• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR KAJIAN POTENSI MATA AIR DAN KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DI KOTA SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN AKHIR KAJIAN POTENSI MATA AIR DAN KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DI KOTA SEMARANG"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)LAPORAN AKHIR. KAJIAN POTENSI MATA AIR DAN KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DI KOTA SEMARANG. BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SEMARANG KERJASAMA LEMBAGA PENELITIAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2021. 1.

(2) LAPORAN AKHIR Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang. HALAMAN PENGESAHAN. 1. Judul Penelitian. 2. Tempat Sasaran 3. Jangka Waktu Penelitian 4. Ketua Pelaksana a. Nama b. Alamat Kantor c. Telepon/Fax. 5. Anggota Pelaksana 6. Perguruan Tinggi a. Nama Lembaga b. Alamat Kantor c. Telepon/Fax. d. Fax e. Email. : Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang : Kota Semarang : 6 (Enam) Bulan : : : :. Dr. Ir. Nana Kariada TM, M.Si Kampus Sekaran Gunungpati Semarang (024) 8508087, 8508089 1. Dr. Margareta Rahayaningsih, M.Si 2. Wahid Akhsin Budi Nur Sidiq S.Pd., M.Sc.. : : : : :. LP2M Universitas Negeri Semarang Kampus Sekaran Gunungpati Semarang (024) 8508087, 8508089 (024) 8508087, 8508089 lppm@mail.unnes.ac.id. Semarang, 2 Juli 2021 Ketua LPPM UNNES. Ketua Pelaksana. Dr. Suwito Eko Pramono, M.Pd NIP. 195809201985031003. Dr. Ir. Nana Kariada TM, M.Si NIP. 196603161993102001. i.

(3) LAPORAN AKHIR Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang. KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga Dokumen Laporan Akhir dengan judul Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang dapat kami selesaikan. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memetakan potensi serta ancaman mata air di Kota Semarang serta menganalisis kearifan lokal masyarakat terhadap upaya konservasi sumber daya air. Tercatat terdapat 139 mata air (sendang) yang teridentifikasi di lokasi penelitian, dimana mata air tersebut sebagian besar berada di wilayah Kecamatan Gunungpati sebanyak 114 mata air, selanjutnya di Kecamatan Mijen terdapat 14 mata air, Kecamatan Banyumanik terdapat 10 mata air dan 1 mata air di Kecamatan Candisari. Pemanfaatan sebagian mata air tersebut masih digunakan sebagai sumber air minum dan mencukupi kebutuhan air domestik. Kearifan lokal menjadi salah satu modal utama dalam konservasi mata air, dimana dibeberapa lokasi masih dilakukan kegiatan nyadran, tawu sendang dan kerjabakti untuk membersihkan mata air. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini, sehingga kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk penyempurnaan kajian yang dilakukan. Kami sebagai penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang senantiasa membantu memberikan pengarahan dalam penyusunan buku laporan ini. Untuk selanjutnya kami berharap agar buku ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dengan pekerjaan ini.. Semarang, Juli 2021. Tim Penyusun. ii.

(4) LAPORAN AKHIR Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang. ABSTRAK Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020 - 2024 yang dikeluarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas, kelangkaan air di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara diperkirakan meningkat hingga 2030. Proporsi luas wilayah krisis air meningkat dari 6,0% di tahun 2000 menjadi 9,6% di tahun 2045. Prediksi kekeringan yang kemungkinan terjadi di masa depan akan berdampak terhadap kehidupan manusia sebagai individu serta pada tatanan makro akan mempengaruhi program pembangunan daerah. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis sebagai upaya preventif melalui kegiatan konservasi sumber daya air. Upaya konservasi sumber daya air dapat dilakukan berbasis masyarakat, dengan menjadikan masyarakat sebagai subjek utama dalam kegiatan konservasi sumber daya air. Hal tersebut dapat ditemukan sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat. Tujuan Penelitian (a) Mengidentifikasi dan memetakan potensi serta ancaman mata air di Kota Semarang, dan (b) Menganalisis kearifan lokal masyarakat terhadap upaya konservasi sumber daya air. Ruang lingkup Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di meliputi seluruh wilayah Kota Semarang yang terfokus pada beberapa kecamatan, meliputi Kecamatan Gunungpati, Mijen, Banyumanik, dan Candisari. Penelitian yang rencananya akan dilaksanakan menggunakan pendekatan deskriprif kuantitatif, dimana pendekatan deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi kondisi dan pemanfaatan sumber mata air serta menggambarkan kearifan lokal masyarakat dalam upaya konservasi sumber daya air di lokasi penelitian. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis spasial, hidrologis, deskriptif kualitatif terkait dengan kearifan lokal, dan analisis keberlanjutan mata air dengan metode Rap-MATA AIR. Hasil penelitian berhasil mengidentifikasi 139 mata air, yang secara umum memiliki kualitas baik, meskipun debitnya realatif rendah. Pemanfaatan sebagian mata air tersebut yang digunakan sebagai sumber air minum dan mencukupi kebutuhan air domestik. Selanjutnya pemanfaatan mata air juga digunakan untuk mendukung kegiatan pertanian. Ancaman mata air di Kota Semarang, perubahan penggunaan lahan, hilangnya vegetasi pelindung dan resapan, pencemaran lingkungan, pembuatan sumur bor di sekitar mata air, erosi dan longsor karena tanah tidak stabil yang mengakibatkan mata air tertutup tanah. Kearifan lokal menjadi salah satu modal utama dalam konservasi mata air, dimana dibeberapa lokasi masih dilakukan kegiatan nyadran, tawu sendang dan kerjabakti untuk membersihkan mata air. Total 13 mata air memiliki status keberlanjutan baik dan sebagian besar mata air di Kota Semarang tercatat dalam kategori cukup berkelanjutan. Kata kunci: Mata air, Kearifan Lokal, Konservasi, Keberlanjutan, Kota Semarang. iii.

(5) LAPORAN AKHIR Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang. DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. i KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii ABSTRAK ............................................................................................................. iii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................................... 1 B. Identifikasi dan Perumusan Masalah .................................................................. 3 1. Identifikasi Masalah ....................................................................................... 3 2. Perumusan Masalah ........................................................................................ 3 C. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 4 D. Kegunaan Penelitian ........................................................................................... 4 1. Kegunaan secara Teoritis................................................................................ 4 2. Kegunaan secara Praktis ................................................................................. 4 E. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 6 A. Landasan Teori ................................................................................................... 6 1. Mata Air .......................................................................................................... 6 2. Kearifan Lokal Masyarakat dalam Menjaga Mata Air ................................... 8 3. Konservasi Sumberdaya Air ......................................................................... 10 B. Kerangkan Penelitian........................................................................................ 12 BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 25 A. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................................ 25 B. Rancangan Penelitian ....................................................................................... 25 C. Populasi dan Sampel ........................................................................................ 26 D. Jenis dan Alat Pengumpulan Data .................................................................... 27 E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 27 F. Metode Analisis ................................................................................................ 28 G. Tahapan Penelitian ........................................................................................... 32 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ............................... 33 A. Administrasi Kota Semarang ........................................................................... 33 B. Kondisi Geografis Kota Semarang ................................................................... 36 C. Jenis Tanah ....................................................................................................... 37 D. Geologi dan Geomorfologi .............................................................................. 39 E. Klimatologi ....................................................................................................... 40 F. Sumber Daya Air (DAS)................................................................................... 41 G. Cekungan Air Tanah (CAT) ............................................................................. 42 H. Demografi Kota Semarang ............................................................................... 44. iv.

(6) LAPORAN AKHIR Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang. I. Kondisi Ekonomi Kota Semarang ................................................................. 46 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 49 A.Peraturan dan Kebijakan Mata Air di Kota Semarang ...................................... 49 B. Analisis Kondisi Fisik dan Pemanfaatan Mata Air ........................................... 49 1. Pemanfaatan dan Kepemilikan Lahan .......................................................... 52 2. Debit dan Kualitas Air .................................................................................. 56 3. Kualitas Mata Air ......................................................................................... 59 4. Pemanfaatan Mata Air .................................................................................. 63 5. Upaya Perlindungan Mata Air ...................................................................... 66 6. Ancaman dan Gangguan Mata Air ............................................................... 68 C. Analisis Kondisi vegetasi Sekitar Mata Air ...................................................... 69 D.Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Sekitar Mata Air................................. 82 E. Status Keberlanjutan Mata Air .......................................................................... 86 BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................... 93 A. Simpulan .......................................................................................................... 93 B. Rekomendasi .................................................................................................... 94 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 96. v.

(7) LAPORAN AKHIR Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang. DAFTAR TABEL Tabel 1. Jenis-Jenis Tanaman Konservasi DAS (Tanaman di Sekitar Mata Air) . 12 Tabel 2. Alat untuk Pengambilan Data Lapangan ................................................ 27 Tabel 3. Kriteria Penilaian Atribut Pada Dimensi Ekologi ................................... 29 Tabel 4. Kriteria Penilaian Atribut Pada Dimensi Sosial ...................................... 30 Tabel 5. Kriteria Penilaian Atribut Pada Dimensi Ekonomi ................................. 31 Tabel 6. Kategori Status Keberlanjutan Mata Air di Kota Semarang ................... 31 Tabel 7. Luas Wilayah Per Kecamatan di Kota Semarang ................................... 33 Tabel 8. Indikator Perkembangan Penduduk Kota Semarang 2016-2020 ............ 44 Tabel 9. Indeks Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2016-2020 ........ 45 Tabel 10. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Semarang ........ 45 Tabel 11. Pertumbuhan PDRB Kota Semarang Tahun 2016-2020....................... 46 Tabel 12. Persentase Kontribusi Sektor pada PDRB Kota Semarang .................. 47 Tabel 13. Distribusi Spasial Mata Air di setiap Kelurahan ................................... 51 Tabel 16. Klasifikasi Debit Mata Air di Lokasi Penelitian ................................... 58. vi.

