT memiliki kekurangan, yakni alat dan biaya

operasional yang mahal, serta kedua metode ini juga membutuhkan waktu analisis

yang lama.

Oleh karena itu, diperlukan suatu metode analisis baru yang relatif

murah, waktu analisis yang cepat serta dapat memberikan hasil dan presisi yang

baik. Metode analisis yang dipilih adalah metode spektrofotometri UV, yang

memiliki kelebihan cepat dan mudah dalam penggunaannya, memiliki sensitivitas

dan selektivitas yang baik untuk penetapan kadar senyawa tunggal serta

merupakan metode dengan instrumen yang umum dimiliki laboratorium di

Indonesia.

Salah satu tahap dalam analisis penetapan kadar menggunakan

spektrofotometri UV adalah tahap optimasi metode ekstraksi zat aktif pirantel

pamoat dari bentuk sediaan suspensinya. Tahap penelitian ini merupakan salah

(25)

Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan penulis, belum ditemukan adanya

penelitian khusus mengenai metode ekstraksi zat aktif pirantel pamoat dari bentuk

sediaannya.

Metode yang akan dioptimasi adalah metode ekstraksi cair-cair (

liquid-liquid extraction) menggunakan corong pisah dan metode ultrasonikasi. Sistem

metode ekstraksi yang digunakan dalam analisis ini belum pernah dilakukan

sebelumnya sehingga diperlukan suatu optimasi metode. Optimasi ini penting

dilakukan terlebih dahulu agar didapatkan metode ekstraksi yang memberikan

hasil paling optimum dalam memisahkan zat aktif pirantel pamoat dari bentuk

sediaannya karena sangat berpengaruh terhadap hasil penetapan kadarnya dengan

metode spektrofotometri UV.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang muncul

adalah metode manakah diantara metode ekstraksi cair-cair (liquid-liquid

extraction) dan metode ultrasonikasi yang paling optimum digunakan untuk

mengekstraksi zat aktif pirantel pamoat dari sediaan suspensi merk “X”® ?

2. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai pirantel pamoat yang pernah dilakukan sebelumnya

adalah tentang Penetapan Kadar Pirantel Pamoat dalam Sediaan Tablet Secara

Spektrofotometri Ultraviolet (Agustina, 2010) dan Spectrophotometric

Determination of Pyrantel Pamoate Bulk Samples and Pharmaceutical

Formulations (Forcier, Mushinsky and Wagner, 1971). Sejauh sepenelusuran

(26)

perbandingan metode ekstraksi zat aktif pirantel pamoat dari sediaan suspensi

merk “X”® dengan teknik ekstraksi cair-cair dan ultrasonikasi.

Penelitian lainnya menggunakan metode KCKT, yaitu Determination of

Fenbendazole, Praziquantel and Pyrantel Pamoate in Dog Plasma by

High-Performance Liquid Chromatography (Morovján, Csokán and Makranszki, 1998),

High-Performance Liquid Chromatographic Determination of Oxantel and

Pyrantel Pamoate (Allender, 1988), serta Simultaneous Determination of

Mebendazole and Pyrantel Pamoate from Tablets by High-Performance Liquid

Chromatography-Reverse Phase (RP-HPLC) (Argekar, Raj and Kapadia, 1997).

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat metodologis. Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi

suatu metode yang baru dalam melakukan ekstraksi zat aktif pirantel pamoat

dalam sediaan suspensi merk “X”®

.

b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

salah satu acuan metode bagi pihak industri untuk digunakan dalam analisis

penetapan kadar pirantel pamoat dalam sediaan tunggal menggunakan metode

spektrofotometri UV.

B. Tujuan Penelitian

Mendapatkan metode yang optimum dalam ekstraksi zat aktif pirantel

pamoat dari sediaan suspensi merk “X”® agar dapat ditetapkan kadarnya

(27)

5

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Pirantel Pamoat

Pirantel pamoat (gambar 1) merupakan turunan tetrahydropirimidine

dengan khasiat sebagai antelmintik pada saluran pencernaan dan mampu

mengobati infeksi yang disebabkan oleh beberapa jenis cacing di usus, seperti

cacing kremi (Enterobius vermicularis), cacing tambang (Necator americanus dan

Ancylostoma duodenale), cacing gelang (Ascaris lumbricoides), serta cacing

Trichostrongylus colubriformis dan Trichostrongylus orientalis (Sukarban, 1995).

Obat ini menjadi salah satu referensi obat yang sering digunakan dalam mengatasi

cacingan karena produknya yang mudah ditemukan di pasaran.

Gambar 1. Struktur Pirantel Pamoat (Anonimb, 2013)

Pirantel pamoat mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih

dari 103,0% C11H 14N2 S . C23H16 O6, dihitung terhadap zat anhidrat (Direktorat

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Pemeriannya berupa serbuk

kristal kuning sampai coklat. Zat ini praktis tidak larut dalam air, metanol, dan

etanol; larut dalam dimetil sulfoksida; serta sukar larut dalam dimetil formamida

(28)

Pirantel pamoat memberikan serapan maksimum pada dua panjang

gelombang, yakni pada panjang gelombang 300 nm dengan nilai sebesar

366 dan nilai Ɛ sebesar 21770 M-1

.cm-1, serta pada 288 nm dengan nilai

sebesar 370 dan nilai Ɛ sebesar 22000 M-1

.cm-1 (Moffat, Osselton and Widdop,

2005).

B. Suspensi

Suspensi merupakan suatu sediaan yang mengandung zat aktif ataupun

bahan obat dalam bentuk halus yang tidak larut tetapi tetap terdispersi dalam

pelarutnya. Selain zat aktif, bahan tambahan pada suspensi umumnya digunakan

untuk semakin meningkatkan kestabilannya, salah satu yang paling penting adalah

adanya suspending agent. Dibandingkan dengan bentuk sediaan kapsul atau

tablet, bahan aktif dalam sediaan suspensi memiliki keuntungan, yakni akan lebih

cepat penyerapannya oleh karena bentuk partikel yang lebih kecil dan

bioavailabilitasnya pun baik (Nanizar dan Joenoes, 1990).

