BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Transportasi
Transportasi menurut Nasution (1996:50) diartikan sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan.
Sedangkan menurut Morlok (1978) transportasi didefinisikan sebagai kegiatan memindahkan atau mengangkut sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain. Sehingga dengan kegiatan tersebut maka terdapat tiga hal yaitu adanya muatan yang diangkut, tersedianya kendaraan sebagai alat angkut dan terdapatnya jalan yang dapat dilalui.
Transportasi sebagai dasar untuk pembangunan ekonomi dan pengembangan masyarakat serta pertumbuhan indestrialisasi. penyediaan fasilitas dan kapasitas angkut dengan menyesuaikan jenis moda yang digunakan. janis moda transportasi terbagi sesuai jenis transportasi yang terbaggi menjadi tiga yaitu transportasi darat, air dan udara. (Nasution (1996). Perencanaan Transportasi Udara)
2.1.1. Moda Transportasi Darat
Moda transportasi darat terdiri dari seluruh bentuk alat transportasi yang beroperasi didarat. moda transportasi ini sering disebut identik dengan moda transportasi jalan raya (Warpani, 1990). moda transportasi darat terdiri dari berbagai varian jenis alat transportasi dengan ciri khusus. Menurut (Miro, 2012), Transportasi darat dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Geografis Fisik, terdiri dari moda transportasi jalan rel, moda transportasi perairan daratan, moda transportasi khusus dari pipa dan kabel serta moda transportasi jalan raya.
b. geografis administratif, terbagi atas transportasi dalam kota, desa, antar-kota dalam provinsi (AKDP), antar-kota antar- provinsi (AKAP) dan lintas batas antar-negara (internasional).
Berikut adalah jenis-jenis moda transportasi darat yaitu:
1. Bus 2. Motor 3. Mobil 4. Sepeda 5. Kereta Api 6. Truk, dll.
2.1.2. Moda Transportasi Air
Moda transportasi air yaitu seluruh bentuk transportasi yang menggunakan jalur penghubungnya adalah di aliran air, entah itu sungai, danau, atau laut. Contoh moda transportasi air menurut (Nursalam, 2016 & Fallis, 2013) yaitu :
1. Kapal 2. Perahu 3. Sampan
2.1.3. Moda Transportasi Udara
Moda transportasi udara adalah bentuk transportasi yang menggunakan udara sebagai sarana penghubung lalu lintasnya.
trasnportasi udara yaitu menggunakan pesawat terbang sebagai alat transportasinya yang akan membawa barang dan manusia untuk dipindahkan ke temat tujuan. Dalam hal ini pesawat udara diatur oleh pemerintah untuk sistem penerbangannya hanya dapat dilakukan di bandar udara. (Prakarsa, 2012)
2.2 Definisi Bandar Udara
Bandar udara atau yang biasa kita sebut dengan bandara atau airport adalah salah satu fasilitas transportasi dimana pesawat terbang, seperti pesawat penumpang, helikopter dapat lepas landas dan mendarat. Fasilitas paling minim memiliki sebuah landasan pacu atau helipad (untuk pendaratan helikopter), sedangkan untuk bandara-bandara besar dilengkapi
Bandar udara merupakan area daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang dipergunakan secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat.
Transportasi udara umumnya dibagi menjadi 3 golongan yaitu, angkutan udara, penerbangan umum dan militer. Berikut adalah istilah yang berkaitan dengan operasi penerbangan adalah :
a. Penerbangan terjadwal
Penerbangan secara teratur dan tetap pada jalur – jalur tertentu untuk mengangkut penumpang, barang dan pos.
b. Penerbangan tidak terjadwal
Penerbangan sewaktu-waktu pada jalur – jalur yang diperlukan untuk pengangkutan penumpang, barang, pos dan termasuk carteran.
