ix
H. Pembelajaran Sastra di STKIP Sebelas April Sumedang ... 72
BAB III. METODE DAN TEKNIK PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 79
B. Variabel Penelitian ... 80
x
BAB IV. DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Semiotik terhadap Puisi Sutardji C.B ... 112
B. Naskah Akademik Model Analisis Semiotik ... 122
C. Deskripsi Kegiatan Pengembangan Model awal ... 138
1. Kegiatan Pembelajaran ... 139
E. Deskripsi Kemampuan Mengkaji Puisi Mahasiswa ... 200
xi
b. Analisis Data ... 208
4. Kemampuan Menyesuaikan Hasil Kajian dengan Makna Asosiatif ... 222
F. Tanggapan Atas Proses Pembelajaran ... 238
1. Tanggapan Dosen ... 238
I. Model Analisis Semiotik Hasil Pengembangan ... 291
xii BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ... 302
1. Pembelajaran Apresiasi Puisi ... 302
2. Kemampuan Mengkaji Puisi ... 307
B. Saran ... 312
DAFTAR PUSTAKA ... 314
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 322
xiii
DAFTAR TABEL
TABEL Hal.
3.1 Kriteria Skor Penggunaan Landasan Satuan Bahasa
Dalam Penafsiran………. 102
3.2 Kriteria Skor Komponen Pemanfaatan Karakteristik Puisi dalam Penafsiran……….……… 103
3.3 Kriteria Skor Komponen Kejelasan Isi Hasil Kajian………. 103
3.4 Kriteria Skor Ketepatan Hasil Kajian Puisi……… 104
3.5 Format Observasi Aktivitas Dosen………. 104
3.6 Format Observasi Aktivitas Mahasiswa………. 106
3.7 Format Angket untuk Mahasiswa……… 107
3.8 Deskripsi Pertemuan di Kelas Eksperimen………. 110
4.1 Pengelompokan Jenis Puisi (Lembar Kerja 1)……… 149
4.2 Alasan Pengelompokan Jenis Puisi Konvensional (Lembar Kerja 2)……….. 150
4.3 Alasan Pengelompokan Jenis Puisi Kontemporer (Lembar Kerja 2)….. 150
4.4 Karakteristik Puisi Kontemporer (Lembar Kerja 3)……….…….. 151
4.5 Definisi Puisi Kontemporer (Puisi Sutardji) (Lembar Kerja 4)……….. 152
4.6 Kata Kunci dalam Puisi “Tapi”……… 160
4.7 Ciri-Ciri Kata Kunci dalam Puisi (Lembar Kerja 5)……… 162
4.8 Definisi Kata Kunci dalam Puisi (Lembar Kerja 6)……… 164
xiv
4.10 Strategi Berpikir Menentukan Kata Kunci dalam Puisi
(Lembar Kerja 8)……….. 167
4.11 Kata Kunci dalam Puisi “Sepisaupi” (Lembar Kerja 7)………. 176
4.12 Makna Asosiatif Kata Kunci Sepi (Lembar Kerja 9)………. 177
4.13 Makna Asosiatif Kata Kunci Pisau (Lembar Kerja 9).………. 177
4.14 Makna Asosiatif Kata Kunci Dosa (Lembar Kerja 9)………. 178
4.15 Makna Asosiatif Kata Kunci Nyanyi (Lembar Kerja 9)……….……… 179
4.16 Makna Asosiatif Kata Kunci Luka (Lembar Kerja 9)………. 180
4.17 Makna Asosiatif Kata Kunci Duri (Lembar Kerja 9)………. 181
4.18 Hasil Penafsiran Isi Puisi “Sepisaupi” (Lembar Kerja 10)………. 184
4.19 Strategi Berpikir dalam Menafsirkan Puisi Kontemporer (Lembar kerja 11)………. 193
4.20 Daftar Kata Kunci dalam Hasil Kajian Responden……… 202
4.21 Makna Asosiatif Kata Kunci Tragedi... 204
4.22 Makna Asosiatif Kata Kunci Kawin... 205
4.23 Makna Asosiatif Kata Kunci Kasih…... 207
4.24 Makna Asosiatif yang dipilih dari Kata Kunci……… 222
4.25 Pemunculan Ciri-Ciri Puisi Mantra dalam Hasil Kajian……… 226
4.26 Keberadaan Unsur-Unsur Isi Puisi dalam Hasil Kajian Puisi………… 229
4.27 Kemampuan Memaparkan Isi Hasil Kajian……… 232
4.28 Kemampuan Menafsirkan Isi Puisi Secara Tepat……….. 236
4.29 Deskripsi Statistik……… 279
4.30 Uji Normalitas Data Gain……… 280
xv
4.32 Uji Mann-Whitney Gain 2A dan 2B (Mann-Whitney Test)………….. 287
4.33 Uji Mann-Whitney Gain 3A dan 3B (Mann-Whitney Test)………….. 288
4.34 Uji Mann-Whitney Gain 4A dan 4B (Mann-Whitney Test)………….. 290
4.35 Kegiatan Dosen dan Mahasiswa dalam Fase I……… 293
4.36 Kegiatan Dosen dan Mahasiswa dalam Fase II..……… 295
4.37 Kegiatan Dosen dan Mahasiswa dalam Fase III….……… 297
xvi
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Hal.
2.1 Sistem Pemrosesan Informasi Menurut Richard Arends……… 22
2.2 Model Proses Informasi Ellen D. Gagne………. 23
2.3 Syntax of The Selection Model of Concept Attainment……… 25
2.4 Asosiasi Makna Ferdinand de Saussure………. 44
2.5 Medan Makna yang Bersifat Asosiatif oleh C. Bally………. 45
2.6 Medan Makna oleh J. Trier……….. 46
2.7 Kerangka Teori Abrams………... 50
2.8 Pendekatan Fry………. 50
2.9 Pendekatan Morris-Klaus………. 52
2.10 Pendekatan Foulkes………. 53
2.11 Keterkaitan Penyair, Karya Sastra, dan Pembaca………. 57
3.1 Prosedur Pengumpulan Data……… 84
3.2 Alur Penelitian……….. 92
3.3 Konsep Model MAS………. 97
4.1 Grafik Gain Penggunaan Landasan Satuan Bahasa dalam Penafsiran Puisi Kelas Eksperimen………. 281
4.2 Grafik Gain Pemanfaatan Karateristik Puisi dalam Penafsiran Kelas Eksperimen……….. 281
xvii
4.4 Grafik Gain Ketepatan Hasil Penafsiran Isi Puisi Kelas Eksperimen……. 282
4.5 Grafik Gain Penggunaan Landasan Satuan Bahasa dalam
Penafsiran Puisi Kelas Kontrol………. 283
4.6 Grafik Gain Pemanfaatan Karateristik Puisi dalam Penafsiran
Kelas Kontrol………. 283
4.7 Grafik Gain Kelengkapan Cerita Hasil Penafsiran Kelas Kontrol……….. 284
4.8 Grafik Gain Ketepatan Hasil Penafsiran Isi Puisi Kelas Kontrol………… 284
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Posisi penting pendidikan dalam membangun kualitas bangsa menuntut
penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara profesional dan terpadu. Tidak
dapat dipungkiri bahwa pada masa kini upaya meningkatkan sumber daya
manusia suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas penyelenggaraan
pendidikan. Proses membentuk kualitas bangsa tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan masyarakat dunia dewasa ini. Pembaharuan dalam bidang
pendidikan sudah diamanatkan oleh UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
(2003:35) bahwa “Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dan
memunculkan tuntutan baru dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam
sistem pendidikan”. Beragam peristiwa yang terjadi di tanah air dalam bidang
ekonomi, politik, sosial, pemerintahan, teknologi, seni dan budaya, serta toleransi
beragama pada beberapa tahun terakhir menunjukkan gejala bahwa kualitas
manusia Indonesia secara umum masih belum sesuai dengan tuntutan tujuan
pendidikan nasional.
Apabila kita mengacu pada UU Sisdiknas di atas tampak bahwa
pelaksanaan pengajaran mengharuskan terciptanya suatu pendidikan bermutu
yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
atas hanya dapat tercapai melalui upaya sinergis dari berbagai pihak terkait dan
berkepentingan dengan penyelenggaraan pendidikan.
