• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI EKSPLORASI TENTANG PERAN AYAH DALAM PENGASUHAN ANAK USIA DINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI EKSPLORASI TENTANG PERAN AYAH DALAM PENGASUHAN ANAK USIA DINI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI EKSPLORASI TENTANG PERAN AYAH DALAM PENGASUHAN ANAK USIA DINI

Sri Muliati Abdullah

Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

J1. Wates Km. 10 Yogyakarta ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi tentang peran ayah dalam pengasuhan anak usia dini. Secara rinci, terdapat 3 hal penting yang ingin diketahui yaitu : (a) kualitas dan kuantitas interaksi ayah dalam kegiatan rekreasi keluarga, (b) persepsi ayah tentang tugas pengasuhan anak usia dini, dan (c) penilaian istri terhadap pengasuhan yang dilakukan suami.

Data dikumpulkan dengan metode observasi, metode angket, dan metode wawancara. Data dianalisis dengan metode kualitatif dan kuantitatif (berupa frekuensi distribusi data). Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (a) sebanyak 269 unit keluarga (41,32%) dengan anak berusia < 7 tahun yang datang tanpa ditemani ayah. Secara kuantitas interaksi ayah-anak terjadi terutama ketika anak melakukan aktivitas fisik bermain, sedangkan interaksi ibu-anak terjadi terutama saat ibu memenuhi kebutuhan anak seperti menyuapi makan, memberi minum, melepas dan memakaikan baju. Kualitas interaksi ibu-anak terlihat cenderung lebih mendalam dibandingkan ayah-anak; (b) sebanyak 22 orang ayah (78,57%) menyatakan tugas mengasuh anak merupakan tugas bersama ayah dan ibu; namun demikian sebanyak 23 orang ayah (82,14%) menyatakan mempunyai kekurangan atau mengalami kendala dalam mengasuh anak, dan (c) secara umum, waktu ibu bersama anak lebih banyak daripada waktu ayah bersama anak sehingga interaksi ibu-anak lebih banyak daripada interaksi ayah-anak.

Kualitas interaksi ibu-anak cenderung lebih baik daripada ayah-anak. Hubungan ayah-anak cukup dekat namun tidak sedekat ibu-anak terutama kedekatan secara emosional.

Kata kunci : peran ayah dalam pengasuhan, anak usia dini

ABSTRACT

The purpose of this research is to explore the father's early child rearing role. There were three important points to be studied; throughthis research : (1) how do the quality and quantity of father interaction in family recreation activity, (2) how does the perception of father about early child rearing task and (3) how does wife's judgment about her husband's child rearing role. Data were collected through the observation method, questionnaire, and interview. Data were then analyzed through qualitative and quantitative methods (distribution of frequency). The result showed that: (1) Children (d" 7 years old) who came alone, without the father at the family recreation activity was 41.32% (or 269 families). Quantitatively, father-child interaction showed up at playing time and mother-child interaction showed up when the child need the mother (feeding time, bed time, etc). Mother-child interaction, qualitatively, better than father-child interaction; (2) twenty two fathers (78,57%) said that child rearing tasks were belongs to the father and the mother, 23 fathers (82,14%) report that they have weakness to do the child rearing task (3) quantitatively, mother-child interaction more than father-child interaction. Interaction quality ofmother-child is better than father-child. The closeness of father-child is fine but not as close as mother-child relationship, especially for emotional relations.

Keywords : fathers rearing role, early child

Jurnal Spirits Vol 1 No 1 Desember 2010 Page 1

(2)

PENDAHULUAN

Setiap anak memiliki potensi genetis yang akan berkembang Mengingat pentingnya peran secara optimal jika mendapatkan keluarga dalam mengoptimalkan stimulasi secara maksimal.

Di sisi lain, tumbuh kembang anak, orangtua lingkungan juga berperan sangat (ayah dan ibu) seharusnya saling besar dalam pembentukan sikap, berbagi tanggung jawab mengasuh kepribadian, dan pengembangan anak-anaknya. MenurutAndayani & kemampuan anak. Oleh karena itu, Koentjoro (2004) pengasuhan yang dilakukan"sendiri" oleh ayah atau ibu bukanlah cara yang tepat. Model pengasuhan bersama (coparenting) merupakan model yang ideal untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Shehan (2003) menegaskan bahwa dalam pengasuhan bersama, kedua orangtua yang datang dengan latar belakang yang berbeda, saling melengkapi dalam proses pengasuhan dan akan memberikan model yang lengkap bagi anak-anak. Berdasarkan hasil beberapa penelitian, anak belajar banyak hal secara berbeda dari ayah dan ibu. Pada ibu, anak dapat belajar seperti kelembutan, kontrol emosi, dan kasih sayang. Pada ayah, anak belajar ketegasan, sifat maskulin, kebijaksanaan, ketrampilan kinestetik dan kemampuan kognitif (www.geocities.com).

