1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aktivitas kehidupan sehari-hari manusia yang semakin komplek membuat manusia tersebut berada dalam keadaan yang tertekan. Aktivitas kehidupan sehari-hari manusia itu terkait dengan rutinitas pekerjaan kantor dan urusan rumah tangga yang telah membuat manusia tersebut merasa bosan. Hal demikian membuat hari libur akan terasa sangat bermakna dan dibutuhkan oleh manusia tersebut. Bertujuan untuk melepaskan diri dari rutinitas pekerjaan kantor dan urusan rumah tangga serta mengisi hari libur, manusia tersebut kemudian memanfaatkannya dengan melakukan perjalanan wisata. Harapannya dengan bersenang-senang melakukan perjalanan wisata maka manusia tersebut sejenak dapat melupakan rutinitas pekerjaan kantor dan urusan rumah tangga sehingga memperoleh penyegaran suasana dan pikiran.
Salah satu tujuan perjalanan wisata di Indonesia adalah Daerah
Istimewa Yogyakarta atau yang biasa disebut dengan Yogyakarta. Berbagai
jenis wisata ditawarkan dan dikembangkan di Yogyakarta, antara lain wisata
alam, wisata budaya, wisata sejarah, wisata kuliner, wisata pendidikan, dan
wisata belanja. Terdapat banyak obyek wisata menarik di Yogyakarta yang
2
sering dikunjungi oleh wisatawan, baik wisatawan mancanegara dan juga wisatawan nusantara.
Berdasarkan data Statistik Kepariwisataan 2012 yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, menunjukkan jumlah keseluruhan wisatawan pada tahun 2012, baik wisatawan mancanegara dan juga wisatawan nusantara yang datang di Daerah Istimewa Yogyakarta yang menginap di hotel kelas bintang dan hotel kelas melati sebanyak 2.360.172 orang yang berarti mengalami kenaikan sebesar 46,80% dibanding tahun 2011 sebanyak 1.607.694 orang.
1Kenaikan jumlah keseluruhan wisatawan di Yogyakarta untuk setiap tahunnya menurut data tersebut, dapat digunakan sebagai gambaran besarnya kegiatan pariwisata di Yogyakarta.
Banyak usaha di bidang pariwisata tumbuh di Yogyakarta seperti usaha dalam hal penyedia transportasi, kerajinan, kuliner, sarana rekreasi buatan, dan juga tentu salah satunya dalam hal penginapan atau perhotelan.
Hal demikian membuat para investor sangat tertarik untuk menanamkan modalnya dalam usaha di bidang pariwisata di Yogyakarta, termasuk yang paling besar dalam usaha perhotelan. Banyak hotel berdiri di berbagai penjuru wilayah Yogyakarta, mulai dari berlokasi di tepi jalan raya pinggiran kota sampai di tepi jalan kecil tengah kota, mulai dari hotel kelas bintang sampai hotel kelas melati. Banyaknya hotel yang berdiri di Yogyakarta selayaknya disambut dengan baik, karena tentu akan
1 Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013, Statistik Kepariwisataan 2012, Yogyakarta.
3
memberikan pengaruh yang baik pula pada pertumbuhan ekonomi di Yogyakarta. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.02/MEN/1999 tentang Pembagian Uang Service pada Usaha Hotel, Restoran, dan Usaha Pariwisata Lainnya disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa usaha hotel, restoran dan usaha pariwisata lainnya adalah setiap bentuk usaha baik milik swasta maupun milik negara yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa layanan akomodasi, makanan, minimum, dan atau jasa lainnya dengan pembayaran berdasarkan tarif yang telah ditetapkan.
Keberadaan hotel tentu secara langsung akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Semakin banyak hotel yang ada maka akan semakin banyak pula tenaga kerja yang dibutuhkan. Berdasarkan data Statistik Kepariwisataan 2012 yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, menunjukkan jumlah tenaga kerja di hotel kelas bintang saja di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2012 keseluruhannya dengan jumlah sebanyak 4.698 orang, terdiri dari jumlah sebanyak 3.549 orang untuk tenaga kerja laki-laki dan jumlah sebanyak 1.149 orang untuk tenaga kerja perempuan.
2Jumlah tenaga kerja yang bekerja di dalam usaha perhotelan tentunya setiap tahun akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah hotel yang ada.
Bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup maka manusia harus bekerja. Terkait dalam hal pekerjaan, untuk dapat bekerja maka
2 Ibid
4
didasari karena adanya hubungan kerja. Setiap hubungan kerja yang lahir, baik yang bersifat formal maupun informal, pada dasarnya selalu didahului dengan adanya perjanjian kerja. Hubungan kerja ini pada dasarnya adalah hubungan antara buruh dan majikan setelah adanya perjanjian kerja, yaitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu atau si buruh mengikatkan dirinya pada pihak lain atau si majikan untuk bekerja dengan mendapatkan upah, dan si majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan si buruh dengan membayar upah.
3Pekerjaan yang bersifat formal, seperti di perusahaan atau pabrik, perjanjian kerja antara pemberi pekerjaan dengan penerima pekerjaan pada umumnya dibuat secara tertulis, sedangkan pekerjaan yang bersifat informal, perjanjian kerja pada umumnya dibuat secara lisan. Perjanjian kerja tersebut baik yang dibuat secara tertulis maupun lisan pada dasarnya tetap mempunyai kekuatan mengikat para pihak dalam perjanjian kerja yang sama selayaknya sebuah perjanjian pada umumnya.
Perjanjian kerja diatur dalam Bab IX Undang-Undang Ketenagakerjaan Tahun 2003. Pasal 1 Angka 14 Undang-Undang Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Pasal 1 Angka 15 Undang-Undang Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang menyebutkan
3 Asikin, Wahab, Husni, Asyhadie, 1993, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta, hlm 65.
5
bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
4Diaturnya ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian kerja yang ada di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka pelaksanaan perjanjian kerja harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut sehingga akan mewujudkan suatu hubungan kerja yang ideal. Dipenuhinya ketentuan- ketentuan mengenai perjanjian kerja yang ada di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam pelaksanaan perjanjian kerja maka segala yang diharapkan sebagai maksud dan tujuan dibuatnya perjanjian kerja akan tercipta dengan baik tanpa ada pihak yang dirugikan yang dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh pihak tersebut.
Perjanjian kerja terdiri atas:
51. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu, yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.
Selanjutnya disebut dengan PKWT.
2. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu, yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja tetap. Selanjutnya disebut dengan PKWTT.
4 Djumialdji, 2005, Perjanjian Kerja Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 7.
5 Ibid, hlm 11.