PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA YANG MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
JIGSAW DENGAN TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) PADA MATERI PERSAMAAN KUADRAT SISWA KELAS X
SMA SWASTA BUDI AGUNG KEC. MEDAN MARELAN T.A 2013/2014
Oleh:
Amelisa Arianthy 409411001
Program Studi Pendidikan Matematika
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
iii
PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA YANG MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
JIGSAW DENGAN TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) PADA MATERI PERSAMAAN KUADRAT SISWA KELAS X
SMA SWASTA BUDI AGUNG KEC. MEDAN MARELAN T.A. 2013/2014
Amelisa Arianthy (409411001)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe Think-Pair-Share (TPS) pada materi persamaan kuadrat siswa kelas X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan T.A. 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan menggunakan tes kemampuan pemecahan masalah sebagai alat untuk mendapatkan data penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan T.A. 2013/2014 yang terdiri atas 5 kelas yang berjumlah 150 orang. Sampel penelitian diambil secara purpose sampling dan diperoleh 2 kelas, yaitu kelas X-1 yang diajar dengan model kooperatif tipe Jigsaw (Eksperimen A) dan kelas X-2 yang diajar dengan model kooperatif tipe TPS (Eksperimen B).
Teknik analisis data yang digunakan adalah uji-t dengan taraf signifikan α = 0,05 menunjukkan adanya perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika antara kelas eksperimen A (77,267) dan kelas eksperimen B (69,133) dengan pengujian hipotesis -ttabel < thitung > ttabel (-2,002 < 20,0515 > 2,002). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi persamaan kuadrat dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe TPS di kelas X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan T.A. 2013/2014.
vi
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Identifikasi Masalah 9
1.3. Pembatasan Masalah 9
1.4. Rumusan Masalah 9
1.5. Tujuan Penelitian 10
1.6. Manfaat Penelitian 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12
2.1. Kerangka Teoritis 12
2.1.1. Pengertian Masalah 12
2.1.2. Pemecahan Masalah Matematika 13
2.1.3. Kemampuan Pemecahan Masalah 16
2.1.4. Teori Belajar yang Melandasi Model Pembelajaran Kooperatif 18 2.1.5. Pembelajaran dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif 19 2.1.6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw 23 2.1.7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) 27
2.1.8. Materi Ajar Persamaan Kuadrat 29
2.1.8.1. Akar-Akar Persamaan Kuadrat 29
2.1.8.2. Bentuk Umum Persamaan Kuadrat 30
2.1.8.3. Menyelesaikan Persamaan Kuadrat 30
2.1.8.3.1. Menyelesaikan persamaan kuadrat dengan faktorisasi 30 2.1.8.3.2. Menyelesaikan persamaan kuadrat dengan melengkapkan 32
kuadrat sempurna
2.1.8.3.3. Menyelesaikan persamaan kuadrat dengan rumus abc 32
2.1.8.3.4. Mengenal Bilangan Imajiner 33
2.1.8.4. Diskriminan Persamaan Kuadrat 34
2.1.8.5. Rumus Jumlah Dan Hasil Kali Akar-akar Persamaan Kuadrat 34 2.1.8.6. Hubungan Antara Koefisien Persamaan Kuadrat dengan Sifat 34
Akar
2.2. Kerangka Konseptual 35
vii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 37
3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian 37
3.1.1. Lokasi Penelitian 37
3.1.2. Waktu Penelitian 37
3.2. Populasi Dan Sampel 37
3.2.1. Populasi 37
3.2.2. Sampel 37
3.3. Variabel Penelitian 37
3.4. Definisi Operasional 38
3.5. Rancangan Penelitian 38
3.6. Prosedur Penelitian 40
3.7. Validitas Internal Penelitian 43
3.8. Jenis Penelitian 45
3.9. Alat Pengumpul Data 45
3.9.1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa 45
3.10. Teknik Analisis Data 47
3.10.1. Menghitung Rata-rata Skor 47
3.10.2. Menghitung Standard Deviasi 48
3.10.3. Uji Normalitas 48
3.10.4. Uji Homogenitas 49
3.10.5. Uji Hipotesis 49
3.10.6. Tingkat Kemampuan Pemecahan Matematika Siswa 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 52
