PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP
MELALUI PENDEKATAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES (MEAs)
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa SMP Negeri 9 Cimahi Kelas VII)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Matematika
Oleh
TASHAMY FITRIA HANIFAH 0605537
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Halaman Hak Cipta
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
SISWA SMP MELALUI MELALUI PENDEKATAN
MODEL-ELICITING ACTIVITIES (MEAs) DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Oleh:
Tashamy Fitria Hanifah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Tashamy Fitria Hanifah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LEMBAR PENGESAHAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP
MELALUI PENDEKATAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES (MEAs)
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
(Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Cimahi)
Oleh:
Tashamy Fitria Hanifah 0605537
Disetujui dan Disahkan Oleh: Pembimbing I,
Dr. H. Dadang Juandi, M.Si. NIP. 196401171992021001
Pembimbing II,
Dr. Bambang Avip P, M.Si. NIP. 19641205199031001
Mengetahui:
Ketua Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI,
i
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP
MELALUI PENDEKATAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES (MEAs)
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Tashamy Fitria Hanifah 1) Dr. H. Dadang Juandi, M.Si 2)
Dr. Bambang Avip P, M.Si 2)
ABSTRAK
Masalah yang melatarbelakangi penelitian ini adalah masih rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa sehingga diperlukan alternatif pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa SMP dengan menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) dalam pembelajaran matematika. Tujuan khususnya adalah: (1) mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis pada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional; (2) mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan desain penelitiannya adalah disain kelompok kontrol tidak ekivalen. Penelitian dilakukan terhadap siswa kelas VII SMP Negeri 9 Cimahi pada semester genap. Instrumen yang digunakan, yaitu: tes, angket, lembar observasi, dan jurnal harian siswa. Berdasarkan hasil pengolahan data secara statistik dan deskriptif, diperoleh kesimpulan bahwa: (1) peningkatan kemampuan berpikir kritis pada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan Model-Eliciting Activities lebih tinggi daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional; (2) sikap siswa terhadap pendekatan Model-Eliciting Activities dalam pembelajaran matematika adalah positif.
Kata Kunci: Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs), berpikir kritis.
Keterangan : 1) Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika UPI
2)
ii
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
STUDENTS’ CRITICAL THINKING SKILLS ENHANCEMENT THROUGH MODEL -ELICITING ACTIVITIES (MEAs) APPROACH IN
LEARNING MATHEMATICS
Tashamy Fitria Hanifah 1) Dr. H. Dadang Juandi, M.Si 2)
Dr. Bambang Avip P, M.Si 2)
ABSTRACT
Problem underlying this study is the low critical thinking skills that students need to develop alternative learning students' critical thinking skills. This study aims to determine the increase in junior high school students' critical thinking skills by using the approach of model-eliciting Activities (MEAs) in the learning of mathematics. The specific objective is: (1) determine an increase in critical thinking skills in students who are learning using Model-Eliciting Activities approach with student learning using the conventional approach, (2) determine students' attitudes toward learning mathematics using Model-Eliciting Activities approach. The method used in this study is the method of quasi-experimental research and non equivalent control group design. Research conducted on 7th grade student of SMP Negeri 9 Cimahi. This research using tests, questionnaires, observation sheets, and daily journal of students as the instruments. Based on the results of statistical data processing and descriptive, it is concluded that: (1) an increase in critical thinking skills in students who received mathematics learning approach to model-eliciting Activities are higher than students who had learning mathematics with the conventional approach, (2) students' attitudes toward approach to model-eliciting Activities in mathematics learning is positive.