Bandar udara merupakan salah satu fasilitas transportasi sebagai perantara (interface) antara tran sportasi darat, yang secara umum fungsinya sama dengan terminal yaitu, tempat pelayanan bagi keberangkatan/kedatangan pesawat, bongkar muat barang atau naik turun penumpang, tempat perpindahan (interhange) antar moda transportasi udara dengan moda transportasi yang sama (transit) atau dengan moda transportasi lainnya, tempat klasifikasi barang/penumpang, tempat penyimpanan barang (storage), sebagai tempat untuk pengisian bahan bakar, perawatan dan pemeriksaan kondisi pesawat sebelum dinyatakan layak terbang.
(Transportasi, 1993) 2.3 Klasifikasi Bandar Udara
Di Indonesia klasifikasi Bandar udara sesuai dengan keputusan Menteri Perhubungan No. 36 Tahun 1993 didasarkan pada beberapa kriteria berikut ini :
a. Komponen jasa angkutan udara
b. Komponen pelayanan keselamatan dan keamanan penerbangan
c. Komponen daya tampung bandara (landasan pacu dan tempat parkir pesawat)
d. Komponen fasilitas keselamatan penerbangan (fasilitas ekonomika dan listrik yang menunjang operasi fasilitas keselamatan penerbangan) e. Komponen status dan fungsi bandara dalam konteks keterkaitannya
dengan lingkungan sekitanya
Sesuai dengan Keputusan Menteri perhubungan No.44 Tahun 2002 tentang Tatanan Kebandaraan Nasional, pengklasifikasian Bandar Udara dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok A, B dan C, pembagian klasifikasi menjadi tiga kelompok didasari dari Jenis Pengendalian Ruang udara disekitar Bandara, Fasilitas Bandar udara dan Kegiatan Operasi Bandar udara. (Menteri Perhubungan Republik Indonesia, 2018)
Tabel 2. 1 Kegiatan Operasi Bandar Udara Kelompok
Bandar Udara
Tingkat Pelayanan
LLU
Fasilitas dan Kegiatan Operasional Bandar Udara Landasan Faslektrik Security PKP-PK
A Un-Attended 1 1
A
1
2 B
3
B AFIS 2
II C
4
5
III D
6
C ADC
3 IV
E 7
V 8
4 F 9
VI 10
Sumber: Keputusan Menteri Perhubungan No. 44 Tahun 2002
2.4 Klasifikasi Bandar Udara
Inilah beberapa syarat utama yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk bisa dikatakan sebagai bandar udara, yaitu :
2.4.1. Prasarana dan Sarana
1. Konfigurasi landasan pacu (Runway)
Landasan pacu (runway) terdapat banyak konfigurasi
pacu sejajar ambang rata, landasan pacu sejajar tidak ambang rata, landasan pacu dua jalur, landasan pacu berpotongan dan landasan pacu V terbuka. Pada umumnya badar udara yang ada di Indonesia banyak yang menggunakan landasan pacu tunggal dan ada yang sejajar ambang rata. Pada landasan tumggal ini hanya berkapasitas 50 sampai 100 operasi per jam pada keadaan VFR (Visual Flight Rules) dan 50 sampai 70 operasi per jam pada keadaan IFR (Instrument Flight Rules). Sedangkan bila landasan pacu sejajar, kapasitas operasinya dari 100 sampai 200 per jam pada kondisi VFR.
2. Landasan Hubung (Taxiway)
Fungsi dari landasan hubung (Taxiway) adalah untuk memberikan jalan masuk dari landasan pacu kedaerah terminal dan hangarpemeliharaan atau sebaliknya. Landasan hubung harus diatur sedemikian rupa agar pesawat yang baru mendarat tidak mengganggu gerakan pesawat yang sedang bergerak perlahan untuk lepas landas. Landasan hubung biasanya dbuat siku-siku dengan sedikit modifikasi agar kecpatan pesawat tidak rendah saat melewati membelok di landasan hubung.
3. Holding Apron dan Holding Bay
Holding apron atau yang biasa disebut warm up adalah salah satu sarana yang lokasinya sangat dekat dengan ujung landasan yang berguna untuk menunggu perintah lepas landas dari ATC. Apron ini dibuat dengan cukup luas (untuk menampung dua sampai empat pesawat) agar saat pesawat tidak bisa melakukan take off bisa disalip oleh pesawat lain yang antri untuk lepas landas.
Holding bay adalah salah satu bagian konfigurasi bandara yang digunakan untuk parkir sementara pesawat.
Holding bay sangat diperlukan untuk bandara dengan sifat bandara sibuk karena terjadi fluktuasi permintaan yang besar dibandingkan dengan kapasitas landasan pacu (runway).
2.4.2. Fasilitas Utama Bandara
Fungsi utama bandara adalah melayani lalu lintas pesawat dan penumpang pesawat. Dibandara juga harus mempunyai fasilitas pendukung yaitu resturant, toilet, toko cinderamata, cafe dan lain- lain. Fasilitas utama bandara antara lain :
1. Curbside yaitu tempat yang terdiri dari ruang dimana kendaraan berhenti menurunkan penumpang dan barang menuju ke muka pintu check in.
2. Ruang check in dan kontrol keselamatan menggunakan X-ray security scanner. Check in merupakan tahapan yang sangatpenting yang harus dilalui dalam pelayanan penumpang ditempat bandara. Mesin X-ray juga harus di sediakan untuk kedatangan penumpang domestic maupun internasional.
3. Ruang keberangkatan / ruang tunggu keberangkatan haruslah luas dan dapat menampung penumpang pada jam-jam sibuk.
4. Ruang pengambilan bagasi terdapat diterminal kedatangan. Dan beberpa fasilitas pendukung lainyya adalah sistem draimase, jaringan jalan dan jaringan listrik.
2.5 Prakiraan Pertumbuhan Lalu Lintas
Untuk memperkirakan pertumbuhan lalu lintas adalah dengan peramalan pertumbuhan pergerakan pesawat dan penumpang. Peramalan pertumbuhan pergerakan pesawat dan penumpang dapat dihitung menggunakan analisa regresi (proyeksi kecenderungan). Untuk memperkirakan jumlah pergerakan pesawat dan penumpang tahun rencana untuk kondisi peak hour adalah dengan langsung mengalikan R dengan peramalan jumlah pergerakan harian rata-rata pada bulan puncak tahun rencana.
Untuk perhitungan peramalan pertumbuhan pergerakan penumpang stelah di analisis regresi dan diketahui jumlah pada jam puncaknya, selanjutnya dapat dihitung sesuai aturan FAA dengan metode Typical Peak
Hour Passanger (TPHP) yang ditetapkan seperti FAA (Federal Aviation Administration, 2009) pada :
Tabel 2. 2 Typical Peak Hour Passanger (TPHP) Total Annual Passanger (ft) TPHP % Annual Passanger
20.000.000 0.03
10.000.000 – 19.999.999 0,035
1.000.000 – 9.999.999 0,04
500.000 – 499.000 0,05
100.000 – 499.000 0,065
100.000 0,12
Sumber: FAA 150/50-70-6B
Pengembangan bandar udara dilakukan berdasarkan proyeksi perkiraan dan permintaan (forecat and demand). Perkiraan kebutuhan harus meliputi operasi penerbangan pesawat, jumlah penumpang, volume barang, parkir kendaraan dan lalu lintas darat. Perkiraan bukan hanya berupa ramalan tahunan tetapi juga berupa rmalan pada jam puncak harian (peak hour), dan bulan puncak dalam tahun tertentu (peak month).
Perkiraan lalu lintas bandar udara dibagi tiga, yaitu:
a. Ramalan jangka pendek, yaitu sekitar 5 tahun b. Ramalan jangka menengah, yaitu sekitar 10 tahun c. Ramalan angka panjang, yaitu sekitar 20 tahun
Pemilihan metode didasarkan pada fungsi penggunaan peramalan, ketersediaan data, ketersediaan dana, waktu peramalan, derajat kejenuhan yang diinginkan, serta kecanggihan teknik yang digunakan. Beberapa metode peramalan yang dapat digunakan adalah sebeagai berikut.
1. Metode Analisis Rata-rata Geometrik
Metode analisis rata-rata geometrik digunakan untuk menghitung rata-rata tingkat pertumbuhan kumulatif dari tahun ke tahun. Analisis terhadap data sekunder dilakukan untuk memperkirakan jumlah masing-masing data pada tahun x mendatang dengan menggunakan metode analisis rata-rata geometrik atau metode faktor pertumbuhan rata-rata jumlah penumpang dengan menggunakan rumus berikut :
Pn = P0 (1 + r)n Dimana :
Pn : Data pada tahun ke-n dari tahun terakhir P0 : Data pada tahun terakhir yang diketahui n : tahun ke-n dari tahun terakhir
r : tingkat pertumbuhan rata-rata 2. Metode Perhitungan Jam Pucak
Perhitungan jam puncak perlu dilakukan sebagai dasar acuan kondisi paling maksimum dalam penggunaan runway dan apron. Selain itu, metode ini juga digunakan untuk mengetahui tingkat pergerakan maksimum pada kondisi peak hour. Berdasarkan data yang ada, dapat diketahui jumlah pergerakan harian rata-rata di runway dalam 1 tahun dan jumlah pergerakan pesawat di runway pada bulan puncak dalam 1 tahun. Menurut Pignataro dan Cantili (1973), rasio jumlah pergerakan pesawat pada bulan puncak dalam 1 tahun dapat diketahui dengan menggunakan rumus berikut:
Nyear Nmonth Rmonth
Dimana:
Rmonth : Peak month ratio
Nmonth : jumlah pergerakan total pesawat di runway saat bulan puncak
NYear : jumlah pergerakan total pesawat di runway dalam 1 tahun
2.6 Data Karakteristik Pesawat sesuai dengan FAA dan SKEP
Menurut (Federal Aviation Administration, 2014) dan SKEP77 penggolongan pesawat dibagi seperti tabel dibawah berikut:
Tabel 2. 3 Tabel Penggolongan Pesawat Menurut FAA
Sumber: FAA AC 150/5300-13
Tabel 2. 4 Pengelompokan Bandar Udara dan Golongan Pesawat Berdasarkan Kode Referensi
Kelompok Bandar
Udara
Kode Angka
ARFL ( Aeroplane Reference Field Lenght)
Kode
Huruf Bentang Sayap A
(Unttended)
1 A
B (AVIS) 2 B
C (ADC)
3 C
4
D E F Sumber: SKEP/77/VI/2005
2.7 Analisis Angin (Cross Wind)
Analisa angin adalah dasar dari perencanaan lapangan terbang sebagai pedoman pokok. Pada umumnya, Runway (R/W) dibuat sedapat mungkin harus searah dengan arah angin yang dominan (Prevalling Wind), agar gerakan pesawat pada saat take off dan landing dapat bergerak bebas dan aman, sejauh komponen angin samping (Cross Wind) yang tegak lurus arah bergeraknya pesawat. Maksimum Cross Wind yang diijinkan tidak hanya tergantung pada ukuran pesawat, tapi juga pada konfigurasi sayap dan kondisi perkerasan landasan.
Category Landing Speed Group Tail
Height (ft) Wingspan (ft)
A Less than 91
knots I < 20 <49
B 91 – 120 knots II 20 - <30 49 - <79 C 121 – 140 knots III 30 -<45 79 - <118 D 141 – 165 knots IV 45 - <60 118 - <171
E More than 166
knots V 60 - <66 171 - <214
VI 66 - <80 214 - <262
Analisa angin sangat penting dalam merencanakan arah runway.
Demi keamanan penerbangan terdapat batasan crosswind maksimum yang dperkenankan bertiup di landas pacu ketika pesawat hendak lepas landas atau mendarat. Maksimum crosswind yang diizinkan tergantung bukan saja pada ukuran pesawat, tetapi juga kepada konfigurasi sayap dan kondisi perkerasan landasan. FAA menetapkan besarnya batasan crosswind yang diizinkan berdasarkan jenis pesawat, lebar sayap dan kecepatan approach.
Tabel 2. 5 Batasan crosswind maksimum menurut FAA Kode Acuan Bandar
Udara
Lebar Landas Pacu Crosswind yang diizinkan
Ft Knots Km/Jam
A-I dan B-I < 75 10,5 19,5
A-II dan B-II 75 - 100 13 24
A-III, B-III, C-I
through D-III 100 -150 16 29,5
A-IV through D-VI 150 20 37
Sumber: FAA 150/5300-13
Persyaratan FAA (Federal Aviation Administration) untuk Crosswind semua lapangan terbang (kecuali utility) :
Run Way harus mengarah sedemikian sehingga pesawat take off dan landing pada 95% dari waktu dan Cross Wind.
Crosswind tidak melebihi 13 knots (15 mph), untuk utility Cross Wind diperkecil menjadi 11,5 mph.
Persyaratan ICAO (International Civil Aviation Organization):
Pesawat dapat take off dan landing pada sebuah lapangan terbang, minimal 95 % dari waktu dan komponen Cross Wind. Berikut ini adalah klasifikasi panjang landasan pacu (ARFL / Aeroplane Reference Field Length) ICAO:
Cross Wind 20 knots (37 km/jam) ARFL = 1500 m atau lebih Cross Wind 13 knots (24 km/jam) ARFL = 1200 s.d 1499 Cross Wind 10 knots (19 km/jam) ARFL < 1200 m
Menurut ICAO dan FAA, penentuan arah runway harus dibuat berdasarkan arah yang memberikan wind coverage yang sedemikian rupa, sehingga pesawat dapat take off dan landing minimal 95 % dari waktu dan cross wind. (Ir. Heru Basuki: Merancang dan Merencana Lapangan Terbang, Hal.161-163)
Dari data table frekuensi angin yang diberikan dapat dilakukan analisa angin untuk setiap arah angin dan kecepatannya.
Tabel 2. 6 Data Frekuensi Angin Bandara Dewandaru Kec
Arah
0-3 Knots
3-6 Knots
6-10 Knots
10-16 Knots
16-22 Knots
> 22
Knots Jumlah
CALM 3815 0 0 0 0 0 3815
N 0 70 90 70 100 80 410
NE 0 70 90 70 100 80 410
E 0 90 110 70 120 80 470
SE 0 90 110 80 120 70 470
S 0 80 200 80 120 70 550
SW 0 80 80 0 120 70 350
W 0 0 80 0 120 90 290
NW 0 0 0 0 120 90 210
Jumlah 3815 480 760 370 920 630 6975
Sumber: Data Bandara Dewandaru Karimunjawa
2.8 Lebar Jalur Kontrol Angin
Gunakan Tabel 1-4 (Lapangan Terbang, Ir.H. Basuki, hal 41) ARFL Code dari ICAO:
o Pesawat ATR - 42 - 500
 Kode angka huruf = 4 D
 ARFL = 1.164 m
 Jarak terluar roda pendaratan = 9 – 14 m
 Wingspan = 47.35 m
 Nilai maksimum permissible crosswind = 20 knots
 Lebar jalur kontrol angin = 40 knots o Pesawat ATR. 72-600
 Kode angka huruf = 4 E
 ARFL = 3.060 m
 Jarak terluar roda pendaratan = 12.4 m
 Wingspan = 59.6 m
 Nilai maksimum permissible crosswind = 20 knot
 Lebar jalur kontrol angin = 40 knots
Dari beberapa data pesawat rencana diatas, dipilih ARFL terbesar yang akan menjadi dasar dari perencanaan RunWay.
2.9 Landasan Pacu (Runway)
Panjang landasan pacu menurut FAA dihitung dengan dua kondisi yaitu kondisi mendarat (landing) dan akan terbang (take off) lalu membandingkannya dan diambil yang terbesar sedangakan menurut SKEP dihitung berdasarkan ARFL pesawat dengan dikoreksi oleh elevasi, temperature, dan kemiringan seperti penjelasan berikut :
a. Koreksi elevasi (Fe)
ARFL bertambah 7% untuk setiap kenaikan 300 m dihitung dari ketinggian muka laut
 
 
1 0,07 300h Fe
b. Koreksi temperatur
Untuk memperhitungkan panjang runway terhadap temperatur sebesar 1% untuk kenaikan 1o C. Sedangkan untuk setiap kenaikan 1000 m dari permukaan laut rata-rata temperatur berkurang 6,5o C. Sebagai standarnya dipilih temperatur 15o C diatas muka laut. Dari data, temperatur tertinggi terjadi pada bulan agustus 2015 sebesar 25o C.