Sampai saat ini sudah banyak kemajuan yang dicapai bidang pendidikan,
khususnya pendidikan formal di Indonesia. Akan tetapi, masih ada beberapa
permasalahan mendasar dalam pendidikan formal kita sehingga mempengaruhi
essensi lembaga pendidikan itu sendiri dan lebih lanjut terhadap eksistensi
kebangsaan kita di masyarakat dunia. Seperti dilaporkan oleh Tim PISA Indonesia
tahun 2003 (2003:6) bahwa prestasi siswa Indonesia dalam literasi membaca
menduduki peringkat ke-39 dari 41 negara yang diteliti. Hal ini tentulah sangat
memprihatinkan dunia pendidikan kita.
Guru dan tenaga kependidikan lainnya merupakan posisi sentral dalam
upaya percepatan perkembangan pendidikan, menjadi lebih penting dewasa ini.
Keadaan tersebut memiliki konsekuensi tersendiri, yakni guru dituntut untuk lebih
kompeten dan profesional. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Henry Clay
Lindgren (1967:6) seperti dikutip oleh Yoyo Mulyana (2000) bahwa salah satu
dampak dari ledakan perkembangan pendidikan adalah guru dituntut untuk
menjadi lebih ahli, lebih professional.
Pemahaman guru tentang konsep-konsep pendidikan terkini sangat penting
agar aktivitas pembelajaran tidak selalu berpusat pada guru. Sampai saat ini
aktivitas pembelajaran di sekolah masih banyak berpusat pada faktor guru.
Padahal seseorang dikatakan telah belajar apabila telah terjadi perubahan dirinya,
yakni perubahan dalam hal kesiapan menghadapi lingkungan. Konsekuensinya,
keinginan untuk memahami sesuatu. Hal ini sejalan dengan Prinsip
Pengembangan Kurikulum dan Prinsip Pelaksanaan Kurikulum seperti yang
diamanatkan oleh Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 (2006:7-10).
I.K. Davies (1971) memaparkan tiga prinsip dalam belajar, yakni:
1. apapun yang dipelajari siswa, maka dialah yang harus belajar, bukan orang lain.
Oleh karena itu, dalam pembelajaran siswalah yang harus aktif;
2. penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan
membuat proses belajar lebih berarti;
3. seorang siswa akan lebih meningkat motivasi belajarnya apabila ia diberi
tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.
Pendapat Davies di atas sejalan dengan konsep Jerome Bruner dalam teori
belajar penemuannya (discovery). Menurut Bruner belajar penemuan sesuai
dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia sehingga memberikan
hasil yang sangat berarti bagi dirinya. Berusaha sendiri untuk mencari
pengetahuan yang benar-benar bermakna.
Sampai dewasa ini pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah
masih jauh dari hasil yang diharapkan. Problema yang muncul dalam pengajaran
tersebut berkaitan dengan banyak komponen yang terdapat dalam dunia
pendidikan itu sendiri, seperti aspek guru, siswa, kurikulum, buku ajar, evaluasi,
dan masyarakat. B. Rahmanto (1988:44-46) menyatakan ada dua macam
hambatan dalam upaya mengajarkan cara menikmati sastra. Hambatan pertama
adalah adanya anggapan sementara orang yang berpendapat bahwa secara praktis
seseorang semakin mudah apabila dia menguasai ilmu ekonomi, ilmu-ilmu eksak,
dan lainnya. Sebaliknya mereka beranggapan bahwa sastra, terutama puisi, hanya
berhubungan dengan pengolahan kata dan tidak berguna pada saat berbisnis,
membangun gedung, dan lainnya. Hambatan kedua adalah pandangan yang
disertai prasangka bahwa mempelajari puisi sering tersandung pada ‘pengalaman
pahit’ kehidupan.
Selain hambatan di atas, pembelajaran puisi di sekolah kurang memuaskan
karena pengetahuan guru Bahasa Indonesia tentang apa dan bagaimana puisi itu
sangat kurang. Seperti diungkapkan oleh Soni Farid Maulana (Pikiran Rakyat,
13-12-2009) bahwa penyebabnya banyak hal, seperti “Pertama guru memang tidak
suka sastra, kedua karena guru yang mengajar bukan dari bidangnya, ketiga
karena mahasiswa tidak aktif dalam kegiatan sastra”. Kondisi di sekolah
menunjukkan kenyataan yang sesuai dengan pendapat di atas.
Keluhan masyarakat, terutama masyarakat sastra terhadap hasil
pembelajaran sastra di sekolah masih kerap terdengar sampai saat ini. Keluhan
tersebut terutama ditujukan pada pembelajaran puisi di sekolah. Materi
pembelajaran puisi di sekolah dianggap masih terpaku pada teori dan sejarah
sastra. Yus Rusyana (2003) dalam makalahnya Membangun Suasana Demokratis
dalam Pendidikan Sastra di Sekolah menyatakan bahwa keberadaan teori sastra
dalam pembelajaran sastra cukup penting, tetapi bukanlah untuk disampaikan
sebagai teori yang lepas dari pengalaman siswa mengapresiasi hasil sastra,
menelaah hasil sastra. Lebih lanjut Beliau menyatakan bahwa “Bagaimanapun,
pengajaran sastra harus benar ditinjau dari segi ilmu sastra”.
Secara keseluruhan keluhan yang dilontarkan masyarakat berkenaan
dengan hambatan dalam pengajaran sastra, menurut Suminto A. Sayuti
(Jabrohim, 1994: 2) menyangkut faktor buku pelajaran sastra, faktor sarana, faktor
guru, sistem ujian, dan faktor sastra Indonesia itu sendiri. Akan tetapi, faktor guru
lah yang paling berperan terhadap kelemahan pembelajaran sastra sampai saat ini.
Kondisi pengajaran sastra di Indonesia dewasa ini menunjukkan
kecenderungan-kecenderungan yang kurang memberi kebebasan bagi siswa untu menafsirkan teks
sastra menurut pemahaman mereka sendiri. Suminto A. Sayuti (2003) dalam
makalahnya Menuju Pengajaran Bahasa dan Sastra yang Bermakna
mendeskripsikan hal tersebut seperti berikut.
Pada sisi lain, secara lebih spesifik, diduga terdapat tiga kecenderungan utama yang sering terjadi dalam pengajaran sastra di sekolah. Pertama, apabila berkenaan dengan makna teks, para guru lebih mengistimewakan intensi pengarang secara berlebihan sebagai sesuatu yang “terbaik”. Kedua, teks seringkali disikapi sebagai sebuah dunia yang tertutup bagi siswa. Guru-guru cenderung menyarankan bahwa sejumlah tafsiran terhadap teks tertentu tidak bisa dilakukan secara sederhana. Ketiga, guru seringkali mendevaluasi latar belakang dan pengalaman siswa dalam kaitannya dengan membaca teks.
Kecenderungan-kecenderungan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh
pandangan realisme ekspresif, selain pandangan yang memiliki keyakinan bahwa
“hanya terdapat satu penafsiran teks yang secara objektif benar”.
Salah satu jenis karya sastra yang diajarkan di sekolah adalah puisi.
Pembelajaran puisi di sekolah masih belum mencapai hasil yang optimal karena
aktivitas berimajinasi ketika mengapresiasi puisi. Penerapan pendekatan struktural
dalam pembelajaran sastra di sekolah telah memberi semacam batasan yang
mengekang aktivitas imajinasi siswa. Kekakuan hasil apresiasi karya sastra,
khususnya puisi terjadi karena selama ini apabila dihadapkan pada pembelajaran
kajian puisi maka siswa langsung menjuruskan proses pengkajiannya pada aspek
instrinsik puisi. Akibatnya, hasil kajian puisi siswa umumnya disajikan dalam
bentuk pointer-pointer dari unsur intrinsik puisi, bukan dalam bentuk paparan.
Karya sastra di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat
sejalan dengan perkembangan masyarakat Indonesia itu sendiri. Sejak dipelopori
oleh Chairil Anwar karya puisi Indonesia terus berkembang. Perkembangan
terbaru puisi Indonesia adalah munculnya puisi kontemporer. Kemunculan bentuk
puisi tersebut menambah khasanah perbendaharaan karya sastra puisi di
Indonesia. Puisi kontemporer (karya Sutardji C.B.) sejak Kurikulum 1994 telah
dimasukkan sebagai salah satu materi pembelajaran puisi di SMA (Parera dan
Tasai, 1996:158). Pada Permendiknas RI Nomor 23 Tahun 2006 (2006:84)
pemahaman puisi kontemporer menjadi salah satu kompetensi yang harus dikuasai
oleh siswa tingkat SMA/MA.