Keywords: Model-Eliciting Activities (MEAs), critical thinking. Information : 1) Student of Mathematics Education UPI
2)
DAFTAR ISI
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Berpikir Kritis ... 8
B. Pendekatan Model-Eliciting Activities ... 11
C. Teori Konstruktivisme ... 14
D. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran ... 15
E. Keterkaitan antara Kemampuan Berpikir Kritis dan Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) ... 16
2. Angket ... 29
a. Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Awal (Pretes) ... 33
b. Analisis Data Hasil Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 41
1. Pengolahan Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa .... 41
2. Analisis Data Pretest, Posttest, dan Indeks Gain ... 44
3. Analisis Data Lembar Observasi ... 53
4. Analisis Data Jurnal Siswa ... 54
5. Analisis Data Angket Siswa ... 55
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 67
1. Kemampuan Berpikir Kritis ... 67
2. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Model-Eliciting Activities ... 68
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Indikator Berpikir Kritis Menurut Ennis ... 10
Tabel 2.2 Keterkaitan Indikator Kemampuan Berpikir Kritis dengan MEAs. 17
Tabel 3.1 Holistic Critical Thinking Scoring Rubrics... 22
Tabel 3.2 Interpretasi Validitas Nilai � ... 24
Tabel 3.10 Klasifikasi Interpretasi Persentasi Angket ... 32
Tabel 3.11 Kriteria Indeks Gain (g) ... 40
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Hasil Tes Berpikir Kritis Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 41
Tabel 4.2 Hasil Interpretasi Kriteria Indeks Gain Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 44
Tabel 4.9 Hasil Angket Siswa Terhadap Pelajaran Matematika ... 56
Tabel 4.10 Hasil Angket Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Model-Eliciting Activities ... 58
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 3.1 Alur Pengujian Statistik Data Kuantitatif ... 33
Diagram 4.1 Skor Pretest Kelas Kontrol ... 42
Diagram 4.2 Skor Pretest Kelas Eksperimen ... 42
Diagram 4.3 Skor Postest Kelas Kontrol ... 43
1
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di era globalisasi ini sangat berkembang dengan pesat. Hal ini tidak terlepas dari peranan dunia pendidikan. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang unggul, berkualitas, dan dapat bersaing secara global. Oleh karena itu, pemerintah mewajibkan seluruh anak Indonesia menempuh pendidikan dasar selama 12 tahun agar tujuan-tujuan tersebut dapat tercapai. Hal ini sesuai dengan fungsi pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Pentingnya berpikir kritis juga diungkapkan oleh Peter (2012: 39) bahwa
“Student who are able to think critically are able to solve problem effectively”. Agar dapat bersaing dalam dunia kerja dan kehidupan pribadi, siswa harus memiliki kemampuan pemecahan masalah dan harus bisa berpikir dengan kritis. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis penting dikembangkan dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Sekolah sebagai lembaga formal pendidikan sangat berperan penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Salah satu mata pelajaran yang diberikan di sekolah adalah matematika. Pentingnya kemampuan berpikir kritis dalam matematika diungkapkan oleh Lunenburg (2011: 3) yang
berpendapat bahwa “…in the minds of students thinking critically, mathematical content is transformed into mathematical thinking”.
Seperti yang disebutkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BNSP, 2006), tujuan pembelajaran matematika adalah untuk mencapai kompetensi matematika, diantaranya kemampuan berpikir kritis. Selain itu, Suherman (Pertiwi, 2011:2) menyebutkan bahwa berdasarkan Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Matematika, tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua hal, yaitu:
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien. 2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Hal ini dapat dilihat dari beberapa studi dan hasil penelitian yang telah dilakukan, diantaranya:
1. Hasil studi PPPPTK yang menyatakan bahwa peringkat Indonesia dalam PISA (Programme for International Student Assessment) 2009 yang diadakan setiap 3 tahun sekali, menyatakan bahwa kemampuan dalam bidang matematika Indonesia menunjukkan skor yang berada di bawah rata-rata OECD dan menduduki posisi ke-61 dari 65 negara (OECD, 2010:8), padahal soal-soal matematika dalam PISA lebih banyak mengukur kemampuan bernalar, pemecahan masalah, berargumentasi, berkomunikasi, dan berpikir tingkat tinggi daripada soal-soal yang mengukur kemampuan teknis baku yang berkaitan dengan ingatan dan perhitungan semata (PPPPTK, 2011:51). Hasil tersebut mengungkapkan bahwa kemampuan bernalar siswa Indonesia masih rendah. Berpikir kritis merupakan bagian dari penalaran, sesuai dengan pernyataan Krulik Rudnik (Rohayati, 2005:1), bahwa penalaran mencakup berpikir dasar, berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Hal ini berarti kemampuan berpikir kritis siswa juga masih rendah.
2. Hasil wawancara penulis dengan guru matematika kelas VII dalam studi pendahuluan yang dilakukan di SMP Negeri 9 Cimahi pada bulan April 2013, menyatakan bahwa kemampuan siswa dalam membangun keterampilan dalam matematika masih kurang, bahkan kebanyakan siswa belum memiliki kemampuan untuk membuat dan mempertimbangkan kesimpulan, memberikan penjelasan lebih lanjut, juga dalam mengatur strategi dan taktik dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kemampuan berpikir kritis pada siswa. Selain itu, beliau juga mengungkapkan bahwa masih banyak siswa yang pasif dan bersikap tak acuh selama pembelajaran berlangsung.
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
eksternal yang merupakan faktor dari luar seperti guru dan metode yang digunakan dalam proses pembelajaran.
Mengingat kemampuan kemampuan berpikir kritis adalah salah satu aspek penting dalam pembelajaran, maka guru harus pandai dalam memilih cara, teknik, strategi, pendekatan, metode, ataupun model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Setiap konsep akan lebih mudah untuk dipahami dan diingat apabila disajikan dengan metode dan cara yang tepat.
Proses belajar mengajar matematika yang baik adalah guru harus mampu menerapkan suasana yang dapat membuat murid antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mampu mencoba memecahkan persoalannya (Mulyono, 2003:13). Sekarang ini mulai berkembang pendekatan-pendekatan dalam pembelajaran matematika yang dimaksudkan untuk lebih memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk aktif belajar. Berbagai pendekatan tersebut juga mengupayakan agar pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher oriented) berubah menjadi terpusat kepada siswa (student oriented). Hal ini sesuai dengan pernyataan Oleinik (Hasratuddin, 2010: 21) yang mengatakan bahwa proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah pembelajaran berpusat pada siswa.
