• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA YANG MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) PADA MATERI PERSAMAAN KUADRAT SISWA KELAS X SMA SWASTA BUDI AGUNG KEC. MEDAN MARELAN T.A. 2013/2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA YANG MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) PADA MATERI PERSAMAAN KUADRAT SISWA KELAS X SMA SWASTA BUDI AGUNG KEC. MEDAN MARELAN T.A. 2013/2014."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA YANG MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

JIGSAW DENGAN TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) PADA MATERI PERSAMAAN KUADRAT SISWA KELAS X

SMA SWASTA BUDI AGUNG KEC. MEDAN MARELAN T.A 2013/2014

Oleh:

Amelisa Arianthy 409411001

Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)

iii

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA YANG MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

JIGSAW DENGAN TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) PADA MATERI PERSAMAAN KUADRAT SISWA KELAS X

SMA SWASTA BUDI AGUNG KEC. MEDAN MARELAN T.A. 2013/2014

Amelisa Arianthy (409411001)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe Think-Pair-Share (TPS) pada materi persamaan kuadrat siswa kelas X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan T.A. 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan menggunakan tes kemampuan pemecahan masalah sebagai alat untuk mendapatkan data penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan T.A. 2013/2014 yang terdiri atas 5 kelas yang berjumlah 150 orang. Sampel penelitian diambil secara purpose sampling dan diperoleh 2 kelas, yaitu kelas X-1 yang diajar dengan model kooperatif tipe Jigsaw (Eksperimen A) dan kelas X-2 yang diajar dengan model kooperatif tipe TPS (Eksperimen B).

Teknik analisis data yang digunakan adalah uji-t dengan taraf signifikan α = 0,05 menunjukkan adanya perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika antara kelas eksperimen A (77,267) dan kelas eksperimen B (69,133) dengan pengujian hipotesis -ttabel < thitung > ttabel (-2,002 < 20,0515 > 2,002). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi persamaan kuadrat dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe TPS di kelas X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan T.A. 2013/2014.

(4)

vi

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.2. Identifikasi Masalah 9

1.3. Pembatasan Masalah 9

1.4. Rumusan Masalah 9

1.5. Tujuan Penelitian 10

1.6. Manfaat Penelitian 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12

2.1. Kerangka Teoritis 12

2.1.1. Pengertian Masalah 12

2.1.2. Pemecahan Masalah Matematika 13

2.1.3. Kemampuan Pemecahan Masalah 16

2.1.4. Teori Belajar yang Melandasi Model Pembelajaran Kooperatif 18 2.1.5. Pembelajaran dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif 19 2.1.6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw 23 2.1.7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) 27

2.1.8. Materi Ajar Persamaan Kuadrat 29

2.1.8.1. Akar-Akar Persamaan Kuadrat 29

2.1.8.2. Bentuk Umum Persamaan Kuadrat 30

2.1.8.3. Menyelesaikan Persamaan Kuadrat 30

2.1.8.3.1. Menyelesaikan persamaan kuadrat dengan faktorisasi 30 2.1.8.3.2. Menyelesaikan persamaan kuadrat dengan melengkapkan 32

kuadrat sempurna

2.1.8.3.3. Menyelesaikan persamaan kuadrat dengan rumus abc 32

2.1.8.3.4. Mengenal Bilangan Imajiner 33

2.1.8.4. Diskriminan Persamaan Kuadrat 34

2.1.8.5. Rumus Jumlah Dan Hasil Kali Akar-akar Persamaan Kuadrat 34 2.1.8.6. Hubungan Antara Koefisien Persamaan Kuadrat dengan Sifat 34

Akar

2.2. Kerangka Konseptual 35

(5)

vii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 37

3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian 37

3.1.1. Lokasi Penelitian 37

3.1.2. Waktu Penelitian 37

3.2. Populasi Dan Sampel 37

3.2.1. Populasi 37

3.2.2. Sampel 37

3.3. Variabel Penelitian 37

3.4. Definisi Operasional 38

3.5. Rancangan Penelitian 38

3.6. Prosedur Penelitian 40

3.7. Validitas Internal Penelitian 43

3.8. Jenis Penelitian 45

3.9. Alat Pengumpul Data 45

3.9.1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa 45

3.10. Teknik Analisis Data 47

3.10.1. Menghitung Rata-rata Skor 47

3.10.2. Menghitung Standard Deviasi 48

3.10.3. Uji Normalitas 48

3.10.4. Uji Homogenitas 49

3.10.5. Uji Hipotesis 49

3.10.6. Tingkat Kemampuan Pemecahan Matematika Siswa 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 52

4.1. Deskripsi Data Hasil Penelitian 52

4.1.1. Nilai Pretest Kelas Eksperimen A Dan Kelas Eksperimen B 52 4.1.2. Nilai Postest Kelas Eksperimen A Dan Kelas Eksperimen B 53

