• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Status Gizi Pola Makan dan Peran Keluarga terhadap Pencegahan Stunting pada Balita Usia Bulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Status Gizi Pola Makan dan Peran Keluarga terhadap Pencegahan Stunting pada Balita Usia Bulan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

167

Hubungan Status Gizi Pola Makan dan Peran Keluarga terhadap Pencegahan Stunting pada Balita Usia 24 – 59 Bulan

Puti Aini Qolbi1, Madinah Munawaroh2, Irma Jayatmi3

1,2,3Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan Departemen Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju

Jln.Harapan Nomor 50, Lenteng Agung-Jakarta Selatan 12610, Indonesia

Telp: (021)78894045, Email: 1putiaini1998@gmail.com, 2madinahmh21@gmail.com,3irmajayatmi@gmail.com Abstrak

Pada data Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2018, dalam 3 tahun terakhir, stunting merupakan prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya, maka hal ini harus diatasi agar angka kejadian stunting tidak meningkat, yaitu dengan melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap kejadian stunting. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan status gizi, pola makan, dan peran keluarga terhadap pencegahan stunting pada balita usia 24-59 bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020. Jenis penelitian ini adalah menggunakan metode kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai September tahun 2020, populasi adalah balita usia 24-59 bulan yang ada saat pengambilan sampel yang dilakukan secara door to door di kelurahan Jatimekar. Pengambilan sampel sebanyak 173 responden dengan teknik pengambilan data purposive sampling. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa lembar kuesioner dan buku standar antropometri penilaian status gizi anak. Hasil analisis menunjukkan status gizi (P=0,001), pola makan (P=0,000), dan peran keluarga (P=0,000) bahwa H0 ditolak dikarenakan 3 variabel independen mempunyai nilai p-value < 0,005 yang berarti ada hubungan antara status gizi, pola makan, dan peran keluarga terhadap terhadap pencegahan stunting pada balita usia 24-59 bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020. Saran bagi Puskesmas agar memberikan edukasi ataupun pemahaman kepada para ibu yang memiliki balita tentang pola makan yang benar, memberikan makanan tambahan bagi balita secara rutin, memberi edukasi pentingnya peran keluarga, serta rutin memantau status gizi anak agar anak tercegah dari kejadian stunting.

Kata kunci : Pencegahan, Stunting, Gizi, Makan, Peran Abstract

Based on Nutritional Status Monitoring (PSG) data in 2018, in the last 3 years, stunting is the highest prevalence compared to other nutritional problems, so this must be addressed so that the incidence of stunting does not increase, namely by making efforts to prevent stunting. This research was conducted to determine the relationship between nutritional status, diet, and the role of the family on the prevention of stunting in toddlers aged 24-59 months at the Jatiasih Public Health Center, Jatimekar Subdistrict, Bekasi City in 2020. This type of research uses quantitative methods with cross sectional research design. This research was conducted from August to September 2020, the population was toddlers aged 24-59 months who were present at the time of door-to-door sampling in Jatimekar Village. Sampling as many as 173 respondents with purposive sampling data collection technique. This study used instruments in the form of a questionnaire sheet and a standard anthropometric book to assess children's nutritional status. The results of the analysis showed that nutritional status (P = 0.001), diet (P = 0.000), and the role of family (P = 0.000) that H0 was rejected because the 3 independent variables had a p-value <0.005, which means there was a relationship between nutritional status, pattern. food, and the role of families in preventing stunting in toddlers aged 24-59 months at the Jatiasih Puskesmas, Jatimekar Urban Village, Bekasi City in 2020. Suggestions for the Puskesmas are to provide education or understanding to mothers who have toddlers about the right diet, provide additional food for toddlers regularly, provide education on the importance of family roles, and routinely monitor children's nutritional status so that children are prevented from stunting.

Keywords : Prevention, Stunting, Nutritional, Feeding, Role

(2)

168 Pendahuluan

Masa balita adalah usia penting untuk pertumbuhan fisik. Pertumbuhan anak balita balita begitu pesat0 maka memerlukan asupan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhannya.

Asupan zat gizi yang tidak memenuhi kebutuhan balita akan menyebabkan mal nutrisi.¹ Balita yang mengalami hal tersebut beresiko mengalami tubuh pendek (stunting).

