• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai aspek sosial budaya yang saling terintegrasi. Musik tercipta karena ada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. berbagai aspek sosial budaya yang saling terintegrasi. Musik tercipta karena ada"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Musik adalah salah satu ekspresi budaya. Dalam kegiatan musik terdapat berbagai aspek sosial budaya yang saling terintegrasi. Musik tercipta karena ada manusia yang menciptakannya yang disebut dengan pencipta musik. Dalam konteks seseorang mengkomposisikan musik, naka ia dapat disebut dengan komposer. Musik juga selalu diusahakan dipertunjukkan dengan menggunakan unsur-unsur estetika. Misalnya menggunakan unsur harmoni, teks yang memuat nilai-nilai dan filsafat, menggunakan genre-genre puisi seperti pantun, nazam, sonata, dan lainnya. Khusus untuk ini di dalam dunia musik dikenal dengan penggubah lirik dan pengaransemen (arranger). Musik juga selalu menggunakan pemain-pemain yang memiliki keahlian yang relatif baik, yang lazim disebut dengan pemusik atau musisi. Begitu juga untuk musik-musik vokal, penonjolan pertunjukan adalah pada para penyanyi.

Agar musik ini fungsional dan berkelanjutan, maka secara budaya, musik membutuhkan masyarakat pendukung yang jumlahnya bisa relatif kecil, atau bisa juga relatif besar. Masyarakat pendukung sangat menentukan hidup dan matinya genre-genre musik dalam kebudayaan manusia. Masyarakat pendukung ini ada yang disebut dengan fans club, pecinta musik, kelompok etnik, atau bahkan masyarakat dunia.

(2)

Dalam berbagai kasus musik di dunia ini, tokoh-tokoh musik apakah itu penyanyi, pemain alat musik tertentu, pengorganisasi peristiwa musik, begitu menonjol peran sosial dan budayanya. Kita mengenal Michael Jackson sebagai penyanyi ikon musik populer dunia. Masyarakat internasional juga mengenal Kenny G. sebagai pemain alat msuik saksofon yang handal di dunia. Begitu pula kita mengenal Kitaro yang handal dalam memainkan alat-alat musik perkusi Barat yang dipadunya dengan alat-alat musik perkusi dari Jepang. Di lingkup nasional, kita mengenal Idris Sardi sebagai penggesek biola yang handal. Begitu juga ada penyanyi dan pencipta lagu yang terkenal yaitu Titik Puspa. Kita juga mengenal Iwa K. sebagai penyanyi rap populer di Indonesia. Dari generasi muda, kita mengenal Henry lamiri dari Kalimantan sebagai pemain biola yang handal, dan banyak lagi contoh-contoh lainnya.

Di Sumatera Utara, terdapat banyak tokoh musik yang cukup mewarnai kawasan ini, nasional, bahkan internasional. Kita mengenal komponis Cornel Simanjuntak, Liberti Manik, Djaga Depari, Lily Suheiri, Rizaldi Siagian, Ben Marojahan Pasaribu, dan kawan-kawannya. Kita juga mengenal pencipta tari seperti Guru Sauti, O.K. Adram, Taralamsyah Saragih, Yose Rizal Furdaus, Sirtoyono, Manchu, dan lain-lainnya. Para tokoh musik dan tari dari Sumatera Utara ini, ada yang karya dan pertunjukannya, yang berdasar kepada budaya etniknya saja. Ada pula yang bersandar pada kebudayaan nasional Indonesia, dan bahkan budaya dunia.

Dalam kebudayaan musik Melayu di Sumatera Utara, yang menarik perhatian penulis sebagai seorang mahasiswa yang berkecimpung dalam disiplin

(3)

etnomusikologi, adalah peran para seniman musik Melayu yang sebahagiannya berasal dari etnik-etnik di luar etnik Melayu. Atau mereka ini berkecimpung dalam kesenian Melayu, dan memelayukan dirinya. Contohnya adalah Sirtoyono yang beretnik Jawa, dan banyak berkecimpung dalam tarian Melayu Sumatera Utara. Begitu juga dengan Lily Suheiri seniman Sumatera Utara yang etniknya Sunda tetapi banyak menciptakan lagu-lagu Melayu baik dalam bentuk ensambel kecil atau orkestra yang ia bina, yaitu Orkes Simfoni Medan (Orsim). Demikian juga halnya dengan Zulfan Effendi Lubis, yang dipandang sebagai seniman musik (khususnya akordion) Melayu Sumatera Utara. Ada apa dengan fenomena ini? Maka dalam pemikiran penulis, semua itu tidak terlepas dari identitas Melayu. Jadi ada kaitan langsung antara identitas, musik, kebudayaan, lingkungan, dan konseptualisasi budaya.

Melayu adalah sebuah istilah antropologis dan budaya, yang memiliki berbagai pengertian. Istilah ini bisa bermakna dalam konteks yang luas yaitu ras, bisa juga identitas yang berkaitan dengan tata negara, atau etnik setempat, yang menghuni kawasan tertentu seperti provinsi atau kabupaten. Makna-makna yang bisa luas atau sempit ini umumnya tergantung dalam konteks apa istilah tersebut digunakan.

Berdasarkan pengertian ras, Melayu dapat digolongkan kepada kumpulan Melayu Polinesia atau ras berkulit coklat yang mendiami Gugusan Kepulauan Melayu, Polinesia, dan Madagaskar. Namun demikian pada masa pusat imperium Melayu berada di Malaka 1400 M dan Parameshwara menjadi Islam, maka sejak itu agama Islam disebarkan dari Malaka ke segenap penjuru di Nusantara. Penyebaran

(4)

yang terjadi melalui proses dagang dan perkawinan ini, sekaligus membentuk budaya Melayu. Setelah itu, terbentuk definisi jati diri Melayu yang baru yang tidak lagi terikat pada faktor geneologis (hubungan darah) tetapi dipersatukan oleh faktor kultural yang sama, yaitu kesamaan agama Islam, bahasa Melayu, dan adat-istiadat Melayu.

