• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang

Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5-3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam yang berpadu dengan emas. Mineral pembawa emas umumnya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue mineral). Gangue mineral tersebut umumnya kuarsa, karbonat, serisit, mineral lempung, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Bentuk emas dalam endapan berupa emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon dan selenium (Sudarsono, 2003).

Mineralisasi emas pada daerah magmatik dipengaruhi oleh larutan hidrotermal yang mengalir melewati bidang permeabilitas (sekunder maupun primer) batuan, sehingga terjadi proses alterasi yang merubah komposisi kimiawi, mineralogi dan tekstur batuan asal yang dilaluinya. Tipe alterasi dan mineralisasi pada suatu daerah mempunyai sifat dan karakteristik tersendiri yang sering dicirikan dengan adanya himpunan mineral tertentu. Keberadaan zona alterasi dan mineralisasi ini akan membantu dalam perencanaan pengembangan eksplorasi bijih emas. Salah satu indikator yang berpengaruh terhadap kehadiran urat-urat kuarsa pembawa mineral bijih berharga adalah struktur rekahan (kekar dan sesar). Pembentukan emas pada daerah busur magmatik menarik diteliti dikarenakan sebagian besar/hampir seluruh wilayah kepulauan Indonesia dilalui oleh busur magmatik yang di buktikan dengan adanya deretan jalur gunung api dan sebagian besar pertambangan emas yang telah di eksploitasi tidak terlepas dari pengaruh aktivitas magmatik atau aktivitas vulkanik.

Pada tahun 1992 ditemukan endapan emas tipe epitermal sulfidasi rendah di Cibaliung yang terletak 70 km ke arah barat dari kompleks Bayah Dome (Harijoko et al., 2004 dan Carlile et al., 2005). Bayah Dome dan Cibaliung tersusun atas andesit basaltik berumur Oligosen-Plistosen yang diterobos oleh

(2)

dike dan secara tidak selaras ditumpangi tuf Cibaliung (Angeles et al., 2002).

Cibaliung terletak pada bagian tengah busur magmatik Neogen Sunda-Banda (Carlile dan Mitchel dalam Angeles et al., 2002). Keterdapatan mineralisasi endapan emas epitermal di Cibaliung dicirikan oleh keberadaan urat-urat kuarsa pembawa bijih emas (Harijoko et al., 2007).

Daerah Cibaliung memiliki karakteristik geologi yang menarik dan berpotensi memiliki deposit endapan emas. Daerah ini memiliki zona ubahan hidrotermal sistem endapan tipe epitermal dengan batuan samping berupa batuan vulkanik berupa andesit basaltik. Adanya zona ubahan hidrotermal yang cukup luas pada daerah IUP operasi produksi PT Antam Tbk di daerah ini, maka menarik untuk dikaji lebih lanjut baik aspek geologi maupun ubahan hidrotermal yang terbentuk pada daerah IUP eksplorasi yang terletak di sekeliling IUP operasi produksi.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penulis meneliti lebih lanjut mengenai

“Geologi Dan Mineralisasi Daerah Ciburial Dan Sekitarnya (Wilayah IUP Eksplorasi PT. Antam Tbk), Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten”. Penelitian ini bekerjasama dengan Tim Eksplorasi PT Antam Tbk. di daerah Cibaliung baik dalam hal pekerjaan lapangan maupun analisa sampel penelitian.

I.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kondisi geologi dan kontrolnya terhadap pembentukan alterasi hidrotermal di daerah peneltian.

2. Mengetahui karakteristik mineralogi dan geokimia batuan teralterasi dan mineral bijih yang berasosiasi dengan mineralisasi.

3. Memberikan arahan eksplorasi mengenai daerah prospek endapan hidrotermal di daerah penelitian.

I.3. Ruang Lingkup

I.3.1. Ruang Lingkup Wilayah

Wilayah penelitian meliputi Desa Ciburial dan sekitarnya, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten. Lokasi berada pada peta RBI Lembar Cibaliung nomor 1109-232 dengan koordinat lintang 06o37’30” LS – 06o45’ LS dan bujur

(3)

105o37’30”BT-105o45’ BT dan RBI lembar Cinyurup 1109-214 dengan koordinat lintang 06o45’ LS – 06o52’30” LS dan bujur 105o37’30”BT-105o45’

BT.

I.3.2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian yang dilakukan adalah berupa pemetaan geologi, persebaran zona alterasi, karakteristik mineralisasi, dan geokimia bijih pada endapan epitermal sulfidasi rendah melalui kombinasi studi terhadap data lapangan (primer), data geologi sekunder serta data laboratorium.

