• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. selain itu juga merupakan salah satu tujuan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. selain itu juga merupakan salah satu tujuan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Yogyakarta dikenal dengan julukan sebagai kota pelajar, kota budaya serta kota pariwisata. Julukan tersebut tersemat bukan tanpa alasan. Salah satunya tentu saja karena kota ini merupakan salah satu kota yang kaya akan budaya dan tradisi, obyek wisata potensial, selain itu juga merupakan salah satu tujuan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia untuk menuntut ilmu mengingat banyaknya sekolah dan universitas ternama yang berada di kota ini. Meskipun demikian, sebagaimana kota-kota besar lainnya di Indonesia, Kota Yogyakarta juga belum sepenuhnya terbebas dari problematika perkotaan, termasuk salah satunya adalah masalah permukiman kumuh.

Dalam undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, pemukiman kumuh didefinisikan sebagai pemukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana tidak memenuhi syarat. Secara umum, pemukiman kumuh merupakan sebuah pemukiman dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di wilayah perkotaan yang umumnya dihuni oleh penduduk miskin/ MBR (masyarakat berpenghasilan rendah)

Sebagai ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kota Yogyakarta menghadapi masalah permukiman kumuh yang jauh lebih serius dibandingkan wilayah/

kabupaten lainnya di DIY mengingat padatnya penduduk di wilayah ini yang sangat timpang jika dibandingkan dengan ketersediaan tanah/ lahan untuk mendirikan permukiman yang layak huni. Dari total 413,67 hektar kawasan kumuh yang tersebar di 5 Kabupaten dan

(2)

2 Kotamadya di Provinsi DIY, kota Yogyakarta menyumbang kawasan kumuh yang terluas yaitu 278.70 hektar.

Tabel 1 Sebaran Luasan Kumuh di Provinsi DIY

No Kota/Kabupaten Luas Kumuh (Ha)

1 Kota Yogyakarta 278,70

2 Kabupaten Sleman 41,4

3 Kabupaten Bantul 27,29

4 Kabupaten Gunungkidul 32,61

5 Kabubaten Kulonprogo 33,66

Sumber : Surat Keputusan Kumuh Bupati/Walikota tahun 20151

Sebagai salah satu isu yang krusial, Pemerintah Kota Yogyakarta meresponnya dengan mengeluarkan SK mengenai kawasan kumuh di Kota Yogyakarta, yakni SK Walikota Yogyakarta no 216 tahun 2016. Menurut SK tersebut, dari total 14 kecamatan di Kota Yogyakarta, 13 diantaranya diklasifikasikan sebagai daerah kumuh (berat dan sedang). Dari total 13 kecamatan tersebut, ada 36 kelurahan dan 229 RW yang dikategorikan sebagai wilayah kumuh. Untuk lebih detailnya, dapat dilihat dari tabel dibawah ini

Tabel 2 Kawasan kumuh di Kota Yoyakarta pada tahun 2016

No KECAMATAN KELURAHAN (Lokasi (RW) Jumlah LUAS

(Ha) Kelurahan RW

1 Mantrijeron Gedongkiwo (RW 1,2,6,8,9,11,12,14,15,17,18) 1 11 20,65 2 Mergangsan Brontokusuman (RW 16,17,18,19,20,21,22) 3 7

16,32

Keparakan (RW 2,7,8,9,10,13) 6

Wirogunan (RW 1,2,3,4,7,22) 6

1Slide Penanganan Kawasan Kumuh DIY Melalui SATKER Pengembangan Kawasan Permukiman dan Penataan Bangunan DIY. Yogyakarta 23 April 2015

(3)

3

3 Umbulharjo Giwangan (RW 1,6,8,9,12,13) 6 6

75,2 Sorosutan (RW

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17)