Pirantel pamoat yang diformulasikan dalam bentuk sediaan suspensi oral

harus terdapat dalam cairan pembawa yang sesuai, dan terutama mengandung

basa pirantel (C11H14N2S) tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%

dari jumlah yang tertera pada label kemasan (Direktorat Jenderal Pengawasan

Obat dan Makanan POM RI, 1979). Beberapa komponen yang pada umumnya

terdapat dalam sediaan suspensi adalah sebagai berikut:

1. Suspending agent

Berfungsi untuk mendispersikan partikel zat aktif yang tidak larut

(29)

sedimentasi diperlambat. Bahan yang umum digunakan adalah bentonit,

CMC-Na, tragakan dan avisel.

2. Penyedap rasa dan aroma

Hal ini dimaksudkan untuk menutupi aroma yang tidak enak dari

zat aktif. Bahan yang umum digunakan adalah minyak aromatik (minyak

piperin dan minyak lemon), mentol dan peppermint.

3. Pemanis

Berfungsi untuk menutupi rasa yang tidak enak dalam suspensi

tersebut. Sukrosa adalah gula yang paling sering dipakai sebagai dalam

formulasi suatu suspensi, ataupun dapat diganti oleh gula yang lain seperti

dekstrosa, atau pengganti gula seperti sorbitol, gliserin dan propilen glikol.

4. Larutan penyangga (buffer)

Pemakaian buffer yang tepat tergantung pada pH dan kapasitas

larutan penyangga yang diperlukan. Sistem buffer yang paling dapat

diterima secara farmasi adalah sistem yang didasarkan pada karbonat,

sitrat, glukonat, laktat dan fosfat. Buffer dalam suspensi berguna untuk

menjaga pH larutan yang telah diformulasikan agar terjadi keseimbangan

antara pH yang secara fisiologis diterima dengan pH kelarutan dan

stabilitas maksimum.

5. Pewarna

Untuk menambah daya tarik suspensi digunakan bahan pewarna

(30)

digunakan umumnya larut dalam air dan kompatibel dengan bahan

tambahan lain, seperti eritrosin dan tartrazin.

6. Pengawet

Pengawet diperlukan untuk melindungi adanya pertumbuhan

mikroorganisme pada suspensi dengan air sebagai media pertumbuhannya.

Pengawet yang paling sering digunakan dalam suspensi dengan kadar

yang efektif adalah asam benzoat (batas maksimum 1 g/kg, natrium

benzoat (batas maksimum 1 g/kg) dan berbagai kombinasi metil-, propil-,

dan butil paraben (Ansel dan Howard, 1989).

C. Ekstraksi

Ekstraksi adalah metode pemisahan komponen dari suatu campuran

menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi digunakan untuk memisahkan

senyawa organik dari larutan yeng bersifat polar (pada umumnya air) dengan

larutan non polar (pada umumnya larutan organik) yang tidak saling campur dan

didiamkan hingga terbentuk dua lapisan yang kemudian dapat dipisahkan. Zat

terlarut akan terdistribusi dalam kedua lapisan tersebut berdasarkan kelarutan

relatifnya (Gandjar dan Rohman, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah:

1. Tipe persiapan sampel

2. Waktu ekstraksi

3. Kuantitas pelarut

(31)

5. Tipe pelarut (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan POM

RI, 1979).

D. Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair (liquid-liquid extraction) digunakan jika pemisahan

dengan teknik lainnya tidak dapat dicapai, antara lain seperti distilasi, evaporasi

dan kristalisasi. Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan suatu komponen dari

fase cair ke fase cair lainnya berdasarkan kelarutan relatifnya. Teknik ekstraksi

cair-cair terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

1. Kontak antara pelarut dengan fase cair yang mengandung komponen yang

akan diambil (solute), kemudian solute akan berpindah dari fase umpan

(diluen) ke fase pelarut.

2. Pemisahan dua fase yang tidak saling melarutkan, yaitu fase yang

banyak mengandung pelarut disebut fase ekstrak dan fase yang banyak

mengandung umpan disebut fase rafinat (Laddha and Degalesan, 1976).

Prinsip dasar ekstraksi cair-cair mengikuti Hukum Distribusi Nernst atau

disebut juga Hukum Partisi yang menyatakan bahwa “apabila suatu analit

dilarutkan ke dalam dua pelarut yang tidak saling campur, maka analit akan

terdistribusi dalam proporsi yang sama (merata) diantara dua pelarut yang tidak

saling campur”. Perbandingan konsentrasi pada kesetimbangan diantara dua

pelarut yang tidak saling campur disebut koefisien distribusi atau koefisien partisi

(32)

KD =

...(1)

Corg dan Caq masing-masing merupakan konsentrasi analit dalam fase pertama dan

dalam fase kedua. Semakin besar konsentrasi analit dalam fase pertama maka

akan semakin besar nilai koefisien distribusinya. Sebaliknya, semakin kecil

konsentrasi analit dalam fase pertama maka akan semakin kecil nilai koefisien

distribusinya.

Namun dalam kenyataannya, analit seringkali berada dalam bentuk kimia

yang berbeda karena adanya disosiasi (ionisasi), protonasi dan kompleksasi atau

polimerisasi sehingga definisinya dapat disebut rasio distribusi (D) atau rasio

partisi, yang ditulis dengan persamaan berikut:

D =

...(2)

(Cs)1 dan (Cs)2 masing-masing merupakan konsentrasi total analit (dalam segala

bentuk) dalam fase pertama dan fase kedua. Jika tidak ada interaksi antar analit

yang terjadi pada kedua fase tersebut maka nilai KD dan D adalah sama (Gandjar

dan Rohman, 2007).

Salah satu teknik ekstraksi cair-cair yang paling sering digunakan adalah

teknik ekstraksi berulang menggunakan corong pisah. Caranya paling sederhana,

yakni dengan hanya menambahkan pengekstrak yang tidak saling campur dengan

pelarut awal, kemudian dilakukan penggojogan hingga terjadi kesetimbangan

analit dalam kedua fase, didiamkan dan dipisahkan. Kelemahan ekstraksi ini yakni

kurang praktis, dan ada kemungkinan besar hilangnya analit selama proses

(33)

Dalam proses ekstraksi cair-cair, efisiensi ekstraksi (E) merupakan

parameter penting yang mendukung kesempurnaan ekstraksi tersebut. Efisiensi

ekstraksi tergantung pada nilai distribusi analit (D) dan volume relatif kedua fase.

