PROSES PEP1BUDAYAAN NORNA KELUARGA KECIL. Dl DESA CINEAm, TASIKNALAYA
(Studi Kasus Plengsnai Adopsi Inovasi Norma Koluarga Kecil oleh
Pasangan Usia Subur)
T E S I S
Diajukan kspada Panitia Ujian Tesis IKIP
Bandung untuk Memenuhi Sobagian dari
Syarat Program Pasca Sarjana Bidang Studi Pendidikan Luar Sekolah
HIDAYAT SATARI
594/C/XVIII-10
FAKULTAS PASCA SAR3ANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILFIU PENDIDIKAN
DI DESA CINEAN, TASIKPIALAYA
Diketahui Pembimbing untuk Sidang Tahap I
,^r
PROP. DR. S0EPARD3O ADIKUSUNO
• II W^H.MJ i l » I W •»• Ml .fill IIWUM >•»• i1n-"li»mi»i — m—.f— <*—••H i • ••Br-f " • • ' •
Pembimbing I
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR BAGAN v
DAFTAR GAF1BAR v
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Perumusan Masalah dan Pertanyaan
Peneli-tian 14
C. Tujuan Penelitian
17
0. Manfaat Penelitian 19
E. Proses Pembudayaan Norma Keluarga Kecil Sebagai Uilayah Studi Pendidikan Luar
Se-kolah 21
BAB II PERANAN PENDIDIK LUAR SEKOLAH DALAfl
MEMBUDA-YAKAN NORMA KELUARGA KECIL 24
A. Perubahan Budaya . . . 24 B. Norma Keluarga Kecil sebagai Gagasan Daru 30 C. Proses Adopsi Inovasi . . . 34 D. Proses Pembudayaan Suatu Inovasi Melalui
Pendidikan Luar Sekolah . . . 44 E. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevant 47
1. Penelitian tentang Norma Keluarga
Kecil (47)
2. Penelitian tentang Proses Adopsi
Inovasi (50)
F. Model Penelitian Proses Adopsi Inovasi . 51
BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGEMBAN 3AN ALAT
PENGUMPUL DATA 57
A. Populasi dan Sampel Penelitian 57
B. Metode Penelitian dan Instrumen
Pengum-pul Data 59
C. Pengembangan Inventori Norma Keluarga
Kecil 61
1. Langkah-Langkah Penyusunan Inventori
(61)
2. Cara Mengerjakan Inventori oleh
Res-ponden (69)
3. Cara Memeriksa Inventori (71)
Halaman Tabel: 1.1 Angka Kelahiran dan Kematian di Desa
Ci-neam, Tasikmalaya 6
2.1 Variabel Dependen Y : Penjabaran
Konsep-Konsep Teoritis, Empiris, dan Analisis 55 2.2 Variabel Independen X : Penjabaran Kon~
sep-Konsep Teoritis, Empiris & Analisis 56
3.1 Banyak PUS di Desa Cineam 58
3.2 Hasil Perhitungan Ukuran Sampel . . . . 58
3.3 Koefisien Reliabilitas Antarpenilai (Ta
hap Adopsi Inovasi NKK)
67
3.4 Kisi-Kisi Pernyataan untuk setiap Tahap
Adopsi Inovasi NKK . 68
3.5 Perhitungan Persentil Tahap IV Adopsi
Inovasi NKK 76
3.6 Nilai Persentil Tahap Adopsi Inovasi NKK
Individual 77
3.7 Nilai Setiap Tahap Adopsi Inovasi . . . 78 4.1 Latar Belakang Pribadi Responden . . . . 84 4.2 Rentang Skor Tahap Adopsi Inovasi . . . 87 4.3 Gambaran Umum Tahap Adopsi Inovasi NKK
Dilihat dari 3enis Kelamin Responden . . 87 4.4 Gambaran Umum Tahap Adopsi Inovasi NKK
Dilihat dari Usia Responden . . . 88 4.5 Gambaran Umum Tahap Adopsi Inovasi NKK
Dilihat dari Usia Menikah Responden . . 89 4.6 Gambaran Umum Tahap Adopsi Inovasi NKK
Dilihat dari Punya Atau Tidaknya Anak . 90 4.7 Gambaran Umum Tahap Adopsi Inovasi N K K
Dilihat dari Banyak Anak 90
4.8 Gambaran Umum Tahap Adopsi Inovasi N K K
D i l i h a t d a r i 3enis Kelamin Anak . . . . 91 4.9 Gambaran Umum Tahap Adopsi Inovasi NKK
Dilihat dari Ikut Atau Tidaknya KB . . . 92 4.10 Gambaran Umum Tahap Adopsi Inovasi NKK
Dilihat dari Penggunaan Alat Kontrasepsi 93 4.11 Gambaran Umum Tahap Adopsi Inovasi NKK
D i l i h a t d a r i Asal Daerah 94 4.12 Gambaran Umum Tahap Adopsi Inovasi NKK
Dilihat dari Hari Kerja Perminggu . . . 95 4.13 Gambaran Umum Tahap Adopsi Inovasi NKK
Dilihat dari 3am Kerja Perhari 95 4.14 Gambaran Umum Tahap Adopsi Inovasi N K K
Dilihat dari Banyak Saudara Kandung . . 96
Halaman
Tabel 4.15 Gambaran Umum Tahap Adopsi Inovasi NKK Dilihat dari Ikut KB Atau Tidaknya
Orang-tua Responden
97
4.16 Perbandingan Tahap Adopsi Inovasi NKK Di
lihat dari 3enis Kelamin, Usia, dan Usia
Menikah 98
4.17 Perbandingan Tahap Adopsi Inovasi NKK Di
lihat dari Banyak dan 3enis Kelamin Anak 100 4.18 Perbandingan Tahap Adopsi Inovasi NKK Di
lihat dari Ikut-Tidaknya KB 101 4.19 Perbandingan Tahap Adopsi Inovasi NKK Di
lihat dari Latar Belakang Sosial- Budaya 103
4.20 Perbandingan Tahap Adopsi Inovasi NKK Di
Halarnan Bagan 2.1 Model Penelitian Proses Adopsi Inovasi
(Santoso S.
Hamijoyo, 1974: 33)
51
2.2 Model Hubungan Antar Variabel Penelitian(Latar Belakang Pribadi PUS dengan Proses
Adopsi Inovasi NKK)
52
3.1 Contoh Perhitungan Angka Tahap Adopsi Ino
vasi NKK oleh PUS (Sampel Nomor L-157-A3)
74
3.2 Lembar Informasi PUS 79
DAFTAR GAMBAR
Halarnan Gambar:
1.1 Piramida Komposisi Penduduk Indonesia
Ta-hun
1961, 1971 dan 198D (Biro Pusat
Sta-tistik, Proyeksi Penduduk Tahun 1980-2000,hal. 14)
5
1.2 Komposisi Penduduk Kecamatan Cineam
Kabu-paten Tasikmalaya Tahun 1987 (Data
diam-bil dari Kantor Kecamatan Cineam,PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Upaya mengurangi jumlah penduduk merupakan salah
satu program pembangunan nasional. Program ini dirintis
sejak aual tahun Pelita Pertama, dengan dikenalkannya Ke
luarga Berencana (KB). Tidak diprogramkannya KB
sebelum
pemerintahan Orde Baru bukannya laju pertumbuhan penduduk
pada saat itu belum meledak. Malahan "baby boom" (ledakan
bayi) pertama justru terjadi antara tahun 1950-1960.
Se-lama dasauarsa itu pertumbuhan penduduk Indonesia
menca-pai sekitar 20 juta jiua, dibandingkan dengan portambahan
penduduk pada dasauarsa sebelumnya hanya 6,8 juta jiua.
(Haryono Suyono, 1987: 4).
Bila ditelusuri, pertumbuhan penduduk di Indonesia
sejak tahun 1920-an, menunjukkan perkembangan yang begitu
cepat. Pertumbuhan jumlah penduduk pada setiapdasauarsa-nya dapat dikemukakan sebagai berikut. Tahun 1920,
52,3
juta jiua; tahun 1930, 60,7 juta jiua (bertambah 8,4 juta
jiua); tahun 1940, 70,4 juta jiua (bertambah 9,7 juta ji
ua); tahun 1950, 77,2 juta jiua (bertambah 6,8 juta jiua);
tahun 1960, 97 juta jiua (bertambah 19,8 juta jiua);
ta
hun 1970, 119 juta jiua (bertambah 22 juta jiua); dan ta
pai 1950 merupakan paling kecil dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelum dan sesudahnya, Hal ini disebabkan di
tahun-tahun itu terjadi perang dunia dan parang kemerdekaan.
Sebenarnya pada tahun 1950-an KB sudah
diperkenal-kan di Indonesia, namun sangat rauan, karena masih banyak
masyarakat yang mengajukan protes. Ualaupun damikian, KB
tetap dirintis, yaitu pertama kalinya oleh Perkumpulan Ke
luarga Berencana Indonesia (PKBl). Perkumpulan ini
mulai
mengadakan aktivitasnya pada tahun 1957. Setelah semua
agama di Indonesia menerima KB, kemudian berdiri Lembaga
Keluarga Berencana Nasional (LKBN), tepatnya
pada
bulan
Nopember 1968. Lenrbaga ini berada di bauah pengauasan dan
bimbingan Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat. Baru pada
Pelita Pertama, tepatnya tahun 1970, berdiri Badan
Koordi-nasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sebagai
penggan-ti LKBN (Masri Singarimbun, dalam 3urnal Prisma, Nomor 3,
Tahun 1988, halarnan 4).