17

Pandeyan (RW 8,9,10,11,13) 5

Warungboto (RW 7,8,9) 3

Semaki (RW 10) 1

Muja-muju (RW 5,6,8,9) 4

4 Kotagede Rejowinangun (RW 7,8,9) 3 3

19,64

Purbayan (RW 1,4,5,7,9,10) 6

Prenggan (RW 1,3,11,13) 4

5 Gondokusuman Baciro (RW 1,3,4,75,6,7,20) 3 7

19,16

Klitren (RW 1,3,4,6,7,8) 6

Terban (RW 1,4,5,6,10,11) 6

6 Danurejan Suryatmajan (RW 1,2,3,4,7,8,9,10,11,13,14,15) 2 12

7,12

Tegalpanggung (RW 1,2,4,5,7,9) 6

7 Pakualaman Purwokinanthi (RW 1,2,4,5,7,9) 2 6 7,51

Gunungketur (RW 1,3,6,7) 4

8 Gondomanan Prawirodirjan (RW

1,2,3,5,6,8,10,11,12,14,15,16,17,18)

2 14 12,91

Ngupasan (RW 1,2,4,5,6,7,8,9) 8

9 Ngampilan Notoprajan (RW 1,2,3,4) 2 4 13,51

Ngampilan (RW 1,2,9,11,12) 5

10 Wirobrajan Patangpuluhan (RW 5,6,7,10) 3 4

10,17

Wirobrajan (RW 6,7,9) 3

Pakuncen (RW 8,10,11) 3

11 Gedongtengen Pringgokusuman (RW 1,2,3,4,5,6,8,17,22,25) 2 10 6,93

Sosromenduran (RW 3,10,11) 3

12 Jetis Bumijo (RW 1,3,9,10,11,12,13) 3 7

20,6

Gowongan (RW 7,8,9,10,11,12,13) 7

(4)

4

Cokrodiningratan (RW 5,6,7,8,9,10,11) 7

13 Tegalrejo Tegalrejo (RW 1,2,3,10,11,12) 4 6

35,18

Bener (RW 1,3,4,5) 4

Kricak (RW 1,2,3,7,8,9,10,11,12,13) 10

Karangwaru (RW 1,2,3,4,5,6,11,14) 8

TOTAL 36 229 264,9

Sumber : Surat Keputusan (SK) Walikota Yogyakarta nomor 216 tahun 2016

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan dari total 14 kecamatan yang ada di wilayah kota Yogyakarta, hanya 1 kecamatan yang tidak tergolong wilayah kumuh, yakni Kecamatan Kraton. Jika dicermati, persebaran sebagian besar pemukiman Kumuh di Kota Yogyakarta berada pada kawasan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS), mengingat Kota Yogyakarta dilewati 3 sungai besar yakni Code, Winongo dan Gajahwong. Hampir semua wilayah yang dilewati oleh 3 sungai tersebut adalah permukiman padat penduduk.

Dengan memperhatikan bahwa permukiman masyarakat telah sangat berkembang di sepanjang tepian sungai dan kondisi permukiman tersebut sebagian besar masuk dalam kawasan kumuh maka peran pemerintah sangat penting membuat suatu progam yang dapat membenahi kondisi tersebut. Selain untuk mengendalikan dampak negatif dari adanya permukiman kumuh (kemiskinan, kriminalitas, kualitas kesehatan yang buruk, dll), juga karena masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh di sepanjang sungai sangat rentan terkena bencana alam.

Salah satu program pemerintah untuk mengatasi persoalan pemukiman kumuh yaitu melalui program Penataan Lingkungan Pemukiman Berbasis Komunitas (PLPBK). PLPBK adalah turunan dari program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM MP) yang memberikan peluang bagi peran serta masyarakat untuk menata kembali lingkungan hidup mereka dan menstrukturkan kembali tatanan sosial dan ekonomi

(5)

5 mereka2. Di program ini, masyarakat dituntut aktif dan partisipatif untuk menata lingkungan mereka menjadi lebih baik dan layak huni. Melalui lembaga di tingkat kelurahan yang bernama Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang bekerjasama dengan Lurah/ Kades, masyarakat belajar merumuskan dan memutuskan langkah-langkah yang perlu dan harus dilakukan dalam rangka menata kembali lingkungan mereka. Pada intinya, PLPBK merupakan sebuah pendekatan dimana program penataan lingkungan permukiman kumuh harus/ mutlak melibatkan peran serta seluruh komponen masyarakat, dimana selama ini masyarakat cenderung menjadi obyek yang marjinal dalam proses pembangunan.