Secara teoritis dapat dihitung jumlah analit yang terekstraksi dengan persamaan

sebagai berikut:

E =

...(3)

V1 dan V2 masing-masing merupakan volume fase pertama dan fase kedua yang

digunakan; dan D merupakan rasio distribusi. Secara teoritis, dilakukannya

ekstraksi berulang (bertingkat) dengan pelarut yang selalu baru akan

meningkatkan nilai efisiensi ekstraksi. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan

persamaan berikut

(Caq)n = Caq

]

n

...(4)

Keterangan : (Caq)n : banyaknya analit dalam fase air setelah n kali ekstraksi

(Caq) : banyaknya analit dalam fase air mula-mula

V1. : banyaknya volume fase organik

V2 . : banyaknya volume fase air

n : banyaknya ekstraksi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Teknik ekstraksi cair-cair yang mulai dikembangkan akhir-akhir ini

adalah menggunakan ultrasonikator. Dalam penelitian-penelitian terdahulu,

metode ekstraksi dengan bantuan ultrasonikator digunakan untuk mengekstraksi

(34)

Hal ini tentu saja lebih efisien dibandingkan ekstraksi dengan metode

konvensional yang memerlukan waktu setidaknya 24 jam untuk mendapatkan

hasil yang sama. Dalam penelitian yang dilakukan Cameron and Wang (2006)

dibuktikan bahwa rendemen pati jagung yang diperoleh dari proses ultrasonik

selama 2 menit adalah sekitar 55,2-67,8%, hampir sama dengan rendemen yang

didapat dari pemanasan dengan air selama 1 jam, yaitu 53,4%.

Prinsip dasar penggunaan metode ultrasonikasi yaitu dengan mengamati

sifat akustik gelembung ultrasonik yang dirambatkan melalui medium yang

dilewati. Pada saat gelombang merambat, medium yang dilewatinya akan

mengalami getaran. Getaran akan memberikan pengadukan yang intensif terhadap

proses ekstraksi dan akan meningkatkan osmosis atau penetrasi dari senyawa

dengan pelarut sesuai dengan sifatnya sehingga akan meningkatkan proses

ekstraksi (Keil cit., Alupului, Calinescu andLavric 2009).

Cara kerja metode ultrasonik dalam mengekstraksi adalah sebagai beikut:

1. Gelombang ultrasonik terbentuk dari pembangkitan ultrason secara lokal

dari kavitasi mikro pada sekeliling bahan yang diekstraksi sehingga akan

terjadi pemanasan bahan tersebut dan membantu proses penetrasi senyawa

ekstrak sesuai dengan sifat pelarut pengekstrak.

2. Terdapat efek ganda yang dihasilkan yaitu pemecahan dinding sel sehingga

membebaskan kandungan senyawa yang ada di dalamnya dan pemanasan

(35)

3. Energi kinetik dilewatkan ke seluruh bagian cairan yang diikuti dengan

munculnya gelembung kavitasi pada dinding atau permukaan sehingga

meningkatkan transfer massa antara permukaan padat-cair.

4. Efek mekanik yang ditimbulkan adalah meningkatkan penetrasi dari cairan

menuju dinding membran sel, mendukung pelepasan komponen sel dan

meningkatkan transfer massa (Keil cit., Alupului, Calinescu and Lavric

2009).

Kavitasi adalah gejala menguapnya zat cair yang sedang mengalir

sehingga membentuk gelembung-gelembung uap yang disebabkan karena

berkurangnya tekanan cairan tersebut sampai titik jenuh uapnya. Bila suatu cairan

diiradiasi dengan gelombang ultrasonik maka tekanan di dalam cairan akan

mengembang hingga tumbuh gelembung mikro (micro bubble). Jika amplitudo

yang dipacu gelombang akustik relatif besar, ketidakhomogenan lokal di dalam

cairan terjadi dan menimbulkan pertumbuhan gelombang secara serentak dalam

dimensi makroskopik. Gelembung tersebut tidak stabil pada kondisi konsentrasi

energi yang besar berakibat pertumbuhan yang tidak stabil sehingga menyebabkan

pecahnya gelembung. Faktor yang mempengaruhi kemampuan ekstraksi pada

penerapan gelombang ultrasonik dalam ekstraksi cair-cair adalah peningkatan

temperatur dalam skala molekuler, pencampuran akustik, timbulnya kavitasi dan

tegangan permukaan pada gelembung mikro, serta terbentuknya bintik panas

berupatekanan dan suhu tinggi sesaat pada dimensi molekuler (Susilo, Hawa dan

(36)

kavitasi ultrasonik menghasilkan daya yang akan memecah dinding sel secara

mekanis dan meningkatkan transfer material.

Gambar 2. Proses Terjadinya Kavitasi (Anonimc, 2010).

Keuntungan yang diperoleh dari metode ekstraksi dengan bantuan

ultrasonik yakni:

1. Mempercepat waktu reaksi

2. Efisiensi dalam penggunaan pelarut

3. Tidak ada kemungkinan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi menguap

sampai kering

4. Aman digunakan karena prosesnya tidak mengakibatkan perubahan yang

signifikan pada struktur kimia, partikel dan senyawa bahan-bahan yang

digunakan.

5. Meningkatkan ekstraksi lipid dan protein dari biji tanaman, seperti kedelai

(misalnya, tepung kedelai atau yang dihilangkan lemak) atau bibit minyak

(37)

Kekurangan dari metode ekstraksi dengan bantuan ultrasonik yakni membutuhkan

biaya yang relatif mahal serta dapat menimbulkan bunyi yang bising (Santos,

Lodeiro, and Capelo-Martinez, 2009).

Gambar 3. Skema cara kerja ekstraksi dengan bantuan ultrasonik (Santos, Lodeiro, and

Capelo-Martinez, 2009).

