APLIKASI DESAIN FAKTORIAL 23 DALAM OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK KENTAL APEL MERAH (Pyrus malus L.) : TINJAUAN TERHADAP BASIS CARBOPOL 940 DENGAN HUMEKTAN
GLISEROL DAN PROPILENGLIKOL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Bella Swandayani Sutrisno NIM : 078114058
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
APLIKASI DESAIN FAKTORIAL 23 DALAM OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK KENTAL APEL MERAH (Pyrus malus L.) : TINJAUAN TERHADAP BASIS CARBOPOL 940 DENGAN HUMEKTAN
GLISEROL DAN PROPILENGLIKOL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Bella Swandayani Sutrisno NIM : 078114058
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Dear God, I don’t ask You to make my life easier. But I ask You
to give me strength to face all my trouble
Isaiah 41:10
So do not fear, for I am with you; do not dismayed, for
I am your God. I will strengthen you and help you; I will
uphold you with my righteous right hand
Matthew 17:20
If you have faith as a grain of mustard seed, you will say
to your mountain, “MOVE!” and it will move.. and
NOTHING will be impossible for YOU!
Matthew 19:26
With men it is impossible; but to God all things are possible
Do my best and God will perfect it
Karya ini kupersembahkan untuk :
“Jesus Christ” untuk segala cinta dan kebaikan-Nya
Papi, Mami, Ko nino dan Cie Liya untuk semua dukungan dan doa
Yohanes Muliadi untuk semua semangat dan kasih sayang
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas kasih, anugerah dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Aplikasi Desain Faktorial 23 dalam Optimasi Formula Gel Sunscreen Ekstrak Kental Apel Merah (Pyrus malus L.) : Tinjauan terhadap Basis Carbopol 940
dengan Humektan Gliserol dan Propilenglikol” dengan baik dan tepat waktu.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan.
Namun dengan adanya bimbingan, dukungan, doa dan bantuan dari berbagai
pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini.
1. “Jesus Christ” atas semua cinta kasih serta kebaikan-Mu sehingga penulis
mampu menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Ipang Djunarko, M. Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Rini Dwiastuti, M. Sc., Apt. selaku pembimbing skripsi yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga dan atas segala bimbingan yang diberikan dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Dewi Setyaningsih, M. Sc., Apt. selaku dosen penguji atas segala kritik
dan saran yang diberikan.
5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M. Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan
dosen penguji atas bimbingan, dukungan selama ini serta saran dan kritik yang
6. Pak Musrifin, Mas Ottok, Mas Bimo, Mas Agung, Pak Iswandi serta
laboran-laboran lain atas bantuan dan kerja sama yang diberikan selama ini.
7. Papi, Mami, Ko Nino, Cie Liya dan segenap keluarga besarku atas segala
dukungan, perhatian dan doa yang telah diberikan selama penyusunan skripsi
ini.
8. Yohanes Muliadi atas segala doa, dukungan, semangat, perhatian dan kasih
sayang yang telah diberikan selama ini.
9. Teman-teman skripsi sekelompok (Mala, Tika, Puput) atas suka duka, kerja
sama, dukungan, canda tawa dan keluh kesah selama penyusunan skripsi ini.
10.Teman-teman skripsi lantai I (Lia, Riris, Yemi, Daniel, Septi, Fani, Robby,
Ius, Chintya, Siska, Dinar) atas dukungan dan kerjasama selama ini.
11.Semua teman-teman angkatan 2007 dan semua teman-teman di luar fakultas
farmasi, terima kasih atas segala kebersamaan kita yang indah dan semangat
yang telah diberikan.
12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata semoga skripsi
ini dapat berguna bagi pembaca.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL………... i
HALAMAN JUDUL………...………... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... iii
HALAMAN PENGESAHAN……...………... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………....………... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi
KATA PENGANTAR……….... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... ix
DAFTAR ISI………...………....……….... x
DAFTAR TABEL………...……….... xiv
DAFTAR GAMBAR………... xvi
DAFTAR LAMPIRAN………...………... xxi
INTISARI………...……….... xxii
ABSTRACT………...………... xxiii
BAB I. PENGANTAR………...….... 1
A. Latar Belakang………... 1
1. Permasalahan………... 4
2. Keaslian Penelitian………... 4
3. Manfaat Penelitian………... 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA……….... 6
A. Apel (Pyrus malus L.)…...………... 6
B. Teknik Penyarian………... 7
1. Ekstraksi tanaman... 7
2. Metode penyarian... 8
C. Kuersetin………... 8
D. Gel………... 10
1. Definisi gel………... 10
2. Klasifikasi gel………... 10
3. Stabilitas gel... 11
4. Karakteristik gel... 12
E. Gelling agent………..…... 13
F. Humektan………....…... 16
1. Gliserol………....…… 16
2. Propilenglikol………... 17
G. Triethanolamine……….... 18
H. Sunscreen... 18
I. Sun Protection Factor (SPF)……….... 19
J. Metode Desain Faktorial………... 21
K. Landasan Teori………... 24
L. Hipotesis……….……... 25
BAB III. METODE PENELITIAN………... 26
B. Variabel Penelitian...………...….... 26
C. Definisi Operasional... 27
D. Bahan Penelitian………...…………....… 29
E. Alat Penelitian………...…… 29
F. Tata Cara Penelitian………....….. 30
1. Penetapan Kadar Polifenol Total dalam Ekstrak Kental Apel...………... 30
2. Penentuan SPF Ekstrak Apel secara in vitro……... 32
3. Optimasi Formula Gel Sunscreen………... 33
4. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Gel Sunscreen Ekstrak Kental Apel Merah………...………... 35
G. Analisis Data………...…….…. 36
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN………..….…. 37
A. Organoleptis Ektrak Kental Apel Merah... B. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kental Apel Merah... 37 37 1. Penetapan Operating Time………....…….. 38
2. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum………...…... 38
3. Penetapan Kurva Baku………....………… 39
4. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kental Apel Merah... 40
1. Scanning spektra UV yang Diserap oleh Ekstrak Kental Apel
Merah...………...…... 41
2. Penetapan nilai SPF Ekstrak Kental Apel Merah... 43
D. Formulasi Gel Sunscreen Ekstrak Kental Apel Merah …... 43
E. Sifat Fisis dan Stabilitas Gel Sunscreen Ekstrak Kental Apel Merah... 46
1. Daya Sebar………...………... 46
2. Viskositas………...…. 57
3. Pergeseran Viskositas……...………...…... 69
F. Optimasi Formula Gel Sunscreen Ekstrak Kental Apel Merah …... 80
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN………..…….… 85
A. Kesimpulan………...……… 85
B. Saran………...….. 85
DAFTAR PUSTAKA ………...….…. 86
LAMPIRAN………...….…… 90
DAFTAR TABEL
Tabel I. Skema Rancangan Desain Faktorial 23...…….… 23 Tabel II. Formula Desain Faktorial……... 34
Tabel III. Uji Organoleptis Ekstrak Kental Apel Merah...
Tabel IV. Perhitungan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kental Apel
Merah ………...……… 37
40
Tabel V. Hasil Perhitungan Nilai SPF………. 43
Tabel VI. Hasil Pengukuran Daya Sebar Gel Sunscreen Ekstrak Kental
Apel Merah... 47
Tabel VII. Hasil Perhitungan ANOVA pada Respon Daya
Sebar…... 47
Tabel VIII. Perhitungan Efek dalam Menentukan Daya Sebar... 48
Tabel IX. Hasil Pengukuran Viskositas Gel Sunscreen Ekstrak Kental
Apel Merah (setelah 48 jam penyimpanan)….…... 58
Tabel X. Hasil Perhitungan ANOVA pada Respon Viskositas... 58
Tabel XI. Perhitungan Efek dalam Menentukan Viskositas………. 59
Tabel XII. Hasil Pengukuran Pergeseran Viskositas Gel Sunscreen
Ekstrak Kental Apel Merah (setelah 1 bulan
penyimpanan)…... 69
Tabel XIII. Hasil Perhitungan ANOVA pada Respon Pergeseran
Viskositas... 70
Viskositas……….………. 71
Tabel XV. Point Prediction Respon Sifat Fisis dan Stabilitas Gel
Sunscreen………...