Ayah yang menjalankan peran pengasuhan secara optimal temyata sangat besar mempengaruhi perkembangan anak. Berdasarkan hasil riset, ayah yang hangat membuat anak lebih mudah menyesuaikan diri, lebih sehat secara seksual, dan perkembangan intelektualnya lebih baik. Keterlibatan ayah dalam keluarga juga akan meningkatkan IQ anak sampai 6-7 poin. Di samping itu anak akan lebih memiliki rasa humor, lebih percaya diri, dan mempunyai motivasi belajar (dalam Vita, 2007).

Berdasar bukti adanya dampak tersebut, para ayah idealnya dapat lebih meningkatkan keterlibatannya bersama anak-anak. Namun dalam kenyataannya keterlibatan ayah tetap saja masih jauh dari kenyataan. Berdasarkan pengamatan Shapiro (2003), beberapa ayah merasa lebih nyaman berhubungan dengan anak-anak mereka yang sudah mencapai usia sekolah.

Beberapa ayah yang memiliki anak dibawah usia sekolah lebih suka menjaga jarak. Hal ini mencerminkan bahwa ayah belum merasa yakin sepenuhnya untuk terlibat dalam pengasuhan.

Banyak ayah yang tidak cukup percaya diri menangani anak-anak dengan segala keunikan karakter mereka (Vita dalam http://library.usu.ac.id,). Data permasalahan yang lain, berdasarkan penelitian Andayani (2000) memberi gambaran bahwa ayah cenderung mengambil jarak dari anak-anaknya. Ayah lebih sibuk dengan dunia di luar keluarga dan sedikit sekali bersinggungan dengan anak-anak. Carnoy & Carnoy (dalamAndayani &

Koentjoro, 2004) menunjuk terutama pada ayah yang masih mengejar "identitas diri", terutama dalam dunia kerja, sebagai ayah yang tidak terlibat dan jauh dari keluarga.

Pembicaraan tentang peran ayah dalam pengasuhan pada umumnya terkait dengan budaya setempat. Dalam kultur Indonesia, menurut sosiolog Abdillah (dalam www.geocities.com), secara tegas menggariskan pembagian tugas yang kaku antara ayah dan ibu. Budaya telah membentuk posisi, tanggung jawab dan hak orangtua yang tidak setara. Ayah adalah simbol pemegang kekuasaan dalam keluarga, sedang ibu menjadi pengurus rumah tangga, termasuk kewajiban mengurus anak. Sampai saat ini budaya tersebut masih mencengkeram kita. Masih banyak ayah yang merasa tabu mengurus anak, ayah tidak mau memahami benar peran serta dampaknya yang begitu besar sehingga lebih menyerahkan urusan anak pada ibu. Hal yang perlu disadari adalah bahwa peran ayah dan ibu mempunyai pengaruh yang sama besarnya terhadap anak.

Penelitian ini dilakukan guna menggali gambaran tentang peran ayah dalam pengasuhan pada

Jurnal Spirits Vol 1 No 1 Desember 2010 Page 2

(3)

anak usia dini. Secara rinci tujuan penelitian yaitu :

(a) kualitas dan kuantitas interaksi ayah dalam kegiatan rekreasi keluarga.

(b) persepsi ayah tentang tugas pengasuhan anak usia dini.

(c) penilaian istri terhadap pengasuhan yang dilakukan suami.

A. Pengertian Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak Usia Dini

Pengasuhan merupakan suatu perilaku yang pada dasarnya mempunyai kata-kata kunci yaitu hangat, sensitif, penuh penerimaan, bersifat resiprokal, ada pengertian, dan respon yang tepat pada kebutuhan anak (Garbarino dan Benn, 1992). Kata "Peran" dalam judul penelitian ini mempunyai makna sejauh mana ayah berinteraksi dan terlibat dalam pengasuhan anak. Allen

& Daly (2007) mengemukakan bahwa konsep "keterlibatan ayah" lebih dari sekedar melakukan interaksi yang positif dengan anak-anak mereka, tetapi juga memperhatikan perkembangan anak-anak mereka, terlihat dekat dengan nyaman, hubungan ayah dan anak yang kaya, dan dapat memahami dan menerima anak-anak mereka. Pengasuhan dengan ciri-ciri tersebut melibatkan kemampuan untuk memahami kondisi dan kebutuhan anak, kemampuan untuk memilih respon yang paling tepat baik secara emosional, afektif, maupun instrumental.

