• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif,dan psikomotor yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar (Sudjana, 2005:3)

Hasil belajar yaitu perubahan yang terjadi dalam diri seorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak stastis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya ( Slameto, 2003 :3)

Hasil belajar yaitu pada dasarnya proses di tandai dengan perubahan tingkah laku secara keseluruhan baik yang menyangkut baik yang menyangkut segi kognitif , afektif maupun psikomotorik. Proses perubuhan dapat terjadi dari paling yang sederhana sampai yang paling kompeleks yang bersifat pemecahan masalah, dan pentingnya peranan keperibadian dalam proses serta hasil belajar ( Daryanto, dkk, 2012: 27)

Hasil belajar yaitu ditandai dengan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar ( Aunurrahman, 2011:37)

Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2009: 5-6) hasil belajar berupa :

1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang.

3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya.

4) Keterampilan motorik yaitu melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani

(2)

5) Sikap yaitu kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Dari beberapa pendapat tentang hasil belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan dalam menguasai bidang studi ilmu pengetahuan setelah memperoleh pengalaman atau proses belajar mengajar dalam kurun waktu tertentu yang akan diperlihatkan melalui skor yang diperoleh dalam tes hasil belajar. Hasil belajar tersebut merupakan kecakapan nyata yang dapat diukur langsung dengan menggunakan tes evaluasi hasil belajar.

Kecakapan itu menyatakan seberapa jauh atau seberapa besar tujuan pembelajaran atau intruksional yang telah dicapai oleh siswa dalam pembelajaran.

Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik jika hasil belajar sesuai dengan standar yang diharapkan dalam proses pembelajaran tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar harus dirumuskan dengan baik untuk dapat dievaluasi pada akhir pembelajaran. Hasil belajar siswa tidak langsung kelihatan tanpa siswa itu melakukan sesuatu untuk memperlihatkan kemampuan yang diperolehnya melalui belajar.

Salah satu rangkaian kegiatan pembelajaran adalah melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar. Evaluasi proses pembelajaran merupakan evaluasi yang dilakukan oleh pendidik untuk mengetahui efektivitas pemilihan strategi, metode, media dan teknik pembelajaran terhadap peningkatan motivasi, aktivitas dan prestasi belajar siswa. Sedangkan evaluasi hasil belajar dilakukan untuk

mengetahui pencapaian hasil pembelajaran oleh setiap peserta didik (Sri Wening, dkk. 2009: 1).

Dalam proses evaluasi ada istilah yang dinamakan Penilaian (assesment).

Penilaian (assesment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa (Endang Poerwanti, 2008: 1-9).

Kesimpulan dari kedua pendapat tersebut, bahwa penilaian digunakan untuk memperoleh data hasil belajar siswa.

(3)

Tujuan Penilaian (assesment) dapat dijabarkan sebagai berikut.

a. Mengetahui seberapa jauh siswa dapat mencapai tingkat pencapaian kompetensi yang dipersyaratkan.

b. Memberikan umpan balik kepada peserta didik.

c. Memantau kemajuan belajar yang dicapai oleh setiap peserta didik.

d. Sebagai umpan balik bagi guru untuk memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan, sesuai kebutuhan materi dan juga kebutuhan siswa.

e. Landasan untuk memilih alternatif jenis atau model penilaian mana yang tepat untuk digunakan saat pembelajaran.

f. Memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektifitas pendidikan (Endang Poerwanti, 2008: 1-15).

Fungsi Penilaian (assesment) yang dijabarkan sebagai berikut.

a. Menggambarkan sejauh mana peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.

b. Landasan pelaksanaan evaluasi hasil belajar peserta didik.

c. Sebagai alat diagnosis yang membantu peserta didik menentukan apakah seorang siswa perlu mengikuti remidial atau justru memerlukan program pengayaan.

d. Upaya pendidik untuk dapat menemukan kelemahan atau kekurangan proses pembelajaran.

e. Sebagai kontrol bagi guru sebagai pendidik dan semua stake holder pendidikan dalam lingkup sekolah tentang gambaran kemajuan perkembangan proses dan hasil belajar peserta didik. (Endang Poerwanti, 2008: 1-16).