Pada data Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2018 dalam 3 tahun terakhir, stunting (pendek) merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti gizi kurus, kurang, dan gemuk.²

Permasalahan stunting adalah issu baru yang berpengaruh buruk pada masalah gizi di Indonesia, karena berpengaruh pada fisik dan fungsional pada tubuh balita serta meningkatkan angka kesakitan balita, bahkan kejadian stunting tersebut telah menjadi sorotan WHO untuk segera dituntaskan.³ Kejadian stunting adalah suatu permasalahan yang banyak terjadi dibeberapa negara berkembang, termasuk negara Indonesia.

Menurut United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) menyatakan 1 dari 3 balita mengalami stunting. Sekitar 40% balita di suatu desa mengalami lambat pertumbuhan. Oleh karena itu UNICEF mendukung gagasan untuk menciptakan lingkungan secara nasional kondusif, pada gizi melalui berbagai peluncuran pada gerakan sadar gizi nasional (Scaling Up Nutrition – SUN). Program ini meliputi pencegahan pada kejadian stunting. 4

Pencegahan merupakan proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar suatu hal tidak terjadi.5 Tingkat pencegahan menurut Levell and Clark pada keperawatan komunitas bisa diterapkan ditahap sebelum terjadinya penyakit atau pencegahan primer (Prepathogenesis Phase) dan pada tahap sesudah terjadinya penyakit atau pencegahan sekunder dan tersier (Pathogenesis Phase). Dalam penelitian ini pencegahan yang di tujukan adalah upaya pencegahan primer terhadap kejadian stunting.6

Pencegahan primer dilaksanakan saat fase prepatogenesis suatu kejadian penyakit atau masalah kesehatan. Pencegahan adalah sebelum terjadinya sakit atau ketidakfungsian yang umumnya diaplikasikan pada populasi yang sehat. Pencegahan primer di terapkan

dengan 2 kelompok kegiatan yaitu Health Promotion (peningkatan kesehatan) terdiri dari pendidikan kesehatan, PKM (penyuluhan kesehatan masyarakat) misalnya, penyuluhan tentang masalah gizi, pengadaan rumah sehat, pengamatan tumbuh kembang anak, pengendalian lingkungan, program pemberantasan penyakit tidak menular (P2M), stimulasi dini dalam kesehatan keluarga serta asuhan pada anak atau balita tentang pencegahan. Selanjutnya General and Spesific Protection (perlindungan umum dan khusus) terdiri dari imunisasi, hygiene perseorangan, perlindungan diri terhadap kecelakaan, perlindungan diri terhadap lingkungan kesehatan kerja, perlindungan diri terhadap carsinogen, toxic dan alergen.6

Senbanjo et al mendefinisikan stunting adalah keadaan status gizi seseorang berdasarkan Z-score tinggi badan (TB) terhadap umur (U) dimana terletak pada <-2 SD.7 Stunting atau sering disebut kerdil karena pendek merupakan keadaan gagal tumbuh pada anak berumur dibawah 5 tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis disertai infeksi berulang terutama pada periode 1.000 HPK (Hari Pertama Kehidupan), yang merupakan dari janin hingga anak berusia 23 bulan.

Indikator TB/U merupakan indikator antropometri yang menggambarkan kondisi gizi pada masa lalu dan berkaitan dengan kondisi lingkungan dan sosial ekonomi.8 Balita stunting merupakan balita dengan status gizi yang berdasarkan PB atau TB menurut usianya bila dibandingkan dengan standar baku WHO- MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005, nilai Z-score <-2SD, dan yang dikategorikan sangat pendek jika nilai Z-score

<-3SD. 9

Masalah balita stunting menggambarkan masalah gizi kronis, yaitu masalah yang terjadi dimasa lampau, yang dipengaruhi dari keadaan ibu atau calon ibu, masa janin, dan masa bayi atau balita, serta penyakit yang diderita selama masa balita. Pada masa kandungan, janin akan berkembang dan tumbuh sesuai dengan bertambahnya panjang dan berat badan, perkembangan otak juga organ-organ lainnya.

kurangnya gizi yang terjadi pada kandungan dan awal kehidupan mengakibatkan terjadinya reaksi penyesuaian. Secara paralel penyesuaian tersebut termasuk perlambatan pertumbuhan dengan pengurangan jumlah dan pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak

(3)

169

dan organ tubuh lainnya. Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi diekspresikan pada umur dewasa dalam bentuk tubuh yang pendek.10