Selama 5 tahun dalam Pelita Pertama, target KB
ada-lah dicapainya jumada-lah akseptor sebanyak 3 juta Pasangan
Usia Subur (PUS), untuk mencegah sebanyak 600-700 ribu ke
lahiran, dan dikhususkan untuk Pulau 3aua dan Bali.
Keber-hasilan program KB dalam Pelita Pertama tersebut mendorong
pemerintah memparluas programnya ke 10 propinsi lainnya di
Dalam rangka intensifikasi program, BKKBN
mencipta-kan strategi "Panca Karya", yang isinya sebagai berikut :
a. Mendorong pasangan usia subur (PUS) yang
istri-nya belum berusia 30 tahun atau jumlah anak ku-rang dari 3 oku-rang agar mempunyai anak maksimal 2 orang. Dengan demikian pasangan-pasangan usia muda ini menjadi sumber daya manusia potensialsebagai penggerak pembangunan.
b. Membantu PUS yang istrinya sudah berusia lebih dari 30 tahun atau anaknya lebih dari 3 orang agar tidak menambah jumlah anak yang dimiliki
-nya sehingga mereka mampu berkarya, bekerja
nya-ta secara potensial sebagai sumber daya manusia.
c. Mengarahkan generasi muda untuk menghayati Nor
ma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)
sebagai cara hidup yang layak danbertanggung-jauab serta mendorong mereka untuk lebih banyak
bergiat dalam bidang pendidikan, ketrampilan,
kepramukaan, olah raga, kesenian dan sebagainya,
sebagai alternatif lain selain menikah dan mem
punyai anak.
d. Mamperkuat proses pelembagaan secara fisik dalam usaha KB, sehingga secara kelompok proses pena-nganan program semakin menjadi bagian yang in tegral dan kegiatan masyarakat sendiri.
e. Memperkuat proses pelembagaan yang bersifat men
tal spiritual dan lebih bersifat dukungan
psiko-logis, untuk membantu memberikan isi keyakinan
mental dan ketenangan batin bagi peserta KB.
(Masri Singarimbun, dalam 3urnal Prisma,
Nomor 3,
Tahun 1988,
halarnan 5-6).
Target 3 juta akseptor KB dalam Pelita Pertama
me-mang terlalu kecil bila dibandingkan dengan jumlah PUS pa
da Pelita itu. Namun sebagai perintis jumlah tersebut
cu-kup berarti, karena dengan dicapainya target, tersebutpun sasaran KB sesuai target, untuk tingkat nasional ma
sih tergolong tinggi. Data yang ada menunjukkan bahua
tingkat pertumbuhan penduduk pada periode 1970-1980
melon-jak dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada tahun
1950-an pertumbuhan penduduk masih berada pada tingkat
yang relatif rendah, yaitu antara 1,5-2,0^ pertahun; pada
tahun 1971 meningkat menjadi 2,1^ pertahun, dan pada
ta
hun 1980 melonjak menjadi
2,Z%
pertahun (Haryono
Suyono,
1987: 8).
Keberhasilan KB dalam menekan jumlah penduduk
ti-dak berarti bahua program KB titi-dak perlu dilanjutkan, ka
rena komposisi penduduk Indonesia tergolong muda. Tanpa
intensifikasi KB terhadap PUS muda clan generasi muda, ti
dak dijam in bahua mereka akan menerima KB (lihat komposi
si penduduk Indonesia pada halarnan 5). Malahan justru ka
rena pertumbuhan penduduk masih tergolong tinggi dan usia
penduduk muda. itulah program KB perlu lebih diintensifkan,
Untuk pembinaan PUS, khususnya PUS muda, perlu
di-ketahui sejauh manakah mereka menerima Norma Keluarga Ke
cil. Inilah yang l8bih mendasar dan lebih bersifat
psiko-logis. Dengan diketahuinya tahapan-tahapan PUS dalam me
nerima norma keluarga kecil tersebut, maka program
inten-sifikasi KB akan lebih berjalan lancar dan mendasar.
UMUR
Laki-lakip
T"£1:
75 70 65 60 55 50 ^5 10 35 30 25 20 15 10 c Perempuan Lakl-lakiV I 75 70 65 60 55 50 15 '10 35 30 25 20 15 10 5 0 PerempuanX
5j t a a n
.1
oV
0 0 5
J u t a a n
L a k l - l a k i
r
10 10 J
Jutaan-1980 UMUR 1.
1
J
1
5 10J u t a a n
Perempuan
Grnber 1 : Piremida Komposisi Penduduk Indonesia
menerima norma keluarga kecil. Supaya lebih mendasar,
ma-ka norma yang dimaksud diukur dari hal-hal barikut ini :
catur uarga atau hanya mempunyai dua anak, jarak kelahir
an sekurang-kurangnya 5 tahun atau hanya ada satu anak
ba-lita, nilai anak pria dan uanita sama saja, dan usia
ni-kah sekurang-kurangnya 20 tahun bagi uanita dan 25 tahun
bagi pria. Nilai-nilai inilah yang akan menentukan apakah
masyarakat akan menerima atau menolak norma keluarga ke
cil.
Penelitian ini akan diiaksanakan pada masyarakat
Desa Cineam Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya. Pene
litian terhadap masyarakat ini sangat panting, mengingat
angka kelahiran di desa tersebut jauh di bauah angka ke
lahiran nasional. Bentuk piramida komposisi penduduk
ti-dak berbentuk karucut terbalik, seperti pada komposisi
penduduk Indonesia, melainkan hampir lurus (lihat komposi
si penduduk Kecamatan Cineam pada halarnan 7).
Angka kela
hiran dan kematian per-1000 penduduk di Desa Cineam ter
golong rendah, dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1 : Angka Kelahiran dan Kematian di
Desa Cineam*
TAHUN 19 84 19 85 1986 1987
Kelahiran Kematian
18
7
13 4,5
11 5,2
9 3,5
~l - »
Laki-leki
\ J
i• • — — ,
10 5
Dua r a t u s a n
1987
UMUR
61
56
51
46
41
36 31 26
21
16
11
6
0
Perempuan P
5 10
[image:13.595.40.504.74.703.2]Dua raturan
Gambar 2 : Proposisi penduduk Kecamatan Cineom
Ta-sikmalaya (diambil dari Kantor Kecamatan
Cineam, Tahun 1987).
Rendahnya angka pertumbuhan penduduk di Desa Cine
am (bahkan di Kecamatan Cineam) karena norma keluarga ke
cil diduga telah dimiliki masyarakat sejak sebelum
diper-kenalkannya program KB. Berdasarkan uauancara dengan
be-berapa orang yang berusia lanjut di Desa Cineam diperoleh
informasi, bahua penduduk di Cineam hampir semuanya hanya
mempunyai anak satu, dua atau paling banyak tiga. Malahan
menurut mereka, orangtuanya pun kebanyakan hanya memiliki
lebih lanjut oleh mereka, bahua ada juga penduduk yang me
miliki anak lebih dari tiga, tetapi hanya sedikit dan ke
banyakan pendatang.
Telah diterimanya norma keluarga kecil oleh masya
rakat Desa (dan Kecamatan) Cineam tidak berarti bahua pe
lembagaan atau pembudayaan norma tersebut tidak perlu
di-lanjutkan. Malahan sebaliknya pembudayaan tersebut perlu
dipertahankan. Lagi pula belum diketahui secara pasti,
apakah mereka hanya mempunyai satu atau dua anak itu
di-sebabkan oleh telah diterimanya norma keluarga kecil atau
oleh faktor lain. Karena itulah, penelitian tentang tahap
penerimaan norma keluarga kecil oleh masyarakat Desa Ci
neam dipandang sangat panting. Syukur-syukur kalau mereka
telah menerima norma keluarga kecil. Tetapi bila mereka
mempunyai sedikit anak itu sebagai akibat penggunaan
cara-cara tradisional yang metnang dapat menghambat kehamilan,
karena ditaatinya perintah-perintah dan larangan-larangan
orangtua, tentu saja dapat luntur bila generasi mudanya
sudah tidak mempedulikan lagi cara-cara tradisional itu.
Melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal
yang sudah mentradisi dalam menjarangkan kelahiran, seba
gai akibat modernisasi di bidang gizi dan kesehatan,
di-khauatirkan menumbuhkan keinginan untuk berkeluarga besar.
Hasil studi kasus Terence H. Hull dan Valeria 3. Hull ta
terangan bahua dalam rangka membatasi jumlah anak dan
men-jarangkan kelahiran, mereka biasa tidak berkumpul setelah
melahirkan antara 15-18 bulan, yaitu selama bayi meminum
air susu ibu (ASI). Namun setelah adanya susu bubuk seba
gai pengganti ASI, banyak di antara mereka dari golongan
ekonomi menengah dan tinggi (untuk ukuran desa itu)
mem
percepat penghentian menyusui anaknya dan mempercepat
ber-hubungan kembali. Bila tidak menggunakan alat kontrasepsi,
maka kemungkinan hamil akan lebih tinggi dan lebih cepat.
Program KB menghendaki agar masyarakat bukan
seke-dar mempunyai sedikit anak, melainkan juga menggunakan
ca-ra-cara yang dapat menyehatkan dan membahagiakan.
