• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

No. 52/09/34/Th. XVIII, 1 September 2016

I NDEKS D EMOKRASI I NDONESIA (IDI)

IDI

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TAHUN

2015

SEBESAR

83,19

1. Perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia 2015

IDI Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 2015 sebesar 83,19 dalam skala 0 sampai 100. Angka ini naik 0,48 poin dibandingkan dengan IDI DIY tahun 2014 yang sebesar 82,71. Hasil IDI 2014 dan 2015 menunjukkan nilai perubahan yang cukup besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Perubahan tersebut membawa DIY masuk kategori “baik”. Sementara itu tingkat demokrasi di DIY berdasarkan penghitungan indeks sejak tahun 2009 hingga 2013 masih berada pada kategori “sedang”.

Perkembangan IDI DIY dari 2009 hingga 2015 mengalami fluktuasi (tahun 2009 sebesar 67,55;

2010 sebesar 74,33; 2011 sebesar 71,67; 2012 sebesar 72,96; 2013 sebesar 72,36; 2014 sebesar 82,71 dan 2015 sebesar 83,19). Hal ini menggambarkan IDI sebagai sebuah alat untuk mengukur perkembangan demokrasi yang khas Indonesia, menunjukkan sensitif terhadap naik-turunnya kondisi demokrasi. IDI disusun berdasarkan evidence based (kejadian) sehingga potret yang dihasilkan IDI merupakan refleksi realitas yang terjadi.

IDI Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 2015 mencapai angka 83,19 dalam skala 0 sampai 100. Angka ini meningkat dibandingkan dengan IDI 2014 yang sebesar 82,71. Capaian kinerja demokrasi tersebut berada pada kategori “baik”. Klasifikasi tingkat demokrasi dikelompokkan menjadi tiga kategori: yakni

“baik” (indeks > 80), “sedang” (indeks 60 – 80), dan “buruk” (indeks < 60).

Perubahan pada periode 2014-2015 dipengaruhi tiga aspek demokrasi yakni (1) Kebebasan Sipil naik 5,82 poin (dari 84,59 menjadi 90,41), (2) Hak-Hak Politik juga naik 1,64 poin (dari 76,06 menjadi 77,70), dan (3) Lembaga-lembaga Demokrasi yang turun 6,44 poin (dari 88,82 menjadi 82,38).

Metodologi penghitungan IDI menggunakan 4 sumber data yaitu : (1) review surat kabar lokal, (2) review dokumen (Perda, Pergub, dan lain-lainl), (3) Focus Group Discussion (FGD), dan (4) wawancara mendalam.

Perlu diketahui, mulai periode 2015 diterapkan 2 indikator baru komponen dari variabel “Peran Birokrasi Pemerintah Daerah”, sebagai langkah penyempurnaan agar lebih sensitif pada situasi lapangan yang terkini.

(2)

Grafik 1. Perkembangan IDI DIY, 2009-2015

2. Perkembangan Indeks Aspek-Aspek IDI

Angka IDI 2015 merupakan indeks komposit yang disusun dari nilai tiga aspek yakni Kebebasan Sipil, aspek Hak-hak Politik dan aspek Lembaga Demokrasi. Untuk capaian demokrasi 2015 nilai indeks aspek Kebebasan Sipil sebesar 90,41; aspek Hak-hak Politik sebesar 77,98; dan aspek Lembaga Demokrasi sebesar 82,38.

Grafik 2. Perkembangan Indeks Aspek IDI DIY, 2009-2015

Apabila dimaknai secara kategori “baik”, “sedang”, atau “buruk”, pada 2015 tidak ada lagi indeks aspek yang berkategori “buruk”. Kebebasan Sipil merupakan aspek yang secara kategori stabil.

Sejak pengukuran pada 2009 hingga 2015 aspek kebebasan sipil tetap pada kategori “baik”.

Sementara indeks aspek Hak-hak Politik merupakan aspek yang paling rendah dibandingkan aspek Kebebasan Sipil dan aspek Lembaga Demokrasi. Sejak pengukuran dari 2009 hingga 2013 aspek Hak-Hak Politik berada pada kategori “buruk”, selanjutnya pada tahun 2014 terjadi perubahan dan menembus kategori “sedang” dan bertahan hingga 2015.

