TINJAUAN PUSTAKA
MEKANISME NYERI AKUT
Oleh :
I Komang Aditya Arya Prayoga Dr.dr. I Wayan Suranadi, Sp.An, KIC
SMF/BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya tinjauan pustaka yang berjudul “Mekanisme Nyeri” ini dapat selesai tepat waktu.
Dalam penyusunan Tinjauan Pustaka ini penulis banyak memperoleh bimbingan dan masukan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Dr.dr. I Wayan Suranadi, Sp.An, KIC atas segala bimbingan dan masukan beliau,
Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan tinjauan pustaka ini. Semoga tinjauan pustaka ini bermanfaat bagi pembaca.
Denpasar, April 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2
2.1 Definisi Nyeri ... 2
2.2 Mekanisme Nyeri ... 2
2.3 Sensitisasi Nyeri ... 7
2.4 Jenis Nyeri ... 8
2.5 Mediator Kimiawi Nyeri ... 9
2.6 Efek Samping Nyeri ... 9
BAB III. SIMPULAN ... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
Permasalahan nyeri merupakan permasalahan yang aktual di dunia medis.
Di suatu penelitian , sembilan dari sepuluh penduduk di Amerika datang ke tenaga medis dengan keluhan nyeri, setiap tahun, 25 juta penduduk di amerika mengalami nyeri akut, 50 juta penduduknya mengalami nyeri kronik. Nyeri kronik sendiri merupakan penyebab utama disabilitas pasien, dan hampir sepertiga penduduk Amerika pernah mengalami nyeri kronis selama hidupnya. Dengan bertambahnya usia, jumlah pasien yang menderita penyakit degeneratif sendi reumatik, penyakit viseral, dan kanker, juga meningkat. Hal ini membutuhkan perhatian penting agar pasien merasa lebih nyaman dan bebas dari rasa nyeri.
1Nyeri bisa ditimbulkan dari berbagai macam sebab. Diantaranya oleh trauma, pembedahan, neuropati, kanker, dismenore, athritis, penyakit gigi, dll.
Pentatalaksanaan yang tidak adekuat, dapat menyebabkan nyeri kronik, terbatasnya pergerakan, perubahan postur tubuh, menurunnya tonus otot, dan gangguan tidur. Sehingga pada akhirnya dapat dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas.
1Penderita yang mengalami nyeri, jika tidak tertangani dengan baik, akan mendapatkan dampak yang serius, bisa berupa gangguan fisiologis maupun psikologis. Riwayat nyeri yang dialami pasien, harus digali dengan teliti, termasuk identifikasi onset dan progesivitas penyakit sehingga penyedia layanan kesehatan dapat fokus pada bagaimana terjadinya nyeri, dari nyeri lokal hingga nyeri yang menyebar atau pengalaman nyeri multipel. Semua pasien berhak atas pemeriksaan nyeri yang adekuat termasuk lokasi, intensitas, kualitas, onset, durasi, obat penghilang nyeri, faktor pemicu, efek nyeri, dan respon terhadap pengobatan sebelumnya.
2Penanganan nyeri pada fase awal, dapat menurunkan biaya kesehatan,
lama waktu perawatan, serta morbiditas, dan terpenting dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien. Berbagai macam mekanisme terjadinya nyeri, yaitu, nyeri
nosiseptif, nyeri neuropatik, dan nyeri psikogenik. Dengan pemahaman yang
adekuat tentang mekanisme dari perjalanan nyeri, tenaga medis dapat
memberikan pelayanan yang optimal pada pasien, sehingga meningkatkan kualitas hidup setiap individu.
1BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Nyeri
Nyeri Merupakan pengalaman buruk, dihubungkan dengan adanya kerusakan jaringan secara aktual maupun potensial, dengan komponen sensori, kognitif, dan sosial.
2Nyeri dapat terjadi pada setiap orang, tanpa memandang umur, jenis kelamin, ras, status sosial, dan pekerjaan. Nyeri merupakan salah satu tanda vital tubuh yang dapat berfungsi sebagai mekanisme proteksi tubuh, dan penunjang diagnostik. Pada umumnya nyeri yang timbul akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau disebut nyeri akut, hal yang sama timbul tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata atau timbul setelah proses penyembuhan disebut dengan nyeri kronik.