Puisi kontemporeer (puisi Sutardji C.B.) memiliki karakteristik yang
menyerupai mantra dalam budaya lisan masyarakat Indonesia. Keberadaan puisi
ini memiliki membawa karakteristik baru yang sebelumnya tidak ditampilkan
dalam puisi-puisi konvensional, seperti tipografi yang khas, penggunaan
nonsense, dan penggunaan kata-kata dengan makna kata yang menyimpang jauh
adalah penjungkirbalikan atas konsep larik. Selama ini larik puisi dianggap sama
dengan kalimat dalam wacana nonsastra, sehingga memiliki ciri bermakna. Tidak
demikian halnya dalam puisi Sutardji, banyak ditemukan larik-larik yang tidak
mungkin dibaca dan dimakna berdasarkan konvensi bahasa, maupun konvensi
sastra. Puisi kontemporer (khususnya puisi Sutardji C.B.) banyak menggunakan
kata-kata yang hanya berfungsi sebagai alat untuk memunculkan irama tertentu
yang mampu menimbulkan suasana magis. Oleh karena terdapat banyak
perbedaan karakteristik puisi kontemporer (Sutardji) dengan puisi konvensional,
maka metode yang selama ini diterapkan untuk membaca dan memahami puisi
konvensional kurang relevan bila digunakan untuk membaca dan memahami puisi
tersebut.
Kajian atas puisi Sutardji C.B. telah banyak dilakukan para ahli dan
peneliti. Kajian tersebut umumnya tetap menerapkan teori semiotik, yakni dengan
berdasarkan pemahaman makna kata-kata kunci yang terdapat dalam puisi, seperti
yang diterapkan oleh Rachmat Djoko Pradopo (2003). Akan tetapi, kajian atas
puisi yang banyak dilakukan para ahli tidak menyertakan langkah-langkah
penafsiran makna untuk menghasilkan pemahaman seperti yang mereka
ungkapkan. Hasil pemaknaan atas puisi Sutardji yang diungkapkan para ahli lebih
banyak ditentukan oleh keluasan wawasan pengetahuan dan pengalaman mereka.
Apabila proses pemaknaan tersebut dilakukan oleh pembaca umumnya tentulah
akan mengalami kesulitan yang sangat besar karena proses pemahaman puisi
Penelitian tentang pembelajaran puisi kontemporer (khususnya karya
Sutardji C.B.) di Indonesia masih jarang dilakukan. Kajian puisi tersebut lebih
banyak dilakukan dalam bentuk kritik sastra. Penelitian yang berkenaan dengan
kajian puisi dengan model semiotik telah sering dilakukan, tetapi masih terbatas
pada puisi-puisi konvensional, sebagai pertentangan dengan puisi kontemporer,
baik berupa kritik sastra maupun dalam bentuk pengajaran. Penelitian tentang
model semiotik yang diterapkan pada puisi masih perlu dilakukan, terkait dengan
kejelasan langkah-langkah strategis yang mendasari instrumen penelitian,
langkah-langkah kajian, dan faktor-faktor lainnya. Oleh karenanya, saat ini masih
dipandang perlu dilakukan penelitian berkenaan dengan model belajar dan
mengajar mengkaji puisi kontemporer.
Penelitian ini menerapkan Model Pencapaian Konsep (Concept Attainment
Model) dari Jerome Bruner. Penelitian yang menerapkan model tersebut dalam
pembelajaran sastra telah dilaksanakan oleh H.E. Suryatin (1997) dan Yoyo
Mulyana (2000). H.E. Suryatin mengadakan penelitian dengan Concept
Attainment Model yang dipadukan dengan pendekatan Resepsi Sastra dalam
pembelajaran apresiasi novel pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah
FPBS IKIP Bandung Tahun 1997. Hasil penelitian beliau menyimpulkan bahwa
model yang digunakan dapat meningkatkan ragam kemampuan apresiasi sastra,
hubungan, derajat keterikatan dan daya determinasi, serta pengaruh antara
kemampuan resepsi dan kemampuan apresiasi sastra secara efektif. Sedangkan
Yoyo Mulyana mengadakan penelitian pembelajaran puisi dengan menerapkan
(MMSS). Model tersebut dibandingkan dengan Model Respon Pembaca (MMRP).
Hasil penelitian Yoyo Mulyana menunjukkan bahwa hasil belajar kajian puisi
mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia FPBS IKIP Bandung kelompok
eksperimen (MMRP) lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar kelompok
kontrol (MMSS).
Penelitian yang penulis laksanakan dapat digolongkan sebagai penelitian
lanjutan dari penelitian Yoyo Mulyana (2000). Penulis tetap menerapkan Concept
Attainment Model yang dipadukan dengan pendekatan Semiotik, tetapi
pengkajian puisi menerapkan teori analisis makna asosiasi. Hal ini peneliti
rancang karena pengkajian puisi kontemporer (khususnya puisi Sutardji C.B.)
berbeda dengan pengkajian puisi konvensional.
B. Batasan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada penerapan Concept Attainment Model yang
dipadukan dengan pendekatan Semiotik dalam pembelajaran puisi di mahasiswa
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah STKIP Sebelas
April Sumedang. Kajian penelitian dipusatkan pada kualitas pembelajaran puisi
dan hasil pembelajaran puisi. Pada akhirnya penelitian ini dirancang untuk
menentukan model pembelajaran puisi yang efektif sehingga diharapkan akan
meningkatkan kualitas pengajaran puisi. Sedangkan puisi yang dibahas dan
diajarkan pada penerapan model ini dibatasi pada puisi-puisi karya Sutardji
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, masalah penelitian ini peneliti rumuskan
dalam beberapa kalimat pertanyaan berikut.
1. Apakah penerapan pendekatan Semiotik yang dipadukan dengan Concept
Attainnment Model berpengaruh terhadap kualitas proses pembelajaran puisi?
2. Bagaimana kemampuan mahasiswa dalam mengkaji puisi setelah penerapan
pendekatan Semiotik yang dipadukan dengan Concept Attainnment Model ?
3. Apakah terdapat peningkatan antara hasil pretes dan postes kemampuan
mengkaji puisi mahasiswa setelah pembelajaran?
4. Bagaimana aktivitas mahasiswa dan dosen selama proses pembelajaran puisi?
5. Bagaimana respon mahasiswa terhadap proses pembelajaran?
6. Bagaimana respon dosen terhadap model pembelajaran?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:
1. kualitas proses pembelajaran puisi dengan menerapkan pendekatan Semiotik
yang dipadukan dengan Concept Attainment Model ;
2. kemampuan mengkaji puisi oleh mahasiswa sebelum dan sesudah proses
pembelajaran;
3. peningkatan antara hasil pretes dan postes kemampuan mengkaji puisi
mahasiswa;
4. aktivitas mahasiswa dan dosen selama proses pembelajaran puisi;
6. respon dosen terhadap model pembelajaran;
7. model analisis semiotik (MAS) yang merupakan model hasil elaborasi
pendekatan Semiotik dengan Concept Attainment Model.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini mengujicobakan pendekatan Semiotik yang dipadukan
dengan Concept Attainment Model dalam pembelajaran apresiasi puisi. Dari hasil
penelitian ini diharapkan dapat dirumuskan Model Analisis Semiotik yang
diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang
dialami pembaca dalam mengapresiasi puisi, khususnya apresiasi puisi
kontemporer. Dari penelitian ini diharapkan dapat dirumuskan teori-teori dan
prinsip-prinsip yang didasarkan pada hasil penelitian untuk peningkatan kualitas
pembelajaran puisi.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat pada tiga aspek berikut.
1. Terwujudnya sebuah model mengajar kajian puisi yang merupakan
penggabungan teori pendidikan dan teori sastra. Dengan hasil demikian
diharapkan terjadi pengembangan ilmu dalam pembelajaran sastra.
2. Keluhan masyarakat atas kendala pembelajaran puisi, terutama puisi
kontemporer (puisi Sutardji C.B.), dapat diatasi melalui produk penelitian ini,
3. Produk penelitian ini yang berupa model pembelajaran diharapkan dapat
menjadi jembatan penghubung antara perguruan tinggi keguruan dengan
masyarakat pengguna, yakni pihak sekolah.
F. Anggapan Dasar
Beberapa anggapan dasar yang melandasi penelitian ini sebagai berikut.
1. Proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik apabila peserta didik ikut
berpartisipasi secara aktif di dalamnya (Hartley & Davies, 1978).
2. Peserta didik akan lebih mudah memahami dan merespon materi pembelajaran
apabila materi pembelajaran disusun dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur
berdasarkan urutan yang logis (mudah menuju kompleks).