4.2. Analisis Data Hasil Penelitian 56

4.2.1. Uji Normalitas Data 56

4.2.2. Uji Homogenitas Data 57

4.2.3. Pengujian Hipotesis 58

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 64

5.1. Kesimpulan 64

5.2. Saran 65

(6)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Langkah–Langkah Model Pembelajaran Kooperatif 21

Tabel 3.1. Rancangan Penelitian 39

Tabel 3.2. Teknik Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah 45 Menurut NCTM

Tabel 3.3. Teknik Penskoran Lain Yang Mengacu Pada Tingkat 46 Kemampuan Pemecahan Masalah NCTM

Tabel 3.4. Kriteria Tingkat Penguasaan Siswa 51 Tabel 4.1. Data Pretest Kelas Eksperimen A Dan Kelas Eksperimen B 52 Tabel 4.2. Data Pretest Aspek Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen A 53

Dan Kelas Eksperimen B

Tabel 4.3. Data Postest Kelas Eksperimen A Dan Kelas Eksperimen B 54 Tabel 4.4. Data Postest Aspek Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen A 54

Dan Kelas Eksperimen B

Tabel 4.5. Ringkasan Rata-Rata Nilai Pretest Dan Postest Kedua Kelas 55 Tabel 4.6. Ringkasan Rata-Rata Nilai Pretest Dan Postest Aspek 55

Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen A

Tabel 4.7. Ringkasan Rata-Rata Nilai Pretest Dan Postest Aspek 55 Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen B

Tabel 4.8. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data 56 Tabel 4.9. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Aspek Pemecahan 57

Masalah

Tabel 4.10. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Data 58 Tabel 4.11. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Data Aspek Pemecahan 58

(7)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1. Hasil Lembar Jawaban Observasi Siswa 4

Gambar 2.1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw 24

(8)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. RPP Kelas Eksperimen A 68

Lampiran 2. RPP Kelas Eksperimen A 74

Lampiran 3. RPP Kelas Eksperimen A 79

Lampiran 4. RPP Kelas Eksperimen B 85

Lampiran 5. RPP Kelas Eksperimen B 90

Lampiran 6. RPP Kelas Eksperimen B 94

Lampiran 7. LAS I 99

Lampiran 8. LAS II 102

Lampiran 9. LAS III 108

Lampiran 10. Kisi-kisi Pretest 111

Lampiran 11. Kisi-kisi Postest 112

Lampiran 12. Pretest 113

Lampiran 13. Postest 114

Lampiran 14. Alternatif Jawaban Pretest 117

Lampiran 15. Alternatif Jawaban Postest 122

Lampiran 16. Skala Penilaian Pengamat 127

Lampiran 17. Lembar Penilaian Validator (Pretest) 129 Lampiran 18. Lembar Penilaian Validator (Postest) 132 Lampiran 19. Teknik Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah 135 Lampiran 20. Tabulasi Data Pretest Kelas Eksperimen A 136 Lampiran 21. Tabulasi Data Pretest Kelas Eksperimen B 138 Lampiran 22. Tabulasi Data Postest Kelas Eksperimen A 140 Lampiran 23. Tabulasi Data Postest Kelas Eksperimen B 142 Lampiran 24. Data Nilai Pretest Dan Postest Kelas Eksperimen A Dan 144

Kelas Eksperimen B

Lampiran 25. Data Nilai Setiap Aspek Pemecahan Masalah Kelas 146 Eksperimen A

Lampiran 26. Data Nilai Setiap Aspek Pemecahan Masalah Kelas 148 Eksperimen B

Lampiran 27. Prosedur Perhitungan Rata-Rata, Varians Dan Simpangan 150 Baku

Lampiran 28. Perhitungan Uji Normalitas 156

Lampiran 29. Perhitungan Uji Homogenitas 166

Lampiran 30. Perhitungan Uji Hipotesis 169

Lampiran 31. Perhitungan Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah 175 Matematika Siswa

Lampiran 32. Lembar Observasi 178

(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ansari (2009:1) menjelaskan bahwa, “Perkembangan IPTEKS sekarang ini telah memudahkan kita untuk berkomunikasi dan memperoleh berbagai

infomasi dengan cepat dari berbagai belahan dunia, namun di sisi lain untuk

mempelajari keseluruhan informasi mengenai IPTEKS tersebut di perlukan

kemampuan yang memadai bahkan lebih, agar cara mendapatkannya, memilih

yang sesuai dengan budaya kita, bahkan mengolah kembali informasi tersebut

menjadi suatu kenyataan.”