4.1. Deskripsi Data Hasil Penelitian 52
4.1.1. Nilai Pretest Kelas Eksperimen A Dan Kelas Eksperimen B 52 4.1.2. Nilai Postest Kelas Eksperimen A Dan Kelas Eksperimen B 53
4.2. Analisis Data Hasil Penelitian 56
4.2.1. Uji Normalitas Data 56
4.2.2. Uji Homogenitas Data 57
4.2.3. Pengujian Hipotesis 58
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 64
5.1. Kesimpulan 64
5.2. Saran 65
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Langkah–Langkah Model Pembelajaran Kooperatif 21
Tabel 3.1. Rancangan Penelitian 39
Tabel 3.2. Teknik Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah 45 Menurut NCTM
Tabel 3.3. Teknik Penskoran Lain Yang Mengacu Pada Tingkat 46 Kemampuan Pemecahan Masalah NCTM
Tabel 3.4. Kriteria Tingkat Penguasaan Siswa 51 Tabel 4.1. Data Pretest Kelas Eksperimen A Dan Kelas Eksperimen B 52 Tabel 4.2. Data Pretest Aspek Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen A 53
Dan Kelas Eksperimen B
Tabel 4.3. Data Postest Kelas Eksperimen A Dan Kelas Eksperimen B 54 Tabel 4.4. Data Postest Aspek Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen A 54
Dan Kelas Eksperimen B
Tabel 4.5. Ringkasan Rata-Rata Nilai Pretest Dan Postest Kedua Kelas 55 Tabel 4.6. Ringkasan Rata-Rata Nilai Pretest Dan Postest Aspek 55
Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen A
Tabel 4.7. Ringkasan Rata-Rata Nilai Pretest Dan Postest Aspek 55 Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen B
Tabel 4.8. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data 56 Tabel 4.9. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Aspek Pemecahan 57
Masalah
Tabel 4.10. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Data 58 Tabel 4.11. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Data Aspek Pemecahan 58
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.1. Hasil Lembar Jawaban Observasi Siswa 4
Gambar 2.1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw 24
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. RPP Kelas Eksperimen A 68
Lampiran 2. RPP Kelas Eksperimen A 74
Lampiran 3. RPP Kelas Eksperimen A 79
Lampiran 4. RPP Kelas Eksperimen B 85
Lampiran 5. RPP Kelas Eksperimen B 90
Lampiran 6. RPP Kelas Eksperimen B 94
Lampiran 7. LAS I 99
Lampiran 8. LAS II 102
Lampiran 9. LAS III 108
Lampiran 10. Kisi-kisi Pretest 111
Lampiran 11. Kisi-kisi Postest 112
Lampiran 12. Pretest 113
Lampiran 13. Postest 114
Lampiran 14. Alternatif Jawaban Pretest 117
Lampiran 15. Alternatif Jawaban Postest 122
Lampiran 16. Skala Penilaian Pengamat 127
Lampiran 17. Lembar Penilaian Validator (Pretest) 129 Lampiran 18. Lembar Penilaian Validator (Postest) 132 Lampiran 19. Teknik Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah 135 Lampiran 20. Tabulasi Data Pretest Kelas Eksperimen A 136 Lampiran 21. Tabulasi Data Pretest Kelas Eksperimen B 138 Lampiran 22. Tabulasi Data Postest Kelas Eksperimen A 140 Lampiran 23. Tabulasi Data Postest Kelas Eksperimen B 142 Lampiran 24. Data Nilai Pretest Dan Postest Kelas Eksperimen A Dan 144
Kelas Eksperimen B
Lampiran 25. Data Nilai Setiap Aspek Pemecahan Masalah Kelas 146 Eksperimen A
Lampiran 26. Data Nilai Setiap Aspek Pemecahan Masalah Kelas 148 Eksperimen B
Lampiran 27. Prosedur Perhitungan Rata-Rata, Varians Dan Simpangan 150 Baku
Lampiran 28. Perhitungan Uji Normalitas 156
Lampiran 29. Perhitungan Uji Homogenitas 166
Lampiran 30. Perhitungan Uji Hipotesis 169
Lampiran 31. Perhitungan Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah 175 Matematika Siswa
Lampiran 32. Lembar Observasi 178
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ansari (2009:1) menjelaskan bahwa, “Perkembangan IPTEKS sekarang ini telah memudahkan kita untuk berkomunikasi dan memperoleh berbagai
infomasi dengan cepat dari berbagai belahan dunia, namun di sisi lain untuk
mempelajari keseluruhan informasi mengenai IPTEKS tersebut di perlukan
kemampuan yang memadai bahkan lebih, agar cara mendapatkannya, memilih
yang sesuai dengan budaya kita, bahkan mengolah kembali informasi tersebut
menjadi suatu kenyataan.”