Kemampuan berpikir kritis tergolong ke dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi, yang berarti siswa harus dapat menyelesaikan masalah-masalah yang tidak rutin. Peter (2012: 41) mengemukakan bahwa “Critical thinking activities should be based in a structure that includes four elements: ill structure problems, criteria for assessing thinking, student assessment of thinking and improvement of thinking.”
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi kendala-kendala dan kebutuhan di atas adalah Model-Eliciting Activities (MEAs). Model-eliciting activities adalah pendekatan pembelajaran untuk memahami,
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Chamberlin & Moon (2008:5), MEAs diimplementasikan ke dalam beberapa langkah, yaitu:
1. Guru memberikan sebuah artikel yang memuat permasalahan yang berhubungan dengan konteks pelajaran bagi para siswa.
2. Siswa merespon masalah-masalah yang terdapat pada artikel tersebut.
3. Guru membaca kembali permasalahan bersama dengan siswa dan memastikan setiap kelompok mengerti apa yang ditanyakan
4. Siswa membuat model matematika dari permasalahan tersebut secara berkelompok.
5. Setelah siswa menyelesaikan permasalahan tersebut, siswa mempresentasikan hasil pekerjaan mereka di depan kelas.
MEAs digunakan untuk membantu siswa belajar lebih mendalam, mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari, dan memberikan lebih banyak kesempatan untuk berlatih dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang tidak rutin. Selain itu, MEAs dapat emenyediakan sarana bagi guru untuk lebih memahami cara berpikir siswa dalam menyelesaikan sebuah permasalahan.
Selain kemampuan kognitif siswa, untuk melihat berhasilnya suatu pendekatan pembelajaran salah satunya dengan adanya sikap yang baik dari siswa. Sikap adalah pernyataan-pernyataan evaluatif baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan mengenai objek, orang atau peristiwa (Leonard dan Supardi, 2010: 342). Sedangkan Susanti (Qonita, 2012:5) menyatakan sikap siswa adalah perilaku yang lahir sebagai hasil masuknya stimulus yang diberikan guru kepadanya atau tanggapan untuk mempelajari sesuatu dengan senang. Kurangnya sikap siswa terhadap pelajaran matematika akan menghambat proses pembelajaran. Oleh karena itu, sikap siswa merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan keberhasilan belajar matematika.
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
pendekatan model-eliciting activities (MEAs). Oleh karena itu, penulis akan melakukan penelitian kuasi eksperimen dengan judul “PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN
MODEL-ELICITING ACTIVITIES (MEAs) DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika
dengan pendekatan konvensional?
2. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan Model-Eliciting Activities lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan konvensional.
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
D. Manfaat Penelitian
Secara garis besar manfaat penelitian ini ada dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian yang lebih mendalam.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis. penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, diantaranya:
a. Bagi siswa, proses pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Bagi guru, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Model Eliciting Activities dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
c. Bagi peneliti, dapat menambah pengalaman dan pengetahuan tentang bagaimana menerapkan pendekatan Model-Eliciting Activities untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
19
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan sebab akibat. Perlakuan yang dilakukan terhadap variabel bebas dilihat hasilnya pada variabel terikat. Dalam penelitian ini perlakuan yang diberikan adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities, sedangkan aspek yang diukurnya adalah kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities dan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kritis siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen, dengan desain kelompok kontrol tidak ekivalen (Ruseffendi, 2010:52). Dengan gambar, desain eksperimennya tampak sebagai berikut:
O X O
O O
Keterangan:
O : Tes kemampuan berpikir kritis siswa
X : Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
pembelajaran, diadakan tes awal (pretes) tentang kemampuan berpikir kritis siswa kemudian dilakukan tes akhir (postes) untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa setelah diberi perlakuan.
B. Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 9 Cimahi kelas VII semester 2 tahun ajaran 2012/2013. Berdasarkan metode dan desain penelitian, dari seluruh siswa kelas VII yang ada, kemudian dipilih lagi secara acak kelas kontrol dan kelas eksperimen. Akhirnyaterpilih kelas VII D sebagai kelas kontrol dan kelas VII K sebagai kelas eksperimen.
C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah penerapan Model-Eliciting Activities, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kritis
siswa.
D. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka beberapa istilah yang perlu didefinisikan secara operasional yaitu:
1. Model-Eliciting Activities adalah pendekatan pembelajaran untuk memahami, menjelaskan, dan mengkomunikasikan konsep-konsep yang terkandung dalam suatu sajian masalah melalui proses permodelan matematika.
