• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PENDEKATAN SEMIOTIK DENGAN CONCEPT ATTAINMENT MODEL BAGI PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGKAJI PUISI : Penelitian pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah STKIP Sebelas April Sumedang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN PENDEKATAN SEMIOTIK DENGAN CONCEPT ATTAINMENT MODEL BAGI PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGKAJI PUISI : Penelitian pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah STKIP Sebelas April Sumedang."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ix

H. Pembelajaran Sastra di STKIP Sebelas April Sumedang ... 72

BAB III. METODE DAN TEKNIK PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 79

B. Variabel Penelitian ... 80

(2)

x

BAB IV. DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Semiotik terhadap Puisi Sutardji C.B ... 112

B. Naskah Akademik Model Analisis Semiotik ... 122

C. Deskripsi Kegiatan Pengembangan Model awal ... 138

1. Kegiatan Pembelajaran ... 139

E. Deskripsi Kemampuan Mengkaji Puisi Mahasiswa ... 200

(3)

xi

b. Analisis Data ... 208

4. Kemampuan Menyesuaikan Hasil Kajian dengan Makna Asosiatif ... 222

F. Tanggapan Atas Proses Pembelajaran ... 238

1. Tanggapan Dosen ... 238

I. Model Analisis Semiotik Hasil Pengembangan ... 291

(4)

xii BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 302

1. Pembelajaran Apresiasi Puisi ... 302

2. Kemampuan Mengkaji Puisi ... 307

B. Saran ... 312

DAFTAR PUSTAKA ... 314

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 322

(5)

xiii

DAFTAR TABEL

TABEL Hal.

3.1 Kriteria Skor Penggunaan Landasan Satuan Bahasa

Dalam Penafsiran………. 102

3.2 Kriteria Skor Komponen Pemanfaatan Karakteristik Puisi dalam Penafsiran……….……… 103

3.3 Kriteria Skor Komponen Kejelasan Isi Hasil Kajian………. 103

3.4 Kriteria Skor Ketepatan Hasil Kajian Puisi……… 104

3.5 Format Observasi Aktivitas Dosen………. 104

3.6 Format Observasi Aktivitas Mahasiswa………. 106

3.7 Format Angket untuk Mahasiswa……… 107

3.8 Deskripsi Pertemuan di Kelas Eksperimen………. 110

4.1 Pengelompokan Jenis Puisi (Lembar Kerja 1)……… 149

4.2 Alasan Pengelompokan Jenis Puisi Konvensional (Lembar Kerja 2)……….. 150

4.3 Alasan Pengelompokan Jenis Puisi Kontemporer (Lembar Kerja 2)….. 150

4.4 Karakteristik Puisi Kontemporer (Lembar Kerja 3)……….…….. 151

4.5 Definisi Puisi Kontemporer (Puisi Sutardji) (Lembar Kerja 4)……….. 152

4.6 Kata Kunci dalam Puisi “Tapi”……… 160

4.7 Ciri-Ciri Kata Kunci dalam Puisi (Lembar Kerja 5)……… 162

4.8 Definisi Kata Kunci dalam Puisi (Lembar Kerja 6)……… 164

(6)

xiv

4.10 Strategi Berpikir Menentukan Kata Kunci dalam Puisi

(Lembar Kerja 8)……….. 167

4.11 Kata Kunci dalam Puisi “Sepisaupi” (Lembar Kerja 7)………. 176

4.12 Makna Asosiatif Kata Kunci Sepi (Lembar Kerja 9)………. 177

4.13 Makna Asosiatif Kata Kunci Pisau (Lembar Kerja 9).………. 177

4.14 Makna Asosiatif Kata Kunci Dosa (Lembar Kerja 9)………. 178

4.15 Makna Asosiatif Kata Kunci Nyanyi (Lembar Kerja 9)……….……… 179

4.16 Makna Asosiatif Kata Kunci Luka (Lembar Kerja 9)………. 180

4.17 Makna Asosiatif Kata Kunci Duri (Lembar Kerja 9)………. 181

4.18 Hasil Penafsiran Isi Puisi “Sepisaupi” (Lembar Kerja 10)………. 184

4.19 Strategi Berpikir dalam Menafsirkan Puisi Kontemporer (Lembar kerja 11)………. 193

4.20 Daftar Kata Kunci dalam Hasil Kajian Responden……… 202

4.21 Makna Asosiatif Kata Kunci Tragedi... 204

4.22 Makna Asosiatif Kata Kunci Kawin... 205

4.23 Makna Asosiatif Kata Kunci Kasih…... 207

4.24 Makna Asosiatif yang dipilih dari Kata Kunci……… 222

4.25 Pemunculan Ciri-Ciri Puisi Mantra dalam Hasil Kajian……… 226

4.26 Keberadaan Unsur-Unsur Isi Puisi dalam Hasil Kajian Puisi………… 229

4.27 Kemampuan Memaparkan Isi Hasil Kajian……… 232

4.28 Kemampuan Menafsirkan Isi Puisi Secara Tepat……….. 236

4.29 Deskripsi Statistik……… 279

4.30 Uji Normalitas Data Gain……… 280

(7)

xv

4.32 Uji Mann-Whitney Gain 2A dan 2B (Mann-Whitney Test)………….. 287

4.33 Uji Mann-Whitney Gain 3A dan 3B (Mann-Whitney Test)………….. 288

4.34 Uji Mann-Whitney Gain 4A dan 4B (Mann-Whitney Test)………….. 290

4.35 Kegiatan Dosen dan Mahasiswa dalam Fase I……… 293

4.36 Kegiatan Dosen dan Mahasiswa dalam Fase II..……… 295

4.37 Kegiatan Dosen dan Mahasiswa dalam Fase III….……… 297

(8)

xvi

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Hal.

2.1 Sistem Pemrosesan Informasi Menurut Richard Arends……… 22

2.2 Model Proses Informasi Ellen D. Gagne………. 23

2.3 Syntax of The Selection Model of Concept Attainment……… 25

2.4 Asosiasi Makna Ferdinand de Saussure………. 44

2.5 Medan Makna yang Bersifat Asosiatif oleh C. Bally………. 45

2.6 Medan Makna oleh J. Trier……….. 46

2.7 Kerangka Teori Abrams………... 50

2.8 Pendekatan Fry………. 50

2.9 Pendekatan Morris-Klaus………. 52

2.10 Pendekatan Foulkes………. 53

2.11 Keterkaitan Penyair, Karya Sastra, dan Pembaca………. 57

3.1 Prosedur Pengumpulan Data……… 84

3.2 Alur Penelitian……….. 92

3.3 Konsep Model MAS………. 97

4.1 Grafik Gain Penggunaan Landasan Satuan Bahasa dalam Penafsiran Puisi Kelas Eksperimen………. 281

4.2 Grafik Gain Pemanfaatan Karateristik Puisi dalam Penafsiran Kelas Eksperimen……….. 281

(9)

xvii

4.4 Grafik Gain Ketepatan Hasil Penafsiran Isi Puisi Kelas Eksperimen……. 282

4.5 Grafik Gain Penggunaan Landasan Satuan Bahasa dalam

Penafsiran Puisi Kelas Kontrol………. 283

4.6 Grafik Gain Pemanfaatan Karateristik Puisi dalam Penafsiran

Kelas Kontrol………. 283

4.7 Grafik Gain Kelengkapan Cerita Hasil Penafsiran Kelas Kontrol……….. 284

4.8 Grafik Gain Ketepatan Hasil Penafsiran Isi Puisi Kelas Kontrol………… 284

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Posisi penting pendidikan dalam membangun kualitas bangsa menuntut

penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara profesional dan terpadu. Tidak

dapat dipungkiri bahwa pada masa kini upaya meningkatkan sumber daya

manusia suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas penyelenggaraan

pendidikan. Proses membentuk kualitas bangsa tidak dapat dilepaskan dari

perkembangan masyarakat dunia dewasa ini. Pembaharuan dalam bidang

pendidikan sudah diamanatkan oleh UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas

(2003:35) bahwa “Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dan

memunculkan tuntutan baru dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam

sistem pendidikan”. Beragam peristiwa yang terjadi di tanah air dalam bidang

ekonomi, politik, sosial, pemerintahan, teknologi, seni dan budaya, serta toleransi

beragama pada beberapa tahun terakhir menunjukkan gejala bahwa kualitas

manusia Indonesia secara umum masih belum sesuai dengan tuntutan tujuan

pendidikan nasional.

Apabila kita mengacu pada UU Sisdiknas di atas tampak bahwa

pelaksanaan pengajaran mengharuskan terciptanya suatu pendidikan bermutu

yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan

(11)

atas hanya dapat tercapai melalui upaya sinergis dari berbagai pihak terkait dan

berkepentingan dengan penyelenggaraan pendidikan.