Definisi Melayu sejak abad ke 15 M dikemukakan oleh penguasa kolonial Belanda dan Inggris serta para sarjana asing bahwa seseorang dikatakan orang Melayu apabila ia beragama Islam, berbahasa Melayu sehari-hari, dan melakukan adat istiadat Melayu dalam kehidupannya sehari-hari. Sehingga sampai pada awal kemerdekaan Indonesia istilah “masuk Melayu” sama dengan ”masuk Islam” (Luckman Sinar 1994:8-9).

Menurut seorang ahli antropologi, Vivienne Wee (dalam Takari dan Dewi, 2008), terdapat perbedaan pengertian Melayu di Singapura, Malaysia, dan Indonesia yang secara langsung berkaitan erat dengan persepsi pemerintah masing-masing. Pemerintah Singapura memandang Melayu sebagai sebuah ras, sebuah kategori yang dihasilkan berdasarkan keturunan dalam sistem etnisitasnya. Bahkan di Singapura, seseorang yang rasnya Melayu, beragama Kristen, berbahasa Inggris, secara syah dianggap sebagai orang Melayu. Terdapat sejumlah kecil orang Melayu Kristen dan mereka dipandang sebagai suatu Asosiasi Kristen Melayu di Singapura. Sedangkan di Malaysia, Melayu secara konstitusional diikat identitasnya dengan agama Islam, maka jika seorang Melayu berpindah agama menjadi Kristen misalnya, dia tidak dipandang lagi sebagai orang Melayu. Meskipun demikian, tidak berarti semua orang

(5)

Islam di Malaysia dipandang sebagai orang Melayu. Konstitusi Malaysia menyatakan bahwa orang Melayu itu hanyalah orang Islam yang berbahasa Melayu, menuruti adat-istiadat Melayu, lahir di Malaysia atau lahir dari orang tua yang berkebangsaan Malaysia. Berbeda dengan Singapura dan Malaysia, pemerintah Indonesia tidak begitu berminat memberi pengertian secara legal terhadap Melayu. Pengertian Melayu di Indonesia adalah satu istilah yang mengandung makna identitas regional berdasarkan pengakuan penduduknya. Dengan demikian, menurut pandangan pemerintah Indonesia, seseorang dapat saja menyatakan diri sebagai oring Melayu ataupun bukan orang Melayu. Dia boleh menentukan identitas regionalnya. Karena pemerintah Indonesia tidak mencantumkan label etnik dalam kartu tanda penduduk (KTP), sedangkan Singapura dan Malaysia mencantumkannya.

Selain itu, istilah Melayu bisa merujuk kepada salah satu etnik setempat di Sumatera Utara yang terdiri dari daerah-daerah kebudayaan yaitu Melayu Deli, Serdang, Langkat, Asahan, Batubara, dan Labuhan Batu. Namun demikian, tidak terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Menurut Fadlin, perbedaan di antara keenam kelompok Melayu ini hanya terdapat pada dialek atau pengucapan sesuatu, misalnya pada pengucapan kata “kemana” bisa berbeda pada akhir hurufnya di enam wilayah Melayu Sumatera Utara tersebut.1

1 Hasil wawancara dengan Fadlin pada September 2009 di ruang kantor beliau di Departemen Namun hal tersebut tidak membatasi mereka untuk berkomunikasi, mereka dapat saling mengerti dan dapat saling berkomunikasi dengan baik.

(6)

Di Sumatera Utara, ciri kemelayuan yang utama adalah budaya dan agama Islam. Etnik Melayu bukan hanya mereka yang bernenek moyang Melayu Semenanjung, Riau, dan Kalimantan, tetapi juga banyak suku setempat seperti Mandailing-Angkola, Karo, Batak Toba, Simalungun, dan suku pendatang seperti Aceh, Minangkabau, Jawa, Arab, India yang masuk menjadi Melayu dan memelayukan diri. Namun di antara mereka ada yang mengakui diri ke dalam dwi-etnisitas. Ini semua dikarenakan oleh identitas kemelayuan yang terbuka dan tidak membedakan asal keturunan. Yang terpenting adalah pelaksanaan budaya yang dipandu oleh wahyu Allah. Di Sumatera Utara banyak orang Batak yang memelayukan diri dan mengakui diri sebagai orang Melayu, contohnya Zulfan Effendi Lubis yang secara garis keturunan adalah seorang Batak Mandailing yang memelayukan diri dan mengakui diri sebagai orang Melayu. Ia mengatakan:

Bapak memang suku Mandailing, ayah saya marga Lubis. Tapi kan Bapak udah lebih banyak melakukan kebiasaan-kebiasaan Melayu. Karena udah lama saya tinggal di daerah orang Melayu dan istri bapakpun orang Mandailing. Jadi Bapak orang Melayu, tapi tetap bermarga Lubis (wawancara penulis dengan Zulfan Effendi Juli 2010)

Apa yang terjadi pada Zulfan Effendi Lubis itu, yaitu Batak menjadi Melayu dikonsepkan dalam pantun:

Bukan kapak sembarang kapak, Kapak untuk membelah kayu, Bukan Batak sembarang Batak, Batak sudah menjadi Melayu

(7)

Pantun ini sebagai fakta bahwa banyak orang Batak yang menjadi orang Melayu dan hal tersebut tidaklah asing terjadi di Sumatera Utara. Zulfan juga terkadang mencantumkan marga Lubis di beberapa kaset rekamannya. Bahkan dalam menghasilkan karya-karyanya berbagai unsur musik Karo dan Mandailing dimasukkannya. Misalnya dalam Album Dua Dimensi ia bersama-sama Laila Hasyim, Syaiful Amri, dan kawan-kawan memasukkan unsur musik Karo yang dipadu dengan musik Melayu.

