• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUASAAN ISI MODUL MAHASISWA UT MELALUI MODEL MEMBACA LACAK ISI: Studi eksperimen kuasi mahasiswa Program S1 PGSD UT UPBJJ Bandung mengenai pemahaman bacaan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGUASAAN ISI MODUL MAHASISWA UT MELALUI MODEL MEMBACA LACAK ISI: Studi eksperimen kuasi mahasiswa Program S1 PGSD UT UPBJJ Bandung mengenai pemahaman bacaan."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

D. Variabel penelitian dan definisi operasional ... 7

E. Tujuan penelitian ... 7

5. Meningkatkan motivasi membaca ... 19

6. Kemampuan membaca ... 21

BAB III: METODE DAN TEKNIK PENELITIAN A. Metode penelitian ... 41

B. Lokasi dan subjek penelitian ... 43

(2)

1. Instrumen penelitian kesatu ... 44

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membaca adalah salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan para mahasiswa yang sedang menuntut ilmu. Betapa tidak, berbagai perkembangan pengetahuan dan teknologi masa kini, bisa kita peroleh dari hasil membaca. Membaca dapat meningkatkan daya nalar seseorang, apakah itu seorang mahasiswa atau siapapun. Membaca adalah suatu keterampilan, yang dapat meningkatkan daya nalar seseorang. Artinya, daya berpikir seseorang banyak ditentukan oleh kebiasaan membacanya. Secara umum, membaca juga berdampak sekali terhadap peningkatan sumber daya manusia suatu negara. Oleh karena itu, pemerintah melalui departemen pendidikan nasional sedang menggalakkan wajib baca bagi semua warganya, agar pengelolaan sumber daya alam dan masyarakatnya akan semakin baik di masa depan.

Kehadiran dan penyebaran media cetak yang beraneka ragam dewasa ini, menambah tantangan semua pihak termasuk para mahasiswa, untuk berupaya terus memperoleh dan memanfaatkan informasi-informasi yang sedang berkembang saat ini. Dalam hal ini, kemampuan membaca seseorang harus terus-menerus dikembangkan dan ditingkatkan, agar mampu memahami dan menerapkan pengalaman membacanya dalam rangka menyongsong dan menjalani kehidupan sehari-hari dengan lebih bermakna.

(4)

pendidikan tinggi dan bertugas di manapun masih tetap diperlukan. Bahkan sebagian orang berpendapat, dengan keterampilan membaca seseorang akan dapat memasuki gerbang keilmuan yang penuh pesona, dan dapat memahami khasanah kearifan yang banyak mendatangkan hikmah.

Harjasujana (2005:1) menegaskan, bahwa kemampuan membaca mempunyai makna yang sangat penting baik dalam kehidupan akademis maupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kemampuan membaca menjadi kebutuhan yang amat penting jika kita tidak mau tertinggal kemajuan zaman. Apalagi dalam dunia pendidikan, kegiatan membaca dapat disebut sebagai modal utama bagi para pelakunya. Sudah pasti, peranan guru dan sekolah dalam hal ini akan sangat berpengaruh dalam memberikan motivasi membaca kepada para siswanya.

(5)

Peranan pendidik (dosen/tutor) pada kegiatan pembelajaran harus dapat memotivasi mahasiswa agar menyenangi acara perkuliahan (tutorial). Karena itu, seorang dosen/tutor harus pandai memilih dan menyusun skenario perkuliahan, sehingga mahasiswa merasa tertarik. Suherman (dalam Sukarjo, 2007:3) mengemukakan, bahwa pembelajaran akan lebih bermakna (meaningful), jika siswa tidak hanya belajar untuk mengetahui sesuatu (learning to know about) tetapi juga belajar melakukan (learning to do), belajar menjiwai (learning to be), dan belajar bagaimana seharusnya belajar (learning to learn), serta belajar bersosialisasi dengan sesama teman (learning to live together).

Iskandarwassid (2004:3) menengarai, bahwa kondisi semacam itu kurang mendukung peningkatan kualitas pembelajaran. Ada beberapa faktor penentu kualitas pembelajaran, yaitu; faktor siswa (raw input); faktor lingkungan (environmental input; alam, sosial budaya); faktor instrument (instrumental input; kurikulum, program, sarana dan fasilitas, dan tenaga pengajar); dan proses belajar mengajar (learning-teaching process; bermacam-macam pengembangan kegiatan belajar mengajar).

(6)

perguruan tinggi konvensional maupun pada perguruan tinggi non-konvensional (seperti Universitas Terbuka). Begitu juga dalam hal memotivasi mahasiswa agar lebih senang membaca, apakah itu untuk kepentingan perkuliahan/tutorial atau yang lainnya.

Program S1 PGSD (Strata 1 Program Guru Sekolah Dasar) pada UT UPBJJ (Universitas Terbuka Unit Program Belajar Jarak Jauh) Bandung, adalah program perkuliahan yang diperuntukkan bagi mahasiswa yang berstatus sebagai guru SD (Sekolah Dasar). Mereka ditingkatkan jenjang pendidikannya, yang semula cukup beijazah SPG (Sekolah Pendidikan Guru) atau yang sederajat dan D2 PGSD (Diploma 2 Pendidikan Guru Sekolah Dasar) menjadi S1 PGSD (Strata 1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar). Banyak guru SD yang berminat menempuh program ini, karena untuk memenuhi tuntutan profesi di lembaganya, menyusul peraturan baru mengenai syarat minimal latar belakang pendidikan tenaga guru SD adalah S1. Besar kemungkinan faktor inilah yang banyak dijadikan mahasiswa sebagai motivasi untuk mengikuti program ini, selain faktor tuntutan belajar bagi pengembangan wawasan akademik sebagai seorang guru.

(7)

Hasil penelitian Nurhatin (1997) menyebutkan, adanya hubungan yang tinggi antara variabel minat baca buku ajar dan kebiasaan membaca buku ajar dengan tingkat pemahaman dalam membaca. Hasil ini memberikan gambaran bahwa betapa besarnya faktor minat baca sebagai suatu kekuatan yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan membaca.

Membaca sebagai bentuk motivasi belajar bagi mahasiswa UT adalah suatu keharusan, karena dengan membaca mahasiswa dimungkinkan dapat mengikuti tutorial dan ujian dengan baik. Tutorial adalah kegiatan pertemuan mahasiswa (tutee) dengan dosennya (tutor) untuk membahas permasalahan yang terdapat pada modul yang telah dibaca mahasiswa. Permasalahan yang sering muncul pada saat tutorial dan dianggap dominan, adalah kesiapan mahasiswa mengikuti tutorial. Seringkali mahasiswa hadir pada kegiatan tutorial tanpa pemahaman dan penguasaan modul sebagaimana mestinya, karena sebagian besar mahasiswa belum membaca modul.

Lebih khusus lagi masalah kesiapan tutorial yang menjadi latar belakang dalam penelitian ini adalah:

1. Penguasaan buku materi pokok (modul) sebagai bekal tutorial bagi mahasiswa UT program S1 PGSD dipandang masih rendah.

2. Tidak semua mahasiswa dapat memahami cara membaca modul, sehingga baginya membaca modul merupakan “beban” yang berat.

(8)

B. Identifikasi Masalah

Untuk dapat melihat secara mendalam bagaimana sebenarnya kondisi membaca para mahasiswa UT, berikut ini adalah beberapa kenyataan yang penulis jumpai:

1. Peningkatan penguasaan isi modul:

Sebagian besar mahasiswa belum UT siap mengikuti tutorial, karena modul yang akan dibahas belum dibaca atau sudah dibaca tetapi belum sempat menganalisisnya, sehingga pada saat tutorial berlangsung mahasiswa tidak dapat mengemukakan permasalahan yang terdapat dalam modul.

2. Peningkatan penguasaan isi modul dengan menggunakan model membaca lacak isi:

Sebagian besar mahasiswa UT belum mengetahui cara/teknik membaca modul yang tepat, sehingga persoalan membaca (penguasaan terhadap bahan bacaan) dan minat membaca menjadi masalah yang serius.

3. Peningkatan motivasi membaca modul:

Keberadaan modul bagi mahasiswa UT seharusnya dapat meningkatkan keinginan belajar. Tetapi karena motivasi membaca yang rendah, seringkali mahasiswa hadir pada acara tutorial dengan kondisi belum siap belajar.

C. Rumusan Masalah

(9)

(Keterampilan Dasar Menulis). Mata kuliah tersebut kebetulan diampuh oleh penulis, yang bertindak sebagai tutor sekaligus sebagai peneliti.

Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut, maka perlu membuat rumusan masalah berupa pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Bagaimanakah karakteristik modul UT, dan faktor-faktor apakah yang terlibat dalam proses tutorial mata kuliah KDM pada program PGSD UT?

2. Model membaca seperti apakah yang perlu dikembangkan, untuk meningkatkan penguasaan isi modul mahasiswa UT pada mata kuliah KDM? 3. Sejauh manakah keunggulan model membaca yang dikembangkan,

dibandingkan dengan model membaca yang lain?