(8) LAPORAN AKHIR Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang. DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian.................................................................... 13 Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian ......................................................................... 25 Gambar 3. Peta Administrasi Kota Semarang ...................................................... 36 Gambar 4. Peta Jenis Tanah Kota Semarang ........................................................ 39 Gambar 5. Peta Batas DAS/ Sub DAS di Kota Semarang .................................... 42 Gambar 6. Sistem Cekungan Air Tanah (CAT) Kota Semarang .......................... 43 Gambar 7. Distrbusi Spasial Mata Air di Lokasi Penelitian ................................. 51 Gambar 8. Pemanfaatan Lahan di Sekitar Mata Air ............................................. 52 Gambar 9. Pemanfaatan Lahan di Sekitar Mata Air ............................................. 54 Gambar 10. Status Kepemilikan Mata Air di Lokasi Penelitian ........................... 55 Gambar 11. Status Kepemilikan Mata Air di Lokasi Penelitian ........................... 56 Gambar 12. Klasifikasi Debit Mata Air di Lokasi Penelitian ............................... 58 Gambar 13. Kondisi Debit Mata Air di Lokasi Penelitian .................................... 59 Gambar 14. Kondisi Kualitas Mata Air di Lokasi Penelitian ............................... 60 Gambar 15. Tingkat Kualitas Mata Air di Lokasi Penelitian................................ 61 Gambar 16. Tingkat Kekeruhan Mata Air di Lokasi Penelitian ........................... 62 Gambar 17. Tingkat Kekeruhan Mata Air di Lokasi Penelitian ........................... 62 Gambar 18. Tingkat Kedalaman Bak Tampungan Mata Air ................................ 63 Gambar 19. Jenis Pemanfaatan Mata Air di Lokasi Penelitian ............................. 65 Gambar 20. Jenis Pemanfaatan Mata Air di Lokasi Penelitian ............................. 66 Gambar 21. Jenis Upaya Perlindungan Mata Air di Lokasi Penelitian................. 67 Gambar 22. Jenis Upaya Perlindungan Mata Air di Lokasi Penelitian................. 68 Gambar 23. Kekayaan Jenis Vegetasi di Area Sendang Tiga Kecamatan ............ 70 Gambar 24. Komposisi Total Jumlah Individu Vegetasi di Area Sendang ......... 71 Gambar 25. Komposisi Jenis Tanaman dan Individu yang Mendominasi........... 72 Gambar 26. Genus Ficus yang Ditemukan di Beberapa Sendang ........................ 74. vii.

(9) LAPORAN AKHIR Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang. Gambar 27. Genus Artocarpus yang dijumpai di Beberapa Sendang ................... 75 Gambar 28. Famili Fabaceae yang Tercatat di Beberapa Sendang ....................... 78 Gambar 29. Famili Poaceae : Bambusa sp ............................................................ 79 Gambar 30. Frekuensi Perjumpaan Jenis Tanaman yang Dominan ..................... 80 Gambar 31. Pohon winong di Sendang Winong Kelurahan Tambangan Kecamatan Mijen ..................................................................................................................... 81 Gambar 32. Pohon Rau (Dracontomelon dao) di Sendang Gede, ........................ 82 Gambar 33. Nyadran di Sendang Gedhe Kelurahan Kandri dan Jatiombo........... 84 Gambar 34. Sesaji di Mata Air Cleng dan Pring (Banyumanik),.......................... 85 Gambar 35. Mata Air Jambu, Sirothol Mustaqim, Gedhe Pucung yang dipercaya Airnya Mempunyai Kemampuan untuk Pengobatan ............................................ 86 Gambar 36. Posisi Status Keberlanjutan Aspek Ekologi Mata Air ..................... 87 Gambar 37. Hasil Analisis Leverage Pada Aspek Ekologi .................................. 88 Gambar 38. Posisi Status Keberlanjutan Aspek Ekonomi Mata Air .................... 89 Gambar 39. Hasil Analisis Leverage Pada Aspek Ekonomi ................................ 90 Gambar 40. Posisi Status Keberlanjutan Aspek Sosial Mata Air ........................ 91 Gambar 41. Hasil Analisis Leverage Pada Aspek Sosial..................................... 91 Gambar 42. Diagram Indeks Keberlanjutan Mata Air di Kota Semarang ........... 92. viii.

(10) LAPORAN AKHIR Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Global warming yang berakibat terjadinya perubahan iklim berdampak terhadap perubahan siklus air, dimana membuat lebih banyak air yang menguap ke udara karena peningkatan temperatur. Sehingga kondisi ini berpengaruh pada keseimbangan neraca air. Keseimbangan neraca air ini, akhirnya berpengaruh pada ketersediaan air mengingat kebutuhan air semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk serta perubahan tata guna lahan. Bahkan dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020 - 2024 yang dikeluarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas, kelangkaan air di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara diperkirakan meningkat hingga 2030. Proporsi luas wilayah krisis air meningkat dari 6,0% di tahun 2000 menjadi 9,6% di tahun 2045. Ketersediaan air merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat, karena hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap dinamika ekonomi pada sektor pertanian, perikanan, industri, perdagangan, transportasi, energi, pariwisata, dan lain sebagainya. Prediksi kekeringan yang kemungkinan terjadi di masa depan akan berdampak terhadap kehidupan manusia sebagai individu serta pada tatanan makro akan mempengaruhi program pembangunan daerah. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis sebagai upaya preventif melalui kegiatan konservasi sumber daya air. Konservasi sumber daya air adalah upaya untuk mempertahankan keberadaan, keberlanjutan kondisi, sifat dan fungsi sumber daya air sehingga selalu tersedia dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup baik pada saat ini maupun di generasi mendatang (Eryani, 2014). Upaya konservasi sumber daya air dapat dilakukan berbasis masyarakat, dengan menjadikan masyarakat sebagai subjek utama dalam kegiatan konservasi sumber daya air. Hal tersebut dapat ditemukan sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat. Kearifan lokal merupakan bagian dari kebudayaan, yang mempunyai pengertian segala bentuk yang diciptakan dari hasil budaya yang didukung oleh lingkungan alam sekitar manusia itu sendiri (Wiradimadja, 2018). Dilihat dari. 1.