Beberapa penelitian yang telah menggunakan metode ultrasonik dalam

proses ekstraksi ataupun kepentingan lainnya, seperti pemanfaatan teknologi

sonikasi tak langsung dalam rangka produksi kitosan (Arifin, 2012), studi

penggunaan ultrasonik untuk transesterifikasi minyak (Susilo, 2007), dan

optimised ultrasonic-a ssisted extra ction of flavonoids from folium eucommiae and

evaluation of antioxidant activity in multi-test systems in vitro (Huang, Xue, Niu,

Jia and Wang, 2009). Selain itu, dalam perkembangannya aplikasi ultrasonik juga

digunakan dalam pengolahan makanan, stabilisasi emulsi minyak, pengurangan

ukuran partikel, sistem penyaringan untuk partikel yang tersuspensikan,

homogenisasi, atomisasi, proteksi lingkungan, degassing suatu cairan dan transfer

(38)

E. Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik

yang menggunakan sumber radiasi elektromegnetik ultraviolet dekat (190-380

nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan menggunakan instrumen

spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995). Spektrofotometri serapan

merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul

atau atom dari suatu zat kimia.

Analisis secara spektrofotometri UV-Vis selalu melibatkan pembacaan

serapan radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang

diteruskan. Keduanya dikenal sebagai serapan (A) dan transmitan dengan satuan

persen (%) T. Jika radiasi elektromagnetik dikenakan terhadap suatu zat yang

dengan intensitas radiasi datang (I0), maka hal yang terjadi radiasi tersebut dapat

diserap (Ia), diteruskan (It), dan dipantulkan (Ir) sehingga terdapat persamaan:

I0 = Ia + It + Ir ...(5)

Namun, nilai Ir (± 4%) dapat diabaikan karena digunakan larutan

pembanding dalam pengerjaannya sehingga persamaannya menjadi:

I0 = Ia + It ...(6)

Untuk mendapatkan suatu korelasi matematik antara transmitan atau

serapan terhadap intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang dianalisis dan tebal

yang menyerap, maka didapatkan persamaan oleh Bouguer, Lambert dan Beer

(39)

T =

= 10

-Ɛbc

...(8)

A = log = Ɛbc ...(9)

Keterangan: T ..= persen transmitan

I0 = intensitas radiasi yang datang

It = intensitas radiasi yang diteruskan

A = serapan

Ɛ = daya serap molar (M-1cm-1)

Persamaan di atas dapat dijabarkan dengan asumsi sebagai berikut:

1. Jika suatu berkas radiasi monokromatik yang sejajar jatuh pada medium

penyerap pada sudut tegak lurus setiap lapisan yang sangat kecil akan

meneruskan intensitas berkas.

2. Jika suatu cahaya monokromatis mengenai pada medium yang transparan, laju

pengurangan intensitas dengan ketebalan medium sebanding dengan intensitas

cahaya.

3. Intensitas berkas sinar monokromatis berkurang secara eksponensial bila

konsentrasi zat penyerap bertambah (Khopkar, 1990).

Hubungan antara nilai dengan daya serap molar (Ɛ) adalah sebagai

berikut:

Ɛ = x M-1 cm-1 ...(10)

Nilai Ɛ merupakan daya serap molar atau koefisien ekstingsi molar. Nilai

Ɛ tiap molekul atau ion dalam pelarut tertentu memiliki karakter masing-masing,

pada panjang gelombang tertentu serta tidak dipengaruhi oleh konsentrasi dan

(40)

mempengaruhi puncak spektrum yang dihasilkan suatu zat. Beberapa karakteristik

nilai Ɛ yang berpengaruh terhadap puncak spektrum adalah sebagai berikut: 1-10

M-1.cm-1: sangat lemah; 10-102 M-1.cm-1: lemah; 102-103 M-1.cm-1: sedang; 103

-104 M-1.cm-1: kuat; 104-105 M-1.cm-1: sangat kuat (Mulja dan Suharman, 1995).

Daya serap oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan visibel

tergantung dari struktur elektronik molekul itu sendiri. Keadaan dasar suatu

molekul organik mengandung elektron-elektron valensi dalam tiga jenis orbital

molekul utama, yaitu orbital sigma (σ), orbital pi () dan orbital elektron bebas

(n). Baik orbital σ maupun orbital  dibentuk dari tumpang tindih dua orbital

atom atau hibrid. Oleh karena itu, masing-masing orbital molekul ini mempunyai

suatu orbital σ* atau * antiikatan yang berkaitan dengannya. Jika suatu molekul

dikenai oleh radiasi elektromagnetik maka akan mengakibatkan adanya eksitasi

atau transisi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi. Transisi-transisi elektron

mencakup promosi suatu elektron dari salah satu dari tiga keadaan dasar (σ; ;

atau n) ke salah satu dari dua keadaan eksitasi (σ* atau *). Terdapat empat

transisi yang mungkin, seperti diagram berikut :

(41)

Dalam proses penyerapan cahaya, kromofor memegang peranan penting

sebagai gugus yang berfungsi sebagai penjerap cahaya. Dalam transisi σ  σ*

kromofor yang berperan adalah yang mempunyai elektron pada orbital molekul σ.

Molekul tersebut merupakan organik jenuh yang tidak mempunyai atom dengan

pasangan elektron bebas, seperti alkana (C-C dan C-H). Terjadi pada daerah

ultraviolet jauh (sekitar 150 nm) dan membutuhkan energi terbesar. Transisi n 

σ* terjadi pada ultraviolet jauh, diperankan oleh kromofor dalam senyawa dengan

molekul organik jenuh yang mempunyai satu atau lebih atom dengan pasangan

elektron, seperti karbonil (C=O), C-S, C-N dan C-Cl. Transisi * terjadi pada

daerah ultraviolet jauh (sekitar 200 nm), diberikan oleh senyawa yang hanya

memiliki orbital molekul  (alkena dan alkuna), seperti CC dan C=C (Anonimd,

2013).