D. Variabel penelitian dan definisi operasional

Penelitian ini akan menyelidiki apakah benar penggunaan model membaca tertentu dapat meningkatkan penguasaan isi modul. Maka yang menjadi variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah model membaca lacak isi, sedang variabel terikatnya (dependent variable) adalah penguasaan modul. Selanjutnya penelitian ini akan menggunakan metode eksperimen, yang menetapkan variabel bebas sebagai kelompok eksperimen dan variabel terikat sebagai kelompok kontrol.

(10)

terhadap Mahasiswa Program S1 PGSD Universitas Terbuka mengenai Pemahaman Bacaan) adalah:

1) Penguasaan modul adalah keberhasilan memahami dan menguasai isi modul berupa teks bacaan, yang berisi uraian materi dari suatu pembahasan/wacana tertentu dari jenis buku “beperaturan” sebagai variabel bebas.

2) Model membaca lacak isi adalah suatu cara/teknik membaca yang menekankan pada aspek pemahaman yang mendalam terhadap isi bacaan, setelah melalui proses pengkajian dan pendalaman materi, yang selanjutnya disebut variabel terikat.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik modul UT dan faktor-faktor apa saja yang berperan dalam tutorial, menemukan model membaca yang cocok untuk memahami/menguasai isi modul, dan mengetahui keunggulan model membaca modul yang dikembangkan. Lebih khusus lagi penelitian ini bertujuan:

1. Ingin mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan model membaca, dalam meningkatkan penguasaan isi bacaan mahasiswa terhadap modul? 2. Ingin mengetahui bagaimana model membaca berperan, dalam usaha

meningkatkan penguasaan isi modul?

(11)

F. Asumsi

Beberapa hal yang dapat dijadikan asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. UT menerapkan sistem belajar jarak jauh. Oleh karena itu membaca bagi mahasiswa UT adalah suatu keharusan agar dapat menguasai modul, dan agar dalam proses tutorial mereka dapat berpartisipasi aktif memecahkan permasalahan sebagai hasil kajian membacanya.

2. Untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam mengembangkan wawasan keilmuannya, maka seorang mahasiswa butuh membaca. Membaca adalah kunci untuk membuka ilmu.

G. Hipotesis

Adanya hipotesis dimaksudkan untuk menjawab permasalahan secara tentatif, dan dalam rangka memberikan arahan pada penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Hipotesis Nol (Ho): Tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil tutorial yang menggunakan model membaca yang dikembangkan, dengan yang menggunakan model membaca lain.

(12)

H. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran dan masukan tentang penggunaan model membaca, baik secara teoretis maupun praktis, yaitu:

1. Manfaat teoretis: Diharapkan dapat memperkaya model-model membaca yang menekankan pada aspek bacaan, sebagaimana pendapat Rogger Farr (1969) bahwa untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman dapat dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan sudut pandang penulis dan kesimpulan bacaan.

2. Manfaat praktis:

a. Bagi mahasiswa: Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan penguasaan isi bacaan modul, dan meningkatkan motivasi membaca mahasiswa dengan prinsip-prinsip membaca yang benar.

b. Bagi tutor: Dengan dikuasainya materi isi modul oleh mahasiswa, tutor dapat memastikan bahwa materi yang akan ditutorialkannya sudah dibaca dan dipahami, sehingga mahasiswa yang hadir di tempat tutorial sudah siap dengan sejumlah pertanyaan dan permasalahan yang muncul dari hasil pengkajian modul.

(13)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Membaca

1. Perihal membaca

Membaca merupakan kegiatan yang sangat penting, bahkan boleh dikatakan suatu keharusan bagi seseorang yang tidak mau dikatakan ketinggalan zaman. Karena dengan kemampuan membacanya, seseorang akan mampu menjawab perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang menjadi perhatian bangsanya. Harjasujana (2006) menegaskan bahwa kemampuan membaca merupakan wahana utama yang dapat menjunjung martabat suatu bangsa ke kedudukannya yang paling tinggi, sudah menjadi keyakinan yang tidak diragukan lagi dalam era reformasi yang tengah kita jalani ini.

(14)

tersebut tidak dibarengi dengan kesungguhan mereka dalam belajar, khususnya dalam hal membaca sebagai syarat untuk mengikuti tutorial di UT.

Untuk dapat menjadi bangsa yang senang membaca diperlukan usaha yang kuat, agar semua informasi yang sedang menjadi masalah aktual dapat dipahami dan menjadi wacana bagi pengembangan kehidupan masa kini. Salah satu usaha kuat yang dimaksud adalah meningkatkan penguasaan isi bacaan dan motivasi membaca. Bagaimanapun beragamnya informasi yang penting, baik menyangkut perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, maupun informasi yang berkenaan dengan profesi dan individual layak untuk dibaca sebagai penambah wawasan.

2. Membaca pemahaman

a. Pengertian membaca pemahaman

Menurut Weiner dalam Akil (1993: 57) menyatakan bahwa membaca pemahaman itu merupakan suatu proses yang rumit yang berlangsung dalam diri seorang yang melakukan kegiatan membaca dengan mendayagunakan segala kapasitas mental yang dimilikinya untuk memperoleh makna (pemahaman) dari bahan yang dibacanya.

(15)

Geoffry Leech dalam Akil (1993: 59) menengarai bahwa untuk memahami atau memilih makna yang tepat dalam satu bacaan, seorang pembaca perlu memahami bermacam-macam makna dan cara pemaknaan menurut konteks bahan yang dibacanya. Ada 7 macam makna yaitu (1) makna logis atau denotatif, (2) makna konotatif, (3) makna berdasarkan lingkungan sosial pemakai bahasa, (4) makna menurut perasaan/sikap pembicara/penulis, (5) makna yang berkaitan dengan pernyataan lain atau yang terpantul dari pernyataan tertentu, (6) makna yang berkaitan dengan makna kata lain yang sering muncul dalam lingkungan/konteks yang sama, dan (7) makna menurut cara penyampaian atau urutan penekanan pesan). Selain itu pembaca juga harus mampu membedakan antara makna proposisional, makna kontekstual, dan makna fragmatis.

b. Proses membaca pemahaman

Membaca pemahaman atau memahami bacaan merupakan suatu proses yang sangat rumit. Proses itu berlangsung dalam bentuk interaksi dari berbagai unsur, mulai dari proses penginderaan yang melahirkan proses perseptual sampai pada pengambilan dan pengendapan informasi dari bacaan. Untuk mengetahui lebih rinci bagaimana proses membaca pemahaman itu berlangsung, dapat dilihat dari uraian berikut ini:

o Membaca dengan tujuan untuk memahami bacaan merupakan suatu proses kerja psikis dan fisik antara indra penglihatan, indra perabaan, dan indra pembaca.

o Membaca adalah suatu proses fisik atau sensoris.

(16)

o Kegiatan membaca merupakan gabungan berbagai proses yang menyatu dan terjadi secara serempak.

o Proses membaca mengenal model bottom-up, top-down, dan interactive.

o Bottom-up adalah proses membaca yang lebih banyak dikendalikan oleh bahan bacaan itu sendiri (bacaan merangsang dan mengarahkan pembaca akan isi bahan yang dibacanya).

o Top-down menekankan bahwa dalam proses membaca, maka pembacalah yang lebih menentukan (pembaca sudah mempunyai pengetahuan atau konsep tentang hal yang dibacanya).

o Interactive adalah proses membaca yang memadukan antara bahan bacaan dengan pembaca yang saling melengkapi dalam pemahaman suatu bacaan.

c. Aspek membaca pemahaman

Sebenarnya aspek yang dinilai dalam pemahaman bacaan terdiri atas tiga bagian besar, yaitu:

(1) pemahaman tentang bahasa dan lambang tulisannya, (2) tentang gagasan yang terdapat dalam bacaan, serta (3) nada dan teknik yang digunakan pengarang.

(17)

1) Gagasan utama itu adalah bagian-bagian yang terpenting dalam sebuah bacaan. Gagasan utama harus menjadi pusat perhatian pembaca, karena dengan mengetahui keseluruhan gagasan utama yang ada dalam sebuah bacaan, berarti memahami secara umum isi yang terdapat dalam bacaan itu. 2) Gagasan tambahan yaitu ide-ide penjelas yang terdapat dalam sebuah bacaan,

dan merupakan pendukung gagasan utama, yang terdapat dalam kalimat-kalimat penjelas.

3) Kesimpulan bacaan adalah pemahaman tentang jalan pikiran pengarang dengan mengikuti penjelasan-penjelasan yang disampaikan dalam bacaan, serta semua gagasan utama yang dikemukakan mulai dari awal sampai akhir bacaan.

4) Pandangan pengarang yaitu sikap yang ditunjukkan pengarang terhadap objek yang dikemukakan pengarang dalam karangannya (Keraf, 1982: 143). Dalam pemahaman bacaan, seorang pembaca diharapkan mampu menganalisis apa sebenarnya pertimbangan-pertimbangan pengarang mengemukakan pokok masalah yang dikemukakan.

2. Motivasi membaca

(18)

Karena keingintahuan untuk memperoleh pengetahuan, seseorang akan berusaha terus agar mendapatkan informasi. Segala macam cara akan dilakukan dan berusaha untuk terus mendapatkan informasi terbaru, dengan harapan wawasan keilmuannya akan selalu bertambah dan up to date. Tingkah laku dan usaha yang begitu kuat untuk memperoleh informasi inilah yang menjadi ciri seseorang memiliki motivasi.