Cara-ca-ra KB tCara-ca-radisional dipandang kuCara-ca-rang memenuhi haCara-ca-rapan prog
ram KB. Di desa (dan kecamatan) Cineam, masyarakat justru
banyak yang menggunakan KB tradisional. Berdasarkan
uauan-cara dengan beberapa penduduk di Desa Cineam, cara-cara
KB tradisional yang mereka gunakan ialah: dipijit, yaitu
untuk menjauhkan kantung kandungan atau menggugurkan
kan-dungan yang baru kurang dari seminggu, memakan ramuan
ter-tentu (seperti akar-akaran dan daun-daunan), memakan
ma-kanan yang pahit dan kesat, tidak memakan mama-kanan yang
berlemak (kalaupun memakan daging ialah daging yang
diba-kar dan gosong), dan setelah melahirkan tidak berhubungan
si istri duduk pada bungkusan debu panas, yang menurut me
reka supaya kantung kandungan menjauh dan mengkerut.
Cara-cara demikian memang diturunkan oleh orangtua secara
tu-run temurun.
Para Petugas Lapangan KB (PLKB) dan pomerintah
se-tempat menginginkan agar masyarakat mengikuti KB medis
yang diprogramkan oleh pemerintah, karena KB tradisional
dipandang tidak menunjang kesehatan. Namun diduga
informa-si tentang KB medis yang diterima oleh masyarakat banyak
hal-hal yang negatifnya, sehingga mereka sulit untuk
me-nerimanya. Sekalipun dalam catatan akseptor, baik yang ada
di kantor kecamatan ataupun di Kantor Urusan Agama Cineam
mereka tercatat sebagai akseptor pil, namun setelah
diada-kan uauancara dengan mereka (beberapa akseptor pil),
ter-nyata banyak diaantara mereka yang tidak memakan pil, me
lainkan tetap menggunakan cara-cara KB tradisional.
Mengamati gejala pelaksanaan KB di Desa Cineam
tim-bul pertanyaan, apakah mereka menggunakan cara-cara KB
tradisional itu karena mendukung norma keluarga kecil atau
karena mereka merasakan senangnya (berhubungan sex) ? Me
nurut pengakuan mereka, bahua cara-cara KB tradisional
me-nambah gairah dalam berhubungan sex.
Mengamati di manakah tempat tinggal penduduk Cine
am, memperkuat dugaan bahua mengikuti KB tradisionalada-lah untuk kegairahan hubungan sexual, bukannya
menerima
norma keluarga kecil. Kalaupun menerima norma keluarga ke
cil adalah dalam batas tertentu, khususnya dalam catur
uarga dan menjarangkan kelahiran, bukannya norma keluarga
kecil sebagaimana yang dikehendaki pemerintah. Selama me
reka tinggal di Kecamatan Cineam, mereka mengikuti norma
keluarga kecil (dalam batasan mereka), karena memang
di-kondisikan oleh masyarakat. Misalnya saja, dukun bayi ma
sih besar perananya dalam melembagakan norma ini. Dukun
bayi kurang membantu PUS yang tidak disiplin mengikuti
pe-raturannya. Sebagai misal, PUS yang melakukan hubungan sex
di luar uaktu yang telah ditentukan dimarahinya. Terkadang
dukun bayi berkata dengan nada marah: "sudah, setelah ini
kamu jangan minta bantuan lagi padaku, bila kamu masih
te-tap tidak disiplin !" Faktor apa yang mendorong dukun ba
yi melakukan hal itu, tidak diketahui, apakah karena
me-nyadari betapa pentingnya keluarga kecil ataukah karena
adanya kauntungan-keuntungan material dari dilaksanakannya
keluarga kecil itu. Misalnya saja, dengan diikutinya kelu
arga kecil, masyarakat secara rutin (bulanan) datang
ke
dukun bayi dengan memberikan imbalan uang. Selain itu, ca
ra-cara mijit dan ramuan yang disediakan dukun bayi tidak
diketahui oleh masyarakat umum dan dukun bayi pun
cende-rung merahasiakannya. la hanya membukakan rahasia itu
dukun bayi. Faktor lain yang menimbulkan membudayanya nor
ma keluarga kecil, dalam batasan masyarakat Desa Cineam,
ialah kebiasaan tetangga menginap di rumah orang yang ba
ru melahirkan. Orang yang baru melahirkan, dalam tradisi
di Cineam, harus menginap di tengah rumah atau di kamar
terbuka selama sekurang-kurangnya 40 hari. 3elas sekali,
selama masa tersebut si suami tidak dapat dekat dengan
is-trinya. Selama si istri tidak dihubungi oleh suaminya, ia
diberi ramuan oleh dukun bayi dan menduduki bungkusan
de-bu a§nas, yaitu untuk mengerutkan dan mengeringkan kantung
kandungan, supaya tidak cepat hamil lagi. Demikian
kete-rangan mereka.
Masyarakat pendatang pun banyak yang mengikuti tra
disi KB Cineam. Sebaliknya, penduduk Cineam yang tinggal
di daerah lain yang jauh dari Cineam justru mempunyai ba
nyak anak. Menurut keterangan penduduk Cineam, mereka mem
punyai anak banyak karena jauhnya \o dukun bayi di Cineam,
sedangkan mereka tidak mau menggunakan KB medis. Dari da
ta ini sukar untuk disimpulkan bahua keluarga kecil sudah
menjadi norma masyarakat Cineam. Seandainya mereka memi
-liki norma keluarga kecil, tentu mereka tidak akan
mengan-dalkan cara-cara KB tradisional saja, mungkin mereka akan
memilih alt8rnatif lain seperti mengikuti KB medis. Oleh
karena itu diduga masyarakat Desa Cineam belum sepenuhnya
KB tradisional karena kondisi lingkungan dan gairahnya hu
bungan sexual suami-istri. Dikhauatirkan di kemudian hari
setelah tidak terdapatnya dukun bayi yang mampu melakukan
J**
f
hal itu (cara KB tradisional) atau ganerasi mudanya tidak
mau mengikuti perintah dan larangan orangtua dalam
menja-ga makanan, minuman dan tradisi-tradisi lainnya, sedang
-kan mereka belum menerima norma keluarga kecil, maka per
tumbuhan penduduk akan lebih pesat.
Oleh karena itu, persoalan yang paling mendasar ia
lah penerimaan norma keluarga kecil oleh masyarakat Cine
am. Disadari, bahua untuk memasyarakatkan norma keluarga
kecil perlu dilakukan oleh tenaga ahlinya, dalam hal ini
pendidik luar sekolah. Informasi tentang keluarga kecil
selama ini tidak diproses oleh ahlinya, melainkan
rnengge-linding sendiri, baik oleh aparat pemerintah setempat,
PL-KB, anggota masyarakat lainnya, pamplet-pamplet, penyuluh
PKK, ataupun dari radio dan televisi. Supaya masyarakat
menerima norma keluarga kecil, di samping perlunya menggu
nakan tenaga ahli (dalam hal ini pendidik luar sekolah),
terlebih dahulu perlu diketahui sudah sampai tahap
mana-kah penerimaan norma tersebut oleh masyarakat Cineam. De
ngan diketahuinya tahapantahapan tersebut, maka pening
-katan ke tahap berikutnya akan lebih mudah diprogram olehsulit untuk menentukan langkah-langkah pembinaan atau
pe-ningkatan tahap penerimaan mereka terhadap norma itu.
B. Pembatasan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Penelitian ini akan mengungkapkan proses adopsi
inovasi norma keluarga kecil oleh PUS di Desa Cineam,
Ta-sikmalaya. Disebut proses adopsi inovasi terhadap
norma
keluarga kecil, karena gagasan norma ini merupakan
gerak-an pembaharugerak-an ygerak-ang dicetuskgerak-an oleh pemerintah, dalam hal
ini BKKBN. Sekalipun gerakan pembaharuan norma keluarga
kecil telah dirintis mulai Pelita Pertama dan
disebarluas-kan dalam Pelita Ketiga, namun masyarakat akan menerima
-nya secara individual. Dapat saja sekarang (tahun 1989)
ada orang yang,baru tahu tentang adanya norma keluarga ke
cil,
bahkan mungkin juga ada orang yang belum tahu
sama
sekali tentang adanya norma itu; dan mungkin juga ada
orang yang telah menerima (mengadopsi) keluarga kecil se
bagai norma hidupnya. Dalam hal ini, pembaharuan diarti
kan sebagai suatu yang baru secara subyektif dan indivi
-dual, sebagaimana dikemukakan oleh Rogers dan Shoemaker
(1971: 19) bahua
"...
innovation is the perceived or sub
jective neuness of the idea for the individual that deter
mines his reaction to it."
Sehubungan dengan proses adopsi inovasi itu, Rogers
inovasi, maka seseorang harus meleuati 5 tahapan. Kelima
tahapan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Tahap _£: Sadar atau auareness stage. Pada tahap ini
seseorang mulai menyadari adanya sesuatu inovasi.
Tahap II: Minat atau interest stage. Pada tahap ini
telah timbul minat atau tertarik untuk mengetahui lebih
jauh sesuatu inovasi. Seseorang ingin mengetahui lebih ba
nyak tentang sesuatu yang baru itu, sehingga ia mulai
ber-tanya-tanya.
Tahap III: Penilaian atau evaluation stage. Sete
lah memperoleh keterangan lebih banyak, seseorang mulai
menimbang-nimbang apakah gagasan pembaharuan itu dapat
di-laksanakan oleh dirinya, apakah akan menguntungkan
diri-nya, dan apakah sudah saatnya untuk melaksanakan gagasan
baru itu.
Tahap IV: Percobaan atau trial stage. Pada tahap
ini ia telah mau mencoba gagasan baru itu, meskipun masih
dalam skala kecil.