Keberadaan Zulfan Effendi Lubis seperti di atas, amatlah menarik untuk dikaji secara etnomusikologis. Menurut penulis, yang pertama sebagai orang Batak Mandailing yang kemudian masuk Melayu, ia memiliki identitas yang mendua atau dikotomi. Di satu sisi ia menjadi bahagian dari masyarakat Melayu Sumatera Utara khususnya Deli, di sisi lain ia juga tetap merasa secara keturunan sebagai orang Mandailing. Kedua, identitas keturunan dan kebudayaan yang sedemikian rupa berdampak kepada permainan atau ciptaan musik Zulfan Effendi. Ketiga, menurut pendapat para informan, Zulfan Effendi termasuk seniman yang memiliki kelebihan sendiri dibanding seniman-seniman lain, di antaranya Zulfan Effendi dipandang “hebat” dalam bermain akordion dalam mengiringi lagu-lagu Melayu. Kemudian,

keempat, beliau juga selain pemain akordion musik Melayu juga memiliki kemahiran

dalam memainkan musik-musik Padang Pasir (sebuah genre musik Islam di Sumatrera Utara yang berkembang di dasawarsa 1960-an sampai 1970-an). Kelima, Zulfan Effendi termasuk seniman musik Melayu yang senior, yang mengajarkan keahlian musiknya kepada para muridnya. Untuk itu penulis sebagai mahasiswa

(8)

Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, tertarik untuk mengkaji gaya permainan akordion Zulfan Effendi untuk musik Melayu, berdasarkan pendekatan-pendekatan etnomusikkologi.

Pengertian etnomusikolgi dalam tulisan ini adalah mengutip pendapat resmi dari Society for Etnomusikologi seperti yang penulis kutip di bawah ini.

Ethnomusicology encompasses the study of music-making throughout the world, from the distant past to the present. Ethnomusicologists explore the ideas, activities, instruments, and sounds with which people create music.

European and Chinese classical musics, Cajun dance, Cuban son, hip hop, Nigerian juju, Javanese gamelan, Navajo ritual healing, and Hawaiian chant are a few examples of the many varieties of music-making examined in ethnomusicology. Ethnomusicology is interdisciplinary—many ethnomusicologists have a background not only in music but in such areas as anthropology, folklore, dance, linguistics, psychology, and history.

Ethnomusicologists generally employ the methods of ethnography in their research. They spend extended periods of time with a music community, observe and document what happens, ask questions, and sometimes learn to play the community’s types of music. Ethnomusicologists may also rely on archives, libraries, and museums for resources related to the history of music traditions. Sometimes ethnomusicologists help individuals and communities to document and promote their musical practices.

Most ethnomusicologists work as professors at colleges and universities, where they teach and carry out research. A significant number work with museums, festivals, archives, libraries, record labels, schools, and other institutions, where they focus on increasing public knowledge and appreciation of the world’s music.

Many colleges and universities have programs in ethnomusicology. To see a list of some of these programs, visit

our Guide to Programs in Ethnomusicology (sumber: www.

webdb.iu.edu)

Sesuai dengan kutipan di atas, etnomusikologi adalah suatu wilayah kajian ilmiah terhadap keberadaan musik di seluruh dunia, dari masa lampau hingga kini. Para

(9)

etnomusikolog mengeksplorasi ide-ide, kegiatan-kegiatan, alat-alat musik, dan suara musik beserta dengan masyarakat yang menghasilkan musik tersebut. Di antara contoh-contoh kajian etnomusikologi adalah musik klasik Eropa dan China, tarian Cajun, tarian son dari Kuba, hiphop, juju dari Nigeria, gamelan Jawa, upacara pengobatan pada masyarakat Navaho Indian, dan nyanyi pujian pada masyarakat Hawaii, dan berbagai musik lainnya dalam konteks kajian etnomusikologis. Ilmu etnomusikologi ini adalah interdisipliner. Beberapa etnomusikolog, tidak hanya berlatar belakang pendidikan musik, tetapi juga berlatar belakang antropologi, folklor, tari, linguistik, psikologi, dan sejarah.

Para etnomusikolog, secara umum melibatkan metode etnografi dalam penelitiannya. Mereka bekerja dan menghasilkan karya ilmiah yang berangkat dari data museum, festival, arsip, perpustakaan, label perekaman, sekolah, dan institusi lainnya. Para etnomusikolog ini fokus kepada usaha meningkatkan ilmu pengetahuan dan apresiasi terhadap musik dunia. Banyak perguruan tinggi dan universitas yang memiliki program studi etnomusikologi.

Berkaitan dengan penelitian ini yang mefokuskan perhatian kepada gaya bermain akordion Zulfan Effendi, maka sangatlah relevan untuk didekati dengan disiplin etnomusikologi. Zulfan Effendi adalah pemusik Melayu, yang memiliki keahlian khas sebagai pemain akordion. Permainan akordion ini memiliki latar belakang kebudayaan, khsusunya Melayu dan ditambah dengan unsur budaya Timur Tengah (Arab). Jadi kajian terhadap gaya permainan akordion Zulfan Effendi, berarti studi musik dalam kebudayaan.