.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Kuersetin... ………... 9
Gambar 2. Struktur Carbopol 940………... 15
Gambar 3. Struktur Gliserol……….. 17
Gambar 4. Struktur Propilenglikol……….... 17
Gambar 5. Struktur Triethanolamine………...………... 18
Gambar 6. Kurva Hubungan Antara Konsentrasi Baku Kuersetin dengan Absorbansi……….. 39
Gambar 7. Spektra Serapan Ekstrak Kental Apel Merah pada Daerah UV (Panjang Gelombang 250-400 nm)………... 41
Gambar 8. Struktur Senyawa dalam Ekstrak Apel Merah yang Memiliki Sistem Kromofor dan Auksokrom………... 42
Gambar 9. Carbopol 940 dalam Keadaan Bergelung... 45
Gambar 10. Carbopol 940 dalam Keadaan Terurai... 45
Gambar 11. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan Gliserol pada Level Rendah Propilenglikol pada Respon Daya Sebar... 49
Gambar 12. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan Gliserol pada Level Tengah Propilenglikol pada Respon Daya Sebar (prediksi design expert)... 50
Gambar 13. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan Gliserol
Sebar... 51
Gambar 14. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan
Propilenglikol pada Level Rendah Gliserol pada Respon
Daya Sebar... 52
Gambar 15. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan
Propilenglikol pada Level Tengah Gliserol pada Respon
Daya Sebar (prediksi design expert)... 53
Gambar 16. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan
Propilenglikol pada Level Tinggi Gliserol pada Respon
Daya Sebar... 54
Gambar 17. Grafik Hubungan Antara Gliserol dengan Propilenglikol
pada Level Rendah Carbopol 940 pada Respon Daya
Sebar... 55
Gambar 18. Grafik Hubungan Antara Gliserol dengan Propilenglikol
pada Level Tengah Carbopol 940 pada Respon Daya Sebar
(prediksi design expert)... 56
Gambar 19. Grafik Hubungan Antara Gliserol dengan Propilenglikol
pada Level Tinggi Carbopol 940 pada Respon Daya
Sebar... 57
Gambar 20. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan Gliserol
pada Level Rendah Propilenglikol pada Respon
Viskositas... 60
pada Level Tengah Propilenglikol pada Respon Viskositas
(prediksi design expert)... 61
Gambar 22. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan Gliserol
pada Level Tinggi Propilenglikol pada Respon
Viskositas... 62
Gambar 23. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan
Propilenglikol pada Level Rendah Gliserol pada Respon
Viskositas... 63
Gambar 24. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan
Propilenglikol pada Level Tengah Gliserol pada Respon
Viskositas (prediksi design expert)... 64
Gambar 25. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan
Propilenglikol pada Level Tinggi Gliserol pada Respon
Viskositas... 65
Gambar 26. Grafik Hubungan Antara Gliserol dengan Propilenglikol
pada Level Rendah Carbopol 940 pada Respon
Viskositas... 66
Gambar 27. Grafik Hubungan Antara Gliserol dengan Propilenglikol
pada Level Tengah Carbopol 940 pada Respon Viskositas
(prediksi design expert)... 67
Gambar 28. Grafik Hubungan Antara Gliserol dengan Propilenglikol
pada Level Tinggi Carbopol 940 pada Respon
Gambar 29. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan Gliserol
pada Level Rendah Propilenglikol pada Respon Pergeseran
Viskositas... 72
Gambar 30. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan Gliserol
pada Level Tengah Propilenglikol pada Respon Pergeseran
Viskositas (prediksi design expert)... 73
Gambar 31. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan Gliserol
pada Level Tinggi Propilenglikol pada Respon Pergeseran
Viskositas... 74
Gambar 32. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan
Propilenglikol pada Level Rendah Gliserol pada Respon
Pergeseran Viskositas... 75
Gambar 33. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan
Propilenglikol pada Level Tengah Gliserol pada Respon
Pergeseran Viskositas (prediksi design expert)... 76
Gambar 34. Grafik Hubungan Antara Carbopol 940 dengan
Propilenglikol pada Level Tinggi Gliserol pada Respon
Pergeseran Viskositas... 77
Gambar 35. Grafik Hubungan Antara Gliserol dengan Propilenglikol
pada Level Rendah Carbopol 940 pada Respon Pergeseran
Viskositas... 78
Gambar 36. Grafik Hubungan Antara Gliserol dengan Propilenglikol
Viskositas (prediksi design expert)... 79
Gambar 37. Grafik Hubungan Antara Gliserol dengan Propilenglikol pada Level Tinggi Carbopol 940 pada Respon Pergeseran Viskositas... 80
Gambar 38. Contour Plot Daya Sebar Gel Sunscreen... 81
Gambar 39. Contour Plot Viskositas Gel Sunscreen... 82
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kental Apel
Merah (Pyrus malus L.)………...….….... 90
Lampiran 2. Penetapan Nilai SPF……….…….... 95
Lampiran 3. Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Gel………... 98
Lampiran 4. Grafik Box-Cox………....… 102
Lampiran 5. Surat Keterangan Pembuatan Ekstrak …………...…..……… 104
Lampiran 6. Prosedur Pembuatan Ekstrak………..….. 105
Lampiran 7. Data Ekstrak Buah Apel Merah……….…...… 106
APLIKASI DESAIN FAKTORIAL 23 DALAM OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK KENTAL APEL MERAH (Pyrus malus L.) : TINJAUAN TERHADAP BASIS CARBOPOL 940 DENGAN HUMEKTAN
GLISEROL DAN PROPILENGLIKOL
Bella Swandayani Sutrisno 07 8114 058
INTISARI
Apel merah (Pyrus malus L.) mengandung senyawa polifenol terutama kuersetin yang merupakan senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan. Oleh sebab itu senyawa ini dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel sunscreen
sehingga dapat mengurangi oksidasi dari ROS serta acceptable bila digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas gel antara carbopol 940, gliserol, propilenglikol ataupun interaksi ketiganya serta mengetahui area optimum gel
sunscreen Ekstrak kental apel merah (Pyrus malus L.) jika dilihat dari sifat fisis dan stabilitas gel yang diperoleh dari komposisi carbopol 940, gliserol, dan propilenglikol.
Penelitian ini menggunakan rancangan desain faktorial dengan 3 faktor yaitu perbedaan komposisi antara carbopol 940, gliserol dan propilenglikol serta 2 level dari tiap-tiap faktor tersebut yaitu level rendah 1 g dan level tinggi 2 g untuk carbopol 940, level rendah 10 g dan level tinggi 20 g untuk gliserol dan level rendah 5 g dan level tinggi 15 g untuk propilenglikol. Data hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan design expert dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa carbopol 940 merupakan faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas gel sunscreen. Berdasarkan tabel point prediction, ditunjukkan bahwa formula optimum dari gel sunscreen ini diperoleh dengan penggunaan 2 g carbopol 940, 20 g gliserol, dan 10,81 g propilenglikol.
ABSTRACT
Red apple (Pyrus malus L.) has contained polyphenol compounds, especially quercetin, which is a potent antioxidant. Therefore these compounds can be formulated in sunscreen gel to reduce oxidation of ROS and can be acceptable to use.
This research aimed to find the dominant factor in determine physical properties and stability of sunscreen gel between carbopol 940, glycerol, propylenglycol and its interaction and find the optimum area of sunscreen gel from red apple (Pyrus malus L.) polyphenol extract if viewed from physical properties and stability of gel from composition of carbopol 940, glycerol, and propylenglycol.
This research used the factorial design with 3 factors is the differences composition between carbopol 940, glycerol and propylenglycol and 2 levels of each factors is 1 g as low level and 2 g as high level of carbopol 940, 10 g as low level and 20 g as high level of glycerol and 5 g as low level and 15 g as high level of propylenglycol. Data were analyzed statistically with Design Expert with 95% level of confidence.
The results show that carbopol 940 was dominant factor in determine physical properties and stability of sunscreen gel. Based on point prediction table of carbopol 940, glycerol, and propylenglycol, the optimum compotition was obtained by using 2 g of carbopol 940, 20 g of glycerol, and 10,81 g of propylenglycol.