Sampai saat ini sudah banyak kemajuan yang dicapai bidang pendidikan,

khususnya pendidikan formal di Indonesia. Akan tetapi, masih ada beberapa

permasalahan mendasar dalam pendidikan formal kita sehingga mempengaruhi

essensi lembaga pendidikan itu sendiri dan lebih lanjut terhadap eksistensi

kebangsaan kita di masyarakat dunia. Seperti dilaporkan oleh Tim PISA Indonesia

tahun 2003 (2003:6) bahwa prestasi siswa Indonesia dalam literasi membaca

menduduki peringkat ke-39 dari 41 negara yang diteliti. Hal ini tentulah sangat

memprihatinkan dunia pendidikan kita.

Guru dan tenaga kependidikan lainnya merupakan posisi sentral dalam

upaya percepatan perkembangan pendidikan, menjadi lebih penting dewasa ini.

Keadaan tersebut memiliki konsekuensi tersendiri, yakni guru dituntut untuk lebih

kompeten dan profesional. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Henry Clay

Lindgren (1967:6) seperti dikutip oleh Yoyo Mulyana (2000) bahwa salah satu

dampak dari ledakan perkembangan pendidikan adalah guru dituntut untuk

menjadi lebih ahli, lebih professional.

Pemahaman guru tentang konsep-konsep pendidikan terkini sangat penting

agar aktivitas pembelajaran tidak selalu berpusat pada guru. Sampai saat ini

aktivitas pembelajaran di sekolah masih banyak berpusat pada faktor guru.

Padahal seseorang dikatakan telah belajar apabila telah terjadi perubahan dirinya,

yakni perubahan dalam hal kesiapan menghadapi lingkungan. Konsekuensinya,

(12)

keinginan untuk memahami sesuatu. Hal ini sejalan dengan Prinsip

Pengembangan Kurikulum dan Prinsip Pelaksanaan Kurikulum seperti yang

diamanatkan oleh Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 (2006:7-10).

I.K. Davies (1971) memaparkan tiga prinsip dalam belajar, yakni:

1. apapun yang dipelajari siswa, maka dialah yang harus belajar, bukan orang lain.

Oleh karena itu, dalam pembelajaran siswalah yang harus aktif;

2. penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan

membuat proses belajar lebih berarti;

3. seorang siswa akan lebih meningkat motivasi belajarnya apabila ia diberi

tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.

Pendapat Davies di atas sejalan dengan konsep Jerome Bruner dalam teori

belajar penemuannya (discovery). Menurut Bruner belajar penemuan sesuai

dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia sehingga memberikan

hasil yang sangat berarti bagi dirinya. Berusaha sendiri untuk mencari

pengetahuan yang benar-benar bermakna.

Sampai dewasa ini pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah

masih jauh dari hasil yang diharapkan. Problema yang muncul dalam pengajaran

tersebut berkaitan dengan banyak komponen yang terdapat dalam dunia

pendidikan itu sendiri, seperti aspek guru, siswa, kurikulum, buku ajar, evaluasi,

dan masyarakat. B. Rahmanto (1988:44-46) menyatakan ada dua macam

hambatan dalam upaya mengajarkan cara menikmati sastra. Hambatan pertama

adalah adanya anggapan sementara orang yang berpendapat bahwa secara praktis

(13)

seseorang semakin mudah apabila dia menguasai ilmu ekonomi, ilmu-ilmu eksak,

dan lainnya. Sebaliknya mereka beranggapan bahwa sastra, terutama puisi, hanya

berhubungan dengan pengolahan kata dan tidak berguna pada saat berbisnis,

membangun gedung, dan lainnya. Hambatan kedua adalah pandangan yang

disertai prasangka bahwa mempelajari puisi sering tersandung pada ‘pengalaman

pahit’ kehidupan.

Selain hambatan di atas, pembelajaran puisi di sekolah kurang memuaskan

karena pengetahuan guru Bahasa Indonesia tentang apa dan bagaimana puisi itu

sangat kurang. Seperti diungkapkan oleh Soni Farid Maulana (Pikiran Rakyat,

13-12-2009) bahwa penyebabnya banyak hal, seperti “Pertama guru memang tidak

suka sastra, kedua karena guru yang mengajar bukan dari bidangnya, ketiga

karena mahasiswa tidak aktif dalam kegiatan sastra”. Kondisi di sekolah

menunjukkan kenyataan yang sesuai dengan pendapat di atas.

Keluhan masyarakat, terutama masyarakat sastra terhadap hasil

pembelajaran sastra di sekolah masih kerap terdengar sampai saat ini. Keluhan

tersebut terutama ditujukan pada pembelajaran puisi di sekolah. Materi

pembelajaran puisi di sekolah dianggap masih terpaku pada teori dan sejarah

sastra. Yus Rusyana (2003) dalam makalahnya Membangun Suasana Demokratis

dalam Pendidikan Sastra di Sekolah menyatakan bahwa keberadaan teori sastra

dalam pembelajaran sastra cukup penting, tetapi bukanlah untuk disampaikan

sebagai teori yang lepas dari pengalaman siswa mengapresiasi hasil sastra,

(14)

menelaah hasil sastra. Lebih lanjut Beliau menyatakan bahwa “Bagaimanapun,

pengajaran sastra harus benar ditinjau dari segi ilmu sastra”.

Secara keseluruhan keluhan yang dilontarkan masyarakat berkenaan

dengan hambatan dalam pengajaran sastra, menurut Suminto A. Sayuti

(Jabrohim, 1994: 2) menyangkut faktor buku pelajaran sastra, faktor sarana, faktor

guru, sistem ujian, dan faktor sastra Indonesia itu sendiri. Akan tetapi, faktor guru

lah yang paling berperan terhadap kelemahan pembelajaran sastra sampai saat ini.

Kondisi pengajaran sastra di Indonesia dewasa ini menunjukkan

kecenderungan-kecenderungan yang kurang memberi kebebasan bagi siswa untu menafsirkan teks

sastra menurut pemahaman mereka sendiri. Suminto A. Sayuti (2003) dalam

makalahnya Menuju Pengajaran Bahasa dan Sastra yang Bermakna

mendeskripsikan hal tersebut seperti berikut.

Pada sisi lain, secara lebih spesifik, diduga terdapat tiga kecenderungan utama yang sering terjadi dalam pengajaran sastra di sekolah. Pertama, apabila berkenaan dengan makna teks, para guru lebih mengistimewakan intensi pengarang secara berlebihan sebagai sesuatu yang “terbaik”. Kedua, teks seringkali disikapi sebagai sebuah dunia yang tertutup bagi siswa. Guru-guru cenderung menyarankan bahwa sejumlah tafsiran terhadap teks tertentu tidak bisa dilakukan secara sederhana. Ketiga, guru seringkali mendevaluasi latar belakang dan pengalaman siswa dalam kaitannya dengan membaca teks.

Kecenderungan-kecenderungan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh

pandangan realisme ekspresif, selain pandangan yang memiliki keyakinan bahwa

“hanya terdapat satu penafsiran teks yang secara objektif benar”.

Salah satu jenis karya sastra yang diajarkan di sekolah adalah puisi.

Pembelajaran puisi di sekolah masih belum mencapai hasil yang optimal karena

(15)

aktivitas berimajinasi ketika mengapresiasi puisi. Penerapan pendekatan struktural

dalam pembelajaran sastra di sekolah telah memberi semacam batasan yang

mengekang aktivitas imajinasi siswa. Kekakuan hasil apresiasi karya sastra,

khususnya puisi terjadi karena selama ini apabila dihadapkan pada pembelajaran

kajian puisi maka siswa langsung menjuruskan proses pengkajiannya pada aspek

instrinsik puisi. Akibatnya, hasil kajian puisi siswa umumnya disajikan dalam

bentuk pointer-pointer dari unsur intrinsik puisi, bukan dalam bentuk paparan.

Karya sastra di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat

sejalan dengan perkembangan masyarakat Indonesia itu sendiri. Sejak dipelopori

oleh Chairil Anwar karya puisi Indonesia terus berkembang. Perkembangan

terbaru puisi Indonesia adalah munculnya puisi kontemporer. Kemunculan bentuk

puisi tersebut menambah khasanah perbendaharaan karya sastra puisi di

Indonesia. Puisi kontemporer (karya Sutardji C.B.) sejak Kurikulum 1994 telah

dimasukkan sebagai salah satu materi pembelajaran puisi di SMA (Parera dan

Tasai, 1996:158). Pada Permendiknas RI Nomor 23 Tahun 2006 (2006:84)

pemahaman puisi kontemporer menjadi salah satu kompetensi yang harus dikuasai

oleh siswa tingkat SMA/MA.