Grant (dalam Andayani & Koentjoro, 2004) menyebutkan filosofi dalam mengasuh anak adalah bahwa kesejahteraan dan kebahagiaan individu tergantung pads 4 elemen, yaitu elemen fisik, sosial, spiritual dan intelektual. Oleh karenanya, dalam konsep ini keterlibatan seorang ayah idealnya adalah ke dalam 4 area perkembangan individu tersebut. Garbarino dan Benn (1992) menambahkan unsur afektif.

Dari paparan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan adalah suatu partisipasi aktif ayah secara tents menerus dalam pengasuhan anak dalam dimensi fisik, kognisi, dan afeksi pada semua area perkembangan anak yaitu fisik, emosi, sosial, intelektual dan moral.

B. Indikator Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak

Pada tahun 1985, Lamb, Pleck, Charnov dan Levine (dalam McBridge, Schoppe, dan Rana, 2002) mengenalkan dimensi-dimensi keterlibatan ayah, yaitu: (a) Paternal engagement, yakni pengasuhan secara langsung, interaksi satu lawan satu dengan anak, mempunyai waktu untuk bersantai atau,bermain, (b) Paternal accessibility, orangtua ada di dekat anak tetapi tidak berinteraksi secara langsung dengan anak, dan (c) Paternal responsibility, yakni bentuk keterlibatan yang mencakup tanggungjawab dalam hal perencanaan, pengambilan keputusan dan pengaturan.

McBride, dkk (2002) dalam penelitiannya menggunakan 5 aspek keterlibatan ayah dalam pengasuhan yaitu: (a) tanggungjawab untuk tugas-tugas manajemen anak, (b) kehangatan dan afeksi pada anak, (c) pekerjaan rumah yang diselesaikan bersama dengan anak, (d) aktivitas bersama yang terpusat pada anak, dan (e) pengawasan dari orangtua. Benetti & Roopnarine (2006) mengembangkan teori Lamb, dkk (parental engagement, parentalavailability, dan parental responsibility) dengan mendesain suatu alat ukur yang diberi nama Parental Involvement Index ini, terdiri dari aspek : (a) social engagement, (b) didactic engagement, (c) engagement in discipline, (d) engagement in affection, (e) parental availability, dan (f) parental responsibility.

Berdasarkan tinjauan pada beberapa pendapat para ahli di atas, indikator konstrak keterlibatan ayah dalam mengasuh anak (paternal/father involvement) secara umum meliputi keterlibatan secara langsung (engagement) pada aspek perkembangan sosial, didaktik, disiplin, afeksi dan

Jurnal Spirits Vol 1 No 1 Desember 2010 Page 3

(4)

sosial maupun keterlibatan secara tidak langsung (availabitity dan responsibility).

C. Karakteristik Perilaku Pengasuhan Ayah (Paternal Behavior)

Ayah berperan dalam perkembangan kehidupan anaknya berbeda dengan yang lain dengan cara yang khusus (Green, Halle, Le Menestrel & Moore dalam Thomas, 2008). Ikatan antara ayah dan anak akan memberikan warna tersendiri dalam pembentukan karakter anak. Jika pada umumnya ibu memerankan sosok yang memberikan perlindungan dan keteraturan, sedangkan ayah membantu anak bereksplorasi dan menyukai tantangan. Jika anak diasuh oleh keduanya secara optimal, maka akan terbentuk rasa aman dan percaya dalam diri anak (Vita, 2007). Berdasarkan hasil beberapa penelitian yang lain juga terbukti bahwa anak belajar banyak hal secara berbeda dari ayah dan ibu. Pada ibu, anak dapat belajar seperti kelembutan, kontrol emosi, dan kasih sayang. Pada ayah, anak belajar ketegasan, sifat maskulin, kebijaksanaan, ketrampilan kinestetik dan kemampuan kognitif (www.geocities.com/bloganak06 ).

