7 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Sistem Pakar
Sistem Pakar adalah suatu sistem yang menggunakan pengetahuan yang dimiliki manusia kemudian diimplementasikan ke dalam suatu komputer untuk memecahkan masalah yang biasanya ditangani oleh seorang pakar (Turban, 1995).
Dengan adanya sistem pakar, diharapkan bisa membantu bagi orang awam untuk menghemat waktu dalam pengambilan keputusan serta dapat bekerja dengan informasi yang tidak lengkap atau tidak pasti (Kusumadewi, 2003).
2.2 Penyakit Jantung Koroner
Penyakit kardiovaskular atau yang biasa disebut penyakit jantung umumnya mengacu pada kondisi yang melibatkan penyempitan atau pemblokiran pembuluh darah yang bisa menyebabkan serangan jantung, nyeri dada (angina) atau stroke.
Kondisi jantung lainnya yang mempengaruhi otot jantung, katup atau ritme, juga dianggap bentuk penyakit jantung (American Heart Association, 2017).
Menurut WHO (2016), penyakit jantung koroner adalah kelainan pada pembuluh darah yang menyuplai otot jantung. Kondisi ketika pembuluh darah jantung (arteri koroner) tersumbat oleh timbunan lemak. Bila lemak makin menumpuk, maka arteri akan makin menyempit, dan membuat aliran darah ke jantung berkurang. Menjalani pemeriksaan rutin merupakan tindakan utama untuk dapat terhindar dari terkena serangan penyakit jantung koroner ini.
Penyakit jantung koroner terbentuk secara perlahan-lahan dan dalam waktu yang lama, kebanyakan orang yang pengidap penyakit ini tidak menyadari jika mereka sudah atau mengalami penyakit jantung koroner ini sejak lama, dan
8 menyadari jika telah parah. Biasanya gejala yang paling awal adalah nyeri dada atau sesak napas. Tidak semua nyeri dada disebabkan oleh penyakit jantung koroner.
Menurut Riesma Viovica Sari (2020), penderita penyakit jantung koroner mempunyai gejala-gejala, seperti :
1. Rasa sesak nafas yang berat.
2. Biasanya rasa nyeri terasa di tengah dada, lalu menyebar kesisi kiri, kedua lengan, sampai ke leher dan rahang.
3. Kejang-kejang tanpa ada penyebabnya.
4. Gejala lain : pingsan tiba-tiba, nafas pendek, berkeringat dingin dan sering merasa kelemahan yang menyeluruh atau kelelahan.
Sedangkan untuk pengobatan penyakit jantung koroner dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Perubahan gaya hidup.
2. Minum obat-obatan yang diberikan oleh dokter.
3. Prosedur medis.
2.3 Algoritma Analytical Hierarchy Process (AHP)
Menurut Sulistiyani dkk (2017), AHP merupakan suatu metode yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan suatu masalah kompleks, seperti permasalahan : perencanaan, penentuan alternatif dan penyusunan prioritas. Suatu masalah yang dipecahkan menggunakan metode AHP dikatakan kompleks jika struktur permasalahan tersebut tidak akurat, sehingga input yang digunakan untuk menyelesaikan masalah ini adalah pemikiran manusia. Namun, agar memiliki
9 hasil yang maksimal harus datang dari orang yang memiliki keahlian (expert) dalam bidang yang akan dijadikan objek (Saaty, 1980).
Menurut Kusrini (2007), ada beberapa prinsip pada AHP, yaitu:
1. Membuat Hierarki
Hierarki digunakan untuk mempermudah pemahaman yaitu dengan cara memecahnya menjadi elemen-elemen pendukung, menyusun elemen secara hierarki dan menggabungkannya.
2. Penilaian Kriteria dan Alternatif
Menurut Saaty (1993) dalam bukunya skala 1 sampai 9 untuk menentukan hasil pendapat pakar. Nilai dari skala perbandingan diukur menggunakan tabel analisis sebagai berikut.
Tabel 2.1 Skala Perbandingan Berpasangan (Saaty, 2004)
Intensitas Kepentingan Keterangan
1 Kedua elemen sama penting
3 Elemen yang satu sedikit lebih
penting dari elemen yang lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting
daripada yang lainnya
7 Satu elemen jelas lebih mutlak
penting daripada elemen lainnya
2,4,6,8
Nilai diantara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang
berdekatan
Kebalikan
Nilai kebalikan A(i,j) = 1/A(j,i) di mana A adalah matriks perbandingan berpasangan antar elemen baik kriteria, subkriteria
maupun alternatif tujuan
10 3. Menentukan prioritas
Untuk setiap kriteria dan alternatif perlu dilakukan perbandingan berpasangan. Nilai-nilai perbandingan relatif dari seluruh alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan judgment yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan proritas. Bobot dan proritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematika.
Tabel 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan
C1 C2 ... Ci
C1 1 C1 ... C1
C2 Ci,j 1 ... ...
... ... ... 1 ...