Puisi kontemporeer (puisi Sutardji C.B.) memiliki karakteristik yang

menyerupai mantra dalam budaya lisan masyarakat Indonesia. Keberadaan puisi

ini memiliki membawa karakteristik baru yang sebelumnya tidak ditampilkan

dalam puisi-puisi konvensional, seperti tipografi yang khas, penggunaan

nonsense, dan penggunaan kata-kata dengan makna kata yang menyimpang jauh

(16)

adalah penjungkirbalikan atas konsep larik. Selama ini larik puisi dianggap sama

dengan kalimat dalam wacana nonsastra, sehingga memiliki ciri bermakna. Tidak

demikian halnya dalam puisi Sutardji, banyak ditemukan larik-larik yang tidak

mungkin dibaca dan dimakna berdasarkan konvensi bahasa, maupun konvensi

sastra. Puisi kontemporer (khususnya puisi Sutardji C.B.) banyak menggunakan

kata-kata yang hanya berfungsi sebagai alat untuk memunculkan irama tertentu

yang mampu menimbulkan suasana magis. Oleh karena terdapat banyak

perbedaan karakteristik puisi kontemporer (Sutardji) dengan puisi konvensional,

maka metode yang selama ini diterapkan untuk membaca dan memahami puisi

konvensional kurang relevan bila digunakan untuk membaca dan memahami puisi

tersebut.

Kajian atas puisi Sutardji C.B. telah banyak dilakukan para ahli dan

peneliti. Kajian tersebut umumnya tetap menerapkan teori semiotik, yakni dengan

berdasarkan pemahaman makna kata-kata kunci yang terdapat dalam puisi, seperti

yang diterapkan oleh Rachmat Djoko Pradopo (2003). Akan tetapi, kajian atas

puisi yang banyak dilakukan para ahli tidak menyertakan langkah-langkah

penafsiran makna untuk menghasilkan pemahaman seperti yang mereka

ungkapkan. Hasil pemaknaan atas puisi Sutardji yang diungkapkan para ahli lebih

banyak ditentukan oleh keluasan wawasan pengetahuan dan pengalaman mereka.

Apabila proses pemaknaan tersebut dilakukan oleh pembaca umumnya tentulah

akan mengalami kesulitan yang sangat besar karena proses pemahaman puisi

(17)

Penelitian tentang pembelajaran puisi kontemporer (khususnya karya

Sutardji C.B.) di Indonesia masih jarang dilakukan. Kajian puisi tersebut lebih

banyak dilakukan dalam bentuk kritik sastra. Penelitian yang berkenaan dengan

kajian puisi dengan model semiotik telah sering dilakukan, tetapi masih terbatas

pada puisi-puisi konvensional, sebagai pertentangan dengan puisi kontemporer,

baik berupa kritik sastra maupun dalam bentuk pengajaran. Penelitian tentang

model semiotik yang diterapkan pada puisi masih perlu dilakukan, terkait dengan

kejelasan langkah-langkah strategis yang mendasari instrumen penelitian,

langkah-langkah kajian, dan faktor-faktor lainnya. Oleh karenanya, saat ini masih

dipandang perlu dilakukan penelitian berkenaan dengan model belajar dan

mengajar mengkaji puisi kontemporer.

Penelitian ini menerapkan Model Pencapaian Konsep (Concept Attainment

Model) dari Jerome Bruner. Penelitian yang menerapkan model tersebut dalam

pembelajaran sastra telah dilaksanakan oleh H.E. Suryatin (1997) dan Yoyo

Mulyana (2000). H.E. Suryatin mengadakan penelitian dengan Concept

Attainment Model yang dipadukan dengan pendekatan Resepsi Sastra dalam

pembelajaran apresiasi novel pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah

FPBS IKIP Bandung Tahun 1997. Hasil penelitian beliau menyimpulkan bahwa

model yang digunakan dapat meningkatkan ragam kemampuan apresiasi sastra,

hubungan, derajat keterikatan dan daya determinasi, serta pengaruh antara

kemampuan resepsi dan kemampuan apresiasi sastra secara efektif. Sedangkan

Yoyo Mulyana mengadakan penelitian pembelajaran puisi dengan menerapkan

(18)

(MMSS). Model tersebut dibandingkan dengan Model Respon Pembaca (MMRP).

Hasil penelitian Yoyo Mulyana menunjukkan bahwa hasil belajar kajian puisi

mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia FPBS IKIP Bandung kelompok

eksperimen (MMRP) lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar kelompok

kontrol (MMSS).

Penelitian yang penulis laksanakan dapat digolongkan sebagai penelitian

lanjutan dari penelitian Yoyo Mulyana (2000). Penulis tetap menerapkan Concept

Attainment Model yang dipadukan dengan pendekatan Semiotik, tetapi

pengkajian puisi menerapkan teori analisis makna asosiasi. Hal ini peneliti

rancang karena pengkajian puisi kontemporer (khususnya puisi Sutardji C.B.)

berbeda dengan pengkajian puisi konvensional.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada penerapan Concept Attainment Model yang

dipadukan dengan pendekatan Semiotik dalam pembelajaran puisi di mahasiswa

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah STKIP Sebelas

April Sumedang. Kajian penelitian dipusatkan pada kualitas pembelajaran puisi

dan hasil pembelajaran puisi. Pada akhirnya penelitian ini dirancang untuk

menentukan model pembelajaran puisi yang efektif sehingga diharapkan akan

meningkatkan kualitas pengajaran puisi. Sedangkan puisi yang dibahas dan

diajarkan pada penerapan model ini dibatasi pada puisi-puisi karya Sutardji

(19)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas, masalah penelitian ini peneliti rumuskan

dalam beberapa kalimat pertanyaan berikut.

1. Apakah penerapan pendekatan Semiotik yang dipadukan dengan Concept

Attainnment Model berpengaruh terhadap kualitas proses pembelajaran puisi?

2. Bagaimana kemampuan mahasiswa dalam mengkaji puisi setelah penerapan

pendekatan Semiotik yang dipadukan dengan Concept Attainnment Model ?

3. Apakah terdapat peningkatan antara hasil pretes dan postes kemampuan

mengkaji puisi mahasiswa setelah pembelajaran?

4. Bagaimana aktivitas mahasiswa dan dosen selama proses pembelajaran puisi?

5. Bagaimana respon mahasiswa terhadap proses pembelajaran?

6. Bagaimana respon dosen terhadap model pembelajaran?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

1. kualitas proses pembelajaran puisi dengan menerapkan pendekatan Semiotik

yang dipadukan dengan Concept Attainment Model ;

2. kemampuan mengkaji puisi oleh mahasiswa sebelum dan sesudah proses

pembelajaran;

3. peningkatan antara hasil pretes dan postes kemampuan mengkaji puisi

mahasiswa;

4. aktivitas mahasiswa dan dosen selama proses pembelajaran puisi;

(20)

6. respon dosen terhadap model pembelajaran;

7. model analisis semiotik (MAS) yang merupakan model hasil elaborasi

pendekatan Semiotik dengan Concept Attainment Model.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini mengujicobakan pendekatan Semiotik yang dipadukan

dengan Concept Attainment Model dalam pembelajaran apresiasi puisi. Dari hasil

penelitian ini diharapkan dapat dirumuskan Model Analisis Semiotik yang

diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang

dialami pembaca dalam mengapresiasi puisi, khususnya apresiasi puisi

kontemporer. Dari penelitian ini diharapkan dapat dirumuskan teori-teori dan

prinsip-prinsip yang didasarkan pada hasil penelitian untuk peningkatan kualitas

pembelajaran puisi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat pada tiga aspek berikut.

1. Terwujudnya sebuah model mengajar kajian puisi yang merupakan

penggabungan teori pendidikan dan teori sastra. Dengan hasil demikian

diharapkan terjadi pengembangan ilmu dalam pembelajaran sastra.

2. Keluhan masyarakat atas kendala pembelajaran puisi, terutama puisi

kontemporer (puisi Sutardji C.B.), dapat diatasi melalui produk penelitian ini,

(21)

3. Produk penelitian ini yang berupa model pembelajaran diharapkan dapat

menjadi jembatan penghubung antara perguruan tinggi keguruan dengan

masyarakat pengguna, yakni pihak sekolah.

F. Anggapan Dasar

Beberapa anggapan dasar yang melandasi penelitian ini sebagai berikut.

1. Proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik apabila peserta didik ikut

berpartisipasi secara aktif di dalamnya (Hartley & Davies, 1978).

2. Peserta didik akan lebih mudah memahami dan merespon materi pembelajaran

apabila materi pembelajaran disusun dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur

berdasarkan urutan yang logis (mudah menuju kompleks).

3. Media penyampaian puisi adalah bahasa. Oleh karena itu, untuk memahami

puisi harus mengkaji unsur bahasa yang digunakan dalam puisi. Kreasi kata

dalam puisi tidak menghilangkan pengertian dalam kata tersebut. Kata tanpa

pengertian tidak mungkin; dalam arti, kata tidak berpengertian kehilangan

cirinya yang khas sebagai bahasa, hanya akan menjadi bunyi (Teeuw,

1980:148).