Tahap _V: Adopsi atau adoption stage. Pada tahap ini
ia telah melaksanakan gagasan baru itu dalam skala besar
secara terus menerus.
Diungkapkan lebih lanjut oleh Rogers, bahua proses
adopsi ini berlaku untuk semua orang yang mengadopsi idea
atau gagasan baru itu.
Hanya saja uaktu yang
diperlukan
sama antara satu orang dengan orang yang lainnya. Selain
itu, proses ini tidak selalu sampai pada tahap V (adopsi).
Dalam penelitian ini, proses adopsi inovasi norma
keluarga kecil diperiksa dengan menggunakan tolok ukur
yang dirumuskan dalam kelima tahapan itu. Kelima tahapan
proses adopsi itu digunakan untuk rnelihat, sudah sampai
tahap manakah PUS di Desa Cineam menerima norma
keluarga
kecil. Memang, sebagaimana telah diksmukakan dalam
petnba-hasan terdahulu, bahua di Cineam telah msntradisi mempu
-nyai sedikit anak dan menjarangkan kelahiran sekurang-ku
rangnya 5 tahun (lihat kembali piramida komposisi penduduk
Kecamatan Cineam dalam Garnbar 2,
halarnan 7).
Namun tidak
lah berarti bahua semua masyarakat telah mencapai tahap V.
Tentunya akan ada variasi di antara berbagai kelompok ma
syarakat itu. Mungkin ada PUS yang baru mencapai tahap I,
III, atau mungkin juga tahap V, dan seterusnya.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang proses adopsi
inovasi norma keluarga kecil di Desa Cineam, maka PUS akan
dibagi ke dalam beberapa kelompok, berdasarkan
pertimbang-an berikut: jenis kelamin, usia, usia menikah, banyak anak,
jenis kelamin anak, alat kontrasepsi yang digunakan, asal
daerah,
banyak saudara kandung,
dan cara KB orangtua PUS,
serta banyak hari dan jam kerja PUS.
Pengelompokan PUS demikian dimaksudkan untuk rneli
terhadap tinggi-rendahnya tahap adopsi inovasi norma kelu
arga kecil. Untuk lebih memperjelas arah penelitian, maka
akan dikemukakan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Pada tahap manakah PUS di Desa Cineam mengadopsi norma
keluarga kecil ?
2. Adakah perbedaan tahap adopsi inovasi norma keluarga
kecil berdasarkan pengelompokan PUS berikut ini:
a. jenis kelamin PUS ?
b. usia PUS ?
c. usia menikah PUS ?
d. banyak anak yang dimiliki oleh PUS ?
e. jenis kelamin anak yang dimiliki oleh PUS ?
f. ikut-tidaknya KB PUS ?
g. alat kontrasepsi yang digunakan oleh PUS ?
h. asal daerah PUS ?
i. banyak saudara kandung PUS ?
j. cara KB orangtua PUS ?
k. banyak hari kerja PUS perminggunya ?
1. banyak jam kerja PUS perharinya ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran
tentang proses pembudayaan norma keluarga kecil, yang le
proses adopsi inovasi norma keluarga kecil oleh PUS di De
sa Cineam, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya.
Ada-pun secara operasional, penelitian ini bertujuan:
1. Memparoleh "gambaran" tentang tahap adopsi inovasi nor
ma keluarga kecil oleh PUS di Desa Cineam Tasikmalaya.
2. Menganalisis ada-tidaknya perbedaan tahap adopsi ino
vasi norma keluarga kecil berdasarkan pengelompokan PUS
berikut ini:
a. PUS yang pria dengan yang uanita;
b. PUS yang berusia 20-29 tahun. 30-39 tahun dengan
yang 40 tahun ke atas;
c. PUS yang menikah sebelum berusia 20 tahun (uanita)
atau 25 tahun (pria) dengan yang menikah sesudah
usia itu;
d. PUS yang mempunyai anak dengan yang tidak mempunyai
anak;
a. PUS yang baru mempunyai anak satu, dua, dengan yang
mempunyai tiga atau lebih;
f. PUS yang mempunyai anak uanita saja, anak pria saja
dengan yang mempunyai anak pria dan uanita;
g. PUS yang mengikuti KB dengan yang tidak mengikuti KB;
h. PUS yang menggunakan alat kontrasepsi pil, suntikan
dengan spiral;
i. PUS yang orangtuanya mempunyai 1-2 anak, 3-4 anak,
j. PUS yang orangtuanya mengikuti KB dengan yang orang
tuanya tidak mengikuti KB;
k. PUS yang orangtuanya mengikuti KB tradisional dengan
yang orangtuanya mengikuti KB medis;
1. PUS yang suami-istrinya berasal dari Cineam dengan
yang berasal dari luar Cineam, atau salah satu sua
mi-istrinya berasal dari Cineam;
m. PUS yang bekerja dalam seminggunya 6-7 hari dengan
yang kurang dari 6 hari;
n. PUS yang bekerja dalam seharinya lebih dari 7 jam
dengan yang 7 jam ke bauah.
D. Manfaat Penelitian
Setelah diperoleh gambaran tentang tahap adopsi
inovasi norma keluarga kecil oleh PUS di Desa Cineam
be-serta analisisnya tentang ada-tidaknya perbedaan tahap
adopsi inovasi oleh berbagai kelompok PUS tersebut, pene
litian ini dimaksudkan pula untuk memberikan rekomendasi
yang berhubungan dengan:
1. Reorientasi penyuluhan KB. Bila di masa-masa yang lalu
(demikian pula kini) penyuluhan KB lebih ditekankan ke
pada memperkenalkan dan mempropagandakan alat-alat kon
trasepsi, maka dengan diketahuinya tahap-tahap adopsi
inovasi norma keluarga kecil, dapat lebih ditekankan
de-dengan memperhatikan tahap-tahap adopsinya secara in
dividual.
2. Pemanfaatan kekuatan sosio-budaya yang menunjang pene
rimaan norma keluarga kecil, yaitu nilai-nilai budaya
apa saja yang menunjang diterimanya norma keluarga ke
cil. Diduga pada masyarakat Cineam telah ada nilai-ni
lai budaya mengenai norma keluarga kecil. Namun
pema-haman masyarakat Cineam tentang norma keluarga kecil
tidak selengkap yang diprogramkan pemerintah, dalam hal
ini BKKBN. Pengertian mereka tentang norma keluarga ke
cil terbatas pada catur uarga dan jarak kelahiran se
kurang-kurangnya 5 tahun.
3. Reorientasi penyuluhan KB di daerah-dasrah yang
keada-an masyarakatnya sama atau hampir sama dengan masyara
kat Cineam, khususnya mengenai ada-tidaknya nilai bu
daya keluarga kecil. Selama ini, menurut apa yang
pe-nulis amati, para penyuluh KB tidak memperhatikan
ka-rakteristik masyarakat, khususnya tentang ada-tidaknya
nilai-nilai budaya keluarga kecil. Yang diperhatikan
oleh PLKB hanyalah ketaatan masyarakat terhadap agama.
Mereka cenderung membacakan dalii-dalil agama, seperti
ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits, yang menunjang keluar
E. Proses Pembudayaan Norma Keljjarga Kecil
.sebagai Uila
va h Studi Pendidikan Luar Sekolah
A f l M H M i .1 •IIIIM11 • ,IIHW «•>«•— IMlll.l.l.Ml>llll.l.l.»v —"-.' ... „..,',.,fc,.*l-..*-V.;.*-»*l
Non Formal Education atau Pendidikan Luar Sekolah
(PLS) pada prinsipnya sama dengan pendidikan secara umum,
baik formal ataupun informal. Dengan demikian tujuan umum
PLS adalah menyadarkan masyarakat (khususnya orang deuasa)
agar menjadi manusia terdidik.
Dalam studi ini, proses pembudayaan ditekankan ke
pada proses adopsi inovasi, yang akan menggunakan
pende-katan Rogers dan Shoemaker (akan diungkap lebih panjang
dalam Bab II). Mereka menyebutkan adanya lima tahap dalam
proses adopsi, di mana auareness (sadar) merupakan
tahap
pertamanya, atau tahap yang paling rendah. Namun berbeda
dengan tujuan umum PLS, sadar dalam pengertian Rogers dan
Shoemaker lebih merupakan "pengenalan aual" atau baru me
ngenai dan belum mengetahui secara lebih jauh. Adapun sa
dar dalam tujuan umum PLS merupakan titik kulrninasi dari
pengatahuan, sikap, motif dan perilaku yang
bertanggungja-uab. 3adi, tahap tertinggi dari Rogers dan Shoemaker, ya
itu adopsi. dapat dikategorikan sebagai "sadar" dalam tu
juan umum PLS. Dengan demikian, tercapainya tahap adopsi
oleh masyarakat sudah menunjukkan berhasilnya tujuan PLS,
yaitu bahua masyarakat telah "manyadari" pentingnya meng
adopsi suatu inovasi.
beraneka ragam, yang secara operasional mempunyai tujuan
yang bermacarn-macam pula. Berbeda dengan pendidikan for
mal persekolahan yang lebih mempunyai aturan ketat (usia,
entry behavior, jadual kegiatan, dan Iain-lain), PLS
le
bih bersifat suka rela bagi para pesertanya dan bersifat
praktis.
Frederick H.
Harbison (1973: 5-6)
mengklasifikasi-kan PLS ke dalam tiga kategori yang luas, yang pada
inti-nya adalah sebagai berikut:
1. Aktifitas terutama berorientasi untuk pengembangan
ke-trampilan dan pengetahuan bagi tenaga kerja yang sudah
bekerja. Misalnya: in-service training dalam
perusaha-an atau kantor-kantor pemerintah, aktifitas belajar
sambil bekerja di perdagangan, pertanian, organisasi
sosial atau politik, dan pusat pendidikan petani.