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Pancaran radiasi matahari sangat bermanfaat untuk membantu dalam
produksi vitamin D dan memperlancar aliran darah, tetapi disamping itu juga
paparan sinar matahari yang berlebihan ternyata juga dapat menimbulkan
kerugian seperti sunburn yang menyebabkan eritema, hiperpigmentasi, penuaan
dini, edema, dan kanker kulit (Ley and Reeve, 1997). Radiasi dari sinar matahari
tersebut mengandung spektrum UV, di mana terdapat UV A (320-400 nm)
penyebab pigmentasi kulit, UV B (290-320 nm) penyebab eritema dan UV C
(200-290 nm) penyebab kerusakan jaringan pada kulit (Harry, 1982). Spektrum
UV C dan sedikit dari spektrum UV B tertahan pada lapisan ozon di stratosfer
sehingga tidak sampai ke bumi. Namun, spektrum UV A dan sedikit UV B dapat
menembus lapisan ozon tersebut dan sampai ke bumi. UV A dapat merusakkan
melanosit pada kulit sehingga menyebabkan melanoma, sedangkan UV B
menyebabkan kanker kulit squamous cell carcinoma (SCC) dan basal cell
carcinoma (BCC) (Jones, 2006).
Sunscreen diaplikasikan untuk meminimalkan kerugian yang ditimbulkan
dari efek berbahaya radiasi sinar UV. Sunscreen adalah suatu senyawa kimia yang
mampu mengabsorpsi dan atau memantulkan sinar UV sebelum mencapai kulit
(Stanfield, 2003). Sunscreen kimia mengandung molekul aromatik terkonjugasi
melepaskannya kembali sebagai panas. Kemampuan molekul mengabsorpsi
radiasi ultraviolet tergantung dari sistem konjugasinya serta jumlah dan jenis
gugus fungsional yang ada (Roberts, 2004).
Polifenol merupakan salah satu senyawa yang berpotensi sebagai
sunscreen karena memiliki gugus kromofor dan auksokrom yang dapat menyerap
radiasi sinar ultraviolet. Selain itu, polifenol juga dikenal sebagai salah satu
senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan (Waji dan Sugrani, 2009).
Apel merah (Pyrus malus L.) mengandung banyak senyawa polifenol,
terutama kuersetin. Kuersetin adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid yang
secara biologis memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat dibanding dengan
flavonoid lain. Bila vitamin C mempunyai aktivitas antioksidan 1, maka quercetin
memiliki aktivitas antioksidan 4,7 (Waji dan Sugrani, 2009). Mekanisme
kuersetin sebagai penangkal radikal bebas adalah dengan cara memberikan
elektron bebasnya pada radikal bebas sehingga radikal bebas tersebut tidak reaktif
lagi (menetralkan radikal bebas).
Dalam penelitian ini, sediaan sunscreen dibuat dalam bentuk gel. Gel
merupakan sediaan semisolid yang mengandung bahan aktif tunggal maupun
campuran dengan pembawa senyawa hidrofilik atau hidrofobik atau dapat juga gel
didefinisikan sebagai sistem dua komponen dari sediaan semipadat yang kaya
akan cairan (Barry, 1983). Dipilih bentuk gel karena memiliki beberapa
keuntungan dibandingkan dengan sediaan lainnya. Sediaan gel relatif nyaman
dalam pemakaian karena memberikan sensasi dingin pada kulit, mudah dicuci
acceptability dari penggunanya, dan memiliki kemampuan untuk menjebak zat
aktif di dalam matriks polimer sehingga kestabilan dari zat aktif tersebut dapat
terjaga.
Acceptability konsumen tergantung dari mudah tidaknya gel tersebut
untuk dikeluarkan dari tempatnya, kemampuan melekat pada tempat aplikasi
selama waktu tertentu, kemampuan gel dalam menyebar merata, dan
menghasilkan efek perlindungan yang optimal. Semua hal ini terkait dengan sifat
fisis dan stabilitas gel. Sifat fisis dan stabilitas gel sangat dipengaruhi oleh
komposisi dan kombinasi dari gelling agent dan humektan. Gelling agent yang
digunakan pada sediaan gel ini adalah carbopol 940. Dipilih carbopol 940 karena
bersifat inert, aman dan tidak reaktif dengan komponen lain dalam formula. Selain
itu carbopol 940 memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
natural gum. Viskositas mempengaruhi daya sebar gel. Dalam penelitian ini
digunakan 2 humektan yaitu propilenglikol dan gliserol. Humektan berfungsi
untuk memberikan proteksi terhadap kehilangan air pada gel karena evaporasi air
yang cepat dapat mempengaruhi daya sebar sediaan. Kedua humektan ini
memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing. Gliserol merupakan humektan
yang paling umum digunakan namun cenderung menimbulkan rasa berat (heavy)
dan basah (tacky) yang dapat ditutupi dengan mengkombinasikan bersama
humektan lain (Zocchi, 2001). Propilenglikol memiliki berat molekul yang lebih
kecil, viskositas yang lebih rendah dan kemampuan menguap yang tinggi
Dengan demikian dengan adanya optimasi faktor-faktor tersebut dapat
diperoleh gel sunscreen dengan sifat fisis dan stabilitas yang optimum.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang diambil
dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah ada pengaruh antara faktor carbopol 940, gliserol, propilenglikol
maupun interaksi ketiganya dalam menentukan sifat fisis gel (daya sebar
dan viskositas) dan stabilitas gel (pergeseran viskositas) dalam sediaan
gel sunscreen ekstrak kental apel merah (Pyrus malus L.)?
b. Apakah didapatkan area optimum gel sunscreen ekstrak kental apel
merah (Pyrus malus L.) jika dilihat dari sifat fisis dan stabilitas gel yang
diperoleh dari komposisi carbopol 940, gliserol, dan propilenglikol?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran yang dilakukan penulis, penelitian tentang Optimasi
Formula Gel Sunscreen ekstrak kental apel merah (Pyrus malus L.) : Tinjauan
terhadap Basis Carbopol 940 dan Humektan Gliserol dan Propilenglikol dengan
Metode Desain Faktorial belum pernah dilakukan. Penelitian serupa antara lain
adalah penelitian tentang formulasi gel sunscreen polifenol teh hitam (Anggraeni,
2008).
3. Manfaat penelitian
kefarmasian mengenai aplikasi metode desain faktorial dengan tiga
faktor dalam formulasi sediaan gel sunscreen dari ekstrak bahan alam.
b. Manfaat praktis. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif sediaan sunscreen ekstrak bahan alam pada
masyarakat sehingga masyarakat lebih memilih dan mengembangkan
potensi bahan alam khususnya apel sebagai sediaan sunscreen.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Membuat formula optimum sediaan sunscreen dengan zat aktif yang
berasal dari bahan alam yaitu ekstrak kental apel merah (Pyrus malus L.) dalam
bentuk sediaan gel yang memenuhi parameter sifat fisis gel yang baik.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengaruh antara faktor carbopol 940, gliserol, propilenglikol
maupun interaksi ketiganya dalam menentukan sifat fisis gel (daya sebar
dan viskositas) dan stabilitas gel (pergeseran viskositas) dalam sediaan
gel sunscreen ekstrak kental apel merah (Pyrus malus L.).
b. Mengetahui area optimum gel sunscreen ekstrak kental apel merah
(Pyrus malus L.) jika dilihat dari sifat fisis dan stabilitas gel yang
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apel (Pyrus malus L.)
Apel mengandung flavonoid dalam jumlah yang besar. Konsentrasi
kandungan polifenol utama dalam 100 gram buah apel adalah quercetin
glycosides 13.2 mg; vitamin C 12.8 mg; procyanidin B 9,35 mg; chlorogenic acid
9,02 mg; epicatechin 8,65 mg; dan phloretin glycosides 5,59 mg (Boyer and Liu,
2004).
Procyanidins, catechin, epicatechin, chlorogenic acid, phloridzin, dan
konjugat-konjugat quercetin paling banyak ada dalam kulit buah apel. Dalam
daging buah terdapat catechin, procyanidin, epicatechin, dan phloridzin, tetapi
dalam jumlah yang lebih rendah dibanding dalam kulit buah apel (Boyer and Liu,
2004).
Apel memiliki aktivitas antioksidan yang poten terutama dibagian kulit
apel karena lebih banyak mengandung kuersetin, sehingga memiliki aktivitas
antioksidan yang lebih besar daripada daging buah. Aktivitas antioksidan total
dari buah apel dengan kulitnya kira-kira sebesar 83 µmol vitamin C, yang berarti
bahwa aktivitas antioksidan dari 100 gram apel sebanding dengan 1.500 mg
vitamin C (Boyer and Liu, 2004).