Kemudian Ansari (2009:1) melanjutkan, “Untuk merealisasikan kenyataan di atas, perlu ada SDM yang handal dan mampu bersaing secara global.
Untuk itu diperlukan kemampuan tingkat tinggi (high order thinking) yaitu
berpikir logis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerjasama secara proaktif. Cara
berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika. Hal ini
memungkinkan karena hakekat pendidikan matematika adalah membantu siswa
agar berpikir kritis, bernalar efektif, efisien, bersikap ilmiah, disiplin, bertanggung
jawab, dan percaya diri.”
Ansari (2009:1) juga menyatakan bahwa, “Matematika memiliki struktur keterkaitan yang kuat dan jelas satu sama lain serta pola pikir yang bersifat
deduktif dan konsisten. Selain itu, matematika merupakan alat bantu yang dapat
memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi yang sifatnya
abstrak menjadi konkrit melalui bahasa dan ide matematika serta generalisasi,
untuk memudahkan pemecahan masalah.”
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan disetiap
jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan
Tinggi. Dalam hal ini matematika mempunyai peranan penting untuk menciptakan
generasi yang berkualitas. Bahkan dunia teknologi juga tidak terlepas dari
2
Pentingnya matematika diajarkan kepada siswa dikemukakan oleh
Cockkroft. Cockkroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) menyatakan bahwa
matematika perlu diajarkan kepada siswa karena :
1. selalu digunakan dalam segi kehidupan
2. semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai 3. merupakan sarana yang kuat, singkat dan jelas
4. dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara 5. meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran
keruangan
6. memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah menantang.
Namun masih sering terdengar kritikan dan sorotan tentang rendahnya
mutu pendidikan oleh masyarakat yang ditujukan lembaga pendidikan, baik secara
langsung maupun melalui media. Menurut Sukro Muhab (2012), ketua umum
JSIT Indonesia (http://www.suaramerdeka.com/) adalah sebagai berikut :
“Mutu pendidikan di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Hal ini
terlihat dari menurunnya peringkat Indonesia dalam HDI (Human Development Index) pada tahun 2011 dari peringkat ke 111 dari 182 negara ke peringkat 124 dari 187 negara. HDI mengukur peringkat suatu negara dalam bidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan ekonomi. Menurunnya peringkat Indonesia tersebut khususnya dalam bidang pendidikan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sekolah-sekolah Indonesia belum dapat bersaing dalam tataran global. Oleh karena itu, kita selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah melalui berbagai macam kegiatan yang bertujuan memformat model
pendidikan yang berorientasi pada jaminan mutu.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru matematika
kelas X (dalam wawancara 27 Januari 2013, di SMA Swasta Budi Agung) Ir.
Rafid Rizal menyatakan bahwa :
”Siswa–siswi di SMA Swasta Budi Agung masih kesulitan dalam mempelajari dan memahami materi pelajaran matematika yang diajarkan. Terlebih pada materi persamaan kuadrat. Siswa–siswi masih sulit memahami, menggunakan, mengaitkan materi persamaan kuadrat yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari. Seperti menentukan luas dari suatu lahan. Siswa juga sangat kesulitan menyelesaikan soal–soal cerita pada materi tersebut. Siswa tidak mampu mengaitkan soal cerita yang berhubungan dengan kehidupan sehari–hari dengan materi yang telah mereka pelajari.”