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
3. Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang dilakukan seseorang dalam menghadapi permasalahan dengan melakukan analisis mendalam terhadap semua informasi, data, atau ide yang relevan sehingga pada akhirnya ia dapat memutuskan untuk meyakini atau melakukan suatu tindakan.
E. Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap maka dibuatlah instrumen penelitian yang meliputi instrumen tes dan non tes. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Instrumen tes dalam penelitian ini berupa tes tulis kemampuan berpikir kritis pada matematika. Tes tertulis ini berbentuk uraian yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Pada penelitian ini, tes yang digunakan terbagi ke dalam dua macam tes, yaitu:
a. Pretes, yaitu tes yang dilakukan sebelum perlakuan diberikan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis awal siswa.
b. Postes, yaitu tes yang dilakukan setelah perlakuan diberikan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis akhir siswa.
Tipe tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe uraian dengan tujuan kemampuan berpikir kritis siswa dapat terlihat jelas dari cara siswa menjawab soal-soal uraian langkah demi langkah, juga dapat menggambarkan seberapa jauh proses berpikir dan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dalam matematika secara baik.
Pemberian skor pada soal berpikir kritis ini didasarkan pada panduan Holistic Critical Thinking Scoring Rubrics dari Facione & Facione (Allen, 2009).
Holistic Critical Thinking Scoring Rubrics adalah suatu prosedur yang digunakan
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
4. Setiap skor yang diraih siswa mencerminkan kemampuan siswa dalam merespon persoalan yang diberikan dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemampuan berpikir kritis. Kriteria pemberian skor tersebut diadaptasi dari Facione & Facione (Allen, 2009) yang diuraikan dalam tabel berikut.
Tabel 3.1
Holistic Critical Thinking Scoring Rubrics
Skor Deskripsi
4
Dengan konsisten melakukan semua atau hampir semua hal berikut: - Menginterpretasi secara akurat bukti, pernyataan, grafik, pertanyaan, dll. - Mengidentifikasi argumen-argumen yang muncul, pro dan kontra. - Menganalisis dengan kuat dan mengevaluasi dari sudut pandang lain. - Membenarkan hasil dan prosedur, menjelaskan asumsi dan alasan. - Mengambil keputusan sesuai dengan bukti dan alasan.
3
Melakukan sebagian besar atau banyak hal berikut:
- Menginterpretasi secara akurat bukti, pernyataan, grafik, pertanyaan, dll. - Mengidentifikasi argumen-argumen yang muncul, pro dan kontra. - Menawarkan analisis dan evaluasi dari sudut pandang lain. - Menarik kesimpulan yang tidak keliru.
- Membenarkan beberapa hasil atau prosedur dan menerangkan alasannya. - Mengambil keputusan sesuai dengan bukti dan alasan.
2
Melakukan sebagian besar atau banyak hal berikut:
- Salah dalam menginterpretasikan bukti, pernyataan, gambar, dll. - Gagal untuk mengidentifikasi argumen yang kuat dan relevan. - Mengabaikan atau dangkal dalam mengevaluasi sudut pandang lain. - Membenarkan sedikit hasil dari prosedur, jarang memberikan alasan. - Menarik kesimpulan yang keliru.
- Terlepas dari bukti atau alasan, mempertahankan atau membela dilihat berdasarkan kepentingan pribadi atau prasangka.
1
Dengan konsisten melakukan semua atau hampir semua hal berikut:
- Menawarkan kerancuan penafsiran bukti, laporan, grafik, pertanyaan, informasi, atau sudut pandang orang lain.
- Mengabaikan atau dangkal mengevaluasi alternatif sudut pandang lain. - Menggunakan alasan keliru dan tidak relevan, dan klaim yang tidak
beralasan.
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Sebelum instrumen tes digunakan, terlebih dahulu instrumen tersebut dikonsultasikan pada dosen pembimbing, kemudian diujicobakan dengan tujuan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda,dan indeks kesukaran tiap butir soal dari instrumen tersebut. Hasil uji coba instrument kemudian diolah dengan menggunakan bantuan software Anates Versi 4.0. Proses penganalisisan data hasil uji coba meliputi hal-hal berikut:
a. Validitas
Suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Oleh karena itu keabsahannya tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan fungsinya (Suherman, 2003: 102). Validitas terdiri dari validitas logik (teoritik) dan validitas empirik (kriterium). Validitas teoritik adalah validitas berdasarkan pertimbangan (judgement) para ahli, sedangkan validitas kriterium adalah validitas yang ditinjau dari hubungannya dengan kriterium tertentu yang diperoleh melalui observasi atau pengalaman yang bersifat empirik. Karena yang akan diselidiki adalah validitas tes matematika dengan menggunakan kriterium nilai rata-rata harian siswa, maka berdasarkan penjelasan sebelumnya yang akan diselidiki adalah validitas empirik (kriterium) soal.