(19)

Seseorang yang memiliki motivasi membaca yang tinggi, pastinya mempunyai hasrat yang kuat untuk mencari informasi yang terdapat dalam wacana dan menghayati pentingnya arti wacana bagi dirinya. Digambarkan oleh Damaianti bahwa seorang mahasiswa yang sedang membaca modul tentang kalimat efektif bila di tanya, “Mengapa Anda membaca wacana ini?” maka mahasiswa akan menjawab, “karena saya ingin memahami dan menerapkan kalimat efektif pada saat saya menulis laporan perbaikan pembelajaran nanti”. Tetapi bagi seseorang yang motivasi membacanya rendah, dia hanya mau membaca manakala ada dorongan atau tugas dari luar dirinya. Biasanya mahasiswa yang memiliki motivasi membaca yang rendah banyak mengharapkan bantuan dosennya, atau mau membaca jikalau ada tugas yang diberikan pada dirinya.

Menurut Gottfried (dalam Damaianti, 2001:27) motivasi membaca dalam kegiatan membaca mempunyai arti aktivitas yang disertai kesenangan yang melekat pada aktivitas membaca itu sendiri. Dengan kata lain kalau aktivitas membaca sudah menjadi kesenangan, maka membaca adalah suatu kebutuhan yang harus dilakukan setiap saat. Membaca dapat menjadi kebiasaan, bukan merupakan beban yang harus dipaksakan.

3. Hambatan dalam membaca

(20)

dengan kesenjangan antara kemampuan yang dimiliki dengan kemampuan yang dituntut, atau dipersyaratkan dalam kehidupan, yang dalam hal ini adalah tuntutan akademik berupa belajar. Peraturan yang baru mensyaratkan bahwasanya seorang guru SD harus berijazah minimal S1. Sudah pasti bahwa dalam memperoleh jenjang tersebut haruslah ditempuh dengan belajar. Kegiatan belajar yang dimaksud lebih khusus adalah kegiatan membaca, yang pada sebagian orang menjadi permasalahan. Betapa tidak, inti dari kegiatan belajar adalah membaca. Pada kasus kegiatan membaca mahasiswa UT, yang juga para guru SD adalah masalah dilematis. Dorongan atau tuntutan akademik untuk meraih jenjang pendidikan S1, kadangkala kurang dibarengi dengan motivasi belajar atau membaca. Hal ini merupakan permasalahan belajar orang dewasa, biasanya kegiatan membaca orang dewasa sering terhambat oleh kesibukan pekerjaan dan urusan rumah tangga.

Menurut Tampubolon (1987:10) selain hambatan psikologis, kebiasaan-kebiasaan tertentu dapat menyebabkan tidak efisiennya kegiatan membaca. Cepat lambatnya Anda mencapai kemampuan membaca yang diharapkan sebahagian tergantung pada cepat lambatnya Anda menanggalkan kebiasaan atau kebiasaan-kebiasaan yang tak efisien itu. Beberapa kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik itu antara lain susah berkonsentrasi pada saat membaca, dan jarang sekali membaca.

(21)

beberapa masalah dan hambatan yang umum terjadi pada setiap orang antara lain kurangnya minat baca, dan minimnya pengetahuan tentang cara membaca yang cepat dan efektif.

Faktor lain yang juga dapat menghambat seseorang membaca adalah karena ketidaktahuannya tentang teknik-teknik membaca. Untuk mengatasinya pembaca harus melengkapi diri dengan pengetahuan tentang teknik-teknik membaca cepat. Disamping harus menguasai teknik-teknik membaca, pembaca harus pula mampu memilih teknik membaca yang tepat. Penentuan teknik membaca yang tepat ini dipengaruhi oleh tujuan membaca dan sifat bacaan (Akil, 1993: 37).

Jika seseorang membaca dengan tujuan hanya ingin memperoleh gambaran umum dari suatu bacaan, maka teknik yang digunakan adalah teknik membaca layap (skimming), sedang kalau dia ingin mencari informasi tertentu dengan cepat, maka teknik yang digunakan adalah membaca tatap (scanning). 4. Meningkatkan motivasi membaca

Menurut Turner, JC (dalam Damaianti, 2001: 38), terdapat empat karakteristik yang harus dipersiapkan dalam upaya peningkatan motivasi membaca, yaitu (1) tantangan dan perbaikan diri, (2) kemandirian siswa, (3) usaha mewujudkan kepentingan pribadi, dan (4) kolaborasi sosial.

(22)

tingkat yang moderat, bukan dengan cara menyederhanakan tugas, bukan pula dengan memberikan tugas-tugas yang menyebabkan siswa menjadi frustasi. Tingkat kesulitan tugas yang moderat, dapat membantu siswa mengukur kemajuannya dalam mencapai tujuan. Konsekuensinya, tugas semacam itu dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemauan.

Motivasi akan tumbuh pada diri siswa, apabila mereka diberi peluang untuk menentukan sendiri tujuan membacanya. Bila siswa diberi peluang untuk menentukan sendiri dalam membuat keputusan pada kegiatan membacanya, tampaknya mereka akan tertarik untuk melakukan kegiatan tersebut dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang telah dibuatnya. Akan tetapi, bila hanya guru yang melakukan pemantauan terhadap penyelesaian tugas-tugas yang dilakukan siswa, maka hal itu akan merendahkan motivasi.

Ada dua cara yang dapat dilakukan agar minat dapat mempengaruhi motivasi. Pertama, mengusahakan agar siswa dapat memilih dan tekun dalam memproses informasi-informasi yang dibutuhkan. Bila siswa sudah tertarik atau memiliki minat terhadap sebuah wacana, mereka akan mencoba untuk menekuninya. Kedua, minat mempengaruhi tujuan yang diterapkan siswa. Bila siswa didorong untuk mengekspresikan ide-idenya, tampaknya mereka lebih ingin menetapkan tujuan belajarnya.

(23)

kepada anak untuk mencapai sendiri pengertian terhadap wacana. Social guidance dan kerja sama kelompok dalam kelas dipandang sebagai aspek yang

fundamental dalam peningkatan motivasi.

Menurut Rusyana (1984: 192) usaha agar anak menjadi pembaca yang baik diantaranya adalah usaha untuk menumbuhkan minat dan kebiasaan baca tulis mereka. Dengan minat dimaksudkan kesadaran seseorang bahwa suatu obyek, orang, hal, atau keadaan, mempunyai hubungan atau kepentingan baginya.

Menumbuhkan minat sangat penting kedudukannya dalam hubungan kegiatan baca tulis. Dengan membiasakan membaca, sekaligus menjadikannya keharusan bagi kehidupan keseharian adalah contoh bagaimana meningkatkan minat membaca. Selanjutnya Rusyana mengemukakan kegiatan baca tulis terutama berusaha menimbulkan minat budaya, yaitu minat yang luas dan mendalam akan nilai bacaan dan tulisan, serta kesadaran akan kemanfaatannya bagi kehidupan.

Kebutuhan belajar pada setiap orang dewasa dapat berkembang, bertambah, dan berkurang. Bahkan dapat secara berkelanjutan, dan berganti-ganti. Terpenuhinya sesuatu kebutuhan, dapat menjadi potensi untuk melahirkan kebutuhan baru yang kedudukannya lebih tinggi. Apabila seseorang telah memperoleh kemampuan membaca (sebagai kebutuhan dasar), ada kecenderungan ia ingin mengetahui isi buku yang ditemuinya (Abdulhak, 2000: 29).

(24)

Kalau membaca sudah dikategorikan sebagai kebutuhan, maka kegiatan membaca tidak lagi menjadi penghambat dan beban psikologis bagi kelangsungan belajar.

5. Kemampuan membaca

Setiap orang berbeda kemampuan membacanya. Ada pembaca yang baik dan ada pembaca yang buruk. Dilihat dari tingkat kemampuan membacanya, ada tiga golongan pembaca, yaitu: pembaca literal, pembaca kritis, dan pembaca kreatif (Nurhadi, 1989:57). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa pembaca literal mengenal dan menangkap bahan bacaan yang tertera secara tersurat (eksplisit). Artinya, pembaca hanya menangkap informasi yang tercetak secara literal (tampak jelas) dalam bacaan. Pembaca kritis mengolah bahan bacaan secara kritis untuk menemukan keseluruhan makna bahan bacaan, baik makna tersurat, maupun makna tersiratnya, melalui tahap mengenal, memahami, menganalisis, mensintesis, dan menilai. Pembaca kreatif tidak hanya menangkap makna yang tersurat, makna antarbaris, dan makna dibalik baris, tetapi juga mampu secara kreatif menerapkan hasil membacanya untuk kepentingan sehari-hari.

(25)

pengukuhannya sebagai guru besar pada FPBS IKIP Bandung pada tanggal 26 Desember 1988. Dalam batasan kemampuan membaca ada dua unsur pokok yang dilibatkan, yaitu kecepatan dan pemahaman. Kedua unsur ini berkaitan dengan konsep membaca cepat (speed reading) dan membaca pemahaman (reading comprehension).