2. Aktivitas terutama diarahkan untuk mempersiapkan masya
rakat (khususnya kaum muda) untuk memasuki dunia kerja.
Misalnya: youth-program, village polytecknics, vocati
onal training, dan programprogram lain untuk mengem
-bangkan pengetahuan dan ketrampilan sebagai bekal me
masuki dunia kerja.
3. Aktifitas yang tidak dihubungkan secara langsung dengan
tenaga kerja, melainkan mengarah pada pengembangan
ke-hidupan sosial, kebudayaan, dan peBahabatan. Misalnya:
ke-"keluarga berencana", serta program radio, televisi,
dan surat kabar.
Di Indonesia, PLS merupakan usaha pemerataan pen
didikan, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. PLS
ber-fungsi bukan saja sebagai komplemen, melainkan juga
sBba-gai suplemen dari pendidikan formal persekolahan. Dalam
kaitannya dengan pelaksanaan prinsip pendidikan seumur
hi-dup, pendidikan persekolahan memberikan dasar bagi
perkem-bangan sisua selanjutnya. Adapun PLS melengkapi penyeleng'
garaan pendidikan yang tidak (mungkin) dilakukan oleh
pen-didikan persekolahan. Selain itu, PLS menyiapkan para uar'
ga belajar agar menguasai ketrampilan-ketrampilan khusus,
serta sikap dan "nilai" yang relevan dengan tujuan pendi
dikan dan pembangunan bangsa. Norma keluarga kecil merupakan salah satu "nilai" hidup yang sedang giat-giatnya
di-perjuangkan oleh bangsa Indonesia.
Selama ini, pembudayaan norma keluarga kecil lebih
banyak dilakukan melalui berbagai madia massa, petugas
la-pangan KB, dan para tokoh pemerintah serta masyarakat. Be
lum ada upaya khusus yang dilakukan secara profesional,
yaitu malalui PLS.
Membaca uraian Frederick H.
Harbison tentang P L S
yang telah dikemukakan tadi dapat ditarik dua kesimpulan:
(1) pembudayaan norma keluarga kecil merupakan salah satu
profesional, dalam hal ini tenaga profesional PLS.
3adi, untuk membudayakan norma keluarga kecil ti
daklah cukup hanya mengandalkan BKK3N, dalam hal ini PLKB,
ataupun dengan tokoh-tokoh masyarakat lainnya. 3ustru
ke-semua itu perlu diadakan koordinasi. PLKB dan tokoh-tokoh
masyarakat lainnya yang memberikan urunan terhadap
kesuk-sesan pelembagaan norma keluarga kecil merupakan agen PLS.
Tenaga profesional PLS perlu mengorganisir dan
merencana-kan program pendidimerencana-kannya. Terlebih-lebih pelembagaan
su-atu nilai atau norma, mernerlukan penanganan yang seksama.
Uinarno Surakhmad (1987: 7-10 dan 33) mengemukakan
proses penghayatan nilai dalam empat kategori, yaitu: adaorang yang mempunyai penghayatan terhadap suatu nilai dan
mengamalkan nilai tersebut; ada orang yang mempunyai peng
hayatan terhadap suatu nilai, tapi tidak mengamalkannya ;
ada orang yang tidak mempunyai penghayatan terhadap suatu
nilai, tapi mengamalkan nilai tersebut; dan ada orang ti
dak mempunyai penghayatan dan tidak mengamalkan suatu ni
lai (sebagai kebalikan dari kategori pertama).
Norma keluarga kecil sebagai suatu nilai hidup
ten-tunya teruujud juga dalam keempat kategori tersebut, seka
lipun rentang antara kategori pertama dan keempat mungkin
akan banyak sekali.
Di sinilah justru letak pentingnya pe
nanganan profesional dalam membudayakan norma keluarga ke
METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
ALAT PENGUMPUL DATA
A. Ponulasi dan Samuel Penelitian
Sesuai dengan masalah, variabel dan tujuan penelitian
yang telah dikemukakan dalam bab pertama, penelitian
ini
mengambil populasi permasalahan sebagai berikut :
1. Tahap adopsi inovasi norma keluarga kecil oleh pa
sangan usia subur di Desa Cineam Tasikmalaya
2. Latar belakang pribadi pasangan usia subur di Desa
Cineam Tasikmalaya
3. Ada-tidak adanya perbedaan tahap adopsi
inovasi
norma keluarga kecil berdasarkan perbedaan
latar
belakang pribadi pasangan usia subur di Desa
Ci
neam Tasikmalaya.
Sumber perolehan data untuk menelaah populasi
terse
but adalah Pasangan Usia Subur (PUS) di berbagai dusun
di
Desa Cineam Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya. Banyak
PUS di Desa Cineam pada bulan Pebruari 1989 adalah
726
orang. Perincian PUS pada setiap dusun dapat
diperhatikan
dalam tabel berikut :
DUSUN JUMLAH
1. Cineam
2. Rahayu
3. Sukagalih
4. Sukamulya
202 1/fO
244
140
Jumlah PUS 726
Diambil dari Kantor PLKB Kecamatan
Cineam, Pebruari 1989.
Penentuan ukuran sampel dilakukan berdasarkan perhi
tungan sampel minimal. Untuk keperluan tersebut
diidenti-fikasi jumlah PUS laki-laki dan PUS perempuan, yaitu
329
orang PUS laki-laki dan 397 orang PUS perempuan.
Setelah dilakukan perhitungan, yaitu berdasarkan data
tahap adopsi inovasi norma keluarga kecil oleh 195 PUS (86
orang PUS laki-laki dan 109 orang PUS perempuan)
di Desa
Cineam Tasikmalaya, diperoleh hasil seperti dalam
tabel
berikut :
TABEL 3.2
HASIL PERHITUNGAN UKURAN SAMPEL
Jenis
kelamin
Nh
sh2
s h
Nh Sh
Nh s2h
Laki-laki
Perempuan
329
397
1,40
1,42
1,96
2,02
460,60
563,74
645,76
800,81
d =
t
atau
d =
t
(-r£—)
(Rochman Natawidjaja,
Vn
1988 : 82)
d= 1,96
(Y{*9f~
) = 0,20
n =
Nh sh
(Rochman Natawidjaja,
(N)2 (d/1,96)2 + Nh s\
W8 :81)
_ (1Q24.34)2
(726)2 (0,20/1,96)2 + 1446,60
= 151,31
dibulatkan menjadi 151.
Jadi sampel minimal adalah 151 orang. Adapun untuk
laki-laki adalah : 329/726 x 151
= 68 orang, sedangkan
perem
puan adalah : 397/726 x 151
= 83 orang.
Dengan mempertimbangkan semakin banyak sampel semakin
representatif, maka sebanyak instrumen yang dapat
diolah
tersebut, yaitu sebanyak 195 eksemplar (dari 195 PUS)
eli
te tapkan sebagai sampel. Jadi untuk pengolahan selanjutnya
ditetapkan sampel sebanyak 195 orang PUS di Desa
Cineam
Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya.
B* Metode Penelitian dan Instrumen Pengumpulan Data
Penelitian ini bertujuan memperoleh "gambaran" ten
tang tahap adopsi inovasi norma keluarga kecil oleh
pa
sangan Usia Subur di Desa Cineam Kecamatan Cineam
Kabupa
ten Tasikmalaya.
Selain itu akan dilihat pula, dalam arti
dikomparasa-sikan, tahap adopsi inovasi norma keluarga kecil
tersebut
gambaran keadaan yang sedang berlangsung pada saat peneli
tian dilakukan. Gambaran itu selanjutnya akan dianalisis,baik secara deskriptif ataupun komparatif, untuk selanjut
nya diambil kesimpulan dan implikasi serta rekomendasinya.
Untuk memenuhi maksud di atas, serta sejalan dengan
tujuan penelitian yang telah diungkapkan dalam bab
perta
ma, maka metode yang paling memadai adalah
deskriptif-ana-lisis.
Ada dua jenis data yang akan dihimpun dalam peneliti
an ini, yaitu : (1) tahap adopsi inovasi norma keluarga
kecil, dan (2) latar belakang pribadi responden. Data per
tama berbentuk ordinal, sedangkan data kedua ada yang
ber-bentuk nominal dan ordinal.
1. Tahap adopsi inovasi norma keluarga kecil pada pa
sangan usia subur. Data ini diperoleh dari pasangan usia subur di Desa Cineam Kecamatan Cineam
Ka-i
bupaten Tasikmalaya, yang dijaring dengan
"fLnven-tori" tahap adopsi inovasi norma keluarga kecil.