Untuk menentukan validitas empirik soal, perhitungan koefisien validitas dilakukan dengan menggunakan produk moment raw score oleh rumus (Suherman, 2003: 41) :
= −
2− 2 − 2− 2
Keterangan:
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
X : skor yang diperoleh dari masing-masing butir soal
Y : skor total
Menurut Guilford (Suherman, 2003: 112), interpretasi validitas nilai dapat dikategorikan dalam tabel 3 berikut ini.
Tabel 3.2 Interpretasi Validitas Nilai
Nilai Keterangan
0,90≤ ≤1,00 Validitas sangat tinggi
0,70≤ < 0,90 Validitas tinggi
0,40≤ < 0,70 Validitas sedang
0,20≤ < 0,40 Validitas rendah
0,00≤ < 0,20 Validitas sangat rendah
< 0,00 Tidak valid
Dari hasil pengolahan data uji instrumen dengan perhitungan menggunakan program Anates V4 diperoleh validitas butir soal sebagai berikut:
Tabel 3.3
Validitas Tiap Butir Soal Butir
Soal
Koefisien Signifikansi Interpretasi
1 0,802 Sangat Signifikan Validitas Tinggi
2 0,686 Signifikan Validitas Sedang
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Dari hasil pergitungan dengan bantuan program Anates V4 dapat dilihat bahwa empat soal memiliki validitas tinggi dan satu soal memiliki validitas sedang, ini berarti setiap butir soal dalam uji coba instrumen tes mampu mengevaluasi kemampuan yang akan dievaluasi. Data perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.3.
b. Reliabilitas
Suherman (2003: 131) mengatakan bahwa suatu alat evaluasi (tes dan nontes) disebut reliable jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama. Relatif tetap di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami perubahan yang tidak berarti (tidak signifikan) dan bisa diabaikan.
Bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe uraian, karena itu untuk mencari koefisien reliabilitas ( 11) digunakan rumus
alpa yaitu sebagai berikut:
11 = −1 1− �
2
2
Keterangan:
11= Koefisien reliabilitas alat evaluasi
= Banyaknya butir soal
�2 = Jumlah varians skor setiap soal
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Menurut Guilford (Suherman, 2003: 139) koefisien reliabilitas diinterpretasikan seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas
Koefisien reliabilitas (���) Kriteria
11 ≤0,20 Reliabilitas sangat rendah
0,20≤ 11 < 0,40 Reliabilitas rendah 0,40≤ 11 < 0,70 Reliabilitas sedang 0,70≤ 11 < 0,90 Reliabilitas tinggi 0,90≤ 11 ≤ 0,40 Reliabilitas sangat tinggi
Dengan bantuan program Anates V4 didapatkan nilai reliabilitas dari instrumen tersebut adalah 0,81. Jika melihat tabel di atas maka dapat diinterpretasikan instrumen tersebut memiliki reliabilitas tinggi.
c. Indeks kesukaran
Berdasarkan asumsi Galton, Suherman menyatakan bahwa hasil evaluasi dari hasil perangkat tes yang baik akan menghasilkan skor atau nilai yang membentuk distribusi normal (Suherman, 2003:168).
Untuk mencari indeks kesukaran tiap butir soal (Suherman, 2003:170) digunakan rumus:
�� = � � Keterangan:
�� = Indeks Kesukaran = Rata-rata skor tiap soal
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Untuk menginterpretasi indeks kesukaran, digunakan kriteria sebagai berikut (Suherman, 2003:170) :
Tabel 3.5
Klasifikasi Indeks Kesukaran
IK Keterangan
��= 0,00 Soal terlalu sukar
0,00 <�� ≤0,00 Soal sukar
0,30 <�� ≤0,70 Soal sedang
0,70 <��< 1,00 Soal mudah
��= 1,00 Soal terlalu mudah
Dengan bantuan program Anates V4 didapatkan data sebagai berikut: Tabel 3.6
Indeks Kesukaran Butir Soal
Butir Soal Nilai IK Tafsiran
1 0,569 Sedang
2 0,597 Sedang
3 0,694 Mudah
4 0,667 Sedang
5 0,513 Sedang
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
d. Daya Pembeda
Galton mengasumsikan bahwa “suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata dan yang kurang karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari ketiga kelompok tersebut” (Suherman, 2003:159).
Rumus untuk menentukan daya pembeda soal tipe uraian (Suherman, 2003:159) adalah:
��= − � �
Dengan:
= rata-rata skor kelompok atas untuk soal itu = rata-rata skor kelompok bawah untuk soal itu, SMI = skor maksimal ideal (bobot).
Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banyak digunakan (Suherman, 2003:161) adalah:
Tabel 3.7 Kategori Daya Pembeda
Daya Pembeda (DP) Kategori
0,70 <�� ≤1,00 Sangat Tinggi 0,40 <�� ≤0,70 Tinggi 0,20 <�� ≤0,40 Sedang 0,00 <�� ≤0,20 Jelek
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Dengan bantuan program Anates V4 didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 3.8
Daya Pembeda Tiap Butir Soal
Butir Soal Daya Pembeda Kategori
1 0,472 Tinggi digunakan untuk membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Selengkapnya dapat dilihat di lampiran B.6.