32.2. Mekanisme Nyeri
Suatu proses neurofisiologis yang kompleks, disebut sebagai nosiseptif merupakan rangkaian dari proses mekanisme nyeri, dimana terdiri empat proses, proses tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Dimulai dari adanya stimulus diperifer sampai dirasaskan nyeri pada sistem saraf pusat.
4 Tranduksi ialah proses perubahan energi, akibat rangsangan dari stimulus noksius (mekanikal, kimia, termal), yang diubah menjadi aktivitas elektrikal di ujung-ujung saraf, oleh reseptor sensoris yang dinamakan nosiseptor.
Transmisi merupakan proses penjalaran sinyal neural dari proses transduksi di perifer, yang diteruskan ke medulla spinalis dan otak.
Modulasi merupakan proses inhibitor pada jalur desenden dan mempengaruhi penjalaran sinyal nosiseptif pada setiap tingkat di medulla spinalis.
Persepsi ialah, hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses
transduksi, transmisi, dan modulasi sepanjang aktivasi sensorik yang
sampai pada area primer sensorik korteks serebri dan masukan lain bagian otak yang akhirnya menghasilkan suatu penafsiran subjektif yang disebut persepsi nyeri.
Gambar I. Mekanisme Nosisepsi.
32.2.1. Proses Transduksi
Aktifasi dan Sensitisasi Nosiseptor
Reseptor sensoris merupakan ujung-ujung serabut saraf bebas (aferen primer) yang disebut dengan nosiseptor, aktivasi nosiseptor dikaitkan dengan adanya kerusakan jaringan, akibat dari adanya stimulus noksius. Kerusakan jaringan yang terjadi, mengaktifkan sinyal nosiseptif yang ditangkap oleh nosiseptor. Sinyal yang dijalarkan oleh nosiseptor, memiliki dua jenis tipe serabut saraf, yaitu serabut C adalah serabut saraf berdiameter lebih kecil yang tidak terbungkus mielin, dengan konduksi lambat, dan serabut saraf yang berdiameter lebih besar, yang terbungkus mielin , dan memiliki kecepatan konduksi yang lebih cepat ialah serabut Aδ.
3Trauma pada jaringan menyebabkan kerusakan membran sel, dan
melepaskan mediator inflamasi kimiawi diantaranya, prostaglandin, substan P,
bradikinin, histamin, serotonin, dan sitokinin. Beberapa mediator inflamasi
tersebut berperan dalam aktivasi nosiseptor, dan sebagian besar berperan dalam
sensitisasi nosiseptor, hal ini diaplikasikan saat terjadinya peningkatkan
exsitabilitas dan frekuensi pelepasan impuls tersebut. Saat terjadinya aktivasi nosiseptor, juga berperan dalam penyebab nyeri nosiseptif. Sensitisasi perifer oleh nosiseptor juga akan memperkuat penjalaran transmisi sinyal dan mengkontibusikannya ke sensitisasi sentral dan dapat menggambarkan keadaan klinis nyeri.
3Implikasi Klinis
Beberapa obat-obatan analgesik, bekerja pada saat terjadi proses inflamasi, dengan menghasilkan produk sensitisasi. Sebagai contoh nonsteroidal anti- inflamatory drugs (NSAIDs) yang menghambat aktivitas cyclooxygenase (COX), dengan begitu sinstesis prostaglandin juga dihambat. Contoh obat analgesik yang lain seperti, obat antiepileptik, anestesi lokal, yang bekerja memblok dan memodifikasi gerbang nyeri ion H+ dan K+, sehingga dapat menghambat pertumbuhan dari impuls saraf nyeri.
12.2.2. Proses Transmisi
Proses transmisi bermula saat impuls saraf yang berasal dari perifer (proses transduksi) dijalarkan menuju medula spinalis dan beberapa tahap di otak.
Proses dari Perifer ke Medula Spinalis
Kebanyakan impuls saraf sensori, dijalarkan melalui sistem saraf (akson) pada neuron aferen primer di kornu dorsalis medula spinalis. Dimana, neuron aferen primer menyebarkan impuls saraf di medula spinalis, yang menghasilkan excitatory amino acids (EAAs), seperti glutamat, aspartat, serta menghasilkan neuropeptida, yaitu substan P, pada kontak sinaps antar sel. Aktivasi proyeksi neuron pada kornu dorsalis, membawa penjalaran sinyal nosiseptif ke otak.