Uraian tentang peran ayah juga dijelaskan oleh Hart (2002) yaitu: (a) kebutuhan finansial anak untuk membeli segala keperluan anak, (b) teman bagi anak termasuk teman bermain, (c) memberi kasih sayang dan merawat anak, (d) mendidik dan memberi contoh teladan yang baik, (e) mamantau/mengawasi dan menegakkan aturan disiplin, (f) pelindung dari resiko/bahaya, (g) membantu, mendampingi, dan membela anak jika mengalami kesulitan/masalah, dan (h) mendukung potensi untuk keberhasilan anak. Menurut Grimm-Wassil (dalam Thomas, 2008) ayah mempunyai pengaruh dalam beberapa area khusus pada perkembangan anak, yaitu : (a) mengajarkan / mendorong kebebasan, mendorong eksplorasi dan pengambilan risiko, serta merupakan model perilaku agresif ataupun asertif, (b) meluaskan pandangan anak, ayah mengenalkan dunia luar melalui pekerjaan mereka, (c) pendisiplin yang tegas, dan (d) model laki-laki.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ayah mempunyai karakteristik perilaku pengasuhan yang khas, yakni berorientasi pada gerak dan bermain, membantu anak bereksplorasi dan menyukai tantangan, ayah mampu mengajarkan sikap asertif, kebijaksanaan, pengambilan keputusan, ayah merupakan pendisiplin yang tegas, anak dapat belajar sifat maskulin sekaligus sebagai model pria dewasa, dan peletak dasar kemampuan intelektual anak. Namun demikian, di sisi lain tetap dibutuhkan peran ayah untuk memberikan afeksi, merawat anak, dan mendukung anak untuk mencapai keberhasilan.

D. Dampak Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak Usia Dini

Allen & Daly (2002) membuat rangkuman dari berbagai basil penelitian tentang dampak keterlibatan ayah dalam pengasuhan, antara lain :

a. pengaruh pada perkembangan kognitif. Anak menunjukkan fungsi/kemampuan kognitif yang lebih tinggi, mampu memecahkan masalah secara lebih baik dan menunjukkan IQ yang lebih tinggi. Anak lebih senang bersekolah, lebih banyak yang naik kelas, dan lebih sedikit yang mengalami problem perilaku di sekolah.

b. pengaruh pada perkembangan emosional. Anak mempunyai kelekatan yang nyaman, lebih dapat menyesuaikan diri ketika menghadapi situasi yang asing, lebih tahan ketika menghadapi situasi yang penuh tekanan, lebih mempunyai rasa ingin tahu untuk mengeksplorasi lingkungan, dapat berhubungan secara lebih dewasa pada orang-orang

Jurnal Spirits Vol 1 No 1 Desember 2010 Page 4

(5)

asing, bereaksi secara lebih kompeten.

c. Pengaruh pada perkembangan sosial. Keterlibatan ayah secara positif berhubungan dengan kompetensi sosial anak, anak lebih banyak saling membantu, dan mempunyai kualitas pertemanan yang lebih positif. Lebih toleran dan mempunyai kemampuan untuk memahami, dapat bersosialisasi dengan baik, dalam jangka panjang menjadi orang dewasa yang sukses, berhasil dalam pernikahan.

d. Pengaruh pada penurunan perkembangan anak yang negatif. Keterlibatan ayah melindungi anak dari perilaku delinkuen, dan berhubungan dengan rendahnya penggunaan obat-obatan terlarang di masa remaja, perilaku membolos, mencuri, minum-minuman keras, dan rendahnya frekuensi externalizing dan internalizing symptom seperti perilaku merusak, depresi, sedih, dan berbohong.

METODE PENELITIAN

PeranAyah dalam pengasuhan anak usia dial didefinisikan sebagai tingkat kuantitas dan kualitas interaksi serta keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak usia dial

Subjek penelitian yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah : (a) ayah yang mempunyai anak usia dini (b) ayah, ibu, dan anak tinggal serumah.

Guna mengetahui kualitas dan kuantitas interaksi ayah dalam kegiatan rekreasi keluarga, melibatkan subjek penelitian sebanyak 651 unit keluarga. Guna mengetahui persepsi ayah tentang tugas pengasuhan anak usia diri, melibatkan subjek penelitian sebanyak 28 orang ayah yang mempunyai anak usia dini dan tinggal serumah dengan istri. Untuk mengetahui penilaian istri terhadap pengasuhan yang dilakukan suami, peneliti melibatkan subjek penelitian sebanyak 4 orang istri yang mempunyai anak usiadini dantinggal serumah dengan suami.