I.4. Letak, Luas, dan Kesampaian Daerah Penelitian

Daerah penelitian terletak pada Wilayah Izin Usah Pertambangan PT.

Antam Tbk di daerah Cibaliung, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten, 150 km ke arah baratdaya Jakarta. Lokasi proyek dapat diakses menggunakan jalur darat dengan jarak tempuh 230 km dan membutuhkan waktu kurang lebih 4-5 jam dari Jakarta. Proyek Cibaliung ini berada dalam Kuasa Pertambangan (KP) yang dipegang oleh PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. Lokasi penelitian berada disebelah timur IUP Operasi Produksi PT. Cibaliung Sumber Daya (Gambar 1.1)

Gambar I.1. Peta lokasi daerah daerah penelitian yang berada di Proyek Cibaliung.

(4)

I.5. Peneliti Terdahulu

Studi pustaka merupakan tahapan yang dilakukan sebelum melakukan penelitian baik di lapangan maupun di laboratorium. Pada tahap ini dilakukan pencarian informasi tentang berbagai hal yang bersangkutan dengan penelitian yang didapat dari sejumlah seumber, baik dari peneliti terdahulu, literatur buku, dan jurnal-jurnal ilmiah terbaru. Informasi tersebut seperti geologi daerah penelitian, pengertian tentang mineralisasi dan karakteristik endapan mineral, serta dasar-dasar inklusi fluida. Berdasarkan informasi tersebut, maka selanjutnya dapat ditarik suatu hipotesis dari rumusan masalah yang telah diajukan. Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai referensi dalam pembuatan laporan penelitian ini diantaranya:

1. Sudana dan Santosa (1992)

Berdasarkan peta geologi regional lembar Cikarang (Sudana dan Santosa, 1992) daerah penelitian tersusun atas dua formasi batuan, Formasi Honje dan Formasi Bojongmanik. Formasi Honje terususun atas breksi gunungapi, tuf, lava andesit basal, dan kayu terkersikan. Formasi Bojongmanik tersusun atas perselingan batupasir dan batulempung menyerpih bersisipan napal, konglomerat, batugamping dan lignit. Hubungan kedua formasi menjari dengan umur formasi Miosen Tengah-Pliosen. Struktur geologi pada daerah penelitian adalah sesar dan lipatan, dengan sumbu lipatan berarah barat daya-tenggara pada Formasi Honje dan baratdaya-timurlaut Formasi Bojongmanik. Lipatan yang terjadi di daerah penelitian melibatkan satuan batuan yang berumur Tersier, yang di duga telah berlangsung sejak Miosen Tengah-Pliosen (Sudana dan Santosa, 1992).

2. Angeles et al. (2001) dan (2002)

Angeles et al. (2002) menyatakan dalam papernya bahwa endapan emas Cibaliung terletak di bagian tengah busur magmatik Sunda-Banda. Mineralisasi emas perak di daerah tersebut terdapat pada sekuen andesit basaltik dimana terdapat batuan intrusi berupa dike andesit-diorit, yang terpotong oleh breksi diatrem. Batuan induk mineralisasi secara tidak selaras ditindih oleh tufa dasit.

Endapan emas ini terbentuk pada zona struktur dengan tren timur laut dengan dimensi lebar 3,5 km panjang 6 km. Mineralisasi emas-perak yang terbentuk

(5)

menunjukkan karakteristik urat kuarsa dari tipe epitermal sulfidasi rendah sistem adularia-serisit.

3. Harijoko et al. (2004)

Harijoko et al. (2004) menyatakan bahwa endapan Cibaliung merupakan jenis endapan epitermal sulfidasi rendah yang terletak sekitar 70 km barat dari kompleks kubah Bayah dan sekitar 5 km di sebelah barat daerah penelitian. Urat kuarsa terdapat pada andesit basaltik dari Formasi Honje sebagai batuan induk.

Untuk mengklarifikasi waktu mineralisasi dan vulkanisme di daerah Cibaliung, digunakan dua metode penanggalan radiometrik. Pertama, penanggalan menggunakan metode 40Ar/39Ar pada enam sampel adularia untuk menjelaskan umur mineralisasi. Kedua, menggunakan metode K-Ar pada dua sampel batuan induk, andesit dan tufa Cibaliung, untuk mengetahui waktu vulkanisme.