Kemudian Ansari (2009:1) melanjutkan, “Untuk merealisasikan kenyataan di atas, perlu ada SDM yang handal dan mampu bersaing secara global.

Untuk itu diperlukan kemampuan tingkat tinggi (high order thinking) yaitu

berpikir logis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerjasama secara proaktif. Cara

berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika. Hal ini

memungkinkan karena hakekat pendidikan matematika adalah membantu siswa

agar berpikir kritis, bernalar efektif, efisien, bersikap ilmiah, disiplin, bertanggung

jawab, dan percaya diri.”

Ansari (2009:1) juga menyatakan bahwa, “Matematika memiliki struktur keterkaitan yang kuat dan jelas satu sama lain serta pola pikir yang bersifat

deduktif dan konsisten. Selain itu, matematika merupakan alat bantu yang dapat

memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi yang sifatnya

abstrak menjadi konkrit melalui bahasa dan ide matematika serta generalisasi,

untuk memudahkan pemecahan masalah.”

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan disetiap

jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan

Tinggi. Dalam hal ini matematika mempunyai peranan penting untuk menciptakan

generasi yang berkualitas. Bahkan dunia teknologi juga tidak terlepas dari

(10)

2

Pentingnya matematika diajarkan kepada siswa dikemukakan oleh

Cockkroft. Cockkroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) menyatakan bahwa

matematika perlu diajarkan kepada siswa karena :

1. selalu digunakan dalam segi kehidupan

2. semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai 3. merupakan sarana yang kuat, singkat dan jelas

4. dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara 5. meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran

keruangan

6. memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah menantang.

Namun masih sering terdengar kritikan dan sorotan tentang rendahnya

mutu pendidikan oleh masyarakat yang ditujukan lembaga pendidikan, baik secara

langsung maupun melalui media. Menurut Sukro Muhab (2012), ketua umum

JSIT Indonesia (http://www.suaramerdeka.com/) adalah sebagai berikut :

“Mutu pendidikan di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Hal ini

terlihat dari menurunnya peringkat Indonesia dalam HDI (Human Development Index) pada tahun 2011 dari peringkat ke 111 dari 182 negara ke peringkat 124 dari 187 negara. HDI mengukur peringkat suatu negara dalam bidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan ekonomi. Menurunnya peringkat Indonesia tersebut khususnya dalam bidang pendidikan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sekolah-sekolah Indonesia belum dapat bersaing dalam tataran global. Oleh karena itu, kita selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah melalui berbagai macam kegiatan yang bertujuan memformat model

pendidikan yang berorientasi pada jaminan mutu.”

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru matematika

kelas X (dalam wawancara 27 Januari 2013, di SMA Swasta Budi Agung) Ir.

Rafid Rizal menyatakan bahwa :

”Siswa–siswi di SMA Swasta Budi Agung masih kesulitan dalam mempelajari dan memahami materi pelajaran matematika yang diajarkan. Terlebih pada materi persamaan kuadrat. Siswa–siswi masih sulit memahami, menggunakan, mengaitkan materi persamaan kuadrat yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari. Seperti menentukan luas dari suatu lahan. Siswa juga sangat kesulitan menyelesaikan soal–soal cerita pada materi tersebut. Siswa tidak mampu mengaitkan soal cerita yang berhubungan dengan kehidupan sehari–hari dengan materi yang telah mereka pelajari.”