Peneliti menggunakan 3 rangkaian pengambilan data untuk memperoleh gambaran tentang peran ayah dalam pengasuhan anak usia dini.Adapun uraian metode penelitian yang digunakan yaitu :

a. Guna mengetahui kualitas dan kuantitas interaksi ayah dalam kegiatan rekreasi keluarga, pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, dilakukan di tempat rekreasi Taman Pintar Yogyakarta, pada hari minggu tanggal 6 April 2008. Peneliti memilih waktu hari minggu karena merupakan hari libur kerja sehingga dimungkinkan ayah dapat ikut serta. Kemudian peneliti memilih acara rekreasi keluarga, karena pada acara ini memungkinkan ayah dan ibu dapat berinteraksi dengan anak secara optimal dalam suasana yang menyenangkan. Menurut Pleck (1997), banyaknya waktu luang dan kegiatan bersama keluarga mempunyai kaitan lebih dengan keterlibatan ayah. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menggali 2 data yaitu :

(1). Observasi bertujuan untuk mengetahui jumlah keluarga yang datang bersama ayah dalam kegiatan rekreasional keluarga. Pengamatan dilakukan selama jam puncak pengunjung, pukul 09.00 — 12.00 WIB di 2 pintu masuk Taman Pintar. Unit keluarga yang diamati adalah keluarga yang membawa anak berusia < 7 tahun. Pengamatan dilakukan oleh 3 observer selama 3 jam.

(2). Observasi bertujuan untuk mengamati kuantitas dan kualitas interaksi yang dilakukan antara ayah-anak dibandingkan dengan ibu anak. Dalam Allen & Daly (2007) disebutkan keterlibatan ayah dapat dilihat/diukur dari frekuensi interaksi (kuantitas interaksi) dan kualitas interaksi. Kuantitas interaksi terwujud dalam seberapa sering ayah/ ibu melakukan interaksi dengan anak. Kualitas interaksi diwujudkan dalam

Jurnal Spirits Vol 1 No 1 Desember 2010 Page 5

(6)

sejauhmana ayah/ibu menunjukkan ekspresi positif, melakukan komunikasi yang hangat, memberikan perlakuan yang positif pada anak. Pengamatan mendalam dilakukan pada 25 unit keluarga dengan unsur lengkap yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak < 7 tahun. Tiap keluarga diamati selama + 1 jam. Pengambilan data dilakukan oleh 9 observer

b. Guna mengetahui persepsi ayah tentang tugas pengasuhan anak usia dini, pengumpulan data dilakukan dengan metode angket pada 30 ayah bekerja yang mempunyai anak tertua berusia < 7 tahun.

c. Guna mengetahui tentang penilaian istri terhadap pengasuhan yang dilakukan suami, pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara pada 4 orang ibu sebagai partner ayah dalam pengasuhan anak, yang mempunyai anak tertua < 7 tahun.

d. Metode Analisis Data

Data dianalisis dengan metode kuantitatif berupa frekuensi distribusi data serta metode kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang telah terkumpul, diperoleh hasil sebagai berikut :

(1). Penelitian dengan metode observasi dilakukan di tempat rekreasi Taman Pintar Yogyakarta dilakukan pada hari minggu tanggal 6 April 2008.

(2).Berdasarkan pengamatan 3 observer selama 3 jam diperoleh data terdapat 651 unit keluarga yang datang dengan anak berusia < 7 tahun dengan rincian :

(a) 304 unit keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak, (b) 269 unit keluarga terdiri dari ibu dan anak, (c) 78 unit keluarga terdiri dari ayah dan anak.

Hal yang menarik untuk dicermati adalah terdapat sebanyak 269 unit keluarga (41,32%) dengan anak berusia < 7 tahun yang datang tanpa ditemani ayah.

(3).Berdasarkan pengamatan dan penilaian observer, hasil menunjukkan bahwa secara kuantitas interaksi ayah-anak terjadi terutama ketika anak melakukan aktivitas fisik bermain, sedangkan interaksi ibu-anak terjadi terutama saat ibu memenuhi kebutuhan anak seperti menyuapi makan, memberi minum, melepas danmemakaikan baju. Kualitas interaksi ibu-anak terlihat cenderung lebih mendalam dibandingkan ayah-anak. Hal ini terlihat dari dukungan ibu memberikan semangat pada anak saat bermain, memuji anak, mengusap keringat anak, serta lebih banyak menampakkan ekspresi wajah positif seperti tersenyum, tertawa.