67,55 74,33 71,67 72,96 72,36

82,71

83,19

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

100

80

60 Baik

sedang

Buruk

0

92,15 91,24

87,22 87,39 90,78

84,59

90,41

52,52

55,96

52,35 55,52

50,65

76,06 77,98

60,48

82,25 82,81 82,52 83,69

88,82

82,38

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

100

80

60

0

(3)

Aspek Lembaga Demokrasi pada pengukuran 2009 berada sedikit di atas ambang batas kategori

“sedang”. Sejak 2010 terjadi perubahan dan menembus kategori “baik”. Setelah itu terus bergerak dengan kecenderungan meningkat hingga 2015.

Selama kurun waktu 6 tahun IDI dihitung, nilai aspek Kebebasan Sipil selalu berada pada posisi di atas aspek lainnya. Pada tahun 2014 merupakan waktu di mana rentang nilai ketiga aspek paling rapat, yakni antara 76,07-88,82. Pada tahun-tahun sebelumnya dan tahun 2015 rentang nilainya lebih lebar. Ini terjadi karena adanya peningkatan indeks aspek Hak-hak Politik yang cukup bermakna. Pada tahun 2015 indeks aspek Kebebasan Sipil dan Hak-Hak Politik mengalami peningkatan masing-masing 5,82 dan 1,64 poin. Sementara indeks aspek Lembaga Demokrasi mengalami penurunan sebesar 6,44 poin.

3. Perkembangan Indeks Variabel IDI

Menurut nilai indeks variabel IDI pada tahun 2015 terdapat enam variabel yang mengalami peningkatan indeks dan tiga variabel mengalami penurunan. Dari enam variabel yang mengalami kenaikan, tiga di antaranya meningkat cukup bermakna. Kenaikan terbesar terjadi pada indeks variabel Kebebasan berkumpul dan berserikat. Pada Grafik 3. terlihat lebarnya jarak plot tahun 2014 dengan plot tahun 2015, memperlihatkan variabel Kebebasan berkumpul dan berserikat meningkat paling besar, dari kategori “buruk” tembus menjadi “baik”, yaitu dari 46,25 pada 2014 menjadi 100,00 pada 2015.

Variabel lain yang juga meningkat secara bermakna adalah variabel Peran DPRD yang meningkat dari 50,96 pada 2014 menjadi 87,33 pada 2015. Selebihnya indeks meningkat tidak cukup bermakna, nilai indeks relatif tetap. Angka perkembangan indeks variabel secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Grafik 3. juga menunjukkan indeks variabel Peran peradilan yang independen menurun sangat tajam dari 95,00 pada 2014 menjadi 62,50 pada 2015. Akibat penurunan tersebut, kategori indeks variabel Peran peradilan yang independen merosot dari kategori “baik” menjadi “sedang”. Penurunan nilai indeks juga terjadi pada variabel Kebebasan berkeyakinan (dari 95,13 pada tahun 2014 menjadi 86,28 pada tahun 2015). Variabel peran birokrasi pemerintah daerah juga ada sedikit penurunan nilai indeks, meskipun harus diliaht secara berhati-hati. Penurunan ini sejatinya imbas dari perubahan indikator penyusunnya. Pada tahun 2015 dilakukan evaluasi IDI yang salah satunya mengevaluasi komponen IDI. Hasilnya merekomendasi mulai IDI 2015 perlu dilakukan penggantian pada indikator 25 dan 26. Dengan demikian komponen variabel Peran birokrasi pemerintah daerah berubah. Angka perkembangan indeks variabel secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

(4)

Grafik 3. Perkembangan Indeks Variabel IDI DIY, 2014-2015

4. Perkembangan Skor Indikator IDI

Pada IDI 2015 terdapat 20 indikator mencapai kinerja kategori “baik” (skor di atas 80) yaitu indikator 1, 2, 3, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 14, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 26, dan 27 (lihat Tabel 1).

Namun, pada tahun 2015 masih terlihat masalah yakni terdapatnya kinerja indikator demokrasi kategori “buruk” (skor di bawah 60). Indikator-indikator yang termasuk dalam kategori tersebut adalah indikator: (4) Ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat (7) Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan dari satu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lain terkait dengan ajaran agama, (15) Persentase perempuan terpilih terhadap total anggota DPRD Provinsi, (21) Perda yang merupakan inisiatif DPRD, dan (28) Penghentian penyidikan yang kontroversial oleh Jaksa atau Polisi. Indikator tersebut nampaknya memerlukan perhatian khusus dari semua pihak agar nilainya dapat membaik. Khususnya pada Indikator 7 dan 28 yang pada IDI 2015 masuk ke kategori “buruk”, ditengarai meningkatnya tindakan intoleransi dan keputusan penegak hukum yang kontroversial.