(10)

Musik adalah ekspresi kultural, seperti halnya bahasa, humor, dan emosi merupakan hubungan antara musik dan kehidupan (Sinar 1990:1). Di dalamnya terdapat nilai dan norma yang terkandung di dalam kebudayaan pemilik kesenian tersebut. Begitu pula dengan kebudayaan musik Melayu. Secara umum musik Melayu terbagi kedalam 2 bagian, yaitu musik tradisional dan musik modern. Yang termasuk ke dalam musik tradisional Melayu antara lain: (1) musik pengaruh India: Persia dan Thailand atau Siam, seprti : nobat, menhora, makyong, dan rodat, (2) musik pengaruh Arab: gambus, kasidah, ghazal, zapin, dan hadrah; (3) nyanyian anak-anak; (4) musik vokal (lagu) yang berirama lembut seperti Tudung Periuk, Damak. Dondang Sayang dan ronggeng atau joget. Sedangkan musik modern adalah: (1) keroncong dan Istambul yang tumbuh dan berkembang awalnya di Indonesia; (2) lagu-lagu langgam; (3) lagu-lagu patriotik tentang tanah air, kegagahan, dan keberanian; (4) Lagu-lagu ultramodern yang kuat dipengaruhi oleh budaya Barat (Usman dalam Takari 2005: 161-162).

Masyarakat Melayu juga membuat klasifikasi alat musik yang dianggap tradisional, yaitu gendang panjang, rebab, gong, tawak-tawak, kesi, ceracap, dan suling. Alat musik tersebut dibawakan dalam setiap upacara adat Melayu. Pengaruh musik Barat menjadi musik populer Melayu yang kemudian diadopsi oleh masyarakat Melayu dan sampai saat ini selalu dipakai dalan setiap pertunjukkannya adalah biola dan akordion.

Akordion merupakan instrumen free-reed yang ditemukan pada awal abad ke-19. Alat musik ini memiliki 4 bagian antara lain, bellows, keyboard, treble registers,

(11)

bass registers dan bassis. Instrumen ini memiliki 12 bass2 dengan 20 keyboard3

Pada saat ini sudah sangat jarang ditemukan sajian musik populer Melayu tanpa suara akordion. Meskipun tidak selalu memakai akordion, tetapi alat musik

keyboard sering digunakan untuk memunculkan warna suara akordion tersebut.

Kedudukan akordion pada ensambel musik Melayu merupakan instrumen yang penting dan menjadi pembawa akord bahkan sering membawa melodi secara heterofoni dengan biola. Menurut Fauzi, akordion merupakan inovasi baru pada musik Melayu yang menjadikan musik tersebut menjadi lebih hidup dan berwarna.

sampai 160 bass dengan 45 keyboard. Tetapi ada juga desain yang lebih kecil atau lebih besar. Setiap bass pada akordion membunyikan akord yang berbeda. Sistem pengakordan ini merupakan interpretasi penyebutan nama akordion.

4

Perbedaan gaya permainan akordion juga ditemukan di antara seniman musik Melayu, misalnya Ahmad Setia dan Zulfan Effendi. Ahmad setia merupakan pemain akordion yang terkenal mahir memainkan akordion dalam mengiringi tari Serampang

Dua Belas, sedangkan Zulfan Effendi terkenal sebagai pemain akordion yang mahir

Meski merupakan alat musik yang diadopsi dari kebudayaan musik Barat, akordion pada musik Melayu mempresentasikan gaya musik Melayu. Teknik yang dipakai juga sesuai dengan konsep yang menjadi ciri musik Melayu, seperti sistem tangga nada, cengkok dan sebagainya. Perbedaan konsep budaya dengan alat musik yang sama ini merupakan hal yang menarik untuk dikaji.

2 Bass dimaksudkan kepada tombol pada accordion yang memainkan akord. 3 Keyboard dimaksudkan kepada tuts piano pada accordion.

(12)

memainkan akordion dalam mengiringi lagu-lagu. Perbedaan ini menjadi ciri khas pemusik tersebut dalam membawakan lagu-lagu pada akordion. Dalam kajian ini, Zulfan Effendi Lubis penulis pilih untuk menjadi narasumber pokok bagi penulis karena Zulfan memiliki gaya permainan yang sangat khas dan berbeda, bahkan memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh pemain akordion yang lain.

Zulfan adalah seorang Batak Mandailing yang bermarga Lubis yang secara dominan melakukan adat istiadat Melayu dalam kehidupannya sehari-hari dan merupakan salah satu pemain akordion yang cukup handal dan sangat dikenal dalam musik Melayu khususnya di Sumatera Utara (wawancara dengan Takari September 2009). Zulfan Effendi Lubis pada awalnya mempelajari musik padang pasir5

Kelebihan lain yang dimiliki oleh Zulfan, antara lain mengkolaborasikan beberapa unsur musik dalam musik Melayu seperti musik Arab, musik Karo, musik

dengan alat musik harmonium dari ayahnya Zakaria Lubis dan pamannya Muhammad Nasir Nasution. Kemudian ia mulai mempelajari musik Melayu dan mulai berkarir sebagai pemain akordion sejak berusia 17 tahun sampai sekarang. Kemampuan memainkan musik padang pasir ini menjadi kelebihan dan ciri khas Zulfan Effendi Lubis yang tidak dimiliki oleh pemain akordion lainnya.