2.1.2 Pengukuran Hasil Belajar

Alat ukur hasil belajar yaitu merupakan instrument atau alat yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar. Karena hasil belajar itu penting sekali untuk diketahui dapat memberi petunjuk di dalam pendidikan berikutnya. Untuk

(4)

mengetahui hasil belajar itu dipergunakan alat yang benar-benar dapat mengukurnya.

ST, Vembriarto (2005:7) mengatakan evaluasi dilakukan untuk mengetahui dapat tidaknya siswa dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam merencanakan. Jadi alat ukur hasil belajar dari definisi itu dapat disebut evaluasi atau alat ukur hasil belajar itu adalah evaluasi. Sedangkan menurut Saefudin Azwar mengatakan bahwa test hasil belajar bertujuan untuk menunjukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa dalam belajar.

Evaluasi hasil belajar merupakan proses terakhir dalam pembelajaran.

Evaluasi yang sering digunakan adalah evaluasi Formatif, yaitu penilaian yang dilaksanakan pada akhir pokok bahasan. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam evaluasi hasil belajar, diperlukan instrumen penilaian atau alat pengukuran.

Alat pengukuran hasil belajar dibedakan menjadi dua yaitu berupa tes dan non tes.

Alat pengukuran tes sering digunakan untuk mengukur ranah kognitif sedangkan alat ukur non tes sering digunakan untuk mengukur ranah afektif dan psikomotorik.

1. Tes

Tes adalah instrumen jenis alat pengumpulan data untuk mengukur kemampuan siswa, atau tingkat penguasaan materi pembelajaran (Daryanto, 2013:130).

Menurut Endang Poerwanti, dkk (2008:1-5), tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu.

Menurut Endang Poerwanti, dkk (2008: 4-5) jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya, Tes dibagi menjadi tiga yaitu:

1) Tes essai (Essay-type test)

Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan.

(5)

2) Tes jawaban pendek

Tes bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek , dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, katakata lepas, maupun angka-angka.

3) Tes objektif

Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia.

2. Non Tes

Ranah afektif sering tidak dapat diukur dengan alat tes karena menyangkut sikap, kepribadian dan motivasi yang melekat pada pribadi seseorang. Meskipun demikian, informasi afektif tetap diperlukan dalam penilaian kompetensi atau hasil belajar. Oleh sebab itu, untuk mengukur ranah afektif diperlukan beberapa alat ukur yang bersifat non tes. Teknik evaluasi non tes ini antara lain observasi, penugasan, portofolio, wawancara dan lain sebagainya.

Menurut Agus Suprijono (2009:139-142),

1. Observasi atau pengamatan adalah teknik penilaian yang dilakukan dengan menggunakan indra secara langsung. Observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang akan diamati.

2. Penugasan adalah suatu teknik penilaian yang menuntut peserta didik melakukan kegiatan tertentu diluar kegiatan pembelajaran dikelas.

3. Penilaian Portofolio merupakan proses penilaian yang berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan khususnya aspek psikomotor / unjuk kerja peserta didik dalam suatu periode tertentu.

2.1.3 Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Wahyana dalam Trianto (2010:136) menyatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya

(6)

ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Srini M. Iskandar (1997: 4) juga berpendapat bahwa IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan atau kumpulan fakta-fakta. IPA tidak hanya merupakan kumpulan-kumpulan pengetahuan tentang benda-benda atau mahluk- mahluk tetapi IPA juga merupakan cara kerja, cara berfikir dan cara memecahkan masalah.

Di samping itu, dalam Permendiknas No. 22 tahun 2007 menyatakan bahwa pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Proses pembelajaran IPA di SD mempunyai fungsi dan pengaruh yang sangat besar dalam membangun kontruksi kognitif dan psikomotorik siswa. Siswa di SD pada umumnya banyak mengalami kesulitan dalam kegiatan pembelajaran bidang studi IPA. Kenyataan tersebut diatas pada umumnya seringkali dilatar belakangi oleh rendahnya motivasi belajar siswa untuk bidang studi IPA. Apabila permasalahan ini tidak segera diambil tindakan oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan erat yaitu guru maka niscaya siswa akan menemui kesukaran dalam mengikuti proses pembelajaran IPA.

Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya, 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat,

(7)

4. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan,

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran IPA di SD disamping untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari, juga mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Tujuan tersebut dicapai dengan cara mengajarkan IPA yang mengacu pada hakikat IPA dan menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa.