(11) LAPORAN AKHIR. 2. aspek ekonomi, nilai kearifan lokal ini dapat memangkas biaya pengelolaan yang menjadi beban pemerintah maupun pemerintah daerah. Bahkan nilai kearifan lokal sudah berfungsi sebagai laboratorium ex situ melalui kesadaran masyarakat lokal untuk selalu melestarikan lingkungan. Berdasarkan data struktur geologi diketahui Kota Semarang memilki struktur joint (kekar), patahan (fault) dan lipatan. Daerah patahan tanah bersifat erosif dan mempunyai porositas tinggi, struktur lapisan batuan yang diskontinyu (tak teratur), heterogen, sehingga mudah bergerak atau longsor. Namun demikian kondisi tersebut membuat melimpahnya sumber mata air di Kota Semarang. Selain itu beberapa ruas sungai yang mengalir di Kota Semarang juga berpotensi sebagai potensi munculnya mata air di sekitar aliran DAS. Merujuk pada data Dinas Pertanian Kota Semarang (2013) diketahui terdapat 107 mata air yang digunakan untuk keperluan pengairan pertanian seluas 3.793 ha, yang tersebar di Kecamatan Gunungpati, Mijen, Ngaliyan, Tembalang, dan Banyumanik. Namun belum diketahui jumlah debit yang dihasilkan dari potensi mata air tersebut. Seiring tingginya tekanan terhadap lahan pertanian untuk dijadikan permukiman, alih fungsi lahan pada daerah hulu, kerusakan vegetasi sekitar mata air akibat faktor antropogenik maupun alam (lapuk, bencana), serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan dan memanfaatkan mata air (sendang) mengakibatkan kerusakan dan keringnya mata air (Hidayati, 2016; Prayudi & Qonita, 2019). Hal tersebut juga ditemukan pada lokasi-lokasi di sekitar Gunungpati, dimana sendang-sendang kecil sudah tidak berfungsi karena rusaknya vegetasi dan redahnya kesadaran masyarakat untuk merawat. Namun disisi lain, masih ada bentuk kearifan dari masyarakat untuk mengelola dan melestarikan sumber mata air melalui kegiatan Nyadran Sendang bahkan dibalut dengan kegiatan budaya dan pariwisata yang mampu memberikan income generating untuk masyarakat. Seperti disampaikan di atas bahwa sumber daya air menjadi kebutuhan pokok untuk kehidupan manusia serta salah satu aset penting merupakan aset bagi pembangunan nasional dan daerah. Salah satu prasarana primer untuk mendukung terwujudnya pengelolaan sumber daya air secara terpadu dan berkelanjutan, adalah dengan tersedianya data yang lengkap mengenai kondisi sumber daya air terkini di Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(12) LAPORAN AKHIR. 3. Kota Semarang. Sebagian data sumber daya air khususnya mata air di beberapa wilayah di Kota Semarang mungkin sudah tersedia, namun sebagian lain masih belum dieksplorasi, bahkan beberapa mata air terancam kering dan telah mati. Penelitian ini juga sinergi dengan RPJMD Kota Semarang tahun 2016-2021 terkait dengan Misi ke-3, yakni mewujudkan Kota Metropolitan yang dinamis dan berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang perlu dilakukan. Lebih lanjut melalui data ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk mendukung program konservasi sumber daya air di Kota Semarang.. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Maksud penyusunan Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang adalah untuk mengidentifikasi dan memetakan potensi sebaran mata air di Kota Semarang. Dimana potensi mata air yang di maksud adalah berupa tuk atau sendang yang merupakan jenis air permukaan. Sementara itu kearifan lokal masyarakat dalam upaya konservasi sumber daya air dimaksud sebagai prakti-praktik atau upaya masyarakat dengan prinsip konservasi untuk melestarikan, mengelola dan memanfaatkan mata air secara berkelanjutan. Hasil kajian ini diharapakan dapat digunakan sebagai bahan penyusunan kebijakan selanjutnya untuk meningkatkan pengelolaan konservasi sumber daya air di Kota Semarang. 2. Perumusan Masalah Perumusan masalah dari Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang diantaranya: a. Bagaimana distribusi spasial dan kondisi potensi mata air di Kota Semarang?. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(13) LAPORAN AKHIR. 4. b. Kearifan lokal apa saja yang ada di dalam masyarakat dalam upaya konservasi sumber daya air di Kota Semarang? C. Tujuan Penelitian Tujuan penyusunan Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang adalah sebagai berikut. a. Mengidentifikasi dan memetakan potensi serta ancaman mata air di Kota Semarang. b. Menganalisis kearifan lokal masyarakat terhadap upaya konservasi sumber daya air. D. Kegunaan Penelitian Kajian Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, diantaranya: 1. Kegunaan secara Teoritis Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada khalayak umum terkait potensi mata air dan kearifan lokal masyarakat dalam upaya konservasi sumber daya air di Kota Semarang. 2. Kegunaan secara Praktis a. Bagi masyarakat, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dalam pemanfaatan sumber mata air yang berkelanjutan dan tindakantindakan yang dapat dilakukan dalam upaya konservasi sumber daya air di sekitarnya. b. Bagi Pemerintah, digunakan sebagai pedoman dalam merumuskan kebijakan strategi upaya konservasi mata air yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat. E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di meliputi seluruh wilayah Kota Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(14) LAPORAN AKHIR. 5. Semarang yang terfokus pada beberapa kecamatan, meliputi Kecamatan Gunungpati, Mijen, dan Banyumanik dengan pertimbangan potensi mata air yang cukup besar dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk mencukupi kebutuhan air, baik untuk kebutuhan domestik dan sektor usaha (pertanian dan UMKM). Sedangkan untuk lingkup kajian dalam penelitian ini diantaranya, distribusi, kondisi dan pemanfaatan sumber mata air, serta kearifan lokal masyarakat dalam upaya konservasi sumber daya air di Kota Semarang.. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(15) LAPORAN AKHIR Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Mata Air Mata air merupakan sumber air yang muncul dengan sendirinya ke permukaan dari dalam tanah, dimana untuk sumber dari aliran airnya berasal dari air tanah yang mengalami patahan atau retakan sehingga muncul ke permukaan. Terdapatnya perubahan struktur geologi yang diakibatkan oleh proses patahan, pengelupasan kulit dan lipatan menjadi faktor pendorong terbentuknya mata air, sehingga air tanah muncul di atas permukaan (Harijoko, 2020). Aliran ini dapat bersumber dari air tanah dangkal (freatis) maupun dari air tanah dalam (artesis). Mata air yang berasal dari air tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air tanah dalam itu sendiri (Kadotie, 1996). Kualitas air dari mata air akan sangat tergantung dari lapisan mineral tanah yang dilaluinya, hal ini menunjukkan karakter khusus dari mata air tersebut. Sebagian besar air yang bersumber dari mata air kualitasnya baik sehingga umumnya digunakan sebagai sumber air minum oleh masyarakat sekitarnya. Mata air dapat terbentuk karena melewati beberapa proses alam, dimana Tood (1980) mengungkapkan bahwa terjadinya mata air ini terdiri atas tiga tahap, yaitu: a. Air permukaan Air permukaan merupakan air yang berada di permukaan Bumi, dimana air permukaan ini bisa berasal dari beberapa sumber air yang mengalir maupun tidak mengalir seperti sungai, danau, rawa, laut, dan lain sebagainya, namun bisa juga berasal dari hujan yang turun. Hujan yang turun ini juga akan sampai ke permukaan bumi dan terkadang membentuk suatu genangan air tertentu jika hujan yang turun lebat. Air yang ada di permukaan Bumi inilah yang nantinya akan membentuk suatu mata air. b. Meresap ke dalam tanah Proses yang selanjutnya yakni air permukaan tersebut akan meresap ke adalam tanah melalui celah- celah yang ada. Air permukaan yang masuk ke dalam tanah ini dinamakan air tanah. Air tanah inilah yang merupakan sumber air yang ada di bawah tanah yang sifatnya sangat penting. Air tanah ini juga masih bisa. 6.

