J:\kumpulan perda\PERDA TAHUN 2003\PERDA No. 6 tenang Penataan dan Pengelolaan Pasar.doc
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 6 TAHUN 2003
TENTANG
PENATAAN DAN PENGELOLAAN PASAR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MALANG,
Menimbang : a. bahwa pertumbuhan ekonomi yang merupakan ujung tombak perekonomian Nasional perlu ditingkatkan antara lain melalui terbentuknya pasar tradisional yang dapat memenuhi permintaan masyarakat yang usahanya dikelola secara maju/modern ;
b. bahwa pasar tradisional peranannya yang sangat strategis, selain akan menciptakan lapangan kerja luas juga akan dapat menumbuhkan dunia usaha dan kewiraswastaan baru dalam jumlah banyak yang mempunyai keterkaitan luas dengan sektor produksi dan jasa lainnya, sehingga pasar tradisional dapat menumbuhkan tata perdagangan yang lebih mantap, lancar, efisien, efektif dan berkelanjutan dalam satu mata rantai perdagangan Nasional yang kokoh ;
c. bahwa Pemerintah Daerah berwenang menata dan mengelola Pasar ;
d. bahwa sehubungan dengan maksud pada huruf a, b dan c, maka Penataan dan Pengelolaan Pasar perlu segera dibentuk dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41) ;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ; 3. Undang–undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) ;
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839) ;
5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848) ;
6. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851) ; 7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 206, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952) ;
8. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048) ;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022) ;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 204, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022) ;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119 ) ;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4165) ;
13. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70) ;
14. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pasar (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 13/D) ;
15. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 7 Tahun 2002 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 4/E).
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MALANG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG TENTANG PENATAAN DAN PENGELOLAAN PASAR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Malang ;
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Malang ; 3. Bupati adalah Bupati Malang ;
4. Dinas adalah aparat pelaksana Daerah yang salah tugas pokok dan fungsinya di bidang penataan dan pengelolaan pasar ;
5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas yang yang salah satu tugas pokok dan fungsinya melaksanakan penataan dan pengelolaan pasar ;
6. Kantor Kas Daerah adalah Kantor Kas Daerah Kabupaten Malang ; 7. Pasar adalah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli
untuk melaksanakan transaksi, dimana proses jual beli terbentuk melalui tawar menawar, pasar tersebut dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, dengan tempat usaha berupa toko, kios, bedak, los dan tenda, serta halaman ikutannya yang dimiliki/dikelola dengan Hak Pemakaian Pasar oleh Pedagang Kecil dan Menengah dengan usaha skala kecil dan modal kecil dengan proses jual beli ;
8. Retribusi Penataan dan Pengelolaan Pasar yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran atas pemberian dan pemanfaatan fasilitas pasar ;
9. Pelataran adalah suatu tempat yang disediakan atau dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten yang bersifat terbuka seperti halaman, jalan, gang dan lain-lain di dalam lingkungan pasar atau pada tempat tertentu diluar kawasan pasar yang dipergunakan untuk memasarkan barang dagangan ;
10. Toko/Bedak adalah Bangunan di Pasar yang beratap dan di pisahkan satu dengan yang lainnya dengan dinding pemisah mulai
dari lantai sampai dengan langit-langit yang dipergunakan untuk usaha berjualan ;
11. Los adalah bangunan tetap dalam lingkungan pasar yang berbentuk bangunan memanjang tanpa dilengkapi dinding ;
12. Kelas Pasar adalah klasifikasi Pasar mempunyai kriteria tertentu yang meliputi bangunan-bangunan, jumlah pedagang, luas areal pasar dan sistem arus barang dan orang baik didalam maupun diluar dan melayani tingkat wilayah ;
13. Pasar Hewan adalah pasar yang khusus disediakan bagi pedagang ternak seperti lembu, kerbau, kambing dan Domba ;
14. Fasilitas lain adalah sarana atau fasilitas yang disediakan didalam Pasar yang berupa kamar mandi / WC dan peturasan ;
15. Jasa Keramaian Pasar (radius) adalah jasa yang diperoleh pedagang pada tempat seperti lapangan, jalan, gang atau pelataran serta Toko/kios di luar kawasan pasar dengan memanfaatkan keramaian pasar yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan dalam kegiatan perdagangan ;