3. Media penyampaian puisi adalah bahasa. Oleh karena itu, untuk memahami
puisi harus mengkaji unsur bahasa yang digunakan dalam puisi. Kreasi kata
dalam puisi tidak menghilangkan pengertian dalam kata tersebut. Kata tanpa
pengertian tidak mungkin; dalam arti, kata tidak berpengertian kehilangan
cirinya yang khas sebagai bahasa, hanya akan menjadi bunyi (Teeuw,
1980:148).
G. Variabel Penelitian
Penelitian ini memuat tiga variabel, yakni 1) pendekatan Semiotik yang
dipadukan dengan Concept Attainment Model (sebagai konsep awal Model
atas kata kunci, dan 3) hasil belajar kajian puisi oleh mahasiswa sebagai variabel
terikat/dependen.
H. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini peneliti rumuskan sebagai berikut : Kemampuan
mengkaji puisi pada subjek penelitian yang mendapat pembelajaran dengan
pendekatan Semiotik yang dipadukan dengan Concept Attainment Model lebih
tinggi dibandingkan dengan subjek penelitian yang tidak mendapat pembelajaran
dengan model tersebut.
I. Definisi Operasional
Berikut peneliti akan memaparkan beberapa konsep yang terdapat dalam
penelitian ini. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kekeliruan penafsiran pada
pembaca.
1. Puisi Sutardji Calzoum Bachri termasuk puisi kontemporer yang memanfaatkan
ciri-ciri mantra dalam penulisannya. Beberapa sebutan untuk puisi Sutardji
adalah puisi yang mantra, puisi yang bersifat mantra, puisi gelap, dan puisi
yang menggunakan bentuk mantra.
2. Kemampuan mengkaji puisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kemampuan mahasiswa menafsirkan isi puisi berdasarkan pengembangan
makna asosiatif dari kata-kata kunci yang diambil dari puisi. Selain hasil
adalah kemampuan mahasiswa dalam mengembangkan asosiasi makna dari
sebuah kata kunci yang berasal dari puisi.
3. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan
adanya hubungan antara kata tersebut dengan keadaan di luar bahasa. Jumlah
makna asosiasi sebuah kata yang dihasilkan oleh seseorang bergantung pada
unsur psikis, pengetahuan, dan pengalaman orang tersebut.
4. Concept Attainment Model (Model Pencapaian Konsep) adalah model
mengajar yang diciptakan oleh Jerome Bruner. Model ini disusun untuk
mengembangkan berpikir induktif, menganalisis, serta mengembangkan
konsep.
5. Model Analisis Semiotik adalah model mengajar yang merupakan hasil
perpaduan pendekatan semiotik dengan Model Pencapaian Konsep. Model ini
BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
Bagian ini akan memaparkan pembahasan tentang 1) metode penelitian, 2)
variabel penelitian, 3) sumber data penelitian, 4) populasi dan sampel penelitian,
5) ruang lingkup penelitian, 6) teknik penelitian, 7) prosedur pengumpulan data,
8) prosedur analisis data, 9) desain penelitian, 10) konsep awal model analisis
semiotik, 11) instrumen penelitian, 12) materi pembelajaran.
A. Metode Penelitian
Seperti telah dipaparkan pada bab pertama, tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui keefektifan pendekatan semiotik yang dipadukan dengan
Concept Attainment Model dalam pembelajaran apresiasi puisi kontemporer pada
mahasiswa Prodi Dikbasasinda STKIP Sebelas April Sumedang. Penelitian
dilakukan pada mahasiswa semester 4. Pemilihan mahasiswa tersebut karena mata
kuliah “Puisi” diberikan di semester 4. Dalam penelitian ini penulis tidak
melakukan pemilihan subjek penelitian secara random, tetapi menerima kondisi
subjek penelitian seperti apa adanya. Penelitian ini menggunakan rancangan
eksperimen semu (Quasi-experimental design) (Fraenkel & Wallen, 1993:253;
Van Dalen, 1979:263, Sukmadinata, 2005:207; Syamsuddin A.R. & Damaianti,
2007:162). Desain kuasi eksperimen yang dipilih adalah The Matching-Only
Pretest-Postest Control Group Design (Desain Kelompok Kontrol Pretes-Postes
Syamsuddin A.R. & Damaianti, 2007:163) atau disebut juga Nonrandomized
Control-group Prestest-Postest Design (Van Dalen, 1979:263). Desain penelitian
ini menempatkan mahasiswa dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,
kemudian kedua kelompok diberi tes awal. Selanjutnya kelompok eksperimen
diberi perlakuan dengan pembelajaran pendekatan semiotik yang dipadukan
dengan Concept Attainment Model sedangkan kelompok kontrol bukan model
tersebut. Setelah pembelajaran berakhir, kedua kelompok diberi tes akhir. Dalam
bentuk diagram, desain penelitian dengan tipe The Matching-Only Pretest-Postest
Control Group design berdasarkan konsep Jack R. Fraenkel dan Norman E.
Wallen tersebut dapat digambarkan seperti berikut.
Treatment group O M X 1 O
Control group O M X 2 O
(Fraenkel & Wallen, 1993:253)
B. Variabel Penelitian
Penelitian ini mengandung tiga variabel. Ketiga variabel yang dimaksud
adalah 1) Model Analisis Semiotik (sebagai model hasil elaborasi pendekatan
semiotik dengan Concept Attainment Model) sebagai variabel bebas/independen,
dan 2) hasil belajar kajian puisi kontemporer (puisi Sutardji) oleh mahasiswa
Program Studi Dikbasasinda STKIP Sebelas April Sumedang sebagai variabel
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu yang dilaksanakan pada
mahasiswa semester 4 Program Studi Dikbasasinda STKIP Sebelas April
Sumedang. Populasi penelitian ini adalah hasil belajar kajian puisi pada
mahasiswa semester 4 Program Studi Dikbasasinda STKIP Sebelas April
Sumedang tahun akademik 2009/2010. Mahasiswa semester 4 Prodi
Dikbasasinda tahun akademik 2009/2010 berjumlah 60 orang yang terbagi dalam
kelas 4 A berjumlah 30 orang dan kelas 4 B berjumlah 30 orang. Apabila merujuk
pada pendapat Jack R. Fraenkel dan Norman E. Wallen (1993:92) bahwa for
experimental and causal-comparative studies, we recommend a minimum of 30
individuals per group, maka kondisi mahasiswa di atas dapat dijadikan sampel
penelitian karena telah memenuhi jumlah minimum yang disyaratkan.
Selanjutnya, mahasiswa di kelas 4A dijadikan kelas eksperimen dan kelas 4B
dijadikan kelas kontrol. Dengan demikian sampel penelitian adalah hasil belajar
kajian puisi mahasiswa kelas 4A.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup faktor-faktor berikut di bawah ini.
1) Faktor Mahasiswa
Dari faktor mahasiswa ini yang menjadi fokus kajiannya adalah (1) hasil
belajar puisi yang akan diamati dari hasil tes kajian puisi, (2) aktivitas mahasiswa
Concept Attainment Model yang diperoleh melalui hasil observasi, dan (3) respon
mahasiswa terhadap proses pembelajaran yang akan didapat dari hasil angket.
2) Faktor Dosen
Faktor dosen yang menjadi fokus kajiannya adalah (1) aktivitas dosen saat
menerapkan model yang didapat melalui observasi dan (2) respon dosen atas
penerapan model yang didapat melalui wawancara.
E. Teknik Penelitian
Teknik penelitian merupakan cara yang dilakukan peneliti untuk
mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Penelitian ini
menggunakan empat teknik penelitian berikut.
1) Tes
Tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil kajian puisi oleh
mahasiswa. Evaluasi atas kemampuan kajian mahasiswa atas puisi Sutardji
C.B. didasarkan pada perkembangan kinerja mahasiswa selama proses
perkuliahan. Kinerja mahasiswa dilihat dari hasil kajian dimulai dari tahap
penentuan kata kunci, tahap penentuan asosiasi makna kata kunci, dan tahap
apresiasi makna puisi. Perkembangan kualitas dari setiap tahap itulah yang
akan dipaparkan secara kualitatif.
Tes dalam penelitian ini terbagi atas dua jenis, yakni (1) tes awal, digunakan
untuk mengetahui hasil kajian puisi oleh mahasiswa sebelum dilaksanakannya
perlakuan, (2) Tes akhir digunakan untuk mengetahui hasil kajian puisi oleh
2) Angket
Angket digunakan untuk menggali respon mahasiswa atas pembelajaran yang
telah dilakukan.
3) Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data dan
informasi tentang kualitas proses pembelajaran, selama penerapan model.