Pembelajaran IPA harus berpusat pada siswa serta memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan ide atau gagasan, mendiskusikan ide atau gagasan dengan siswa lain serta membandingkan ide mereka dengan konsep ilmiah dan hasil pengamatan atau percobaan untuk merekontruksi ide atau gagasan yang akhirnya siswa menemukan sendiri apa yang dipelajari.

Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut.

1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.

3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya (Depdiknas, 2006).

(8)

Dalam pengajaran IPA sebaiknya penyampaian materi dimulai dari hal-hal yang kongkrit dan kemudian baru mengarah ke hal-hal yang abstrak. Pengalaman langsung yang dialami peserta didik akan membawanya pada tingkat memahami.

Cara yang digunakan untuk mengajar dan pembelajaran IPA di SD, bahwa pembelajaran IPA tidak hanya penentuan dan penguasaan materi, tetapi aspek apa dari IPA yang perlu diajarkan dan dengan cara bagaimana supaya siswa dapat memahami konsep yang dipelajari dengan baik dan terampil untuk mengaplikasikan secara logis konsep tersebut pada situasi lain yang relevan dengan pengalaman kesehariannya.

Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang ditujukan bagi siswa kelas 5 SD Negeri Kedawung 03 disajikan melalui Tabel 2.1. berikut ini.

Tabel 2

SK dan KD Mata Pelajaran IPA Kelas 5 Semester 2 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Bumi dan Alam Semesta

7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam.

7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya

7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan.

(Permendiknas No. 22 Tahun 2006) 2.1.4 Model Pembelajaran Cooverative Tipe STAD

Huda ( 2013:201) Menyatakan Model pembelajaran cooverative tipe STAD ini merupakan salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang didalamnya beberapa kelompok kecil siswa dengan level kemampuan akademik yang berbeda- beda saling bekerja sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara akademik, siswa juga dikelompokkan secara beragam berdasarkan gender, ras, dan etnis. Strategi ini pertama kali dikembangkan oleh robert slavin (1995)

(9)

dan rekan-rekannya di Johns Hopkins University. Dalam STAD, siswa diminta untuk membentuk kelompok-kelompok heterogen yang masing-masing terdiri dari 3-4 anggota. Setelah pengelompokan dilakukan, ada sintak empat tahap yang harus dilakukan, yakni pengajaran, tim studi, tes, dan rekognisi.

Tahap1: pengajaran

Pada tahap pengajaran, guru menyajikan materi pelajaran, biasanya dengan format ceramh-diskusi. Pada tahap ini, siswa seharunya di ajarakan tentang apa yang akan mereka pelajari dan mengapa pelajaran tersebut penting.

Tahap 2: Tim Studi

Pada tahap ini, para anggota kelompok bekerja secara kooperatif untuk menyelesaikan lembar kerja dan lembar jawaban yang telah di sediakan oleh guru.

Tahap 3: Tes

Pada tahap ujian, setiap siswa secara individual menyelesaikan kuis. Guru men-score kuis tersebut dan mencatat pemrolehan hasilnya saat itu serta hasil kuis pada pertemuan sebelumnya. Hasil dari tes individu akan diakumulasikanuntuk skor tim mereka.

Tahap 4: Regoknisi

Setiap tim menerima penghargaan atau reward bergantung pada nilai skor rata-rata tim. Misalnya tim-tim yang memperoleh point peningkatan dari 15 hingga 19 point akan menerima sertifikat sebagi TIM BAIK, tim yang memperoleh rata-rata ponit peningkatan dari 20 hinggo 24 akan menerima sertifikat TIM HEBAT, sementara tim yang memperoleh ponit hingga 25 hingga 30 akan menerima sertifikat sebagai TIM SUPER.

Salvin, dkk ( dalam Ibrahim 2002:21), STAD merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dikatan demikian, karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan masih dekat kaitanya dengan pembelajaran konvensional. STAD terdiri dari lima individu, dan penghargaan tim. Tipe STAD

(10)

dalam kelompok menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah tiap kelompok 4-5 orang.

(Hamzah, dkk ( 2013:107) Seperti halnya pembelajaran lain, model pembelajaran kooperatif tipe STAD membutuhakan persiapan yang mantap sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, yakni:

1. Perangkat pembelajaran.

2. Membentuk kelompok kooperatif.

3. Menemukan skor awal.

4. Pengaturan tempat duduk.

5. Kerja kelompok.

a. Model Pembelajaran Cooperative

Enggne, dkk dalam hamzah, dkk. ( 2013: 107) menyatakan pembelajaran kooperatif adalah sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar saling membantu dalam mempelajari sesuatu.