16. Pasar Insidental adalah kegiatan pasar yang dilakukan dalam penyelenggaraannya menjadi wewenang sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah pada acara-acara tertentu ;
17. Kios/Los Pasar adalah tempat perorangan melakukan kegiatan perdagangan berbagai keperluan konsumen di Pasar;
18. Pedagang adalah perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan perniagaan/perdagangan secara terus menerus dengan tujuan memperoleh laba ;
19. Izin Pemakaian Pasar adalah Izin yang dikeluarkan oleh Bupati untuk seseorang atau badan yang memakai Toko, Kios, Los Pasar yang dikuasai Pemerintah Daerah;
20. Pedagang tidak tetap adalah seseorang yang melakukan kegiatan perdagangan tetapi tidak memiliki tempat yang tetap yang memasarkan barang/jasa pada tempat-tempat seperti pelataran, jalan, gang dan lain-lain dalam lingkungan pasar yang dikelola oleh pemerintah Kabupaten Malang ;
21. Sewa Tempat Usaha adalah pembayaran sewa atas penggunaan tempat usaha seperti Toko, Bedak dan Los di dalam Kawasan Pasar yang menjadi aset Pemerintah Kabupaten ;
22. Biaya Administrasi adalah Biaya yang dikeluarkan oleh Orang Pribadi atau Badan Hukum dalam proses pengurusan perIzinan maupun untuk mendapatkan rekomendasi/persetujuan atas fasilitas tambahan guna kepentingan kegiatan usaha perdagangan di dalam kawasan Pasar ;
23. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan,
Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik atau organisasi yang sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap dan Bentuk Badan lainnya ; 24. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan
pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan ;
25. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan ;
26. Wajib Retribusi Penataan dan Pengelolaan Pasar yang selanjutnya disebut Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi tertentu ;
27. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan ; 28. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SSRD, adalah
surat yang oleh Wajib Retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah ;
29. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SKRD, adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan besarnya pokok Retribusi ;
30. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Retribusi karena jumlah kredit Retribusi lebih besar daripada Retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang ;
31. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda ;
32. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dan Retribusi dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah dan Retribusi ;
33. Penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
PENYELENGGARAAN DAN PENATAAN
Pasal 2
(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Daerah ;
(2) Bupati berwenang menetapkan tata guna tempat atau ruangan serta lokasi di pasar ;
(3) Setiap orang atau badan dilarang menggunakan tempat dan atau ruangan pasar tanpa Izin dari Bupati ;
(4) Setiap orang atau badan yang menggunakan tempat atau ruangan pasar harus memperoleh Izin Pemakaian secara tertulis dari Bupati ;
(5) Dikecualikan dari ketentuan dalam ayat (3) adalah orang atau badan yang menikmati jasa keramaian pasar dalam radius o (nol) sampai dengan 500 (lima ratus) meter dari pasar ;
(6) Klasifikasi tempat atau ruangan di dalam pasar ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut :
a. Pertokoan :
• Tempat Kelas I : Pertokoan yang menghadap ke Jalan Raya ;
• Tempat Kelas II : Pertokoan yang menghadap ke Jalan Samping Pasar ;
• Tempat Kelas III : Pertokoan yang menghadap belakang Pasar dan ke dalam Pasar.
b. Bedak dan Los :
• Tempat Kelas I : Bedak dan Los yang letaknya berdekatan dengan Jalan masuk depan Pasar / jalan raya ;
• Tempat Kelas II : Bedak dan Los yang letaknya berdekatan dengan jalan masuk dari samping Pasar ;
• Tempat Kelas III : Bedak dan Los yang letaknya berdekatan dengan jalan masuk pertokoan yang menghadap belakang Pasar dan di dalam Pasar.
(7) Pada pasar-pasar tertentu dalam wilayah Daerah ditetapkan sebagai Pasar Hewan yang menyediakan fasilitas bagi pedagang ternak seperti lembu, kerbau, kambing dan domba yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati ;
(8) Tata cara dan syarat-syarat permohonan Izin Pemakaian Pasar diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
Pasal 3
(1) Jangka waktu pemberian Izin Pemakaian Pasar ditetapkan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak Izin dimaksud ditetapkan ;
(2) 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu/masa Izin berakhir, maka yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan perpanjangan Izin kepada Bupati ;
(3) Izin Pemakaian Pasar dan perpanjangan Izin dikenakan biaya administrasi.