Kemampuan membaca pemahaman berhubungan dengan proses berpikir. Dalam hal ini, seorang tokoh psikologi yang terkenal, yaitu Piaget menyatakan bahwa perkembangan berpikir manusia itu bertahap-tahap dan akan semakin kompleks pada tahap yang lebih lanjut. Pada setiap tahap ditandai oleh terbentuknya struktur konsep atau intelektual tertentu yang disebut skema. Skema menjadi mediator antara seseorang dengan lingkungannya. Berdasarkan berbagai pengertian di atas terhadap perkembangan kegiatan membaca, muncul definisi baru terhadap proses membaca. Proses membaca dihubungkan dengan strategi memahami teks dan pemahaman teks (Arshad dalam Nuraeni, 2006:24).

Ki Supriyoko (2006) menyatakan rendahnya minat baca masyarakat menjadikan kebiasaan membaca yang rendah, dan kebiasaan membaca yang rendah ini menjadikan kemampuan membaca rendah. Pada satu sisi rendahnya kebiasaan dan kemampuan membaca masyarakat kita disebabkan rendahnya minat baca, di sisi lain rendahnya kebiasaan dan kemampuan membaca tidak mengondisikan kedalaman pengetahuan dan keluasaan wawasan.

(26)

penentuan informasi fokus, teknik-teknik dan metode-metode membaca, fleksibilitas membaca, dan kebiasaan membaca. Lebih rincinya adalah:

a. Kompetensi kebahasaan adalah penguasaan bahasa Indonesia secara keseluruhan, terutama tata bahasa dan kosa kata.

b. Kemampuan mata adalah ketrampilan mata mengadakan gerakan-gerakan membaca yang efisien.

c. Penentuan informasi fokus adalah menentukan lebih dahulu informasi yang diperlukan sebelum mulai membaca pada umumnya dapat meningkatkan efiensi membaca.

d. Teknik-teknik dan metode-metode membaca adalah cara-cara membaca yang paling efisien dan efektif untuk menemukan informasi fokus yang diperlukan. e. Fleksibilitas membaca adalah kemampuan menyesuaikan strategi membaca

dengan kondisi-baca (tujuan membaca dan materi bacaan/keterbacaan).

f. Kebiasaan membaca adalah minat dan ketrampilan membaca yang baik dan efisien.

(27)

Pengetahuan, pengalaman, dan konsep-konsep tentang segala sesuatu merupakan modal utama untuk membaca. Semakin kaya seseorang akan informasi, pengetahuan, pengalaman, dan konsep-konsep, semakin besar pula kesiapannya untuk mengolah ide-ide dan gagasan-gagasan yang tertuang dalam bacaan. Dengan demikian, semakin kritis pula ia untuk menyeleksi setiap gagasan yang dikemukakan penulis sehingga diperoleh informasi baru yang lebih selektif.

Kemampuan membaca adalah kemampuan seseorang setelah ia dapat berkomunikasi lisan. Atau dengan kata lain, dalam urutan perolehan kemampuan berbahasa (urutan normal), komunikasi lisan mendahului komunikasi tulis. Akibatnya, sebelum seseorang dapat membaca dan menulis, tentu harus dapat berbicara dan mendengar dahulu.

Pengetahuan tentang teknik membaca lebih cenderung dianggap sebagai alat. Alat yang dapat digunakan dalam menerima bahan tulis. Realisasinya berupa seperangkat keterampilan untuk mengolah setiap aspek bacaan menjadi sesuatu yang bermakna bagi pembaca. Keterampilan ini berkaitan dengan keseluruhan aktivitas membaca sehingga dapat mencakup makna proses membaca sebagai kegiatan mempersepsi simbol-simbol tulis, membaca sebagai aktivitas mengolah makna yang terkandung dalam bahan bacaan, kreativitas membaca, sampai pada aktivitas membaca cepat.

6. Membaca modul

(28)

tetapi dikaji dan dianalisis, sehingga pada waktu mahasiswa datang ke tempat tutorial sudah berbekal pengetahuan dan permasalahan sebagai hasil membacanya. Wardani (2007: 1.2) menulis, bahwa setiap modul UT pada bagian pendahuluan biasanya terdapat informasi yang berisi antara lain: Baca dengan cermat setiap uraian, catat kata-kata kunci dari setiap bagian, kerjakan latihan secara disiplin, dan cocokkan kata-kata kunci yang telah Anda catat dengan rangkuman, sebelum mengerjakan tes formatif.

Memang untuk dapat memahami isi modul dengan baik diperlukan cara membaca tersendiri, yaitu dengan mengenali terlebih dahulu jenis buku yang akan dibacanya. Tampubolon (1987: 166) menganjurkan agar sebelum membaca, jenis buku perlu diketahui, karena pengetahuan tentang jenis itu akan membantu dalam membuat dugaan tentang isi buku dan dalam menentukan sikap dan cara membacanya. Struktur buku juga perlu diketahui, karena pengetahuan ini juga akan membantu dalam pemahaman pikiran-pikiran yang dikemukakan oleh pengarang, dan bermanfaat dalam menemukan informasi-informasi tertentu tentang buku itu.

(29)

Secara umum tampilan modul UT terdiri dari (1) pendahuluan yang memuat lingkup materi dan tujuan instruksional khusus, (2) pembahasan materi berupa konsep-konsep disertai contoh, (3) latihan berikut petunjuk jawaban latihan, (4) rangkuman, dan (5) tes formatif beserta rumus hasilnya berupa angka untuk mengetahui tingkat penguasaan terhadap materi (penguasaan di bawah 80% disarankan mengulang lagi).

B. Model Membaca Lacak Isi

1. Pengertian model membaca lacak isi

Model membaca lacak isi pertama kali dikenalkan oleh Syamsuddin AR, dosen ahli kebahasaan (linguistik) pada program pasca sarjana UPI Bandung menanggapi permasalahan membaca di kalangan mahasiswa S1 PGSD UT Bandung yang disampaikan oleh penulis. Intinya, model ini diharapkan dapat menuntun dan mengarahkan mahasiswa agar mau membaca.

Sebelum menjelaskan apa itu pengertian membaca lacak isi, ada baiknya dirunut ke belakang mengenai beberapa pendekatan yang menghasilkan model-model membaca. Subyantoro (2003:1.5) mengemukakan, pendekatan yang selama ini diterapkan dalam studi membaca untuk menghasilkan teori membaca pada dasarnya berkisar pada tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan konseptual, pendekatan empirikal, dan pendekatan eksperimental.

(30)

(2) Pendekatan empirikal bertolak dari pengalaman serta penghayatan proses membaca, baik dari penyusunan teori itu sendiri maupun dari orang-orang lain yang dijadikan subjek penelitian.

(3) Pendekatan eksperimental berangkat dari suatu eksperimen tertentu yang ditujukan terhadap seperangkat perilaku membaca yang dapat diamati, dikaji, diuji, dan kemudian dianalisis untuk disimpulkan menjadi suatu teori membaca tertentu.

Model membaca lacak isi adalah suatu model yang dihasilkan dari suatu kajian eksperimen tentang faktor apa-apa saja yang berpengaruh dalam proses membaca, baik terhadap perilaku membaca maupun terhadap kelancaran dan keberhasilan membaca. Teori yang menjadi acuan adalah teori yang memandang bahwa pembaca tidak sekedar menangkap makna dari bacaan, tetapi pembaca mengkritisi apa yang dibacanya. Dengan kata lain model membaca lacak isi menekankan top-down yaitu dalam proses membaca, maka pembacalah yang lebih menentukan (pembaca sudah mempunyai pengetahuan atau konsep tentang hal yang dibacanya).

(31)

Selanjutnya Subyantoro (2003:1.8) menjelaskan pula, bahwa proses membaca berlangsung sebagai bentuk respon pembaca terhadap tuturan tertulis (bacaan) yang menstimulasinya. Respon pembaca ini bukanlah respon pasif, melainkan respon aktif yang mengandung tingkat kesadaran tertentu. Respon aktif pembaca yang berupa proses membaca mencakup berbagai kegiatan mental yang secara keseluruhan merupakan kegiatan mengolah bacaan itu.

Dari beberapa pendapat ahli perihal membaca yang menekankan unsur bacaan sebagai stimulus, dapat disimpulkan bahwa membaca lacak isi adalah kegiatan membaca pemahaman yang mengarahkan pembaca lebih kritis terhadap isi bacaan. Menjadikan isi bacaan sebagai hal yang merangsang untuk dikaji dan dipelajari, baik yang tersurat maupun yang tersirat dengan jalan membuat pertanyaan tentang hal-hal yang kurang dipahaminya, sekaligus mencari jawabannya dari pemahaman isi/teks yang dibacanya .

(32)

Model membaca lacak isi adalah kegiatan membaca yang menekankan pada isi bacaan (literal), artinya mahasiswa membaca dengan meneliti dan mengkaji isi bacaan, dengan disertai pertanyaan sebagai pemandu/pelacak pembaca terhadap suatu masalah atau isi yang dibacanya. Kemampuan mengungkap pertanyaan-pertanyaan sekaligus mencari jawabannya dari hasil penelusuran terhadap isi bacaan, dapat dimungkinkan jikalau pembaca itu kritis. Dengan kata lain pembaca berusaha memahami, mengkaji permasalahan dari isi modul yang sedang dibacanya dengan sungguh-sungguh.