G. Variabel Penelitian

Penelitian ini memuat tiga variabel, yakni 1) pendekatan Semiotik yang

dipadukan dengan Concept Attainment Model (sebagai konsep awal Model

(22)

atas kata kunci, dan 3) hasil belajar kajian puisi oleh mahasiswa sebagai variabel

terikat/dependen.

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini peneliti rumuskan sebagai berikut : Kemampuan

mengkaji puisi pada subjek penelitian yang mendapat pembelajaran dengan

pendekatan Semiotik yang dipadukan dengan Concept Attainment Model lebih

tinggi dibandingkan dengan subjek penelitian yang tidak mendapat pembelajaran

dengan model tersebut.

I. Definisi Operasional

Berikut peneliti akan memaparkan beberapa konsep yang terdapat dalam

penelitian ini. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kekeliruan penafsiran pada

pembaca.

1. Puisi Sutardji Calzoum Bachri termasuk puisi kontemporer yang memanfaatkan

ciri-ciri mantra dalam penulisannya. Beberapa sebutan untuk puisi Sutardji

adalah puisi yang mantra, puisi yang bersifat mantra, puisi gelap, dan puisi

yang menggunakan bentuk mantra.

2. Kemampuan mengkaji puisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kemampuan mahasiswa menafsirkan isi puisi berdasarkan pengembangan

makna asosiatif dari kata-kata kunci yang diambil dari puisi. Selain hasil

(23)

adalah kemampuan mahasiswa dalam mengembangkan asosiasi makna dari

sebuah kata kunci yang berasal dari puisi.

3. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan

adanya hubungan antara kata tersebut dengan keadaan di luar bahasa. Jumlah

makna asosiasi sebuah kata yang dihasilkan oleh seseorang bergantung pada

unsur psikis, pengetahuan, dan pengalaman orang tersebut.

4. Concept Attainment Model (Model Pencapaian Konsep) adalah model

mengajar yang diciptakan oleh Jerome Bruner. Model ini disusun untuk

mengembangkan berpikir induktif, menganalisis, serta mengembangkan

konsep.

5. Model Analisis Semiotik adalah model mengajar yang merupakan hasil

perpaduan pendekatan semiotik dengan Model Pencapaian Konsep. Model ini

(24)

BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

Bagian ini akan memaparkan pembahasan tentang 1) metode penelitian, 2)

variabel penelitian, 3) sumber data penelitian, 4) populasi dan sampel penelitian,

5) ruang lingkup penelitian, 6) teknik penelitian, 7) prosedur pengumpulan data,

8) prosedur analisis data, 9) desain penelitian, 10) konsep awal model analisis

semiotik, 11) instrumen penelitian, 12) materi pembelajaran.

A. Metode Penelitian

Seperti telah dipaparkan pada bab pertama, tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui keefektifan pendekatan semiotik yang dipadukan dengan

Concept Attainment Model dalam pembelajaran apresiasi puisi kontemporer pada

mahasiswa Prodi Dikbasasinda STKIP Sebelas April Sumedang. Penelitian

dilakukan pada mahasiswa semester 4. Pemilihan mahasiswa tersebut karena mata

kuliah “Puisi” diberikan di semester 4. Dalam penelitian ini penulis tidak

melakukan pemilihan subjek penelitian secara random, tetapi menerima kondisi

subjek penelitian seperti apa adanya. Penelitian ini menggunakan rancangan

eksperimen semu (Quasi-experimental design) (Fraenkel & Wallen, 1993:253;

Van Dalen, 1979:263, Sukmadinata, 2005:207; Syamsuddin A.R. & Damaianti,

2007:162). Desain kuasi eksperimen yang dipilih adalah The Matching-Only

Pretest-Postest Control Group Design (Desain Kelompok Kontrol Pretes-Postes

(25)

Syamsuddin A.R. & Damaianti, 2007:163) atau disebut juga Nonrandomized

Control-group Prestest-Postest Design (Van Dalen, 1979:263). Desain penelitian

ini menempatkan mahasiswa dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,

kemudian kedua kelompok diberi tes awal. Selanjutnya kelompok eksperimen

diberi perlakuan dengan pembelajaran pendekatan semiotik yang dipadukan

dengan Concept Attainment Model sedangkan kelompok kontrol bukan model

tersebut. Setelah pembelajaran berakhir, kedua kelompok diberi tes akhir. Dalam

bentuk diagram, desain penelitian dengan tipe The Matching-Only Pretest-Postest

Control Group design berdasarkan konsep Jack R. Fraenkel dan Norman E.

Wallen tersebut dapat digambarkan seperti berikut.

Treatment group O M X 1 O

Control group O M X 2 O

(Fraenkel & Wallen, 1993:253)

B. Variabel Penelitian

Penelitian ini mengandung tiga variabel. Ketiga variabel yang dimaksud

adalah 1) Model Analisis Semiotik (sebagai model hasil elaborasi pendekatan

semiotik dengan Concept Attainment Model) sebagai variabel bebas/independen,

dan 2) hasil belajar kajian puisi kontemporer (puisi Sutardji) oleh mahasiswa

Program Studi Dikbasasinda STKIP Sebelas April Sumedang sebagai variabel

(26)

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu yang dilaksanakan pada

mahasiswa semester 4 Program Studi Dikbasasinda STKIP Sebelas April

Sumedang. Populasi penelitian ini adalah hasil belajar kajian puisi pada

mahasiswa semester 4 Program Studi Dikbasasinda STKIP Sebelas April

Sumedang tahun akademik 2009/2010. Mahasiswa semester 4 Prodi

Dikbasasinda tahun akademik 2009/2010 berjumlah 60 orang yang terbagi dalam

kelas 4 A berjumlah 30 orang dan kelas 4 B berjumlah 30 orang. Apabila merujuk

pada pendapat Jack R. Fraenkel dan Norman E. Wallen (1993:92) bahwa for

experimental and causal-comparative studies, we recommend a minimum of 30

individuals per group, maka kondisi mahasiswa di atas dapat dijadikan sampel

penelitian karena telah memenuhi jumlah minimum yang disyaratkan.

Selanjutnya, mahasiswa di kelas 4A dijadikan kelas eksperimen dan kelas 4B

dijadikan kelas kontrol. Dengan demikian sampel penelitian adalah hasil belajar

kajian puisi mahasiswa kelas 4A.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup faktor-faktor berikut di bawah ini.

1) Faktor Mahasiswa

Dari faktor mahasiswa ini yang menjadi fokus kajiannya adalah (1) hasil

belajar puisi yang akan diamati dari hasil tes kajian puisi, (2) aktivitas mahasiswa

(27)

Concept Attainment Model yang diperoleh melalui hasil observasi, dan (3) respon

mahasiswa terhadap proses pembelajaran yang akan didapat dari hasil angket.

2) Faktor Dosen

Faktor dosen yang menjadi fokus kajiannya adalah (1) aktivitas dosen saat

menerapkan model yang didapat melalui observasi dan (2) respon dosen atas

penerapan model yang didapat melalui wawancara.

E. Teknik Penelitian

Teknik penelitian merupakan cara yang dilakukan peneliti untuk

mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Penelitian ini

menggunakan empat teknik penelitian berikut.

1) Tes

Tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil kajian puisi oleh

mahasiswa. Evaluasi atas kemampuan kajian mahasiswa atas puisi Sutardji

C.B. didasarkan pada perkembangan kinerja mahasiswa selama proses

perkuliahan. Kinerja mahasiswa dilihat dari hasil kajian dimulai dari tahap

penentuan kata kunci, tahap penentuan asosiasi makna kata kunci, dan tahap

apresiasi makna puisi. Perkembangan kualitas dari setiap tahap itulah yang

akan dipaparkan secara kualitatif.

Tes dalam penelitian ini terbagi atas dua jenis, yakni (1) tes awal, digunakan

untuk mengetahui hasil kajian puisi oleh mahasiswa sebelum dilaksanakannya

perlakuan, (2) Tes akhir digunakan untuk mengetahui hasil kajian puisi oleh

(28)

2) Angket

Angket digunakan untuk menggali respon mahasiswa atas pembelajaran yang

telah dilakukan.

3) Observasi

Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data dan

informasi tentang kualitas proses pembelajaran, selama penerapan model.

4) Model mengajar

Penerapan model mengajar dilakukan untuk memberi perlakuan mengajar

kepada subjek penelitian.

5) Wawancara

Teknik ini digunakan untuk menggali tanggapan dosen terhadap kelayakan

model analisis semiotik digunakan dalam perkuliahan regular.

F. Prosedur Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua

jenis, yakni data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa kinerja

kemampuan apresiasi puisi oleh mahasiswa, aktivitas dosen dan mahasiswa

selama pembelajaran, serta respon dosen dan mahasiswa atas pembelajaran.