2. Latar belakang pribadi pasangan usia subur. Data
ini diperoleh dari pasangan usia subur di Desa Ci
neam Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya dengan
menggunakan "lembar informasi", yang menyangkut :
jenis kelamin, usia, usia menikah, banyak anak,
jenis kelamin anak, ikut-tidaknya KB, alat kontra
sepsi, asal daerah, banyak saudara kandung,
ikut-tidaknya KB orang tua, cara KB orang tua, banyak
C. Pengembangan Inventori
1. Langkah-langkah penyusunan inventori
Inventori tahap adopsi inovasi norma keluarga kecil,
sebagaimana telah disebutkan dalam bab pertama akan meng
gunakan Teori Rogers, yang membagi tahap-tahap tersebut ke
dalam 5 tahapan. Adapun langkah-langkah penyusunan inven
tori adalah sebagai berikut :
Langkah 1 : mengidentifikasi ciri-ciri norma keluarga
kecil. Berdasarkan telaah literatur, bahwa ciri-ciri norma
keluarga kecil yang pokok ada 4, yaitu :
a. Catur warga. yaitu keluarga yang terdiri dari seorang
ayah, seorang ibu dan dua orang anak;
b. Hanya mempunyai satu anak balita (bawah lima tahun) da
lam arti bahwa jarak kelahiran antara anak yang perta
ma dengan anak yang kedua sekurang-kurangnya 5 tahun;
c. Nilai anak laki-laki dan perempuan sama. dalam arti
bahwa sekiranya keluarga hanya mempunyai anak laki-laki
atau hanya mempunyai anak. perempuan, maka keluarga
(o-rang tuanya) tidak berkeinginan untuk mempunyai
anak
kandung dari jenis kelamin yang lainnya;
d. Usiq kawin sekurang-kurangnya 25 tahun bagi laki-laki
dan 20 tahun bagi perempuan, termasuk juga bagi orang
tua tidak menikahkan anak laki-lakinya sebelum berusia
25 tahun dan tidak akan menikahkan anak perempuannya
sebelum berusia 20 tahun.
Keempat ciri norma keluarga kecil tersebut kemudian
mendapatkan penilaiannya. Setelah diwawancarakan, ternyata
Kepala BKKBN tersebut memandang bahwa keempat ciri
terse
but memang telah menggambarkan norma keluarga kecil.
Langkah 2 : mengidentifikasi karakteristik perilaku.
Hal ini dilakukan baik dengan mengkaji berbagai sumber
ba-caan, terutama hasil-hasil penelitian terdahulu, ataupun
dengan melihat berbagai tanggapan masyarakat tentang norma
keluarga kacil. Pada akhirnya diperoleh sejumlah
karak
teristik perilaku yang dapat diikhtisarkan sebagai
beri
kut :
Ciri karakteristik perilaku catur warga :
1. Banyaknya anggota masyarakat yang mempunyai
dua
anak
2. Kehidupan keluarga yang mempunyai dua anak
sejah-tera
3. Kehidupan keluarga yang mempunyai dua anak bahagia
4. Be ban mendidik dan menyekolahkan dua anak
relatif
ringan
Ciri karakteristik perilaku dari hanya mempunyai satu
anak balita atau jarak kelahiran sekurang-kurangnya 5
tahun :
5. Merawat satu anak balita relatif ringan
6. Adanya satu anak balita dalam keluarga menumbuhkan rasa senang, baik pada anak ataupun orang tua
7. Jarak kelahiran sekurang-kurangnya 5 tahun dapat menjaga kesehatan ibu dan anak
8. Mendidik satu anak balita relatif ringan
Ciri karakteristik perilaku dari nilai anak laki-laki
dan perempuan sama :
9. Banyaknya anggota masyarakat yang hanya mempunyai
anak laki-laki atau perempuan saja
10. Mempunyai anak laki-laki saja ataupun perempuan . saja dapat membahagiakan keluarga
11. Merawat anak laki-laki saja ataupun perempuan saja
sama saja baik beratnya ataupun ringannya
12. Mendidik anak laki-laki ataupun perempuan sama sa
Ciri karakteristik perilaku dari usia kawin
sekurang-kurangnya 25 tahun bagi laki-laki dan 20 tahun bagi
perempuan :
13. Banyaknya kaum pria yang menikah setelah berumur
25 tahun dan kaum wanita setelah 20 tahun
14. Laki-laki yang menikah setelah berumur 25 tahun
dan wanita yang menikah setelah berumur 20 tahun relatif siap untuk berkeluarga
15. Laki-laki yang menikah setelah berumur 25 tahun dan perempuan yang menikah setelah berumur 20 ta hun relatif mampu mendidik anak-anaknya kelak
16. Usia pernikahan ideal ialah bila laki-laki telah
berumur 25 tahun dan perempuan telah berumur 20 tahun.
Langkah 3. : merumuskan kegiatan khusus. Dari karak
teristik perilaku yang telah diidentifikasikan tadi,
di-turunkan rumusan kegiatan-kegiatan khusus dalam bentuk
pernyataan singkat untuk setiap tahapan. Misalnya untuk
perilaku "kehidupan keluarga yang mempunyai dua anak
se-jahtera", disusun pernyataan khusus sebagai berikut :
Tahap 1 : Menurut yang saya dengar, kehidupan keluar ga yang mempunyai dua anak akan sejahtera
Tahap 2 : Saya ingin mengetahui keuntungan-keuntungan
material dari mempunyai dua anak
Tahap 3 • Saya berpendapat, bahwa keluarga yang mem
punyai dua anak kehidupannya akan sejahtera Tahap 1+ : Saya akan mencoba tidak menambah jumlah
a-nak lebih dari dua, dengan menggunakan alat
kontrasepsi yang terjangkau
Tahap 5 : Saya tidak akan menambah jumlah anak lebih
dari dua, sekalipun saya mempunyai rizki
banyak.
Demikian seterushya dirumuskan pernyataan khusus
se-rupa yang diturunkan dari karakteristik perilaku, untuk
setiap tahap adopsi inovasi norma keluarga kecil. Untuk
i-tu disusun sebanyak 20 buah pernyataan uni-tuk setiap tahap
an sehingga keseluruhannya tersusun 100 buah pernyataan.
/
Langkah
]±
: memilih pernyataan khusus tahap pertama.
itu didiskusikan bersama-sama dengan orang ahli yang te
lah menguasai persoalannya. Maksud diskusi itu ialah untuk
mengetahui apakah setiap pernyataan yang tersusun telah
mewakili tahap adopsi inovasi keluarga kecil yang dimaksud
dan juga merupakan penurunan dari karakteristik perilaku
yang bersangkutan. Dari tahap pengembangan ini
diperoleh
56 rumusan pernyataan dipandang memadai, ialah
terutama
rumusan-rumusan untuk Tahap I, Tahap II dan Tahap III, se
dangkan untuk Tahap IV dan Tahap V dipandang tidak memadai.
Pada tahap ini didiskusikan pula perbaikan perumusan per
nyataan agar dapat menjaring tahap yang diinginkan.
Dis
kusi perbaikan pernyataan difokuskan terhadap terhadap
ke
44 pernyataan, yang hampir seluruhnya
pernyataan-pernyata-an dari Tahap IV dpernyataan-pernyata-an Tahap V. Pada tahap ini dilakukpernyataan-pernyata-an pu
la penghalusan pernyataan, baik dilihat dari
penggunaan
kata maupun susunan kalimatnya.
Langkah 5. : memilih pernyataan khusus tahap kedua.
Pada tahap ini dilakukan pemilihan pernyataan dengan tujuan untuk memperhalus pernyataan-pernyataan yang ke 100
buah tadi. Tahap ini dilakukan dengan menyajikan
seluruh
daftar pernyataan kepada 5 orang pasangan usia subur
di
perkampungan tempat tinggal penulis (di dekat Komplek
Pe-rumahan Dosen Unpad, Cigadung I Bandung) yang sudah
tamat
sekolah dasar, untuk mengetahui apakah pernyataanpernya
-taan itu dapat dipahami oleh mereka. Hal ini dilakukan
belum tamat Sekolah Dasar tapi sudah dapat membaca dan
me-nulis serta berbahasa Indonesia. Pada akhir tahap ini
di-kukan perbaikan terakhir terhadap pernyataan-pernyataan
yang membutuhkannya.
Beberapa pernyataan tidak dipahami
o-leh mereka, sehingga perlu diperbaiki. Adapun kata-kata
yang memang sulit untuk diganti terpaksa dibiarkan,
selama
sebagian besar dari mereka dapat memahminya. Namun bagimereka yang tidak memahami perlu diberikan penjelasan ten
tang maksud dari kata-kata yang dianggap sulit oleh
seba
gian responden itu.
Langkah 6 : memilih pernyataan khusus tahap ketiga.
Pada tahap ini dilakukan penilaian (judgement) oleh
tiga
orang penilai (rater) untuk menilai kesahihan semua
per
nyataan itu. Hasilnya dianalisis secara statistik, yanghasilnya akan merupakan kadar validitas seluruh
perang-kat pernyataan itu. Analisis ini dilakukan dengan
menghi-tung reliabilitas antar penilaian (interrater reliability)
dengan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh R.L. Ebel
(Rochman Natawidjaja, 198*+, hal. 19D, yaitu sebagai
ber-kut :
V - V
j
_
P
a
rll
Vp+ Ck-X) Va
Rumus tersebut digunakan untuk menghitung reliabili
tas penilaian seorang penilai. Adapun untuk menghitung re
liabilitas penilaian dari sejumlah penilai, Ebel
mengem
bangkan rumus sebagai berikut (Rochman Natawidjaja, 1984
rkk =
V - V
P e
"—"V
P
Keterangan untuk kedua rumus tersebut ialah :
' *"ll
= reHabilitas penilaian seorang penilai
rkk
= reliabilitas penilaian semua penilai
V = variansi untuk pernyataan-pernyataan
V = variansi untuk galat
k
= banyaknya penilai (rata).
Inventori tahap adopsi inovasi norma keluarga kecil
dinilai (di"judge") oleh tiga orang penilai yang ahli
da
lam penyusunan instrumen penelitian, yaitu dua orang
guru
besar yang menjadi dosen pada Fakultas Pasca Sarjana
IKIP
Bandung dan seorang lagi Doktor yang menjadi dosen pada
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Bandung.