Nuraeni (2006: 33) mengutip dari berbagai sumber menjelaskan bahwa aspek-aspek pemahaman bacaan yang dijadikan tolok ukur untuk menilai pemahaman bacaan meliputi:

(a) pemahaman atas gagasan utama, (b) pemahaman atas gagasan penjelas,

(c) pemahaman atas pandangan pengarang, dan (d) kemampuan menyimpulkan bacaan.

Aspek-aspek pengukuran pemahaman bacaan di atas, termasuk pada pengecekan pemahaman dari sudut isi wacana, yang berkenaan dengan pemahaman terhadap fakta-fakta tersurat, fakta tersirat, perkiraan/anggapan, dan penilaian terhadap isi teks.

(33)

(1969: 53) untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman dapat dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan sudut pandang penulis dan kesimpulan bacaan.

Mahasiswa S1 PGSD adalah para guru SD yang sehari-harinya bertugas mengajarkan bahasa Indonesia, maupun mata pelajaran yang lainnya, kemungkinan berpendapat bahwa materi modul yang dibacanya itu dapat selaras dengan tugas dan pengalamannya sebagai guru di kelasnya, apabila memang yang bersangkutan lebih serius mengkaji modul. Dan inilah maksud sebenarnya dari program S1 PGSD yang sekarang ditempuh mahasiswa, yaitu menjembatani antara teori atau konsep yang diterima pada tutorial dengan kenyataan seharihari di kelasnya mereka mengajar.

(34)

yang telah disediakan, dengan berpedoman pada acuan mengapa pertanyaan-pertanyaan itu diajukan?

Menurut Syamsuddin AR ada lima kemungkinan pertanyaan itu diajukan, yaitu (1) jikalau materi bacaan itu adalah sesuatu yang baru, (2) materi tersebut sebagian telah diketahui dan sebagiannya belum, (3) materi tersebut tidak dapat dimengerti, (4) materi bacaan tersebut tidak benar, dan (5) pendapat materi dalam buku itu meragukan. Pada praktiknya mahasiswa memilih salah satu alasan dengan memberi tanda ceklis (v) pada kolom keterangan yang tersedia seperti di bawah ini:

LACAK ISI MODUL

Nama Mata Kuliah : ………...

Nomer Modul : ………..

Materi Modul : ………..

No. Pertanyaan Jawaban Hal Keterangan

1 2 3 4 5

Keterangan:

1. Sesuatu yang dianggap baru 2. Sebagian tahu, sebagian tidak 3. Ada yang tidak mengerti 4. Ada yang tidak benar 5. Pendapat yang meragukan

Gambar 2

Format membaca lacak isi

(35)

menemukan sesuatu permasalahan dengan bertanya, memberi tanggapan, serta memberikan gagasan pemikiran tentang hal-hal yang baru untuk dijadikan bahasan pada saat tutorial berlangsung.

Pengalaman sebelumnya membuktikan bahwa sebagian besar mahasiswa belum membaca, apalagi mengkaji modul sebagai persiapan mengikuti tutorial. Tutorial sering berjalan kurang efektif, karena tidak ada permasalahan dan temuan sebagai hasil pengkajian terhadap modul tertentu. Padahal idealnya acara tutorial akan lebih bermakna, manakala topik permasalahan muncul dari hasil pengkajian mahasiswa terhadap materi modul yang telah dibacanya. Kalau dijumpai mahasiswa belum siap dengan modul yang akan dibahasnya, biasanya tutorial berjalan seperti layaknya mengajar biasa. Mahasiswa datang dengan tangan terbuka, menanti materi yang diajarkan oleh tutornya, dan kondisi ini adalah sesuatu yang tidak diharapkan terjadi pada proses tutorial di UT.

2. Karakteristik model membaca lacak isi

Ada kecenderungan diantara mahasiswa, bahwa kegiatan membaca buku atau modul yang baik adalah dengan membacanya secara keseluruhan, walaupun hal ini merupakan hal yang jarang dilakukan, mengingat kurangnya kesempatan membaca. Dengan membaca secara lengkap, maka informasi yang didapat dari buku atau modul akan sepenuhnya tertangkap. Hal inilah yang menyebabkan proses membaca membutuhkan waktu yang lama, dan juga butuh waktu khusus.

(36)

bacaan. Ternyata hal itu tidak benar. Untuk memahami suatu bacaan kita tidak cukup hanya membaca sekali saja, tetapi kita harus mengambil langkah-langkah yang strategis untuk menguasai bahan itu dan mengingatnya lebih lama.

Membaca lacak isi mensyaratkan pembaca agar lebih kritis. Seseorang dikatakan sebagai pembaca kritis menurut Nurhadi (1989:59) apabila yang bersangkutan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Dalam kegiatan membaca sepenuhnya melibatkan kemampuan berpikir kritis; 2) Tidak begitu saja menerima, apa yang dikatakan pengarang;

3) Membaca kritis adalah usaha mencari kebenaran yang hakiki;

4) Membaca kritis selalu terlibat dengan permasalahan mengenai gagasan dalam bacaan;

5) Membaca kritis adalah mengolah bahan bacaan, bukan mengingat (menghafal);

6) Hasil membaca untuk diingat dan diterapkan, bukan untuk dilupakan.

Tentunya ada banyak keterampilan yang harus dimiliki seorang pembaca kritis. Tapi secara umum dapat dikatakan bahwa membaca kritis berusaha untuk memahami makna tersirat dibalik bacaan. Keterampilan-keterampilan seperti menemukan informasi faktual, menemukan ide pokok, dan membuat kesimpulan adalah diantara keterampilan yang harus dikuasai oleh pembaca kritis.

(37)

membaca cepat. Gambaran lebih jelasnya dapat diperhatikan dalam gambar di bawah ini.

Gambar 3 Proses tutorial

Membaca cepat bertujuan untuk mencari informasi tertentu (spesifik) secara cepat dan tepat, yang disebut dengan teknik membaca skiming (skimming). Nurhadi (2005:114) mengemukakan bahwa teknik membaca skimming ialah:

(1) mencari makna kata tertentu dalam kamus,

(2) mencari pendapat-pendapat atau definisi-definisi sebuah istilah menurut ahli-ahli tertentu,

(3) mencari nomor telepon seorang sahabat dalam buku telepon, dan (4) mencari keterangan tentang sebuah istilah dan penjelasannya dalam

ensiklopedi, dsb.

Selain menguasai teknik membaca cepat, keterampilan yang tidak kalah penting lainnnya adalah terampil mengemukakan pertanyaan pada saat kegiatan membaca berlangsung. Menurut Adler dan Van Doren (dalam Laksono dkk, 2007:7.8) cara menjadi pembaca yang baik adalah ajukan pertanyaan sewaktu

Pra tutorial

Membaca lacak isi Inventarisasi masalah

Tutorial

Gambaran isi modul Mendiskusikan temuan

masalah-masalah

Pasca tutorial

(38)

Anda membaca, pertanyaan-pertanyaan tersebut harus Anda jawab selama Anda membaca. Ada 4 pertanyaan utama yang Anda ajukan selaku pembaca, yakni

(1) tentang apa keseluruhan buku itu,

(2) apa yang dikatakan penulis dan bagaimana dia mengatakannya, (3) apakah buku itu benar seluruhnya atau hanya sebagian, dan (4) apakah buku itu penting.

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan memandu pembaca melacak isi bacaan modul. Kegiatan semacam ini sebenarnya sangat cocok diterapkan pada proses membaca modul.

(39)

3. Langkah-langkah model membaca lacak isi

Membaca lacak isi dilakukan pada kegiatan awal tutorial, yaitu sekitar 30-40 menit (dari 120 menit setiap tutorial) sebelum membahas materi pokok modul. Ada delapan langkah yang harus dilakukan dalam memahami bacaan (yang dalam hal ini modul) menurut model ini, yaitu:

1) Membaca pendahuluan dengan cara membaca sekilas tentang tujuan dan kompetensi yang diharapkan pada setiap modul, agar pembaca dapat memposisikan diri bagaimana harus bertindak.

2) Membaca bagian-bagian dan sub bagian dalam modul yang biasanya ditandai adanya kegiatan belajar (KB), yang berisi uraian dari bagian modul disertai ilustrasi dan contoh-contoh.

3) Lakukan membaca skiming (layap) pada isi/pokok modul sambil mencari sesuatu yang belum dipahami, menandai kata/kalimat yang menimbulkan kontroversi terhadap sesuatu yang sudah ada atau sesuatu ide/gagasan baru dan orisinil.

4) Buat pertanyaan singkat pada bagian-bagian yang dirasa meragukan atau yang tidak dipahami, dengan menuliskannya pada lembar yang tersedia, dan tuliskan juga halaman ditemukannya permasalan tersebut.

5) Carilah jawaban atas pertanyaan tersebut dari hasil pemahaman terhadap apa yang dibaca, atau sesuatu opini sebagai hasil dari pengkajian dan penalaran terhadap isi bacaan.