Menarik perhatian, mengapa aspek Lembaga Demokrasi mengalami penurunan indeks dari 88,82 pada 2014 menjadi 82,38 pada tahun 2015 atau menurun 6,44 poin. Dari indikatornya dapat diketahui penurunan tersebut utamanya dipicu oleh indikator 28 yang menurun hingga 75 poin.

Indikator 25 dan 26 tidak bisa dibandingkan karena merupakan indikator baru yang menggantikan indikator sebelumnya. Indikator 25 adalah Kebijakan pejabat pemerintah daerah yang dinyatakan bersalah oleh PTUN. Indikator 26 adalah Upaya penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah.

5. Penjelasan Teknis

Pembangunan demokrasi dan politik merupakan hal yang penting dan terus diupayakan oleh pemerintah. Namun, untuk mengukur pencapaiannya baik di tingkat daerah maupun pusat bukan sesuatu hal yang mudah. Pembangunan demokrasi memerlukan data empirik untuk dapat dijadikan landasan pengambilan kebijakan dan perumusan strategi yang spesifik dan akurat. Untuk memberikan gambaran mengenai perkembangan demokrasi politik di Indonesia maka sejak tahun 2009, Badan

0 20 40 60 80 100

Kebebasan Berkumpul dan Berserikat

Kebebasan Berpendapat

Kebebasan Berkeyakinan

Kebebasan dari Diskriminasi

Hak Memilih dan Dipilih Partisipasi Politik dalam Pengambilan

Keputusan dan…

Pemilu yang Bebas dan Adil Peran DPRD Peran Partai Politik

Peran Birokrasi Pemerintah Daerah

Peran Peradilan yang Independen

2014 2015

(5)

Pusat Statistik (BPS) bersama stakeholder lain seperti Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (KEMENKOPOLHUKAM), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kementerian Dalam Negeri (KEMENDAGRI), United Nations Development Programme (UNDP) dan Tim Ahli yaitu Prof. Maswadi Rauf (UI), Prof. Musdah Mulia (UIN Syarif Hidayatullah), Dr. Syarif Hidayat (LIPI), dan Dr. Abdul Malik Gismar (Universitas Paramadina) merumuskan pengukuran Indeks Demokrasi Indonesia (IDI).

IDI adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Tingkat capaiannya diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek demokrasi, yaitu Kebebasan Sipil (Civil Liberty), Hak-Hak Politik (Political Rights), dan Lembaga- lembaga Demokrasi (Institution of Democracy).

Komponen Penghitungan IDI 2009 - 2015

Catatan: *) = rincian indikator dapat dilihat pada Tabel 1

IDI bertujuan untuk mengukur secara kuantitatif tingkat perkembangan demokrasi. Dari indeks tersebut akan terlihat perkembangan demokrasi sesuai dengan ketiga aspek yang diukur. Di samping level nasional, IDI juga dapat memberikan gambaran perkembangan demokrasi di provinsi- provinsi seluruh Indonesia. IDI merupakan indikator yang tidak hanya melihat gambaran demokrasi yang berasal dari sisi kinerja pemerintah/birokrasi saja. Namun, juga melihat perkembangan demokrasi dari aspek peran masyarakat, lembaga legislatif (DPRD), partai politik, lembaga peradilan dan penegak hukum. Oleh karena itu, perkembangan IDI merupakan tanggung jawab bersama semua stakeholder, tidak hanya pemerintah saja.

Pengumpulan data IDI mengombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif sebagai tahapan yang saling melengkapi. Pada tahap pertama data kuantitatif dikumpulkan dari koding surat kabar dan dokumen tertulis seperti Perda atau peraturan dan surat keputusan kepala daerah, yang sesuai dengan indikator-indikator IDI. Temuan-temuan tersebut kemudian diverifikasi dan dielaborasi melalui focus group discussion (FGD) sebagai tahap pengumpulan data kedua, sekaligus menggali kasus-kasus yang tidak tertangkap di koding surat kabar/dokumen. Pada tahap ketiga data-data yang telah terkumpul tersebut diverifikasi melalui wawancara mendalam dengan nara sumber yang kompeten memberikan informasi tentang indikator IDI. Semua tahapan pengumpulan data dilakukan oleh BPS Provinsi, diolah di BPS RI, dan diverifikasi oleh Dewan Ahli beserta mitra kerja lain pada semua tahapannya.