Pada data WHO 2018 di tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Di tahun 2017 lebih dari 50% balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%) dan sepertiga lainnya (39%) tinggal di Afrika. Pada tahun 2018 dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%), dan Asia Tenggara berada diposisi tertinggi kedua dengan angka (14,9%).11

Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun 2012, di ASEAN ada 3 angka prevalensi stunting tertinggi di wilayah Asia Tenggara yaitu, Laos (48%), Kamboja (40%) dan Indonesia (37,2%).12 Di Indonesia sendiri diperoleh dari hasil Riskesdas tahun 2017 Prevalensi balita stunting mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu (27,5%) menjadi (29,6%) pada tahun 2017.13

Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk dalam negara ke 3 dengan angka stunting tertinggi di regional Asia Tenggara / South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2003-2018 adalah (30,8%).14 Dalam batas non public health problem menurut WHO untuk masalah stunting yang sebesar 20%, stunting dianggap menjadi masalah kesehatan masyarakat dalam kategori kronis bila prevalensinya sebesar ≥20%, Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia saat ini sedang mengalami masalah kesehatan masyarakat yang berat dalam kasus balita stunting.15

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018 di Provinsi Jawa Barat prevalensi balita sangat pendek dan pendek tahun 2018 mencapai (30,8%).16 Secara umum masalah tersebut masih cukup tinggi dan dianggap menjadi masalah kesehatan masyarakat dalam kategori kronis. Di kota Bekasi sendiri prevalensi stunting pada tahun 2019 sebesar (10,6%).17 Hal ini membuktikan bahawa kota Bekasi masih menjadi salah satu penyumbang tingginya angka stunting di Jawa Barat dan juga di Indonesia.

Menurut UNICEF terdapat beberapa faktor yang mampu mempengaruhi stunting pada balita, diantaranya adalah faktor langsung dan faktor tidak langsung.18 Faktor secara langsung yaitu status gizi kurang dan status gizi buruk yang diakibatkan oleh terbatasnya asupan gizi pada tubuh balita yang tidak mengandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sehingga kejadian stunting ini didasari oleh asupan gizi yang berupa pola makan meliputi jenis makanan, frekuensi, dan jumlah makan, dimana pola makan adalah fondasi utama untuk mencegah dari berbagai macam penyakit.Faktor tidak langsung adalah peran keluarga dalam menerapkan pengasuhan, peran keluarga beruhubungan dengan kejadian stunting terutama pada kebiasaan keluarga dalam menerapkan kebiasaan pengasuhan, kebiasaan kebersihan, dan kebiasaan mendapat pelayanan kesehatan pada balita.19

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi terdapat 10 balita usia 24-59 bulan dengan 2 orang yang mengalami stunting dengan beberapa penyebab. Diantaranya adalah status gizi yang buruk, kurangnya pengetahuan tentang pola makan yang tepat, serta kurangnya pengetahuan dalam menerapkan peran keluarga yang baik dalam kehidupan sehari- hari pada balita.

Minimnya studi penelitian tentang pencegahan stunting pada balita usia 24-59 bulan mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang status gizi, pola makan, dan peran keluarga terhadap pencegahan stunting pada balita usia 24-59 bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020.

Metode

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian cross sectional merupakan jenis penelitian dimana penelitian dan pengamatan dapat dilakukan pada waktu yang bersamaan.20 Penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan status gizi, pola makan, dan peran keluarga terhadap pencegahan stunting pada balita usia 24-59 bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020.

(4)

170 Instrumen penelitian adalah alat-alat yang

digunakan untuk pengumpulan data.21 Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan lembar kuisoner yang berisi pernyataan-pernyataan yang akan dijawab oleh responden dengan cara diisi langsung oleh responden. Serta melakukan pengukuran dengan cara melakukan penimbangan berat badan dengan usia (BB/U) untuk mengetahui status gizi balita.