(11)

3

Sejalan dengan wawancara tersebut, peneliti melakukan observasi dan

memberikan soal yang berupa soal cerita. Dan ternyata siswa mengalami masalah

saat menyelesaikan soal tersebut. Mereka kurang mengerti makna dari soal

tersebut. Adapun soal yang dimaksud adalah sebagai berikut :

”Hendrik memiliki sebidang kebun yang berbentuk persegi panjang. Lebar kebun 3 m kurangnya terhadap panjangnya. Jika luasnya 28 m2, berapakah ukuran

panjang dan lebar kebun sebenarnya?

a. Data apa sajakah yang dapat kamu ambil dari soal di atas?

b. Bagaimanakah cara mencari panjang dan lebar kebun sebenarnya pada soal di

atas?

c. Berapakah panjang dan lebar kebun tersebut?

d. Pada soal c, benarkah jawabanmu bahwa panjang = 7 m dan lebar = 4 m? Coba

periksa kembali jawaban kamu?

Penyelesaian :

a. Diketahui : lebar = (p - 3) m

panjang = p m

Luas = 28 m2

Ditanya : panjang dan lebar = ...?

b. Berdasarkan dari diketahui dan ditanya, maka cara mencari panjang dan lebar

kebun tersebut adalah dengan menggunakan rumus luas persegi panjang, yaitu:

L = ���

c. Jawab : L = ���

28 = p (p – 3)

28 = �2−3�

0 =�2−3� −28

�2

−3� −28 = 0

� −7 �+ 4 = 0

(12)

4

Untuk p = -4 tidak mungkin, karena tidak ada panjang yang bernilai

negatif. Sehingga panjang yang memenuhi adalah 7 m. Dan lebar

diperoleh (p-3) = (7-3) = 4 m.

d. Benar bahwa panjang = 7 m dan lebar = 4 m, karena untuk nilai p = -4 tidak

mungkin, karena tidak ada panjang yang bernilai negatif. Dan jika

dimasukkan ke dalam rumus luas L = ��� = 7�4 = 28 m2.

Berikut ini adalah jawaban dari beberapa siswa yang menjawab tidak

sesuai dengan penjelasan di atas :

Gambar 1.1 Hasil lembar jawaban observasi siswa

Berdasarkan hasil tes soal yang diberikan terhadap 30 orang siswa kelas

X-1 SMA Swasta Budi Agung, 4 orang siswa atau 13,33% dari jumlah siswa

memperoleh skor diantara 11-20; 8 orang atau 26,67% dari jumlah siswa

memperoleh skor diantara 21-30; 16 orang atau 53,33% dari jumlah siswa

memperoleh skor diantara 31-40; dan 2 orang atau 6,67% dari jumlah siswa

memperoleh skor diantara 41-50.

Dan berdasarkan hasil tes soal yang diberikan terhadap 30 orang siswa

kelas X-2 SMA Swasta Budi Agung, 5 orang siswa atau 16,67% dari jumlah

siswa memperoleh skor diantara 11-20; 9 orang siswa atau 30% dari jumlah siswa

(13)

5

memperoleh skor diantara 31-40; dan 2 orang siswa atau 6,67% dari jumlah siswa

memperoleh skor 41-50.

Melihat hasil tes kemampuan siswa tersebut dapat diketahui bahwa 100%

dari jumlah siswa yang mengikuti tes dapat mencapai nilai dengan kategori sangat

rendah, sehingga belum memenuhi kriteria tingkat pemecahan masalah. Hal ini

menegaskan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa kelas X-1 dan X-2

SMA Swasta Budi Agung pada materi persamaan kuadrat masih rendah.

Rendahnya mutu matematika ini menunjukkan adanya masalah dalam

kegiatan pembelajaran matematika. Menurut Prajudi Atmosudirjo (dalam Sahut,

2011) (http://yayatsahut.blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-jenis-masalah.

html) bahwa, “Masalah adalah sesuatu yang menyimpang dari apa yang diharapkan, direncanakan, ditentukan untuk dicapai sehingga merupakan

rintangan menuju tercapainya tujuan.”

Sehingga dapat disimpulkan bahwa, masalah adalah kesenjangan antara

apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi. Pemecahan masalah merupakan

suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi untuk mencapai suatu

tujuan yang hendak dicapai. Memecahkan suatu masalah matematika itu bisa

merupakan kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak

rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan

lain.

Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah merupakan suatu

tujuan yang hendak dicapai. Sejalan dengan hal tersebut, Gagne (dalam Wena,

2009:52) menjelaskan bahwa,

(14)

6

memungkinkan seseorang dapat meningkatkan kemandirian dalam berpikir.”

Abdurrahman (2009:254) juga menyatakan bahwa :

“Pemecahan masalah adalah aplikasi dari konsep keterampilan. Dalam pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa situasi baru atau situasi yang berbeda.”