(6)

Penghitungan IDI melalui tiga tahapan proses yakni pertama, menghitung skor akhir untuk setiap indikator; kedua, menghitung indeks provinsi; dan ketiga, menghitung indeks keseluruhan atau IDI Nasional. Ketiga tahapan ini secara hierarkhis terkait satu dengan yang lain. Skor masing-masing indikator IDI (28 indikator) di setiap provinsi memberikan kontribusi dalam penghitungan indeks 11 variabel IDI, selanjutnya indeks 11 varibel memberikan kontribusi terhadap penghitungan indeks tiga aspek IDI. Komposit indeks ketiga aspek IDI inilah yang merefleksikan indeks demokrasi di masing- masing provinsi. Dan pada akhirnya komposit indeks provinsi menentukan IDI Nasional.

Untuk menggambarkan capaian tingkat demokrasi dalam IDI digunakan skala 0 – 100. Skala ini merupakan skala normatif di mana 0 adalah tingkat terendah dan 100 adalah tingkat tertinggi.

Tingkat terendah (nilai indeks = 0) secara teoretik dapat terjadi bila semua indikator mendapatkan skor yang paling rendah (skor 0). Sebaliknya, tingkat tertinggi (nilai indeks = 100) secara teoritik dimungkinkan apabila seluruh indikator memperoleh skor tertinggi. Selanjutnya, untuk memberi makna lebih lanjut dari variasi indeks yang dihasilkan, skala 0 – 100 tersebut dibagi ke dalam tiga kategori tingkat demokrasi, yakni “baik” (indeks > 80), “sedang” (indeks 60 – 80), dan “buruk”

(indeks < 60).

Pada 2015 sejalan dengan dinamika demokrasi dan agar sensitif dengan kondisi lapangan terkini maka diterapkan dua indikator baru yakni indikator 25 “Kebijakan pejabat pemerintah daerah yang dinyatakan bersalah oleh keputusan PTUN” dahulu “Laporan dan berita penggunaan fasilitas pemerintah untuk kepentingan calon/parpol tertentu dalam pemilu legislatif” dan indikator 26 yakni

“Upaya penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah” dahulu “Laporan dan berita keterlibatan PNS dalam kegiatan politik parpol pada pemilu legislatif”.

(7)

Tabel 1: Perkembangan Indeks Aspek, Variabel, dan Skor Indikator IDI DIY 2014-2015

o ASPEK / VARIABEL / INDIKATOR 2014 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA 82,71 83,19

A. KEBEBASAN SIPIL (CIVIL LIBERTIES) 84,59 90,41

I. Kebebasan berkumpul dan berserikat 46,25 100,00

1 Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan

berkumpul dan berserikat 40,00 100,00

2 Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berkumpul

dan berserikat 90,00 100,00

II. Kebebasan berpendapat 81,65 83,30

3 Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan

berpendapat 90,00 100,00

4 Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat 40,00 0,00

III. Kebebasan berkeyakinan 95,13 86,28

5 Aturan tertulis yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat dalam menjalankan agamanya 95,65 95,65 6 Tindakan atau pernyataan pejabat Pemerintah yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat

untuk menjalankan ajaran agamanya 100,00 100,00

7 Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan dari satu kelompok masyarakat terhadap kelompok

masyarakat lain terkait dengan ajaran agama 90,00 40,00

IV. Kebebasan dari diskriminasi 80,40 99,90

8 Aturan tertulis yang diskriminatif dalam hal gender, etnis atau terhadap kelompok rentan lainnya 50,00 100,00 9 Tindakan atau pernyataan pejabat pemerintah daerah yang diskriminatif dalam hal gender, etnis atau terhadap

kelompok rentan lainnya 100,00 100,00

10 Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat karena alasan gender, etnis atau terhadap