Populasi merupakan jumlah keseluruhan subjek yang akan diteliti.20 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita usia 24-59 bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020 sebanyak 1729 balita. Sampel adalah populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi.20 Sampel penelitian ini sebanyak 173 balita usia 24-59 bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020. Teknik sampling adalah cara-cara yang dilakukan dalam bentuk pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Dimana purposive sampling adalah suatu teknik pengambilan sampel non probability sampling yang artinya populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk dijadikan subjek penelitian, karena subjek yang dipilih didasarkan pada pertimbangan tertentu supaya data dari hasil penelitian yang dilakukan menjadi lebih representatif.21

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum dari objek penelitian dalam suatu populasi target dan keterjangkauan yang akan diteliti bisa diambil sebagai sampel atau responden.21 Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah balita berusia 24-59 bulan di Puskesmas Jatiasih kelurahan Jatimekar, balita berusia 24-59 bulan yang dalam keadaan sehat, balita berusia 24-59 bulan yang ada pada saat pengambilan data berlangsung, balita berusia 24-59 bulan yang bersedia menjadi responden. Adapun kriteria non inklusi yaitu balita berusia 24-59 bulan yang tidak ada pada saat pengambilan data berlangsung, balita berusia 24-59 bulan yang pengisian kuisionernya tidak lengkap, balita berusia 24- 59 bulan yang balitanya dalam keadaan sakit.

Adapun Kriteria ekslusi adalah balita yang berusia di bawah 24 bulan dan diatas 59 bulan dan balita yang tidak bersedia menjadi responden.

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui frekuensi dari masing-masing variabel dependen dan variabel independen.

Tabel distribusi frekuensi dibuat dari semua sebaran variabel yang terdapat dalam penelitian ini. Analisis univariat merupakan bahan dasar untuk analisis selanjutnya dan mempunyai fungs melihat data yang ada apakah sudah layak untuk dianalisis dan melihat gambaran dari data yang telah dikumpulkan.22

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen. Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel adalah dengan uji Chi Square, dengan menggunakan program Statistical SPSS versi 16. Kreteria uji menggunakan tingkat kemaknaan (α) = 0,05. Ho ditolak jika P value

≤ 0,05 maka secara signifikan ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen dan apabila P value ≥ 0,05 berarti tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.22

Hasil

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pencegahan Stunting, Status Gizi, Pola Makan, dan Peran Keluarga Pada Balita Usia 24-59 bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020

Variabel Frekuen

si

Presentasi (%) Pencegahan Stunting

Melakukan Pencegahan Tidak Melakukan Pencegahan

90 83

52 48 Status Gizi

Normal Tidak Normal

125 48

72.3 27.7 Pola Makan

Baik Buruk

77 96

44.5 55.5 Peran Keluarga

Baik Buruk

103 70

59.5 40.5 Sumber: Hasil olah data penelitian tahun 2020

Dari 173 responden menunjukan bahwa sebanyak 90 responden (52%) melakukan melakukan pencegahan stunting dan 83 responden (48%) tidak melakukan pencegahan stunting.

Pencegahan adalah sebelum terjadinya sakit atau ketidakfungsian yang umumnya di aplikasikan kepada populasi yang sehat, agar masyarakat yang berada dalam stage of

(5)

171

optinum health tidak mengalami stage yang lain yang lebih buruk lagi.6 Maka pencegahan ini ditunjukan oleh keluarga balita yang menerapkan perilaku pencegahan stunting, agar balita tercegah dari masalah kesehatan yaitu stunting dan apabila keluarga tidak menerapkan pencegahan stunting, ini menjelaskan bahwa balita akan beresiko mengalami stunting.

Dari 173 responden didapatkan bahwa 125 responden (72,3%) memiliki status gizi yang normal dan 48 responden (27,7%) memiliki status gizi tidak normal.

Status gizi adalah kondisi pada tubuh yang merupakan dampak dari makanan dan penggunaan asupan gizi yang dikonsumsi seseorang, serta merupakan indikator yang menggambarkan kondisi kesehatan seseorang.23 sehingga mempengaruhi balita dalam melakukan pencegahan stunting.

Dari sebanyak 173 responden, terdapat 77 responden (44,5.0%) menerapkan pola makan yang baik dan 96 responden (55.5%) menerapkan pola makan yang buruk.

Pola makan adalah berbagai cara dalam mengatur jumlah dan jenis makanan dengan informasi maupun gambaran yang mencakup mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah dan membantu kesembuhan penyakit.24 maka pola makan merupakan fondasi penting dan utam untuk mencegah balita dari kejadian stunting.

Dari sebanyak 173 responden, terdapat 103 responden (59.5%) menerapkan peran keluarga yang baik dan 70 responden (40,5%) menerapkan peran keluarga yang buruk.