3
Sejalan dengan wawancara tersebut, peneliti melakukan observasi dan
memberikan soal yang berupa soal cerita. Dan ternyata siswa mengalami masalah
saat menyelesaikan soal tersebut. Mereka kurang mengerti makna dari soal
tersebut. Adapun soal yang dimaksud adalah sebagai berikut :
”Hendrik memiliki sebidang kebun yang berbentuk persegi panjang. Lebar kebun 3 m kurangnya terhadap panjangnya. Jika luasnya 28 m2, berapakah ukuran
panjang dan lebar kebun sebenarnya?
a. Data apa sajakah yang dapat kamu ambil dari soal di atas?
b. Bagaimanakah cara mencari panjang dan lebar kebun sebenarnya pada soal di
atas?
c. Berapakah panjang dan lebar kebun tersebut?
d. Pada soal c, benarkah jawabanmu bahwa panjang = 7 m dan lebar = 4 m? Coba
periksa kembali jawaban kamu?
Penyelesaian :
a. Diketahui : lebar = (p - 3) m
panjang = p m
Luas = 28 m2
Ditanya : panjang dan lebar = ...?
b. Berdasarkan dari diketahui dan ditanya, maka cara mencari panjang dan lebar
kebun tersebut adalah dengan menggunakan rumus luas persegi panjang, yaitu:
L = ���
c. Jawab : L = ���
28 = p (p – 3)
28 = �2−3�
0 =�2−3� −28
�2
−3� −28 = 0
� −7 �+ 4 = 0
4
Untuk p = -4 tidak mungkin, karena tidak ada panjang yang bernilai
negatif. Sehingga panjang yang memenuhi adalah 7 m. Dan lebar
diperoleh (p-3) = (7-3) = 4 m.
d. Benar bahwa panjang = 7 m dan lebar = 4 m, karena untuk nilai p = -4 tidak
mungkin, karena tidak ada panjang yang bernilai negatif. Dan jika
dimasukkan ke dalam rumus luas L = ��� = 7�4 = 28 m2.
Berikut ini adalah jawaban dari beberapa siswa yang menjawab tidak
sesuai dengan penjelasan di atas :
Gambar 1.1 Hasil lembar jawaban observasi siswa
Berdasarkan hasil tes soal yang diberikan terhadap 30 orang siswa kelas
X-1 SMA Swasta Budi Agung, 4 orang siswa atau 13,33% dari jumlah siswa
memperoleh skor diantara 11-20; 8 orang atau 26,67% dari jumlah siswa
memperoleh skor diantara 21-30; 16 orang atau 53,33% dari jumlah siswa
memperoleh skor diantara 31-40; dan 2 orang atau 6,67% dari jumlah siswa
memperoleh skor diantara 41-50.
Dan berdasarkan hasil tes soal yang diberikan terhadap 30 orang siswa
kelas X-2 SMA Swasta Budi Agung, 5 orang siswa atau 16,67% dari jumlah
siswa memperoleh skor diantara 11-20; 9 orang siswa atau 30% dari jumlah siswa
5
memperoleh skor diantara 31-40; dan 2 orang siswa atau 6,67% dari jumlah siswa
memperoleh skor 41-50.
Melihat hasil tes kemampuan siswa tersebut dapat diketahui bahwa 100%
dari jumlah siswa yang mengikuti tes dapat mencapai nilai dengan kategori sangat
rendah, sehingga belum memenuhi kriteria tingkat pemecahan masalah. Hal ini
menegaskan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa kelas X-1 dan X-2
SMA Swasta Budi Agung pada materi persamaan kuadrat masih rendah.
Rendahnya mutu matematika ini menunjukkan adanya masalah dalam
kegiatan pembelajaran matematika. Menurut Prajudi Atmosudirjo (dalam Sahut,
2011) (http://yayatsahut.blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-jenis-masalah.
html) bahwa, “Masalah adalah sesuatu yang menyimpang dari apa yang diharapkan, direncanakan, ditentukan untuk dicapai sehingga merupakan
rintangan menuju tercapainya tujuan.”