4) Model mengajar
Penerapan model mengajar dilakukan untuk memberi perlakuan mengajar
kepada subjek penelitian.
5) Wawancara
Teknik ini digunakan untuk menggali tanggapan dosen terhadap kelayakan
model analisis semiotik digunakan dalam perkuliahan regular.
F. Prosedur Pengumpulan Data
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua
jenis, yakni data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa kinerja
kemampuan apresiasi puisi oleh mahasiswa, aktivitas dosen dan mahasiswa
selama pembelajaran, serta respon dosen dan mahasiswa atas pembelajaran.
Sedangkan data kuantitatif berupa hasil tes (tes awal dan tes akhir) yang
merupakan konversi dari data kualitatif.
Adapun tahapan/prosedur pengumpulan data adalah sebagai berikut.
1) Peneliti melaksanakan tes awal kepada subjek penelitian. Tes ini dilaksanakan
pada pertemuan pertama. Puisi yang diteskan berjudul “Tragedi Winka dan
2) Peneliti melaksanakan observasi terhadap aktivitas dosen dan mahasiswa
selama pembelajaran puisi dengan menerapkan konsep awal Model Analisis
Semiotik. Pembelajaran dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan.
3) Peneliti melaksanakan tes akhir kepada subjek penelitian. Tes ini dilaksanakan
pada pertemuan terakhir (keenam).
4) Kegiatan menggali respon mahasiswa melalui angket dan respon dosen
melalui wawancara. Angket untuk mahasiswa disebarkan setelah pelaksanaan
tes akhir (postes) pada pertemuan keenam pembelajaran.
5) Peneliti mengadakan diskusi sekaligus refleksi dengan dosen pengajar untuk
mengembangkan model awal sehingga diperoleh model akhir.
Secara lebih jelas, prosedur pengumpulan data tergantung pada bagan
G. Prosedur Pengolahan Data
Prosedur atau teknik pengolahan data yang akan dilakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Data hasil kajian puisi yang dibuat oleh mahasiswa diolah secara kualitatif.
Analisis secara kualitatif tersebut dilakukan terhadap aspek:
1. penggunaan landasan satuan bahasa dalam proses penafsiran (data 1);
2. pemanfaatan karateristik puisi mantra dalam hasil penafsiran (data 2);
3. kelengkapan cerita hasil penafsiran (data 3); dan
4. ketepatan hasil penafsiran (data 4)
Selanjutnya, data kualitatif tersebut diubah menjadi data kuantitatif yang
didapat dari hasil tes diolah melalui penskoran dalam bentuk data ordinal.
Penskoran dilakukan berdasarkan kriteria skor yang telah penulis susun.
2) Selanjutnya, data yang sudah berbentuk skor dianalisis untuk mengetahui
peningkatan keempat aspek di atas dengan cara dihitung menggunakan gain
ternormalisasi dari Melzer dan Hake (Sugiyono, 2007:120; Sudjana,
2005:238, 291) dengan rumus:
Untuk analisis kualitatif, tingkat gain ditafsirkan dengan kriteria sebagai
berikut:
G ≥ 0,7 : tinggi
0,3 ≤ G < 0,7 : sedang
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan pada peningkatan
masing-masing aspek antara siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol,
data diolah dengan bantuan Microsoft Excel XP (2007) dan SPSS Statistics
17.0 (2008) melalui langkah-langkah sebagai berikut.
a. Uji normalitas data gain masing-masing aspek dari kedua kelas
menggunakan statistik Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-WilkTest.
b. Apabila pasangan data pada aspek yang sama keduanya berdistribusi
normal dilanjutkan dengan uji homogenitas varians dengan menggunakan
Levene’s Test.
c. Apabila diketahui kedua data berdistribusi normal dan variansnya homogen,
signifikansi perbedaan rata-rata gain kedua kelompok dihitung dengan uji t
menggunakan uji statistik Compare Mean Independent Samples Test.
d. Apabila salah satu atau kedua data pada aspek yang sama tidak berdistribusi
normal, signifikansi perbedaan rata-rata gain diuji menggunakan Wilcoxon
Test.
3) Data dari kualitas aktivitas pembelajaran diolah secara kualitatif. Analisis
aktivitas pembelajaran didasarkan atas 3 bentuk perilaku dalam model ini,
yakni perilaku mengidentifikasi konsep, perilaku menyusun hipotesis, dan
perilaku merumuskan definisi konsep. Selain dari analisis aspek bentuk
perilaku tersebut, analisis proses pembelajaran juga berdasarkan tiga fase yang
terdapat dalam Concept Attainment Model.
4) Data dari respon mahasiswa dan dosen diolah secara kualitatif dan selanjutnya
H. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan pola aktivitas proses penelitian dari awal
hingga akhir. Penelitian ini dimulai dari aktivitas studi pendahuluan hingga
diperoleh hasil akhir penelitian, sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
ditetapkan.
Tahap-tahap kegiatan yang dilaksanakan dalam penelitian ini dapat
dipaparkan sebagai berikut.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ini ada beberapa komponen yang harus disusun dan
direncanakan sebagai berikut.
a. Pengumpulan data awal di lapangan. Ada dua jenis data yang dikumpulkan
pada tahap ini, yakni data tentang kegiatan perkuliahan sastra, khususnya puisi
dan data tentang materi perkuliahan sastra yang terdapat dalam silabus Prodi
Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah (Dikbasasinda) STKIP
Sebelas April Sumedang. Data awal tentang perkuliahan sastra di Prodi
Dikbasasinda diperoleh melalui kegiatan pengamatan langsung. Pengamatan
difokuskan pada proses perkuliahan mata kuliah “Puisi”. Kegiatan
pengamatan dilakukan selama tiga kali pertemuan mata kuliah tersebut. Untuk
melengkapi data tersebut, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa
mahasiswa dan dosen mata kuliah “Puisi”. Selanjutnya informasi dari hasil
dasar pemikiran dalam merumuskan konsep awwal Model Analisis Semiotik
dalam perkuliahan puisi.
Kajian silabus mata kuliah-mata kuliah sastra di Prodi Dikbasasinda STKIP
Sebelas April Sumedang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang
keberadaan materi puisi kontemporer dan pendekatan semiotik. Kedua data
tersebut dibutuhkan untuk menyusun materi perkuliahan yang akan
disampaikan selama proses penelitian.
b. Kajian Pustaka. Kajian pustaka meliputi: 1) model-model mengajar, 2)
pengembangan konsep berpikir, dan 3) pengkajian dan apresiasi puisi. Dari
hasil kajian pustaka selanjutnya disusun konsep awal model analisis semiotik.
c. Pemilihan materi pembelajaran. Dalam hal ini penulis telah memilih sejumlah
puisi karya Sutardji Calzoum Bachri. Materi puisi terbagi dua, yakni pertama
materi puisi sebagai contoh yang kata kuncinya telah disediakan oleh dosen
dan kedua materi puisi yang akan dikaji secara sepenuhnya oleh mahasiswa.
Disamping itu dipersiapkan juga materi teori tentang pendekatan semiotik,
makna asosiatif, dan puisi kontemporer.
c. Pengembangan awal model, dalam hal ini penulis merancang konsep awal
Model Analisis Semiotik untuk pembelajaran puisi. Tahap-tahap pelaksanaan
konsep awal Model Analisis Semiotik disusun berdasarkan Model
Pengelolaan Konsep (Concept Attainment Model).
d. Instrumen penelitian, dalam hal ini penulis menyusun pedoman observasi dan
pembelajaran, aktivitas dosen dan mahasiswa, serta tanggapan mahasiswa dan
dosen yang diperoleh melalui angket.
e. Jenis observasi dan angket, observasi yang digunakan adalah observasi
partisipatif. Peneliti hanya berperan sebagai observer, sedangkan penerapan
model mengajar (dosen) adalah dosen rekan sejawat. Angket yang digunakan
jenis tertutup dengan empat pilihan jawaban.
2. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 1998:160). Uji validitas dilakukan
terhadap konsep awal Model Analisis Semiotik dan instrumen (soal pretes dan
postes). Validitas (kesahihan) dilakukan agar sebuah instrumen memang
mengukur apa yang harus diukur dan juga agar variabel terikat yang muncul
memang akibat atau dipengaruhi oleh variabel bebas (Black & Champion,
1992:193). Beberapa langkah yang peneliti lakukan untuk menguji kesahihan
instrumen penelitian sebagai berikut.
a. Penulis meminta pertimbangan pakar pendidikan dan teman sejawat atas
konsep awal model analisis semiotik dan instrumen tes yang telah disusun.