Model pembelajaran koopertif dapat digunakan untuk mengerjakan materi yang kompleks dan dapat membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial dan hubungan anatar manusia, misalnya membuat siswa menghargai perbedaan dan keberagaman. Selain itu, model pembelajaran kooperatif juga dapat memotivasi seluruh siswa untuk untuk belajar dan membantu saling belajar, berdiskusi, berdebat, dan menggeluti ide-ide, konsep- konsep, dan keterampilan-keterampilan, memanfaatkan energi sosial siswa, saling mengambil tanggung jawab, dan belajar mengharagai satu sama lain.

Nurdin Mohamad, ( 2013: 120) menyatakan pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa dapat belajar dengan cara bekerja sama denga teman. Bahwa teman yang lebih mampu dapat menolong teman yang lemah. Setiap anggota kelompok tetap memberi sumbangan pada prestasi kelompok. Para siswa juga mendapat kesempatan untuk bersosialisasi.

(11)

Sofan Amri, dkk, (2010: 67) model pembelajaran kooperatif merupakan model pengajaran di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.

b. Ciri Pembelajaran Cooverative

Sugiyanto ( 2009: 40-42) menyatakan Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagia berikut :

1). Saling ketergantungan positif

Hubungan yang saling membutuhakan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan dapat dicapai melalui:

1). Saing ketergantungan mencapai tujuan (2). Saling tergantungan menyelesaikan tugas (3). Saling tergantunganbahan atau sumber, (4). Saling ketergantungan peran, (5). Saling ketergantungan hadiah.

2). Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok sehingga meraka dapat berdialog. Ini juga konsep pengajaran teman sebaya.

3). Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok.

Penilain ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan demi kemajuan kelompok.

4). Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi ( interpersonal relationship) tidak hanya di asumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat

(12)

menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru juga dari sesama siswa.

d. Keuntungan Penggunaan Pembelajaran Cooverative

Sugiyanto ( 2009: 43-44) menyatakan banyak nilai pembelajaran kooperatif diantaranya adalah:

1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial

2). Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.

3). Memudahkan siswa menesuaikan sosial.

4). Memungkinkan terbentuk dan berkembanganya nilai-nilai sosial dan komitmen.

5). Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.

6). Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.

7). Berbagai ketermapilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.

8). Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

9). Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai prespektif.

10). Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasahkan lebih baik.

11). Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal, atau cacat, etnis, kelas sosial, dan orientasi tugas.

e. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Cooverative Tipe STAD

Agus suprijono (2010:34) menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam pembelajaran Cooverative Tipe STAD sebagai berikut:

(13)

1) Membentuk kelompok anggotanya 4 orang secara hetrogen ( campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain).

2) Guru menyajikan pelajaran.

3) Guru memeberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya samapai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

4) Guru memberi kuis/ pertanyaan kepada seluruh siswa pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.

5) Memberi evaluasi.

6) Kesimpulan.

Sama seperti Agus suprijono langkah-langkah Model pembelajaran Cooverative STAD menurut Sofan Amri:

1). Membentuk kelompok yang beranggotakan 4 orang secara heterogen ( campuran menurut prestasi, jenis kelamin, atau suku).

2). Guru menyajikan Pelajaran.

3). Guru memberikan tugas kedapa kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggota kelompok yang sudah memahami materi, diharapkan menjelaskan apa yang sudah dimengertinya kepada anggota kelompok yang lain sampai setiap anggota kelompok tersebut memahami materi yang dimaksud.

4). Guru memberikan kuis/ pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat mengerjakan kuis/pertanyaan, siswa harus bekerja sendiri.

5). Memberi evaluasi.

6). Kesimpulan.

Begitu pula menurut Sugiyanto langkah-langkah Model pembelajaran Cooverative STAD:

1). Setiap siswa di bsgi menjadi beberapa kelompok atau tim, masing- masing terdiri dari 4 atau 5 anggota kelompok.

(14)

2). Tiap tim menggunakan lember kerja akademik dan kemuadian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim.

3). Secara individual atau tim, guru mengevaluasi untuk mengetahui pengusaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.

4). Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.