Sedangkan data kuantitatif berupa hasil tes (tes awal dan tes akhir) yang

merupakan konversi dari data kualitatif.

Adapun tahapan/prosedur pengumpulan data adalah sebagai berikut.

1) Peneliti melaksanakan tes awal kepada subjek penelitian. Tes ini dilaksanakan

pada pertemuan pertama. Puisi yang diteskan berjudul “Tragedi Winka dan

(29)

2) Peneliti melaksanakan observasi terhadap aktivitas dosen dan mahasiswa

selama pembelajaran puisi dengan menerapkan konsep awal Model Analisis

Semiotik. Pembelajaran dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan.

3) Peneliti melaksanakan tes akhir kepada subjek penelitian. Tes ini dilaksanakan

pada pertemuan terakhir (keenam).

4) Kegiatan menggali respon mahasiswa melalui angket dan respon dosen

melalui wawancara. Angket untuk mahasiswa disebarkan setelah pelaksanaan

tes akhir (postes) pada pertemuan keenam pembelajaran.

5) Peneliti mengadakan diskusi sekaligus refleksi dengan dosen pengajar untuk

mengembangkan model awal sehingga diperoleh model akhir.

Secara lebih jelas, prosedur pengumpulan data tergantung pada bagan

(30)

G. Prosedur Pengolahan Data

Prosedur atau teknik pengolahan data yang akan dilakukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Data hasil kajian puisi yang dibuat oleh mahasiswa diolah secara kualitatif.

Analisis secara kualitatif tersebut dilakukan terhadap aspek:

1. penggunaan landasan satuan bahasa dalam proses penafsiran (data 1);

2. pemanfaatan karateristik puisi mantra dalam hasil penafsiran (data 2);

3. kelengkapan cerita hasil penafsiran (data 3); dan

4. ketepatan hasil penafsiran (data 4)

Selanjutnya, data kualitatif tersebut diubah menjadi data kuantitatif yang

didapat dari hasil tes diolah melalui penskoran dalam bentuk data ordinal.

Penskoran dilakukan berdasarkan kriteria skor yang telah penulis susun.

2) Selanjutnya, data yang sudah berbentuk skor dianalisis untuk mengetahui

peningkatan keempat aspek di atas dengan cara dihitung menggunakan gain

ternormalisasi dari Melzer dan Hake (Sugiyono, 2007:120; Sudjana,

2005:238, 291) dengan rumus:

Untuk analisis kualitatif, tingkat gain ditafsirkan dengan kriteria sebagai

berikut:

G ≥ 0,7 : tinggi

0,3 ≤ G < 0,7 : sedang

(31)

Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan pada peningkatan

masing-masing aspek antara siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol,

data diolah dengan bantuan Microsoft Excel XP (2007) dan SPSS Statistics

17.0 (2008) melalui langkah-langkah sebagai berikut.

a. Uji normalitas data gain masing-masing aspek dari kedua kelas

menggunakan statistik Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-WilkTest.

b. Apabila pasangan data pada aspek yang sama keduanya berdistribusi

normal dilanjutkan dengan uji homogenitas varians dengan menggunakan

Levene’s Test.

c. Apabila diketahui kedua data berdistribusi normal dan variansnya homogen,

signifikansi perbedaan rata-rata gain kedua kelompok dihitung dengan uji t

menggunakan uji statistik Compare Mean Independent Samples Test.

d. Apabila salah satu atau kedua data pada aspek yang sama tidak berdistribusi

normal, signifikansi perbedaan rata-rata gain diuji menggunakan Wilcoxon

Test.

3) Data dari kualitas aktivitas pembelajaran diolah secara kualitatif. Analisis

aktivitas pembelajaran didasarkan atas 3 bentuk perilaku dalam model ini,

yakni perilaku mengidentifikasi konsep, perilaku menyusun hipotesis, dan

perilaku merumuskan definisi konsep. Selain dari analisis aspek bentuk

perilaku tersebut, analisis proses pembelajaran juga berdasarkan tiga fase yang

terdapat dalam Concept Attainment Model.

4) Data dari respon mahasiswa dan dosen diolah secara kualitatif dan selanjutnya

(32)

H. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan pola aktivitas proses penelitian dari awal

hingga akhir. Penelitian ini dimulai dari aktivitas studi pendahuluan hingga

diperoleh hasil akhir penelitian, sesuai dengan tujuan penelitian yang telah

ditetapkan.

Tahap-tahap kegiatan yang dilaksanakan dalam penelitian ini dapat

dipaparkan sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan ini ada beberapa komponen yang harus disusun dan

direncanakan sebagai berikut.

a. Pengumpulan data awal di lapangan. Ada dua jenis data yang dikumpulkan

pada tahap ini, yakni data tentang kegiatan perkuliahan sastra, khususnya puisi

dan data tentang materi perkuliahan sastra yang terdapat dalam silabus Prodi

Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah (Dikbasasinda) STKIP

Sebelas April Sumedang. Data awal tentang perkuliahan sastra di Prodi

Dikbasasinda diperoleh melalui kegiatan pengamatan langsung. Pengamatan

difokuskan pada proses perkuliahan mata kuliah “Puisi”. Kegiatan

pengamatan dilakukan selama tiga kali pertemuan mata kuliah tersebut. Untuk

melengkapi data tersebut, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa

mahasiswa dan dosen mata kuliah “Puisi”. Selanjutnya informasi dari hasil

(33)

dasar pemikiran dalam merumuskan konsep awwal Model Analisis Semiotik

dalam perkuliahan puisi.

Kajian silabus mata kuliah-mata kuliah sastra di Prodi Dikbasasinda STKIP

Sebelas April Sumedang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang

keberadaan materi puisi kontemporer dan pendekatan semiotik. Kedua data

tersebut dibutuhkan untuk menyusun materi perkuliahan yang akan

disampaikan selama proses penelitian.

b. Kajian Pustaka. Kajian pustaka meliputi: 1) model-model mengajar, 2)

pengembangan konsep berpikir, dan 3) pengkajian dan apresiasi puisi. Dari

hasil kajian pustaka selanjutnya disusun konsep awal model analisis semiotik.

c. Pemilihan materi pembelajaran. Dalam hal ini penulis telah memilih sejumlah

puisi karya Sutardji Calzoum Bachri. Materi puisi terbagi dua, yakni pertama

materi puisi sebagai contoh yang kata kuncinya telah disediakan oleh dosen

dan kedua materi puisi yang akan dikaji secara sepenuhnya oleh mahasiswa.

Disamping itu dipersiapkan juga materi teori tentang pendekatan semiotik,

makna asosiatif, dan puisi kontemporer.

c. Pengembangan awal model, dalam hal ini penulis merancang konsep awal

Model Analisis Semiotik untuk pembelajaran puisi. Tahap-tahap pelaksanaan

konsep awal Model Analisis Semiotik disusun berdasarkan Model

Pengelolaan Konsep (Concept Attainment Model).

d. Instrumen penelitian, dalam hal ini penulis menyusun pedoman observasi dan

(34)

pembelajaran, aktivitas dosen dan mahasiswa, serta tanggapan mahasiswa dan

dosen yang diperoleh melalui angket.

e. Jenis observasi dan angket, observasi yang digunakan adalah observasi

partisipatif. Peneliti hanya berperan sebagai observer, sedangkan penerapan

model mengajar (dosen) adalah dosen rekan sejawat. Angket yang digunakan

jenis tertutup dengan empat pilihan jawaban.

2. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 1998:160). Uji validitas dilakukan

terhadap konsep awal Model Analisis Semiotik dan instrumen (soal pretes dan

postes). Validitas (kesahihan) dilakukan agar sebuah instrumen memang

mengukur apa yang harus diukur dan juga agar variabel terikat yang muncul

memang akibat atau dipengaruhi oleh variabel bebas (Black & Champion,

1992:193). Beberapa langkah yang peneliti lakukan untuk menguji kesahihan

instrumen penelitian sebagai berikut.

a. Penulis meminta pertimbangan pakar pendidikan dan teman sejawat atas

konsep awal model analisis semiotik dan instrumen tes yang telah disusun.