Suatu pernyataan dianggap memadai bila dipandang
te
lah memenuhi kriteria, baik susunan kata-kata ataupun
ta
hap yang hendak diukur, oleh sekurang-kurangnya dua
orang
penilai. Pernyataan-pernyataan yang telah dipilih
dapat
diperhatikan dalam daftar pada lampiran. Dari 100
buah
pernyataan, pernyataan yang dipandang telah memenuhi
kri
teria sebanyak 84 buah. Untuk mengukur tahap adopsi inova
yang dibutuhkan, untuk Tahap I, II, III dan V telah
meme
nuhi kebutuhan yaitu masing-masing 16 buah pernyataan,
bahkan ada yang lebih banyak dari 16 buah pernyataan. Akan
tetapi untuk Tahap IV hanya terdapat 14 buah pernyataan
yang dipandang telah memenuhi kriteria. Oleh karena
itu,
pernyataan yang dapat dipergunakan sebenarnya sebanyak
78
buah (16+16+16+14+16). Dengan demikian dalam penyusunan
pernyataannya nanti terdapat dua buah pernyataan pada
Ta
hap IV yang harus diulang dua kali.
Analisis reliabilitas antarpenilai, yang dipandang
sebagai validitas konstruk, lengkap dengan perhitungannya
dapat diperhatikan dalam lampiran. Dari hasil
perhitungan
tersebut diperoleh koefisien korelasi sebagai berikut :
TABEL 3.3
KOEFISIEN RELIABILITAS ANTARPENILAI (TAHAP ADOPSI INOVASI NKK)
Koefisien
r e l i a b i l i t a s
N i l a i
Koefisien t
Signifikan pada t.k.
?11
?33
0.40
0.68
6.06
12.88
0.999
0.999
Langkah Z : menjodohkan pernyataan-pernvataan.
Pernyataan yang telah diuji dan telah disajikan dalam
daftar pada lampiran itu kemudian dikombinasikan menjadi
pasangan^pasangan pernyataan. Penjodohan itu diatur
lainnya. Untuk menjodohkan pasanganpasangan itu, keselu
-ruhan pernyataan itu dapat dirangkumkan dalam kisi-kisi
berikut ini.
TABEL 3. !f
KISI-KISI PERNYATAAN UNTUK SETIAP
TAHAP ADOPSI INOVASI NKK
Tahap adopsi
inovasi
Nomor pernyataan yang dirumuskan da] rakteristik perilaku norma keluarga
ri ka-kecil
Tahap I 02A 03A OZ+A 05A 07A 08A 09A 10A
11B 21B 31B 41B 16B 26B 36B Z+6B
Tahap II
11A 13A 14A 15A 16A 18A 19A 20A02B 22B 32B Z+2B 07B
\7^>
27B Z+7B
Tahap III 21A 22A 24A 25A 26A 27A 29A 30A
03B 13B 33B
ly}B
08B 18B 38B
l^QB
Tahap IV 31A 32A 33A 35A 36A 37A 38A ZfOA
04B I4B 24B 44B 09B 19B 29B 49B
Tahap V 41A 42A 43A 44A 46A 47A 48A /+9A
05B I5B 25B 35B 10B 20B 3OB i+OB
Langkah 8 : menguji reliabilitas inventori. Setelah
semua pernyataan dijodohkan yang dikemukakan dalam Tabel
3.4 di atas, maka selesailah penyusunan perangkat invento
ri tahap adopsi inovasi itu. Pola penjodohan yang dikemu
kakan di atas sekaligus merupakan pola untuk membuat lem
bar jawaban inventori tersebut. Bentuk akhir dari perang
kat inventori tahap adopsi inovasi beserta lembar
jawaban-nya dapat diperhatikan pada lampiran.
Selanjutnya, untuk menguji reliabilitas inventori
tersebut dilakukan pengujian secara lengsung terhadap data
penelitian, yaitu terhadap 195 pasangan usia subur di Desa
dilakukan dengan metode split-half ialah menghitung
kore-lasi nilai jawaban bagian pertama (nilai A) dan bagian ke
dua (nilai B) dari inventori itu. Perhitungan korelasi
tersebut dapat diperhatikan pada lampiran.
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa
indeks
reliabilitas keseluruhan perangkat inventori adalahsebe-sar r.. = 0.95 dengan nilai t = 42,49. Nilai t sebesar
itu signifikan pada tingkat kepercayaan 0.999. Dengan de
mikian dapat disimpulkan bahwa nilai reliabilitas invento
ri tahap adopsi norma keluarga kecil itu adalah sangat
tinggi.
2. Cara mengerjakan inventori oleh responden
Responden mengerjakan inventori ini pada lembar ja
waban yang telah disediakan, seperti dikemukakan dalam
lampiran. Dalam hal ini responden diminta untuk melingkari
huruf A atau B, sesuai dengan jawaban yang diinginkan oleh
responden yang bersangkutan. Misalnya untuk pasangan per
nyataan nomor 13 yang berbunyi :
13. A Rasanya saya tertarik untuk mencari kebahagia-an hidup dengkebahagia-an mempunyai dua kebahagia-anak.
B Menurut saya, jarak kelahiran yang paling baik
sekurang-kurangnya 5 tahun.
Apabila responden lebih cocok dengan pernyataan A,
maka dia akan melingkari huruf A untuk nomor 13 di dalam
lembar jawaban seperti berikut : 13 g. Sebaliknya, apabila
dia lebih cocok dengan pernyataan B, maka dia akan meling
kari huruf B seperti berikut : 13 B.
mengisi atau mengerjakan semua pasangan pernyataan. Oleh
karena itu pada dasarnya, untuk mengerjakan inventori ini
tidak diberikan batas waktu tertentu. Walaupun demikian,
untuk mengerjakan seluruh inventori ini diperkirakan
me-merlukan waktu lebih kurang 30 sampai 60 menit, sesuai de
ngan kemampuan responden memahami maksud setiap pernyataan.
Langkah-langkah pengumpulan data yang dilaksanakan di
lapangan adalah sebagai berikut :
Langkah 1 : menghubungi Camat Kecamatan Cineam untuk
meminta izin melaksanakan penelitian di wilayahnya.
Sete
lah Camat memberikan izin, kemudian beliau memanggil
petu-gas
lapangan Keluarga Berencana (PLKB) setempat, yang
di-minta kesediaannya untuk membantu penulis.
Dengan
diantar
PLKB, kemudian penulis menghubungi Kepala Desa Cineam.
Di
Kantor Desa ini, penulis
dengan dibantu dua pengumpul
data, yang seorang siswa FPS IKIP Bandung dan yang seorang
lagi dosen UNPAD —
diberi penjelasan oleh Kepala Desa dan
PLKB tentang keadaan geografi, demografi dan keluarga
be
rencana Desa Cineam. Setelah itu kemudian dibicarakan
tek-nis pengumpulan data di lapangan.
Langkah 2 : menghubungi Kepala Dusun untuk meminta
nama-nama Pasangan Usia Subur yang menjadi anggota sampel.
Setelah ditetapkan nama-nama anggota sampel, kemudian
di
bicarakan teknis pengumpulan data secara langsung.
Langkah 3. : melaksanakan pengumpulan data. Pada tahap
ini, dilakukan tiga cara, yaitu sebagai berikut :
Mereka yang masuk ke dalam kelompok ini ialah pasangan
u-sia subur yang tinggal di sekitar Balai Dusun. Setelah
responden berkumpul, kemudian mereka diberi pengarahan
o-leh Kepala Dusun tentang maksud kedatangan penulis.
Sete
lah itu penulis membagikan instrumen penelitian.
Penulis
kemudian menjelaskan maksud dari instrumen ini. Bagi
res
ponden yang tidak memahami maksud dari pernyataanpernya
-taan diberikan penjelasan secukupnya, baik secara kelompok
ataupun individual.
Cara kedua. responden dikumpulkan di satu rumah. Me
reka yang masuk ke dalam kelompok ini ialah pasangan
usia
subur yang tinggal jauh dari Balai Dusun.
Cara seperti ini
pada umumnya diselenggarakan di rumah Kepala Rukun Kampung
(RK) atau Kepala Rukun Tetangga (RT). Pelaksanaan
pengum
pulan datanya sama seperti pada cara pertama.
Cara ketiga. responden mengisi sendiri di rumah
ma-sing-masing. Mereka yang masuk ke dalam kelompok ini ialah
pasangan usia subur yang tinggal, baik di sekitar Balai
Dusun ataupun jauh dari Balai Dusun, namun mereka diduga
keras dapat memahami maksud dari instrumen penelitian.
Termasuk ke dalam kelompok ini, ialah : guru SMP, guru
Tsanawiyah, guru SD dan pegawai kantor yang tinggal di De
sa Cineam, termasuk juga mereka yang tamatan SMTA yang ti
dak sempat mengisi instrumen dengan cara pertama dan kedua.3» Cara memeriksa inventori
a. Verifikasi. Lembaran jawaban yang telah diisi ke
diperoleh itu dapat diolah selanjutnya. Untuk maksud
ini
dilakukan dua langkah verifikasi,
sebagai berikut :
1) Kelengkapan jawaban. Sebelum lembaran jawaban
di-periksa untuk diberi nilai, terlebih dahulu didi-periksa apa
kah jawabannya lengkap. Apabila tidak lengkap maka
lembar
jawabannya disisihkan, kecuali apabila ketidaklengkapannya
itu sebanyak-banyaknya 3 nomor. Terhadap hal demikian
di
lakukan undian, dalam hal ini menggunakan uang logam. Sisi
yang satu mewakili pernyataan A dan lainnya B.