(16) LAPORAN AKHIR. 7. mengalir, yakni melalui retakan dan celah di dalam tanah yang berupa celah kecil hingga gua bawah tanah. Air tanah sebelum memancar ke permukaan pun sudah mempunyai banyak fungsi bagi kehidupan manusia dan juga makhluk hidup lainnya, seperti bagi bidang pertanian, perkebunan, dan lain sebagainya. c. Memancar ke permukaan Proses berikutnya yakni memancar ke permukaan, dimana air tanah yang pada mulanya berada di dalam tanah tersebut karena beberapa hal akan muncul ke permukaan melalui akuifer- akuifer yang ada. Sebab memancarnya air tanah dari dalam menuju ke permukaan Bumi karena diakibatkan oleh terbatasnya akuifer, dan juga karena permukaan air tanah berada di elevasi yang lebih tinggi dari tempat keluarnya air. Sehingga di permukaan Bumi akan terlihat air yang memancar dari dalam tanah yang selanjutnya dinamakan dengan air tanah. Keberadaan mata air sangat bervariasi, Tolman (1937) menyatakan terdapat 5 faktor yang mempengaruhi terbentuknya mata air di suatu wilayah, diantaranya : curah hujan, karakteristik hidrologi permukaan tanah terutama kelulusannya, topografi wilayah, karakteristik hidrologi formasi aquifer dan struktur geologi. Secara umum terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan mata air, klasifikasi mata air dapat dilihat berdasarkan proses pembentukannya (Purnama, 2000) yang terdiri dari : a) Mata air depersi (depresion spring), yakni merupakan mata air yang pembentukannya dikarenakan oleh adanya permukaan tanah yang memotong muka air tanah. b) Marta air rekahan/ struktur sesar (fracture/ fault spring), yakni mata air yang muncul dari struktur rekahan atau jalur sesar. c) Mata air kontak (contact spring), yakni mata air yag muncul pada kontak batuan tersier (impermable) dan batuan kuarter (permable). Selanjutnya klasifikasi dari mata air juga dapat dikategorikan berdasarkan sifat pengalirannya, dimana Feeter (2001) mengklasifikasikan mata air berdasarkan sifat pengalirannya menjadi tiga jenis, diantaranya: a) Mata air menahun (perenial springs) yaitu mata air yang mmengeluarkan air sepanjang tahun dan tidak dipengaruhi oleh curah hujan. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(17) LAPORAN AKHIR. 8. b) Mata air musiman (Intermitten spriings) yaitu mata air yang mengeluarkan airnya pada musim-musim tertentu dan sangat tergantung dari curah hujan. c) Mata air periodik (Periodic springs) yaitu mata air yanng mengeluarkan airnya pada periode tertentu. Faktor penyebabnya adalah berkurangnya evapotranspirasi pada malam hari, perubahan tekanan udara, pasang surut, dan pemanasan air oleh batuan.. Spring water merupakan sumber air bersih yang sudah layak konsumsi karena sudah melalui proses self purification (Wijaya, 2018) sehinga sudah dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari atau dikelola untuk mencukupi kebutuhan air bersih suatu wilayah, tentunya hal tersebut ditentukan dari debit yang dihasilkan (Semiun, 2018). Namun demikian, sesuai dengan kondisi mata air ini yang muncul dipermukaan tanah, maka akan mudah mengalami kontaminasi yang berasal dari luar. Bahwa munculnya mata air dari tanah sangat bervariasi, untuk itu dalam membuat perlindungan mata air perlu disesuaikan dengan munculnya mata air tersebut (Sutrisno & Suciastuti, 2010). Perlindungan mata air adalah suatu bangunan penangkap mata air yang menampung air dari sumber mata air. Walaupun mata air biasanya berasal dari air tanah yang terlindungi, ada kemungkinan terjadi kontaminasi pada tempat penangkapan juga kontaminasi langsung terhadap mata air yang disebabkan oleh manusia, binatang, hal ini harus dicegah melalui bangunan perlindungan. Supaya sarana perlindungan mata air itu memenuhi syarat kesehatan, maka sarana harus terlindungi dari bahaya pencemaran, yaitu dengan cara menjaga kebersihan lingkungan lokasi dan bangunan sarana perlindungan mata air tersebut (Sanim, 2011).. 2. Kearifan Lokal Masyarakat dalam Menjaga Mata Air Kearifan lokal (local wisdom) mempunyai pengertian sebagai gagasangagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Keberadaan kearifan lokal menjadi salah satu hal yang sangat penting di dalam perlindungan dan pengelolaan konservasi lingkungan hidup. Keraf (2005) menyampaikan, kearifan lokal merupakan semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(18) LAPORAN AKHIR. 9. adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib.Sedangkan bentukbentuk kearifan lokal yang ada di Indonesia dilaksanakan oleh masyarakat di suatu tempat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sehingga pengetahuanpengetahuan tersebut bersifat lokal, dapat berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain, meskipun memiliki makna yang sama (Maridi, 2015). Sedangkan Negara (2011) menyatakan, bahwa kearifan local bukan hanya menyangkut pengetahuan atau pemahaman masyarakat adat/lokal tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik diantara manusia, melainkan juga menyangkut pengetahuan, pemahaman, dan adat kebiasaan tentang manusia, alam, dan bagaimana relasi diantara semua, dimana seluruh pengetahuan itu dihayati, dipraktikkan, diajarkan, dan diwariskan dari satu generasi ke generasi. Lebih lanjut Aulia dan Dharmawan (2010) menyampaikan, kearifana local dapat berupa nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Adapun kearifan local tersebut mempunyai fungsi antara lain untuk: (1) konservasi dan pelestarian sumber daya alam; (2) mengembangkan sumberdaya manusia; (3) pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan; serta (4) petunjuk tentang petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan. Menurut Mawardi (2012) ketergantungan masyarakat terhadap air mengakibatkan munculnya kearifan-kearifan lokal yang berkaitan dengan air dan penghormatan terhadap air sebagai sumber kehidupan. Kearifan lokal yang berkaitan dengan konservasi air dapat diartikan sebagai berbagai bentuk pengetahuan baik nilai, norma, maupun aturan khusus yang sampai saat ini masih dilakukan, ditaati, dan dijaga kelestariannya oleh masyarakat di suatu tempat untuk menjaga kelestarian sumber daya air, serta mengatur penggunaan sumber daya air dan tanah yang berada di lingkungannya. Kearifan lokal dalam hubungannnya dengan konservasi air dapat berupa nilai-nilai yang diwujudkan dalam praktek ritual dan upacara adat atau norma baik berupa anjuran maupun larangan untuk menggunakan sumberdaya air dan tanah secara berlebihan, atau bahkan dapat Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(19) LAPORAN AKHIR. 10. berupa sanksi bagi yang tidak menaatinya. Nilai-nilai luhur tersebut berawal dan berasal dari nilai luhur yang disepakati oleh rakyat penduduk wilayah tertentu (Maridi, 2015). Sebagaimana disampaikan oleh Lubis et al (2018) dalam hasil penelitiannya di Sungai Langka, bahwa kearifan lokal yang dilakukan masyarakat Desa Sungai Langka tidak hanya kepada tindakan pengelolaan serta konservasi mata air berdasarkan pengetahuan lokal yang ada, tetapi juga adanya kegiatan tradisi masyarakat setempat sebagai rasa syukur atas pemberian sumber alam yang diberikan. Adapun kearifan local yang dilakukan masyarakat Desa Sungai Langka, pada waktu satu Syuro melakukan gotong royong untuk pengelolaan air dan menanam tanaman bambu. Sedangkan tindakan konservsi yang dilakukan oleh masyarakat setempat dengan menanam berbagai jenis pohon yang masyarakat ketahui mempunyai fungsi yang baik untuk resapan air. Adapun jenis-jenis pohon yang ditanam meliputi: kemadu (Laportea sinuata), pohon winong (Tetrameles nudiflora) dan beringin (Ficus benyaamina). Sedangkan tradisi yang dilakukan masyarakat setempat meliputi: gotong royong membersihkan mata air, potong kambing (ruwat bumi), makan bersama (ambengan), kirim do’a (kenduren) dan menunggu di mata air (tirakatan). Sedangkan Setyowati et al (2017), dalam penelitiannya di Sendang Senjoyo, mendapatkan hasil adanya kearifan lokal yang terdapat pada masyarakat Desa Tegalwaton, khususnya Dusun Jubug berupa berbagai norma, adat istiadat yaitu upacara dawuhan, ritual padusan, dan ritual kungkum, serta legenda Mata Air Senjoyo, pepatah serta nilai-nilai luhur yang berlaku dalam masyarakat. Adanya kearifan lokal yang ada tersebut, menjadikan masyarakat tidak berani untuk melakukan kerusakan mata air Senjoyo. Selanjutnya nilai-nilai kearifan lokal diwariskan kepada generasi penerus melalui pedidikan informal, yaitu melalui keluarga dan masyarakat. 3. Konservasi Sumberdaya Air Sebagaimana dalam UU Nomor 32 Tahun 2009, Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(20) LAPORAN AKHIR. 11. secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. Arsyad (2000) menyatakan, bahwa konservasi air dan konservasi tanah merupakan dua kegiatan yang berhubungan sangat erat satu sama lainnya. Sehingga setiap perlakuan yang dilakukan pada sebidang tanah akan memengaruhi tata air pada tempat itu (on site) dan areal-areal di hilirnya (off site). Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dan pemerhati lingkungan untuk melaksanakan program konservasi air. Upaya-upaya tersebut diantaranya melalui peraturan perundang-undangan yang ada, salah satunya pada UU Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air. UU Nomor 37 Tahun 2014 pasal 2 menyebutkan bahwa penyelenggaraan konservasi tanah dan air berdasarkan pada beberapa asas yaitu: (1) partisipatif; (2) keterpaduan; (3) keseimbangan; (4) keadilan; (5) kemanfaatan; (6) kearifan lokal; serta (7) kelestarian. Pengelolaan air berdasarkan keberadaannya sebagai sumber daya alam adalah merupakan bagian dari program konservasi air yang secara utuh memelihara, merehabilitasi, menjaga dan memanfaatkan sumber-sumber air yang ada secara efektif dan efisien terhadap kesejahteraan masyarakat. Berbagai teknologi konservasi air dirancang untuk meningkatkan masuknya air kedalam tanah melalui proses infiltrasi dan pengisian kantong-kantong air di daerah cekungan, serta mengurangi kehilangan air melalui proses evapotranspirasi dan menguap ke atmosfir. Sehingga adanya strategi konservasi air yang diarahkan untuk peningkatan cadangan air pada lapisan tanah dan disekitar zona perakaran tanaman pada wilayah pertanian, diharapkan bisa mendapatkan keuntungan, antara lain: terwujudnya pengendalian aliran permukaan, peningakatan infiltrasi dan pengurangan evaporasi (Salata, 2015). Untuk mendukung konservasi sumbedaya air, terdapat beberapa jenis tanaman yang mempunyai kemampuan di dalam menyimpan air (Yuliantoro & Frianto, 2019). Adapun jenis-jenis tanaman tersebut antara lain:. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(21) LAPORAN AKHIR. 12. Tabel 1. Jenis-Jenis Tanaman Konservasi DAS (Tanaman di Sekitar Mata Air) No. Famili. Spesies. Nama Lokal. 1. Arecaceae. Arenga pinnata. Aren. 2. Fabacaeae. Inocarpus fogifer. Gayam. 3. Fabacaeae. Parkia rocbughii G.Don. Kedawung. 4. Fabacaeae. Samanea saman (Jacq.) Merr. Trembesi. 5. Moraceae. Ficus benjamina L. Beringin. 6. Moraceae. Ficus glomerata. Elo. 7. Moraceae. Ficus retusa L. Preh. 8. Moraceae. Ficus annulata. Bulu. 9. Malvaceae. Artocarpus elasticus Reinw.ex Blume. Benda. 10. Malvaceae. Sterculia foetida L. Kepuh. 11. Malvaceae. Ceiba petandra. Randu. 12. Myrtaceae. Sygium aqueum. Jambu air. 13. Myrtaceae. Syzgium pycnanthum. Jambu alas. 14. Poaceae. Dendrocalamus sp. Bambu. 15. Achariaceae. Pangium edule Renw. Picung. Sumber: Yuliantoro & Frianto, 2019. B. Kerangkan Penelitian Memiliki wilayah yang sebagian berada di dataran tinggi Lereng Gunung Ungaran menjadikan wilayah Kota Semarang memiliki sumber daya air yang cukup melimpah terutama di wilayah bagian selatan (dataran tinggi) yang berasal dari sumber mata air. Saat ini sumber mata air tersebut telah dimanfaatkan masyarakat untuk mencukupi kebutuhan domestik dan irigasi pertanian serta berbagai usaha lainnya (UMKM). Namun sampai sekarang belum diketahui secara pasti terkait jumlah sumber mata air, produksi dan kualitas air yang dihasilkan, sehingga diperlukan suatu kegiatan pemetaan untuk membangun basis data spasial mata air yang nantinya dapat digunakan untuk perencanaan pengelolaa sumber daya air di Kota Semarang.. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(22) LAPORAN AKHIR. 13. Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Pertumbuhan penduduk yang terus terjadi menjadikan kebutuhan lahan untuk lahan terbangun semakin meningkat, dimana saat ini berkembangnya bangunan permukiman tidak hanya terjadi di pusat Kota Semarang namun sudah merambah ke wilayah Semarang atas, Kecamatan Gunungpati dan Kecamatan Mijen yang sebagian besar masih didominasi oleh vegetasi dan lahan pertanian. Alih fungsi lahan tersebut tentunya dapat memberikan dampak negatif terhadap keseimbangan lingkungan termasuk sumber mata air yang cukup banyak berada di wilayah tersebut. Sebenarnya sebagian masyarakat sudah memiliki kearifan lokal dalam Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(23) LAPORAN AKHIR. 14. menjaga kelestarian sumber mata air di sekitarnya, namun hal tersebut dirasa belum cukup untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian sumber daya air di wilayah Kota Semarang, sehingga melalui kajian ini diharapkan akan menghasilkan kebijakan strategi konservasi mata sir berbasis masyarakat di Kota Semarang. Gambar berikut menyajikan kerangkan penelitian dari kegiatan penelitian yang akan dilakukan.. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(24) LAPORAN AKHIR Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini berada di wilayah Kota Semarang untuk mendapatkan informasi distribusi spasial dan kondisi sumber mata air serta kearifan lokal masyarakat dalam upaya konservasi sumber daya air di wilayah tersebut. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan April hingga Juni 2021. Kegiatan penelitian ini terfokus pada beberapa wilayah yang terdapat sumber mata air dan memiliki kontribusi bagi pemenuhuan kebutuhan domestik dan budidaya pertanian di wilayah tersebut, yaitu Kecamatan Gunungpati, Kecamatan Mijen, Kecamatan Banyumanik dan Kecamatan Candisari yang sacara administrasi tersaji pada gambar berikut.. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian B. Rancangan Penelitian Penelitian yang rencananya akan dilaksanakan menggunakan pendekatan deskriprif kuantitatif, dimana pendekatan deskriptif digunakan untuk ngidentifikasi kondisi dan pemanfaatan sumber mata air serta menggambarkan kearifan lokal. 25.