( 4). Berdasarkan analisis isian angket, terdapat beberapa hal yang menarik untuk dicermati, yaitu :

a. Sebanyak 3 orang ayah (10,71%) menyatakan tugas mengasuh anak merupakan tugas ibu, sebanyak 3 orang ayah (10,71%) menyatakan tugas mengasuh anak merupakan tugas utama ibu, ayah bertugas membantu, dan sebanyak 22 orang ayah (78,57%) menyatakan tugas mengasuh anak merupakan tugas bersama ayah dan ibu. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa pada umumnya ayah telah menyadari bahwa tugas mengasuh anak merupakan tugas bersama antara ayah dan ibu (equal coparent).

b. Sebanyak 23 orang ayah (82,14%) menyatakan terdapat beberapa kekurangan/kendala dalam mengasuh anak. Mereka menyatakan kurang sabar / tidak telaten, mudah marah, cepat bosan, lelah mengawasi anak, tidak mengetahui cara mengajari / menstimulasi anak, tidak mahir memenuhi kebutuhan anak (seperti membuat susu, menyuap makan, mandi),

Jurnal Spirits Vol 1 No 1 Desember 2010 Page 6

(7)

tidak tahu apa yang mesti dilakukan ketika anak newel, keras kepala, sulit diatur, malas.

Hal ini menyiratkan adanya kekurangoptimalan keterlibatan ayah dalam pengasuhan.

c. Penelitian dengan melakukan wawancara mendalam sebanyak 4 kali.

Tabel 2. Deskripsi karakteristik keluarga yang diwawancarai

Ibu A Ibu B Ibu C Ibu D

Status Ibu Bekerja Tidak Bekerja Studi S2 Tidak Bekerja Tidak Bekerja

Jumlah Anak 1 1 4 2

Usia Anak Tertua 4 tahun 3,5 tahun 7 tahun 6,5 tahun

Waktu Bekerja Ayah 07.30-19.00 06.30-17.00 08.00-16.30 08.30-18.00 Berdasarkan data wawancara dapat disimpulkan bahwa :

a. Secara umum, waktu ibu bersama anak lebih banyak daripada waktu ayah bersama anak sehingga interaksi ibu-anak lebih banyak daripada interaksi ayah-anak,

b. Pada keempat keluarga dijumpai bahwa tugas merawat, mengasuh, memenuhi kebutuhan anak (misal: makan, minum) serta mengajari pelajaran sekolah, lebih banyak dilakukan oleh ibu. Kuantitas interaksi dengan anak, lebih sering dilakukan oleh ibu daripada ayah.

Ibu yang bekerja serta ibu yang menempuh kuliah lebih menuntut pembagian tugas pengasuhan (custodial arrangement) yang adil, sedangkan ibu yang tidak bekerja bersikap lebih menerima tugas-pengasuhannya lebih banyak daripada ayah.

c. Pada keempat keluarga dijumpai bahwa kualitas interaksi ibu-anak cenderung lebih baik daripada ayah-anak. Hubungan ayah-anak cukup dekat namun tidak sedekat ibu-anak terutama kedekatan secara emosional.

Berdasarkan berbagai data di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat cukup banyak permasalahan pengasuhan anak usia prasekolah oleh ayah. Banyak ayah berpendapat bahwa peran pengasuhan anak adalah tugas bersama ibu dan ayah, namun perubahan pandangan ini belum diikuti dengan perubahan perilaku yang nyata.

Konsep "keterlibatan ayah" lebih dari melihat interaksi mereka yang positif dengan anak-anak mereka (DeLuccie, 1996), memperhatikan perkembangan anak-anak mereka, terlihat dekat dengan nyaman, hubungan ayah dan anak yang kaya (Lamb, 1997), dan dapat memahami dan menerima anak-anak mereka (Almeida & Galambos, 1991). Keterlibatan dalam pengasuhan anak mengandung aspek waktu, interaksi, dan perhatian.

Meskipun ayah diharapkan menjadi orangtua yang terlibat, perilaku mereka masih belum ideal. Dalam beberapa penelitian tentang pengasuhan anak menunjukkan bahwa ayah masih relatif sedikit memberikan pengasuhan / perawaan dibandingkan dengan ibu (Bureau of the census dalam Atkinson & Blackwelder, 1993 dan kebanyakan waktu yang dihabiskan laki-laki untuk mengasuh anak hanya ketika ibu sedang tidak ada (Brayfield dalam Atkinson

& Blackwelder, 1993). Ketika ayah menjalankan tugas mengasuh anak, mereka terlihat kurang terlibat secara emosional, lebih mekanistis (kaku) dan kurang dapat menikmati/santai daripada ibu.