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, masalah adalah kesenjangan antara
apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi. Pemecahan masalah merupakan
suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi untuk mencapai suatu
tujuan yang hendak dicapai. Memecahkan suatu masalah matematika itu bisa
merupakan kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak
rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan
lain.
Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah merupakan suatu
tujuan yang hendak dicapai. Sejalan dengan hal tersebut, Gagne (dalam Wena,
2009:52) menjelaskan bahwa,
6
memungkinkan seseorang dapat meningkatkan kemandirian dalam berpikir.”
Abdurrahman (2009:254) juga menyatakan bahwa :
“Pemecahan masalah adalah aplikasi dari konsep keterampilan. Dalam pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa situasi baru atau situasi yang berbeda.”
Proses belajar melalui pemecahan masalah memungkinkan siswa
membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya sendiri didasarkan
pengetahuan yang telah dimilikinya sehingga proses belajar yang dilakukan akan
berjalan aktif dan dinamis.
Berdasarkan uraian tersebut, pemecahan masalah dalam matematika
dipandang sebagai proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan atau
prinsip-prinsip matematika yang telah dipelajari sebelumnya yang digunakan
untuk memecahkan masalah. Dalam sebuah permasalahan siswa harus bisa
mengidentifikasi apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan unsur apa yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut sehingga mudah untuk
diselesaikan.
Untuk itu dalam proses belajar mengajar, tugas dan tanggung jawab guru
erat kaitannya dengan kemampuan guru dalam usaha meningkatkan proses dan
hasil belajar. Seperti yang dikemukakan oleh Slameto (2010:65) yaitu “Guru biasa mengajar dengan metode ceramah saja. Siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif,
dan hanya mencatat saja. Guru yang progresif berani mencoba metode-metode
yang baru, yang dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar mengajar, dan
meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik,
maka metode mengajar harus dapat diusahakan yang setepat, efisien, dan efektif
mungkin.”
Untuk itu salah satu cara untuk mengetahui dan memahami anak didik
dalam proses belajar mengajar adalah dengan memahami apa definisi mengajar
yang sesungguhnya. Sebagaimana dinyatakan Alvin W. Howard (dalam Slameto,
7
”Mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan) dan knowledge. ”
Dalam pengertian ini guru harus berusaha membawa perubahan tingkah
laku yang baik atau berkecenderungan langsung untuk mengubah tingkah laku
siswanya. Perubahan tingkah laku siswa dapat dipengaruhi oleh lingkungan
tempat tinggal dan lingkungan belajar yang baik. Dalam menciptakan lingkungan
belajar yang efektif, guru dapat memilih salah satu model pembelajaran yaitu
model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan atas dasar teori bahwa
siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit
karena menerapkan pembelajaran secara kelompok dan menekankan pentingnya
kerjasama. Dalam pembelajaran kooperatif ini tidak ada dominasi kelompok oleh
siswa tertentu atau memecahkan masalah secara sendiri-sendiri. Semua anggota
kelompok harus menunjukkan aktivitasnya.
Artzt & Newman (dalam Trianto, 2009:56) menyatakan bahwa :
“Dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya ”.
Menurut Louisell & Descamps (1992) dalam Johnson &Johnson (1995) dalam
Trianto (2009:57) bahwa :
“Tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan diantara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah”.
Menurut Trianto (2009:67):
8
Pendekatan Struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT)”.
Dalam hal ini penulis memilih dua tipe pembelajaran yaitu pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dan tipe Think- Pair -Share (TPS).
Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aroson dan
teman-teman dari Universitas Texas, dan diadopsi oleh Slavin dan teman-teman-teman-teman dari
Universitas John Hopkins. Dalam tipe Jigsaw, siswa belajar dalam kelompok,
dimana terdiri dari kelompok asal, kemudian membentuk kelompok ahli. Setiap
anggota pada kelompok ahli saling bekerja sama dan membantu memahami suatu
bahan pelajaran dan mengkomunikasikan hasil perolehannya kepada siswa
sehingga dapat menghidupkan suasana kelas. Setiap anggota kelompok ahli
kembali kepada kelompok asal kemudian mengajarkan materi tersebut kepada
teman sekelompoknya. Sehingga dalam proses pembelajaran jigsaw dapat
mengembangkan hubungan antar pribadi positif diantara siswa yang memiliki
kemampuan belajar berbeda, menerapkan bimbingan sesama teman, dan rasa
harga diri siswa yang lebih tinggi.
Strategi Think-Pair-Share (TPS), siswa dibuat berpasangan. Siswa diberi
kesempatan untuk belajar sendiri serta bekerjasama dengan pasangannya.
Kemudian mempresentasikan hasil perolehannya kepada siswa yang lainnya.
Sehingga kelebihan yang diperoleh melalui pembelajaran menggunakan model
Think-Pair-Share (TPS) yaitu diskusi kelompok berpasangan lebih efektif karena
jumlahnya tidak terlalu banyak, siswa akan terlatih menerapkan konsep karena
bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan
kesepakatan dalam memecahkan masalah.
Berdasarkan keseluruhan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematika dengan menggunakan dua model pembelajaran kooperatif yang
berbeda pada materi Persamaan Kuadrat karena pada materi Persamaan Kuadrat
pola pengerjaannya dapat diselesaikan dengan beberapa cara. Dalam hal ini
9
“Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika yang Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Tipe Think-Pair-Share (TPS) pada Materi Persamaan Kuadrat Siswa Kelas X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan T.A. 2013/2014”.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasikan
beberapa masalah berikut :
1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang masih rendah.
2. Kegiatan pembelajaran yang masih didominasi oleh guru.
3. Model pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi.
4. Model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa tipe mempunyai
perbedaan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika pada
siswa.
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk mengarahkan penelitian ini sehingga lebih spesifik dan terfokus,
dan juga mengingat luasnya aspek yang dapat diteliti maka masalah dalam
penelitian ini dibatasi pada :
1. Kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi persamaan
kuadrat siswa kelas X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan T.A.
2013/2014.
2. Model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw dan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
(TPS).
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika yang
Think-Pair-10
Share (TPS) pada materi persamaan kuadrat siswa kelas X SMA Swasta
Budi Agung Kec. Medan Marelan T.A. 2013/2014.
2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika yang menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dari pada kemampuan
pemecahan masalah matematika yang menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) pada materi persamaan kuadrat
siswa kelas X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan T. A.
2013/3014.
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematika yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan
tipe Think-Pair-Share (TPS) pada materi persamaan kuadrat siswa kelas X
SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan T.A. 2013/2014.
2. Untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika
yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dari
pada kemampuan pemecahan masalah matematika yang menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) pada materi
persamaan kuadrat siswa kelas X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan
Marelan T. A. 2013/3014.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi siswa
Dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan menjalin hubungan
yang lebih baik di antara siswa, sehingga dengan secara bersamaan
membantu siswa dalam pembelajaran akademis. Sehingga dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan minat
11
2. Bagi guru dan calon guru
Bahan masukan bagi guru dan calon guru untuk memilih model
pembelajaran matematika dan dalam merencanakan pembelajaran
matematika khususnya materi persamaan kuadrat.
3. Bagi para pembaca
Diharapkan bermanfaat bagi peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam
proses belajar mengajar di dalam kelas.
4. Bagi peneliti lain
Sebagai bahan masukan bagi peneliti lainnya untuk melakukan penelitian
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah :
1. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas
X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan Tahun Ajaran 2013/2014
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS)
dalam kelompok. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan nilai rata-rata postest
pada kedua kelas yang diberi perlakuan. Untuk kelas yang menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (kelas eksperimen A) diperoleh
nilai rata-rata postest 77,267. Untuk kelas yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) (kelas eksperimen B)
diperoleh nilai rata-rata postest 69,133.