5Di Sumatera Utara, yang dimaksud dengan irama padang pasir adalah merujuk kepada

musik-musik yang berciri Arab, yang ditandai dengan penggunaan alat-alat musik seperti oudh (gambus), gendang marwas, nekara, dan lain-lainnya. Begitu juga dengabn melodi yang digarap berdasarkan maqamat dari Timur Tengah seperti nahawan, sikkah, ziharkah, husaini, bayati, dan lain-lainnya. Lagu-lagu yang digunaklan juga sebahagian besar memakai lirik berbahasa Arab dan sebahagiannya bahasa Melayu. Genre padang pasir ini dibawa oleh para ulama dan seniman yang menimba ilmu di Tanah Arab pada masa sebelum Indonesia merdeka sampai Indonesia meredeka. Di antara tokoh dan seniman irama padang pasir adalah Ahji Ahmaq Baqi, Mukhlis, Hajjah Nurasiah Jamil, dan lain-lainnya. Genre irama padang pasir ini mencapai zaman keemasannya pada dasawarsa 1960-an sampai 1970-an. Padang pasir sendiri merujuk kepada pengertian kawasan padang pasir yang umum

(13)

Mandailing, Jawa, dan salah satu albumnya yang paling terkenal adalah album Dua

Dimensi.

Contoh melodi musik etnik Karo yang dimainkan oleh Zulfan Effendi melalui alat musik akordion.

Contoh melodi musik etnik Mandailing yang dimainkan oleh Zulfan Effendi melalui alat musik akordion.

Contoh melodi musik etnik Jawa yang dimainkan oleh Zulfan Effendi melalui alat musik akordion.

Ia merupakan murid kepercayaan dan “kesayangan” Ahmad Baqi, yaitu seorang pemusik dan pencipta lagu Melayu yang handal. Selain itu, Zulfan sering kali dipanggil sebagai pemain akordion di beberapa kegiatan kesenian, seperti Pesta Gendang Nusanatara di Melaka tahun 1996-1998 yang diadakan bersama Fadlin dan

(14)

grupnya di Malaysia, OPEC Second Summit bersama Sinar Budaya Grup (SBG) di Caracas, Venezuella pada bulan September Tahun 2001. Selain itu, ia juga berperan sebagai pemain accordion bersama Rinto Harahap dan penyanyi legendaris Melayu Nur ‘Ainun dalam rekaman album Enam Jam di Malaka karya Rizaldi Siagian di Jakarta. Zulfan juga membentuk dan membimbing grup sendiri yang ia beri nama Group As-Syabab Senandung Deli. Sebagian besar anggota group ini adalah keluarga Zulfan, seperti anak dan keponakannya.

Keistimewaan gaya permainan yang dimiliki Zulfan ini membuat penulis tertarik untuk menganalisisnya melalui sudut pandang etnomusikologis. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Gaya

Permainan Akordion untuk Lagu-lagu Melayu oleh Zulfan Effendi.

1.2 Pokok Permasalahan

Dalam penelitian ini, satu pokok permasalahan yang akan penulis kaji dalam adalah bagaimana gaya permainan akordion untuk lagu-lagu Melayu oleh Zulfan

Effendi? Pokok permasalahan ini dibuat sebagai bahan pertanyaan penelitian untuk

menguji validitas lapangan, yaitu bagaimana ciri atau gaya permainan Zulfan Effendi yang dianggap memiliki kelebihan-kelebihan teknis dan estetis oleh sesama seniman Melayu sendiri atau para penikmatnya. Untuk menjawab pokok permasalahan ini, maka kajian penelitian ini dibantu oleh deskripsi biografi Zulfan Effendi dan hal-hal sejenis, dalam konteks multidisiplin dan interdisplin ilmu.

(15)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ciri gaya permainan akordion salah satu pemusik Melayu, yaitu Zulfan Effendi dan mendokumenta-sikannya sebagai bahan pembelajaran bagi masyarakat secara khusus di bidang seni.

1.3.2 Manfaat

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini, antara lain :

1. Menjadi media yang berusaha dapat mengkomunikasikan kebudayaan musik Melayu kepada masyarakat Melayu bahkan diluar Melayu.

2. Mengangkat seniman musik tradisi agar dapat dikenal dikalangan masyarakat umum.

3. Sebagai media pengembangan ilmu pengetahuan khususnya etnomusikologi agar dapat mempertahankan mahalnya kesenian daerah yang semakin menghilang.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

(16)

Konsep merupakan suatu definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala (Mely Tan dalam Kuentjaraningrat, 1991: 21). Konsep dimaksudkan untuk memberi definisi dan pembatasan pemahaman.

Gaya adalah ciri-ciri tertentu atau karakter yang dimiliki oleh suatu musik, seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain: (1) Bruno Nettl (1964:169) dalam bukunya Theory and Method in Etnomusicology, mengatakan bahwa gaya dapat diartikan sebagai kumpulan karakter yang dimiliki oleh satu komposisi musik (lagu), yang sama dengan karakter-karakter pada komposisi lainnya (lagu-lagu) di dalam kesatuan lingkungan budayanya. (2) Apel dalam bukunya Harvard Dictionary of

Music, mengatakan gaya dalam satu komposisi musik berhubungan dengan suatu cara

pengolahan semua unsur musik: bentuk, melodi dan ritme (dalam Jagar Lumbantoruan 1991), (3) Slobin (1984:5) dalam bukunya World of Music, mengatakan gaya diartikan sebagai ciri khas dari sebuah musik yang di dalamnya terdapat unsur-unsur musik yang saling berhubungan antara elemen nada, elemen waktu, dan elemen warna suara. Dengan demikian yang dimaksudkan gaya dalam komposisi ini adalah ciri atau karakter yang ditimbulkan dengan cara pengolahan unsur musikal (bentuk, melodi dan ritem) yang saling berhubungan dalam permainan akordion oleh Zulfan Effendi Lubis.