Proses belajar melalui pemecahan masalah memungkinkan siswa

membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya sendiri didasarkan

pengetahuan yang telah dimilikinya sehingga proses belajar yang dilakukan akan

berjalan aktif dan dinamis.

Berdasarkan uraian tersebut, pemecahan masalah dalam matematika

dipandang sebagai proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan atau

prinsip-prinsip matematika yang telah dipelajari sebelumnya yang digunakan

untuk memecahkan masalah. Dalam sebuah permasalahan siswa harus bisa

mengidentifikasi apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan unsur apa yang

diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut sehingga mudah untuk

diselesaikan.

Untuk itu dalam proses belajar mengajar, tugas dan tanggung jawab guru

erat kaitannya dengan kemampuan guru dalam usaha meningkatkan proses dan

hasil belajar. Seperti yang dikemukakan oleh Slameto (2010:65) yaitu “Guru biasa mengajar dengan metode ceramah saja. Siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif,

dan hanya mencatat saja. Guru yang progresif berani mencoba metode-metode

yang baru, yang dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar mengajar, dan

meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik,

maka metode mengajar harus dapat diusahakan yang setepat, efisien, dan efektif

mungkin.”

Untuk itu salah satu cara untuk mengetahui dan memahami anak didik

dalam proses belajar mengajar adalah dengan memahami apa definisi mengajar

yang sesungguhnya. Sebagaimana dinyatakan Alvin W. Howard (dalam Slameto,

(15)

7

”Mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan) dan knowledge.

Dalam pengertian ini guru harus berusaha membawa perubahan tingkah

laku yang baik atau berkecenderungan langsung untuk mengubah tingkah laku

siswanya. Perubahan tingkah laku siswa dapat dipengaruhi oleh lingkungan

tempat tinggal dan lingkungan belajar yang baik. Dalam menciptakan lingkungan

belajar yang efektif, guru dapat memilih salah satu model pembelajaran yaitu

model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan atas dasar teori bahwa

siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit

karena menerapkan pembelajaran secara kelompok dan menekankan pentingnya

kerjasama. Dalam pembelajaran kooperatif ini tidak ada dominasi kelompok oleh

siswa tertentu atau memecahkan masalah secara sendiri-sendiri. Semua anggota

kelompok harus menunjukkan aktivitasnya.

Artzt & Newman (dalam Trianto, 2009:56) menyatakan bahwa :

“Dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya ”.

Menurut Louisell & Descamps (1992) dalam Johnson &Johnson (1995) dalam

Trianto (2009:57) bahwa :

“Tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan diantara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah”.

Menurut Trianto (2009:67):

(16)

8

Pendekatan Struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT)”.

Dalam hal ini penulis memilih dua tipe pembelajaran yaitu pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw dan tipe Think- Pair -Share (TPS).

Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aroson dan

teman-teman dari Universitas Texas, dan diadopsi oleh Slavin dan teman-teman-teman-teman dari

Universitas John Hopkins. Dalam tipe Jigsaw, siswa belajar dalam kelompok,

dimana terdiri dari kelompok asal, kemudian membentuk kelompok ahli. Setiap

anggota pada kelompok ahli saling bekerja sama dan membantu memahami suatu

bahan pelajaran dan mengkomunikasikan hasil perolehannya kepada siswa

sehingga dapat menghidupkan suasana kelas. Setiap anggota kelompok ahli

kembali kepada kelompok asal kemudian mengajarkan materi tersebut kepada

teman sekelompoknya. Sehingga dalam proses pembelajaran jigsaw dapat

mengembangkan hubungan antar pribadi positif diantara siswa yang memiliki

kemampuan belajar berbeda, menerapkan bimbingan sesama teman, dan rasa

harga diri siswa yang lebih tinggi.

Strategi Think-Pair-Share (TPS), siswa dibuat berpasangan. Siswa diberi

kesempatan untuk belajar sendiri serta bekerjasama dengan pasangannya.

Kemudian mempresentasikan hasil perolehannya kepada siswa yang lainnya.

Sehingga kelebihan yang diperoleh melalui pembelajaran menggunakan model

Think-Pair-Share (TPS) yaitu diskusi kelompok berpasangan lebih efektif karena

jumlahnya tidak terlalu banyak, siswa akan terlatih menerapkan konsep karena

bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan

kesepakatan dalam memecahkan masalah.