LaRossa (1988 dalam Atkinson & Blackwelder, 1993) mengemukakan bahwa "The Culture of Fatherhood' telah berubah seiring dengan berubahnya waktu, sementara perilaku ayah tidak demikian. LaRoss menduga bahwa perubahan perilaku penting dilakukan untuk perubahan dalam budaya pengasuhan anak oleh ayah (The Culture of Fatherhood) tetapi

Jurnal Spirits Vol 1 No 1 Desember 2010 Page 7

(8)

bahwa temyata lebih berubah perilaku ibu daripada ayah. Secara khusus LaRossa mengemukakan bahwa peningkatan partisipasi ibu dalam dunia kerja bertanggungjawab merubah the culture of fatherhood. Ia berpendapat bahwa dalam kondisi ini waktu ibu bersama anaknya menjadi lebih sedikit dan oleh karena itu ayah seharusnya menambah waktu berinteraksi dengan anak. Dengan pendapat ini, cultural of fatherhood meningkat dan bahwa ayah menjadi lebih nurturant. LaRossa juga menduga bahwa ketika wanita menpunyai sedikit anak, masyarakat lebih menerima wanita untuk mengkombinasi motherhood dengan bekerja di luar rumah. Ketika fertilitas meningkat, ayah lebih cenderung didefinisikan sebagai pencari nafkah.

KESIMPULAN

Berdasarkan ulasan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa: Dalam kegiatan rekreatif, dalam unit keluarga yang diamati, ditemukan sebanyak 41,32% keluarga dengan anak berusia < 7 tahun yang datang tanpa ditemani ayah. Selain itu, secara kuantitas, interaksi ayah-anak terjadi terutama ketika anak melakukan aktivitas fisik bermain, sedangkan interaksi ibu-anak terjadi terutama saat ibu memenuhi kebutuhan anak seperti menyuapi makan, memberi minum, melepas dan memakaikan baju. Kualitas interaksi ibu-anak terlihat cenderung lebih mendalam dibandingkan ayah-anak. Hal ini terlihat dari dukungan ibu memberikan semangat pada anak saat bermain, memuji anak, mengusap keringat anak, serta lebih banyak menampakkan ekspresi wajah positif seperti tersenyum, tertawa.

Pendapat ayah tentang peran pengasuhan anak usia dini menunjukkan sebanyak 10,71%

menyatakan tugas mengasuh anak merupakan tugas ibu, sebanyak 10,71% menyatakan tugas mengasuh anak merupakan tugas utama ibu, ayah bertugas membantu, dan sebanyak 78,57%

menyatakan tugas mengasuh anak merupakan tugas bersama ayah dan ibu. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa pada umumnya ayah telah menyadari bahwa tugas mengasuh anak merupakan tugas bersama antara ayah dan ibu (equal coparent). Selanjutnya, sebanyak 23 orang ayah (82,14%) menyatakan terdapat beberapa kekurangan/kendala dalam mengasuh anak. Mereka menyatakan kurang sabar/tidak telaten, mudah marah, cepat bosan, lelah mengawasi anak, tidak mengetahui cara mengajari/menstimulasi anak, tidak mahir memenuhi kebutuhan anak (seperti membuat susu, menyuap makan, mandi), tidak tahu apa yang mesti dilakukan ketika anak rewel, keras kepala, sulit diatur, malas. Hal inimenyiratkan adanya kekurangoptimalan keterlibatan ayah dalam pengasuhan.

Berkaitan dengan persepsi penilaian ibu (istri) terhadap pengasuhan ayah, disimpulkan waktu ibu bersama anak lebih banyak daripada waktu ayah bersama anak sehingga interaksi ibu-anak lebih banyak daripada interaksi ayah-anak. Tugas merawat, mengasuh, memenuhi kebutuhan anak (misal: makan, minum) serta mengajari pelajaran sekolah, lebih banyak dilakukan oleh ibu. Kuantitas interaksi dengan anak, lebih sering dilakukan oleh ibu daripada ayah. Ibu yang bekerja serta ibu yang menempuh kuliah lebih menuntut pembagian tugas pengasuhan (custodial arrangement) yang adil, sedangkan ibu yang tidak bekerja bersikap lebih menerima tugas pengasuhannya lebih banyak daripada ayah. Kualitas interaksi ibu-anak cenderung lebih baik daripada ayah-anak. Hubungan ayah-anak cukup dekat namun tidak sedekat ibu-anak terutama kedekatan secara emosional.

Saran

Berdasarkan proses penelitian dan hasil penelitian, peneliti mengajukan saran-saran:

Jurnal Spirits Vol 1 No 1 Desember 2010 Page 8

(9)

a. Bagi para suami, diharapkan dapat bekerjasama dengan istri untuk melaksanakan tugas pengasuhan sehingga perkembangan anak dapat tercapai secara optimal.

b. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengeksplorasi lebih lanjut tentang keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak usia dini.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, S & Daly, K. 2007. The Effect of Father Involvement : An Updated Research Summary of the Evidence. Canada : University of Guelph.

Andayani, B. 2006. Profil Keluarga Anak-Anak Bermasalah. Laporan Penelitian. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Andayani, B & Koentjoro. 2004. Psikologi Keluarga : Peran Ayah Menuju Coparenting.

Cetakan pertama. Surabaya : Citra Media.

Atkinson, M. P & Blackwelder, S. P. 1993. Fathering in the 20

d

' Century. Journal ofMarriage and the Family. Vol.55. No 4, 975-986.

Brown, T. 2000. What Special About Father's Involvement ?. http://www.balco.nesbank.

community.com/voices/ father.asp. diakses tanggal 2 April 2008.

Coleman, P. K & Karraker, K. H. 2000. Parenting Self-Efficacy among Mothers of School-Age Children : Conceptualization, Measurement, and Correlates. Families Relations. Jan 2000;

49, 1; American Research Library. Pg. 13

Doherty, W. J; Kouneski, E. F & Erickson, M. F. 1998. Responsible Fathering : An Overview and Conceptual Framework. Journal of Marriage and Te Family. 60 (Mei 1998). 277-292.

Garbarino, J. & Benn, J. L. 1992. The Ecology of Childbearing and Child Rearing. Dalam Garbarino, J. (ed.) 1992. Children and Families in The Social Environment, 2

nd

ed. New York : Aldine de Gruyter.

Hart, J. 2002. The Importance of Fathers in Children 's Asset Development. http://

fairfield.osn.edu/parent/ parentparthjune20.htm/ . diakses tanggal 6 Mei 2008.

Shapiro, J. L. 2003. The Good Father. (Terjemahan dari The Measure of a Man : Becoming the Father You Wish Your Father Had Been). Bandung : Penerbit Kaifa.

Shehan, C. L. 2003. Marriages and Families.

2nd

ed. Boston : Allyn & Bacon. ???

Suryadi, A. 2007. Arah Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan PAUD Jalur Nonformal dan Informal. Makalah Seminar dan

Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Vita. 2007. Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak. (http://

www.bkkbn.go.idIgemapria/ article-detail.php?artid

=

82. diakses tanggal 28 Pebruari 2008.

, 2005. Ayah,Cerdaskan

Motorik & Kognitif Anak. www.geocities.com/ bloganak06/anak/

AyahCerdaskanMotorik KognitifAnak.doc Diakses tanggal 2 Pebruari 2008

Jurnal Spirits Vol 1 No 1 Desember 2010 Page 9

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diperoleh mengenai keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak pada keluarga Jawa berdasarkan pandangan remaja adalah sebagai berikut: (1) Pengasuhan anak yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepuasan pernikahan dengan keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak usia remaja, dengan nilai signifikansi sebesar

“ Jika anak melakukan tugas-tugas sehari-hari atau mengerjakan tugas sekolah dengan sendiri, maka orangtua tidak akan kerepotan dalam mengasuh anak”.. “Nek misale anak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara perkembangan regulasi emosi anak dengan peran keterlibatan ayah dalam pengasuhan.Hal ini didukung dengan penelitian

Tuntutan pada ayah untuk berpartisipasi lebih aktif dalam pengasuhan dan sosialisasi terkait anak dan keluarga telah mengalami peningkatan selama beberapa dekade ini. Peningkatan

Karakteristik utama dari pengasuhan anak di Jepang antara lain, (1) besarnya peran ibu, (2) ayah tidak terlalu banyak terlibat dalam pengasuhan anak, (3)

Hasil-hasil penelitian terdahulu di Indonesia tentang pengasuhan ayah antara lain, ada hubungan peran pengasuhan ayah dengan kemandirian anak usia dini Syafrina & Andini, 2021, para

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shekarkhar & Gibson 2011 bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan yang dilakukan ketika seorang ayah dapat memberikan interaksi