(25) LAPORAN AKHIR. 26. masyarakat dalam upaya konservasi sumber daya air di lokasi penelitian. Selain itu pendekatan deskriptif juga digunakan dalam merumuskan kebijakan strategi konservasi mata air berbasis masyarakat. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasi kuantitas (debit) dan kualitas air dari produksi sumber mata air di lokasi penelitian. Sehingga dengan kolaborasi dari kedua pendekatan tersebut dapat menjawab dari semua tujuan penelitian. C. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua sumber mata air yang berada di wilayah Kota Semarang (Kecamatan Gunungpati, Kecamatan Mijen, Kecamatan Banyumanik dan Kecamatan Candisari). Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mata air yang selama ini sudah dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk mencukupi kebutuhan domestik dan usaha pertanian. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kota Semarang terdapat sekitar 96 sumber mata air di wilayah Kecamatan Gunungpati dan Kecamatan Mijen, namun dari data tersebut belum memberikan informasi terkait lokasi koordinat, debit dan kondisi dari sumber mata air tersebut. Sehingga pada kegiatan penelitian ini akan mencoba mendapatkan informasi tersebut yang selanjutnya disusun dalam sebuah geodatabae spasial. Selain 96 sumber mata air tersebut, penelitian juga akan mencoba untuk mengiventarisasi sumber mata air yang selama ini belum terdata namun memberikan kontribusi terhadap kebutuhan air penduduk sekitar. Teknik pengambilan sampel menggunakan pendekatan purposive sampling dengan mempertimbangkan debit dan pemanfaatan sumber mata air selama ini. Total sampel sendang yang berhasil diidentifikasi berjumlah 139 sendang. Sehingga ketercapaian sampel sebesar 144% dari total target awal. Sementara itu, untuk memperoleh informasi pendukung terkait aspek biofisik, aspek sosial dan aspek ekonomi serta khususnya kearifan lokal dilakukan wawancara dengan informan warga lokal di sekitar sendang. Penentuan informan dilakukan secara purposive, dengan kriteria tokoh masyarakat, juru kunci sendang, pengelola kelembagaan air (pamsimas), dan atau warga yang berdomisili di sekitar sendang dengan kriteria lama tinggal lebih dari 10 tahun dan usia lebih dari 35 tahun. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(26) LAPORAN AKHIR. 27. D. Jenis dan Alat Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan untuk mendukung penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, dimana untuk data primer diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari literatur sudti terkait. Data sekunder dalam penelitian adalah nama dan luas sumber mata air yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kota Semarang. Sedangkan data primer yang diperoleh dari hasil pengukuran dan pengamatan di lapangan terdiri dari lokasi sumber mata air, debit mata air, kondisi mata air dan kualitas air produksi. Selain itu juga dilakukan pengamatan terkait tutupan lahan khususnya jenis dan jumlah vegetasi (khususnya tingkat kategori pohon) di sekitar sumber mata air. Pengumpulan data dengan wawancara juga dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui pemanfaatan dan kearifan lokal penduduk dalam usaha konservasi sumber mata air di wilayah tersebut. Tabel berikut menyajikan alat yang digunakan untuk pengambilan data di lapangan.. No. Tabel 2. Alat untuk Pengambilan Data Lapangan Nama Alat/Bahan Fungsi. 1. Citra Satelit. Memberikan gambaran terkait lokasi penelitian dan distribusi spasial sumber mata air. 2. GPS Garmin 76 CSX. Menentukan lokasi koordinat sumber mata air. 3. Current Meter Flowatch Mengukur debit dan suhu sumber mata air Fl-03. 4. pH Meter. Mengukur pH sumber mata air. 5. Phiband. Untuk mengukur diameter batang pohon. 6. Meteran. Meteran untuk mengukur luas area mata air. 7. Kamera. Dokumentasi kegiatan dan data penelitian. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam kajian ini antara lain metode survei instansional, survei dan pengukuran lapangan dan wawancara. 1. Survei Instansional. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(27) LAPORAN AKHIR. 28. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan data terkait dengan kebijakan, peraturan, dan potensi distribusi spasial mata air yang berada di Kota Semarang. 2. Survei Lapangan Kegiatan survei lapangan yang dilakukan dalam kajian ini digunakan untuk mendapatakan informasi terkait kondisi mata air, pengukuran debit, pengukuran kualitas fisik dan berbagai informasi penting diangap dapat mempengaruhi kondisi mata air di lokasi tersebut. Pengukuran debit dan kualitas fisik air dilakukan di lapangan dengan menggunakan alat pengukur Current Meter. Pengambilan data vegetasi menggunakan eksplorasi langsung dengan menganalisis jenis dan jumlah individu. 3. Wawancara Kegiatan wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait pemanfaatan mata air dan tindakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk setempat dalam upaya konservasi sumber daya air tersebut. F. Metode Analisis Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis spasial, hidrologis dan kualitatif, dimana untuk analisis spasial digunakan untuk menggambarkan distribusi spasial sumber mata air yang diwujudkan dalam bentuk peta tematik. Sedangkan analisis hidrologis digunakan untuk mengidentifikasi terkait kualitas produksi air (debit) dari setiap mata air dan menganalisis kualitas mata air di beberapa lokasi. Debit mata air diperoleh dari perhitungan luas penampang yang diukur dengan mengunakan meteran dan kecepatan aliran yang diperoleh dar hasil pengukuran menggunakan Current Meter, dengan perhitungan sebagai berikut. Q = A.V .................................................................................... (1) dimana: Q = Debit aliran (m³/detik) A = Luas penampang saluran (m²) V = Kecepatan Aliran (m/detik). Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(28) LAPORAN AKHIR. 29. Selanjutnya untuk analisis kualitatif digunakan untuk menggambarkan kearifan lokal masyarakat dalam upaya konservasi sumber daya air di lokasi penelitian. Tahap penentuan status keberlanjutan pengelolaan untuk pemanfaatan jasa lingkungan air melalui analisis keberlanjutan menggunakan metode multidimensional scalling (MDS), yaitu pendekatan yang terdiri dari tiga aspek; dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dan dimensi sosial budaya. Analisis data tingkat keberlanjutan mata air dilakukan dengan menggunakan analisis Rap-MATA AIR (Rapid Appraisal Sustainability Index for Mata Air) yang merupakan modifikasi dari RAPFISH (The Rapid Appraissal of the Status of Fisheries) (Pitcher & Preikshot, 2001). Untuk memudahkan ordinasi Rap-MATA AIR ini menggunakan perangkat lunak publikasi Rapfish.org berbasis R-Studio. Rap-MATA AIR merupakan Rapfish dengan modifikasi pada atribut-atribut yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik pengelolaan mata air di Kota Semarang. Setiap dimensi mempunyai atribut atau atribut yang terkait dengan sustainability, dengan kriteria penilaian sebagaimana yang disajikan pada Tabel berikut ini. Tabel 3. Kriteria Penilaian Atribut Pada Dimensi Ekologi Aspek Lingkungan Kondisi Penggunaan Lahan Kondisi jenis tanaman. Debit air Upaya perlindungan mata air. Tinggi (3) Hutan/ Tegalan. Skor Sedang (2) Sawah/ Pertanian. Referensi. Rendah (1) Permukiman/ Industri. Sudarmadji et al., 2016. Sehat, terdapat jenis tanaman sumber air (mahoni, nangka, sukun, ficus dll) dan terdapat jenis tanaman penyaring air (bambu, lerak dll) Besar. Lapuk dan berongga, terdapat jenis tanaman penyaring air (bambu, lerak dll). Tidak ada tanaman pendukung sumber mata air. Purnomo et al., 2016; Yuliantoro & Frianto, 2019;. Sedang. Kecil. Terdapat Papan Nama Mata Air, Bak Penampungan, Aturan-aturan (larangan). Tidak ada nama dan atau terdapat bak penampungan, maupun sebaliknya. Tidak ada upaya perlindungan. Sudarmadji, 2013 Sudarmadji et al., 2016. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(29) LAPORAN AKHIR. Aspek Lingkungan Kualitas Air. Tinggi (3) Warna air jernih, tidak berbau. Skor Sedang (2) Warna air jernih dan atau berbau, maupun sebaliknya. Rendah (1) Warna air keruh dan berbau. 30. Referensi Sudarmadji , 2013. Tabel 4. Kriteria Penilaian Atribut Pada Dimensi Sosial ASPEK SOSIAL. Kelembagaan. Partisipasi masyarakat. Konflik mata air. Kearifan lokal. Kapasitas masyarakat. Tinggi (3). Ada kelembagaan pengelola mata air (Kelompok Tani, pokdarwis, komunitas adat, badan wakaf, Pamsimas dll) Aktif dan terdapat program Rutin, seluruh stakeholder masyarakat terlibat Tidak ada. Ada dan lestari. Skor Sedang (2). Rendah (1). Referensi. Sifatnya insidental (panitia nyadran dll). Tidak ada Rismunandar kelembagaan et al., 2016. Program Insidental atau yang terlibat hanya pengelola saja. Tidak ada partisipasi. Alfiah et al., 2017. Pernah. masyarakat tidak bisa mengakses mata air Tidak ada. Mardimin, 2014. Tidak ada kegiatan pelatihan, pendidikan dan pendamping an. Wigati, et al., 2017. Ada namun sudah mulai luntur Pernah Pernah memperoleh memperoleh kegiatan kegiatan pelatihan dan pelatihan atau pendampingan pendampingan pengelolaan mata pengelolaan air air. Hidayati, 2016. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(30) LAPORAN AKHIR. 