2) Konsistensi Jawaban. Setelah tahap di atas selesai
dilakukan, verifikasi tahap kedua, yaitu konsistensi
ja
waban. Untuk tujuan ini, maka lembaran jawaban itu
ditan-dai dengan jalan membuat garis-garis penuh dan putus-putus,
seperti diperagakan dalam kunci pemeriksaan dalam
Bagan
3.1 pada halarnan 67. Kemudian kedua pernyataan yang
terke-na garis penuh dan garis putus-putus pada setiap kolom di
ed) cokkan jawabannya. Apabila jawabannya sama, misalnya
dua-duanya A atau kedua-duanya B, maka pada baris K
(Kon
sistensi) diberi tanda cek.
Apabila tidak sama, maka
pada
baris K tersebut dikosongkan. Apabila semua kolom telahdicocokkan, tanda-tanda cek itu dihitung jumlahnya,
dan
jumlah itu ditulis pada baris di depan huruf K. Lembar ja
waban yang memiliki nilai K kurang dari 5 disisihkan.
b* Pemberian nilai jawaban. Pemberian nilai jawaban
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
l) Menghitung banyak huruf A yang dilingkari dalam
dikenai garis penuh tidak diperhitungkan, tetapi yang
di
kenai garis putus-putus diperhitungkan. Jumlah tersebut
dituliskan di atas garis di bawah huruf A pada
masing-ma-sing baris yang bersangkutan.2) Menghitung banyak huruf B yang dilingkari dalam
setiap lajur lembaran jawaban. Pasangan pernyataan yang
dikenai garis penuh tidak diperhitungkan, sedangkan yang
dikenai garis putus-putus diperhitungkan. Jumlah
tersebut
dituliskan di atas garis di bawah huruf B pada
masing-ma-sing baris yang berjudul sama dengan kolom yang
bersang
kutan.
3) Angka-angka yang terdapat di bawah A dan B
pada
setiap baris dijumlahkan dan dituliskan di atas garis
di
bawah huruf AB pada masing-masing baris. Angka-angka
ter
sebut memperlihatkan kecenderungan tahap adopsi inovasi
norma keluarga kecil yang bersangkutan, yaitu pada
tahap
adopsi yang paling terbanyak angkanya.
Keseluruhan hasil verifikasi data beserta contoh pem
01AB 02AB 03AB 04AB 05AB 06AB 07AB
0&\
09Ag 10AB
12
2
4
11AB 12AB 13AB 14AB 15AB 16AB 17AB 18AB 19AB 20AB
II
2 3 5
21AB 22AB 23AB 24A„ 25AB 26AB 27*B 28AB 29AB
30AB
III 4 7 11
31AH 32A
B -^ B ^33AR 34A
B -"* B35AB 36A
-^ B -™ B37A
--' B38AB 39AB 40AB
IV
4 6 10
^B 42AB 43AB
44AB 45AB 46AB 47AB
aA
42A
43%
44AR 45AB 46A
47A
48AB 49AB 50AB
V
3
7 10
K
Bagan 3.1
: Contoh Perhitungan Angka Tahap Adopsi Inovasi Norma Keluarga
4) Menentukan kecenderungan tahap adopsi inovasi
in
dividual dengan rujukan norma kelompok. Nilai kecenderung
an yang dinyatakan dengan angka tertinggi yang dikemukakan
di atas perlu diterjemahkan ke dalam norma kelompok. Untuk
itu dipergunakan norma kelompok dalam perhitungan
persen
til. Oleh karena itu, untuk menentukan nilai tersebut, ma
ka setelah semua data terkumpul, untuk setiap tahap
adop
si inovasi ditentukan normanya.
Adapun rumus yang akan digunakan untuk menghitung
persentil kelima tahap adopsi inovasi ialah sebagai
beri
kut :
100 (cf + 0.5 f)
P = n (Rochman Natawidjaja,
1984 : 199)
cf = cf dalam tabel yang berada di bawah angka yang
bersangkutan
f = f untuk angka yang bersangkutan n = banyaknya responden
p
= nilai persentil untuk angka yang bersangkutan
Di bawah ini dikemukakan contoh perhitungan dalam
TABEL 3.5
PERHITUNGAN PERSENTIL TAHAP IV ADOPSI INOVASI
Angka
mentah :. f cf P =
100 (cf + 0.5f )
n
15 0
14 1 195
100
^
194 + (0.5 x 1) 100 19513 4 194 100 •»190 + (0.5 x 4) 98 195
12 20 190
100 ^
170 + (0.5 x 20) 92195
11 35 170
100
^
155 + (0.5 x 35) 78 19510 30 135
100 -J
105 + (0.5 x 50) 62195
9 33 105
100 -J
72 + (0.5 x 33) 45195
8 26 7Z 100 -' UG + (0.5 x 26) 30 195
7 17 46 100 -' 29 + (0.5 x 17) 19 195
6 19 29 100 -' 10 + (0.5 x 19) 10 195
5 3 10 100 -: 7 + (0.5 x 5) 4
195
4 7 7 100 -: 0 + (0.5 x 7) 2
195
3 0
2 0
Demikian seterusnya, setiap tahap adopsi inovasi akan
mempunyai norma nilai persentil masing-masing. Berdasarkan
norma-norma itu, setiap angka individu responden pada
se
tiap tahap adopsi inovasi diterjemahkan menjadi nilai per
sentil. Nilai persentil setiap individu yang tertinggi
di
antara kelima tahap adopsi inovasi itu menunjukkan
tahap
adopsi inovasi dari individu yang bersangkutan.
Contoh nilai persentil tahap adopsi inovasi
indivi
dual disertai tahap adopsi yang bersangkutan, sebagai
be
rikut :
TABEL 3.6
NILAI PERSENTIL TAHAP ADOPSI INOVASI INDIVIDUAL
Nama
Responden
Nilai i
persentil tahap
adopsi inovasiTahap
I II III IV V
Hasan 1 22 87 92 81 IV
Husein 0 3 76 98 99 V
Fatimah 5 22 36 78 99 V
Zainab 5 63 76 62 63 III
dst • • • • * •
Dari tabel seperti di atas dapat diketahui tahap
a-dopsi inovasi bagi setiap responden, seperti terbaca di
dalam kolom terakhir (paling kanan).
Kemudian, untuk keperluan analisis selanjutnya,
maka
setiap tahap adopsi inovasi itu diberi nilai tertentu,
TABEL 3.7
NILAI SETIAP TAHAP ADOPSI INOVASI
Tahap I I I I I I IV V
Nilai 1 2 3 4 5
Dengan menggunakan tabel di atas, maka setiap respon
den akan mempunyai nilai tersendiri untuk tahap adopsi
i-novasi norma keluarga kecil. Nilai tahap adopsi ii-novasi
untuk
keempat responden dalam Tabel 3.6 di atas ialah
:
Hasan = 4, Husein = 5, Fatimah = 5, dan Zainab = 3. Dengan
menggunakan nilai tersebut, maka dapat dilakukan pengolah
an statistik secara inferensial.
D. Lembar Informasi
Untuk mengumpulkan informasi mengenai identitas
res
ponden, maka disediakan lembar informasi. Lembar informasi
tersebut diisi untuk raengungkapkan latar belakang
pribadi
pasangan usia subur yang bersangkutan dengan faktor-faktor
yang akan diperhitungkan di dalam analisis penelitian ini.
Lembar informasi disertakan sebagai lampiran pada
Lambar Jawaban
Inventori Adopsi Inovasi Norma Keluarga Ke
cil. Bentuk lembar informasi dapat diperhatikan dalam
01. Nama
02. Alamat RT/RK/Dusun
03. Jenis kelamin
02+. Umur sekarang
05.
Umur waktu menikah
06. Banyak anak
07. Jenis kelamin anak
08.
Apakah Anda ikut KB?
09. Alat kontrasepsi yang Anda (istri Anda)
guna-kan?
10. Anda berasal dari?
11. Orangtua Anda mempu
nyai anak berapa?
12.
Apakah orangtua Anda
ikut KB (tradisional atau medis) ?
13. Bagaimana cara KB
orangtua Anda ?
lZf.
Berapa hari Anda be
kerja dalam seminggu?
15. Berapa jam Anda bekerja dalam seminggu?
a. Laki-laki b. Perempuan
tahun tahun
a. belum/tidak punya b. satu orang
c. dua orang
d. tiga atau lebih
a. laki-laki saja
b. perempuan saja
c. laki-laki + perempuan
a. ya, ikut
b. tidak ikut
a. spiral b. suntik
c. pil
d. dipijat e
a.
penduduk asli Cineam
b. luar Cineam
a. 1-2 orang
b. 3-4 orang
c. 5 orang atau lebih
a. ya, ikut b. tidak ikut
c. tidak tahu
a. tradisional
b. medis
hari
jam
PENBAHASAN, KESIF1PULAN, DAN IF1PLIKASI
A. Pambahasan Terhadap Hasil Penelitian
Berdasarkan temuan penelitian yang telah dikemuka
kan dalam bab terdahulu, maka pada bagian ini akan
disa-jikan pambahasan terhadap hasil temuan tersebut.
1* Kscenderungan Umum Tahap Adopsi Inoyasi Norma
Keluarga Kecil
Hasil penelitian menunjukkan bahua tahap adopsi
inovasi norma kaluarga kecil pada PUS di Desa Cineam
Ta