Salah satu contoh wilayah di Kota Yogyakarta yang telah berhasil menata lingkungan permukimannya melalui PLPBK adalah Kelurahan Ngampilan dengan konsep kampung deretnya. Kelurahan Ngampilan telah berhasil mempercantik dirinya dan bahkan kini menginisasi pengembangan kampung wisata karena keberhasilannya menata bantaran sungai.

Keberhasilan penataan melalui program PLPBK ini rupanya tidak hanya sukses melakukan pembangunan fisik. Dari hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, keberhasilan penataan ini juga berdampak pada perubahan perilaku warga yang menjadi lebih peduli dengan lingkungan sekitarnya. Perubahan-perubahan ini diasumsikan tidak lepas dari peran aktif dan partisipatif dari masyarakat selama berlangsungnya program penataan dari PLPBK.

Oleh karenanya, penelitian ini hadir untuk mengidentifikasi modal sosial apa yang dimiliki oleh warga di kelurahan Ngampilan sehingga menjadi faktor penentu keberhasilan program yang kemudian juga berdampak pada perubahan perilaku warga masyarakatnya.

Menarik untuk dilihat bagaimana kampung Ngampilan tidak hanya sukses melaksanakan pembangunan fisik, namun juga diikuti dengan perubahan perilaku warga menjadi lebih peduli dengan lingkungannya, oleh karenanya penelitian ini hadir untuk mengidentifikasi social capital atau modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat di Kelurahan

2Dikutip dari Pedoman Teknis Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK). Kementerian Pekerjaan Umum, DIrektorat Jenderal Cipta Karya

(6)

6 Ngampilan yang kemudian menjadi faktor pendukung keberhasilan pelaksanaaan program PLPBK di wilayah ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Keberhasilan pelaksanaan program PLPBK di Kelurahan Ngampilan ? 2. Apa saja bentuk modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat Ngampilan?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan program PLPBK di kampung Ngampilan dan untuk melihat bentuk-bentuk modal social yang dimiliki oleh masyarakat Kelurahan Ngampilan yang mendukung terlaksananya program PLPBK

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat penulisan untuk penulis

Pemahaman terhadap modal sosial yang dimiliki oleh warga kampung Ngampilan sehingga program PLPBK berhasil diterapkan pada kelurahan tersebut, sehingga menjadi bekal dalam melihat fenomena yang sama.

2. Manfaat penulisan untuk civitas akademika manajeman dan kebijakan public

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi apabila nantinya ada penelitian mengangkat tema yang serupa dengan penelitian yang dijalankan ini.

3. Manfaat penulisan untuk pembaca

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan tambahan ilmu pengetahuan tentang modal sosial sehingga program PLPBK berhasil di terapkan.

4. Manfaat penulisan untuk masyarakat

Memberikan nilai pembelajaran bagi masyartakat mengenai peran modal sosial yang dimiliki untuk dioptimalkan dalam penataan lingungan permukimannya.

5. Manfaat penulisan untuk Pemerintah kota

(7)

7 Memberikan pertimbangan dan masukan kepada pembuat kebijakan agar pada proses penataan permukiman kumuh dapat memanfaatkan modal sosial yang ada pada masyarakat

Gambar

Tabel 1 Sebaran Luasan Kumuh di Provinsi DIY

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan untuk kecepatan arus menunjukan nilai yang tinggi ketika kondisi pasang menuju surut dan saat surut menuju pasang, saat surut nilai kecepatan arusnya

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini peneliti ingin meneliti lebih lanjut dengan membuat sebuah penelitian dengan judul “Pengaruh Kampanye Pada YouTube Web

Perpres Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 15. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan

Berdasarkan gambar 4.39 diatas, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai kualitas suatu sistem (quality) maka kinerja sistem tersebut semakin baik, semakin tinggi

[r]

Berdasarkan tabel 9, dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan asesmen keterampilan proses sains yang dimiliki mahasiswa baik, penilaian tertinggi dari keterampilan

Yang mana hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar rancangan aset environment pada video animasi iklan layanan masyarakat berhasil menjadi sebagai pendukung

atau ekspresi matematika S5 dapat mengecek kembali hal-hal yang perlu dicek dari pengecekan simbol sudah sesuai dengan rumus persamaan garis yang digunakan, dalam