31. Tabel 5. Kriteria Penilaian Atribut Pada Dimensi Ekonomi ASPEK EKONOMI. Skor Sedang (2). Tinggi (3). Rendah (1). Referensi. Tingkat ekonomi masyarakat Pemanfaatan mata air. Atas. Menengah. Bawah. Hidayati, 2016. Dimanfaatkan untuk air minum. Tidak dimanfaatkan. Sudarmadji et al., 2016. Pajak/ retribusi. Ada. Hanya dimanfaatkan untuk MCK dan pertanian Ada, tetapi tidak optimal. Tidak ada. Dukungan finansial. Ada bantuan dari pihak lain dan masyarakat Pemerintah/ wakaf. ada bantuan dari masyarakat Personal/Priba di. Tidak ada. Rismunand ar et al., 2016 Rismunand ar et al., 2016 Rismunand ar et al., 2016. Kepemilikan lahan. Private sektor/swasta. Nilai indeks dan ketegorisasinya tersaji pada tabel berikut ini (Kavanagh & Pitcher, 2004). Tabel 6. Kategori Status Keberlanjutan Mata Air di Kota Semarang No. Nilai Indeks. Kategori. 1. 0-25. Buruk. 2. 26-50. Kurang. 3. 51-75. Cukup. 4. 76-100. Baik. Selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat atribut yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap Indeks Keberlanjutan di lokasi penelitian. Pengaruh dari setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan “root mean square” (RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu – X atau skala sustainabilitas.. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(31) LAPORAN AKHIR. 32. G. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang meliputi: 1. Tahap Persiapan Tahapan persiapan ini merupakan tahap awal dari pelaksanaan kegiatan penelitian yang terdiri dari: a. Koordinasi tim peneliti; b. Pemahaman terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK); c. Kesepakatan terhadap metode pelaksanaan pekerjaan dan rencana kegiatan; d. Survey pendahuluan melalui studi literatur dan kebijakan yang terkait; dan e. Penyiapan sumber daya, meliputi bahan, peralatan survey dan tenaga surveyor, serta pelatihan untuk surveyor terkait teknis pengambilan data dan pemahaman terhadap kegiatan Kajian. 2. Tahap Pengumpulan Data/Survey Tahap ini merupakan pengumpulan data dan informasi yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan, di mana data yang dibutuhkan setidaknya mencakup: a. Pengumpulan data, melalui wawancara dan penyebaran kuesioner terkait dengan potensi mata air dan kearifan lokal masyarakat dalam upaya konservasi sumber daya air; b. Pengambilan data potensi sumber daya air (debit mata air); c. Pengambilan data vegetasi d. Data studi terdahulu; dan e. Data dan informasi lain terkait dengan kegiatan. 3. Tahap Analisa Data Tahap Analisa Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang terhadap hasil survey yang telah dilaksanakan, yang meliputi: a. Mengidentifikasi dan memetakan potensi mata air di Kota Semarang; b. Menganalisis potensi mata air yang potensial untuk kebutuhan domestik dan sektor usaha/UMKM; dan c. Menganalisis bentuk kearifan lokal masyarakat dalam upaya konservasi sumber daya air di Kota Semarang. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(32) LAPORAN AKHIR. 33. BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Administrasi Kota Semarang Secara administrasi Kota Semarang terbagi atas 16 wilayah kecamatan dan 177 kelurahan, dengan luas wilayah sekitar 373,70 km². Berdasarkan luas wilayahnya terdapat dua Kecamatan yang mempunyai wilayah terluas yaitu Kecamatan Mijen dengan luas wilayah sekitar 57,55 km² dan Kecamatan Gunungpati dengan luas wilayah sekitar 54,11 km². Kedua Kecamatan tersebut terletak di bagian selatan yang merupakan wilayah perbukitan yang sebagian besar wilayahnya masih memiliki potensi pertanian dan perkebunan. Sedangkan kecamatan yang mempunyai luas terkecil adalah Kecamatan Semarang Selatan dengan luas wilayah sekitar 5,93 km² diikuti oleh Kecamatan Semarang Tengah dengan luas wilayah sekitar 6,14 km². Tabel berikut menyajikan luas wilayah per kecamatan di Kota Semarang. Tabel 7. Luas Wilayah Per Kecamatan di Kota Semarang Luas Jumlah No Kecamatan Wilayah Nama Kelurahan Kelurahan (km²) 1 Mijen 57,55 14 Cangkiran, Bubakan, Karang Malang, Polaman, Purwosari, Tambangan, Jatisari, Mijen, Jati Barang, Kedungpane, Pesantren, Ngadirgo, Wonopolo, Wonoplumbon 2 Gunungpati 54,11 16 Gunungpati, Plalangan, Sumurrejo, Pakintelan, Mangunsari, Patemon, Ngijo, Nongkosawit, Cepoko, Jatirejo, Kandri, Pongangan, Kali Segoro, Sekaran, Sukorejo, Sadeng. 3 Banyumanik 25,69 11 Pundakpayung, Gedawang, Jabungan, Pandangsari, Banyumanik, Srondol Wetan, Pedalangan, Sumur Boto, Srondol Kulon, Tinjomoyo, Ngesrep. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(33) LAPORAN AKHIR. No 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 34. Luas Jumlah Wilayah Nama Kelurahan Kelurahan (km²) Gajahmungkur 9,07 8 Sampangan, Bendan Dhuwur, Karangrejo, Gajah Mungkur, Bendan Ngisor, Petompon, Bendungan, Lempongsari Semarang 5,93 10 Bulustalan, Barusari, Randusari, Selatan Mugasari, pleburan, Wonodri, Peterongan, Lamper Kidul, Lamper Lor, Lamper Tengaah Candisari 6,54 7 Jatingaleh, Karanganyar gunung, Jomblang, Candi, Kaliwiru, Wonotingal, Tegalsari Tembalang 44,20 12 Rowosari, Meteseh, Kramas, Tembalang, Bulusan, Mangunharjo, Sendang Mulyo, Sambiroto, Jangli, Tandang, Kedung Mundu, Sendangguwo Pedurungan 20,72 12 Gemah, Pedrungan Kidul, Pedurungan Lor, Tlogomulyo, Pedurungan Tengah, Palebon, Kalicari, Tlogosari Kulon, Tlogosari Wetan, Muktiharjo Kidul Genuk 27,39 13 Muktiharjo Lor, Gebangsari, Genuksari, Bangetayu Kulon, Bangetayu Wetan, Sembungharjo, Penggaron Lor, Kudu, Karangroto, Banjardowo, Trimulyo, Terboyo Wetan, Terboyo Kulon Gayamsari 6,18 7 Pandean Lamper, Gayamsari, Siwalan, Sambirejo, Sawah Besar, Kaligawe, Tambakrejo Semarang 7,70 10 Karang Turi, Karangtempel, Timur Rejosari, sarirejo, Kebon Agung, Bugangan, Mlatiharjo, Mlatibaru, Rejomulyo, Kemijen Semarang 10,97 9 Bulu Lor, Plombokan, Utara Panggung Kidul, Panggung Lor, Kuningan, Purwosari, Dadapsari, Bandarharjo, Tanjung Emas Semarang 6,14 15 Pekunden, Karang Kidul, Tengah Jagalan, Brumbungan, Miroto, Gabahan, Kranggan, Kecamatan. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(34) LAPORAN AKHIR. No. Kecamatan. Luas Jumlah Wilayah Kelurahan (km²). 14. Semarang Barat. 21,74. 16. 15. Tugu. 31,78. 7. 16. Ngaliyan. 37,99. 10. 35. Nama Kelurahan Purwodinatan, Kauman, Bangunharjo, Kembang Sari, Pandan sari, Sekayu, Pindrikan Kidul, Pindrikan Lor Kembang Arum, Manyaran, Ngemplak Simongan, Bongasari, Bojong Salaman, Cabean, Salaman Mloyo, Gisikdrono, Kalibanteng Kidul, Kalibanteng Kulon, Krapyak, Tambakharjo, Tawangsari, Karang ayu, Krobokan, Tawangmas Jrakah, Tugurejo, Karang Anyar, Randugarut, Mangkang Wetan, Mangunharjo, Mangkang Kulon Podorejo, Wates, Bringin, Ngaliyan, Banbankarep, Kalipancur, Purwoyoso, Tambakaji, Gondoriyo, Wonosari. Sumber: BPS Kota Semarang, 2021. Secara administratif wilayah Kota Semarang memiliki batas administrasi wilayah sebagai berikut, sedangkan gambar di bawahnya menyajikan wilayah administrasi Kota Semarang secara spasial. ▪ Sebelah utara. : Laut Jawa. ▪ Sebelah selatan. : Kabupaten Semarang. ▪ Sebelah barat. : Kabupaten Kendal. ▪ Sebelah timur. : Kabupaten Demak. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(35) LAPORAN AKHIR. 36. Gambar 3. Peta Administrasi Kota Semarang B. Kondisi Geografis Kota Semarang Secara geografis Kota Semarang memiliki lokasi yang sangat strategis berada. pada. perlintasan. jalur. Jalan. Pantai. Utara. (PANTURA). yang. menghubungkan dua kota besar, yaitu Kota Surabaya dan Jakarta. Letak astronomis Kota Semarang berada pada 6°50 ́ – 7°10 ́ LS dan 109°35 ́-110°50 ́ BT yang tersusun atas morfologi daerah pantai yang berada di bagian utara dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa dengan kemiringan antara 0 – 2%, selanjutnya daerah dataran rendah yang merupakan kawasan di di bagian tengah dengan kemiringan antara 2 – 15% dan daerah perbukitan yang berada di bagian selatan dengan kemiringan 5 - 40% dan beberapa kawasan dengan kemiringan di atas 40%. Penggunaan lahan di Kota Semarang relatif bervariasi yang salah satunya dipengaruhi oleh kondisi topografi wilayahnya. Hasil intepretasi citra tahun 2020 menunjukan bahwa lahan terbangun memiliki luas terbesar sekitar 123,32 km² (33,7%) dengan distribusi spasial yang cukup merata dan sebagian besar berada di wilayah dengan topografi datar, selanjutnya terdapat lahan pertanian kering dengan luas sekitar 58,93 km² (15,77%) yang sebagian besar berada di bagian selatan. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(36) LAPORAN AKHIR. 37. Penggunaan lahan lainnya adalah vegetasi dengan luas sekitar 50,33 km² (13,47%) yang sebagian besar berada di Kecamatan Gunungpati dan Kecamatan Mijen, sedangkan penggunaan lahan sawah memiliki luas sekitar 48,43 km² (12,96%). Penggunaan lainnya yang berada di Kota Semarang meliputi lahan terbuka, tambak, kebun campuran, jalan dan sungai. Berdasarkan sistem hidrologinya, Kota Semarang memiliki suatu sistem hidrologi yang berada pada kaki bukit Gunung Ungaran di sebelah selatan, dengan aliran beberapa sungai besar seperti Kali Garang, Kali Bringin, Kali Kreo, Kali Kripik, Kali Silandak, Kali Bajak, Kali Candi, Kali Penggarong dan beberapa sungai lainnya yang semuanya bermuara ke Laut Jawa. Pada musim penghujan tidak semua air bisa sampai dengan muara karena debit yang besar tidak seimbang dengan daya tampung sungai (sedimentasi) sehingga sering menyebabkan terjadinya limpasan yang berdampak pada terjadinya banjir di wilayah perkotaan, kondisi ini diperparah lagi oleh karakteristik kontur wilayah berbukit dengan perbedaan ketinggian yang sangat curam (utara – selatan) sehingga air hujan yang turun di daerah hulu akan sangat cepat mengalir ke daerah hilir. Selain itu banjir yang sering terjadi di Kota Semarang juga disebabkan oleh padatnya lahan terbangun di wilayah perkotaan yang menjadikan daerah resapan air semakin berkurang sehingga jika terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi akan cepat sekali menimbulkan genangan. C. Jenis Tanah Jenis tanah di Kota Semarang secara umum terbentuk dari aktivitas gunung berapi (Gunung Ungaran) dan sedimentasi di daerah pantai serta batuan induk penyusunnya. Terdapat 4 jenis tanah yang mendominasi di wilayah Kota Semarang, antara lain: 1. Tanah mediteran merah tua, dimana jenis tanah ini merupakan hasil pelapukan batuan kapur keras dan batuan sedimen dengan warna tanah antara merah sampai dengan kecoklatan yang merupakan jenis tanah pertanian yang subur. Jenis tanah ini berada di Kecamatan Tugu, Kecamatan Gunungpati dan Kecamatan Banyumanik dengan pemanfaatan berupa tanaman keras/tahunan, tanaman holtikultura dan tanaman palawija. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(37) LAPORAN AKHIR. 38. 2. Tanah grumusol kelabu dan litosol, dimana jenis tanah grumusol memiliki sifat lempung dan sedikit keras, sedangkan tanah litosol merupakan jenis tanah muda dengan tekstur kasar berbatu. Jenis tanah ini berada di Semarang bagian tengah, mulai dari Kecamatan Tembalang, Kecamatan Gunungpati, Kecamatan Candisari, Kecamatan Gajahmungkur dan Kecamatan Ngaliyan. Pemanafaatan dari tanah jenis ini dapat digunakan untuk budidaya padi, tanaman holtikultura dan tanaman tahunan. 3. Tanah aluvial kelabu dan kecoklatan, dimana jenis tanah ini terbentuk dari hasil pengendapan dengan bentuk menyerupai tanah liat dan sedikit mengandung unsur hara. Tanah jenis ini berada di Kecamaatn Genuk, Kecamatan Pedurungan, Kecamatan Gayamsari, Kecamatan Semarang Selatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan Semarang Timur dan Kecamatan Semarang Barat, dimana tanah ini termasuk kurang produktif dan hanya berpotensi dimanfaatkan untuk budidaya tanaman tahunan. 4. Tanah aluvial higromorf, dimana jenis tanah ini berasal dari endapan sedimentasi sungai yang bermuara ke pantai. Tanah jenis ini mendominasi di pesisir Kota Semarang (Kecamatan Tugu, Kecamatan Semarang Utara dan Kecamatan Genuk), dimana sebagian dari tanah ini dimanfaatkan untuk media tumbuh ekosistem mangrove. Gambar berikut menyajikan distribusi spasial jenis tanah di Kota Semarang.. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(38) LAPORAN AKHIR. 39. Gambar 4. Peta Jenis Tanah Kota Semarang D. Geologi dan Geomorfologi Secara umum morfologi bentuk morfologi Kota Semarang dapat dikelompokan menjadi 3 satuan bentuk lahan, yaitu: 1. Satuan dataran, dimana penyebarannya terletak di dataran pantai mulai dari bagin utara pesisir Kabupaten Kendal sampai dengan pesisir Kabupaten Demak dengan ketinggian antara 0 - 50 mdpl. Satuan dataran ini umumnya merupakan dataran pantai yang ditutupi oleh endapan permukaan yang berupa endapan pantai dan hasil sedimentasi sungai yang bermuara ke Laut Jawa. Satuan dataran pantai banyak dimanfaatkan untuk pengembangan industri dan beberapa wilayah dimanfaatkan untuk area konservasi berkembangnya ekosistem mangrove. 2. Satuan perbukitan bergelombang sedang, dimana penyebarannya berada di bagian tengah memanjang dari arah barat ke timur dengan ketinggian berkisar antara 50 - 300 mpdl. Satuan perbukitan ini lebih banyak dimanfaatkan untuk lahan terbangun terutama permukiman penduduk. 3. Satuan perbukitan bergelombang kuat, dimana penyebarannya berada di bagian selatan terutama di Kecamatan Gunungpati dan Kecamatan Mijen. Tutupan Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(39) LAPORAN AKHIR. 40. lahan pada bentukan lahan tersebut lebih didominasi oleh vegetasi tanaman keras terutama pada wilayah-wilayah dengan kemiringan lereng yang curam. Secara geologi Kota Semarang bagian bawah tersusun oleh endapan permukaan aluvium yang membentang dari pesisir timur - barat Kota Semarang, dimana endapan ini terkumpul dalam jumlah dan kadar yang tinggi melalui suatu proses konsentrasi alam yang letaknya sedah jauh dari batuan induknya dan suah sempat diangkut oleh sungai dan ombak laut. Selanjutnya untuk bagian tengah tersusun dari batuan sedimen dasar, seperti di Kecamatan Ngaliyan, Kecamatan Gajahmungkur dan Kecamatan Candisari. Sedangkan untuk semarang bagian atas tersusun oleh batuan sedimen breksi yang merupakan hasil pelapukan dari batuan beku dengan penampakan morfologi berwarna hijau kekuningan atau cokelat keputih-putihan dengan tingkat kesuburan yang rendah karena lebih cenderung mengandung material. Gambar berikut menyajikan gambaran geologi Kota Semarang. E. Klimatologi Kota Semarang dan sekitarnya memiliki iklim yang sama dengan beberapa daerah lainnya di Indonesia, yaitu termasuk pada zona iklim tropis basah yang memiliki dua jenis iklim tropis yaitu musim kemarau dan musim penghujan yang memiliki siklus pergantian sekitar 6 bulan. Hasil perekaman stasiun klimatologi menunjukan bahwa kelembaban udara pada tahun 2020 berkisar antara 66,93% (bulan September) sampai dengan 85,64% (bulan Februari). Sedangkan untuk suhu udara rata-rata berkisar antara 26,8ºC (bulan Februari) sampai dengan 29,2ºC (bulan Mei). Curah hujan tahunan di Kota Semarang bervariasi dari setiap tahunnya dengan rata-rata 2.054 pada tahun 2020, dimana untuk curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 349 mm dan terendah pada bulan Juli sebesar 23,4 mm. Sedangkan untuk hari hujan dalam lima tahun terakhir berkisar antara 92 - 124 hari untuk setiap tahunnya. Berdasarkan data klimatologi tersebut wilayah Kota Semarang memiliki tipe iklim C berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson.. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(40) LAPORAN AKHIR. 41. F. Sumber Daya Air (DAS) Berdasarkan sistem hidrologinya, Kota Semarang memiliki suatu sistem hidrologi yang berada pada kaki bukit Gunung Ungaran di sebelah selatan dengan aliran beberapa sungai besar seperti Kali Garang, Kali Bringin, Kali Kreo, Kali Kripik, Kali Silandak, Kali Bajak, Kali Candi, Kali Penggarong dan beberapa sungai lainnya yang semuanya bermuara ke Laut Jawa. Terdapat 3 sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) utama yang berada di Kota Semarang, yaitu DAS Garang, DAS Babon, DAS Blorong, dimana DAS Garang dengan Kali Garang yang berhulu di Gunung Ungaran sebagai sungai utamanya yang merupakan sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi penduduk di Kota Semarang. Gambar berikut menyajikan wilayah DAS yang berada di Kota Semarang. Pada musim penghujan tidak semua air sungai bisa sampai dengan muara karena debit yang besar tidak seimbang dengan daya tampung sungai (sedimentasi) sehingga sering menyebabkan terjadinya limpasan yang berdampak pada terjadinya banjir di wilayah perkotaan, kondisi ini diperparah lagi oleh karakteristik kontur wilayah berbukit dengan perbedaan ketinggian yang sangat curam (utara – selatan) sehingga air hujan yang turun di daerah hulu akan sangat cepat mengalir ke daerah hilir. Selain itu banjir yang sering terjadi di Kota Semarang juga disebabkan oleh padatnya lahan terbangun di wilayah perkotaan yang menjadikan daerah resapan air semakin berkurang sehingga jika terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi akan cepat sekali menimbulkan genangan.. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(41) LAPORAN AKHIR. 42. Gambar 5. Peta Batas DAS/ Sub DAS di Kota Semarang Selanjutnya untuk air tanah di Kota Semarang terdapat pada 2 lapisan pembawa air (aquifer), yaitu air tanah dangkal dan air tanah dalam. Penduduk Kota Semarang yang berada di dataran rendah banyak memanfaatkan air tanah dangkal dengan membuat sumur-sumur dangkal dengan kedalaman berkisar 3 -18 meter, sedangkan untuk penduduk di dataran tinggi (Semarang bagian selatan) hanya dapat memanfaatkan sumur gali pada musim penghujan dengan kedalaman berkisar antara 20 - 40 meter. Selanjutnya untuk air tanah dalam berviariasi pada kedalaman 50 - 90 meter yang merupakan sumber air tanah bersih dan potensial yang bersifat tawar meskipun berjarak tidak jauh dari laut.. G. Cekungan Air Tanah (CAT) Berdasarkan letak geografisnya Kota Semarang berada pada Cekungan Air Tanah (CAT) lintas kabupaten/kota yaitu CAT Ungaran dengan luas sekitar 5.317,65 ha yang mendominasi di wilayah bagian selatan dan CAT SemarangDemak seluas 30.325,90 ha yang berada di wilayah bagian utara. Sehingga untuk pengelolaan air tanah di wilayah CAT Kota Semarang masih menjadi tanggung Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(42) LAPORAN AKHIR. 43. jawab Pemerintah Provinsi dalam memberikan rekomendasi teknis penerbitan ijin pemakaian dan pengusahaan air tanah. CAT Semarang-Demak yang merupakan pembentuk air tanah di Kota Semarang tersusun oleh dua sistem air tanah, yaitu sistem akuifer dataran dan sistem akuifer perbukitan. Sistem akuifer ini terdiri dari akuifer tak tertekan dan akuifer tertekan, dimana untuk kedudukan sistem akuifer tak tertekan memiliki kedalaman yang bervariasi antara 0 – 20 meter di bawah muka laut. Kedudukan akuifer tak tertekan ke arah utara semakin dalam sekitar 20 meter, sedangkan semakin ke selatan muka air tanahnya semakin tinggi. Selanjutnya untuk akuifer tertekan memiliki kedalaman sekitar 50 – 90 meter yang berada di sekitar ujung timur laut Kota Semarang dan pada mulut Sungai Garang lama yang terletak di pertemuan antara lembah Sungai Garang dengan dataran pantai. Kelompok akuifer delta Garang ini merupakan kelompok akuifer utama karean merupakan sumber air tanah yang potensial dan bersifat tawar (Susanto, et al., 2014). Gambar berikut menyajikan sistem CAT di Kota Semarang.. Gambar 6. Sistem Cekungan Air Tanah (CAT) Kota Semarang Pemanfaatan air tanah yang insentif di Kota Semarang akan berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya air di wilayah tersebut, salah Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