Berdasarkan keseluruhan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk

mengadakan penelitian tentang perbedaan kemampuan pemecahan masalah

matematika dengan menggunakan dua model pembelajaran kooperatif yang

berbeda pada materi Persamaan Kuadrat karena pada materi Persamaan Kuadrat

pola pengerjaannya dapat diselesaikan dengan beberapa cara. Dalam hal ini

(17)

9

“Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika yang Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Tipe Think-Pair-Share (TPS) pada Materi Persamaan Kuadrat Siswa Kelas X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan T.A. 2013/2014”.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasikan

beberapa masalah berikut :

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang masih rendah.

2. Kegiatan pembelajaran yang masih didominasi oleh guru.

3. Model pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi.

4. Model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa tipe mempunyai

perbedaan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika pada

siswa.

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk mengarahkan penelitian ini sehingga lebih spesifik dan terfokus,

dan juga mengingat luasnya aspek yang dapat diteliti maka masalah dalam

penelitian ini dibatasi pada :

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi persamaan

kuadrat siswa kelas X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan T.A.

2013/2014.

2. Model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif

tipe Jigsaw dan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share

(TPS).

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang dikemukakan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika yang

(18)

Think-Pair-10

Share (TPS) pada materi persamaan kuadrat siswa kelas X SMA Swasta

Budi Agung Kec. Medan Marelan T.A. 2013/2014.

2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika yang menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dari pada kemampuan

pemecahan masalah matematika yang menggunakan pembelajaran

kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) pada materi persamaan kuadrat

siswa kelas X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan T. A.

2013/3014.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah

matematika yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan

tipe Think-Pair-Share (TPS) pada materi persamaan kuadrat siswa kelas X

SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan T.A. 2013/2014.

2. Untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika

yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dari

pada kemampuan pemecahan masalah matematika yang menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) pada materi

persamaan kuadrat siswa kelas X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan

Marelan T. A. 2013/3014.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi siswa

Dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan menjalin hubungan

yang lebih baik di antara siswa, sehingga dengan secara bersamaan

membantu siswa dalam pembelajaran akademis. Sehingga dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan minat

(19)

11

2. Bagi guru dan calon guru

Bahan masukan bagi guru dan calon guru untuk memilih model

pembelajaran matematika dan dalam merencanakan pembelajaran

matematika khususnya materi persamaan kuadrat.

3. Bagi para pembaca

Diharapkan bermanfaat bagi peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam

proses belajar mengajar di dalam kelas.

4. Bagi peneliti lain

Sebagai bahan masukan bagi peneliti lainnya untuk melakukan penelitian

(20)

64

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah :

1. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas

X SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan Tahun Ajaran 2013/2014

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS)

dalam kelompok. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan nilai rata-rata postest

pada kedua kelas yang diberi perlakuan. Untuk kelas yang menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (kelas eksperimen A) diperoleh

nilai rata-rata postest 77,267. Untuk kelas yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) (kelas eksperimen B)

diperoleh nilai rata-rata postest 69,133.

2. Untuk aspek kemampuan pemecahan masalah matematika, siswa yang diajar

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (kelas

eksperimen A) memperoleh nilai rata-rata berturut-turut adalah 88, 75,11,

79,11, dan 67, adalah lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS)

(kelas eksperiimen B) diperoleh nilai rata-rata berturut-turut adalah 84,67, 64,

74,89, dan 52,67.

3. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa terdapat perbedaan siswa dalam

memecahkan masalah pada materi persamaan kuadrat dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan dengan menggunakan model

pembelajaan kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS).

(21)

65

4. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesulitan siswa dalam menyelesaikan

soal cerita persamaan kuadrat yaitu : (1) siswa mengalami kesulitan dalam

memahami makna soal sehingga tidak mampu menentukan apa yang diketahui

dan ditanyakan dari soal, (2) siswa kurang teliti dalam melakukan perhitungan,

(3) siswa tidak dapat menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah dan siswa

tidak dapat memeriksa kembali hasil yang diperoleh.

5. Untuk model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, efisiensi waktu kurang

memadai sehingga dalam proses pembelajaran siswa hanya memiliki sedikit

waktu untuk berdiskusi dengan kelompoknya.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diambil dari hasil penelitian ini, yaitu :

1. Kepada guru khususnya guru matematika hendaknya menerapkan

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran matematika

khususnya pada materi Persamaan Kuadrat karena dapat membuat siswa lebih

aktif sehingga dapat membantu siswa dalam pemecahan masalah matematika.