Pasal 4
Setiap orang atau badan yang mengalihkan Izin Pemakaian Pasar atas Toko, Bedak dan Los serta bangunan lainnya di dalam pasar yang dikuasai Pemerintah Daerah wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. pemegang Izin Pemakaian Pasar lama diwajibkan untuk menyerahkan kembali hak pakainya kepada Pemerintah Daerah ; b. setelah mendapatkan persetujuan dari Bupati, pemohon yang akan
memakai tempat tersebut diwajibkan untuk membayar biaya balik nama atas Toko, Bedak dan Los dimaksud sebesar 5 % (lima persen) dari harga dasar.
BAB III
SEWA TEMPAT DAN BIAYA ADMINISTRASI
Pasal 5
Pemegang Izin Pemakaian Pasar dikenakan biaya Sewa Tempat Usaha dan biaya Sewa Tempat Bongkar Muat Barang bagi setiap kendaraan yang membongkar dan atau menaikkan barang dan atau untuk parkir di tempat dalam kawasan Pasar, yang di sediakan oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 6
Pemegang Izin yang menggunakan/menambah fasilitas lainnya secara tetap dalam kegiatan perdagangan di pasar, dikenakan biaya administrasi, jika akan mengajukan hal-hal sebagai berikut :
a. rekomendasi pemasangan saluran air minum ; b. Izin pemakaian tempat pemasangan reklame ; c. rekomendasi pemasangan telepon ;
d. rekomendasi pemasangan listrik ;
e. permohonan Izin merubah jenis dagangan/komoditi.
BAB IV
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Pasal 7
(1) Kewajiban Pemegang Izin, pedagang dan pemakai fasilitas Pasar : a. memelihara kebersihan, keamanan tempat dasaran dan
dagangan di lingkungan pasar serta memelihara inventaris pasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan membayar Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan sebagaimana ketentuan yang berlaku ;
b. menempati dan mengatur barang dagangannya secara teratur, rapi dan tidak mengganggu lalu lintas orang di dalam pasar ; c. memenuhi kewajiban membayar retribusi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku ;
d. menyediakan alat pemadam kebakaran, kecuali bagi para pedagang yang berjualan di halaman atau pelataran pasar ; e. menempati Toko, Bedak, dan Los atas namanya sendiri sesuai
Izin yang diberikan.
(2) Larangan bagi Pedagang /Pemakai Fasilitas Pasar :
a. merombak, menambah dan atau merubah bangunan yang telah ada tanpa Izin Bupati ;
b. menjualbelikan dan memindahtangankan Izin tanpa Izin Bupati ; c. menggelar barang dagangan di tempat lain selain dari yang
telah ditentukan oleh Bupati ;
d. bertempat tinggal di dalam pasar pada waktu antara penutupan dan pembukaan pasar ;
e. memasang alat penutup layar atap, tenda dan tambahan lainnya yang dapat mengganggu keindahan pasar ;
f. menggelar barang dagangan dan atau membuat peneduh barang dagangan ;
g. menggelar barang dagangan untuk dijual atau melakukan pekerjaan atau perusakkan jalan masuk/keluar atau jalan penghubung pasar ;
h. meletakkan barang dagangan di sepanjang jalan Pejalan Kaki;
i. menjual minum-minuman keras atau berjudi di dalam pasar ; j. melakukan sesuatu perbuatan yang sifatnya dapat mengganggu
ketertiban umum ;
k. membuang sampah tidak pada tempatnya, merusak lapangan pasar, pelataran atau bangunan pasar ;
l. memperluas area atau tempat menggelar barang dagangan ; m. mendirikan los atau bangunan dalam lapangan Pasar ; n. menyalakan api secara permanen ;
o. menimbun barang/ atau enjual barang yang mudah terbakar ; p. menyalurkan aliran listrik dari toko/bedak ke tempat yang lain
tanpa Izin dari yang berwenang.
BAB V
SANKSI PENCABUTAN IZIN
Pasal 8
(1) Izin Hak pakai fasilitas Pasar dicabut apabila :
a. pemegang Izin melanggar ketentuan Pasal 7 Peraturan Daerah ini ;
b. Izin Pemakaian Pasar telah habis dan tidak diperpanjang lagi ; c. apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Pemegang Izin tidak
menempati tempat atau ruangan yang telah diberikan Izin Pemakaian Pasar, dan Bupati telah memberikan peringatan dengan waktu yang cukup maka Bupati mencabut secara sepihak Izin Pemakaian Pasar yang telah diberikan tanpa ganti rugi ;
d. apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan tidak memenuhi kewajiban membayar retribusi dan telah memberikan tegoran dalam waktu yang cukup, maka Bupati menarik kembali dan atau membatalkan Izin Pemakaian Pasar yang telah diberikan tanpa ganti rugi ;
e. bangunan Pasar akan di hapus atau dipindahkan manakala digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk Kepentingan Umum.