2. Angket
Angket adalah sebuah daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh orang yang akan dievaluasi (responden) yang berupa keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap, pendapat mengenai suatu hal. Angket berfungsi sebagai alat pengumpul data (Suherman, 2003: 56).
Pada penelitian ini, angket digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap matematika dan pembelajaran menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities yang diikuti dengan peningkatan kemampuan berpikir kritis.
3. Observasi
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Observasi ini bertujuan untuk memperoleh data tentang proses pembelajaran dengan harapan hal-hal yang tidak teramati oleh peneliti dapat ditemukan dengan menggunakan lembar observasi. Observasi ini dilakukan oleh rekan mahasiswa atau guru yang telah mengetahui dan telah memahami pembelajaran matematika, sehingga dapat mengamati dengan benar bagaimana kegiatan pembelajaran berlangsung. Yang diamati dalam observasi ini adalah sikap siswa dalam pembelajaran dan sikap peneliti sendiri selama pembelajaran.
4. Jurnal Harian
Jurnal siswa ini merupakan tulisan yang dibuat oleh siswa pada akhir pembelajaran untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs)
F. Analisis Data
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan memberikan tes (pretest dan posttest), pengisian angket, dan observasi. Data yang diperoleh kemudian dikategorikan ke dalam jenis data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif meliputi data hasil pengisian angket dan observasi, sementara itu data kuantitatif diperoleh dari hasil pretest dan posttest kemampuan berpikir kritis.
1. Analisis data kualitatif
Data kualitatif adalah data yang berkenaan dengan aktivitas keseharian siswa yang meliputi sikap dan motivasi. Data ini diperoleh dari angket siswa, jurnal harian siswa dan lembar observasi. Angket dan jurnal harian siswa hanya diberikan kepada siswa di kelas eksperimen.
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Angket berfungsi sebagai alat pengumpul data (Suherman, 2003: 56). Angket digunakan untuk mengungkap tentang sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan Model-Eliciting Activities.
Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala sikap dari Likert. Menurut Suherman (2003: 190), skala kualitatif pada angket ditransfer ke dalam skala kuantitatif dengan penskoran sebagai berikut:
Tabel 3.9
Setelah angket terkumpul dan diolah, untuk mengetahui sikap terhadap pembelajaran ini dilakukan dengan menghitung jumlah persentase sikap positif siswa. Untuk melihat presentase sikap siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan, digunakan rumus berikut:
� = × 100%
Keterangan:
P : persentase jawaban
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Klasifikasi interpretasi perhitungan presentase ditafsirkan berdasarkan kriteria berikut:
Tabel 3.10
Klasifikasi Interpretasi Presentasi Angket Persentase Jawaban Interpretasi
�= 0% Tak seorang pun
0% < �< 25% Sebagian kecil 25% ≤ �< 50% Hampir setengahnya
� = 50% Setengahnya
50% <� < 75% Sebagian besar 75%≤ �< 100% Hampir seluruhnya
�= 100% Seluruhnya
b. Analisis Lembar Observasi
Data yang diperoleh melalui lembar observasi dimaksudkan untuk mengetahui proses selama pembelajaran berlangsung yang tidak teramati oleh peneliti. Penyajian data hasil observasi diinterpretasikan ke dalam bentuk kalimat dan dirangkum untuk membantu menggambarkan suasana pembelajaran yang dilakukan.
c. Analisis Jurnal Harian Siswa
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
2. Analisis data kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang berkenaan dengan pretes dan postes. Data tersebut merupakan hasil dari tes awal dan tes akhir. Setelah data terkumpul dari hasil penelitian, selanjutnya dilakukan analisis data yang bertujuan untuk menjawab hipotesis yang diajukan. Adapun pengolahan data kuantitatif ini dengan menggunakan bantuan software IBM SPSS Statistics 20 for windows dan dengan alur yang disajikan dalam diagram berikut:
Diagram 3.1
Alur Pengujian Statistik Data Kuantitatif
Berikut penjelasan dari diagram pengujian statistik tersebut: a. Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Awal (Pretes)
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu statistik hasil penelitian, tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas (Sugiyono, 2012:21). Sebelum melakukan pengujian terhadap dua hasil pretes, terlebih dahulu dilakukan perhitungan statistik deskriptif, meliputi rata-rata, varians, dan simpangan baku data hasil pretes dari kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2) Uji Normalitas
Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Untuk melakukan uji normalitas digunakan uji Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi sebesar 5%.
Perumusan hipotesis untuk uji normalitas adalah sebagai berikut: H0 : Data sampel berdistribusi normal.
H1 : Data sampel tidak berdistribusi normal.
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika nilai signifikansi kurang dari
0,05 dan terima H0 jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan
0,05.
3) Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah varians kelas eksperimen dan kelas kontrol homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan jika data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji homogenitas varians menggunakan uji Levene dengan taraf signifikansi sebesar 5% untuk mengetahui apakah data kedua sampel memiliki varians yang sama.
Perumusan hipotesis untuk uji homogenitas adalah sebagai berikut: H0 : Variansi data pretest kelas kontrol dan kelas eksperimen homogen.
H1 : Variansi data pretest kelas kontrol dan kelas eksperimen tidak
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Pasangan hipotesis tersebut bila dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik adalah sebagai berikut:
H0 : �12 = �22
H1 : �12 ≠ �22
Keterangan:
�12 : varians kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol
�22 : varians kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika nilai signifikansi kurang dari
0,05 dan terima H0 jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan
0,05.
4) Uji Kesamaan Kemampuan Awal Siswa
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kemampuan awal kedua kelas dapat dikatakan sama atau tidak. Untuk data yang berdistribusi normal dan bervariansi homogen, digunakan uji t, sedangkan untuk data yang berdistribusi normal namun tidak bervariansi homogen, dilakukan uji t’. Perumusan hipotesis untuk uji t atau uji t’ adalah sebagai berikut :
H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis
awal antara siswa kelas kontrol dengan siswa kelas eksperimen. H1 : Terdapat perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis awal
antara siswa kelas kontrol dengan siswa kelas eksperimen.
Pasangan hipotesis tersebut bila dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik adalah sebagai berikut:
H0 : �1 =�2
H1 : �1 ≠ �2
Keterangan:
�1 : Rata-rata kemampuan berpikir kritis awal siswa kelas kontrol
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika nilai signifikansi kurang dari
0,05 dan terima H0 jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan
0,05.
Untuk data yang tidak berdistribusi normal, maka pengujian kesamaan kemampuan awal siswa kedua kelas dilakukan dengan menggunakan uji non-parametrik Mann-Whitney.
b. Analisis Data Hasil Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Apabila hasil uji kesamaan dua rata-rata dari data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda secara signifikan, maka data yang digunakan untuk mengetahui perbandingan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa tersebut menggunakan data postes, sedangkan jika hasil uji kesamaan dua rata-rata menunjukkan adanya perbedaan, maka untuk mengetahui perbandingan seberapa besar peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan data dari indeks gain.
1) Analisis Data Hasil Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Menggunakan Data Posttest
Pada pengolahan data postes, dilakukan uji normalitas, uji homogenitas varians dan uji kesamaan dua rata-rata.
a) Statistik Deskriptif
Sebelum melakukan pengujian terhadap dua hasil pretes, terlebih dahulu dilakukan perhitungan statistik deskriptif, meliputi rata-rata, varians, dan simpangan baku data hasil pretes dari kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b) Uji Normalitas
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Perumusan hipotesis untuk uji normalitas adalah sebagai berikut: H0 : Data sampel berdistribusi normal.
H1 : Data sampel tidak berdistribusi normal.
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika nilai signifikansi kurang
dari 0,05 dan terima H0 jika nilai signifikansi lebih dari atau sama
dengan 0,05.
c) Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah varians kelas eksperimen dan kelas kontrol homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan jika data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji homogenitas varians menggunakan uji Levene dengan taraf signifikansi sebesar 5% untuk mengetahui apakah data kedua sampel memiliki varians yang sama. Perumusan hipotesis untuk uji homogenitas adalah sebagai berikut:
H0 : Variansi kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol dan
kelas eksperimen homogen.
H1 : Variansi kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol dan
kelas eksperimen tidak homogen.
Pasangan hipotesis tersebut bila dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik adalah sebagai berikut:
H0 : �12 =�22
H1 : �12 ≠ �22
Keterangan:
�12 : varians kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol
�22 : varians kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika nilai signifikansi kurang
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
dengan 0,05. Akan tetapi, apabila salah satu atau kedua data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, maka dilakukan uji nonparametrik dengan menggunakan uji Mann-Whitney.
d) Uji Perbedaan Dua Rata-rata
Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen. Jika kedua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, maka dilanjutkan dengan uji kesamaan dua rata-rata dengan Independent-Sample T Tes menggunakan uji-t. Jika kedua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal tetapi memiliki varians yang tidak homogen, maka uji rata-rata dilakukan dengan menggunakan uji-t’. Perumusan hipotesis untuk uji perbedaan dua rata-rata adalah sebagai berikut dengan taraf signifikansi sebesar 5%:
H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa
yang mendapat pembelajaran dengan MEAs dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional
H1 : Kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Pasangan hipotesis tersebut bila dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik adalah sebagai berikut:
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika ½ nilai signifikansi kurang
dari 0,05 dan terima H0 jika ½ nilai signifikansi lebih dari atau sama
dengan 0,05.
Akan tetapi, apabila salah satu atau kedua data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, maka dilakukan uji nonparametrik dengan menggunakan uji Mann-Whitney.