Secara garis besar, terdapat tiga teknik untuk melakukan pengukuran

kuantitatif secara spektrofotometri, yakni sebagai berikut:

1. Analisis kuantitatif zat tunggal

Dilakukan pengukuran serapan menggunakan panjang gelombang

maksimum atau pada panjang gelombang minimum jika dilakukan pengukuran %

transmitan. Terdapat empat cara pelaksanaan analisis kuantitatif zat tunggal, yaitu:

a. Membandingkan serapan zat yang akan dianalisis dengan serapan

reference standa rd pada panjang gelombang maksimum. Persyaratannya,

pembacaan nilai serapan sampel dan reference standard tidak berbeda

(42)

b. Menggunakan kurva baku yang dipersiapkan dari larutan reference

standard dengan pelarut tertentu pada panjang gelombang maksimum.

Lalu dibuat sistem koordinat Cartesian dimana sebagai ordinat adalah

serapan dan sebagai absis adalah konsentrasi.

c. Menghitung nilai serapan jenis larutan sampel ( ) pada pelarut tertentu

dan dibandingkan dengan serapan jenis yang dianalisis, yang tertera pada

buku resmi.

d. Menggunakan perhitungan nilai ekstingsi molar (serapan molar Ɛ) sama

dengan cara (c) hanya saja perhitungan serapan molar lebih tepat karena

melibatkan massa molekul relatif.

2. Analisis kuantitatif campuran dua komponen zat

Merupakan pengembangan metode dari analisis kuantitatif zat tunggal. Pada

prinsipnya, dicari serapan atau beda serapan dari masing-masing komponen zat

yang memiliki korelasi linear dengan konsentrasi tertentu dan dihitung kadar

masing-masing komponen zat atau salah satu komponen zat yang terdapat dalam

campuran.

3. Analisis kuantitatif campuran tiga macam atau lebih zat

Prinsipnya dicari beda serapan antara masing-masing komponen

kemudian dikurangi dengan serapan yang dimiliki larutan standarnya

masing-masing (Mulja dan Suharman, 1995).

Dalam analisis kuantitatif zat tunggal pada spektrofotometri ditentukan

terlebih dahulu panjang gelombang maksimum yang didapatkan melalui

(43)

yang maksimum. Alasan digunakannya panjang gelombang maksimum adalah

sebagai berikut:

1. Memiliki kepekaan yang maksimal karena pada panjang gelombang

maksimum terjadi perubahan serapan untuk setiap satuan konsentrasi paling

besar.

2. Pada daerah sekitar panjang gelombang maksimum akan memiliki bentuk

kurva serapan yang linear (datar) sehingga hukum Lambert-Beer dapat

terpenuhi.

3. Akan memberikan kesalahan pengukuran yang kecil jika dilakukan pada

panjang gelombang maksimum (Gandjar dan Rohman, 2007).

Penggunaan pelarut yang tepat merupakan salah satu titik krusial dalam

analisis menggunakan metode spektrofotometri. Secara umum pelarut-pelarut

yang digunakan dalam spektrofotometri harus melarutkan analit, meneruskan

radiasi dalam daerah panjang gelombang yang dikehendaki, tidak memiliki sistem

ikatan rangkap terkonjugasi, tidak berwarna dan kemurniannya harus tinggi atau

derajat untuk analisis tinggi. Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah

polaritas pelarut karena akan mempengaruhi pergeseran spektrum yang dianalisis.

Beberapa pelarut yang sering digunakan dalam daerah-daerah ultraviolet dan

visibel adalah aseton, benzen, karbon tetraklorida, kloroform, dioksan,

sikloheksan, isopropanol, diklorometan, etanol, etil, eter, metanol dan air

(44)

Secara umum rangkaian komponen penyusun spektrofotometer UV-Vis

dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5. Spektrofotometer Single Beam (Anonime, 2013)

Gambar 6. Spektrofotometer Double Beam (Clark, 2006)

Spektrofotometer dibagi menjadi dua jenis, yaitu spektrofotometer single

beam dan spektrofotometer double beam. Perbedaan kedua jenis spektrofotometer

tersebut terdapat pada pemberian cahaya, dimana pada single beam cahaya hanya

melewati satu arah dan yang diperoleh hanya nilai serapan dari larutan yang

dimasukkan. Berbeda dengan spektrofotometer double beam, nilai blanko dapat

(45)

satu kali proses yang sama. Prinsipnya adalah dengan adanya chopper yang akan

membagi sinar menjadi dua, dimana salah satunya melewati blanko (reference

beam) dan yang lainnya melewati larutan (sa mple beam). Spektrofotometer

double beam memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan spektrofotometer

single beam karena nilai serapan larutannya yang telah mengalami pengurangan

nilai terhadap nilai serapan blanko. Selain itu, pada spektrofotometer double beam

juga dapat mengatasi kelemahan pada spektrofotometer single beam seperti

adanya perubahan intensitas cahaya akibat fluktuasi voltase sumber sinar.

Kelemahan spektrofotometer double beam yakni lebih rumit dan harganya lebih

mahal, dibandingkan dengan spektrofotometer single beam yang lebih sederhana

dan lebih murah (Sastrohamidjojo, 2001)

Fungsi beberapa bagian yang terdapat dalam rangkaian spektrofotometer adalah

sebagai berikut:

1. Sumber cahaya:

Sumber cahaya yang ideal untuk pengukuran serapan harus

menghasilkan spektrum yang terus-menerus dengan intensitas yang sama

pada kisaran panjang gelombang yang dijangkau. Sumber cahaya ultraviolet

yang biasa digunakan adalah lampu hidrogen dan lampu deuterium,

sedangkan untuk visibel digunakan lampu filamen tungsten atau wolfram.

2. Monokromator:

Berfungsi untuk mengubah cahaya polikromatis yang dipancarkan

sumber cahaya menjadi monokromatis (panjang gelombang tunggal) dan

(46)

yang mampu meneruskan radiasi pada daerah panjang gelombang tertentu

dan menyerap radiasi pada panjang gelombang yang lain.

3. Tempat cuplikan:

Cuplikan yang digunakan ditempatkan pada suatu sel atau yang

dikenal sebagai kuvet. Untuk daerah ultraviolet biasanya digunakan Quartz

atau sel dari silika yang dilebur, sedangkan untuk daerah visibel digunakan

gelas biasa atau Quartz.