Pakar yang diminta pertimbangan adalah 3 orang doktor di bidang ilmu
pendidikan, sedangkan teman sejawat/seprofesi adalah lulusan Prodi
Pendidikan Bahasa Indonesia, yakni 2 orang tingkat doktor, 4 orang tingkat
magister, dan 2 orang tingkat sarjana. Setelah mendapat pertimbangan dari para
telah disusun. Berdasarkan pertimbangan para ahli bahwa konsep awal model
analisis semiotik dan instrumen penelitian yang telah peneliti susun sudah
memadai dan layak untuk diujicobakan. Pertimbangan para ahli berkenaan
dengan materi puisi dan bentuk instrumen tes telah peneliti kaji dan peneliti
lakukan penyempurnaan pada instrumen-instrumen dimaksud.
b. Pelaksanaan penelitian dilakukan sebagai bagian pertemuan kelas dari mata
kuliah di kelas tersebut sehingga mahasiswa dapat berlaku alamiah seperti
proses perkuliahan umumnya. Melalui kondisi yang alami ini diharapkan data
penelitian yang terkumpul dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
c. Peneliti mengumpulkan sebanyak-banyaknya data dan informasi berkenaan
dengan kegiatan perkuliahan sastra, khususnya puisi, pada kelas mahasiswa
yang akan dilaksanakan penelitian. Informasi yang dikumpulkan berkenaan
dengan metode pembelajaran puisi yang telah dilaksanakan dosen,
hambatan-hambatan yang dialami mahasiswa dalam pembelajaran apresiasi puisi, tujuan
pembelajaran apresiasi puisi, data prestasi akademik mata kuliah sastra
mahasiswa.
3. Tahap Uji Coba Awal
Uji coba awal ini dilaksanakan di mahasiswa Dikbasasinda semester 6.
Berdasarkan hasil uji coba awal tersebut dikaji kelemahan-kelemahan yang
terdapat pada konsep awal model dan instrumen pretes dan postes. Diskusi
peninjauan instrumen tersebut juga melibatkan rekan sejawat. Langkah ini
dilanjutkan dengan revisi. Model awal pembelajaran hasil revisi ini selanjutnya
4. Pengujian Konsep Model Awal Secara Operasional
Kegiatan ini mencakup pemberlakuan konsep awal Model Analisis Semiotik
dalam mengapresiasi puisi pada mahasiswa semester 4 Program studi
Dikbasasinda STKIP Sebelas April Sumedang. Pada tahap pelaksanaan ini ada
beberapa aktivitas yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut :
b. Pelaksanaan pretes, mahasiswa diberi tes awal sebelum mereka diberi
perlakukan berupa penerapan model mengajar yang telah dipersiapkan.
c. Pemberian perlakuan, peneliti melaksanakan uji coba model dalam
Pembelajaran Puisi.
d. Pengamatan proses, peneliti melakukan observasi terhadap segala sesuatu
yang terjadi pada proses pembelajaran.
e. Pelaksanaan postes, mahasiswa diberikan tes akhir untuk mengevaluasi hasil
dari proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
f. Penyebaran angket, mahasiswa diminta menyampaikan tanggapan tertulis
pada angket mengenai proses pembelajaran yang telah diikutinya.
5. Tahap Refleksi
Pada tahap ini peneliti meninjau kembali hasil uji coba yang didapat,
kemudian berdasarkan hasil belajar, hasil observasi, dan hasil angket
dikembangkan model akhir pembelajaran.
Secara lebih ringkas, prosedur eksperimen di atas dapat dilihat pada bagan
berikut.
Gambar 3.2 : Alur Penelitian
I. Instrumen Penelitian
Ada tiga macam data dalam penelitian ini, yakni data berupa hasil kerja
mahasiswa yang diperoleh melalui tes, data hasil observasi pembelajaran, dan data
hasil wawancara/angket. Data hasil tes dikaji secara kualitatif berdasarkan
perkembangan hasil-hasil yang dicapai mahasiswa untuk setiap tahap
pembelajaran. Selanjutnya, data hasil tes tersebut diubah menjadi bentuk skor dan
dianalisis dengan menggunakan komputer. Sedangkan data hasil observasi dan
data hasil wawancara/angket dianalisis secara deskriptif kualitatif. Tahap Persiapan
- Kajian pustaka
- Penyusunan model pembelajaran
- Penyusunan instrumen penelitian
Tahap Pelaksanaan - tes awal
- perlakuan
- observasi
- tes akhir
- penyebaran angket
Tahap Refleksi
- peninjauan hasil uji coba
- pengembangan model akhir
Tahap Ujicoba Awal - Uji validitas instrumen
- Pelaksanaan uji coba awal
Penelitian ini menggunakan enam jenis instrumen, yakni (1) desain model
analisis semiotik, (2) format analisis makna asosiatif kata kunci, (3) format
penilaian tes apresiasi puisi, (4) format observasi, (5) format angket, dan (6)
materi perkuliahan. Secara rinci penjelasan keenam instrumen tersebut sebagai
berikut.
1. Desain Model Analisis Semiotik
a. Orientasi Model
Model pembelajaran ini bersumber dari model concept attainment : the
basics of thinking yang dikemukakan oleh Jerome Bruner. Model Jerome Bruner
ini memiliki kemiripan konsep dengan Inductive Thinking Model dari Hilda Taba
dan Advance Organizer Model dari David Ausubel (Joice and Weil, 1972:27).
Concept Attainment Model merupakan hasil pengembangan studi tentang berpikir
(A Study of Thinking) oleh Jerome Bruner, Jacqueline Goodnow, dan George
Austin.
Seperti yang diungkapkan oleh Ellen D. Gagne (1985) dan Richard Arends
(1997) bahwa seseorang menerima pengetahuan dari lingkungan/rangsangan
eksternal melalui reseptor/pencatatan penginderaan. Selanjutnya informasi yang
diterima diteruskan ke short-term memory. Informasi tertentu yang mendapat
“perhatian” individu tersebut selanjutnya akan dikirim dan disimpan dalam jangka
waktu sangat lama dalam long-term memory.
Dalam proses belajar banyak sekali informasi/konsep yang harus diingat
sarana pencatat informasi tersebut, yakni short-term memory, kapasitasnya sangat
terbatas sehingga tidak mungkin individu mampu mengingat semua informasi
yang diterimanya. Diyakini bahwa sebuah informasi atau konsep tidaklah berdiri
sendiri tetapi akan berkaitan dengan informasi atau konsep lainnya. Dalam belajar
siswa harus mampu menghubungkan dan mengelompokkan informasi atau konsep
baru yang diterimanya dengan konsep-konsep yang telah tersimpan dalam
long-term memory miliknya. Dari ilustrasi tersebut dapat dikatakan bahwa konsep
Information Processing Model yang merupakan induk dari concept attainment
model menitikberatkan pada interaksi antara analisis kognitif dengan pengalaman
seseorang dalam bentuuk perilaku intelektual dan emosional.
Studi Jerome Bruner, Jacqueline Goodnow, dan George Austin berfokus
pada kajian “konsep” yang meliputi masalah “apakah konsep itu dan apa manfaat
memahami suatu konsep”. Konsep atau pengertian merupakan kondisi utama yang
diperlukan untuk menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif
fundamental sebelumnya berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan
stimulus dan objek-objeknya (Djamarah & Zain, 2002:17). Sedangkan Kardi
(1997:2) mengutip pendapat Carol mendefinisikan konsep sebagai suatu abstraksi
dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu kelompok objek
atau kejadian. Abstraksi berarti suatu proses pemusatan perhatian seseorang pada
situasi tertentu dan mengambil elemen-elemen tertentu, serta mengabaikan
elemen yang lain. Dengan menguasai “konsep” maka seseorang akan dapat
menggolongkan dunia sekitarnya menurut “konsep” itu, misalnya menurut warna,
Jerome Bruner (Joyce & Weil, 1972: 31) menyatakan bahwa setiap konsep
memiliki lima elemen. Setelah mampu menentukan elemen-elemen dari sebuah
konsep, selanjutnya seseorang akan mampu membuat “peta konsep” atas suatu
konsep. Martin (Trianto, 2007:159) mendefinisikan `“peta konsep” sebagai
ilustrasi grafis konkret yang mengidentifikasikan bagaimana sebuah konsep
tunggal dihubungkan ke konsep-konsep lain pada kategori yang sama. Trianto
(2007:159) mengutip pendapat Dahar mengemukakan beberapa ciri peta konsep
seperti berikut.