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan anggotanya, memberikan asuhan fisik, emosional, dan mengarahkan pembentukan kepribadian. Keluarga adalah sumber daya penting dalam pemberian pelayanan kesehatan. Dengan demikian, keluarga memeiliki peran yang penting dalam setiap aspek pelayanan kesehatan anggota keluarga, mulai dari tahap promosi sampai tahap rehabilitasi.25 Sebab itulah peran keluarga berpengaruh terhadap pencegahan stunting. keluarga memiliki peran utama dalam menerapkan kebiasaan hidup sehari-hari pada balita, mulai dari kebiasaan pengasuhan, kebersihan, hingga kebiasaan mendapat pelayanan kesehatan.26

Tabel 2. Hubungan Status Gizi Terhadap Pencegahan Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020.

Status Gizi

Pencegahan Stunting

Total P ( Va

lue OR (95%)

CI

Ya Tidak

F % F %

Normal 75 43.3 50 28.9 125 0.0 01

3.3 (1.6- 6.6) Tidak

Normal

15 8.7 33 19.1 48 Total 90 52.0 83 48.0 100 Sumber: Hasil olah data penelitian tahun 2020

Berdasarkan hasil penelitian dari 125 responden yang memiliki status gizi normal, sebanyak 50 responden (28,9%) tidak melakukan pencegahan stunting, dan 75 responden (43,4%) lainya melakukan pencegahan stunting, sedangkan dari 48 responden yang memiliki status gizi tidak normal, sebanyak 33 responden (19,1%) tidak melakukan pencegahan stunting, dan 15 responden (8,7%) lainya melakukan pencegahan stunting.

Pada hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p-value 0,001 lebih kecil dibandingkan dengan nilai signifikasi 0,05 (0,001 < 0,05) dan didapatkan nilai OR (odd Ratio) 3,3 (1,6-6,6) sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ada hubungan antara status gizi dengan pencegahan stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020 dan responden yang memiliki gizi normal berpeluang 3,3 kali untuk mencegah stunting.

Tabel 3. Hubungan Pola Makan Terhadap Pencegahan Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020.

Pola Makan

Pencegahan Stunting

Total P ( Va

lue OR (95%)

CI

Ya Tidak

F % F %

Baik 25 14.5 52 30.1 77 0,0 00

3,1 (1.6- 5.9) Buruk 58 33.5 38 22.0 96

Total 83 48.0 90 52.0 100 Sumber: Hasil olah data penelitian tahun 2020

Berdasarkan hasil penelitian dari 77 responden yang menerapkan pola makan yang baik, sebanyak responden (14,5%) tidak

(6)

172 melakukan pencegahan stunting, dan 52

reponden (30,1%) lainya melakukan pencegahan stunting, sedangkan dari 96 responden yang menerapkan pola makan yang buruk, sebanyak 58 responden (33,5%) tidak melakukan pencegahan stunting, dan 38 reponden (22,0%) lainya melakukan pencegahan stunting.

Pada hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p-value 0,000 lebih kecil dibandingkan dengan nilai signifikasi 0,05 (0,000 < 0,05) dan didapatkan nilai OR (odd Ratio) 3,1 (1,6-5,9) sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ada hubungan antara pola makan dengan pencegahan stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020 dan responden yang menerapkan pola makan yang baik berpeluang 3,1 kali untuk mencegah stunting.

Tabel 4. Hubungan Peran Keluarga Terhadap Pencegahan Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020.

Peran Keluar ga

Pencegahan Stunting

Total P ( Va

lue OR (95%)

CI

Ya Tidak

F % F %

Baik 34 19.7 69 39.9 103 0,0 00

4,7 (2.4- 9.1) Buruk 49 28.3 21 12.1 70

Total 83 48.0 90 52.0 100 Sumber: Hasil olah data penelitian tahun 2020

Berdasarkan hasil penelitian dari 103 responden yang menerapkan peran keluarga yang baik, sebanyak 34 responden (19,7%) tidak melakukan pencegahan stunting, dan 69 reponden (39,9%) lainya melakukan pencegahan stunting, sedangkan 70 responden yang menerapkan peran keluarga yang buruk, 49 responden (28,3%) tidak melakukan pencegahan stunting, dan 21 reponden (12,1%) lainya melakukan pencegahan stunting.

Pada hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p-value 0,000 lebih kecil dibandingkan dengan nilai signifikasi 0,05 (0,000 < 0,05) dan didapatkan nilai OR (odd Ratio) 4,7 (2,4-9,1) sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ada hubungan antara peran keluarga dengan pencegahan stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020

dan responden yang menerapkan peran keluarga yang baik berpeluang 4,7 kali untuk mencegah stunting.