4. Detektor:

Berfungsi untuk memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai

panjang gelombang dan mengubah tenaga tersebut untuk dapat diukur

secara kuantitatif yang dicatat oleh meter pencatat (recorder)

(Sastrohamidjojo, 2001).

F. Landasan Teori

Berdasarkan karakteristik dan struktur pirantel pamoat, maka dapat

dilakukan analisis mengenai penetapan kadar pirantel pamoat, baik secara metode

spektrofometri maupun metode kromatografi. Hal ini telah dilaporkan dalam

jurnal-jurnal penelitian terdahulu tentang analisisnya. Metode penetapan kadar

pirantel pamoat dapat didahului dengan adanya ekstraksi zat aktif pirantel pamoat

dari bentuk sediaannya. Terdapat 2 metode ekstraksi yang bisa digunakan, yakni

ekstraksi cair-cair (liquid-liquid extraction) menggunakan corong pisah dan

ultrasonikator. Ekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah memiliki kelebihan

yaitu teknik ekstraksinya yang sederhana, tetapi kurang praktis, kemungkinan

(47)

tergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan dan volume pelarut yang

digunakan. Dalam penelitian ini ekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah

dilakukan selama 1 menit dengan pengulangan menggunakan pelarut yang baru

sebanyak 3 kali. Sedangkan pada ekstraksi menggunakan ultrasonikator,

berlangsung selama 15 menit, dimana pada prinsip kerjanya gelombang ultrasonik

yang dirambatkan melalui medium air akan menghasilkan getaran yang dapat

berperan sebagai pengadukan yang intensif sehingga kontak antara analit dan

pelarut lebih sering dan konstan. Efek lain yang dapat ditimbulkan karena adanya

getaran tersebut adalah peningkatan temperatur secara molekuler yang akan

mengakibatkan pecahnya gelembung-gelembung analit menjadi kecil (kavitasi)

sehingga memperbesar luas permukaan kontak analit dengan pelarut yang sesuai

dengan kelarutannya. Semakin besar luas permukaan kontak antara analit dan

pelarut, maka akan makin besar pula proses transfer material atau kelarutan analit

pada pelarut yang sesuai. Hal ini tentu saja akan dapat meningkatkan hasil

ekstraksi. Kelebihan lainnya, yakni lebih banyak dalam mengekstraksi pirantel

pamoat, lebih praktis dan tidak mengakibatkan perubahan struktur kimia dari

(48)

G. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegakkan hipotesis bahwa cara

ekstraksi cair-cair menggunakan ultrasonikator akan lebih banyak mengekstraksi

bahan tambahan lain dalam sampel dibandingkan menggunakan corong pisah

sehingga dapat menghilangkan bahan-bahan tambahan yang bisa saja dapat

mengganggu dalam pengukuran zat aktif pirantel pamoat menggunakan

(49)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan rancangan

penelitian eksperimental murni karena adanya perlakuan terhadap subyek uji serta

dilakukan randomisasi saat pengambilan sampel.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode ekstraksi cair-cair

menggunakan corong pisah dan ultrasonikator.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar pirantel pamoat

yang terekstraksi.

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah bahan baku

pirantel pamoat yang digunakan memiliki kemurnian yang tinggi,

pengotor-pengotor yang berasal dari alat-alat gelas yang digunakan dikendalikan dengan

mencuci alat menggunakan asam pencuci, pengaruh paparan cahaya yang

mempengaruhi stabilitas pirantel pamoat sehingga dalam preparasinya ditutup

menggunakan alumunium foil, dan pelarut yang digunakan adalah pelarut dengan

(50)

C. Definisi Operasional

1. Baku pirantel pamoat yang dianalisis adalah baku pirantel pamoat yang

diperoleh dari P.T. Konimex, Indonesia (Certificate of Analysis pada

lampiran 1).

2. Optimasi dilakukan dengan membandingkan dua metode ekstraksi sehingga

diperoleh metode yang paling optimum untuk menetapkan kadar pirantel

pamoat.

3. Metode ekstraksi yang optimum dapat diketahui dari parameter presisi dan

akurasi.

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku pirantel

pamoat (PT Konimex) dengan kemurnian 102,3 % secara HPLC, Metanol,

Heksan, Dimethyl sulfoxide dried (max 0,05 % H2O), (p.a., E.Merck), kertas

saring, kapas, akuades (Laboratorium Kimia Analisis Instrumental USD),

suspensi oral “X”®

yang mengandung pirantel pamoat.

E. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi spektrofotometer

UV-Vis merk Shimadzu UV-1800, kuvet UV merk Hellma, neraca analitik merk

Ohaus dengan kepekaan 0,1 mg (4 angka di belakang koma, satuan g), hot plate

merk LabTech, mikropipet skala 100-1000 µL merk Socorex, vortex merk Genie,

ultrasonikator merk Retsch UR-275, corong pisah merk Pyrex dan seperangkat

(51)

F. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan larutan stok baku pirantel pamoat (1 mg/mL)

Ditimbang saksama kurang lebih 100,0 mg baku pirantel pamoat,

dimasukkan ke dalam labu takar 100,0 mL, larutkan dengan DMSO sebanyak 8

mL dan encerkan dengan metanol hingga batas tanda.

2. Penentuan panjang gelombang maksimum pirantel pamoat

Dipipet 100; 200; dan 300 µL larutan stok baku pirantel pamoat 1 mg/mL,

dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL dan encerkan dengan metanol hingga

batas tanda sehingga diperoleh kadar seri baku 10; 20; dan 30 µg/mL. Larutan

discan pada spektrofotometer UV-Vis antara panjang gelombang 200-400 nm

sehingga diperoleh spektrum serapan dan panjang gelombang maksimum.