2. Kepada siswa khususnya siswa SMA Swasta Budi Agung Kec. Medan Marelan

hendaknya selalu giat belajar matematika khususnya mempelajari soal-soal

yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Dan disarankan lebih berani dalam

menyampaikan pendapat/ide-ide, dan siswa akan lebih efektif karena guru

lebih melibatkan siswa dalam pembelajaran.

3. Bagi peneliti lain, sebaiknya memperhatikan kelemahan-kelemahan yang ada

(22)

66

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono., (2009), Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta.

Analisa Kepribadian, (2013), Definisi Masalah, http://konsultasi.blog.com/2011/ 05/05/definisi-masalah/. (diakses 09 Februari 2013)

Anonim, (1987), Math Problem Solving, http://math_probsolv_chicago.pdf. (diakses 15 Juli 2013)

Ansari, Bansu I., (2009), Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi, PeNA, Banda Aceh.

Ari, Rosihan., dan Indriyastuti., (2008), Perspektif Matematika 1, Platinum, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi., (2009), Manajemen Penelitian, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan, (2011), Buku Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi Mahasiswa Program Studi Kependidikan, FMIPA Unimed, Unimed.

Istarani, (2012), 58 Model Pembelajaran Inovatif, Media Persada, Medan.

Muhab, S., (2012), Mutu-Pendidikan-Indonesia-Makin-Mengkhawatirkan, http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/09/23/1307 32/Mutu-Pendidikan-Indonesia-Makin-Mengkhawatirkan.

(diakses 16 Januari 2013)

Noormandiri, B.K., dan Sucipto, Endar., (2004), Matematika Untuk SMA Jilid 1 Kelas X, Erlangga, Jakarta.

Nurhadi, (2004), Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban), Grasindo, Jakarta.

Sahut, Suyatno., (2011), Pengertian dan Jenis Masalah, http://yayatsahut. blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-jenis-masalah.html.

(diakses 13 Maret 2013)

Slameto, (2010), Belajar dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta.

(23)

67

Tambunan, M., (2011), Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah yang Diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan Tipe STAD di SMP Pahlawan Nasional, Skripsi, FMIPA, Unimed, Medan.

Tim MKPBM, (2003), Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, UPI, Bandung.

Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif- Progresif, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Wena, Made., (2009), Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Widjajanti, J.B., (2009), Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika: Apa Dan Bagaimana Mengembangkannya, http://eprints.uny.ac.id/7042/1/P25-Djamilah%20Bondan%20Widjajanti. pdf. (diakses 23 Juli 2013)

Widyanarko, Sigit., (2008), Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Pembelajaran Berbalik (Reciprocal Teaching), http://etd.eprints.ums.ac.id/721/1/A410030089.pdf.

(diakses 17 Juni 2013)

Gambar

Gambar 1.1. Hasil Lembar Jawaban Observasi Siswa Gambar 2.1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Gambar 1.1 Hasil lembar jawaban observasi siswa

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hambatan kewirausahaan dengan jiwa kewirausahaan petani padi sawah di daerah penelitian, mengetahui apa faktor internal

Berdasarkan hasil evaluasi penawaran dan evaluasi teknis yang kami lakukan pada proses Seleksi Sederhana untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dan Sertifikasi ISO 9001:2008

Ibnu Khaldun menyatakan bahwa hisbah merupakan institusi keagamaan yang termasuk bagian dari amar ma’ruf dan nahi munkar yang merupakan kewajiban bagi seluruh

Dari analisis terhadap teks yang ditampilkan Solopos dapat diketahui bagaimana netralitas media dalam kampanye pilgub. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

Pengantar tugas akhir ini berjudul Perancangan Visual Branding Grup Band “Holy Spirit”. Adapun permasalahan yang dikaji adalah merancang promosi “Holy Spirit” agar lebih di

Efektivitas insulasi termal dapat dilihat dari konduktivitas panasnya yang rendah karena hal itu dapat mempertahankan energi termal di dalam atau di luar sistem dengan

Prosedur penyelesaian dirancang untuk menemukan kebijakan optimal dari keseluruhan masalah, yang menunjukkan keputusan kebijakan mana yang optimal pada setiap tahap untuk

[r]