Cj Cj,1 ... ... 1
Untuk menghitung pengisian kolom Ci,j dengan menggunakan persamaan (2.1)
Ci,j = 1
𝐶𝑗,𝑖 ...(2.1) 4. Normalisasi Matriks
Menjumlahkan nilai pada setiap kolom matriks dan membagi nilai pada setiap kolom dengan total kolom matriks tersebut untuk mendapatkan nilai normalisasi. Perhitungan normalisasi matriks dengan Nnew = nilai elemen matriks baru, Ni = Nilai elemen kolom matriks, dan Ki = nilai jumlah total pada kolom tersebut.
Nnew = 𝑁𝑖
𝐾𝑖 ...(2.2)
11 5. Pembobotan
Penjumlahan nilai dari setiap baris dan kemudian dibagi dengan jumlah kriteria akan menghasilkan nilai pembobotan. Rumus untuk mendapatkan hasil pembobotan adalah P = Pembobotan, NTB = nilai total jumlah baris matriks, dan FK = Jumlah Faktor Kriteria.
P = 𝑁𝑇𝐵
𝐹𝐾 ...(2.3) 6. Logical Consistency (Mencari Nilai Konsistensi)
Perhitungan konsistensi dengan mengalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan relatif elemen pertama dan seterusnya hingga semua elemen sudah dihitung, lalu dibagi dengan vektor prioritas relatif yang bersangkutan untuk mendapatkan nilai λ dan untuk nilai λmax didapatkan dengan cara nilai λ dibagi dengan nilai n, dimana nilai n adalah jumlah gejala yang digunakan.
Rumus perhitungan nilai λmax adalah dimana P = Pembobotan dan X = banyak bobot kriteria.
𝜆𝑚𝑎𝑥 = 𝑃
𝑋 ...(2.4) 7. Perhitungan Consistency Index (CI) dan Consistency Ratio (CR), dimana CI
= Consistency Index, CR = Consistency Ratio, RI = Random Index, dan n = banyaknya elemen. Nilai random index bisa dilihat pada Tabel 2.3.
CI = 𝜆−𝑛
𝑛−1 ...(2.5) CR = 𝐶𝐼
𝑅𝐼 ...(2.6)
12 Tabel 2.3 Tabel Nilai Random Index (Saaty, 2004)
Tabel Index Random Konsistensi RCI values corresponding to the order of the matrix
No. of criteria
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
RCI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
2.4 Algoritma Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP)
Metode Fuzzy-AHP (FAHP) merupakan penggabungan metode antara AHP konvensional dengan pendekatan konsep fuzzy (Fahmi, 2017). Metode Fuzzy-AHP dapat menutupi kekurangan metode AHP, yaitu ketidakpresisian dalam mengatasi multi criteria decision making yang memiliki kriteria yang bersifat subjektif
(Chang, 1996).
Langkah-langkah pada metode FAHP dapat ditentukan sebagai berikut : 1. Membuat sebuah struktur hierarki masalah yang akan diselesaikan dan
menentukan perbandingan matriks berpasangan dalam skala TFN (Triangular Fuzzy Number). TFN terdiri dari tiga fungsi keanggotaan, yaitu
nilai terendah (l), nilai tengah (m), dan nilai tertinggi (u). Nilai lower, middle, dan upper (LMU) berfungsi untuk membuat tabel LMU yang nantinya digunakan pada perhitungan nilai sintesis Fuzzy (Fuzzy Synthetic Extent). Skala TFN didapat dengan transformasi matriks seperti Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Tabel Skala Triangular Fuzzy Number (Chang, 1996) Skala AHP Skala Fuzzy (l; m; u) Invers Skala Fuzzy (l; m; u)
1 (l = 1; m = 1; u = 1) jika diagonal (l = 1; m = 1; u = 3)
untuk yang lainnya
(l = 1; m = 1; u = 1) (l = 1/3; m = 1; u = 1) untuk
yang lainnya 3 (l=1; m = 3; u = 5) (l = 1/5; m = 1/3; u = 1) 5 (l = 3; m = 5; u = 7) (l = 1/7; m = 1/5; u = 1/3) 7 (l = 5; m = 7; u = 9) (l = 1/9; m = 1/7; u = 1/5) 9 (l = 7; m = 9; u = 9) (l = 1/9; m = 1/9; u = 1/7)
13 2
4 6 8
(l = 1; m = 2; u = 4) (l = 2; m = 4; u =6) (l = 4; m = 6; u=8) (l = 6; m = 8; u = 9)
(l = 1/4; m = 1/2; u = 1) (l = 1/6; m = 1/4; u = 1/2) (l = 1/8; m = 1/6; u = 1/4) (l = 1/9; m = 1/8; u = 1/6) Tabel 2.4 Tabel Skala Triangular Fuzzy Number (Lanjutan)
2. Menentukan nilai sintesis Fuzzy (Fuzzy Synthetic Extent) (Si) prioritas seperti di bawah ini dengan persamaan (2.7), (2.8), dan (2.9), dengan keterangan M = Objek, i = baris ke-i, j = kolom ke-j, l = nilai lower, m = nilai medium, dan u = nilai upper.