Akordion adalah instrumen musik Barat yang merupakan klasifikasi alat musik aerofon free-reed yang memiliki bass dan keyboard piano. Alat musik ini memiliki beberapa ukuran berdasarkan banyaknya jumlah bass dan keyboard. Ukuran yang paling kecil, yaitu 12 bass dengan 25 keyboard. Sedangkan ukuran yang paling besar, yaitu 160 bass dengan 41 keyboard (Midgley 1976:81). Tetapi kemungkinan

(17)

ada ukuran yang lebih kecil atau lebih besar lagi. Alat musik ini dimainkan dengan kedua tangan dengan bagian yang berbeda, secara umum tangan kanan memainkan

keyboard, dan tangan kiri memainkan bass. Akordion dimainkan dengan cara menarik

dan mendorong bagian belows agar mendapatkan sokongan udara sambil memainkan

bass, dan tangan kanan juga bergerak memainkan tuts piano secara bersamaan dengan

tangan kiri yang menarik dan mendorong akordion tersebut. Jika bagian bellows tidak ditarik, maka akordion tidak akan berbunyi karena tidak ada sokongan udara yang merupakan sumber bunyi pada akordion.

Beberapa lagu Melayu yang penulis maksudkan dalam tulisan ini, yaitu lagu-lagu pada tiga rentak Melayu dan satu sampel lagu-lagu padang pasir. Adapun lagu-lagu tersebut, antara lain, senandung dengan lagu Sri Mersing, mak inang dengan lagu Mak

Inang Pulau Kampai, lagu dua dengan lagu Tanjung Katung, dan genre padang pasir

dengan lagu Habibi.

Konsep kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Koentjaraningrat 1987:180). Maka kebudayaan Melayu merupakan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat Melayu yang menjadi milik bangsa Melayu dengan belajar. Kebudayaan Melayu penulis maksudkan kepada kebiasaan-kebiasaan atau hasil dari tingkah laku masyarakat Melayu yang ada di Medan. Dalam hal ini yang dibahas adalah mengenai tradisi musikalnya.

(18)

Zulfan Effendi adalah seorang pemusik akordion yang handal memainkan alat musik tersebut. Zulfan merupakan seorang yang bersuku Batak Mandailing, yaitu bermarga Lubis yang mengakui diri sebagai orang Melayu karena secara dominan mengikuti adat istiadat Melayu, berbahasa Melayu dan beragama Islam. Zulfan Effendi memandang dirinya sendiri dalam dwietnisitas yaitu sebagai orang melayu dan mandailing sekali gus. Begitu juga dengan isteri dan anak-anaknya, yang juga semuanya berkecimpung di bidang seni pertunjukan Melayu, khsususnya Melayu Deli.

1.4.2 Teori

Dalam tulisan ini, penulis menggunakan beberapa teori yang berfungsi untuk menuntun peneliti dalam melakukan suatu pekerjaan lapangan seperti penelitian. Teori-teori tersebut menjadi acuan yang membantu penulis untuk menemukan tujuan penelitian.

Dalam menganalisi aspek gaya permainan akordion Melayu ini penulis menggunakan teori weighted scale yang dinyatakan oleh Malm (1977:8) bahwa dalam menganalisis karakter atau struktur suatu musik maka harus dikaji: tangga nada, nada dasar, wilayah nada, jumlah masing-masing nada, interval, pola kadensa, formula melodi, dan kontur. Karena dalam menganalisis suatu gaya permainan, maka diperlukan analisis musikalnya juga dan begitu pula sebaliknya.

Untuk melihat kehidupan Zulfan Effendi Lubis, penulis menggunakan teori biografi. Dalam buku Antologi Biografi Pengarang Sastrawan Indonesia (1999:3-4) dijelaskan bahwa biografi adalah suatu teori yang dipergunakan untuk

(19)

mendeskripsikan kehidupan pengarang atau sastrawan. Tulisan mengenai biografi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu biografi singkat dan panjang. Biografi singkat bisa hanya berjumlah beberapa baris kalimat saja, sedangkan biografi panjang bisa berjumlah satu buku atau lebih (dalam Siti Zulaikha Sitanggang 1998). Dalam tulisan ini, penulis memilih biografi singkat tentang Zulfan karena kajian terpenting dalam tulisan ini bukanlah mengenai biografi Zulfan Effendi Lubis, tetapi gaya permainan akordion yang disajikannya baik dalam pertunjukan maupun industri rekaman. Teori ini penulis maksudkan untuk melihat bagaimana kehidupan Zulfan sebelum dan sesudah ia menjadi orang Melayu sampai saat ini, serta eksistensinya dalam musik Melayu.

Dalam mengkaji sejarah alat musik akordion pada kebudayaan Melayu, penulis menggunakan teori yang selalu dipakai dalam kontak budaya,yaitu penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain. Dengan proses tersebut manusia mampu menghimpun penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat, dapat diteruskan pada masyarakat luas sampai umat manusia di dunia dapat menikmati gunanya. Hal ini juga berkaitan dengan teori yang diungkapkan oleh Herkovits bahwa perubahan-perubahan dapat dilihat dari 2 titik pandang, yaitu bagaimana yang terjadi pada masa lampau dan masa sekarang (dalam Johannes 2000). Bardasarkan titik pandang pertama sudah mempergunakannya dalam istilah difusi yang didefenisikan sebagai transmisi budaya dalam proses. Selain itu, perkembangan juga dapat dipandang dari bagaimana asal usul sesuatu dalam budaya karena faktor perubahan internal, ekternal lazim disebut akulturasi (1948: 525).

(20)

1.5 Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis mengacu kepada pendapat Nettl (1964: 62) yang mengatakan ada dua hal yang esensial untuk melakukan aktivitas penelitian dalam disiplin etnomusikologi. Dua hal itu adalah kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work).

Penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu sebuah metodologi penelitian yang mencakup pandangan-pandangan falsafah mengenai disiplin inquiry dan mengenai realitas objek studi dalam ilmu-ilmu sosial dan tingkah laku (Sanapiah 1990:1). Penggunaan metode kualitatif dalam penelitian kasus dan lapangan sangat tepat untuk menganalisa berbagai permasalahan, seperti memahami makna yang mendasari tingkah laku partisipan, eksplorasi untuk mengidentifikasi tipe-tipe informasi baru yang hendak dikumpulkan untuk memahami keadaan yang terbatas jumlahnya dengan folus yang mendalam dan terinci, dan mempersoalkan variable-variabel menurut pandangan dan defenisi partisipan.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Sebelum melakukan suatu penelitian diperlukan panduan yang merupakan suatu referensi bagi peneliti. Oleh karenanya, penulis melakukan pencarian bahan-bahan sebelum melakukan penelitian ke lapangan. Terlebih dahulu penulis melakukan studi kepustakaan, seperti bahan-bahan bacaan mengenai teori, konsep, bahkan

(21)

tulisan-tulisan lain yang berhubungan atau sedikitnya mempunyai kesamaan dengan judul penelitian ini. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.

(1) Buku Budaya Musik Tari dan Sumatera Utara (2008) oleh Muhammad Takari dan Heristina Dewi. Dalam buku ini dimuat tentang sejarah budaya music dan tari Melayu dari era animism, Hindu, Budha, Islam, penjajahan Eropa, dan era globalisasi. Yang menarik dalam buku ini juga dibahas tentang akulturasi music Portugis dan Melayu yang terdapat dalam tarian joget atau branle Portugis. Dalam buku ini juga diuraikan secara singkat tentang kedudukan alat musik akordion, dan gaya music Melayu yang disebut dengan gerenek, cengkok, dan patah lagu.

(2) Buku Jatidiri Melayu (1995) oleh Luckman Sinar. Dalam buku ini dibahas tentang siapa itu orang Mlayu, baik dari perspektif orang-orang Eropa, penulis asing, maupun di kalangan orang Melayu sendiri. Buku ini sangat relevan dengan topic kajian ini, yaitu Zulfan Effendi Lubis merasa dirinya sebagai orang Melayu yang bernenek moyang orang Mandailing.

(3) Jurnal Etnomusikologi Vol 1 Nomor 2 oleh Muhammad Takari yang berjudul Komunikasi dalam Seni Pertunjukan Melayu. Dalam artike ini, Takari banyak menyoroti bagaimana seni pertunjukan (musik dan tari) Melayu dikomunikasikan dari para seniman kepada khalayak penontonnya. Kemudian ia mengkaji aspek bahasa verbal yang terdapat dalam genre-genre seni Melayu, seperti: ronggeng, nazam, gurindam, ahoi, dan lain-lain. Tulisan ini memberikan wawasan aspek komunikasi seni Melayu kepada saya.

(22)

(4) Penelusuran online (Wikipedia) yang berisi tentang sejarah dan jenis-jenis akordion. Termasuk akordion yang terdapat dalam kebudayaan Melayu.

(5) Selain itu, penulis juga mencari referensi dari beberapa skripsi mahasiswa etnomusikologi, seperti Siti Sitanggang yang membahas tentang biografi dan gaya melodis permainan akordion seorang pemusik Melayu yang bernama Ahmad Setia, dan Jagar Lumbantoruan yang membahas tentang Analisis Gaya Melodi Talempong.

1.5.2 Pengumpulan Data di Lapangan

1.5.2.1 Observasi

Dalam pengumpulan data di lapangan, penulis melakukan observasi atau melakukan pengamatan langsung ke lokasi penelitian dan tempat diselenggarakannya pertunjukan musik yang diikuti narasumber penulis. Penulis juga mengunjungi beberapa pertunjukan musik Melayu untuk menambah wawasan penulis pada musik Melayu.

Dalam rangka observasi ini penulis mendatangi dan berkunjung secara berulang-ulang rumah kediaman Zulfan Effendi, untuk menciptakan suasana keakraban dengan beliau dan keluarganya. Selanjutnya observasi yang penulis lakukan adalah mengamati pola kegiatan hidup Zulfan Effendi dan keluarganya sebagai keluarga seniman. Beitu juga penulis mengobservasi bagaimana Zulfan Effendi

(23)

melakukan latihan akordion dan memainkan musik Melayu bersama keluarga dan seniman-seniman Melayu lainnya.

Penulis juga melakukan pengamatan terhadap Zulfan effendi dalam rangka memproduksi music-musik Melayu di studio yang disewa. Di dalam konteks ini, Zulfan Effendi biasanya bertindak sebagai seniman akordion Melayu. Kadangkala ia juga menyanyikan lagu-lagu Melayu. Biliau juga kadang mengisi musik rekaman yang dibuat kelompoknya dengan gesekan alat musik biola. Demikian sekilas kerja observasi yang penulis lakukan.

1.5.2.2 Wawancara

Dalam penelitian ini penulis juga melakukan teknik wawancara untuk mendaptkan informasi yang sedetail-detailnya dari informan-informan yang penulis pilih dalam penelitian ini. Adapun teknik wawancara yang penulis lakukan, yaitu wawancara terbuka dan tidak berstruktur (Moleong 2002: 137-139). Penulis tidak hanya selalu terfokus pada satu pokok masalah dalam wawancara. Hal ini dapat menyebabkan kejenuhan pada informan sehingga data yang diharapkan tidak dapat diperoleh dengan akurat. Maka dalam hail ini penulis memilih menggunakan wawancara terfokus dan wawancara bebas.