(1) Peta konsep atau pemetaan konsep adalah suatu cara untuk
memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang
studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, matematika. Dengan
menggunakan peta konsep, siswa dapat melihat bidang studi itu lebih jelas
dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.
(2) Suatu peta konsep merupakan gambar dua dimensi dari suatu bidang studi,
atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang dapat memperlihatkan
hubungan-hubungan proporsional antara konsep-konsep.
(3) Tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti ada konsep
yang lebih inklusif dari pada konsep-konsep yang lain.
(4) Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih
inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.
Studi Bruner, Goodnow, dan Austin (Joice and Weil, 1972:28)
menyimpulkan bahwa penyusunan “kategori” membantu kita mengelompokkan
kelompok yang sama berdasarkan ciri-ciri umumnya. Studi yang dilakukan
Bruner, dkk. menyebutkan proses berpikir sebagai “pengkategorian”
(categorizing). Aktivitas penyusunan kategori menurut teori Bruner disebut
pencapaian konsep (concept attainment), yakni aktivitas mencari dan
menginventarisasi beberapa atribut yang akan digunakan untuk membedakan
antara contoh dan bukan contoh dari berbagai kategori. Dalam proses concept
attainment, konsep sudah disediakan.
Menurut Bruner, aktivitas pengkategorian sesungguhnya memiliki dua
komponen, yakni the act of concept formation dan the act of concept attainment.
Aktivitas mengelompokkan konsep merupakan langkah awal dari pengembangan
konsep. Akan tetapi, terdapat perbedaan antara kedua aktivitas tersebut (Joice and
Weil, 1972:29), yakni (1) tujuan dan penekanan dari keduanya berbeda, (2)
langkah-langkah proses berpikir kedua aktivitas berbeda, (3) kedua proses mental
tersebut menuntut proses pembelajaran yang berbeda pula. Model Berpikir
Induktif dari Hilda Taba adalah contoh dari a concept formation strategy. Pada
model ini siswa bersama-sama mengelompokkan contoh konsep berdasarkan
beberapa dasar dan bentuk sebanyak yang mereka kehendaki. Setiap kelompok
contoh menggambarkan suatu konsep yang berbeda. Sedangkan dalam a concept
attainment hanya terdapat satu konsep. Dengan memanfaatkan petunjuk yang
diberikan guru, siswa mencoba menentukan identitas dan definisi suatu konsep.
Hasil studi Jerome Bruner tentang pencapaian konsep (concept attainment)
memberikan manfaat yang besar bagi proses pembelajaran. Pertama, melalui
membedakan apakah siswa memang telah mampu mencapai pemahaman suatu
konsep ataukah hanya mengulang kata-kata tanpa pemahaman konseptual yang
mendalam. Kedua, kita akan dapat mengenali strategi pengkategorian yang
dilakukan oleh siswa dan membantu mereka untuk menggunakan strategi yang
lebih efektif. Ketiga, kita dapat meningkatkan kualitas pembelajaran tentang
belajar konsep.
b. Sintakmatik
Gambaran fase-fase Model Analisis Semiotik di atas dipaparkan pada
diagram di bawah ini.
Diagram Model Analisis Semiotik berikut menggambarkan
Diagram berikut diadaptasi dari hasil adaptasi Udin Saripudin (Irawan, dkk.,
1996:89) berdasarkan teori Jerome Bruner (Joyce & Weils, 2000:10).
Kegiatan Dosen Langkah-Langkah Pokok Kegiatan Mahasiswa
• Menyajikan teori • Membandingkan
• Menanyakan strategi • Mengungkapkan
penemuan proses/strategi
Kegiatan Dosen dan Mahasiswa dalam MAS
Concept Attainment model yang merupakan dasar dari model analisis
semiotik menuntut agar siswa mampu mencapai pemahaman atas suatu konsep
dan merumuskan strategi pencapaian konsep tersebut. Kedua proses tersebut harus
dilakukan oleh siswa sendiri melalui bimbingan guru dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan terstruktur dan arahan-arahan secara lisan. Bruce Joyce,
Marsha Weil, & Emily Calhoun (2000:160) menyatakan bahwa Concept
Attainment model termasuk model mengajar yang moderat. Guru mengontrol Penyajian Data
Analisis Strategi Berpikir Pengetesan Pencapaian
setiap fase pembelajaran secara cermat, tetapi tetap menekankan teknik tanya
jawab/dialog dengan siswa atau antarsiswa dalam tiap fase. Model ini
menekankan interaksi siswa selama pembelajaran. Pengembangan konsep pada
diri siswa dilakukan melalui proses berpikir induktif.
c. Sistem Sosial
Model ini memiliki struktur yang moderat. Dosen melakukan
pengendalian terhadap aktivitas mahasiswa, tetapi dapat dikembangkan menjadi
kegiatan dialog bebas dalam fase itu. Beberapa kondisi yang harus diperhatikan
dan diciptakan pada penerapan model ini ialah
1) dosen harus memilih dan mengorganisasi bahan dan mengurutkannya dari yang
sederhana menuju yang kompleks;
2) dosen harus memilih kemampuan menemukan konsep dalam puisi yang
disajikan dan menjelaskan asosiasi dari setiap konsep tersebut;
3) dosen harus memiliki kemampuan mengapresiasi puisi berdasarkan kaitan
antarasosiasi yang dihasilkan dari setiap konsep;
4) dosen harus mampu mengorganisasi pembelajaran sehingga mahasiswa lebih
dapat memperlihatkan inisiatifnya untuk melakukan proses induktif bersamaan
dengan bertambahnya pengalaman dalam keterlibatan dirinya pada proses
belajar.
d.Prinsip-Prinsip Pengelolaan/Reaksi
Selama proses mengkaji puisi berjalan, dosen diharapkan menjadi
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan sebagai berikut.
1) Dosen dapat memberikan dukungan dengan menitikberatkan pada sifat
hipotesis selama diskusi berlangsung.
2) Dosen memberikan bantuan kepada mahasiswa dalam mempertimbangkan
pilihan hipotesis satu dari yang lainnya.
3) Dosen dapat memusatkan fokus mahasiswa pada contoh-contoh yang spesifik.
4) Dosen dapat membantu mahasiswa dalam mendiskusikan dan menilai strategi
berpikir yang telah mereka laksanakan.
e. Sistem Pendukung
Sarana pendukung yang dibutuhkan berupa bahan-bahan dan data-data
terpilih dan terorganisasikan dalam bentuk unit-unit yang berfungsi memberikan
contoh-contoh. Para mahasiswa dalam model ini tidak diberi tugas untuk
menemukan konsep yang baru, tetapi mereka harus dapat memperoleh konsep
yang tepat yang telah dipilihkan oleh dosen. Bila mahasiswa telah dapat berpikir
semakin kompleks, mereka dapat bertukar pikiran dan bekerjasama dalam
membuat unit-unit data, seperti yang dilakukan dalam fase dua di atas.
f. Penerapan
Model ini bertujuan agar mahasiswa mampu menemukan dan memperoleh
konsep baru dari sebuah puisi yang diapresiasinya berdasarkan kata kunci. Untuk
mencapai hal tersebut maka dosen harus mengkondisikannya dengan cara
dari penerapan model ini, mahasiswa mampu memperoleh konsep baru tentang
hubungan semiotik pada tingkat individu atau kelompok.
2. Silabus Perkuliahan
Silabus perkuliahan untuk penerapan Model Analisis Semiotik ini dibuat
untuk 4 kali pertemuan kelas. Silabus perkuliahan dibuat berdasarkan ketentuan di
STKIP Sebelas April Sumedang.
3. Format Lembar Kerja Mahasiswa
Selama proses belajar mengajar mahasiswa menuliskan hasil temuan dan
diskusi mereka dalam format lembar kerja mahasiswa berikut. Format kerja
mahasiswa dibuat sesuai dengan tiga tahap utama dalam Model Analisis Semiotik.
Lembar kerja mahasiswa terbagi atas:
1) lembar kerja 1: pengelompokkan puisi
2) lembar kerja 2: alasan dalam pengelompokkan puisi
3) lembar kerja 3: karakteristik puisi kontemporer
4) lembar kerja 4: definisi puisi kontemporer
5) lembar kerja 5: karakteristik kata kunci
6) lembar kerja 6: definisi kata kunci
7) lembar kerja 7: daftar kata kunci
8) lembar kerja 8: strategi berpikir dalam menentukan kata kunci
9) lembar kerja 9: makna asosiatif kata kunci
10)lembar kerja 10: penafsiran isi puisi
4. Kriteria Penilaian
Penilaian dilaksanakan di awal dan di akhir pembelajaran. Penilaian
kemampuan mengkaji puisi didasarkan atas empat komponen, yakni (1)
penggunaan landasan satuan bahasa dalam proses penafsiran, (2) pemanfaatan
aspek karakteristik puisi Sutardji dalam kajian makna puisi, (3) kejelasan isi
kajian puisi, dan (4) ketepatan hasil kajian. Untuk komponen penilaian nomor (4)
penulis menggunakan dua landasan, yakni:
a) hasil analisis penulis atas makna puisi “Tragedi Winka & Sihkha”
b) hasil penafsiran pakar (Rachmat Djoko Pradopo) atas puisi “Tragedi
Winka & Sihkha”.