Si = ∑𝑚𝑗=1 M𝑔𝑗
𝑖 x [ ∑𝑛𝑗=1 ∑𝑚𝑗=1 M𝑔𝑗
𝑖 ] -1
...(2.7) Dimana:
∑𝑚𝑗=1 M𝑔𝑗
𝑖 = [ ∑𝑚𝑗=1 𝑙𝑗 , ∑𝑚𝑗=1 𝑚𝑗 , ∑𝑚𝑗=1 𝑢𝑗 ] ...(2.8) Sedangkan nilai invers dari persamaan (2.8) adalah ,
1
∑𝑛𝑖=1∑𝑚𝑗=1 M𝑗𝑖 = ( ∑𝑛1
𝑖=1𝑙𝑖 , 1
∑𝑛𝑖=1 𝑚𝑖 ,∑𝑛1
𝑖=1 𝑢𝑖 ) ...(2.9)
Dimana ∑ M𝑔𝑗
𝑖
𝑚𝑗=1 adalah penjumlahan baris pada matriks perbandingan berpasangan, 𝑚𝑖, jm, j = 1, 𝑛𝑖 = 1 adalah penjumlahan kolom pada perbandingan matriks berpasangan.
3. Pada tahap defuzzifikasi (d’) menggunakan metode center of gravity (COG).
Solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil titik pusat daerah fuzzy, secara umum dirumuskan pada persamaan (2.10) untuk variabel kontinu dan persamaan (2.11) untuk variabel diskrit.
Untuk variabel kontinu :
𝑧 =
∫ 𝑧.𝜇𝑐(𝑧)𝑑𝑧∫ 𝜇𝑐(𝑧) ...(2.10)
14 Dimana z merupakan bilangan crisp. Untuk fungsi integral dapat di ganti dengan fungsi sum jika z merupakan bernilai diskrit, sehingga untuk rumus diskritnya adalah sebagai berikut.
Untuk variabel diskrit :
𝑧 =
∑ 𝑧𝑗𝑛𝑗=1 .𝜇𝑐(𝑧𝑗)
∑𝑛𝑗=1𝜇𝑐(𝑧𝑗) ...(2.11) 4. Dengan normalisasi, bobot vektor yang dinormalkan adalah seperti
persamaan (2.12) :
W (d(A1), d(A2), ..., d(An),)T ...(2.12) Dimana W adalah sebuah angka non-fuzzy.
5. Dan untuk menghitung hasil akhir gejala akan menggunakan rumus Best Nonfuzzy Performance (BNP), BNP dihitung menggunakan rata-rata dari
nilai lower, middle dan upper pada setiap kriteria yang dapat dilihat di persamaan (2.13) :
BNP = (𝑙𝑖+𝑚𝑖+𝑢𝑖)
3 ...(2.13)
2.5 System Usability Scale (SUS)
System Usability Scale (SUS) adalah kuesioner yang digunakan untuk
mengukur tingkat usability sebuah sistem aplikasi. SUS memiliki 5 poin skala Likert yaitu 1 untuk sangat tidak setuju, 2 untuk tidak setuju, 3 untuk netral, 4 untuk setuju dan 5 untuk sangat setuju. Metode SUS memiliki 10 buah pertanyaan, untuk pertanyaan yang ganjil skor didapat dari nilai skala dikurangi satu poin dan untuk pertanyaan yang genap skor didapat dari lima poin dikurangi nilai skala (Brooke, 2013). Untuk pertanyaan SUS dapat dilihat pada tabel 2.5.
15 Tabel 2.5 Tabel Pertanyaan System Usability Scale (SUS) (Lanjutan)
Kode Pertanyaan
R1 Saya pikir saya akan menggunakan aplikasi ini lagi R2 Saya merasa aplikasi ini rumit untuk digunakan R3 Saya merasa aplikasi ini mudah untuk digunakan R4 Saya merasa membutuhkan orang atau teknisi dalam untuk
menggunakan aplikasi ini
R5 Saya merasa fitur-fitur pada aplikasi ini terintergrasi dengan baik R6 Saya merasa banyak hal yang tidak serasi pada aplikasi ini R7 Saya merasa kebanyakan orang akan dapat memahami aplikasi
ini secara cepat
R8 Saya merasa aplikasi ini membingungkan untuk digunakan R9 Saya merasa tidak ada hambatan untuk menggunakan aplikasi ini R10 Saya perlu membiasakan diri terlebih dahulu sebelum
menggunakan aplikasi ini
Perhitungan skor SUS dapat dilihat dari persamaan (2.14) :
SKOR SUS = ( (R1 - 1) + (5 - R2) + (R3 - 1) + (5 – R4) + (R5 - 1) + (5 – R6) + (R7 - 1) + (5 – R8) + (R9 - 1) + (5 – R10) ) * 2,5 ...(2.14)
Jika rata-rata skor SUS berada diantara nilai 0-50 maka sistem aplikasi masuk dalam golongan “Not Acceptable”. Selanjutnya untuk skor nilai SUS sebesar 51-70, maka sistem aplikasi masuk dalam golongan “Marginal”. Apabila skor SUS berada diantara nilai 71-100 maka sistem aplikasi masuk dalam golongan “Acceptable”.