) 0065 , 0 15 ( ( 01 , 0
1 T h
Ft   
c. Koreksi kemiringan
Faktor koreksi kemiringan sebesar 10% untuk setiap kemiringan 1 % Fs = 1 + 0,1 S . Dari perhitungan koreksi diatas, maka ditentukan panjang runway terkoreksinya sebagai berikut :
ARFL = Ukuran Dimensi Runway existing x Fe x Ft x Fs
Lebar suatu runway tidak boleh kurang dari yang telah ditentukan dengan menggunakan tabel berikut :
Tabel 2. 7 Lebar Runway menurut FAA Kategori
Grup Desain Pesawat
I II III IV V VI
Landasan pacu A & B dengan jarak pandang minimum tidak lebih rendah dari 1200 m
18 m 23 m 30 m 45 m - - Landasan pacu A & B
dengan jarak pandang minimum di bawah 1200 m
30 m 30 m 30 m 45 m - -
C & D 30 m 30 m 30 m 45 m 45 m 60 m
Sumber: FAA 150/5300-13
Tabel 2. 8 Lebar Runway menurut SKEP77 Kode nomor
Code Letter
A B C D E F
1 18 m 18 m 23 m - - -
2 23 m 23 m 30 m - - -
3 30 m 30 m 30 m 45 m - -
4 - - 45 m 45 m 45 m 60 m
Sumber : (Udara, 2007) SKEP/77/VI/2005
Bahu adalah area pembatas pada akhir tepi perkerasan landas pacu yang dipersiapkan menahan erosi hembusan jet dan menampung peralatan untuk pemeliharaan dalam keadaan darurat, serta untuk penyediaan daerah peralihan antara bagian perkerasan dan runway strip.
Untuk aturannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. 9 Bahu Landasan Pacu menurut FAA Kategori
Airplane Design Group
I II III IV V VI
Landasan pacu A& B dengan jarak pandang minimum tidak lebih rendah dari 1200 m
3 m 3 m 6 m 7,5 m
Landasan pacu A& B dengan jarak pandang minimum dibawah 1200 m
3 m 3 m 6 m 7,5 m
C & D 3 m 3 m 6 m 7,5 m 10,5 m 12 m
Sumber: FAA 150/5300-13
Tabel 2. 10 Bahu Landasan Pacu menurut SKEP77 Code
Letter
Penggolongan Pesawat
Lebar Shoulder (m)
Kemiringan Maksimum Shoulder
A I 3 2,5
B II 3 2,5
C III 6 2,5
D IV 7,5 2,5
E V 10,5 2,5
F VI 12 2,5
Sumber: SKEP/77/VI/2005
Declared distance adalah jarak operasional yang diberitahukan kepada pilot untuk tujuan take off, landing atau pembatalan take off yang aman. Jarak ini digunakan untuk menentukan apakah runway cukup untuk take off atau landing seperti yang diusulkan atau untuk menentukan beban maksimum yang diijinkan untuk landing atau take off.
d. Analisis Kapasitas Runway Eksisting
Perhitungan kapasitas runway eksisting dilakukan pada tahun tersibuk, saat dimana jumlah penerbangan melebihi tahun-tahun lainnya dalam periode pengamatan. Pesawat lalu dikategorikan berdasarkan berat dan spesifikasi mesin seperti dirinci pada dokumen Aircraft Type Designators FAA. Adapun untuk perhitungan matriks waktu pemisahan dibutuhkan pengelompokkan pesawat menurut kecepatan pendekatan (approach), teknis hal ini sama seperti subbab sebelumnya dengan tambahan pengelompokkan kecepatan approach menjadi seragam untuk satu kelompok pada proses perhitungan. Spesifikasi itu ditampilkan pada dokumen asli seperti pada gambar 4.2 Berdasarkan standar tersebutlah dikelompokkan pesawat yang menggunakan runway pada tanggal tahun 2016.