3Proses dari Medula Spinalis ke Otak
Proses neurologis pada kornu dorsalis , yang di proyeksikan ke otak, ini dinamakan traktus asenden. Beberapa proyeksi neuron pada kornu dorsalis, menjalarkan sinyal nosiseptif ke talamus, melalui traktus spinotalamikus.
Beberapa sinyal nosiseptif juga dijalarkan jaringan retikular, mesensepalon, dan hipotalamus, melalui traktus spinoretikular, spinomesensepalikus, dan spinohipotalamikus.
3Implikasi Klinis
Beberapa obat-obatan analgesik, berperan sebagai inhibitor nosisepsi di kornu dorsalis, sebagai contoh analgesik opioid, yang memiliki peran mengikat reseptor opioid pada aferen primer, dan neuron kornu dorsalis, serta meniru efek inhibitor dari endogen opioid. Pengikatan reseptor opioid ini juga terjadi di otak, dan mengaktivasi jalur desenden, yang kemudian menghambat penjalaran sinyal nosiseptif ke kornu dorsalis. Contoh lain, yaitu baclofen, merupakan GABA agonis, yang mengikat GABA reseptor, dan meniru efek inhibitor dari GABA, pada penjalaran sinyal nosiseptif.
12.2.3. Proses Modulasi Jalur Desenden
Modulasi dari penjalaran sinyal nosiseptif, terjadi pada setiap level, yaitu di perifer, spinal, dan supraspinal. Teori Melzack dan Wall’s mengatakan, bahwa modulasi hanya sebagai reaksi inhibisi melalui jalur desenden dari otak. Namun saat ini, jalur desenden dari penjalaran impuls nyeri, perannya bisa sebagai inhibitor dan fasilitator dari jalur desenden.
2Beberapa regio di otak, mengkontribusikan inhibitor pada jalur desenden melalui serabut saraf, yang menghasilkan mediator-mediator inhibitor, diantaranya, endogenus opioid, serotonin, norepinephrine, dan GABA, dimana saat melakukan kontak sinaps dengan neuron-neuron lain pada kornu dorsalis.
6Implikasi Klinis
Beberapa obat-obatan analgesik, meningkatkan efek inhibitor desenden yang dihasilkan. Sebagai contoh, obat-obatan antidepresan , yang berperan menghalangi pengikatan kembali dari serotonin dan norepinephrine pada persarafan, peningkatan dari konsentrasi relatif di interstisial, dan aktivitas endogen dari jalur modulasi nyeri. Tidak semua anti depresan dapat digunakan untuk mengobati nyeri kronik.
42.2.4. Proses Persepsi
Persepsi nyeri merupakan perasaan yang tidak nyaman, berkaitan dengan
bagian tubuh yang merasakan nyeri. Di karakteristikan sebagai sensasi yang tidak
nyaman, dan pengalaman emosional yang buruk. dinyatakan adanya suatu
ancaman.
7Termasuk sistem limbik dan kortikal. Informasi nosiseptif dari proyeksi neuron pada kornu dorsalis, dibawa melalui talamus menuju kontralateral kortek soamtosensori, yang memediasi informasi mengenai lokasi, intensitas, dan kualitas dari nyeri itu sendiri. Talamus menyampaikan informasi nosiseptif ini menuju sistem limbik. Informasi ini juga berasal dari traktus spinoretikular dan spinomesensepalikus yang memediasi perilaku nyeri itu sendiri. Faktor sosial dan lingkungan juga berpengaruh pada persepsi nyeri, berkaitan dengan pengalaman dan budaya setiap individu. Yang pada akhirnya nyeri merupakan suatu persepsi yang subjektif, dan berbeda pada setiap individu.
72.3. Sensitisasi Nyeri Sensitisasi Perifer
Adanya mediator inflamasi (perifer), yang berulang, atau adannya stimulus noxius yang berkepanjangan, dapat mensensitisasikan nosiseptor. Sensitisasi nosiseptor merupakan awal permulaan untuk aktivasi, dan meningkatkan kualitas nyeri. Disisi lain akan menghasilkan impuls nyeri yang lebih sensitif, dan sering.