(43) 44. LAPORAN AKHIR. satunya land subsidance. Berdasarkan hasil penelitian Susana & Harnandi (2008) telah terjadi amblesan tanah dengan kecepatan 2 – 8 cm/tahun yang terukur dari tahun 2000 – 2001, dimana untuk wilayah dengan laju penurunan lebih dari 8 cm/tahun terbentang di sepanjang pantai mulai dari Pelabuhan Tanjungmas ke arah timur hingga wilayah pantai Utara Demak. Hal serupa juga dikemukanan oleh Satrio & Taufik (2015) yang menyatakan terjadi penurunan permukaan tanah di Kota Semarang sekitar 1 – 9 cm/tahun yang diakibatkan oleh pengambilan air bawah tanah yang berlebihan tanpa diimbangi dengan peningkatan infiltrasi. Penurunan permukaan tanah di wilayah pesisir Kota Semarang mengakibatkan semakin meningkatnya intensitas rob di wilayah tersebut. H. Demografi Kota Semarang Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk di Kota Semarang pada tahun 2020 adalah sebanyak 1.653.524 jiwa. Jumlah penduduk pada kurun waktu 20162020 menunjukkan peningkatan, meskipun demikian laju pertumbuhan penduduk per tahun di Kota Semarang cenderung fluktuatif setiap tahunnya. Selain itu, kepadatan penduduk di Kota Semarang juga meningkat antara tahun 2016-2020 yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk, dimana pada tahun 2020 kepadatan penduduk mencapai 4.425 jiwa/km². Data tersebut menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk Kota Semarang lebih dipengaruhi oleh migrasi masuk dan keluar jika dibandingkan dengan kelahiran atau kematian. Tabel 8. Indikator Perkembangan Penduduk Kota Semarang 2016-2020 No. Uraian. 1. Jumlah Penduduk (jiwa) Pertumbuhan Per Tahun (%) Kepadatan (jiwa/km2) Jumlah Rumah Tangga (KK) Rata-rata Anggota Rumah Tangga (jiwa). 2 3 4 5. Tahun 2016 2017 2018 2019 2020 1.584.906 1.595.187 1.602.717 1.610.605 1.653.524 0,97. 0,59. 0,47. 0,49. 0,59. 4.241. 4.269. 4.289. 4.310. 4.425. 443.541. 471.327. 454.134. 474.667. 478.502. 3,57. 3,38. 3,53. 3,39. 3,59. Sumber: BPS Kota Semarang, 2020. Kajian Potensi Mata Air dan Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air di Kota Semarang.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian  B. Rancangan Penelitian
Gambar 4. Peta Jenis Tanah Kota Semarang  D. Geologi dan Geomorfologi
Gambar 5. Peta Batas DAS/ Sub DAS di Kota Semarang
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Publik Bidang Izin Usaha Perikanan dan Penangkapan Ikan di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dalam Pengelolaan Sumber Daya Berkelanjutan di Kabupaten

Tujuan komunikasi dari kampanye Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Citarum Roadmap) adalah untuk dapat merehabilitasi kebiasaan warga sekitar aliaran Sungai

Sasaran yang akan dicapai adalah diperolehnya sistem informasi pengelolaan sumber daya air dari waktu ke waktu yang merupakan data dasar untuk mendukung upaya

Target Audience dalam kampanye Pengelolaan Sumber daya Air Terpadu Sungai Citarum lebih ditekankan kepada ibu-ibu berusia 30 sampai dengan 50 tahun yang dimana umur

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 ayat (6) dan untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya ikan secara berkelanjutan berdasarkan

- kecenderungan tata kelola pemerintahan dan dukungan politik; dan - kecenderungan perubahan kondisi lingkungan dan perubahan iklim. Dalam hal wadah koordinasi pengelolaan

Pengelolaan sumber daya air secara terpadu (Intergrated Water Resource Management/ IWRM) yang digunakan sebagai kerangka studi ini, memiliki lingkup dan konsepsi

Jenis data primer yang akan dikumpulkan meliputi data informasi apresiasi masyarakat terhadap pemanfaatan sumber daya alam di Kabupaten Pelalawan, yang semuanya