2.9 Landasan Hubung (Taxiway)
Landasan hubung atau Taxiway adalah jalan penghubung antara landas pacu dengan pelataran pesawat (apron), kandang pesawat (hangar), terminal atau fasilitas lainnya disebuah bandar udara. Panjang Taxiway dapat dicari dengan pendekatan rumus berikut :
) 5 , 22 ( )
(   
 R L x
T
Dimana:
R = Lebar runway strip (m)
L = Jarak dari runway strip sampai ekor pesawat (m)
x = Lebar ruang bebas dibelakan ekor pesawat, yang merupakan total dari lebar clearance + 0,5 x wingspan (m)
Untuk lebar Taxiway ditentukan oleh tabel seperti berikut:
Tabel 2. 11 Dimensi Taxiway menurut FAA
Sumber: FAA 150/5300-13
Tabel 2. 12 Dimensi Taxiway menurut SKEP 77
Code Letter Penggolongan Pesawat
Lebar Taxiway (m)
Jarak bebas minimum dari sisi terluar roda utama dengan tepi taxiway
(m)
A I 7,5 1,5
B II 10,5 2,25
C III 15 3
18 4,5
D IV 18
23 4,5
E V 25 4,5
F VI 30 4,5
Sumber: SKEP/77/VI/2005
Penggolongan Pesawat
Lebar Taxiway
(m)
Lebar Bahu Taxiway
(m)
Jarak bebas minimum dari sisi terluar roda utama dengan tepi
taxiway (m)
I 7,5 3 1,5
II 10,5 3 2,25
III 15 6 3
IV 23 7,5 4,5
V 23 10,5 4,5
VI 25 12 4,5
2.10 Terminial Area (Apron)
2.10.1. Perencanaan Terminal Area (Apron)
Apron merupakan bagian lapangan terbang yang disediakan untuk memuat, dan menurunkan penumpang dan barang dari pesawat, pengisian bahan bakar ,parkir pesawat dan pengecekan alat mesin yang seperlunya untuk pengoperasian selanjutnya. (Basuki, 2008)
Dimensi apron dipengaruhi oleh :
 Jumlah gate position
 Konfigurasi parkir pesawat
 Cara pesawat masuk dan keluar
 Karakteristik pesawat terbang, termasuk pada lepas landas (take off) dan mendarat (landing).
2.10.2. Luas Terminal Area (Apron) Panjang apron :
Panjang apron dihitung dengan menggunakan rumus :
Dimana:
P = Panjang apron G = Gate position W = Wingspan
Pb = Panjang badan pesawat
C = Wing tip clearance (dari tabel ICAO table 4-13) 2.10.3. Lebar Terminal Area (Apron)
Lebar apron dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
2.11 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian.
P = G . W + (G-1) c + 2Pb
L = 2.Pb + 3.c
Adapun hasil-hasil penelitian yang dijadikan perbandingan tidak terlepas dari topik penelitian yaitu mengenai analisis dan redesain runway, taxiway dan apron. Perbandingan dengan penelitian terdahulu:
1. Rindu Twidi Bethary 2016, Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2016. Dalam jurnal yang berjudul ANALISA PENGEMBANGAN GEOMETRI LANDASAN (STUDI KASUS BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA), menjelaskan tentang :
1) Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat atau lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan atau bongkar muat kargo dan atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda. Bandar udara merupakan area daratan atau udara yang secara teratur digunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat.
2) Bandar Udara Internasional Husein Sastranegara mempunyai 1 landasan pacutunggal, enam landasan hubung (A, B, C, D, E, F) dimana landasan hubung A dan B merupakan landasan hubung untuk pesawat militer, landasan hubung C, D untuk pesawat komersil dan landasan hubung E, F untuk pesawat kecil seperti pesawat Cessna dan sebagainya. Landasan pacu bandara ini hanya bisa di landasi oleh pesawat Boeing 737-800/Airbus A320 atau pesawat dengan ukuran yang dibawah dari yang disebutkan sebelumnya. Permintaan terhadap transportasi udara dari dan menuju Bandung dan sekitarnya yang semakin meningkat.