(2) Selain pecabutan Izin, Pemegang Izin yang melanggar ketentuan Pasal 7 Peraturan Daerah ini dikenakan denda administrasi setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
BAB VI
NAMA ,OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI
Pasal 9
Setiap orang atau badan yang memanfaatkan pelayanan penyediaan fasilitas pasar yang dikelola oleh Pemerintah Daerah wajib membayar retribusi dengan nama Retribusi Penataan dan Pengelolaan Pasar.
Pasal 10
Obyek Retribusi adalah pelayanan penyediaan fasilitas Pasar yang berupa toko, kios, bedak, los dan tenda, serta halaman ikutannya yang khusus disediakan untuk berdagang atau kegiatan perdagangan.
Pasal 11
Subyek Retribusi adalah Orang pribadi atau Badan yang memanfaatkan pelayanan penyediaan fasilitas pasar.
BAB VII
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 12
Retribusi Penataan dan Pengelolaan Pasar termasuk Golongan Retribusi Jasa Umum.
BAB VIII
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 13
(1) Tingkat Penggunaan Jasa diukur berdasarkan tingkat pelayanan yang diberikan terhadap penyediaan fasilitas pasar ;
(2) Atas pelayanan dan jasa-jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 dipungut biaya-biaya dan ditetapkan harga dasarnya ;
(3) Selain biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pemegang Izin dipungut Retribusi Harian ;
(4) Atas jasa penyediaan fasilitas di Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) Peraturan Daerah ini, maka pedagang ternak seperti lembu, kerbau, kambing dan domba dipungut retribusi harian ;
(5) Para pedagang yang menikmati jasa keramaian Pasar dalam Radius jarak 0 (nol) sampai dengan 500 (lima ratus) meter dari lokasi Pasar dikenakan Retribusi Jasa Keramaian;
(6) Biaya-biaya, harga dasar dan Retribusi Harian serta Retribusi Jasa Keramaian ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
BAB IX
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
Pasal 14
(1) Apabila Retribusi harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) Peraturan Daerah ini dibayarkan di muka sekaligus 1 (satu ) bulan, maka wajib retribusi akan mendapatkan potongan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari tarip 1 (satu) bulan dan dibayar paling lambat tanggal 10 (sepuluh) dari bulan berjalan ;
(2) Nilai Nominal Retribusi ditentukan dengan tingkat penggunaan jasa yang diukur berdasarkan atas klasifikasi Pasar dan klasifikasi tempat/ruangan yang terdiri atas Toko, Bedak dan Los serta jenis barang dagangan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (5) Peraturan Daerah ini ;
(3) Klasifikasi Pasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) selanjutnya ditetapkan melalui Keputusan Bupati setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Malang ;
(4) Dalam hal Wajib Retribusi pembayarannya tidak tepat pada waktunya, maka dianggap retribusi yang terutang.
Pasal 15
Bentuk, warna, ukuran dan nilai nominal karcis serta benda-benda lainnya yang dipersamakan, tata cara pengadaannya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 16
Apabila dalam waktu 2 (dua) jam sesudah Pasar dimulai, pemegang hak tidak mempergunakan tempatnya (selain kegiatan Toko, Bedak dan Los yang tertutup), petugas Pasar berhak memberikan tempat berjualan tersebut kepada pedagang lain yang belum dapat tempat, dan bila yang berhak menempati datang, pedagang yang menempati sementara harus pindah dari tempat dimaksud dan terhadap pemakaian tempat tersebut diatas, tetap dikenakan dengan tarip harian yang berlaku.
Pasal 17
(1) Pedagang yang menggelar barang dagangannya pada waktu pagi, siang, sore atau malam hari wajib membayar retribusi harian sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Peraturan Daerah ini ;
(2) Pedagang yang tidak berjualan namun meninggalkan barang dagangannya di dalam Pasar wajib membayar retribusi 100 % (seratus persen).
Pasal 18
Pejabat yang mempunyai wewenang memungut retribusi wajib menyetor secara penuh hasil pungutan tersebut ke Kantor Kas Daerah.
BAB X
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 19
Retribusi yang terutang dipungut di wilayah Daerah.
BAB XI
SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 20
Saat retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yag dipersamakan.
BAB XII
TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 21
Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.