Penanggalan mengguanakan metode 40Ar/39Ar mengindikasikan umur mineralisasi dalam kisaran 11,18-10,65 Ma sedangkan metode penanggalan K-Ar yang digunakan untuk mengetahui umur vulkanisme mengindikasikan umur dari andesit dan tuf Cibaliung masing-masing 11,4 ± 0,8 Ma dan 4,9 ± 0,6 Ma. Hasil ini menunjukkan bahwa mineralisasi emas epitermal di daerah Cibaliung berkaitan dengan aktivitas gunung berapi yang menghasilkan Formasi Honje, sedangkan tuf Cibaliung memainkan peran penting dalam preservasi endapan di Cibaliung.

4. Carlile et al. (2005)

Carlile et al. (2005) menyatakan bahwa endapan epitermal Cibaliung yang terletak di bagian barat daya Jawa Barat tersusun atas perluasan dua jalur sistem multifase epitermal sulfidasi rendah Au-Ag pada urat kuarsa-adularia. Carlile et al., (2005) juga menyatakan sejarah eksplorasi hingga eksploitas endapan emas Cibaliung. Endapan ini ditemukan pada tahun 1992 oleh penambang lokal yang mengikuti bongkah-bongkah kuarsa sepanjang sungai sampai pada sumbernya dan dibukanya jalur Cikoneng (Cikoneng shoots). Kegiatan penambangan secara resmi berjalan setelah 12 tahun sejak penemuan endapan emas tersebut oleh penambang lokal dan lebih dari 9 tahun telah melibatkan 3 perusahaan eksplorasi.

(6)

5. Harijoko et al. (2007)

Harijoko et al. (2007) menyebutkan bahwa mineralisasi emas endapan epitermal sulfidasi rendah yang terdapat di Cibaliung berumur Miosen Tengah.

Batuan induk untuk endapan epitermal ini berupa lava andesit basaltik pada Formasi Honje (Miosen Tengah) dan ditutupi oleh tuf Cibaliung (Pliosen). Studi mineral bijih, alterasi hidrotermal, geologi, inklusi fluida, isotop dan penentuan umur dilakukan untuk mengkarakterisasi endapan dan memahami mekanisme pengawetan endapan. Mineral bijih yang terdapat pada endapan epitermal ini tersusun atas endapan elektrum, naumannite, sulfida mineral Ag-Se-Te, kalkopirit, pirit, spalerit dan galena. Mineral bijih tersebut terbentuk pada urat kuarsa yang menunjukkan tekstur colloform - crustiform. Endapan bijih tersebut tertutupi oleh campuran zona ilit / smektit yang bergradasi menjadi zona smektit ke arah luar. Suhu mineralisasi berdasarkan studi inklusi fluida pada kuarsa berada pada rentang suhu 170o C - 220° C pada tiap-tiap kedalaman dimana urat kuarsa masih ditemukan.

I.6. Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat remapping dan berada disekitar daerah eksplorasi (near mine exploration). Data-data sekunder penelitian menggunakan data dari peneliti terdahulu yang disebutkan sebelumnya. Oleh karena itu perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terdapat pada lokasi daerah dimana penelitian ini terfokus pada daerah sekeliling lokasi penambangan (IUP Eksploitasi). Penelitian ini belum dipublikasikan sebelumnya oleh peneliti lain.

Gambar

Gambar I.1. Peta lokasi daerah daerah penelitian yang berada di Proyek Cibaliung.

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan beberapa metode. Metode pertama adalah screening kepada 65 orang untuk melihat kadar

Genesa pembentukan endapan berdasarkan kontrol geologi terhadap karakteristik endapan dan karakteristik alterasi dan mineralisasi beserta interpretasi dan pembuatan

wilayah perkotaan. Sebagian besar wilayah perkotaan memiliki presentase kualitas hunian yang baik sekitar 60%. Jumlah ini menggambarkan sebagian besar masyarakat

Dengan menonton tayangan sepak bola La Liga Spanyol saya memperoleh teman baru pada saat menontona. Sangat

Pada hakikatnya merupakan implementasi dalam penentuan materi pembelajaran dan pengalaman belajar yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan/atau daerah..

3,14 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna efektivitas pemutihan gigi antara jus buah

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pemaknaan iklan Rokok La Lights Indiefest Versi “Saatnya Besarin Musik Loe” dengan teori- teori yang digunakan antara lain

Berdasarkan hasil wawancara kepada kedua mahasiswa yang berlatar belakang Sekolah Menengah Atas (SMA) di lokal KI-MPI A, didapatkan hasil bahwa keduanya mengaku