3) Tahun rencana yang dipakai adalah 5 th dan perlu dievaluasi lagi.
Panjang landasan pacu yang dibutuhkan untuk jenis pesawat rencana boeing 787-9. Dreamliner menurut FAA sebesar 3746 m dan, menurut aturan SKEP sebesar 3800 m. sedangkan eksisting hanya 2220 m. Untuk lebar landasan dibutuhkan sebesar 45 m dan eksistingnya sama dengan hasil perhitungan. (Kasus & Husein, 2016)
2. Seno 2015, Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2015. Dalam jurnal yang berjudul ANALISIS PENGGUNAAN LANDASAN PACU (RUNWAY) PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL EL TARI (STUDI KASUS BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA), (Seno & Ahyudanari, 2015) menjelaskan tentang :
1) Bandar Bandar Udara Internasional El Tari adalah salah satu gerbang transportasi udara di NTT yang mengalami pertumbuhan lalu lintas dan peningkatan jumlah penumpang yang pesat.
Peningkatan jumlah pergerakan pesawat diiringi dengan peningkatan jumlah penumpang di Bandar Udara Internasional El Tari yang akan berwisata di pulau Timor atau hanya transit untuk melakukan penerbangan selanjutnya ke daerah lain di NTT.
Namun, peningkatan pergerakan pesawat belum diiringi dengan pengembangan infrastruktur bandar udara. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi terhadap fasilitas Bandar Udara Internasional El Tari agar dapat menunjang pertumbuhan lalu lintas penerbangan yang terjadi. Bandar Udara Internasional Husein Sastranegara mempunyai 1 landasan pacu tunggal, enam landasan hubung (A, B, C, D, E, F) dimana landasan hubung A dan Bmerupakan landasan hubung untuk pesawat militer, landasan hubung C, D untuk pesawat komersil dan landasan hubung E, F untuk pesawat kecil seperti pesawat Cessna dan sebagainya. Landasan pacu bandara ini hanya bisa dilandasi oleh pesawat Boeing 737-800/Airbus A320 atau pesawat dengan ukuran yang dibawah dari yang disebutkan sebelumnya. Permintaan terhadap transportasi udara dari dan menuju Bandung dan sekitarnya yang semakin meningkat.
2) menganalisis penggunaan landasan pacu (Runway) pada Bandar Udara Internasional El Tari. Survei untuk mendapatkan data primer dilakukan secara langsung di Bandar Udara Internasional El Tari, serta pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari PT Angkasa Pura I (Persero) berupa layout Bandar Udara Internasional El Tari,
konfigurasi runway, waktu pengoperasian runway, dan data pergerakan pesawat dan peningkatan jumlah penumpang pada tahun 2012-2017.
3. Dwi E 2017, Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2017. dalam jurnal yang berjudul PERENCANAAN PENGEMBANGAN RUNWAY DAN TAXIWAY BANDAR UDARA JUWATA – TARAKAN,(Dwi, 2017) menjelaskan tentang :
1) Adapun komponen-komponen dari sistem tersebut adalah:
Runway, Taxiway, Apron, terminal building/gedung terminal;
gudang, tower/menara pengontrol, fasilitas keselamatan pemadam kebakaran, utility (fasilitas listrik, telpon dll menganalisis penggunaan landasan pacu (Runway) pada Bandar Udara Juwata – Tarakan. Survei untuk mendapatkan data primer dilakukan secara langsung di Bandar Udara Juwata – Tarakan, serta pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari PT Angkasa Pura I (Persero) berupa layout Bandar Udara Juwata – Tarakan, konfigurasi runway, waktu pengoperasian runway, dan data pergerakan pesawat dan peningkatan jumlah penumpang pada tahun 2012-2017.