Pasal 22
(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan ;
(2) Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB XIII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 23
(1) Retribusi yang terutang harus dibayar sekaligus sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan ;
(2) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur tersendiri dengan Keputusan Bupati.
BAB XIV KEBERATAN
Pasal 24
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas ;
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal STRD diterbitkan, kecuali apabila Wajib Retribusi dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasannya ;
(4) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 25
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan ;
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang ;
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XV
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 26
(1) Atas kelebihan pembayaran pajak atau retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati ;
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memberikan keputusan ;
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan ;
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang utang retribusi tersebut ;
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB ;
(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi.
Pasal 27
(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan sekurang-kurangnya menyebutkan :
a. nama dan alamat Wajib Retribusi ; b. masa retribusi ;
c. besarnya kelebihan pembayaran ; d. alasan yang singkat dan jelas.
(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat ;
(3) Bukti penerimaan oleh pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Buapti .
BAB XVI
KADALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 28
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluwarsa setelah melampui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi ;
(2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tertangguh apabila :
a. diterbitkan Surat Teguran, atau ;
b. ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XVII
TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KADALUWARSA
Pasal 29
(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan ;
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi Daerah Kabupaten yang sudah kadaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ;
(3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kadaluwarsa diatur dengan Keputusan Bupati.
BAB XVIII PEMERIKSAAN
Pasal 30
(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah ; (2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib :
a. memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek retribusi yang terutang ;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan ;
c. memberikan keterangan yang diperlukan.
(3) Tata cara pemeriksaan retribusi diatur dengan Keputusan Bupati.
BAB XIX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 31
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi yang terutang ;
(2) Denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan Penerimaan Daerah.
BAB XX
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 32
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku ;
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas ;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah ; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau
badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah ;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah ;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah ;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana
Retribusi Daerah ;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;
j. menghentikan penyidikan ;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah menurut hukum yang bertanggung jawab.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Malang Nomor 6 Tahun 1999 tentang Retribusi Pasar di Kabupaten Daerah Tingkat II Malang, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati.
Pasal 35
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Malang.
Ditetapkan di Malang
pada tanggal 26 Mei 2003
BUPATI MALANG
SUJUD PRIBADI
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 6 TAHUN 2003
TENTANG
PENATAAN DAN PENGELOLAAN PASAR
I. PENJELASAN UMUM
Pasar merupakan sebuah perwujudan kegiatan ekonomi yang telah melembaga sejak lama, dan juga merupakan tempat bertemunya berbagai kepentingan, konsumen dan produsen. Dari segi kepentingan konsumen, pasar menjadi penyedia barang keperluan sehari-hari yang murah dan mudah untuk memperolehnya, sedangkan bagi produsen digunakan sebagai sarana untuk menawarkan barang-barang yang dihasilkannya.. Dengan adanya pasar maka dapat menumbuhkan perekonomian masyarakat setempat, dimana dengan hadirnya pasar akan memperlancar arus penyalur barang dagangan yang pada umumnya dihasilkan oleh masyarakat setempat.
Timbulnya keinginan masyarakat untuk berbelanja berdasarkan tradisi masyarakat sehingga timbullah beberapa pasar tradisional yang pada umumnya dikelola pedagang kecil dan menengah. Pertumbuhan ekonomi yang merupakan ujung tombak perekonomian nasional perlu ditingkatkan antara lain melalui terbentuknya pasar tradisional yang dapat memenuhi permintaan masyarakat yang usahanya dikelola secara maju/modern. Melalui pasar dapat bertemu pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi, dimana proses jual beli terbentuk.
Menyadari pertumbuhan ekonomi yang merupakan ujung tombak perekonomian nasional melalui terbentuknya pasar tradisional yang dapat memenuhi permintaan masyarakat, dan pasar merupakan tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi, dimana proses jual beli terbentuk , Pemerintah Kabupaten Malang menyelenggarakan pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Malang, yang didalamnya terdapat tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda, dan halaman ikutannya yang dimiliki/dikelola dengan hak pakai oleh Pedagang Kecil dan Menengah dengan usaha skala kecil dan modal kecil dengan proses jual beli.
Pasar Tradisional mengingat peranannya yang sangat strategis, selain akan menciptakan lapangan kerja yang luas juga akan dapat menumbuhkan dunia usaha dan kewiraswastaan baru dalam jumlah banyak sehingga kelompok ini mempunyai keterkaitan yang luas dengan sektor produksi dan jasa lainnya, maka Pasar Tradisional dapat menumbuhkan tata perdagangan yang lebih mantap, lancar, efisien, efektif dan berkelanjutan dalam satu mata rantai perdagangan nasional yang kokoh.