Dalam wawancara terbuka dan tidak berstruktur ini, penulis memfokuskan perhatian kepada dua aspek tujuan penelitian ini yaitu, untuk mengetahui sejauh apa gaya permainan akordion beliau. Yang kedua adalah memeperhatikan biografi ringkas

(24)

proses dirinya menjadi seniman Melayu. Penulis juga mewawancarai orang-orang dekat beliau yaitu isteri dan anak-nakanya. Untuk mendapatkan bagaimana kedudukan sosiokultural Zulfan Effendi di dalam kebudayaan Melayu, maka penulis mewawancarai beberapa seniman Melayu yang mengutarakan bagaimana Zulfan Effendi ini, terutama kekhasan beliau dalam memainkan akordion gaya musik Melayu.

1.5.2.3 Rekaman

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan camera digital dan handphone untuk membantu merekam permainan akordion dan wawancara dengan informan penulis. Penulis menggunakan handphone merk Sony Ericson W 580i untuk merekan proses wawancara dengan informan penulis. Dan untuk merekam permainan akordion informan, penulis menggunakan camera digital merk Panasonic Lumix DMC-FX12.

Proses wawancara direkamkan kedalam bentuk audio dengan perangkat perekam handphone. Sedangkan perekaman permainan akordion penulis rekam kedalam bentuk audio visual, sehingga gambar dan suara terlihat dan didengar dengan jelas. Kemudian hasil rekaman wawancara dan lagu dipindahkan ke komputer untuk ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan ataupun notasi.

Selain rekaman langsung, penulis juga menggunakan kaset-kaset album rekaman Zulfan Effendi. Diantaranya, album Pucuk Pisang 1 dan album 3 Dimensi. Penulis memilih beberapa lagu dari album tersebut untuk mendapatkan gaya

(25)

1.5.3 Kerja Laboratorium

Pada tahap yang terakhir, penulis melakukan kerja laboratorium untuk menganalsis data-data yang telah dikumpulkan di lapangan untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan. Semua data yang diperoleh baik dari kerja lapangan maupun studi kepustakaan dikumpulkan dalam kerja laboratorium untuk dianalisis

Data-data yang penulis dapatkan disusun dan diatur kembali untuk mendapatkan hasil yang maksimal diperlukan. Proses pengumpulan data dilakukan secara bertahap dengan melakukan beberapa kali pengamatan dan wawancara. Hasil dari pengumpulan data dilapangan, seperti wawancara dan rekaman lagu kemudian ditranskripsikan kedalam bentuk tulisan.

Sebelum mentranskripsikan lagu yang telah direkamkan, penulis terlebih dahulu mendengarkannya secara berulang-ulang. Kemudian penulis menghapal melodi akordion tersebut dan memainkannya di piano. Setelah itu melodi tersebut dituliskan kedalam bentuk notasi untuk dianalisis.

1.6 Lokasi Penelitian

Dalam pemilihan lokasi penelitian, penulis menetapkan lokasi di rumah narasumber, yaitu di Jl. Brigjen Katamso, Gang Merdeka yang berada di Kecamatan Medan Amplas, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Penulis juga

(26)

mengikuti beberapa kegiatan kesenian di tempat-tempat lain yang menyajikan musik Melayu untuk menambah informasi yang dapat membantu penyelesaian tulisan ini.

Daerah lingkungan tempat tinggal narasumber merupakan daerah yang mayoritas didiami oleh masyarakat Melayu. Oleh karena itu, kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan Zulfan semakin dekat dengan budaya Melayu.

Di lingkungan kediamannya, Zulfan merupakan sosok yang ramah dan sangat dikenal. Hal ini terbukti ketika penulis pertama kali mencari keberadaan beliau di tempat kediaman yang ia sewa dulu. Tetangganya berbaik hati mengantarkan penulis ke rumah Zulfan dan mengatakan bahwa ia sangat mengenal Zulfan. Keadaannya yang masih belum memiliki rumah sendiri membuatnya harus berpindah-pindah dan membuatnya semakin dikenal. Sehingga ia dan grupnya sering dipanggil dalam acara-acara yang diadakan oleh masyarakat daerah tempat tinggalnya.

Referensi

Dokumen terkait

Indikasi dilakukan splenektomi antara lain kebutuhan transfusi darah yang meningkat, yakni melebihi 250 mL/kgBB/tahun (hipersplenisme dini), adanya pansitopenia pada pemeriksaan

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2000 tentang Kertiban Umum Pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Balikpapan (Studi tentang Penertiban Anak Jalanan

Diberitahukan kepada seluruh mahasiswa Prodi Teknik Industri FTI UAJY, khususnya yang akan mengambil Tugas Akhir pada Semester Gasal 2012/2013 bahwa akan dilaksanakan

Jumlah dan jadwal permintaan pesanan akan diserahkan oleh Bagian Pemasaran kepada Manajer PPC untuk kemudian dilakukan Perencanaan dan Pengendalian Produksi sesuai

Kawasan Rawan Bencana III pada kedua Kecamatan tersebut yang terdiri dari 16 Desa dan 124 Dusun merupakan wilayah studi dalam penelitian ini dengan judul “Model

Syukur Alhamdulillah dan Subhanallah atas segala rahmat, karunia Allah SWT, sehingga penulis memiliki kekuatan, kesabaran, dan kepercayaan untuk menyelesaikan tugas

Kedelai yang diperjualbelikan oleh bapak Jamilan ternyata terjadi kenaikan harga, karena selain menjual tentunya bapak Jamilan juga menginginkan laba yang cukup,

Sedangkan instrumen yang digunakan untuk penilaian kelayakan produk adalah lembar (angket) penilaian kelayakan produk. Hasil penelitian dari penilaian ahli media dan