Sensitisiasi perifer dalam hal ini di perankan oleh nosiseptor, menjadi peranan penting, proses sensitisasi sentral, dan tingkatan klinis nyeri, seperti hiperalgesia, yang merupakan keadaan dimana sangat sensitif merespon stimulus nyeri, dan alodinia , keadaan dimana merasa nyeri, walaupun mendapat stimulus, yang tidak berbahaya.
8Sensitisasi Sentral
Sensitisasi sentral berkaitan dengan kemampuan hiperexcitabilitas sistem persarafan. Jejas pada jaringan, jejas pada saraf merupakan penyebabnya. Dimana nosiseptor yang berasal di perifer perlu melakukan kompensasi. Stimulasi berulang oleh serabut C (nosiseptor), disebabkan oleh peningkatan frekuensi bertahap neuron firing pada kornu dorsalis yang disebut dengan proses wind-up.
Aktivasi dari reseptor NMDAs memiliki peranan penting pada proses ini
Gambar II. Sensitasi sentral pada kornu dorsalis8
Korelasi klinis dari proses wind-up, berkaitan dengan peningkatan pengalaman nyeri, saat adanya stimulus berulang. Informasi yang dibawa oleh serabut C secara berulang, menyebabkan peningkatan eksitabilitas dan respon neuron pada kornu dorsalis. Terjadi dalam hitungan menit sampai jam.
8Sensitisasi sentral berkaitan dengan aktivitas persarafan spontan pada kornu dorsalis, dimana pada keadaan normal neuron-neuron tersebut merespon pada stimuli dengan intensitas rendah. Keadaan manifestasi klinis yang berubah pada proses ini meliputi:
Hipersensitifitas respon terhadap stimulus noksius, yang disebut hiperalgesia.
Respon tentang adanya nyeri, akibat adanya stimulus yang tidak berbahaya, kondisi ini disebut allodynia.
Rasa nyeri yang lama, akibat rangsangan stimulus berkepanjangan, disebut nyeri persisten.
Nyeri yang menyebar, sampai pada jaringan yang tidak terkena stimulus, disebut dengan referred pain.
Implikasi Klinis
Sensitisasi merupakan, kemampuan merepon nyeri yang berkelanjutan,
dan hiperalgesia setelah injuri. Respon sensitif ini, dikarenakan rangsangan
noksius normal, saat terjadinya injuri dan inflamasi jaringan, atau rangsangan
noksius yang abnormal, saat terjadinya injuri pada saraf maupun pusat saraf. Pada
dasarnya sensitisasi yang terjadi, merupakan proses penyembuhan. Pada kondisi
hiperalgesia dan alodinia, terjadinya proteksi saat fase penyembuhan. Dimana
keadaan seperti ini jika berkepanjangan, setelah proses penyembuhan, disebut dengan nyeri kronik.
Sensitisasi sentral merupakan peran utama pada nyeri kronik, terutama nyeri yang disebabkan oleh jejas saraf atau disfungsi saraf (nyeri neuropati). Maka dari itu penatalaksanaan nyeri yang berkepanjangan jauh lebih sulit dari nyeri akut. Berbeda dengan nyeri nosiseptif , nyeri neuropatik tidak merespon dengan pengobatan NSAIDs dan opioids, namun merespon terhadap obat-obatan antiepileptik, atau anestesi lokal.
12.4. Jenis Nyeri Nyeri Nosiseptif
Nyeri nosiseptif terjadi karena aktivasi nosiseptor oleh stimulus noksius.
Nyeri yang dari organ viseral disebut nyeri viseral, dan nyeri yang timbul pada jaringan , seperti kulit, otot, tulang, disebut nyeri somatik.
1Perbedaan bagaimana stimulus melintasi jaringan-jaringan, dan menghasilakn dari karakteristik dari nyeri tersebut, sebagai contoh, nyeri pada kulit yang mendeskripsikan, batas yang jelas, sensasi terbakar, ataupun sensasi tertusuk. Namun nyeri viseral dapat mendeskripsikan sensasi kram, pada satu sisi yang mengalami nyeri.
4Nyeri Neuropati
Nyeri yang disebabkan oleh proses penyimpangan sinyal, dari perifer ke sistem saraf pusat. Nyeri neuropati juga bisa disebut reflek jejas pada sistem saraf.
Penyebab dari nyeri neuropati diantaranya, trauma, inflamasi, penyakit metabolik, infeksi, tumor , toksin, dan penyakit neurologik.
42.5. Mediator Kimiawi Nyeri
Kerusakan seluler (kulit, fascia, otot, tulang, dan ligamen) berkaitan dengan pelepasan ion H+ dan K+ di intraseluler, serta asam arakidonat dari membran sel yang lisis. Akumulasi asam arakidonat tersebut akan menstimulasi enzim cyclooxygenase (COX), yang akan mengubah asam arakidonat menjadi metabolit aktif, yaitu prostaglandin E2 (PGE2). Prostaglandin, ion H+ dan K+
intraseluler, berperan sebagai aktivator primer nosiseptor, juga untuk inisiasi
respon inflamasi dan sensitisasi perifer, yang akan meningkatkan pembengkakan
jaringan dan nyeri pada tempat injuri.
6Mediator lainnya seperti bradikinin, serotonin, histamin, ketokelamin, dimana juga dilepaskan setelah suatu injuri merupakan sensitasi nyeri primer dan sekunder yang potensial. Oleh sebab itu analgetik yang bekerja hanya menghambat prostaglandin di perifer tersebut tidak cukup untuk menghambat nyeri derajat sedang - berat.
62.6. Efek Samping Nyeri 1. Efek Kardiovaskular
Respon pada kardiovaskular yang sering ditandai dengan adanya, hipertensi, takikardi, peningkatan iritabilitas myokardial, dan peningkatan resistensi vaskuler sistemik. Pada kebanyakan orang normal, terjadi penigkatan cardiac output yang terjadi pada pasien dengan kelainan fungsi ventrikel.
Peningkatan kebutuhan oksigen pada myokardial, dapat menyebabkan iskemik myokardial.
22. Efek Sistem Respirasi
Terjadi peningkatan kebutuhan oksigen dan produksi karbondioksida yang mengharuskan terjadinya hiperventilasi. Kondisi akan bertambah buruk jika disertai dengan riwayat gangguan sistem respirasi sebelumnya.Penurunan pergerakan dinding dada akan mengurangi volume tidal dan kapasitas residu.
Pada akhirnya akan mengarah terjadinya atelektasis, intrapulmonary shunting, hipoksemia, dan mungkin bisa menyebabkan hipoventilasi.
23. Efek Gastrointestinal dan Urinaria
Penigkatan tonus sphincter serta penurunan intestinal dan urinaria yang disebabkan oleh penigkatan simpatis, serta akan menyebabkan retensi urin.
Hipersekresi asam lambung akan mengarah pada adanya ulserasi, dan bersamaan dengan penurunan motilitas.
24. Efek Sistem Endokrin
Respon hormon terhadap stres, dengan terjadinya penigkatan hormon
katabolik yaitu katekolamin, kortisol, dan glukagon, serta terjadi penurunan
hormon anabolik yaitu insulin dan tetosteron. Bermanifestasi terhadap
keseimbangan nitrogen yang negatif.
2Intoleransi karbohidrat, dan peningkatan
lipolisis, kortisol, renin, aldosteron, angiotensin, dan hormon antidiuretik yang menghasilkan terjadinya retensi natrium, air, dan ekspansi sekunder ke interstitial.
5. Efek Hematologi
Stres mengakibatkan penigkatan perlengketan platelet, penurunan fibirnolisis, dan hiperkoagulasi.
26. Efek Imun
Leukositosis dengan limfopenia yang disebabkan oleh respon dari stres dan juga terjadinya penurunan RES (rethiculo endothelial system), sebagai faktor predisposisi penyebab infeksi pada pasien.
37. Perubahan Psikologis
Setiap individu memiliki repon yang berbeda terhadap rangsangan nyeri.
Anxietas, insomnia, demoralisasi, depresi, dan gangguan konsentrasi, merupakan contoh reaksi psikologis yang bisa dialami pada masing-masing individu.
7BAB III SIMPULAN