Hasil tes tiap mahasiswa dinilai oleh tiga orang yang berkompetensi dalam
bidangnya. Skor hasil tes tiap mahasiswa adalah rata-rata skor dari ketiga penilai.
Kriteria penskoran untuk tiap komponen di atas dipaparkan berikut ini.
Tabel 3.1 Kriteria Skor
Penggunaan Landasan Satuan Bahasa dalam Penafsiran
Rentang Skor Deskripsi
0 – 2.5 Hasil kajian hanya berdasarkan pada penafsiran satu satuan
bahasa dalam puisi
2.6 – 5.0 Hasil kajian berdasarkan pada penafsiran beberapa satuan bahasa dalam puisi
5.1 – 7.5 Hasil kajian berdasarkan pada penafsiran beberapa satuan bahasa dalam puisi dan sudah memperlihatkan kaitan diantaranya
Tabel 3.2 Kriteria Skor
Komponen Pemanfaatan Karakteristik Puisi Mantra dalam Penafsiran
Komponen karakteristik puisi mantra mencakup 5 deskriptor, yakni: 1. unsur penonjolan pengulangan
2. unsur kata-kata nonsense 3. unsur tipografi yang sugestif
4. unsur penyimpangan kaedah bahasa
5. unsur penyimpangan dalam keserasian makna kalimat
Rentang Skor Deskripsi
0 – 2.5 Tidak ada satu pun deskriptor yang dimanfaatkan dalam
hasil kajian puisi
2.6 – 5.0 Ada deskriptor yang dimanfaatkan tapi kurang mendukung
hasil kajian puisi
5.1 – 7.5 Ada deskriptor yang dimanfaatkan hasil kajian puisi dan penjelasan pengaruh deskriptor terhadap hasil kajian puisi sudah tepat
7.6 – 10 Ada deskriptor yang dimanfaatkan hasil kajian puisi dan pemilihan deskriptor serta penjelasan pengaruh deskriptor terhadap hasil kajian puisi sudah tepat
Tabel 3.3 3) kejadian masa akhir rumah tangga
Rentang Skor Deskripsi
0 – 2.5 Hasil kajian hanya mendeskripsikan sebagian kecil
kejadian yang terkandung dalam puisi
2.6 – 5.0 Hasil kajian sudah mendeskripsikan sebagian besar
kejadian yang terkandung dalam puisi
5.1 – 7.5 Hasil kajian sudah mendeskripsikan seluruh kejadian yang
terkandung dalam puisi
7.6 – 10 Hasil kajian sudah mendeskripsikan seluruh kejadian yang
Tabel 3.4 Kriteria Skor
Ketepatan Hasil Kajian Puisi
Rentang Skor Deskripsi
0 – 2.5 Hanya sebagian kecil hasil kajian yang sesuai dengan hasil
penjajagan awal
Pengamatan dilakukan selama proses perkuliahan untuk mendapat
deskripsi tentang bobot pelaksanaan tiap-tiap tahap model, aktivitas mahasiswa
dan dosen. Format observasi terbagi atas format observasi aktivitas dosen dan
No. Rincian Kegiatan
pertanyaan yang dapat dipahami oleh
mahasiswa dan mahasiswa dapat
memberikan respon yang relevan/tepat
7
Dosen memberikan respon positif atas jawaban dan hasil yang dicapai oleh mahasiswa
11 Dosen mencatat setiap
Tabel 3.6
4 Melakukan kegiatan diskusi dalam
kelompok secara sungguh-sungguh
5 Memperlihatkan motivasi tinggi dan
keceriaan selama proses pembelajaran
6
Memahami arah dan jawaban yang dikehendaki atas pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan
6. Daftar Pertanyaan
Wawancara digunakan untuk menggali pendapat dosen tentang model
analisis semiotik. Kegiatan wawancara berpedoman pada daftar pertanyaan
1) Bagaimana tanggapan Anda terhadap konsep belajar yang ada dalam
model analisis semiotik?
2) Bagaimana tanggapan Anda terhadap tahap-tahap pelaksanaan model
analisis semiotik? Apakah terdapat kelemahan dari tahap-tahap
pembelajaran yang telah dilaksanakan?
3) Apakah terdapat hambatan selama pelaksanaan pembelajaran?
4) Apakah pembelajaran dengan model analisis semiotik mudah untuk
dilaksanakan?
5) Apakah pembelajaran dengan model analisis semiotik dapat juga
digunakan untuk pembelajaran apresiasi puisi konvensional?
7. Format Angket
Angket dibagikan kepada mahasiswa untuk menggali tanggapan
mahasiswa (kelas eksperimen) atas tahap-tahap belajar yang telah dilaksanakan,
manfaat atas hasil belajar dalam mengkaji puisi kontemporer dan puisi pada
umumnya, dan nurturan efek dari pembelajaran.
Tabel 3.7
1 Selama pembelajaran saya terlibat
secara aktif dalam proses
pembelajaran
No. Pertanyaan
keakraban saya dengan rekan-rekan lain
4 Materi ajar yang disusun dari contoh-contoh nyata kemudian diakhiri dengan merumuskan teori, telah
membantu saya lebih mudah
6 Setelah pembelajaran, menurut saya menentukan kata kunci dalam puisi itu mudah
7 Setelah pembelajaran, menurut saya menentukan makna asosiatif dari kata kunci dalam puisi itu mudah
8 Setelah pembelajaran, menurut saya menafsirkan isi puisi Sutardji C.B.
diterapkan saat mengkaji puisi
konvensional
10 Pembelajaran ini telah meningkatkan motivasi saya belajar apresiasi puisi untuk waktu ke depan
8. Materi Perkuliahan
Materi puisi yang digunakan dalam pembelajaran berjumlah 4 buah, yakni
puisi Sutardji C.B yang berjudul “Tapi”, “Sepisaupi”, “Hilang (Ketemu)”, dan
I, sedangkan “Sepisaupi” dikaji pada fase II. Selain puisi-puisi di atas, penulis
juga memberikan empat judul puisi Sutardji yang berbeda untuk tiap kelompok
sebagai bahan kajian tugas terstruktur.
J. Kegiatan Penelitian
Seperti telah dipaparkan di bagian terdahulu bahwa penelitian ini
dilaksanakan di Prodi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
(Dikbasasinda) STKIP Sebelas April Sumedang semester 4 tahun akademik
2009/2010. Berikut tahap-tahap penelitian yang dilakukan.
1. Tahap Persiapan
Tahap ini dilakukan selama satu bulan, yakni di bulan Mei 2010. Kegiatan
pada tahap ini diisi dengan suvei pembelajaran apresiasi puisi yang sedang
berlangsung di mahasiswa semester 4 Prodi Dikbasasinda. Aktivitas peneliti
dalam tahap ini diisi dengan kegiatan observasi proses pembelajaran di mahasiswa
semester 4 dan dialog/wawancara dengan dosen mata kuliah “Puisi”. Dalam tahap
ini peneliti menyusun instrumen penelitian dan mendiskusikannya dengan
beberapa pihak, termasuk dosen mata kuliah “Puisi”.
2. Tahap Pengembangan Model Awal
Tahap ini dilaksanakan di mahasiswa semester 6. Kegiatan pengembangan
3. Tahap Pelaksanaan Uji Coba
Tahap ini dilaksanakan dalam enam kali pertemuan kelas. Deskripsi
kegiatan dalam tahap ini dipaparkan dalam tabel berikut.
Tabel 3.8
Deskripsi Pertemuan di Kelas Eksperimen
Pertemuan Waktu Kegiatan
Pertama Minggu pertama
Juni 2010
Pretes (mahasiswa mengkaji puisi Sutardji C.B.)
Kedua Minggu kedua
Juni 2010
Pembelajaran tentang pendekatan semiotik dan makna asosiatif serta puisi kontemporer
Ketiga Minggu ketiga
Juni 2010
Penyajian data dan identifikasi kata kunci dari puisi