Pembahasan

Hubungan Antara Status Gizi Terhadap Pencegahan Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020

Pada hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p-value 0,001 lebih kecil dibandingkan dengan nilai signifikasi 0,05 (0,001 < 0,05) dan didapatkan nilai OR (odd Ratio) 3,3 (1,6- 6,6) sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ada hubungan antara status gizi dengan pencegahan stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020 dan responden yang memiliki gizi normal berpeluang 3,3 kali untuk mencegah stunting.

Penelitian ini didukung oleh teori yang menyatakan bahwa Status gizi adalah keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk anak balita, aktivitas, pemeliharan kesehatan, penyembuhan bagi mereka yang menderita sakit dan proses biologis lainnya di dalam tubuh.23

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Azmy dan Mundiastusti pada tahun 2018 dengan melakukan analisa tentang hubungan status gizi pada balita stunting dan non stunting di kabupaten bangkalan. Didapatkan hasil bahwa status gizi merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 24 -59 bulan.

Berdasarkan status gizi untuk kategori kurang pada balita stunting lebih tinggi yaitu sebesar 70,8% dibandingkan pada balita non stunting, didapatkan nilai P Value 0,015 yang artinya <

0,005, sehingga hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan stunting. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik status gizi pada balita, maka semakin mudah pula mencegah terjadinya stunting. Semakin kurang status gizi balita, maka berisiko 4,048 kali lebih besar mengalami stunting.27

Menurut peneliti bahwa status gizi merupakan salah satu indikator dalam mengukur pencegahan stunting pada balita,

(7)

173

dimana status gizi balita adalah hal utama untuk mengetahui kondisi kesehatan seseorang, status gizi memberikan gambaran keseimbangan antara masuknya energi dan keluarnya energi yang akan menghasilkan status gizi normal. Pada balita status gizi penting terhadap pencegahan stunting. Gizi yang normal akan menjadika balita memiliki tubuh sehat serta tumbuh kembang yang baik sehingga dapat tercegah dari masalah kesehatan gizi yaitu stunting.

Hubungan Antara Pola Makan Terhadap Pencegahan Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020

Pada hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p-value 0,000 lebih kecil dibandingkan dengan nilai signifikasi 0,05 (0,000<0,05) dan didapatkan nilai OR (odd Ratio) 3,1 (1,6-5,9) sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ada hubungan antara pola makan dengan pencegahan stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020 dan responden yang menerapkam pola makan yang baik berpeluang 3,1 kali untuk mencegah stunting.

Penelitian ini dukung oleh teori yang menyatakan bahwa pola makan adalah berbagai cara dalam mengatur jumlah dan jenis makanan dengan informasi maupun gambaran yang mencakup mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah dan membantu kesembuhan penyakit.28

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nabuasa, et.al 2016 bahwa pola makan mencakup jenis makanan, frekuensi makanan, dan jumlah makanan. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pola makan terhadap kejadian stunting dengan nilai p value 0,000 yang artinya <0,05.

Maka perilaku yang salah dalam menerapkan pola makan pada balita merupakan faktor yang menyebabkan stunting, dan semakin baik pola makanya maka balita akan tercegah dari kejadian stunting. Diperoleh nilai OR sebesar 3.16, yang artinya semakin buruk pola makan yang diterapkan pada balita, maka balita berisiko 3,16 kali lebih besar mengalami stunting.28

Menurut peneliti bahwa dengan pola makan sehari – hari yang seimbang, berguna untuk mencapai dan mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal. Pola makan yang baik adalah yang mengandung makanan sumber energi, zat pembangun, dan zat pengatur, karena semua zat gizi dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta perkembangan otak dan produktifitas.

Untuk itu semakin baik pola makan maka akan semakin sulit balita terserang penyakit.

Sehingga balita terhindar dari masalah kesehatan gizi yaitu stunting.

Hubungan Antara Peran Keluarga Terhadap Pencegahan Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020

Pada hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p-value 0,000 lebih kecil dibandingkan dengan nilai signifikasi 0,05 (0,000 < 0,05) dan didapatkan nilai OR (odd Ratio) 4,7 (2,4-9,1) sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ada hubungan antara peran keluarga dengan pencegahan stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi Tahun 2020 dan responden yang menerapkam peran keluarga yang baik berpeluang 4,7 kali untuk mencegah stunting.