Procyanidins, epicatechin, dan catechin memiliki aktivitas antioksidan
yang kuat dan dapat mencegah oksidasi Low Density Lipoprotein; sehingga
B. Teknik Penyarian 1. Ekstraksi Tanaman
Suatu kegiatan penarikan kandungan kimia yang terlarut supaya terpisah
dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair disebut dengan ekstraksi.
Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan
senyawa yang tidak dapat larut dalam cairan penyari. Ekstrak merupakan sediaan
kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati
atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan dan massa yang tersisa diperlakukan sama
sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 2000).
Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak
dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis
yang telah dibicarakan. Misalnya saja, karena komponennya saling bercampur
secara sangat erat, peka terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau
tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah (Anonim, 2008).
Penyiapan bahan yang akan diekstrak dan pelarutnya harus memenuhi
syarat antara lain selektivitas, kelarutan, kemampuan tidak saling campur,
reaktivitas, titik didih (Anonim, 2008).
Cairan penyari dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang
optimal untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan
demikian senyawa tersebut dapat terpisah dari bahan dan dari senyawa kandungan
lainnya Pelarut yang diperbolehkan adalah air dan alkohol (etanol) serta
aseton, umumnya digunakan sebagai pelarut untuk tahap pemurnian (Anonim,
2000).
2. Metode Penyarian
Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia dalam pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut, dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka
larutan yang terpekat didesak keluar. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang
sederhana (Anonim, 1986).
C. Kuersetin
Kuersetin adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid yang secara biologis
amat kuat. Bila vitamin C mempunyai aktivitas antioksidan 1, maka quercetin
memiliki aktivitas antioksidan 4,7. Flavonoid merupakan sekelompok besar
antioksidan bernama polifenol yang terdiri atas antosianidin, biflavon, katekin,
flavanon, flavon, dan flavonol. Kuersetin termasuk dalam kelompok flavonol
(Waji dan Sugrani, 2009).
Kuersetin,
(2-(3,4-dihidroksifenil)-3,5,7-trihidroksi-4H-1-benzopiran-4-on atau 3,5,5,3’,4’-pentahidroksiflav(2-(3,4-dihidroksifenil)-3,5,7-trihidroksi-4H-1-benzopiran-4-on), adalah senyawa kimia gol(2-(3,4-dihidroksifenil)-3,5,7-trihidroksi-4H-1-benzopiran-4-ongan
flavonoid yang terdapat dalam bentuk aglikon. Kuersetin memiliki sifat kimia
bersifat kurang sehingga cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter
atau kloroform (Markham, 1988).
Kuersetin dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit
degeneratif dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak. Kuersetin
memperlihatkan kemampuan mencegah oksidasi dari Low Density Lipoproteins
(LDL) dengan cara menangkap radikal bebas dan mengkhelat ion logam transisi
(Waji dan Sugrani, 2009).
Kuersetin menunjukkan kemampuan tertinggi sebagai antiradikal
dibandingkan dengan flavonoid lain terhadap radikal hidroksil, perosil, anion
superoksida. Kemampuan ini disebabkan oleh adanya tiga gugus fungsi aktif
dalam strukturnya yaitu, struktur o-dihidroksi (katekol) pada cincin B, ikatan
rangkap pada posisi 2-3 yang berkonjugasi dengan 4-okso pada cincin C, dan
keberadaan kedua gugus hidroksil pada posisi 3 dan 5 pada cincin A (Casagrande,
Sandra, Waldiceu, José, Antonio, and Maria, 2006).
D. Gel 1. Definisi gel
Gel adalah sistem sediaan semisolid yang terdiri dari suspensi yang
terbuat dari partikel inorganik kecil atau molekul organik besar yang terpenetrasi
oleh sebuah liquid. Gel merupakan sistem semirigid yang terdiri dari gerakan
medium dispers yang ketat dengan suatu interlacing jaringan tiga dimensi dari
partikel atau solvated macromolecules dari fase dispers. Viskositas yang
meningkat disebabkan oleh interlacing dan konsekuensi dari friksi internal yang
merupakan respon untuk semisolid state (Allen, 2002).
Beberapa sistem gel jernih karena tampilan dari air; lainnya keruh karena
bahan-bahannya tidak terdispersi molekuler atau mereka membentuk agregat,
yang bersinar. Untuk menarik konsumen, gel harus memiliki clarity dan kilau
(Allen, 2002).
2. Klasifikasi gel
Gel dikategorikan menjadi dua sistem klasifikasi. Sistem pertama
membagi gel menjadi inorganik dan organik; yang lainnya membedakan mereka
dengan klasifikasi hidrogel dan organogel. Gel inorganik biasanya sistem dua
fase, sedangkan gel organik umumnya sistem satu fase. Hidrogel mengandung
bahan yang terdispersi seperti koloid atau terlarut pada air; meliputi hidrogel
organik, natural dan gum sintetik, dan hidrogel inorganik. Pada konsentrasi tinggi,
koloid hidrofilik membentuk gel semisolid, juga disebut jelly. Organogel meliputi
hidrokarbon, minyak hewan/tumbuhan, soap base greases, dan hidrofilik
Hidrogel adalah sistem hidrofilik yang utamanya terdiri dari 85-95% air
atau campuran aqueous-alcoholic dan gelling agent. Hidrogel akan memberikan
efek mendinginkan karena evaporasi pelarut. Hidrogel mudah diaplikasikan dan
memberi kelembaban secara instan tetapi pada penggunaan jangka panjang akan
membuat kulit kering. Dengan demikian, diperlukan humektan seperti gliserol
(Buchmann, 2001).
3. Stabilitas gel
Ketidakstabilan gel pada kondisi normal menunjukkan perubahan
rheology secara irreversible sehingga menyebabkan hasil akhir yang tidak dapat
diterima bila digunakan. Faktor yang bertanggungjawab terhadap pergeseran
viskositas adalah perubahan agen pembentuk viskositas, interaksi dengan sistem
pada kondisi istirahat, dan pertumbuhan partikel yang tergantung pada kandungan
polimer, meskipun adanya polimer dapat mengurangi kecepatan perubahan
ukuran partikel. Hasil depolimerisasi akan menurunkan rata-rata berat molekul
sehingga akan menurunkan viskositas (Zatz, Berry, dan Alderman, 1996). Banyak
gel, khususnya dari polisakarida alam akan mudah mengalami degradasi
mikrobial. Oleh karena itu perlu penambahan preservatif untuk mencegah
serangan mikrobial (Zatz dan Kushla, 1996).
Peningkatan suhu penyimpanan dapat menyebabkan efek yang
berlawanan pada stabilitas polimer sehingga menghasilkan viskositas yang
berubah dari waktu ke waktu. Selama penyimpanan 2 bulan, terjadi pergeseran
viskositas yang kecil pada suhu ruangan atau pendingin. Akan tetapi, pada suhu
4. Karakteristik gel
Sifat umum yang diinginkan dari sediaan gel adalah dapat diterima oleh
konsumen karena memiliki sifat tertentu yaitu mudah dikeluarkan dari wadah,
sensasinya ketika kontak dengan kulit, kemampuan melekat pada tempat aplikasi
selama waktu tertentu sebelum dibilas atau luntur, residu yang tidak
meninggalkan rasa lengket setelah aplikasi dan efikasi klinis yang terkait
pelepasan obat dan absorpsi. Hal ini terkait dengan daya sebar dan viskositas
sediaan sehingga perlu diperhatikan dalam formulasinya (Garg, Aggarwal, Garg,
dan Singla, 2002).
Daya sebar berhubungan dengan sudut kontak tiap tetes cairan atau
preparasi semisolid yang berhubungan langsung dengan koefisien friksi. Faktor
yang mempengaruhi daya sebar adalah formulanya kaku atau tidak, kecepatan dan
lama tekanan yang menghasilkan kelengketan, temperatur pada tempat aksi.
Kecepatan penyebaran bergantung pada viskositas formula, kecepatan evaporasi
pelarut dan kecepatan peningkatan viskositas karena evaporasi (Garg et al., 2002).