Kewenangan penyelenggaraan pasar tradisional tersebut merupakan kewenangan pangkal yang ditetapkan pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan-pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, dan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Penyelenggaraan penataan dan pengelolaan pasar tersebut untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.
Atas jasa penyelenggaraan penataan dan pengelolaan pasar tersebut layak dikenakan retribusi yang tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya.
Dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, yang menetapkan bahwa penyelenggaraan penataan dan pengelolaan pasar termasuk jenis retribusi jasa umum dengan prinsip dan sasaran dalam penetapan tarip retribusinya didasarkan pada kebijaksanaan Daerah dengan tetap memperhatikan biaya penyediaan jasa penyelenggaraan penataan dan pengelolaan pasar, dengan memperhitungkan kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pasal ini memuat pengertian istilah yang dipergunakan dalam Peraturan Daerah ini.
Dengan adanya pengertian tentang istilah tersebut dimaksudkan untuk mencegah timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami dan melaksanakan pasal-pasal yang bersangkutan, sehingga bagi Wajib Retribusi dan aparatur dalam menjalankan hak dan kewajibannya dapat berjalan dengan lancar dan akhirnya dapat dicapai tertib administrasi. Pengertian ini diperlukan karena istilah-istilah tersebut mengandung pengertian yang baku dan teknis dalam bidang Retribusi Daerah.
Pasal 2 sampai dengan Pasal 20 Cukup jelas
Pasal 21
Yang dimaksud dengan tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun, dalam pengertian ini bukan berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi, Pemerintah Daerah dapat mengajak bekerja sama badan-badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis retribusi secara efisien. Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya retribusi terutang, pengawasan penyetoran retribusi dan penagihan retribusi.
2
Pasal 22 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dokumen lain yang dipersamakan antara lain, berupa karcis, karcis masuk, kupon, kartu langganan.
Pasal 22 Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 23 Ayat (1)
Cukup jelas
Pasal 23 Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat (2) ini termasuk mengatur tentang penentuan pembayaran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran.
Pasal 24 Ayat (1) dan (2) Cukup jelas
Pasal 24 Ayat (3)
Yang dimaksud dengan keadaan di luar kekuasaannya adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak/kekuasaan Wajib Retribusi, misalnya, karena Wajib Retribusi sakit atau terkena musibah bencana alam.
Pasal 24 Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 25 Ayat (1)
Ayat ini mencerminkan adanya kepastian hukum bagi Wajib Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Bupati dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keberatan diterima.
Pasal 25 Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25 Ayat (3)
Ayat ini memberi suatu kepastian hukum kepada Wajib Retribusi bahwa dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keberatan diterima harus sudah ada keputusan.
3
Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas
Pasal 26 Ayat (2)
Bupati sebelum memberikan keputusan dalam hal kelebihan pembayaran retribusi harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.
Pasal 26 Ayat (3), dan (4) Cukup jelas
Pasal 26 Ayat (5)
Besarnya imbalan bunga atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dihitung dari batas waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB sampai dengan saat dilakukannya pembayaran kelebihan.
Pasal 26 Ayat (6) Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28 Ayat (1)
Saat kadaluwarsa penagihan retribusi ini perlu ditetapkan untuk memberi kepastian hukum kapan utang retribusi tersebut tidak dapat ditagih lagi.
Pasal 28 Ayat (2) Huruf a
Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa, kadaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.
Pasal 28 Ayat (2) Huruf b
Yang dimaksud dengan pengakuan utang retribusi secara langsung adalah Wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
Yang dimaksud dengan pengakuan utang secara tidak langsung adalah Wajib retribusi tidak secara nyata-nyata langsung menyatakan bahwa ia mengakui mempunyai utang retribusi kepada Pemerintah Daerah.
Contoh :
- Wajib Retribusi mengajukan permohonan angsuran/penundaan pembayaran;
- Wajib Retribusi mengajukan permohonan keberatan.
4
Pasal 29 sampai dengan Pasal 31 Cukup jelas
Pasal 32 Ayat (1)
Penyidik di bidang retribusi daerah adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana dan peraturan pelaksanaannya.
Pasal 32 Ayat (2) dan (3) Cukup jelas
Pasal 33 sampai dengan Pasal 35 Cukup jelas
5