Penelitian ini didukung oleh teori yang menyatakan bahwa keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan anggotanya, memberikan asuhan fisik, emosional dan mengarahkan pembentukan kepribadian. Keluarga merupakan sumber daya penting dalam pemberian pelayanan kesehatan. Dengan demikian, keluarga mempunyai peran yang penting dalam setiap aspek pelayanan kesehatan anggota keluarga, mulai dari tahap promosi kesehatan sampai tahap rehabilitasi.25

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Rahmawati 2019 yang melakukan analisa tentang pelaksanaan peran keluarga dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember, hasil uji statistik penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pelaksanaan peran keluarga dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember dengan

(8)

174 p-value 0,002 berarti penelitian menunjukan

bahwa terdapat hubungan antara pelaksanaan peran keluarga dengan kejadian stunting.

Pelaksanaan peran keluarga dengan mayoritas kategori sedang dan kurang adalah yang paling banyak mengalami stunting, maka dapat di simpulkan bahwa semakin baik penerapan peran keluarga terhadap balita, maka balita akan tercegah dari kejadian stunting.29

Menurut peneliti bahwa peran keluarga terhadap balita merupakan suatu proses interaksi antara orang tua dan anak. Interaksi tersebut mencakup peran orang tua dalam menerapkan kebiasaan sehari – hari seperti kebiasaan pengasuhan, kebersihan, dan kebiasaan mendapatkan pelayanan kesehatan.

Keluarga merupakan role model bagi balita dalam menerapkan kebiasaan hidup sehari–

hari. Peran keluarga yang baik menjadi dasar dalam menyiapkan pola hidup sehat pada balita agar balita terhindar dari berbagai macam penyakit sehingga pencegahan stunting dapat di lakukan secara optimal.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai hubungan status gizi, pola makan, dan peran keluarga terhadap pencegahan stunting pada balita usia 24-59 bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi tahun 2020 dengan 173 responden dapat disimpulkan bahwa variabel independen (status gizi, pola makan, dan peran keluarga) berhubungan dengan variabel dependen (pencegahan stunting). Dari 3 variabel independen, variabel peran keluarga merupakan variabel yang paling berhubungan dengan pencegahan stunting pada balita usia 24-59 bulan di Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi tahun 2020.

Saran

Profesi bidan diharapkan dapat melakukan advokasi dan kunjungan secara langsung untuk memberikan konseling kepada ibu yang memiliki balita tentang melakukan pencegahan stunting. Pada balita diharapkan dapat melakukan pemantauan gizi secara rutin di pelayanan kesehatan, menerapkan pola makan dan peran keluarga yang optimal.

Diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan dan masukan bagi institusi, khususnya jurusan Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM) Jakarta, dalam meningkatkan wawasan mahasiswa mengenai pencegahan stunting pada balita usia 24-59 bulan.

Diharapkan kepada pihak Puskesmas selaku tempat penelitian untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat khususnya tentang pentingnya melakukan pencegahan stunting pada balita melalui penyuluhan dan konseling setiap kali balita melakukan kunjungan ke Puskesmas untuk imunisasi ataupun saat melakukan kunjungan ke Posyandu guna memantau status gizi balita sehingga cakupan pemberian informasi terkait pencegahan stunting dapat lebih meluas dan diterima masyarakat.

Daftar Pustaka

1. Proverawati dan Kusumawati. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan.Nuha Medika.

Yogyakarta; 2011.

2. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, ‘Situasi Balita Pendek (Stunting) Di Indonesia’, Buletin Jendela Data Dan Informasi Kesehatan, 53.9 (2018).

3. Mugianti et.al.,Faktor Penyebab Anak Stunting Usia 26-60 Bulan Di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Jurnal Ners dan Kebidanan; 5 (2018).

4. UNICEF.Indonesia Laporan Tahunan. Geneva:

UNICEF;2012.

5. Kamus Besar Bahasa Indonesia 2007.

6. J. Oliver, "Pencegahan Penyakit", Journal of Chemical Information and Modeling, 53.9 (2013).

7. Senbanjo, I., et al. Prevalence of and Risk factors for Stunting among School Children and Adolescents. in Abeokuta, Southwest Nigeria.

Journal of Health Population and Nutrition; 2011.

29(4):364-370.

8. Strategi Nasional Percepatan Penanganan Anak Kerdil (Stunting) 2018 – 2024. Kementrian PPN/

Bappenas TNP2K; 2017.