The parallel-plate method merupakan metode yang paling sering
digunakan dalam menentukan dan mengukur daya sebar sediaan semisolid.
Metode ini adalah mudah dan relatif murah. Adapun kelemahan metode ini yaitu
kurang presisi, kurang sensitif dan perlu interpretasi data (Garg et al., 2002).
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir; makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya (Martin,
Swarbrick, dan Cammarata, 1993). Viskositas, elastisitas dan rheology merupakan
Peningkatan viskositas akan menaikkan waktu retensi pada tempat aksi tetapi
akan menurunkan daya sebar (Garg et al., 2002). Gel pada penggunaan topikal
sebaiknya tidak terlalu lengket karena dapat menimbulkan rasa tidak nyaman.
Penggunaan konsentrasi gelling agent yang terlalu tinggi atau penggunaan gelling
agent dengan bobot molekul yang terlalu besar akan menghasilkan gel yang susah
diaplikasikan (Zatz dan Kushla, 1996).
Beberapa faktor yang bertanggungjawab terhadap pergeseran viskositas
adalah perubahan agen pembentuk viskositas atau interaksi dengan sistem pada
kondisi istirahat. Hasil depolimerisasi akan menurunkan rata-rata berat molekul
sehingga akan menurunkan viskositas. Pada umumnya, viskositas akan mencapai
nilai plateau setelah satu atau dua minggu. Gel akan menunjukkan pergeseran
viskositas yang kecil pada variasi temperatur penyimpanan yang normal (Zatz dan
Kushla, 1996).
Thiksotropy merupakan suatu pemulihan yang isoterm dan lambat pada
pendiaman suatu bahan yang kehilangan konsistensinya karena shearing.
Thiksotropy hanya dapat diterapkan untuk bahan-bahan dengan tipe aliran plastis
dan pseudoplastis (Martin et al., 1993). Dalam penyimpanannya, gel dapat berupa
thiksotropy, membentuk semisolid jika dibiarkan dan menjadi cair pada
pengocokan (Anonim, 1995 b).
E. Gelling agent
Gelling agent (basis) harus inert, aman dan tidak reaktif terhadap
serangan mikrobial yang dapat menyebabkan degradasi mikrobial (Zatz dan
Kushla, 1996).
Carbopol 940 merupakan polimer sintesis dari kelompok acrylic
polymers yang membentuk rantai silang dengan polyalkenil ether (Zatz dan
Kushla, 1996). Carbopol 940 membentuk gel pada konsentrasi 0,5%. Carbopol
940 merupakan material koloid hidrofilik yang mengental lebih baik daripada
natural gum. Carbopol 940 didispersikan ke dalam air membentuk larutan asam
yang keruh dengan pH 2,8 sampai 3,2 tetapi tidak larut yang kemudian
dinetralkan dengan basa kuat seperti sodium hidroksida, trietanolamin, atau
dengan basa inorganik lemah seperti amonium hidroksida, sehingga akan
meningkatkan konsistensi dan mengurangi kekeruhan. Gel carbopol 940 yang
tidak dinetralkan dapat menurunkan viskositas lebih banyak dibandingkan yang
dinetralkan karena ikatan hidrogen pada struktur gel yang tidak dinetralkan mudah
putus (Barry, 1983).
Jika konsentrasi carbopol 940 rendah, gel bersifat pseudoplastis,
sebaliknya jika konsentrasi carbopol 940 tinggi akan menjadi plastis. Carbopol
940 tidak toksik, tidak mensentisasi, dan tidak mempengaruhi aktivitas biologi
obat tertentu (Barry, 1983).
Di dalam gel carbopol 940 dapat digunakan untuk mengontrol dan
meningkatkan viskositas (thickener) pada pH antara 3,5 sampai 11 (Weiner dan
Bernstein, 1989). Carbomer 1% mempunyai pH 3. Pada pH 6-11 viskositas gel
akan meningkat. Viskositas gel akan menurun pada pH kurang dari 3 atau lebih
bila terpapar sinar matahari tetapi reaksi ini dapat dikurangi lajunya dengan
menambahkan antioksidan (Boyland, Cooper, dan Chowhan, 1986).
Carbomer bersifat stabil, higroskopik, penambahan temperatur berlebih
dapat mengakibatkan kekentalan menurun sehingga mengurangi stabilitas.
Carbomer 940 NF mempunyai viskositas antara 40.000-60.000 (cP) digunakan
sebagai bahan pengental yang baik, viskositasnya tinggi, menghasilkan gel yang
bening. Carbomer 940 digunakan untuk bahan pengemulsi pada konsentrasi
0,1-0,5%, bahan pembentuk gel pada konsentrasi 0,5-2,0%, bahan pensuspensi pada
konsentrasi 0,5-1,0% (Rowe, Shesky, dan Owen, 2006).
Dalam suasana asam sebagian gugus karboksil pada rantai polimer putus
untuk membentuk gulungan yang lentur. Dengan penambahan basa, gugus
karboksil yang putus lebih banyak dan gaya tolak menolak elektrostatik antara
bagian-bagian yang diserang memperbesar molekul sehingga gel lebih kaku dan
mengembang. Bila penambahan basa berlebihan gel akan menjadi encer karena
kation-kation melindungi gugus karboksil dan gaya tolak menolak elektrostatik
berkurang. Jika penambahan amina berlebihan konsistensi gel dengan dispersi
carbopol 940 tidak berkurang, kemungkinan karena efek sterik mencegah
perlindungan gugus karboksil yang diserang (Barry, 1983).
C C
F. Humektan
Humektan adalah bahan higroskopis yang mempunyai sifat menyerap
uap air dari udara lembab sehingga dapat mempertahankan kelembaban kulit.
Selain itu, humektan juga dapat mencegah keriput dan efek jangka panjang lain
yang ditimbulkan oleh sinar UV (Harry, 1982; Johnson, 1992).
1. Gliserol
Nama lain dari gliserol adalah gliserin, dengan rumus molekul C3H8O3.
Pemerian: cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, berbau khas
lemah, higroskopik, dan netral terhadap lakmus. Kelarutan: dapat bercampur
dengan air dan etanol; tidak larut dalam kloroform, minyak lemak, eter, dan
minyak menguap (Anonim, 1995 a). Gliserol dapat digunakan sebagai emmolient,
humektan, plasticizer, pelarut, dan pengisotonis dalam produk farmasetis. Gliserol
harus mampu meningkatkan kelembutan dan daya sebar sediaan serta melindungi
sediaan dari kemungkinan kering. Gliserol digunakan sebagai humektan dalam
produk topikal dengan konsentrasi 0,2 sampai 65,7% (Smolinske, 1992). Gliserol
merupakan humektan yang paling sering digunakan untuk produk kosmetik,
bersifat berat (heavy) dan menimbulkan rasa basah. Gliserol dapat dikombinasi
dengan humektan lain untuk menutupi sifat tersebut (Zocchi, 2001). Gliserol
digunakan sebagai humektan dalam produk topikal dengan konsentrasi kurang
H
C
Gambar 3. Struktur gliserol (Anonim, 1995 a)
2. Propilenglikol
Propilenglikol mengandung tidak kurang dari 99,5% C3H8O2.
Pemeriannya berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak
berbau, dan menyerap air pada udara lembab. Dapat bercampur dengan air,
dengan aseton dan kloroform; larut dalam eter dan beberapa minyak essensial,
tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak (Anonim, 1995 a).
Pada konsentrasi 15% sampai 30% propilenglikol berfungsi sebagai
pengawet (Rowe et al., 2006). Propilenglikol digunakan sebagai humektan pada
konsentrasi 10% sampai 20% (Voight, 1994).
Propilenglikol merupakan bahan yang tidak berbahaya dan aman
digunakan pada produk kosmetik dengan konsentrasi lebih dari 50%.
Propilenglikol tidak menyebabkan iritasi lokal bila diaplikasikan pada membran
mukosa, subkutan atau injeksi intramuskular, dan telah dilaporkan tidak terjadi
reaksi hipersensitivitas pada 38% pemakai propilenglikol secara topikal (Loden,
2001).
H
3C
HCOH
G. Triethanolamine
Triethanolamine merupakan campuran basis yang dibuat dari reaksi
antara etilen oksida dengan amonia (Stephenson dan Karsa, 2000).