5). Kesimpulan .

e. Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Cooverative Tipe STAD:

Menurut Davidson ( dalam Nurasama, 2006:26):

Kelebihan model pembelajaran kooperatif STAD 1). Meningkatkan kecakapan individu

2). Meningkatkan kecakapan kelompok.

3). Meningkatkan komitmen.

4). Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya.

5). Tidak bersifat kompetitif.

6). Tidak memiliki rasa dendam.

Menurut salvin ( dalam Nurasama, 2006:27) yaitu:

Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD

1). Kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang.

2). Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan.

(15)

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang diakukan Selvia Yeni, 2011 dalam penelitianya” Pengaruh penerapan model pemebelajaran kooperatif Tipe STAD terhadap hasil belajar siswa kelas IV Ipa SDN dukuh 02 Salatiga”. Menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa SDN dukuh 02 salatiga terlihat bahwa selama proses pembelajaran siswa yang berada didalam kelompok kooperatif kelompok yang disusun sesuai pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat membuat siswa bekerja sama satu sama lain. Sehingga tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan dan siswa lebih termotivasi untuk mengikuti pelajaran hal tersebut dapat dilihat juga dari hasil belajar siswa sebelum diberi perilakuan memiliki nilai rata-rata hasil belajar ( 35:00) dan setelah diberi perlakuan menjadi ( 79,44) Terjadi peningkatan rata- rata hasil belajar siswa sebesar 44.44. sedangkan kelas kontrol model pemebelajaran konvensional dengan dominasi metode ceramah, dalam pembelajaran di kelas kontrol siswa menjadi objek . sehingga siswa hanya mendengarkan materi yang disampaikan guru sehingga siswa cenderung pasif dan enggan mengikuti pembelajaran karena proses pembelajaran di kelas monoton. Hal tersebut didukung dengan perolehan hasil belajar siswa, dimana nilai rata-rata pretes siswa adalah 38.25 dan pada postes menjadi 69.93.

peningkatan rata-rata hasil belajar kontrol sebesar 31.68. Berdasarkan temuan tersebut dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan yang lebih signifikan dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional.

Perbedaan rata-rata nilai protes kelas kontrol dan kelas eksperimen juga signifikan yaitu sebesar 9.511.

Eka Septian, 2012 dalam penelitianya “Perbedaan prestasi belajar Matematika dianjtara siswa yang Diaar Menggunakan model Kooperatif Learning Tipe STAD dengan model pembelajaran konvensional di SMP Negeri 3 Salatiga”

berdasarkan output uji independent sampel t-test didapat signifikasi sebesar 0, 161, karena signifikasi 0, 161> 0, 05, maka nilai possttest antara kelas cooperatif leraning tipe STAD dan kelas ekspositori mempunyai varian yang sama. Oleh

(16)

karena itu, uji t ( independent sampels T Test) menggunakan equal variance assurned. Hasil output didapat nilai t adalah 0,000 < 0,05 maka disimpulkaan Ho ditolak dan H1 diterima. Hal inji menunjukan bahwa ada perbedaan rata-rata nilai posttest yanjg diajar menggunakan model cooperatif learning tipe STAD dan Model pembelajaran konvensional. Nilai rata-rata untuk kelas VIIIG yang menggunakan model cooperatif learning tipe STAD adalah 83.18, sedangkan untuk kelas VIII H yang menggunakan model konvensional adalah 42.27. beda rata-rata antara kelas yang diajar dengan cooperatif learning tipe STAD dengan kelas yang diajar dengan pembelajaran konvensional yaitu 40,91.

Mey Syaroh Lies Wutanti, 2012. “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Dengan Menerapkan Model STAD (Student Teams Achivement Divison) Dengan Media Manik-Manik Pada Siswa Kelas II SDN Sumur 03 Semester 1/2011-2012”

menyimpulkan diketatahui siswa yang nilainya di atas nilai minimal (62) pada pra siklus ada 7 siswa dari 20 siswa atau 30% pada perbaikan pembelajaran siklus I, meningkat siswa yang nilainya di atas nilai minimal menjadi 16% siswa atau 80%

sedangkan pada perbaikan pembelajaran siklus II menjadi 18 siswa atau 90%.

Pada nilai rata-rata juga mengalami peningkatan yang signifikan, nilai rata-rata pada nilai rata-rata juga mengalami peningkatan yaitu 79.5, nilai rata-rata pada siklus II yaitu 83, perbaikan pembelajaran pada siklus II sudah dikatakan berhasil sehingga tidak perlu melanjutkan pada siklusberikutnya, karena sudah mencapai nilai rata-rata yaitu 80.