kelompok rentan lainnya 100,00 100,00

B. HAK-HAK POLITIK (POLITICAL RIGHTS) 76,06 77,98

V. Hak memilih dan dipilih 77,62 77,70

11 Hak memilih atau dipilih masyarakat terhambat 100,00 100,00

12 Kejadian yang menunjukkan ketiadaan/kekurangan fasilitas sehingga kelompok dengan keterbatasan akses

tidak dapat menggunakan hak memilih 60,00 60,00

13 Kualitas daftar pemilih tetap (DPT) 79,64 79,64

14 Penduduk yang menggunakan hak pilih dibandingkan dengan yang memiliki hak untuk memilih dalam pemilu

(voters turnout) 80,02 80,02

15 Perempuan terpilih di DPRD provinsi 36,36 36,36

VI. Partisipasi Politik dalam Pengambilan Keputusan dan Pengawasan 74,53 78,26

16 Demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan 63,91 56,52

17 Pengaduan masyarakat mengenai penyelenggaraan pemerintahan 85,14 100,00

C. LEMBAGA-LEMBAGA DEMOKRASI (DEMOCRATIC INSTITUTIONS) 88,82 82,38

VII. Pemilu yang bebas dan adil 97,47 97,47

18 Kejadian yang menunjukkan keberpihakan KPUD dalam penyelenggaraan Pemilu 100,00 100,00 19 Kejadian atau pelaporan tentang kecurangan dalam penghitungan suara 94,94 94,94

VIII. Peran DPRD 50,96 87,33

20 Besaran alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan 44,49 100,00

21 Perda yang berasal dari hak inisiatif DPRD 20,00 18,75

22 Rekomendasi DPRD kepada eksekutif 100,00 100,00

IX. Peran Partai politik 100,00 100,00

23 Kegiatan kaderisasi yang dilakukan parpol peserta pemilu 100,00 100,00

24 Perempuan dalam kepengurusan parpol tingkat provinsi 100,00 100,00

(8)

o ASPEK / VARIABEL / INDIKATOR 2014 2015

X. Peran Birokrasi Pemerintah Daerah 100,00 72,56

25 Kebijakan pejabat pemerintah daerah yang dinyatakan bersalah oleh keputusan PTUN 89,47 Laporan dan berita penggunaan fasilitas pemerintah untuk kepentingan calon/parpol tertentu dalam pemilu

legislatif 100,00

26 Upaya penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah 58,33

Laporan dan berita keterlibatan PNS dalam kegiatan politik parpol pada pemilu legislatif 100,00

XI. Peran Peradilan yang independen 95,00 62,50

27 Keputusan hakim yang kontroversial 90,00 100,00

28 Penghentian penyidikan yang kontroversial oleh jaksa atau polisi 100,00 25,00

============= 000================

Gambar

Grafik 1. Perkembangan IDI DIY, 2009-2015
Grafik 3. Perkembangan Indeks Variabel IDI DIY, 2014-2015
Tabel 1: Perkembangan Indeks Aspek, Variabel, dan Skor Indikator IDI DIY 2014-2015

Referensi

Dokumen terkait

Artikel ini bertujuan untuk mengkaji beberapa pestisida antibiotika yang banyak digunakan, mencakup jenis, toksisitas, cara kerja, dampak yang ditimbulkan, resistensi dan

Pada tabel diatas, menunjukkan bahwa hubungan persalinan prematur dengan kejadian asfiksia neonatorum yaitu asfiksia ringan terjadi pada 4 bayi (100%) yang dilahirkan

Pada hubungan herediter bentuk unifikasi tidak selalu diturunkan, Hal ini sejalan dengan penelitian Patel (2015) pada orang tua dan anak kandung, menunjukkan hasil

Salah satu kebijakan pembangunan sosial yang dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Sambas untuk memperbaiki dan

Tujuan penelitian ini adalah (i) untuk mengetahui dan menganalisis apakah penerapan metode belajar kelompok dengan tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar PKN siswa

Tanggal awal periode sebelumnya January 01, 2018 Prior period start date. Tanggal akhir periode sebelumnya September 30, 2018 Prior period

Telkom Indonesia dengan Rumah Makan Kampung Sambel sebagai.. konsurnel dalam berlangganan layamn

Dalam konteks narasi besar sufistik, syair Hamzah dan dangding Mustapa mewakili ekspresi tafsir sufistik yang diungkapkan dengan rasa bahasa dan sastra Nusantara. Sebagaimana