9. Kementerian Kesehatan RI. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI; 2015.

10. Menko Kesra RI. Pedoman Perencanaan Program.

Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK). Jakarta. 2013.

11. Nina Fentiana, Daniel Ginting, and Zuhairiah Zuhairiah, ‘Ketahanan Pangan Rumah Tangga Balita 0-59 Bulan Di Desa Prioritas Stunting’, Jurnal Kesehatan, 12.1 (2019), 24–29.

12. Suharmianti Mentari and Agus Hermansyah,

‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Stunting Anak Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Upk Puskesmas Siantan Hulu’, Pontianak Nutrition Journal (PNJ), 1.1 (2019), 1.

13. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, ‘Situasi Balita Pendek (Stunting) Di Indonesia’, Buletin

(9)

175

Jendela Data Dan Informasi Kesehatan, 53.9 (2018).

14. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2018.

15. Nina Fentiana, Daniel Ginting, and Zuhairiah Zuhairiah, ‘Ketahanan Pangan Rumah Tangga Balita 0-59 Bulan Di Desa Prioritas Stunting’, Jurnal Kesehatan, 12.1 (2019), 24–29.

16. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2018.

17. Dinas Kesehatan Kota Bekasi Tahun 2019.

18. UNICEF. Issue Briefs: Maternal and Child Nutrition; 2012.

19. Septikasari, M. Pengaruh faktor biologi terhadap gizi kurang anak usia 6-11 bulan di kabupaten cilacap. Journal of Molecular Biology; 2016. 61–

67.

20. Wibowo,Adik. Metodelogi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan. Jakarta. Rajawali Pers. 2014.

21. Arikunto, S. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. 2016 22. Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif

dan RD. Bandung. CV. Alfabeta. 2014.

23. Dyah, Umiyarni. Panduan Gizi dan Kesehatan Anak Sekeloh. Purwokerto. ANDI. 2017.

24. Depkes RI. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta;

2009.

25. Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E. G.

Buku Ajar Keperawatan Keluarga (Riset, teori, dan praktik) Edisi 5. Jakarta : EGC; 2014.

26. Febriani Dwi Bella, Nur Alam Fajar, Misnaniarti,

‘Hubungan Pola Asuh Keluarga Dengan Kejadian Balita Stunting Pada Keluarga Miskin di Palembang’ Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas5(1), 2020, 15-22.

27. Ulul Azmy and Luki Mundiastuti, ‘Konsumsi Zat Gizi Pada Balita Stunting Dan Non-Stunting Di Kabupaten Bangkalan’, Amerta Nutrition, 2.3 (2018), 292–98 .

28. Christin Debora Nabuasa, M Juffrie, and Emy Huriyati, ‘Riwayat Pola Asuh, Pola Makan, Asupan Zat Gizi Berhubungan Dengan Stunting Pada Anak 24–59 Bulan Di Biboki Utara, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur’, Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia (Indonesian Journal of Nutrition and Dietetics), 1.3 (2016), 151 .

29. Rahmawati. ‘Hubungan Pelaksanaan Peran Keluarga Dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember’. 3.1; 2019.

53-8.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Ivancevich dan Matteson, seperti dikutip oleh Luthans (2011), mengatakan bahwa stres kerja didefinisikan sebagai sebuah respon adaptif (tanggapan

Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian analisis teknis dan ekonomis usaha perikanan tangkap Drift Gill Net di Pelabuhan Perikanan Cilacap, dilihat dari

pengembangan pada Kampung Pesindon. Pada tahun 2011, Kampung Pesindon ditetapkan menjadi salah satu destinasi wisata batik di Kota Pekalongan yang mengalami perubahan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah (Skripsi) yang berjudul PERSEPSI PEMBUBARAN ORMAS ISLAM (Studi Kualitatif tentang Persepsi Komunikasi Mengenai

Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa secara bersama-sama variabel struktur modal, likuiditas, profitabilitas, dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan

Untuk itu perlu adanya suatu sistem informasi yang mampu memudahkan masyarakat dalam melakukan pencarian buku.E-Catalog Berbasis Mobile Application PerpustakaanDaerah Kota

Penunjukan Negara-negara Peserta di mana perlindungan atas penemuan diinginkan dengan dasar permintaan paten internasional itu dapat dilaksanakan jika untuk Negara

Next, we calculate which big pointer array entry contains the quantum number of the little pointer block that contains the element reference that we'll use to access the actual