3. Pembuatan larutan seri baku dan kurva baku pirantel pamoat

Dipipet 100; 150; 200; 250; dan 300 µL dari larutan stok baku pirantel

pamoat 1 mg/mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL. Encerkan

dengan metanol hingga batas tanda sehingga diperoleh kadar seri baku sebesar 10;

15; 20; 25; dan 30 µg/mL. Serapannya diukur pada panjang gelombang

maksimum yang diperoleh menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Dibuat kurva

regresi linear antara kadar pirantel pamoat dan serapannya, kemudian tentukan

persamaan garis regresi linear dan nilai koefisien korelasinya. Suatu metode

dikatakan memiliki linearitas yang baik apabila memenuhi syarat, yakni memiliki

nilai koefisien korelasi (r)-nya ≥ 0,999, terutama untuk penetapan kadar senyawa

(52)

4. Penetapan kadar pirantel pamoat dalam sampel sediaan suspensi pirantel pamoat merk “X”®

a. Pembuatan larutan induk sampel pirantel pamoat (0,5 mg/mL). Dipipet

sampel sediaan suspensi pirantel pamoat merk “X”®

yang setara dengan

50,0 mg pirantel pamoat. Suspensi yang telah dipipet dilarutkan dengan

dimethyl sulfoxida (DMSO) sebanyak 6,0 mL, kemudian encerkan

dengan metanol dalam labu takar hingga volume tepat 100,0 mL. Larutan

kemudian disaring dengan melewatkan larutan sampel melalui corong

dengan kertas saring dan kapas sebagai penyaring.

b. Ekstraksi pirantel pamoat dengan metode ekstraksi cair-cair

menggunakan corong pisah. Dipipet 10,0 mL filtrat yang diperoleh

(larutan 4.a), kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah. Tambahkan

10,0 mL heksan dan lakukan ekstraksi selama 1 menit. Fase heksan

dipisahkan dan ditampung dalam flakon. Lakukan ekstraksi berulang

sebanyak 3 kali dengan heksan sebanyak 10,0 mL. Fase metanol yang

telah diekstraksi ditampung dalam beaker glass, kemudian diuapkan

menggunakan hot plate sampai kering di lemari asam.

c. Ekstraksi pirantel pamoat dengan metode ekstraksi cair-cair

menggunakan ultrasonikator. Dipipet 10,0 mL filtrat yang diperoleh

(larutan 4.a), kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass. Tambahkan

heksan sebanyak 30,0 mL. Lakukan ekstraksi menggunakan

ultrasonikator yang telah diisi air sebelumnya selama 15 menit. Fase

(53)

dalam beaker glass dan uapkan menggunakan hot plate sampai kering di

lemari asam.

d. Penetapan kadar pirantel pamoat dalam sampel sediaan suspensi pirantel

pamoat merk “X”®

. Hasil isolasi dengan cara ekstraksi menggunakan

corong pisah (4.b) dan dengan cara ekstraksi menggunakan ultrasonikator

(4.c) yang telah diuapkan kemudian masing-masing dilarutkan dengan

metanol dalam labu takar hingga volume tepat 25,0 mL. Larutan

kemudian dipipet masing-masing 1,5 mL dan encerkan dengan metanol

dalam labu takar sampai volume tepat 10,0 mL. Ukur serapannya

menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

maksimum. Lakukan 6 kali replikasi untuk masing-masing metode

ekstraksi sehingga diperoleh 6 data. Hitung nilai coefficient of variation

(CV) dari serapan yang dihasilkan. Tentukan kadar yang diperoleh

menggunakan persamaan kurva baku, kemudian hitung persen perolehan

(54)

Gambar 7. Skema Penetapan Kadar Pirantel Pamoat

G. Analisis Hasil

Hasil optimasi perbandingan metode ekstraksi pirantel pamoat dalam

sediaan suspensi merk “X”®

dapat dilihat dari:

1. Panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang maksimum yang dipilih adalah panjang gelombang

dimana pirantel pamoat memberikan serapan yang paling besar.

2. Metode ekstraksi optimum

a. Presisi. Metode ekstraksi optimum yang dipilih adalah metode ekstraksi

yang menghasilkan serapan yang reprodusibel dengan nilai coefficient of

variation (CV) berada dalam rentang kriteria yang berlaku.

CV =

x 100 % ...(12)

Kriteria presisi yang diterima untuk kadar zat analit 100 % adalah CV

(55)

b. Akurasi. Akurasi metode analisis dinyatakan dengan % perolehan

kembali (recovery) yang dihitung dengan cara sebagai berikut:

% recovery =

x 100 % ...(13)

Kriteria akurasi yang diterima untuk kadar zat analit 100 % adalah pada

(56)

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Larutan Baku Pirantel Pamoat

Larutan baku pirantel pamoat digunakan untuk optimasi metode ekstraksi

pirantel pamoat dalam sediaan suspensi merk “X®” sebagai pembanding untuk

memastikan analit yang terkandung dalam sampel adalah pirantel pamoat.

Kepastian mengenai analit yang terdapat di dalam sampel benar adalah analit yang

dimaksud dapat dilihat dari kesamaan spektra serapan yang diperoleh serta

mampu memberikan serapan paling besar pada panjang gelombang maksimum

yang telah ditentukan. Pelarut yang digunakan dalam penelitian adalah dimetil

sulfoksida (DMSO) karena analit dapat larut dengan baik dalam DMSO, serta

metanol p.a. dengan kemurnian tinggi (99,85%) karena panjang gelombang

maksimum yang dihasilkan analit pada literatur menggunakan pelarut metanol

(Moffat, Osselton and Widdop, 2005).

Konsentrasi larutan stok baku pirantel pamoat yang dibuat dalam

penelitian ini sebesar 100 µg/mL, yang kemudian digunakan untuk membuat 3

tingkat konsentrasi larutan seri baku pada penentuan panjang gelombang

maksimum, yaitu 10; 20; dan 30 µg/mL serta 5 tingkat konsentrasi untuk

(57)

B. Optimasi Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Pirantel Pamoat

Penentuan panjang gelombang maksimum bertujuan untuk mengetahui

panjang gelombang dimana pirantel pamoat memberikan nilai serapan yang

paling besar untuk dibaca oleh detektor spetktrofotometri UV-Vis. Analisis

dilakukan pada panjang gelombang maksimum agar meningkatkan sensitivitas

alat dalam mendeteksi suatu analit, dimana pada daerah sekitar puncak kurva

panjang gelombang maksimum memiliki fluktuasi atau ketidakstabilan nilai

serapan yang minimal sehingga kesalahan pembacaan oleh detektor dapat

diminimalkan. Selanjutnya, panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh

digunakan untuk mengukur serapan pirantel pamoat yang dianalisis.

Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan menggunakan 3

seri kadar dengan tujuan untuk mengetahui keterulangan respon analit jika

konsentrasinya ditingkatkan serta meyakinkan hasil yang diperoleh benar-benar

panjang gelombang serapan maksimum pirantel pamoat. Seri kadar yang

digunakan adalah 10; 20; dan 30 µg/mL. Seri kadar tersebut mewakili seri kadar

rendah, sedang dan tinggi. Pembacaan serapan (scanning) dilakukan pada rentang

panjang gelombang 200-400 nm disebabkan karena panjang gelombang

maksimum pirantel pamoat berada pada rentang panjang gelombang tersebut.

(58)

Gambar 8. Spektra Serapan Maksimum yang Terbentuk Pada 3 Konsentrasi

Menurut Dibbern, Muller and Wirbitzki (2002), panjang gelombang

maksimum teoritis dari pirantel pamoat dalam pelarut metanol adalah 288 nm dan

300 nm. Sementara itu, rentang pergeseran panjang gelombang maksimum yang

diperbolehkan untuk daerah ultraviolet yakni sebesar ± 1 nm dari panjang

gelombang yang ditentukan pada alat yang telah dikalibrasi (Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979). Data hasil pengukuran panjang

gelombang maksimum yang diperoleh yaitu pada 301 nm. Berdasarkan hasil

tersebut diketahui bahwa panjang gelombang hasil pengukuran tidak menyimpang

lebih dari 1 nm dari panjang geombang teoritis (300 nm) sehingga dapat

dipastikan bahwa senyawa tersebut merupakan pirantel pamoat.

Digunakan panjang gelombang 300 nm sebagai acuan karena pada

panjang gelombang tersebut tidak mendapat gangguan yang disebabkan adanya

(59)

(DMSO) yang memiliki serapan (UV cut-off) pada 268 nm dan metanol dengan

nilai serapan (UV cut-off) 205 nm (Snyder, Kirkland and Glajch, 1997). Adanya

perbedaan panjang gelombang hasil pengukuran dengan panjang gelombang

teoritis dapat disebabkan karena kondisi penelitian yang berbeda, baik dari

spesifikasi alat yang digunakan serta bahan-bahan yang digunakan selama

penelitian.

Syarat suatu senyawa dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri

ultraviolet yakni memiliki gugus kromofor dan gugus auksokrom. Pirantel pamoat

memiliki gugus kromofor yang bertanggung jawab terhadap penyerapan radiasi

sinar. Gugus auksokrom berperan dalam pergeseran panjang gelombang dan

intensitas serapan maksimum suatu senyawa. Gugus kromofor dan auksokrom

dari pirantel pamoat ditunjukkan pada gambar berikut:

(60)

C. Pembuatan Kurva Baku Pirantel Pamoat

Pembuatan kurva baku pirantel pamoat bertujuan untuk mendapatkan

persamaan regresi linear sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.

Kurva baku menyatakan hubungan antara konsentrasi dengan nilai serapan

dimana dengan meningkatnya konsentrasi yang digunakan maka akan

meningkatkan nilai serapan yang dihasilkan secara proporsional. Persamaan

regresi linear dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran analit minimal lima

level (macam) konsentrasi analit (Anonimf, 2005).

Pada penelitian ini menggunakan 5 seri konsentrasi larutan baku pirantel

pamoat, yakni sebesar 10; 15; 20; 25 dan 30 yang masing-masing

dilakukan replikasi sebanyak 3 kali (Snyder, Kirkland, and Glajch, 1997).

Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali bertujuan untuk mendapatkan kurva baku

dengan nilai koefisien korelasi (r) yang paling baik. Hal penting yang perlu

dipertimbangkan dalam penentuan kurva baku beberapa replikasi yaitu

berdasarkan pada nilai r terhitung, dimana suatu metode dikatakan memiliki

linearitas yang baik jika memiliki nilai r > 0,999 (Snyder, Kirkland,

Gambar

Gambar.15. .Hubungan Antara Konsentrasi Pirantel Pamoat dengan
Gambar 1. Struktur Pirantel Pamoat (Anonimb, 2013)
Gambar 2. Proses Terjadinya Kavitasi (Anonimc, 2010).
Gambar 3. Skema cara kerja ekstraksi dengan bantuan ultrasonik (Santos, Lodeiro,  and Capelo-Martinez, 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah membandingkan sistem ekstraksi yang berbeda terhadap kadar xantorrhizol yang terekstraksi dari rimpang temulawak dan memperoleh hasil validasi

menggunakan metode kristalisasi antisolvent menghasilkan rendemen likopen yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode ekstraksi cair-cair ataupun dengan metode

Metode ekstraksi DNA jarak melalui modifikasi bufer ekstraksi tanpa menggunakan nitrogen cair sudah cukup untuk memperoleh DNA jarak yang baik karena telah memenuhi

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui metode yang lebih baik antara metode ekstraksi dan kromatografi kolom untuk isolasi senyawa murni aspirin dari tablet merk,

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan persen ekstraksi emas dari limbah papan sirkuit telepon genggam dengan teknik membran cair emulsi menggunakan MIBK sebagai

Penelitian ini bertujuan mengetahui jumlah pelarut dan waktu ekstraksi yang optimum dalam ekstraksi andrografolid menggunakan metode refluks dan mengetahui rendemen

Tujuan penelitian ini adalah mencari variabel paling berpengaruh dalam ekstraksi gingerol dari rimpang jahe segar dengan menggunakan variabel suhu ekstraksi, berat

Ekstraksi pektin dari kulit pisang kepok ini menggunakan ultrasonik, adapun variasi pada penelitian ini menggunkan variasi massa bahan baku yang kemudian dibandingkan dengan perolehan