Triethanolamine adalah cairan higroskopis yang bening, tidak berwarna atau
berwarna kuning pucat, kental, tidak berbau atau sedikit berbau amonia.
Triethanolamine dapat bercampur dengan air dan alkohol, larut dalam kloroform,
sedikit larut dalam eter. Dalam air 10% larutan triethanolamine bersifat basa
terhadap kertas lakmus (Anonim, 1999 a).
HO
N
HO
OH
Gambar 5. Struktur triethanolamine (Stephenson and Karsa, 2000)
H. Sunscreen
Sunscreen adalah sediaan kosmetika yang digunakan dengan maksud
memantulkan atau menyerap secara efektif sinar matahari terutama pada daerah
emisi gelombang ultraviolet (UV) sehingga dapat mencegah gangguan kulit
karena sinar matahari (Harry, 1982). Biasanya sunscreen merupakan kombinasi
dari dua zat aktif atau lebih, jika hanya digunakan satu zat aktif, sunscreen
tersebut hanya mampu mengabsorpsi UV pada spektrum yang terbatas (Stanfield,
2003).
Berdasarkan mekanisme aksinya, topikal sunscreen dapat dikelompokkan
memantulkan atau menghamburkan radiasi UV. Sunscreen ini merupakan
substansi buram yang memantulkan dan menyebarkan cahaya sehingga mencegah
radiasi sinar matahari yang akan mencapai kulit (Bondi, Jegosthy, dan Lazarus,
1991).
Sunscreen kimia mengandung molekul aromatik terkonjugasi dengan
gugus karbonil. Struktur tersebut membuat molekul dapat mengabsorpsi intensitas
sinar UV berenergi tinggi dan tereksitasi ke energi yang lebih tinggi. Energi yang
hilang mengakibatkan molekul kembali ke energi yang lebih rendah (ground
state) (Levy, 2001). Kemampuan molekul mengabsorpsi energi radiasi UV
tergantung dari sistem konjugasinya (kromofor) serta jumlah dan jenis gugus
fungsional yang ada. Kromofor adalah molekul atau bagian dari molekul yang
dapat mengabsorpsi energi UV. Semakin terkonjugasi suatu molekul, semakin
besar panjang gelombang absorpsinya (Roberts, 2004).
I. Sun Protection Factor (SPF)
Kemanjuran produk sunscreen dapat ditentukan dengan nilai SPF (Sun
Protection Factor). Semakin besar nilai SPF, semakin besar pula nilai
perlindungan terhadap paparan radiasi UV yang dapat diberikan (Stacener, 2003).
SPF merupakan perbandingan antara jumlah radiasi UV yang diperlukan untuk
menghasilkan eritema (Minimal Erythema Dose) pada kulit yang terlindungi
dengan kulit yang tidak terlindungi sunscreen (Walters, Wigal, Johnston, dan
Cornelius, 1997). Nilai SPF berbanding terbalik dengan besarnya radiasi UV yang
3. Extra Sun Protection Product : nilai SPF 6-8, proteksi ekstra dari sunburning
dan sedikit suntanning.
4. Maximal Sun Protection Product : nilai SPF 8-15, proteksi maksimal dari
sunburning dan sedikit atau tidak suntanning.
5. Ultra Sun Protection Product : nilai SPF >15, proteksi paling besar dari
sunburning dan tidak suntanning.
J. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan metode rasional untuk menyimpulkan dan
mengevaluasi secara obyektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap
kualitas produk. Desain faktorial digunakan dalam penelitian di mana efek dari
faktor atau kondisi yang berbeda dalam penelitian akan diketahui. Desain faktorial
merupakan desain yang dipilih untuk mendeterminasi efek-efek secara simultan
dan interaksi antar efek tersebut. Dengan demikian metode ini merupakan metode
yang sesuai untuk menentukan formula yang optimum dalam gel, di mana dalam
gel ada kombinasi dua humektan yang digunakan dalam berbagai konsentrasi.
Dengan metode ini akan dapat dilihat efek konsentrasi tiap-tiap humektan dan
dapat pula terlihat bagaimana hasil interaksi kedua humektan tersebut (Bolton,
1990).
Metode desain faktorial memungkinkan kita mengetahui faktor dominan
yang berpengaruh terhadap kualitas produk atau mengetahui interaksi di antara
Perencanaan percobaan secara faktorial juga dinyatakan sebagai
perencanaan percobaan faktorial (desain faktorial). Dengan model ini dapat
dilakukan percobaan untuk mengoptimasi formula (Voight, 1994). Desain
faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan
model hubungan antara respon faktorial dengan satu atau lebih faktorial bebas.
Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika
(Bolton, 1990).
Desain faktorial mengandung beberapa pengertian, yaitu faktorial, level,
efek, dan respon. Faktor yang dimaksudkan sebagai setiap besaran yang
mempengaruhi harga kebutuhan produk pada prinsipnya dapat dibedakan antara
faktor kuantitatif dan kualitatif (Voight, 1994). Level merupakan nilai atau tetapan
untuk faktor. Pada percobaan dengan desain faktorial perlu ditetapkan level yang
diteliti yang meliputi level rendah dan level tinggi. Efek adalah perubahan respon
yang disebabkan variasi tingkat faktor. Efek faktor atau interaksi merupakan
rata-rata respon pada level tinggi dikurangi rata-rata-rata-rata respon pada level rendah. Respon
merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus
dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1990).
Desain faktorial tiga faktor dan dua level berarti ada tiga faktor yaitu
faktor A, faktor B, dan faktor C yang masing-masing diuji pada level yang
berbeda yaitu level rendah dan level tinggi. Rancangan desain faktorial untuk 2
Tabel I. Skema Rancangan Desain Faktorial 23 (Voight, 1994)
Formula Faktor Interaksi
A B C AB AC BC ABC
C = faktor C (Propilenglikol)
Formula (1) = level rendah Carbopol 940. Gliserol dan Propilenglikol
Formula a = level tinggi Carbopol 940, level rendah Gliserol dan Propilenglikol
Formula b = level tinggi Gliserol, level rendah Carbopol 940 dan Propilenglikol
Formula ab = level tinggi Carbopol 940 dan Gliserol, level rendah Propilenglikol
Formula c = level tinggi Propilenglikol, level rendah Carbopol 940 dan Gliserol
Formula ac = level tinggi Carbopol 940 dan Propilenglikol, level rendah Gliserol
Formula bc = level tinggi Gliserol dan Propilenglikol, level rendah Carbopol 940
Formula abc = level tinggi Carbopol 940, Gliserol, dan Propilenglikol
Rumus desain faktorial yang berlaku adalah
Y = b0 + b1(A) + b2(B) + b3(C) + b12(A)(B) + b13(A)(C) + b23(B)(C) +
Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki
menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek
interaksi antar faktor (Bolton, 1990).
K.Landasan Teori
Efek dari sinar UV yang berlebihan dapat menyebabkan erythema,
sunburn, kerusakan DNA dan yang paling parah adalah timbulnya kanker kulit.
Pencegahan dari dampak negatif tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan
sunscreen. Sunscreen mengandung senyawa antioksidan yang dapat berperan
melindung kulit dari radikal bebas penyebab kanker. Polifenol merupakan
senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan. Polifenol yang banyak terdapat
dalam apel merah adalah kuersetin.
Gel merupakan sediaan yang nyaman untuk digunakan serta memberi
sensasi dingin ketika digunakan, maka dari itu sunscreen diformulasikan dalam
bentuk sediaan gel. Dalam gel terdapat komposisi campuran antara carbopol 940,
gliserol dan propilenglikol yang dioptimasi dengan menggunakan metode desain
faktorial untuk melihat efek yang dominan dalam menentukan respon yang
dikehendaki. Carbopol 940 merupakan gelling agent yang telah terbukti memiliki
viskositas yang lebih tinggi daripada natural gum. Gliserol sendiri merupakan
humektan yang umum digunakan dalam kosmetik namun cenderung
menimbulkan rasa berat dan basah yang dapat ditutupi dengan mengkombinasikan
bersama humektan lain (Zocchi, 2001). Propilenglikol memiliki berat molekul
tinggi dibandingkan dengan gliserol (Sagarin, 1957). Dengan demikian
diharapkan dengan adanya kombinasi tersebut dapat diperoleh gel dengan sifat
fisis yang optimum.
L. Hipotesis
Perbedaan level (level tinggi-level rendah) pada 3 faktor antara lain
carbopol 940, gliserol dan propilenglikol maupun interaksi ketiga faktor tersebut
memberikan pengaruh terhadap respon daya sebar, viskositas dan pergeseran
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental dengan
menggunakan desain faktorial yang bersifat eksploratif, yaitu mencari formula
optimum dari gel sunscreen ekstrak kental apel merah (Pyrus malus L.).
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah level dari basis
carbopol 940 dan humektan gliserol dan propilenglikol.
2. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat
fisis dan stabilitas gel yang meliputi daya sebar, viskositas dan pergeseran
viskositas gel setelah penyimpanan satu bulan.
3. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian
ini adalah lama pengadukan, kecepatan pengadukan, lama penyimpanan dan
wadah penyimpanan.
4. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam
penelitian ini adalah suhu penyimpanan, suhu dan kelembaban udara saat
C.Definisi Operasional
1. Gel sunscreen ekstrak kental apel merah adalah sediaan semisolid yang dapat
melindungi kulit dari sinar UV yang dibuat dengan basis atau gelling agent
carbopol 940 dan humektan (gliserol dan propilenglikol) sesuai dengan
formula yang telah ditentukan sesuai prosedur pembuatan gel pada penelitian
ini.
2. Ekstrak kental apel merah adalah ekstrak hasil maserasi serbuk buah apel
menggunakan pelarut etanol 70%.
3. Gelling agent adalah bahan pembentuk sediaan gel yang akan membentuk
matriks tiga dimensi. Dalam penelitian ini gelling agent yang digunakan yaitu
carbopol 940.
4. Humektan adalah bahan yang membantu mempertahankan kelembaban pada
permukaan kulit dengan cara menarik lembab dari lingkungan. Dalam
penelitian ini humektan yang digunakan adalah gliserol dan propilenglikol.
5. Sun Protection Factor (SPF) ekstrak kental apel merah adalah kemampuan
ekstrak kental apel merah dalam menyerap radiasi UV yang diukur secara in
vitro menggunakan metode Petro (1981).
6. Desain faktorial adalah metode optimasi yang digunakan untuk mengetahui
efek yang dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas gel, dan
digunakan untuk mencari area komposisi optimum carbopol 940, gliserol dan
propilenglikol yang diprediksi sebagai formula optimum terbatas pada level
7. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini
digunakan 3 faktor, yaitu carbopol 940 sebagai faktor A, gliserol sebagai
faktor B dan propilenglikol sebagai faktor C.
8. Level adalah tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini ada 2 level yaitu level
rendah dan level tinggi. Level rendah carbopol 940 dinyatakan dalam jumlah
bahan yaitu 1,0 gram dan level tinggi sebanyak 2,0 gram. Level rendah
gliserol dinyatakan dalam jumlah bahan yaitu 10 gram dan level tinggi
sebanyak 20 gram. Level rendah propilenglikol dinyatakan dalam jumlah
bahan yaitu 5 gram dan level tinggi sebanyak 15 gram.
9. Respon adalah besaran yang diamati perubahan efek dan besarnya dapat
dikuantitatifkan, dalam penelitian ini adalah hasil percobaan sifat fisis gel
(daya sebar dan viskositas) dan stabilitas gel (pergeseran viskositas).
10. Contour plot adalah grafik yang merupakan hasil dari respon sifat fisis dan
stabilitas gel.
11. Point prediction adalah titik-titik optimum yang memuat semua arsiran dalam
contour plot yang diprediksi sebagai formula optimum pada uji daya sebar,
viskositas dan pergeseran viskositas.
12. Sifat fisis adalah sifat gel yang dapat dilihat kenampakan fisisnya dan dapat
diukur secara kuantitatif meliputi daya sebar, viskositas dan pergeseran
viskositas.
13. Daya sebar optimum adalah diameter penyebaran gel pada pengukuran massa
gel yang diberi beban 125 gram selama 1 menit. Daya sebar optimum yang
14. Viskositas optimum adalah viskositas yang mendukung kemudahan gel
dimasukkan dan dikeluarkan dari wadah serta saat diaplikasikan dapat merata
dengan baik di kulit. Viskositas optimum yang ditetapkan dalam penelitian
ini adalah 200 - 300 d.Pa.s.
15. Pergeseran viskositas adalah persentase selisih viskositas gel setelah
penyimpanan selama 1 bulan dengan rata-rata viskositas awal (48 jam setelah
dibuat), dibagi dengan rata-rata viskositas awal (48 jam setelah dibuat), dikali
100%. Pergeseran viskositas optimum dalam penelitian ini adalah ≤ 10%.
D. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah baku kuersetin
(p.a.), etanol (teknis), etanol (p.a.), aseton (p.a.), gliserol (farmasetis),
propilenglikol (farmasetis), carbopol 940 (farmasetis), triethanolamin
(farmasetis), metilparaben (farmasetis), reagen Folin-Ciocalteu, larutan Natrium
karbonat (Na2CO3)dan aquadest.
E.Alat Penelitian
Alat -alat yang digunakan pada penelitian ini adalah glasswares
(Pyrex-Germany), sentrifuge, vortex, spektrofotometer UV-Vis seri Genesys TM 10,
mixer, viscometer seri VT 04 (Rion-Japan), alat uji daya sebar (modifikasi,
F.Tatacara Penelitian
1. Penetapan kadar polifenol total dalam ekstrak apel merah (modifikasi dari Lindorst (1998))
a. Pembuatan larutan stok kuersetin 1 mg/mL. Sebanyak 0,05 g kuersetin
standar dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL. diencerkan dengan aseton
75% hingga tanda.
b. Penentuan operating time. Dibuat larutan dengan konsentrasi 0,4 mg/mL
dengan mengambil 4,0 mL larutan stok dan diencerkan dengan aseton
75% hingga 10,0 mL. Diambil 0,50 mL larutan tersebut dan dimasukkan
dalam labu ukur 50,0 mL. Ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu
sebanyak 2,50 mL didiamkan selama 2 menit, kemudian ditambahkan
7,50 mL larutan Na2CO3 dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda.
Larutan divortex selama 30 detik. Larutan diukur serapannya pada
panjang gelombang 726 nm. Dibuat kurva hubungan serapan dan waktu.
Dicari operating time yang memberikan serapan stabil.
c. Penetapan panjang gelombang maksimum. Dibuat larutan dengan
konsentrasi 0,4 mg/mL dengan mengambil 4,0 mL larutan stok dan
diencerkan dengan aseton 75% hingga 10,0 mL. Diambil 0,50 mL larutan
tersebut dan dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL. Ditambahkan
pereaksi Folin-Ciocalteu sebanyak 2,50 mL didiamkan selama 2 menit,
kemudian ditambahkan 7,50 mL larutan Na2CO3 dan diencerkan dengan
aquadest hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik kemudian
disentrifuge dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Larutan diukur
serapannya pada panjang gelombang antara 600-800 nm. Diperoleh
kurva hubungan panjang gelombang dan serapan. Berdasarkan kurva
tersebut, ditentukan panjang gelombang yang memberikan serapan
maksimum.
d. Penetapan kurva baku. Dibuat larutan dengan seri konsentrasi 0,2; 0,3;
0,4; 0,5; 0,6; dan 0,7 mg/mL dengan mengambil 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; 6,0;
dan 7,0 mL larutan stok dan diencerkan dengan aseton 75% hingga 10,0
mL. Diambil 0,50 mL larutan tersebut dan dimasukkan dalam labu ukur
50,0 mL. Ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu sebanyak 2,50 mL
didiamkan selama 2 menit, kemudian ditambahkan 7,50 mL larutan
Na2CO3 dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda. Larutan divortex
selama 30 detik kemudian didiamkan selama operating time. Sebelum
diukur serapannya, larutan disentrifuge dengan kecepatan 4000 rpm
selama 5 menit. Larutan diukur serapannya pada panjang gelombang
maksimum.
e. Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kental apel merah. Sebanyak 1,0
gram ekstrak kental apel merah dilarutkan dengan aseton 75% hingga
volumenya 25,0 mL. Diambil 0,50 mL larutan tersebut dan dimasukkan
dalam labu ukur 50,0 mL. Ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu
sebanyak 2,50 mL didiamkan selama 2 menit, kemudian ditambahkan
7,50 mL larutan Na2CO3 dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda.
time. Sebelum diukur serapannya, larutan disentrifuge dengan kecepatan
4000 rpm selama 5 menit. Larutan diukur serapannya pada panjang
gelombang maksimum. Replikasi dilakukan sebayak 6 kali. Kadar
polifenol dalam sampel dihitung menggunakan persamaan kurva baku.
2. Penentuan SPF ekstrak apel secara in vitro
a. Pembuatan larutan stok polifenol apel merah 3%. Ditimbang ekstrak
kental polifenol apel merah yang setara dengan 3 g polifenol apel merah.
Kemudian dilarutkan dengan etanol 90% hingga 100,0 mL.
b. Penentuan spektra UV ekstrak kental apel merah. Diambil larutan stok
sebanyak 2,0 mL dan diencerkan dengan etanol 90% dalam labu ukur
10,0 mL sehingga diperoleh larutan polifenol apel merah dengan
konsentrasi 0,6 %. Spektra ultraviolet larutan diperoleh dengan scanning
serapan larutan pada panjang gelombang 250-400 nm.
c. Penentuan nilai SPF. Diambil larutan stok sebanyak 2,0; 4,0; dan 6,0 mL
dan diencerkan dengan etanol 90% dalam labu ukur 10,0 mL sehingga
diperoleh larutan polifenol apel merah dengan konsentrasi 0,6; 1,2; dan
1,8 %. Serapan masing-masing konsentrasi diukur tiap 5 nm pada rentang
panjang gelombang 290 nm hingga panjang gelombang tertentu diatas
290 nm yang mempunyai nilai serapan 0,050. Dihitung luas daerah di
bawah kurva (AUC) antara dua panjang gelombang yang berurutan
menggunakan rumus:
Ap = serapan pada panjang gelombang yang lebih tinggi diantara
dua panjang gelombang yang berurutan
A(p – a) = serapan pada panjang gelombang yang lebih rendah
diantara dua panjang gelombang yang berurutan
λp = panjang gelombang yang lebih tinggi diantara dua panjang
gelombang yang berurutan
λ(p – a) = panjang gelombang yang lebih rendah diantara dua panjang
gelombang yang berurutan
Harga SPF dapat dihitung dengan rumus :
Log ∑ ... (4)
Panjang gelombang n (λn) adalah panjang gelombang terbesar di antara
panjang gelombang 290 nm hingga di atas 290 nm yang mempunyai serapan
0,050; panjang gelombang 1 (λ1) adalah panjang gelombang terkecil (290 nm)
(Petro, 1981).
3. Optimasi formula gel sunscreen
a. Formula standar gel. Formula Aloe Vera gel menurut International
Journal of Pharmaceutical Compounding Vol. 11 No. 6
November/Desember 2007 sebagai berikut :
R/ Aloe vera extract 200X 400 mg
Propylene glycol 5 Ml
Methylparaben 200 mg
Propylparaben 20 mg
Poloxamer F-127 20 g
Fragrance Qs
Purified water qs 100 g
Dari formula standar kemudian dilakukan modifikasi gelling agent dan 2
jenis humektan menggunakan metode desain faktorial. Formula yang diperoleh
untuk 100 gram sampel sebagai berikut :
R/ Carbopol 940 1-2 g
Ekstrak kental apel merah 3,66 g
Dalam penelitian ini digunakan 3 faktor yaitu carbopol 940, gliserol, dan
propilenglikol, serta 2 level yaitu level tinggi dan level rendah untuk
masing-masing faktor. Berikut ini adalah tabel formula desain faktorial.
Tabel II. Formula Desain Faktorial
Bahan Formula
1 a b ab c ac bc abc
Carbopol 940 (g) 1 2 1 2 1 2 1 2
Gliserol (g) 10 10 20 20 10 10 20 20
Propilenglikol (g) 5 5 5 5 15 15 15 15
b. Pembuatan gel. Carbopol 940 ditaburkan di atas aquadest dan dibiarkan
mengembang selama 24 jam (campuran 1). Gliserol, propilenglikol dan
Ekstrak kental apel merah dilarutkan dalam etanol 50% (campuran 3).
Campuran 3 dimasukkan dalam campuran 2 sambil terus diaduk dengan
mixer selama 5 menit (campuran 4). Campuran 4 ditambahkan ke dalam
campuran 1 dan diaduk dengan mixer selama 5 menit dan terakhir
trietanolamin ditambahkan dalam campuran tersebut sedikit demi sedikit
sampai pH 5-6 sambil terus diaduk dengan mixer sampai homogen
selama 5 menit.
4. Uji sifat fisis dan stabilitas gel sunscreen ekstrak kental apel merah a. Uji daya sebar gel. Pengujian daya sebar gel dilakukan setelah 48 jam
pembuatan. Ditimbang 1,0 gram gel, diletakkan di tengah kaca bundar
berskala. Di atas massa gel diletakkan kaca bulat lain bersama beban
sehingga berat kaca bulat dan pemberat 125 gram, didiamkan selama 1
menit, kemudian dicatat diameter penyebaran gel (Garg et al., 2002).
b. Uji viskositas gel. Uji viskositas dilakukan dua kali yaitu setelah 48 jam
pembuatan gel dan setelah penyimpanan selama 1 bulan menggunakan
alat Viscometer Rion (RION-JAPAN) seri VT-04E. Salah satu formula
dimasukkan ke dalam chamber yang tersedia. Alat dipasang untuk
mengukur viskositas (portable viscotester). Uji viskositas dilakukan.
Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk
viskositas.
G.Analisis Data
Analisis data sifat fisis dan stabilitas gel dilakukan dengan menggunakan
Design Expert versi 7.0.0. Dari analisis tersebut dapat diketahui efek dari carbopol
940, gliserol, propilenglikol ataupun interaksi antar ketiganya yang menentukan
sifat fisis dan stabilitas dari gel tersebut serta persamaan desain faktorial.
Kemudian persamaan desain faktorial yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA,
apabila nilai p<0,050 maka persamaan tersebut signifikan sehingga dapat
digunakan untuk memprediksi respon yang diamati. Signifikansi dapat juga
terlihat dari nilai F hitung dan F tabel. Nilai F tabel dilihat dari Fa (numerator,
denominator). Numerator merupakan derajat bebas dari faktor dan interaksi yaitu
7, sedangkan denominator adalah derajat bebas dari experimental error yaitu 24.
Nilai F tabel untuk (7,24) pada taraf kepercayaan 95% adalah 3,41. Apabila nilai
F hitung lebih besar daripada harga F tabel yang berarti bahwa faktor berpengaruh
signifikan terhadap respon. Dari persamaan desain faktorial tersebut dibuat
contour plot sehingga dapat ditemukan point prediction untuk mendapatkan
komposisi optimum carbopol 940, gliserol dan propilenglikol untuk menghasilkan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Organoleptis Ekstrak Kental Apel Merah
Ekstrak kental apel merah diperoleh dengan menggunakan metode
penyarian secara maserasi dengan pelarut etanol 50% dari kulit dan daging buah
apel merah. Ekstraksi ini dilakukan di Lembaga Pengujian “LPPT” UGM. Berikut
ini merupakan uji organoleptis ekstrak kental apel merah.
Tabel III. Uji Organoleptis Ekstrak Kental Apel Merah Uji organoleptis Hasil uji organoleptis
Wujud Kental
Bau Buah apel dan etanol
Warna Merah kecoklatan
Uji organoleptis ini digunakan sebagai uji pendahuluan atau uji kualitatif
sebelum melakukan uji kuantitatif yaitu dengan penetapan kadar polifenol dalam
ekstrak kental apel merah.
B. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kental Apel Merah Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kental apel merah dilakukan
secara kolorimetri dengan metode Folin-Ciocalteu. Metode ini selektif terhadap
senyawa fenolik sehingga senyawa selain fenolik tidak akan mengganggu
pengukuran. Prinsip metode ini adalah oksidasi senyawa fenolik oleh pereaksi
Folin-Ciocalteu dalam suasana basa sehingga asam heteropolli fosfomolibdat dan
fosfotungstat dalam pereaksi Folin-Ciocalteu mengalami reduksi menjadi