Pakar yang diminta pertimbangan adalah 3 orang doktor di bidang ilmu

pendidikan, sedangkan teman sejawat/seprofesi adalah lulusan Prodi

Pendidikan Bahasa Indonesia, yakni 2 orang tingkat doktor, 4 orang tingkat

magister, dan 2 orang tingkat sarjana. Setelah mendapat pertimbangan dari para

(35)

telah disusun. Berdasarkan pertimbangan para ahli bahwa konsep awal model

analisis semiotik dan instrumen penelitian yang telah peneliti susun sudah

memadai dan layak untuk diujicobakan. Pertimbangan para ahli berkenaan

dengan materi puisi dan bentuk instrumen tes telah peneliti kaji dan peneliti

lakukan penyempurnaan pada instrumen-instrumen dimaksud.

b. Pelaksanaan penelitian dilakukan sebagai bagian pertemuan kelas dari mata

kuliah di kelas tersebut sehingga mahasiswa dapat berlaku alamiah seperti

proses perkuliahan umumnya. Melalui kondisi yang alami ini diharapkan data

penelitian yang terkumpul dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya.

c. Peneliti mengumpulkan sebanyak-banyaknya data dan informasi berkenaan

dengan kegiatan perkuliahan sastra, khususnya puisi, pada kelas mahasiswa

yang akan dilaksanakan penelitian. Informasi yang dikumpulkan berkenaan

dengan metode pembelajaran puisi yang telah dilaksanakan dosen,

hambatan-hambatan yang dialami mahasiswa dalam pembelajaran apresiasi puisi, tujuan

pembelajaran apresiasi puisi, data prestasi akademik mata kuliah sastra

mahasiswa.

3. Tahap Uji Coba Awal

Uji coba awal ini dilaksanakan di mahasiswa Dikbasasinda semester 6.

Berdasarkan hasil uji coba awal tersebut dikaji kelemahan-kelemahan yang

terdapat pada konsep awal model dan instrumen pretes dan postes. Diskusi

peninjauan instrumen tersebut juga melibatkan rekan sejawat. Langkah ini

dilanjutkan dengan revisi. Model awal pembelajaran hasil revisi ini selanjutnya

(36)

4. Pengujian Konsep Model Awal Secara Operasional

Kegiatan ini mencakup pemberlakuan konsep awal Model Analisis Semiotik

dalam mengapresiasi puisi pada mahasiswa semester 4 Program studi

Dikbasasinda STKIP Sebelas April Sumedang. Pada tahap pelaksanaan ini ada

beberapa aktivitas yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut :

b. Pelaksanaan pretes, mahasiswa diberi tes awal sebelum mereka diberi

perlakukan berupa penerapan model mengajar yang telah dipersiapkan.

c. Pemberian perlakuan, peneliti melaksanakan uji coba model dalam

Pembelajaran Puisi.

d. Pengamatan proses, peneliti melakukan observasi terhadap segala sesuatu

yang terjadi pada proses pembelajaran.

e. Pelaksanaan postes, mahasiswa diberikan tes akhir untuk mengevaluasi hasil

dari proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

f. Penyebaran angket, mahasiswa diminta menyampaikan tanggapan tertulis

pada angket mengenai proses pembelajaran yang telah diikutinya.

5. Tahap Refleksi

Pada tahap ini peneliti meninjau kembali hasil uji coba yang didapat,

kemudian berdasarkan hasil belajar, hasil observasi, dan hasil angket

dikembangkan model akhir pembelajaran.

Secara lebih ringkas, prosedur eksperimen di atas dapat dilihat pada bagan

berikut.

(37)

Gambar 3.2 : Alur Penelitian

I. Instrumen Penelitian

Ada tiga macam data dalam penelitian ini, yakni data berupa hasil kerja

mahasiswa yang diperoleh melalui tes, data hasil observasi pembelajaran, dan data

hasil wawancara/angket. Data hasil tes dikaji secara kualitatif berdasarkan

perkembangan hasil-hasil yang dicapai mahasiswa untuk setiap tahap

pembelajaran. Selanjutnya, data hasil tes tersebut diubah menjadi bentuk skor dan

dianalisis dengan menggunakan komputer. Sedangkan data hasil observasi dan

data hasil wawancara/angket dianalisis secara deskriptif kualitatif. Tahap Persiapan

- Kajian pustaka

- Penyusunan model pembelajaran

- Penyusunan instrumen penelitian

Tahap Pelaksanaan - tes awal

- perlakuan

- observasi

- tes akhir

- penyebaran angket

Tahap Refleksi

- peninjauan hasil uji coba

- pengembangan model akhir

Tahap Ujicoba Awal - Uji validitas instrumen

- Pelaksanaan uji coba awal

(38)

Penelitian ini menggunakan enam jenis instrumen, yakni (1) desain model

analisis semiotik, (2) format analisis makna asosiatif kata kunci, (3) format

penilaian tes apresiasi puisi, (4) format observasi, (5) format angket, dan (6)

materi perkuliahan. Secara rinci penjelasan keenam instrumen tersebut sebagai

berikut.

1. Desain Model Analisis Semiotik

a. Orientasi Model

Model pembelajaran ini bersumber dari model concept attainment : the

basics of thinking yang dikemukakan oleh Jerome Bruner. Model Jerome Bruner

ini memiliki kemiripan konsep dengan Inductive Thinking Model dari Hilda Taba

dan Advance Organizer Model dari David Ausubel (Joice and Weil, 1972:27).

Concept Attainment Model merupakan hasil pengembangan studi tentang berpikir

(A Study of Thinking) oleh Jerome Bruner, Jacqueline Goodnow, dan George

Austin.

Seperti yang diungkapkan oleh Ellen D. Gagne (1985) dan Richard Arends

(1997) bahwa seseorang menerima pengetahuan dari lingkungan/rangsangan

eksternal melalui reseptor/pencatatan penginderaan. Selanjutnya informasi yang

diterima diteruskan ke short-term memory. Informasi tertentu yang mendapat

“perhatian” individu tersebut selanjutnya akan dikirim dan disimpan dalam jangka

waktu sangat lama dalam long-term memory.

Dalam proses belajar banyak sekali informasi/konsep yang harus diingat

(39)

sarana pencatat informasi tersebut, yakni short-term memory, kapasitasnya sangat

terbatas sehingga tidak mungkin individu mampu mengingat semua informasi

yang diterimanya. Diyakini bahwa sebuah informasi atau konsep tidaklah berdiri

sendiri tetapi akan berkaitan dengan informasi atau konsep lainnya. Dalam belajar

siswa harus mampu menghubungkan dan mengelompokkan informasi atau konsep

baru yang diterimanya dengan konsep-konsep yang telah tersimpan dalam

long-term memory miliknya. Dari ilustrasi tersebut dapat dikatakan bahwa konsep

Information Processing Model yang merupakan induk dari concept attainment

model menitikberatkan pada interaksi antara analisis kognitif dengan pengalaman

seseorang dalam bentuuk perilaku intelektual dan emosional.

Studi Jerome Bruner, Jacqueline Goodnow, dan George Austin berfokus

pada kajian “konsep” yang meliputi masalah “apakah konsep itu dan apa manfaat

memahami suatu konsep”. Konsep atau pengertian merupakan kondisi utama yang

diperlukan untuk menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif

fundamental sebelumnya berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan

stimulus dan objek-objeknya (Djamarah & Zain, 2002:17). Sedangkan Kardi

(1997:2) mengutip pendapat Carol mendefinisikan konsep sebagai suatu abstraksi

dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu kelompok objek

atau kejadian. Abstraksi berarti suatu proses pemusatan perhatian seseorang pada

situasi tertentu dan mengambil elemen-elemen tertentu, serta mengabaikan

elemen yang lain. Dengan menguasai “konsep” maka seseorang akan dapat

menggolongkan dunia sekitarnya menurut “konsep” itu, misalnya menurut warna,

(40)

Jerome Bruner (Joyce & Weil, 1972: 31) menyatakan bahwa setiap konsep

memiliki lima elemen. Setelah mampu menentukan elemen-elemen dari sebuah

konsep, selanjutnya seseorang akan mampu membuat “peta konsep” atas suatu

konsep. Martin (Trianto, 2007:159) mendefinisikan `“peta konsep” sebagai

ilustrasi grafis konkret yang mengidentifikasikan bagaimana sebuah konsep

tunggal dihubungkan ke konsep-konsep lain pada kategori yang sama. Trianto

(2007:159) mengutip pendapat Dahar mengemukakan beberapa ciri peta konsep

seperti berikut.

(1) Peta konsep atau pemetaan konsep adalah suatu cara untuk

memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang

studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, matematika. Dengan

menggunakan peta konsep, siswa dapat melihat bidang studi itu lebih jelas

dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.

(2) Suatu peta konsep merupakan gambar dua dimensi dari suatu bidang studi,

atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang dapat memperlihatkan

hubungan-hubungan proporsional antara konsep-konsep.

(3) Tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti ada konsep

yang lebih inklusif dari pada konsep-konsep yang lain.

(4) Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih

inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.

Studi Bruner, Goodnow, dan Austin (Joice and Weil, 1972:28)

menyimpulkan bahwa penyusunan “kategori” membantu kita mengelompokkan

(41)

kelompok yang sama berdasarkan ciri-ciri umumnya. Studi yang dilakukan

Bruner, dkk. menyebutkan proses berpikir sebagai “pengkategorian”

(categorizing). Aktivitas penyusunan kategori menurut teori Bruner disebut

pencapaian konsep (concept attainment), yakni aktivitas mencari dan

menginventarisasi beberapa atribut yang akan digunakan untuk membedakan

antara contoh dan bukan contoh dari berbagai kategori. Dalam proses concept

attainment, konsep sudah disediakan.