(40)

7) Merumuskan pertanyaan maupun jawabannya dalam bentuk pernyataan, untuk kemudian diajukan sebagai bahan pengkajian atau topik permasalahan tutorial yang sedang berlangsung.

8) Buatlah catatan-catatan setelah topik tersebut dibahas dan dirumuskan bersama tutor dan mahasiswa, sebagai hasil akhir dari pengkajian terhadap modul tertentu, dan kalau tidak ditemukan titik temu pembahasan topik tersebut dapat dijadikan tugas di luar acara tutorial.

4. Penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan

Sepengetahuan penulis belum ada suatu penelitian yang secara khusus mempermasalahkan model membaca lacak isi atau yang semacamnya, setidaknya pada sejumlah hasil penelitian yang ada pada Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Beberapa hasil penelitian yang berkenaan dengan model-model membaca diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Pudawari (1997):

(41)

b. Titin Nurhatin (1997):

Adanya hubungan yang tinggi antara variabel minat baca buku ajar dan kebiasaan membaca buku ajar dengan tingkat pemahaman dalam membaca. Hasil ini memberikan gambaran bahwa betapa besarnya faktor minat baca sebagai suatu kekuatan yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan membaca.

c. Denni Iskandar (1999):

Tingkat keterpahaman (keterbacaan) wacana Buku Paket Bahasa Indonesia tidak disusun secara seragam (dalam level instruksional). Kemampuan memahami wacana Buku Teks Bahasa Indonesia siswa kota pada jenjang pemahaman literal tergolong baik dengan persentase rata-rata skor tes 85,00%, sedangkan pada siswa desa tergolong cukup dengan persentase rata-rata skor tes 75,00%.

d. Djago Tarigan (1999):

Banyak kesalahan berbahasa yang terjadi dalam wacana sampel. Dari 67 kalimat yang terdapat dalam wacana sampel hanya 5 kalimat yang bebas dari kesalahan. Selebihnya yakni 62 kalimat mengandung berbagai kesalahan berbahasa.

e. Agus Mulyanto (2002):

(42)

berkategori rendah (skor tes kemampuan rata-rata 2,66) ke arah kemampuan yang berkategori tinggi (4,01).

f. Asep Saepurokhman (2002):

Minat membaca mahasiswa program studi Dikbasasinda STKIP Sebelas April Sumedang tergolong rendah. Dikatakan demikian, karena hampir sebagian besar (75%) responden memiliki skor minat baca yang kurang dari 65%. Kenyataan seperti itu, dibuktikan pula dengan skor rata-rata minat membaca yang hanya mencapai 58,4% dan tergolong pada kategori rendah. Beberapa faktor yang menjadi penyebab rendahnya minat membaca tersebut diantaranya adalah kurangnya kesadaran akan pentingnya penyediaan waktu untuk membaca. Selain itu motivasi membaca yang dimiliki responden secara individual juga cukup rendah. Faktor lain yang turut mendukung terhadap rendahnya minat membaca mahasiswa adalah kurangnya motivasi dari orang tua atau keluarga untuk membaca.

g. Bambang Winarto Raharjo (2006):

(43)

5. Kerangka berpikir

Dalam rangka memperjelas masalah penelitian ini, penulis perlu membuat kerangka acuan atau paradigma penelitian seperti yang dicantumkan dalam gambar berikut:

Gambar 4 Paradigma penelitian

Rangkaian gambar tersebut menceritakan bagaimana seharusnya seorang mahasiswa mempersiapkan diri untuk mengikuti tutorial. Tindakan pertama dan utama adalah dengan terlebih dahulu membaca modul yang telah dibagikan kepadanya. Modul-modul tersebut seharusnya dibaca, ditelaah, dikaji, dan dikritisi dengan pengalaman dan kenyataan di sekolah. Bagaimanapun modul-modul tersebut sebagian besar membahas materi pelajaran yang ada di sekolah. Sebut saja modul Materi dan Pembelajaran IPA di SD, Materi dan Pembelajaran IPS di SD, Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD, dan lain sebagainya.

(44)

mengharuskan mahasiswa untuk membaca, dengan meneliti lebih dalam mengenai teks yang dibacanya. Mencari jawaban tentang hal-hal yang tidak dipahaminya pada saat pembaca menemukan permasalahan isi bacaan. Dengan demikian pembaca akan dituntun mengkaji bagian demi bagian lebih dalam lagi, sehingga diharapkan pemahaman mahasiswa terhadap isi bacaan/modul lebih mantap.

(45)

BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN PENELITIAN

A. Metode penelitian

Penelitian ini secara umum akan menampilkan suatu model membaca yang diharapkan dapat menjawab permasalahan membaca pada mahasiswa S1 PGSD di UT UPBJJ Bandung. Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu ingin meneliti dan mengembangkan suatu model membaca yang dapat “memaksa” mahasiswa untuk membaca, maka penulis ingin menerapkan metode eksperimen semu/kuasi (quasi experiment).

Penetapan eksperimen kuasi dalam penelitian ini diambil berdasarkan pertimbangan, bahwa praktik pendidikan dengan para mahasiswa di kelas dalam situasi interaksi antara manusia dengan manuasia, dan manusia dengan lingkungan, maka pengontrolan yang ketat sulit dilakukan. Demikian pula perlakuan yang diberikan dalam eksperimen secara teratur, melakukan acak, pengukuran, variabel, dan lain-lain tidak selalu dapat dilaksanakan. Menurut Sudjana dan Ibrahim (2001: 43), situasi kelas sebagai tempat mengondisikan perlakuan tidak memungkinkan pengontrolan yang demikian ketat seperti dikehendaki dalam eksperimen. Oleh sebab itu perlu dicari atau dilakukan desain eksperimen dengan pengontrolan yang sesuai dengan kondisi yang ada. Desain yang cocok adalah eksperimen semu, sedangkan desain yang digunakan adalah The Randomized Pretest-Posttest Control Group Design, yang digambarkan

(46)

Treatment Group R O X1 O Control Group R O X2 O

Keterangan: R = Randon Assigment untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol O = Pengukuran pretes dan postes

X1 = Perlakukan pembelajaran KDM dengan menggunakan model membaca lacak isi X2 = Perlakuan pembelajaran KDM tanpa

menggunakan model membaca lacak isi (Fraenkel dan Wallen dalam Fahlawi 2005: 57)

Menurut Sukardi dalam Syamsuddin (2006: 154) langkah-langkah kegiatan penelitian eksperimen yang telah disederhanakan, pada umumnya adalah sebagai berikut:

1) Melakukan kajian induktif terhadap permasalahan yang hendak dipecahkan. 2) Mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah.

3) Melakukan studi literatur, memformulasikan hipotesis penelitian, menentukan variabel, dan merumuskan definisi operasional dan istilah.

4) Membuat rencana penelitian yang mencakup identifikasi variabel luar, menentukan cara mengontrol, memilih rancangan penelitian yang tepat, menentukan populasi, sampel, membagi subjek dalam kelompok kontrol maupun eksperimen, membuat dan memvalidasi instrumen serta melakukan studi pendahuluan, serta mengidentifikasi prosedur pengumpulan data dan menentukan hipotesis.

5) Melaksanakan eksperimen.

(47)

7) Mengorganisasikan dan mendeskripsikan data sesuai dengan variabel yang telah ditentukan.

8) Analisis data dan tes signifikasi dengan statistika yang relevan.

9) Menginterpretasikan hasil, perumusan kesimpulan, pembahasan, dan pembuatan laporan.

B. Lokasi dan subjek penelitian

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah pokjar (kelompok belajar) Sindangkasih Kabupaten Ciamis, yang selanjutnya akan dijadikan subjek penelitian. Mengapa pokjar tersebut dijadikan lokasi dan subjek penelitian? Hal ini dikarenakan peneliti adalah juga seorang tutor untuk mata kuliah KDM. Oleh karena itu yang dijadikan subjek penelitian adalah para mahasiswa S1 PGSD yang sedang mengikuti tutorial di tempat tersebut. Subjek populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester VI program S1 PGSD (tahun 2007) dari pokjar Sindangkasih kabupaten Ciamis yang berjumlah empat kelas.

(48)

Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini, penulis telah menempuh langkah dan pertimbangan bahwa pengelompokan kelas pada kelompok belajar Sindangkasih, Kabupaten Ciamis menggunakan kriteria yang menunjukkan perlakuan yang seimbang, baik asal domisili mahasiswa, prestasi mahasiswa, jumlah mahasiswa, latar belakang ijazah, dan juga status pekerjaan yaitu semuanya guru SD dan sebagian besar PNS. Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan secara acak (random). Jawaban tes yang dijadikan sampel penelitian adalah kelas B untuk kelas eksperimen yang berjumlah 30 orang, dan kelas A untuk kelas kontrol yang berjumlah 31 orang.

C. Instrumen penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dikembangkan dua jenis instrumen yaitu tes dan non tes. Instrumen dalam bentuk tes digunakan untuk mengukur hasil membaca. Sedangkan instrumen dalam bentuk non tes terdiri dari angket pendapat mahasiswa dan tutor tentang proses tutorial, kebiasaan membaca, serta lembar isian model membaca sebagai acuan penulis dalam mengkaji bagaimana proses membaca berlangsung.

(49)

1. Instrumen penelitian kesatu

Instrumen ini akan menjawab rumusan masalah kesatu, yaitu bagaimanakah karakteristik modul UT dan faktor-faktor apakah yang terlibat dalam proses tutorial mata kuliah KDM pada program Pendas UT? Dan tujuan penelitian kesatu, yaitu ingin mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan model membaca lacak isi dalam meningkatkan penguasaan isi bacaan mahasiswa terhadap modul?

Data yang akan dihimpun adalah dari hasil penelusuran tentang karakteristik modul UT, dan tentang bagaimana proses tutorial KDM berlangsung. Selain dari itu penulis juga akan menggunakan data hasil tes yang diberikan kepada mahasiswa untuk mengetahui seberapa besar persentase perbedaan penguasaan modul mahasiswa sebelum dan sesudah menerapkan model membaca lacak isi. Penulis menyertakan pula hasil kuesioner yang berisi tanggapan para tutor tentang tutorial, yang diambil secara acak. Acuan pertanyaannya sebagai berikut:

1) Pada waktu memulai memberikan tutorial, apakah Bapak/Ibu selalu menanyakan kepada mahasiswa tentang apakah modul yang akan ditutorialkan telah dibaca?

2) Biasanya perbandingan antara mahasiswa yang telah membaca modul dengan yang belum membaca modul adalah …

(50)

4) Kalau dirasa materi bacaan mahasiswa tentang modul tertentu kurang/belum memadai, apa yang biasa Bapak/Ibu suruh kepada mahasiswa?

5) Pada setiap akhir tutorial, sebagai tindak lanjut untuk pertemuan berikutnya, apakah Bapak/Ibu selalu menyuruh mahasiswa membaca modul yang akan ditutorialkannya nanti?

6) Dari pengalaman Bapak/Ibu, adakah pengaruh antara kegiatan membaca modul mahasiswa dengan kelancaran acara tutorial yang sedang berjalan?

7) Sebagai indikator keluasan dan kedalaman isi modul yang telah dibaca mahasiswa, apakah bisa dilihat dari seringnya mahasiswa bertanya dan bobot pertanyaan mahasiswa?

8) Sebagai indikator keluasan dan kedalaman isi modul yang telah dibaca mahasiswa, apakah bisa dilihat dari seringnya mahasiswa mengemukakan ide/gagasan pada waktu mengkaji modul tertentu?

9) Sebagai indikator keluasansi dan kedalaman materi isi modul yang telah dibaca mahasiswa, apakah bisa dilihat dari tanggapan yang diberikan mahasiswa pada waktu tutorial?

10) Dari pengamatan Bapak/Ibu, apakah tampilan dan bahasa dalam modul berpengaruh terhadap kemudahan membaca bagi mahasiswa?

(51)

1) Apa tindakan yang Anda lakukan sebelum mengikuti tutorial?

2) Kapan saat yang tepat Anda gunakan untuk belajar mengkaji modul? 3) Berapa lama waktu yang Anda butuhkan untuk membaca sebuah modul

per minggu?

4) Bagaimana cara mengkaji modul yang selalu Anda terapkan selama ini? 5) Teknik/model membaca apakah yang selama ini biasa Anda gunakan? 6) Selain teknik/model membaca yang selama ini Anda gunakan, adakah

teknik/model lain yang Anda tahu?

7) Bagaimanakah penilaian Anda terhadap teknik/model membaca yang selama ini Anda gunakan?

8) Pada teknik/model membaca yang selama ini Anda gunakan, apa kekurangannya?

9) Apakah Anda ingin mencoba teknik/model membaca yang lebih baik? 10) Apa yang menjadi patokan Anda dalam memilih teknik/model membaca

yang ideal?

2. Instrumen penelitian kedua

(52)

Instrumen yang digunakan adalah format model membaca lacak isi seperti yang terdapat pada tabel 1, yaitu berupa isian pertanyaan pada saat mahasiswa membaca modul dan menemukan permasalahan. Disamping itu mahasiswa juga berusaha untuk mencari jawabannya dalam waktu tertentu, sekaligus menentukan pilihan alasan mengapa pertanyaan itu diajukan? Bersamaan dengan penerapan instrumen tersebut akan dilakukan kegiatan-kegiatan lain yang mendukungnya, yaitu sebagai berikut:

1) Memberikan alternatif model membaca yang disiapkan untuk mengkaji modul dengan karakteristik dan unjuk kerjanya.

2) Mengadakan uji coba pelaksanaan model membaca lacak isi, mengevaluasinya, dan membuat revisi atas kelebihan dan kekurangannya. 3) Mempraktekkan pelaksanaan model membaca lacak isi dengan lebih dulu

mempersiapkan format isian, modul yang hendak diujicoba, dan cara pengerjaannya.

4) Mahasiswa diminta mengikuti langkah-langkah model membaca lacak isi dengan sungguh-sungguh, mengerjakan tes awal, dan pada akhir kegiatan mereka mengerjakan tes formatif sebagai rangkaian akhir dari kegiatan model ini.

5) Memeriksa hasil dan identifikasi perolehan uji coba, dan bila mana perlu diulang dua, atau tiga kali untuk menghasilkan kerja yang optimal.

3. Instrumen penelitian ketiga

(53)

membaca yang dikembangkan, dibandingkan dengan model membaca yang lain?

Dan tujuan penelitian yang ketiga, yaitu ingin mengetahui apakah modul yang digunakan UT dapat mendorong motivasi membaca mahasiswa? Untuk menjawab hal ini, penulis akan lakukan dengan jalan mengadakan tes awal dan tes akhir dengan menggunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Seperti telah diungkapkan pada awal tulisan ini, bahwa permasalahan membaca yang dialami mahasiswa UT progman PGSD adalah motivasi membaca yang rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan penguasaan isi bacaan modul mahasiswa adalah dengan menampilkan bacaan modul yang menarik. Sebuah sumber potensial yang menyebabkan pembaca mengalami kesulitan dalam memahami sebuah teks, menurut Weaver (dalam Sofiyanti, 2002: 20) adalah pengetahuan dasar pembaca yang tidak memuaskan, kurangnya motivasi membaca, organisasi teks yang sulit, dan kerumitan sintaksis.

Mc Neil dkk (dalam Sofiyanti, 2002: 72), menyebutkan pada dasarnya formula2 keterbacaan terdiri dari komponen2 linguistik yang terpilih yang dimasukkan ke dalam satu persamaan matematis untuk memperkirakan tingkat kesulitan pembaca, atau juga untuk mengukur tingkat penempatan pembaca. Diantara atribut2 pemikiran yang menjadi indikasi keterbacaan itu, meliputi:

1) Jumlah suku kata dalam satu kata

(54)

4) Kerumitan gramatikal

5) Konsep dasar dan kesulitan, dan

6) Keabstrakan dan arti ganda dari kata2.

D. Teknik analisis data

Sebelum data dianalisis, tentu data itu harus diperoleh terlebih dahulu. Agar mendapatkan data yang relevan berkenaan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian akan digunakan beberapa teknik berikut ini.

1. Telaah pustaka:

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan bahan-bahan penulisan dan data-data yang berhubungan dengan penelitian ini. Hasil membaca dari berbagai sumber tersebut selanjutnya dijadikan pedoman dan pertimbangan dalam menentukan landasar teori.

2. Observasi:

Kegiatan mengobservasi dilakukan pada tempat tutorial, penyelenggaraan tutorial, bahan ajar, karakteristik mahasiswa maupun tutor, dan lain sebagainya.

3. Penyebaran angket/kuesioner:

Untuk mengetahui kebiasaan membaca mahasiswa, penulis menyebarkan angket untuk diisi oleh mahasiswa. Selain itu para tutorpun diberi kuesioner, untuk mengetahui tindakan apa yang biasa dilakukan apabila mahasiswa belum siap belajar karena belum membaca.

(55)

Beberapa pihak dimintai keterangan mengenai kemampuan dan kebiasaan membaca mahasiswa. Wawancara dilakukan secara informal dan bersifat insidental, baik dengan mahasiswa maupun dengan tutor.

5. Studi dokumentasi:

Berbagai dokumen kegiatan tutorial dan hasil membaca mahasiswa yang tertuang dalam format lacak isi modul, dan hasil penelitian dari berbagai sumber telah penulis kumpulkan, untuk dijadikan bahan pertimbangan dan pegangan/pedoman.

6. Tes hasil belajar:

Hasil belajar berupa pretes dan postes diperiksa dan dianalisis, kemudian dijadikan data primer dalam proses pengolahan data.

Peneliti mengidentifikasi dan mengelompokkan data agar dalam pengolahannya tidak mengalami kesulitan. Data kuantitatif peneliti ditentukan dengan penilaian. Setelah data penelitian terkumpul, langkah berikutnya adalah mengelompokkan data-data tersebut berdasarkan data kuantitatif. Data kualitatif adalah berupa penguasaan isi modul dengan menggunakan model membaca lacak isi.