Dari hasil penelitian tersebut dapat disarankan supaya menjadi bahan masukan untuk dapat menerapkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran cooperative STAD pada saat proses belajar mengajar sehingga hasil belajar siswa lebih optimal.

2.3 Kerangka Berpikir

1. Kerangka berpikir dalam penelitian yang berjudul “Upaya peningkatan hasil belajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran Cooverative Tipe STAD siswa kelas 5 SDN Kedawung 03 Kabupaten Kebumen Semester 2 tahun pelajaran 2013/2014 adalah sebagai berikut:

(17)

Pendidikan saat ini diutamakan dengan berbagai cara agar siswa lebih maju, dan guru dituntut untuk mempunyai berbagai cara agar siswa aktif dan kreatif dengan menggunakan berbagai strategi dan salah satunya adalah menggunakan model pembelajaran.

2. Selama ini pembelajaran belum efektif dalam penggunaan model pembelajaran hal tersebut karena kebanyakan guru masih menggunakan pembelajaran klasikal atau teacher center yang dalam belajar, sehingga berdampak pada hasil belajar siswa yang kurang optimal. Pengajaran merupakan suatu sistem yaitu sebagai kesatuan yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan. Sebagai suatu sistem, pengajaran mengandung sejumlah komponen antara lain penggunaan metode dalam pembelajaran, oleh karena itu pembelajaran akan menerapkan model pembelajaran Cooverative Tipe STAD untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah dipaparkan tersebut, diketahui bahwa proses pembelajaran IPA di SDN Kedawung 03 cenderung di dominasi oleh guru, siswa kurang aktif dan tidak berani bertanya jika merasa kesulitan dalam pemecahan masalah maupun dalam pembelajaran.

Dengan demikian diperlukan pembelajaran yang melalui pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center). Alternatif pembelajaran yang diterapkan adalah mode pembelajaran Cooverative Tipe STAD l.

Penelitian ini menerapkan model pembelajaran Cooverative Tipe STAD karena dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan memancing siswa untuk lebih dapat menggunakan seluruh kemampuannya selama proses pembelajaran, sehingga siswa lebih giat belajar dan lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran IPA sehingga akan berimbas pada hasil belajar IPA akan meningkat.

Untuk memberikan penjelasan, dapat digambarkan dalam skema kerangka berpikir sebagai berikut:

(18)

Bagan 1 Kerangka Berpikir Penelitian 2.4 Hipotesis Tindakan

1. Dari kerangka berpikir yang telah dikemukakan dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : Melalui model pembelajaran Cooverative Tipe STAD akan meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SDN Kedawung 03 Kabupaten Kebumen Semester 2 tahun pelajaran 2013/2014.

PBM

Tanpa Tindakan

Tindakan Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD

Hasil Belajar ( X )

Siklus I: Hasil Belajar Meningkat

( X + 1 )

Siklus II: Hasil Belajar Meningkat

( X + 1+1 )

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Ridha, sistem kenegaraan yang benar adalah sistem yang menjadikan syura sebagai prinsip dasarnya dalam menentukan kebijaksanaan dan dalam mengambil keputusan

Jl. Prof Soedarto, Tembalang, Semarang. Sebagian besar jalur yang tidak beroperasi berada pada daerah operasional IV. Penelitian ini bertujuan untuk membuat skala

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

Peraturan sepak bola mengharuskan wasit memutuskan tendangan gawang jika bola meninggalkan lapangan melalui garis gawang dan tidak masuk ke jaring, bola yang keluar juga harus

Here we propose how we used the harmonic product spectrum method to extract the fundamental frequency by multiplying the several times down sampled input signal.. Fast

Metode ini merekomendasikan untuk mengestimasi ρ dengan regresi yang bersifat iterasi sampai mendapatkan nilai ρ yang menjamin tidak terdapat masalah

• Ada empat jenis transaksi yang paling umum digunakan untuk mencatat transaksi kedalam jurnal khusus, yaitu :... Pencatatan Data Transaksi

Memberi informasi pada masyarakat dan pasangan yang sudah menikah mengenai faktor dukungan sosial khususnya dukungan dari keluarga yang mempengaruhi keberhasilan penyesuaian dalam