Menurut Bruner, aktivitas pengkategorian sesungguhnya memiliki dua

komponen, yakni the act of concept formation dan the act of concept attainment.

Aktivitas mengelompokkan konsep merupakan langkah awal dari pengembangan

konsep. Akan tetapi, terdapat perbedaan antara kedua aktivitas tersebut (Joice and

Weil, 1972:29), yakni (1) tujuan dan penekanan dari keduanya berbeda, (2)

langkah-langkah proses berpikir kedua aktivitas berbeda, (3) kedua proses mental

tersebut menuntut proses pembelajaran yang berbeda pula. Model Berpikir

Induktif dari Hilda Taba adalah contoh dari a concept formation strategy. Pada

model ini siswa bersama-sama mengelompokkan contoh konsep berdasarkan

beberapa dasar dan bentuk sebanyak yang mereka kehendaki. Setiap kelompok

contoh menggambarkan suatu konsep yang berbeda. Sedangkan dalam a concept

attainment hanya terdapat satu konsep. Dengan memanfaatkan petunjuk yang

diberikan guru, siswa mencoba menentukan identitas dan definisi suatu konsep.

Hasil studi Jerome Bruner tentang pencapaian konsep (concept attainment)

memberikan manfaat yang besar bagi proses pembelajaran. Pertama, melalui

(42)

membedakan apakah siswa memang telah mampu mencapai pemahaman suatu

konsep ataukah hanya mengulang kata-kata tanpa pemahaman konseptual yang

mendalam. Kedua, kita akan dapat mengenali strategi pengkategorian yang

dilakukan oleh siswa dan membantu mereka untuk menggunakan strategi yang

lebih efektif. Ketiga, kita dapat meningkatkan kualitas pembelajaran tentang

belajar konsep.

b. Sintakmatik

Gambaran fase-fase Model Analisis Semiotik di atas dipaparkan pada

diagram di bawah ini.

Diagram Model Analisis Semiotik berikut menggambarkan

(43)

Diagram berikut diadaptasi dari hasil adaptasi Udin Saripudin (Irawan, dkk.,

1996:89) berdasarkan teori Jerome Bruner (Joyce & Weils, 2000:10).

Kegiatan Dosen Langkah-Langkah Pokok Kegiatan Mahasiswa

• Menyajikan teori • Membandingkan

Menanyakan strategi • Mengungkapkan

penemuan proses/strategi

Kegiatan Dosen dan Mahasiswa dalam MAS

Concept Attainment model yang merupakan dasar dari model analisis

semiotik menuntut agar siswa mampu mencapai pemahaman atas suatu konsep

dan merumuskan strategi pencapaian konsep tersebut. Kedua proses tersebut harus

dilakukan oleh siswa sendiri melalui bimbingan guru dengan menggunakan

pertanyaan-pertanyaan terstruktur dan arahan-arahan secara lisan. Bruce Joyce,

Marsha Weil, & Emily Calhoun (2000:160) menyatakan bahwa Concept

Attainment model termasuk model mengajar yang moderat. Guru mengontrol Penyajian Data

Analisis Strategi Berpikir Pengetesan Pencapaian

(44)

setiap fase pembelajaran secara cermat, tetapi tetap menekankan teknik tanya

jawab/dialog dengan siswa atau antarsiswa dalam tiap fase. Model ini

menekankan interaksi siswa selama pembelajaran. Pengembangan konsep pada

diri siswa dilakukan melalui proses berpikir induktif.

c. Sistem Sosial

Model ini memiliki struktur yang moderat. Dosen melakukan

pengendalian terhadap aktivitas mahasiswa, tetapi dapat dikembangkan menjadi

kegiatan dialog bebas dalam fase itu. Beberapa kondisi yang harus diperhatikan

dan diciptakan pada penerapan model ini ialah

1) dosen harus memilih dan mengorganisasi bahan dan mengurutkannya dari yang

sederhana menuju yang kompleks;

2) dosen harus memilih kemampuan menemukan konsep dalam puisi yang

disajikan dan menjelaskan asosiasi dari setiap konsep tersebut;

3) dosen harus memiliki kemampuan mengapresiasi puisi berdasarkan kaitan

antarasosiasi yang dihasilkan dari setiap konsep;

4) dosen harus mampu mengorganisasi pembelajaran sehingga mahasiswa lebih

dapat memperlihatkan inisiatifnya untuk melakukan proses induktif bersamaan

dengan bertambahnya pengalaman dalam keterlibatan dirinya pada proses

belajar.

d.Prinsip-Prinsip Pengelolaan/Reaksi

Selama proses mengkaji puisi berjalan, dosen diharapkan menjadi

(45)

Beberapa prinsip yang harus diperhatikan sebagai berikut.

1) Dosen dapat memberikan dukungan dengan menitikberatkan pada sifat

hipotesis selama diskusi berlangsung.

2) Dosen memberikan bantuan kepada mahasiswa dalam mempertimbangkan

pilihan hipotesis satu dari yang lainnya.

3) Dosen dapat memusatkan fokus mahasiswa pada contoh-contoh yang spesifik.

4) Dosen dapat membantu mahasiswa dalam mendiskusikan dan menilai strategi

berpikir yang telah mereka laksanakan.

e. Sistem Pendukung

Sarana pendukung yang dibutuhkan berupa bahan-bahan dan data-data

terpilih dan terorganisasikan dalam bentuk unit-unit yang berfungsi memberikan

contoh-contoh. Para mahasiswa dalam model ini tidak diberi tugas untuk

menemukan konsep yang baru, tetapi mereka harus dapat memperoleh konsep

yang tepat yang telah dipilihkan oleh dosen. Bila mahasiswa telah dapat berpikir

semakin kompleks, mereka dapat bertukar pikiran dan bekerjasama dalam

membuat unit-unit data, seperti yang dilakukan dalam fase dua di atas.

f. Penerapan

Model ini bertujuan agar mahasiswa mampu menemukan dan memperoleh

konsep baru dari sebuah puisi yang diapresiasinya berdasarkan kata kunci. Untuk

mencapai hal tersebut maka dosen harus mengkondisikannya dengan cara

(46)

dari penerapan model ini, mahasiswa mampu memperoleh konsep baru tentang

hubungan semiotik pada tingkat individu atau kelompok.

2. Silabus Perkuliahan

Silabus perkuliahan untuk penerapan Model Analisis Semiotik ini dibuat

untuk 4 kali pertemuan kelas. Silabus perkuliahan dibuat berdasarkan ketentuan di

STKIP Sebelas April Sumedang.

3. Format Lembar Kerja Mahasiswa

Selama proses belajar mengajar mahasiswa menuliskan hasil temuan dan

diskusi mereka dalam format lembar kerja mahasiswa berikut. Format kerja

mahasiswa dibuat sesuai dengan tiga tahap utama dalam Model Analisis Semiotik.

Lembar kerja mahasiswa terbagi atas:

1) lembar kerja 1: pengelompokkan puisi

2) lembar kerja 2: alasan dalam pengelompokkan puisi

3) lembar kerja 3: karakteristik puisi kontemporer

4) lembar kerja 4: definisi puisi kontemporer

5) lembar kerja 5: karakteristik kata kunci

6) lembar kerja 6: definisi kata kunci

7) lembar kerja 7: daftar kata kunci

8) lembar kerja 8: strategi berpikir dalam menentukan kata kunci

9) lembar kerja 9: makna asosiatif kata kunci

10)lembar kerja 10: penafsiran isi puisi

(47)

4. Kriteria Penilaian

Penilaian dilaksanakan di awal dan di akhir pembelajaran. Penilaian

kemampuan mengkaji puisi didasarkan atas empat komponen, yakni (1)

penggunaan landasan satuan bahasa dalam proses penafsiran, (2) pemanfaatan

aspek karakteristik puisi Sutardji dalam kajian makna puisi, (3) kejelasan isi

kajian puisi, dan (4) ketepatan hasil kajian. Untuk komponen penilaian nomor (4)

penulis menggunakan dua landasan, yakni:

a) hasil analisis penulis atas makna puisi “Tragedi Winka & Sihkha”

b) hasil penafsiran pakar (Rachmat Djoko Pradopo) atas puisi “Tragedi

Winka & Sihkha”.

Hasil tes tiap mahasiswa dinilai oleh tiga orang yang berkompetensi dalam

bidangnya. Skor hasil tes tiap mahasiswa adalah rata-rata skor dari ketiga penilai.

Kriteria penskoran untuk tiap komponen di atas dipaparkan berikut ini.