(56)

Dalam pelaksanaan pengujian digunakan dua kelompok sampel, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dalam penelitian ini adalah kelas B yang berjumlah 30 orang mahasiswa, dan kelompok kontrol adalah kelas A yang berjumlah 31 orang mahasiswa, yang berasal dari 4 kelas tutorial dari kelompok belajar Sindangkasih Kabupaten Ciamis pada tahun 2007. Kedua kelompok tersebut diberi perlakuan berbeda; kelompok eksperimen mendapat tutorial dengan menggunakan model membaca lacak isi, sedangkan kelompok kontrol mendapat tutorial dengan tidak menggunakan model membaca lacak isi. Kedua kelompok tersebut sebelum mendapat perlakuan diberi tes awal (pretes) dan pada akhir kegiatan diberi tes akhir (postes).

1. Teori validitas dan reabilitas data nominal a. Validitas

Validitas menunjukkan ukuran yang mengukur apa yang akan diukur. Jadi dapat dikatakan semakin tinggi validitas suatu alat tes, maka alat tes tersebut semakin mengenai pada sasarannya, atau semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai dengan makna dan tujuan diadakannya tes tersebut. Jika peneliti menggunakan kuesioner dalam pengumpulan data penelitiannya, maka item-item yang disusun pada kuesioner tersebut merupakan alat tes yang harus mengukur apa yang menjadi tujuan penelitian.

(57)

metode yang paling tepat digunakan untuk setiap jenis tes. Daya pembeda item dalam penelitian ini dilakukan denan cara : “ korelasi total ”. Korelasi item-total yaitu konsistensi antara skor item dengan skor secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi antara setiap item dengan skor keseluruhan, yang dalam penelitian ini menggunakan koefisien korelasi Point Biserial dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut :

Koefisien Korelasi Point Biserial

Apabila bentuk item adalah dichotomous (correct/incorrect, true/false). Rumus untuk korelasi point-biserial pada item ke-i adalah :

p

(58)

menyingkirkan setiap item yang mempunyai korelasi negatif (-) atau koefisien yang mendekati nol (0,00).

Menurut Friedenberg (1995) biasanya dalam pengembangan dan penyusunan skala-skala psikologi, digunakan harga koefisien korelasi yang minimal sama dengan 0,30. Dengan demikian, semua item yang memiliki korelasi kurang dari 0,30 dapat disisihkan, dan item-item yang akan dimasukkan dalam alat tes adalah item-item yang memiliki korelasi diatas 0,30. Dengan pengertian semakin tinggi korelasi itu mendekati angka satu (1,00), maka semakin baik pula konsistensinya (validitasnya).

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, adalah pengukuran yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliabel). Reliabilitas merupakan salah satu ciri atau karakter utama intrumen pengukuran yang baik. Kadang-kadang reliabilitas disebut juga sebagai keterpercayaan, keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya. Namun ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, artinya sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan pengukuran (measurement error).

(59)

sebagai subjek pengukuran psikologis merupakan sumber kekeliruan yang potensial. Disamping itu walaupun koefisien korelasi dapat bertanda positif (+) atau negatif (-), akan tetapi dalam hal reliabilitas, koefisien reliabilitas yang besarnya kurang dari nol (0,00) tidak ada artinya, karena interpretasi reliabilitas selalu mengacu kepada koefisien reliabilitas yang positif.

Teknik perhitungan koefisien reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Koefisien Reliabilitas Kuder-Richardson (KR-20). Metode ini merupakan koefisien reliabilitas yang dapat menggambarkan variasi dari item-item untuk jawaban benar/salah yang diberi skor 0 atau 1 (Guilford and Benjamin, 1978).

Koefisien Reliabilitas Kuder-Richardson (KR-20) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

dimana : n = jumlah item S2 = Varians total

p = Proporsi dari orang yang menjawab benar pada item ke-i. 1- p = Proporsi dari orang yang menjawab salah pada item = q

Bila koefisien reliabilitas telah dihitung, maka untuk menentukan keeratan hubungan bisa digunakan kriteria Guilford (1956), yaitu :

(60)

4. 0,70 - < 0,90 : Hubungan yang erat (reliabel)

Friedenberg, Lisa, Psychological Testing, Design, Analysis and Use, Allyn and Bacon 1995

2. Teori validitas dan reliabilitas data ordinal a. Validitas tes

Merujuk pada pendapat Akdon (2008), yang menyatakan bahwa: “suatu instrument dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang digunakan untuk menumpulkan data itu valid, sehingga instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur”. Adapun validitas dari setiap butir soal yang digunakan dalam penelitian diuji dengan menggunakan korelasi product moment, dengan langkah-langakah sebagai berikut:

(61)

b. Reliabilitas

1) Reliabilitas alpha cronbach

Reliabilitas artinya adalah tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu pengukuran yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliabel). Reliabilitas merupakan salah satu ciri atau karakter utama intrumen pengukuran yang baik. Kadang-kadang reliabilitas disebut juga sebagai keterpercayaan, keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya, namun ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, artinya sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan pengukuran (measurement error).

Tinggi rendahnya reliabilitas, secara empiris ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Walaupun secara teoritis besarnya koefisien reliabilitas berkisar antara 0,00 – 1,00; akan tetapi pada kenyataannya koefisien reliabilitas sebesar 1,00 tidak pernah dicapai dalam pengukuran, karena manusia sebagai subjek pengukuran psikologis merupakan sumber kekeliruan yang potensial. Di samping itu walaupun koefisien korelasi dapat bertanda positif (+) atau negatif (-), akan tetapi dalam hal reliabilitas, koefisien reliabilitas yang besarnya kurang dari nol (0,00) tidak ada artinya karena interpretasi reliabilitas selalu mengacu kepada koefisien reliabilitas yang positif.

(62)

S2total adalah total varians dari keseluruhan item 2) Reliabilitas tes split half

Menurut Sudjana (2008), “suatu tes dikatakan reliabel atau ajeg apabila dalam beberapa kali digunakan pengujian menunjukkan hasil yang relatif sama” Demikian pula halnya dikemukakan Akdon (2008), “Reliabilitas soal dihitung dengan menggunakan metode pembelahan ganjil-genap.” Metode dengan pembelahan dua ganjil-genap dilakukan melalui langkah-langkah berikut:

a) Memilah dan menghitung item soal ganjil dan item soal genap dengan menggunakan tabel bantu.

b) Menghitung korelasi Pearson product moment, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(63)

Keterangan :

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan rb = reliabilitas separuh tes

Bila koefisien reliabilitas telah dihitung, maka untuk menentukan keeratan hubungan bisa digunakan kriteria Guilford (1956), yaitu :

1. kurang dari 0,20 : Hubungan yang sangat kecil dan bisa diabaikan 2. 0,20 - < 0,40 : Hubungan yang kecil (tidak erat)

3. 0,40 - < 0,70 : Hubungan yang cukup erat 4. 0,70 - < 0,90 : Hubungan yang erat (reliabel)

5. 0,90 - < 1,00 : Hubungan yang sangat erat (sangat reliabel) 6. 1,00 : Hubungan yang sempurna

SUMBER :

Guilford ,J.P., Psychometric Methods , Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited 1979.

Friedenberg, Lisa, Psychological Testing, Design, Analysis and Use, Allyn and Bacon 1995

3. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menentukan penggunaan statistik uji parametrik dan non-parametrik. Uji parametrik digunakan apabila data menunjukkan berdistribusi normal, sedangkan apabila data menunjukkan berkontribusi tidak normal, maka digunakan uji non-parametrik. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Kolmogorov - Smirnov, dengan kriteria apabila probabilitas (sig) lebih besar a (0,05), maka hasil tes dikatakan berdistribusi normal.

Gambar

Gambar 1 Proses motivasi membaca
Gambar 2 Format membaca lacak isi
Gambaran isi modul Tutorial Mendiskusikan temuan
Gambar 4 Paradigma penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmatNya, dapat menyelesaikan skrispi ini dengan judul Analisis Kapasitas Saluran Drainase di kampus I Universitas

Peran public relations PT. Prudential Life Assurance dalam Mensosialisasikan Perusahaan yaitu dengan beberapa peranan ฀) Menjaga hubungan harmonis dengan beberapa pihak

Namun pada putusan bawaslu terhadap sengketa verifikasi Partai Bulan Bintang merupakan sengketa verifikasi partai politik peserta pemilu yang dilihat dari segi

Agus PF: Penyampaikan salam, serta perkenalan sebagai PF (Provincial Facilitator), baik saya akan berdiri saja,..saya akan mencoba menyampaikan sekilas pandang apa itu Buku putih,

Objek yang diteliti adalah jenis Amfibi dari ordo Anura yang teramati di Blok Perlindungan dan Blok Pemanfaatan Tahura Wan Abdul Rachman.. Pengamatan ini dilakukan 3 kali ulangan

Variabel Jumlah Tanaman (X2) Koefisien regresi untuk variabel jumlah tanaman adalah positif. Artinya apabila jumlah tanaman meningkat maka jumlah produksi karet akan

Salah satu usaha guru yang dapat dilakukan guru untuk memperbaiki pembelajaran IPS di kelas VI yaitu dengan menggunakan portofolio, Melalui metode pembelajaran

bahwa model laba merupakan model yang lebih baik dari pada model arus kas dalam memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan. 2