2. Untuk aspek kemampuan pemecahan masalah matematika, siswa yang diajar
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (kelas
eksperimen A) memperoleh nilai rata-rata berturut-turut adalah 88, 75,11,
79,11, dan 67, adalah lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS)
(kelas eksperiimen B) diperoleh nilai rata-rata berturut-turut adalah 84,67, 64,
74,89, dan 52,67.
3. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa terdapat perbedaan siswa dalam
memecahkan masalah pada materi persamaan kuadrat dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan dengan menggunakan model
pembelajaan kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS).
65
4. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesulitan siswa dalam menyelesaikan
soal cerita persamaan kuadrat yaitu : (1) siswa mengalami kesulitan dalam
memahami makna soal sehingga tidak mampu menentukan apa yang diketahui
dan ditanyakan dari soal, (2) siswa kurang teliti dalam melakukan perhitungan,
(3) siswa tidak dapat menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah dan siswa
tidak dapat memeriksa kembali hasil yang diperoleh.
5. Untuk model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, efisiensi waktu kurang
memadai sehingga dalam proses pembelajaran siswa hanya memiliki sedikit
waktu untuk berdiskusi dengan kelompoknya.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diambil dari hasil penelitian ini, yaitu :
1. Kepada guru khususnya guru matematika hendaknya menerapkan
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran matematika
khususnya pada materi Persamaan Kuadrat karena dapat membuat siswa lebih
aktif sehingga dapat membantu siswa dalam pemecahan masalah matematika.
2. Kepada siswa khususnya siswa SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan
hendaknya selalu giat belajar matematika khususnya mempelajari soal-soal
yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Dan disarankan lebih berani dalam
menyampaikan pendapat/ide-ide, dan siswa akan lebih efektif karena guru
lebih melibatkan siswa dalam pembelajaran.
3. Bagi peneliti lain, sebaiknya memperhatikan kelemahan-kelemahan yang ada
66
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono., (2009), Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta.
Analisa Kepribadian, (2013), Definisi Masalah, http://konsultasi.blog.com/2011/ 05/05/definisi-masalah/. (diakses 09 Februari 2013)
Anonim, (1987), Math Problem Solving, http://math_probsolv_chicago.pdf. (diakses 15 Juli 2013)
Ansari, Bansu I., (2009), Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi, PeNA, Banda Aceh.
Ari, Rosihan., dan Indriyastuti., (2008), Perspektif Matematika 1, Platinum, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi., (2009), Manajemen Penelitian, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan, (2011), Buku Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi Mahasiswa Program Studi Kependidikan, FMIPA Unimed, Unimed.
Istarani, (2012), 58 Model Pembelajaran Inovatif, Media Persada, Medan.
Muhab, S., (2012), Mutu-Pendidikan-Indonesia-Makin-Mengkhawatirkan, http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/09/23/1307 32/Mutu-Pendidikan-Indonesia-Makin-Mengkhawatirkan.
(diakses 16 Januari 2013)
Noormandiri, B.K., dan Sucipto, Endar., (2004), Matematika Untuk SMA Jilid 1 Kelas X, Erlangga, Jakarta.
Nurhadi, (2004), Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban), Grasindo, Jakarta.
Sahut, Suyatno., (2011), Pengertian dan Jenis Masalah, http://yayatsahut. blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-jenis-masalah.html.
(diakses 13 Maret 2013)
Slameto, (2010), Belajar dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta.
67
Tambunan, M., (2011), Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah yang Diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan Tipe STAD di SMP Pahlawan Nasional, Skripsi, FMIPA, Unimed, Medan.
Tim MKPBM, (2003), Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, UPI, Bandung.
Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif- Progresif, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Wena, Made., (2009), Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Widjajanti, J.B., (2009), Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika: Apa Dan Bagaimana Mengembangkannya, http://eprints.uny.ac.id/7042/1/P25-Djamilah%20Bondan%20Widjajanti. pdf. (diakses 23 Juli 2013)
Widyanarko, Sigit., (2008), Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Pembelajaran Berbalik (Reciprocal Teaching), http://etd.eprints.ums.ac.id/721/1/A410030089.pdf.
(diakses 17 Juni 2013)