Tabel 3.1 Kriteria Skor

Penggunaan Landasan Satuan Bahasa dalam Penafsiran

Rentang Skor Deskripsi

0 – 2.5 Hasil kajian hanya berdasarkan pada penafsiran satu satuan

bahasa dalam puisi

2.6 – 5.0 Hasil kajian berdasarkan pada penafsiran beberapa satuan bahasa dalam puisi

5.1 – 7.5 Hasil kajian berdasarkan pada penafsiran beberapa satuan bahasa dalam puisi dan sudah memperlihatkan kaitan diantaranya

(48)

Tabel 3.2 Kriteria Skor

Komponen Pemanfaatan Karakteristik Puisi Mantra dalam Penafsiran

Komponen karakteristik puisi mantra mencakup 5 deskriptor, yakni: 1. unsur penonjolan pengulangan

2. unsur kata-kata nonsense 3. unsur tipografi yang sugestif

4. unsur penyimpangan kaedah bahasa

5. unsur penyimpangan dalam keserasian makna kalimat

Rentang Skor Deskripsi

0 – 2.5 Tidak ada satu pun deskriptor yang dimanfaatkan dalam

hasil kajian puisi

2.6 – 5.0 Ada deskriptor yang dimanfaatkan tapi kurang mendukung

hasil kajian puisi

5.1 – 7.5 Ada deskriptor yang dimanfaatkan hasil kajian puisi dan penjelasan pengaruh deskriptor terhadap hasil kajian puisi sudah tepat

7.6 – 10 Ada deskriptor yang dimanfaatkan hasil kajian puisi dan pemilihan deskriptor serta penjelasan pengaruh deskriptor terhadap hasil kajian puisi sudah tepat

Tabel 3.3 3) kejadian masa akhir rumah tangga

Rentang Skor Deskripsi

0 – 2.5 Hasil kajian hanya mendeskripsikan sebagian kecil

kejadian yang terkandung dalam puisi

2.6 – 5.0 Hasil kajian sudah mendeskripsikan sebagian besar

kejadian yang terkandung dalam puisi

5.1 – 7.5 Hasil kajian sudah mendeskripsikan seluruh kejadian yang

terkandung dalam puisi

7.6 – 10 Hasil kajian sudah mendeskripsikan seluruh kejadian yang

(49)

Tabel 3.4 Kriteria Skor

Ketepatan Hasil Kajian Puisi

Rentang Skor Deskripsi

0 – 2.5 Hanya sebagian kecil hasil kajian yang sesuai dengan hasil

penjajagan awal

Pengamatan dilakukan selama proses perkuliahan untuk mendapat

deskripsi tentang bobot pelaksanaan tiap-tiap tahap model, aktivitas mahasiswa

dan dosen. Format observasi terbagi atas format observasi aktivitas dosen dan

(50)

No. Rincian Kegiatan

pertanyaan yang dapat dipahami oleh

mahasiswa dan mahasiswa dapat

memberikan respon yang relevan/tepat

7

Dosen memberikan respon positif atas jawaban dan hasil yang dicapai oleh mahasiswa

11 Dosen mencatat setiap

(51)

Tabel 3.6

4 Melakukan kegiatan diskusi dalam

kelompok secara sungguh-sungguh

5 Memperlihatkan motivasi tinggi dan

keceriaan selama proses pembelajaran

6

Memahami arah dan jawaban yang dikehendaki atas pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan

6. Daftar Pertanyaan

Wawancara digunakan untuk menggali pendapat dosen tentang model

analisis semiotik. Kegiatan wawancara berpedoman pada daftar pertanyaan

(52)

1) Bagaimana tanggapan Anda terhadap konsep belajar yang ada dalam

model analisis semiotik?

2) Bagaimana tanggapan Anda terhadap tahap-tahap pelaksanaan model

analisis semiotik? Apakah terdapat kelemahan dari tahap-tahap

pembelajaran yang telah dilaksanakan?

3) Apakah terdapat hambatan selama pelaksanaan pembelajaran?

4) Apakah pembelajaran dengan model analisis semiotik mudah untuk

dilaksanakan?

5) Apakah pembelajaran dengan model analisis semiotik dapat juga

digunakan untuk pembelajaran apresiasi puisi konvensional?

7. Format Angket

Angket dibagikan kepada mahasiswa untuk menggali tanggapan

mahasiswa (kelas eksperimen) atas tahap-tahap belajar yang telah dilaksanakan,

manfaat atas hasil belajar dalam mengkaji puisi kontemporer dan puisi pada

umumnya, dan nurturan efek dari pembelajaran.

Tabel 3.7

1 Selama pembelajaran saya terlibat

secara aktif dalam proses

pembelajaran

(53)

No. Pertanyaan

keakraban saya dengan rekan-rekan lain

4 Materi ajar yang disusun dari contoh-contoh nyata kemudian diakhiri dengan merumuskan teori, telah

membantu saya lebih mudah

6 Setelah pembelajaran, menurut saya menentukan kata kunci dalam puisi itu mudah

7 Setelah pembelajaran, menurut saya menentukan makna asosiatif dari kata kunci dalam puisi itu mudah

8 Setelah pembelajaran, menurut saya menafsirkan isi puisi Sutardji C.B.

diterapkan saat mengkaji puisi

konvensional

10 Pembelajaran ini telah meningkatkan motivasi saya belajar apresiasi puisi untuk waktu ke depan

8. Materi Perkuliahan

Materi puisi yang digunakan dalam pembelajaran berjumlah 4 buah, yakni

puisi Sutardji C.B yang berjudul “Tapi”, “Sepisaupi”, “Hilang (Ketemu)”, dan

(54)

I, sedangkan “Sepisaupi” dikaji pada fase II. Selain puisi-puisi di atas, penulis

juga memberikan empat judul puisi Sutardji yang berbeda untuk tiap kelompok

sebagai bahan kajian tugas terstruktur.

J. Kegiatan Penelitian

Seperti telah dipaparkan di bagian terdahulu bahwa penelitian ini

dilaksanakan di Prodi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

(Dikbasasinda) STKIP Sebelas April Sumedang semester 4 tahun akademik

2009/2010. Berikut tahap-tahap penelitian yang dilakukan.

1. Tahap Persiapan

Tahap ini dilakukan selama satu bulan, yakni di bulan Mei 2010. Kegiatan

pada tahap ini diisi dengan suvei pembelajaran apresiasi puisi yang sedang

berlangsung di mahasiswa semester 4 Prodi Dikbasasinda. Aktivitas peneliti

dalam tahap ini diisi dengan kegiatan observasi proses pembelajaran di mahasiswa

semester 4 dan dialog/wawancara dengan dosen mata kuliah “Puisi”. Dalam tahap

ini peneliti menyusun instrumen penelitian dan mendiskusikannya dengan

beberapa pihak, termasuk dosen mata kuliah “Puisi”.

2. Tahap Pengembangan Model Awal

Tahap ini dilaksanakan di mahasiswa semester 6. Kegiatan pengembangan

(55)

3. Tahap Pelaksanaan Uji Coba

Tahap ini dilaksanakan dalam enam kali pertemuan kelas. Deskripsi

kegiatan dalam tahap ini dipaparkan dalam tabel berikut.

Tabel 3.8

Deskripsi Pertemuan di Kelas Eksperimen

Pertemuan Waktu Kegiatan

Pertama Minggu pertama

Juni 2010

Pretes (mahasiswa mengkaji puisi Sutardji C.B.)

Kedua Minggu kedua

Juni 2010

Pembelajaran tentang pendekatan semiotik dan makna asosiatif serta puisi kontemporer

Ketiga Minggu ketiga

Juni 2010

Penyajian data dan identifikasi kata kunci dari puisi

Gambar

TABEL
GAMBAR
Gambar 3.1
Gambar 3.2 : Alur Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dilakukan berdasarkan Daftar Acuan Harga Satuan yang dapat diperoleh di kantor Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

Relatório de Execução Orçamental relativo ao Primeiro Trimestre do AF de

Pada era globalisasi ini perkembangan dunia usaha semakin cepat ditandai dengan persaingan antar perusahaan makin ketat dan tinggi.Kondisi ini membuat perusahaan

Hasil posttest menunjukkan bahwa model inkuiri terbimbing memberikan pengaruh terhadap penguasaan konsep peserta didik, ini sejalan dengan penelitian yeritial et al

[r]

Sub Unit Organisasi UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Buleleng. U P B SD No.1

M.Hum Pihak Penjual dan Pembeli Tanah tidak pernah memberitahukan/ menunjukkan adanya Perjanjian yang melatarbelakangi Jual Beli tersebut, karena jual beli tersebut sebenarnya

Adanya pengaruh yang signifikan dari tipe auditor terhadap luas pengungkapan IC disebabkan karena auditor Big 4 cenderung memiliki independensi yang lebih besar