2) Analisis Data Hasil Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Menggunakan Data Indeks Gain
Jika pada hasil uji kesamaan dua rata-rata data pretes menunjukkan bahwa rata-rata nilai kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda secara signifikan, maka untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dari kedua kelas tersebut dilakukan dengan perhitungan indeks gain. Data peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dari kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh dari skor gain normal (indeks gain). Rumus indeks gain (g) menurut Meltzer dan Hake (1999: 1) adalah sebagai berikut:
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Karena pengolahan data postes dilakukan, maka pengolahan data indeks gain dilakukan hanya untuk mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.
Kemudian untuk melihat kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa, skor indeks gain yang telah diinterpretasikan dengan kriteria menurut Hake (1999:1) sebagai berikut:
Tabel 3.11 Kriteria Indeks Gain (g)
Indeks Gain (g) Kriteria
0,7 < ≤ 1 Tinggi
0,3 < ≤ 0,7 Sedang
70
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisis data serta pengujian hipotesis yang telah dilakukan di kelas VII SMP Negeri 9 Cimahi, maka beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapatkan pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities lebih tinggi secara signifikan daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional.
2. Sebagian besar siswa menunjukkan sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities yang telah dilakukan karena sebagian besar siswa berpendapat bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan Model-Eliciting Activities menarik dan tidak membosankan. Selain itu, mereka juga merasa senang karena terdapat diskusi kelompok yang menyebabkan belajar menjadi lebih efektif dan memudahkan mereka dalam memahami konsep matematika yang sedang dipelajari.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka beberapa saran yang dapat dikemukakan diantaranya sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities telah terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa,
Model-Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Eliciting Activities dapat dijadikan sebagai salah satu inovasi pembelajaran
matematika.
2. SIkap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities cenderung positif. Oleh karena itu, sebaiknya guru juga
72
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Ahn and Leavitt. (2007). Implementation Strategies for Model Eliciting Activities: A
Teachers Guide [Online]. Tersedia:
http://site.educ.indiana.edu/Portals/161/Public/Ahn%20&%20Leavitt.pdf [20 Januari 2012]
Allen, Mary J. (2009). Developing and Applying Rubrics [Online]. Tersedia:
http://www.sandiego.edu/cas/documents/assessment/DevelopingandApplyingRubr ics.pdf [13 Juni 2013]
Baharuddin dan Wahyuni. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
BNSP, (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah : Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs [Online] Tersedia: http://litbang.kemdiknas.go.id/content/Buku%20Standar%20Isi%20SMP(1).p df [23 Januari 2013]
Chamberlin and Moon. (2005). “Model Eliciting Activities as a Tool to Develop and Identify Creatively Gifted Mathematicians”. The Journal of Secondary Gifted Education. 18, (1), 37-47.
Chamberlin and Moon. (2008). How Does the Problem Based Learning Approach Compare to the Model-Eliciting Activity Approach in Mathematics? [Online]. Tersedia: http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/chamberlin.pdf [23 Juli 2011]
Fatimah, N. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E dalam Mata Pelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Skripsi pada FPIMA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Fisher, A. (2009). Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Hake, R. (1999). Analyzing Change / Gain Scores* [online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [14 Juni 2013]
Tashamy Fitria Hanifah, 2013
Leonard dan Supardi. (2010). “Pengaruh Konsep Diri, Sikap Siswa Pada Matematika,
dan Kecemasan Siswa terhadap Hasil Belajar Matematika”. Jurnal Cakrawala Pendidikan. 29, (3), 341-352.
Lunenburg, F.C. (2011). “Critical Thinking and Constructivism Techniques for Improving Student Achievement”. National Forum of Teacher Education Journal. 21, (3), 1-9.
Mulyono, A. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
OECD. (2010). PISA 2009 Results: Executive Summary [Online]. Tersedia:
http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/46619703.pdf
Pertiwi, N. (2011). Pengaruh Metode Kooperatif Strategi The Power of Two terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP dalam Pembelajaran Matematika. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Peter, E.E. (2012). “Critical Thinking: Essence for Teaching Mathematics and Mathematics Problem Solving Skills”. African Journal of Mathematics and Computer Science Research. 5, (3), 39-43.
PPPPTK. (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP; Belajar dari
PISA dan TIMSS [Online]. Tersedia:
http://p4tkmatematika.org/file/Bermutu%202011/SMP/4.INSTRUMEN%20P ENILAIAN%20HASIL%20BELAJAR%20MATEMATIKA%20...pdf [23 Januari 2013]
Qonita, R.M. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Induktif Versi Hilda Taba Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
011985032-Tashamy Fitria Hanifah, 2013
ADE_ROHAYATI/CTL_dalam__Pembelajaran_Mat_untuk_Meningkatkan_ Berpikir_Krit.pdf [29 April 2013]
Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI. Wardhani, S. (2004). Pembelajaran Matematika Kontekstual di SMP [Online].
Tersedia: