• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS XI SMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SIMULASI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS XI SMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SIMULASI."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS XI SMA

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SIMULASI

(Studi Kuasi Eksperimen padaSalah Satu SMA Swasta di Kota Bandung)

Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh: RIKAYANTI

1103477

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS XI SMA

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SIMULASI

(Studi Kuasi Eksperimen padaSalah Satu SMA Swasta di Kota Bandung)

Oleh Rikayanti

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister pada Prodi Pendidikan Matematika

© Rikayanti 2013 Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS XI SMA MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN SIMULASI

(Studi Kuasi Eksperimen pada Salah Satu SMA Swasta di Kota Bandung)

RIKAYANTI 1103477

Pembimbing I

Dr. H. Tatang Mulyana, M.Pd NIP. 195101061976031004

Pembimbing II

Dr. Kusnandi, M.Si NIP. 19690330 199303 1002

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Kelas XISMA

melalui Model Pembelajaran Simulasi” ini beserta seluruh isinya adalah benar -benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan

dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juni 2013 Yang membuat pernyataan

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robbi, yang senantiasa membimbing dan memberikan petunjuk dalam setiap aktivitas. Karena kasih sayang-Nya lah penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah berupa tesis yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Kelas XI SMA melalui Model Pembelajaran Simulasi”. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada teladan hidup kita Nabi Muhammad SAW, yang memberikan contoh dalam bersikap dan bertutur bagi seluruh umat manusia. Tesis ini merupakan laporan mengenai hasil penelitian kuasi eksperimen, yang mengkaji tentang perbedaan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa kelas XI SMA IPA, dan merupakan satu dari sekian banyak sisi kognitif siswa. Selain itu, penulis juga mengkaji tentang sisi afektif siswa melalui skala sikap dan aktivitas siswa yang diamati secara berkala pada setiap pertemuan.

Dengan adanya penelitian ini, siswa diajak ke dalam situasi belajar yang berbeda sehingga mereka dapat memaksimalkan sisi psikomotorik nya yang jarang tersentuh. Mereka belajar dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga dapat mengemukakan ide atau pertanyaan tanpa rasa takut dan cemas. Pada akhirnya, seluruh perlakuan itu tertuju pada peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis serta memupuk sikap dan aktivitas positif dalam kegiatan pembelajaran matematika.

Sebagai bentuk koreksi dalam menyempurnakan laporan ini, kiranya pembaca dapat memberikan apresiasi yang membangun untuk pengembangan penelitian yang lebih lanjut. Sebagai penutup, penulis mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang tidak tersebutkan satu persatu. Semua saran, kritikan, dan bantuan baik moril atau materil berkenaan dengan penulisan laporan ini,

semoga mendapat balasan yang setimpal dari ALLAH SWT. Semoga penelitian ini memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan pembelajaran matematika di SMA pada masa yang akan datang.

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Proses penyusunan karya ilmiah ini, tidak luput dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Kedua orang tua penulis, yang senantiasa mendukung dan memberi motivasi sehingga karya ilmiah ini bisa diselesaikan. Tidak lupa pula kepada Mari

Setianingsih, Wahyu Hidayat, dan Ari Setiarachman, selaku kakak dan adik-adik tercinta yang tidak pernah bosan untuk memberikan motivasi yang positif sehingga penulis dapat terus bertahan dalam kondisi seburuk apapun. 2. Bapak Dr. H. Tatang Mulyana, M. Pd selaku Pembimbing I, yang selalu

meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan, saran, dan kritikan yang membangun. Sehingga wawasan berpikir penulis menjadi lebih luas dan terbuka.

3. Bapak Dr. Kusnandi, M.Si selaku Pembimbing II, yang bersedia melungkan waktu di sela-sela aktivitasnya. Memberikan bimbingan, saran, dan arahan sehingga penulis dapat menemukan solusi dari masalah-masalah yang muncul selama proses penyusunan karya ilmiah ini.

4. Bapak Prof. Dr. Joshua Sabandar selaku Penguji I, yang banyak memberikan inspirasi serta kritikan yang membangun sehingga penulis mendapatkan pencerahan.

5. Bapak Dr. Endang Cahya, M.Si selaku Penguji II, yang banyak memberikan saran, kritikan, dan ide-ide yang tidak pernah terpikirkan oleh penulis.

6. Bapak Drs. Turmudi, M.Sc., M.Ed., Ph.D, selaku ketua Jurusan Pendidikan Matematika yang bersedia meluangkan waktunya di sela-sela aktivitasnya

yang super padat. Serta, selalu memberikan motivasi dan membuka cakrawala berpikir penulis. Sehingga, dapat menggugah kesadaran penulis untuk

menjadi seorang inovator.

(7)

permasalahan yang dihadapi penulis selama proses penyusunan karya ilmiah ini.

8. Ibu Dra. Nur Nihayati, Ibu Kiki Aryani, M.Pd, dan Bapak Drs. Trisno Suparman, selaku guru Matematika sekolah yang bersedia memberikan kesempatan pada penulis untuk melaksanakan riset pada kelas yang diampunya.

9. Ibu Kartika Yulianti, M.Si yang bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan kritik dalam penyusunan instrumen.

10. Seluruh staff dosen di SPS UPI yang tidak penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua bimbingannya selama perkuliahan, sehingga penulis mendapatkan pencerahan dan ilmu yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. 11. Rekan-rekan sejawat yang selalu memberi dukungan psikologis sehingga

penulis bisa tetap semangat dalam menyelesaikan riset.

12. Rina, Mulyati, Ehda Farlina, dan seluruh teman-teman satu angkatan di Program Pendidikan Matematika SPS UPI 2011 yang tidak penulis sebutkan satu persatu. Senantiasa mengingatkan, memberikan informasi, saran, serta kritikan yang mebangun sehingga melatih kedewasaan dan konsep berpikir bagi penulis.

13. Seluruh siswa siswi di sekolah yang menjadi tempat pelaksanaan riset, terima kasih untuk partisipasi dan keterbukaannya dalam menerima pembelajaran dari penulis.

Atas seluruh jasa-jasanya, penulis memohonkan balasan yang sesuai dari Allah SWT dan semoga ilmu-ilmu yang sudah diamalkan menjadi cahaya penerang dan pahala yang tidak akan pernah terputus sampai di akhirat nanti.

(8)

Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa

Kelas XISMA melalui Model Pembelajaran Simulasi

Rikayanti (1103477)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan studi kuasi eksperimen, yang bertujuan untuk mengkaji tentang perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi antara siswa yang mendapat model pembelajaran simulasi dan yang mendapat pembelajaran konvensional. Selain itu, hasil pencapaian kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis yang diperoleh dari postes dijadikan bahan kajian lanjutan. Langkah tersebut merupakan gambaran mengenai kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa terutama pada pokok bahasan differensial, setelah siswa mendapatkan kegiatan pembelajaran. Sementara itu, data sikap dan aktivitas siswa pada kelompok yang mendapat model simulasi, menjadi informasi penunjang yang memperkuat hasil pengolahan data secara statistik. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA pada salah satu SMA Swasta di kota Bandung. Sampel yang dipilih, sebanyak dua kelas dari sembilan kelas yang tersedia. Pengumpulan data kuantitatif menggunakan instrumen tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. Sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil skala sikap dan lembar observasi aktivitas siswa. Diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan pemahaman dan komunikasi pada kelompok yang mendapat model simulasi, lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang mendapat pembelajaran konvensional. Kemudian, pencapaian hasil akhir kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis menunjukkan hasil yang lebih baik pada kelompok siswa dengan model pembelajaran simulasi. Kondisi ini, diperkuat dengan analisis sikap yang cenderung positif terutama dalam hal komunikasi, menghargai, dan berani mengambil resiko. Serta, aktivitas yang cenderung meningkat pada beberapa pertemuan.

Kata Kunci: Model pembelajara simulasi, kemampuan pemahaman matematis,

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Pentingnya Masalah dan Manfaat Penelitian ... 12

E. Definisi Operasional ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pemahaman Matematis ... 15

B. Komunikasi Matematis ... 18

C. Model Pembelajaran Simulasi ... 20

D. Teori Belajar yang Mendukung ... 27

E. Pembelajaran Konvensional ... 30

F. Penelitian Terdahulu ... 31

G. Hipotesis Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

B. Desain Penelitian ... 34

C. Metode Penelitian ... 35

D. Instrumen Penelitian ... 35

E. Proses Pengembangan Instrumen ... 36

F. Prosedur Penelitian ... 46

G. Analisis Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 54

(10)

2. Analisis Data Kemampuan Pemahaman Matematis ... 55

3. Analisis Data Kemampuan Komunikasi Matematis ... 60

4. Analisis Data Skala Sikap dan Aktivitas Siswa ... 66

B. Pembahasan atau Analisis Temuan ... 69

1. Pembahasan Kemampuan Pemahaman Matematis ... 69

2. Pembahasan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 74

3. Pembahasan Skala Sikap dan Aktivitas Siswa ... 80

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 82

B. Implikasi ... 83

C. Rekomendasi... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN LAMPIRAN A ... 92

LAMPIRAN B ... 133

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Prestasi Matematis Siswa Indonesia ... 1

2.1 Data Percobaan Menghitung Waktu dan Jarak Tempuh ... 25

3.1 Pedoman Skoring Kemampuan Pemahaman Siswa ... 38

3.2 Pedoman Skoring Kemampuan Komunikasi ...39

3.3 Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 41

3.4 Interpretasi Indeks Kesukaran ... 42

3.5 Indeks Kesukaran Butir Soal Tes Kemampuan Pemahaman dan KomunikasiMatematis ... 42

3.6 Daya Pembeda Butir Soal Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 43

3.7 Validitas Butri Skala Sikap terkait Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi dalam Pembelajaran Simulasi ... 45

4.1 Deskripsi Umum Data Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis ...54

4.2 Deskripsi Umum Data N- Gain Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 55

4.3 Hasil Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 56

4.4 Hasil Uji Mann-Whitney Data Pretes Kemampuan Pemahaman Matematis ...57

4.5 Hasil Uji Normalitas Data Postes Kemampuan Pemahaman Matematis .. 58

4.6 Hasil Uji Mann-Whitney Data Postes Kemampuan Pemahaman Matematis ...58

4.7 Hasil Uji Normalitas Data N-Gain Pemahaman matematis ...59

4.8 Hasil Uji Mann-Whitney Data N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis ...60

(12)

Matematis ... 62 4.11 Hasil Uji Normalitas Data Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ..63 4.12 Hasil Uji Mann-Whitney Data Postes Kemampuan Komunikasi

Matematis ...63 4.13 Hasil Uji Normalitas Data N-Gain Komunikasi Matematis ... 64 4.14 Hasil Uji Homogenitas Data N-Gain Kemampuan Komunikasi

Matematis ...65 4.15 Uji Perbedaan Rata-rata Data N-Gain Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 65 4.16 Sikap Siswa terkait dengan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi...66 4.17 Data Observasi Aktivitas Siswa pada Kegiatan Pembelajaran

dengan Model Simulasi ... 68 4.18 Presentase Rata-rata Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Matematis ...

per Indikator... 70 4.19 Presentase Rata-rata Skor Postes Kemampuan Pemahaman Matematis ..

per-Indikator ...72 4.20 Presentase Rata-rata Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ...

per-Indikator ... 75 4.21 Presentase Rata-rata Skor Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ..

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Grafik Prestasi Matematika Berdasarkan Gender ... 2

1.2 Item Soal TIMSS 2011 ... 3

2.1 Grafik Fungsi Jarak terhadap Waktu ... 25

3.1 Alur Kerja Penelitian ... 48

3.2 Alur Pemilihan Uji Statistik ... 49

4.1 Rata-rata Skor per-Item Pretes Kemampuan Pemahaman Matematis ...70

4.2 Rata-rata Skor per-Item Postes Kemampuan Pemahaman Matematis ...71

4.3 Rata-rata Skor per-Item Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ...75

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan bagi seluruh masyarakat, tetapi dalam pelaksanaannya seringkali dihadapkan pada berbagai permasalahan. Salah

satu permasalahan yang acapkali terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia adalah masalah pembelajaran. Sandjaya (2012: 1) menyebutkan bahwa salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses yang terjadi lebih mengutamakan pada proses menyimpan informasi (menghafal) sehingga siswa dangkal akan pemahaman dan aplikasi. Hal ini terjadi pada hampir seluruh mata pelajaran, termasuk matematika.Akibatnya, siswa siswi di Indonesia memiliki kemampuan matematika yang selalu berada di bawah rata-rata Internasional.

Lembaga Internasional yang menganalisis kemampuan matematika siswa di antaranya adalah Trends International Mathematics and Science Study TIMSS dan Programme for International Student Assessment PISA. Hasilnya memperlihatkan

peringkat kemampuan matematika siswa yang dicantumkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1

Prestasi Matematika Siswa Indonesia Tahun

2000 2003 2006 2009

PISA 367 366 391 371

Rata-rata Internasional adalah 500

Tahun

1999 2003 2007 2011

TIMSS 403 411 397 386

(15)

2

Hasil analisa PISAmenunjukkan bahwa dari tahun 2006 ke tahun 2009 prestasi siswa Indonesia pada bidang literasi matematika mengalami penurunan.Hal yang sama terjadi pula pada tahun 2007 ke tahun 2011 oleh institusi yang berbeda yaitu TIMSS. Dari hasil analisis oleh TIMSS 2011, diperoleh bahwa prestasi siswa Indonesia mengalami penurunan, baik pada siswa laki-laki ataupun siswa perempuan. Diagram pada Gambar 1.1 memperlihatkan

skor yang diperoleh keduanya.

Gambar 1.1

Grafik Prestasi Matematika Berdasarkan Gender

Prestasi yang ditunjukkan oleh siswa Indonesia dari hasil evaluasi yang diselenggarakan oleh kedua institusi tersebut memperlihatkan penurunan dari tahun 2007 dan 2011. Rentang waktu empat tahun, termasuk kategori yang cukup lama dalam melatih kemampuan matematis siswa, tetapi pada kenyataanya tidak terdapat peningkatan. Kemungkinan penyebabnya adalah butir soal yang diajukan oleh masing-masing institusi jarang diperoleh siswa Indonesia. Soal-soal dalam TIMSS mengacu pada pengetahuan, penerapan, dan penalaran. Sementara itu,

(16)

3

pemahaman.Imbasnya cukup luas pada kegiatan pembelajaran matematika. Selain itu, soal yang diajukan lebih fokus pada masalah rutin sehingga proses berpikir yang lebih tinggi belum tersentuh. Hal ini menjadi faktor pendukung lemahnya kemampuan matematika siswa dalam hal berpikir tingkat tinggi seperti penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan lain sebagainya.

Permasalahan yang diajukan dalam instrumen TIMSS dan PISA lebih

mengacu pada pemahaman, penalaran, dan proses berpikir matematika tingkat tinggi. Misalkan saja pada item soal aljabar sederhana pada level kognitif mengetahui, terlihat pada gambar berikut:

Gambar 1.2 Item Soal TIMSS 2011

Hasil analisa TIMSS menunjukkan bahwa siswa Indonesia yang menjawab benar mencapai 48% dari rata-rata internasional 65%. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan siswa mengenai makna penulisan simbol perkalian masih rendah. Kenyataan ini menunjukkan rendahnya pemahaman siswa dalam operasi aljabar

sederhana dan penggunaan serta makna simbol matematis yang merupakan bagian dari kemampuan komunikasi matematis.

(17)

4

Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau logartima, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalaha yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Tujuan nomor satu dan empat memperlihatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi merupakan salah satu kompetensi yang wajib dimiliki oleh siswa. Kompetensi ini seringkali tidak dilatih dengan baik, sehingga siswa-siswa lebih condong pada proses menghafal algoritma dan prosedur dalam memecahkan masalah matematika. Proses tersebut berdampak terhadap proses berpikir siswa, sehingga mereka cenderung lebih terlatih untuk tipe soal objektif (pilihan banyak) dibanding dengan tipe soal subjektif (uraian).

Sullivan dan Mousley (Tandililing, 2011) dan Silver, Senk, Thompson (Turmudi, 2010) menyebutkan bahwa faktor penyebab rendahnya pemahaman siswa, salah satunya adalah dalam mengajar seringkali guru mencontohkan suatu proses dan prosedur dalam memecahkan suatu masalah. Sementara itu siswa mendengarkan dan menonton proses eksekusi kemudian guru memecahkan soal sendiri dan dilanjutkan dengan memberi latihan soal dengan langkah penyelesaian yang serupa dengan contoh. Pembelajaran seperti itu dinamakan pembelajaran konvensional (Brook dan Brooks dalam Tandililing, 2011).

(18)

5

walaupun dengan konsep yang sama, bahkan mereka kebingungan karena tidak tahu harus memulai dari mana mereka bekerja (Sumarmo, 1999). Kecenderungan pada jawaban benar-salah seringkali membawa siswa hanya pada pencapaian prestasi secara formal dan hanya untuk memahami kulit-kulitnya saja, dan pada akhirnya teknik hafalan menjadi andalan dalam proses belajar seperti ini (Turmudi, 2010).

Riset serupa yang dilakukan di USA oleh Bransford, Fuson, dan Kalchman (2005) menunjukkan bahwa kelemahan siswa pada pengetahuan konseptual menjadikan matematika sebagai serangkaian prosedur kompetensi. Pada waktu yang bersamaan, siswa yang minim tingkat pengetahuan proseduralnya menjadi tidak kompeten dan seorang problem solvers yang tidak efisien. Pada saat intruksi lemah akan penekanan terhadap faktual dan prosedural pengetahuan maka masalah tidak dapat diselesaikan; hanya sebuah perubahan. Keduanya merupakan kondisi yang kritis/mengkhawatirkan.

Kondisi empiris yang serupa dikemukakan pula oleh Depdiknas (Izzati, 2012) yang mengatakan bahwa proses belajar dan mengajar di sekolah seringkali membuat kecewa yang disebabkan oleh: (1) banyak siswa yang mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya; (2) sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan cara menerapkan atau memanfaatkannya; (3) siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah.

Kemampuan pemahaman bukanlah satu-satunya kompetensi yang terindikasi lemah. Hal serupa juga terjadi pada pencapaian kompetensi untuk

kemampuan komunikasi matematis. Tandaliling dkk 2005 dalam risetnya terhadap siswa SMA di Pontianak menyatakan bahwa menyusun desain

(19)

6

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah juga belum memberikan hasil yang memadai.

Rendahnya kemampuan komunikasi ditunjukkan pula oleh Rohaeti (2003) yang mengatakan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa berada dalam kualifikasi kurang. Didukung oleh studi dari Purniati (Fachrurazi) yang menyebutkan bahwa respons siswa terhadap soal-soal komunikasi matematis

umumnya kurang. Faktor penyebabnyaadalah soal-soal pemecahan masalah dan komunikasi matematis merupakan hal-hal yang baru, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya.

Beberapa kelemahan siswa dalam menjawab tes kemampuan komunikasi matematis adalah: (1) lemahnya kemampuan siswa dalam membaca sehingga ceroboh dan tidak teliti; (2) ketidaktelitian pada saat menyelesaikan soal misalnya kesalahan dalam perhitungan matematis walaupun secara algoritma dan prosedural sudah benar; (3) kurang mampu menggunakan bahasa yang tepat dalam merumuskan model matematika yang tepat; (4) kelemahan pada aspek interpretasi ide matematis yang diberikan dalam bentuk gambar dan menyajikan situasi matematis dengan gambar dan aljabar (Izzati, 2012).

Kelemahan dalam kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis penting untuk diminimalisir dan dikurangi. Turmudi (2009) berpendapat bahwa “di abad 21 ini semua siswa diharapkan memahami dan sanggup menerapkan matematika”. Penelitian yang mengkaji permasalahan pemahaman, menjadi topik dalam puluhan tahun terakhir ini. Penemuan yang diperoleh Bransford, Fuson, dan Kalchman (2005) menyatakan keterkaitan antara lima kompetensi matematika yang harus dimiliki:

1. Pemahaman konseptual-pemahaman konsep matematika, operasi dan relasinya.

2. Kefasihan prosedural-kemampuan menjalankan prosedur dengan fleksibel, akurat, efisien, dan tepat (semestinya).

(20)

7

4. Penalaran adaptive-kapasitas untuk berpikir logis, refleksi, penjelasan, dan justifikasi

5. Disposisi produktif-kebiasaan memandang matematika sebagai sesuatu yang praktis, berguna, dan layak diperhatikan, merupakan bagian dari keyakinan pada ketekunan dan salah satu bagian efikasi.

Turmudi (2009) menyatakan bahwa “gabungan pengetahuan faktual, kecakapan prosedural, dan pemahaman konseptual membuat tiga komponen ini dapat digunakan secara powerfull”. Pemahaman melibatkan dua hal utama yaitu pengetahuan faktual factual knowledge dan kerangka konseptual conceptual frameworks. Kedua hal yang disebutkan merupakan prinsip kedua dari tiga prinsip “belajar bagaimana cara belajar”. Prinsip tersebut mengusulkan pentingnya pemahaman konseptual conceptual understanding dan kefasihan prosedural procedural fluency (Bransford, Fuson, dan Kalchman, 2005).

Selain kemampuan pemahaman, kemampuan komunikasi memegang peranan penting dalam matematika. Berbagai alasan mengapa kemampuan komunikasi matematis menjadi penting adalah:(1) untuk mengaplikasikan ilmu matematika secara efektif; (2) untuk menggunakan ilmu matematika dan pemodelan dalam menyelesaikan masalah serta menjawab pertanyaan yang mungkin muncul di dunia industri, perdagangan, atau konteks sosial;(3) bagi para guru dan yang lainnya skill ini menjadi suatu kebutuhan untuk mentransfer informasi yang sudah ada sebelumnya (The QAA Benchmark Statement for Mathematics, Statistics and Operational Research MSOR).

NCTM 2003 menyebutkan bahwa komunikasi merupakan salah satu kemampuan yang masuk dalam standar pencapaian. Kemampuan komunikasi

merupakan standar proses yang diperlukan karena komunikasi matematis merupakan cara untuk berbagi ide, dan untuk mengklarifikasi pemahaman baik

(21)

8

mengeksplorasi dari berbagai sudut pandang yang dapat membantu mempertajam pemikiran dan kemampuan koneksinya.

Kemampuan komunikasi memiliki peranan yang penting dan mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan proses matematis lain, serta dalam melengkapi setiap proses matematis (Yeager dan Yeager dalam Izzati, 2012). Baroody (Lim dan Chew 2007) mengungkapkan dua alasan pentingnya komunikasi matematis,

pertama sebagai bahasa universal (Jacob dalam Lim dan Chew, 2007) melalui simbol yang unik dan terstruktur. Berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan berbagai ide secara jelas, tepat dan singkat sehingga matematika bukan hanya sekedar alat bantu berpikir dalam menemukan pemecahan masalah saja. Kedua, sebagai alat komunikasi dalam aktivitas sosial yang melibatkan guru dan murid.

Pada proses pengajaran dan pembelajaran diperlukan kemampuan dalam mengkomunikasikan atau bertukar idemelalui bahasa. Komunikasi dengan rekan sejawat memegang peranan penting dalam membangun kemampuan berpikir matematis untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Melalui dorongan kepada siswa untuk membicarakan idenya, hal tersebut merupakan cara yang cerdas dalam menemukan kesalahan, ketidakonsistenan dan kekurangannya dalam berpikir.

Secara garis besar kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa dapat terus dikembangkan dan dilatih melalui berbagai aktivitas pembelajaran. Dalam situasi belajar dengan setting kelompok-kelompok kecil, setiap siswa akan terdorong dan dipacu untuk berkomunikasi satu sama lain, sehingga akan mengurangi rasa malu dan takut dalam berpendapat. Selain itu, proses pembelajaran matematika yang menyajikan peniruan terhadap konteks

yang nyata dengan tujuan membantu siswa mengalami berbagai permasalahan real terkait dengan matematika. Reaksi siswa diuji untuk memperoleh konsep

keterampilan dalam membuat keputusan. Sehingga proses mendapatkan ilmu dan proses pemahaman terhadap suatu konsep menjadi lebih bermakna.

(22)

9

Siswa dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang memungkinkan mereka untuk menemukan prinsip atau konsep itu sendiri. Proses pembelajaran pun hendaknya mengikuti teori instruksi Bruner (Dahar, 2011) yang meliputi:

1. Pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar 2. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal

3. Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajaran secara optimal 4. Bentuk dan pemberian reinforcement.

Pemahaman yang diperoleh siswa merupakan proses iteratif seperti disebutkan oleh Dubinsky (Meel, 2003) pemahaman berawal dari suatu konstruk skema melalui reflective abstraction, proses kognitif dimana tindakan fisik atau mental direkontruksi dan diorganisir ulang oleh pembelajar pada proses pemikiran yang tinggi sehingga dia dapat memahaminya. Prinsip-prinsip pada teori Bruner dan Dubinsky terdapat pula pada model pembelajaran simulasi yang menyajikan permasalahan nyata ke dalam situasi yang menyerupai. Sehingga, kemampuan pemahaman siswa dapat terlatih dengan baik melalui tahapan yang dilalui dalam model pembelajaran simulasi.

Pembelajaran dengan model simulasi merupakan pembelajaran yang di atur dalam kelompok-kelompok kecil. Prosesnya melibatkan rekontruksi dari permasalahan nyata dengan melalui empat tahapan utama (Cahloun, Joyce, dan Weil) orientasi, latihan, pelaksanaan, dan penguatan melalui diskusi. Proses rekonstruksi merupakan suatu upaya untuk membuat matematika yang bersifat abstrak menjadi lebih nyata. Alisah dan Dharmawan (2007) menyebutkan bahwa “bahasa matematika adalah bahasa yang abstrak, bahasa yang dipenuhi dengan begitu banyak pelambang”.

Melalui model simulai pemahaman tentang konsep yang baru akan lebih

(23)

10

keempat, dimana masing-masing siswa didorong untuk saling berdiskusi untuk mempertajam penguatan konsep.

Berkaitan dengan penelitian ini, penulis telah melakukan studi pendahuluan di suatu yayasan yang membawahi dua sekolah. Sekolah yang diamati adalah salah satu SMA Swasta di Kota Bandung. Secara umum profil sekolah ini adalah sekolah swasta dengan input siswa yang heterogen. Siswa yang menjadi

populasinya merupakan siswa kelas XI SMA jurusan IPA. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika yang dikembangkan oleh guru-guru lebih menekankan pada kemampuan prosedural. Hal tersebut dikarenakan target utama adalah pencapaian hasil Ujian Nasional (UN) yang baik. Sehingga dari awal siswa dilatih untuk jeli dan terampil menyelesaikan soal dengan cepat dan tepat. Terkadang proses memahami dan penanaman konsep serta makna kebermanfaatan terlupakan oleh padatnya kurikulum dan target nilai.

Data prestasi siswa yang diperoleh dari kurikulum tahun 2012/2013 untuk mata pelajaran matematika kelas 11 adalah 5,27. Sementara itu nilai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM yang harus dicapai adalah 7,5. Pencapaian prestasi matematika tersebut diperoleh dari hasil tes dengan butir soal rutin. Dapat diduga bahwa kemampuan siswa tergolong rendah untuk tipe soal rutin, apalagi untuk soal-soal non rutin yang membutuhkan proses berpikir tingkat tinggi. Oleh sebab itu, siswa memerlukan bantuan secara tidak langsung dari guru pada zona pengembangannya Zone Proximal Development.

Berdasarkan pada pemaparan tersebut, diperoleh suatu dugaan bahwa model pembelajaran simulasi dalam mata pelajaran matematika dapat memfasilitasi siswa dalam memaksimalkan zona pengembangannya. Karena dalam model

tersebut, siswa diarahkan untuk meniru kembali suatu kegiatan yang melatih proses berpikir dan menemukan kembali konsep yang pernah ada. Selain itu,

(24)

11

komunikasi matematis siswa pada materi differensial. Maka judul dari penelitian ini adalah Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis siswa Kelas 11 SMA melalui Model Pembelajaran Simulasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan landasan masalah yang telah dikemukakan, rumusan masalah pada penelitian secara general adalah “apakah pembelajaran dengan model

simulasi dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa SMA”. Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut maka secara spesifik penelitian difokuskan pada jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut ini:

1. Apakah rata-rata kemampuan pemahaman matematis siswa SMA yang dalam pembelajarannya menggunakan model simulasi lebih baik dibandingkan dengan rata-rata kemampuan pemahaman matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional.

2. Apakah rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa SMA yang dalam pembelajarannya menggunakan model simulasi lebih baik dibandingkan dengan rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional.

3. Apakah rata-rata peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa SMA yang dalam pembelajarannya menggunakan model simulasi lebih baik dibandingkan dengan peningkatan rata-rata kemampuan pemahaman matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional. 4. Apakah rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMA

yang dalam pembelajarannya menggunakan model simulasi lebih baik dibandingkan dengan rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional.

5. Bagaimana sikap siswa terkait dengan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis pada pembelajaran dengan model simulai?

(25)

12

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dituliskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji tentang perbandingan kemampuan pemahaman matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model simulasi dan yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional.

2. Mengkaji tentang perbandingan kemampuan komunikasi matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model simulasi dan yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional.

3. Mengkaji tentang perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model simulasi dan yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional.

4. Mengkaji tentang perbandingan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model simulasi dan yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional.

5. Mengkaji tentang sikap siswa terkait dengan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis pada pembelajaran dengan model simulasi.

6. Mengkaji tentang aktivitas siswa terkait dengan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis pada pembelajaran dengan model simulasi.

D. Pentingnya Masalah dan Manfaat Penelitian

Permasalahan yang berkaitan dengan kemampuan pemahaman konsep matematis dan kemampuan komunikasi matematis siswa penting untuk diteliti, karena kemampuan tersebut merupakan sebagian dari tujuan utama pendidikan nasional sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP 2006.

Kemampuan tersebut merupakan bagian dari proses berpikir matematika tingkat tinggi yang diperlukan oleh para siswa dalam menjalani era Globalisasi dan dalam

(26)

13

mengkomunikasikannnya secara jelas dan koheren maka mereka akan terbiasa menjadi seorang problem solveri handal.

Kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis pada proses pembelajaran selayaknya menjadi perhatian yang penting. Tetapi, pada faktanya seringkali hal ini dilupakan karena padatnya isi kurikulum yang tidak sesuai dengan alokasi waktu yang disediakan. Implikasinya pada tingkat kedalaman

pemahaman konsep dan berimbas pula pada rendahnya kemampuan aplikasi. Sehubungan dengan hal tersebut penelitian terkait dengan kemampuan ini menjadi penting untuk dikaji dalam proses pembelajaran. Adapun manfaat diadakannya penelitian ini adalah:

a. Bagi peneliti, diharapkan dapat menjadi fondasi awal untuk melakukan penelitian lanjutan, dapat membuka wawasan baru terutama dalam hal metode pada suatu proses pembelajaran matematika, dan dapat menjadi bekal dalam melaksanakan proses pembelajaran matematika pada suatu institusi pendidikan.

b. Bagi praktisi pendidikan, diharapkan dapat menambah referensi model pembelajaran matematika yang dapat digunakan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

c. Bagi pemegang kebijakan dan para stakeholder yang terkait dapat dijadikan sebagai salah satu saran dan masukan untuk penyusunan kurikulum satuan pendidikan.

E. Definisi Operasional

Untuk meminimalisir kesalahan dalam penafsiran, terdapat variabel-variabel

yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel tersebut adalah model pembelajaran simulasi, kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis

(27)

14

1. Kemampuan pemahaman matematis diartikan sebagai kemampuan yang melibatkan pengetahuan faktual dan kerangka konseptual. Adapun indikator yang mewakili kemampuan pemahaman matematis adalah: 1) menggunakan suatu konsep matematika untuk mendapatkan konsep yang baru, 2) menentukan konsep yang tepat dalam menyelesaikan masalah matematika, 3) mengklasifikasi prosedur urutan-aksi, 4) mengidentifikasi konsep inti yang

digunakan dalam suatu masalah matematika.

2. Kemampuan komunikasi matematis diartikan sebagai kemampuan siswa untuk: 1) mengkomunikasikan pemikiran matematisnya secara koheren dan jelas, 2) menggunakan simbol matematis untuk mengekspresikan ide matematisnya secara tepat, 3) menyusun pemikiran matematis secara sistematis melalui komunikasi, 4) menganalisa dan mengevaluasi pemikiran matematis orang lain.

3. Pembelajaran matematika dengan model simulasi adalah pembelajaran matematika yang menyajikan peniruan terhadap konteks yang nyata dengan tujuan membantu siswa mengalami berbagai permasalahan real terkait dengan matematika. Reaksi siswa diuji untuk memperoleh konsep keterampilan dalam membuat keputusan. Langkah-langkah proses pembelajarannya terdiri dari empat yaitu 1) tahap orientasi, 2) tahap partisipasi, 3) tahap pelaksanaan, 4) tahap penguatan dan diskusi.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA kelas 11 jurusan IPA SMA BPI Bandung tahun ajaran 2012/2013, sedangkan sampelnya adalah

dua kelas. Kemudian kedua kelas tersebut akan ditetapkan menjadi kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dengan penerapan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol dan penerapan pembelajaran dengan model simulasi pada kelompok eksperimen.

Pertimbangan yang mendukung pemilihan sampel di sekolah ini adalah kondisi yang sudah diamati dan dianalisa sebelumnya. Selain itu, dasar pertimbangan dipilihnya kelas 11 jurusan IPA SMA BPI Bandung adalah:

1. Secara umum kemampuan kognitif siswanya termasuk kategori sedang sampai tinggi, hal ini terlihat dari rata-rata nilai Ujian Akhir Semester tiga.

2. Siswa-siswi kelas 11 baru menjalani penjurusan dan bekum banyak terpengaruh oleh berbagai kepentingan, terutama yang terkait dengan pengaruh bimbingan tes persiapan Ujian Nasional (Mulyana, 2005). Sehingga pemilihan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini, tidak termasuk ke dalam kategori acak. Karena pada prinsipnya, sampel yang terpilih tidak menempatkan subjek-subjek secara acak ke dalam kelompok baru. Melainkan dengan membiarkan kelompok yang sudah ada, kemudian akan ditentukan kelompok yang menjadi kontrol dan eksperimen secara purposive sampling.

B. Desain Penelitian

(29)

35

pemilihan desain kelompok kontrol non-ekivalen (Ruseffendi, 2001) seperti terlihat berikut ini:

O X O

---

O O

Keterangan : X = Pembelajaran dengan Model Simulasi

O = Pretes = Postes

--- = Pengambilan sampel tidak secara acak

Ruseffendi (2001: 47) desain ini tidak berbeda dengan desain kelompok kontrol pretes-postes. Perbedaannya terletak pada pengelompokkan subjek yang tidak secara acak. Pengelompokkan baru di lapangan seringkali tidak memungkinkan, karena setiap institusi pendidikan tidak mungkin mengizinkan apabila kelasnya di kelompokkan lagi secara acak. Terkait dengan hal itu, maka sebaiknya kelompok yang dibandingkan kondisinya seserupa mungkin.

C. Metode Penelitian

Ditinjau dari jenis metodenya, desain kelompok kontrol non-ekivalen termasuk dalam kategori metode penelitian kuasi eksperimen. Karena terdapat perlakukan khusus pada kelompok yang dianggap sebagai kelas eksperiman. Di lain pihak, terdapat kelompok pembanding yang mendapat perlakuan yang berbeda dan disebut sebagai kelas kontrol. Alasan lain dipilihnya metode ini adalah pemilihan sampel yang tidak dilakukan secara acak murni. Seperti disebutkan oleh Ruseffendi (2001: 47) karakter dari penelitian eksperimen yaitu: (1) ada variable yang dimanipulasikan, (2) ada perlakuan khusus pada kelompok percobaan, dan (3) terdapat kelompok pembanding atau kelompok kontrol.

D. Instrumen Penelitian

(30)

36

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Bahan ajar tersebut dikembangkan dengan langkah-langkah:

1. Menguji kelayakan bahan ajar dan kesesuaian materi dengan meminta saran dan pertimbangan dari dosen pembimbing.

2. Menguji kelayakan dan meminta saran dari rekan-rekan S-2 serta dari rekan sejawat yang merupakan guru mata pelajarn matematika di kelas 11 IPA.

3. Menyusun sillabus, RPP, dan LKS dengan mengacu pada pertimbangan tersebut.

4. Menguji tingkat keterbacaan kepada siswa, dengan tujuan untuk mempermudah siswa dalam memaknai maksud dari instruksi yang terdapat dalam bahan ajar.

E. Proses Pengembangan Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ditujukan untuk memperoleh data mengenai kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan komunikasi matematis siswa. Berdasarkan kepentingan tersebut, maka disusunlah instrumen berupa tes kemampuan pemahaman matematis dan tes kemampuan komunikasi matematis. Tes kemampuan pemahaman disusun berdasarkan pada ciri-ciri pemahaman yang dikemukakan oleh Brandsford. Sedangkan tes kemampuan komunikasi matematis, dikembangkan berdasarkan pada ciri yang dikemukakan dalam NCTM. Kedua paket soal tersebut disatukan dalam satu perangkat soal yang akan diuji cobakan dan digunakan dalam penelitian ini. Uraian lebih lengkap mengenai proses penyusunan instrumen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis

Instrumen berupa tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menyusun kisi-kisi soal yang meliputi kemampuan pemahaman untuk tes pemahaman, indikator, nomor soal, dan materi soal.

(31)

37

c. Membuat soal tes pemahaman matematis dan tes komunikasi matematis dengan mengacu pada kisi-kisi yang telah disusun.

d. Membuat soal tes komunikasi matematis dengan mengacu pada kisi-kisi yang telah disusun.

e. Menilai validitas isi soal tes pemahaman matematis yang berkaitan dengan keterbacaan, dan kesesuaian antara indikator dengan soal tes, serta kebenaran

kunci jawaban oleh dosen pembimbingn dan rekan S-2 yang didukung pula oleh rekan-rekan guru di sekolah.

f. Menilai validitas isi soal tes komunikasi matematis yang berkaitan dengan keterbacaan, dan kesesuaian antara indikator dengan soal tes, serta kebenaran kunci jawaban oleh dosen pembimbingn dan rekan S-2 yang didukung pula oleh rekan-rekan guru di sekolah.

g. Mengujicobakan kedua paket soal tes yaitu tes kemampuan pemahaman matematis dan tes kemampuan komunikasi matematis. Dengan bentuk yang bersatu dalam satu paket soal, tanpa dipisahkan berdasarkan kemampuan yang diukur. Pengujian dilakukan untuk kepentingan perhitungan reliabilitas, validitas banding, validitas item, tingkat kesukaran dan daya pembeda.

h. Soal yang sudah diujicobakan dan memenuhi syarat, selanjutnya akan digunakan sebagai paket soal instrumen tes pemahaman dan komunikasi matematis pada materi fungsi turunan/fungsi differensial.

Sementara itu, untuk teknik skoring akan digunakan suatu rubrik yang diperoleh dengan mengadaptasi rubrik yang telah dikembangkan oleh Sumarmo (2010). Lebih lengkapnya, akan diperlihatkan rubrik skoring untuk masing-masing kemampuan yaitu kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan

komunikasi matematis.

Penilaian terhadap kedua kemampuan mengacu pada suatu rubrik skoring

(32)
[image:32.595.125.501.116.537.2]

38

Tabel 3.1

Pedoman Skoring Kemampuan Pemahaman Siswa

Indikator Respon/Jawaban Siswa Skor

membuktikan suatu konsep secara deduktif

Tidak menjawab 0

Metode pembuktian salah 1

Metode Pembuktian benar, tetapi prosedur kurang lengkap

2

Metode pembuktian benar dan prosedur lengkap

3

menentukan konsep yang tepat dalam menyelesaikan masalah matematika

Tidak menjawab 0

Salah menentukan konsep 1

Benar menentukan konsep tetapi ada kesalahan dalam menyelesaikan masalah

2

Benar menentukan konsep dan benar menyelesaikan masalah secara lengkap

3

mengklasifikasi prosedur pengenalan-pola dan urutan-aksi

Tidak menjawab 0

Salah dalam mengenali atau mengklasifikasi pola

1

Klasifikasi benar tetapi penganalan pola salah

2

Benar dalam mengklasifikasi dan mengenali pola

3

mengidentifikasi kesulitan atau konsep inti yang digunakan dalam suatu masalah matematika

Tidak menjawab 0

Salah dalam mengidentifikasi konsep yang digunakan

1

Sebagian Besar benar dalam

mengidentifikasi konsep yang digunakan

2

Benar mengidentifikasi konsep yang digunakan

(33)

39

[image:33.595.109.516.141.646.2]

Sementara itu, untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis proses skoring mengacu pada rubrik yang diadaptasi dari Sumarmo (2010) berikut ini:

Tabel 3.2

Rubrik Skoring Kemampuan Komunikasi

Indikator Respon Skor

mengkomunikasikan pemikiran matematisnya secara koheren dan jelas

Tidak ada jawaban/menjawab tidak sesuai pertanyaan/tidak ada yang benar

0

Komunikasi tidak koheren dan tidak jelas 1 Komunikasi koheren tapi tidak jelas 2 Komunikasi jawaban koheren dan jelas 3 menggunakan simbol

matematis untuk mengekspresikan ide matematisnya secara tepat

Tidak ada jawaban/menjawab tidak sesuai pertanyaan/tidak ada yang benar

0

Salah dalam menggunakan simbol matematis

1

Benar dalam menggunakan simbol matematis, tetapi ada kesalahan dalam prosedur aritmetika

2

Benar dalam menggunakan simbol

matematis, prosedur lengkap dan benar pada proses aritmetikanya. 3 menyusun pemikiran/argumen matematis secara sistematis melalui komunikasi,

Tidak ada jawaban/menjawab tidak sesuai pertanyaan/tidak ada yang benar

0

Alasan penggunaan argumen matematis tidak tepat atau tidak sesuai

1

Alasan penggunaan argumen matematis tepat tetapi tidak lengkap

2

Alasan penggunaan argumen matematis tepat, lengkap, dan sesuai.

3

menganalisa dan

mengevaluasi pemikiran matematis orang lain.

Tidak ada jawaban/menjawab tidak sesuai pertanyaan/tidak ada yang benar

0

Sebagian langkah yang diperiksa salah, sebagian alasan yang diberikan salah

1

Hampir semua langkah yang diperiksa benar tetapi ada alasan yang kurang tepat

2

Semua langkah yang diperiksa benar dan memberikan alasan yang tepat serta sesuai

3

1) Uji Reliabilitas

(34)

40

r11 =

keterangan :

r11 = reliabilitas yang di uji, ∑ = jumlah varians skor tiap-tiap item, =

varians total.

Interpretasi koefisien korelasi mengacu pada Klasifikasi Guilford (Ruseffendi, 1991:189) yaitu:

0,90 < rxy < 1,00 koefisien korelasi sangat tinggi

0,70 < rxy < 0,90 koefisien korelasi tinggi

0,40 < rxy < 0,70 koefisien korelasi sedang

0,20 < rxy < 0,40 koefisien korelasi rendah

0,00 < rxy < 0,20 koefisien korelasi kecil

Hasil perhitungan menunjukkan nilai r11 untuk tes pemahaman matematis adalah

0,67 dan untuk tes komunikasi matematis adalah 0,78 artinya soal tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis tergolong cukup reliabel.

2) Uji Validitas Banding

Perhitungan validitas banding bertujuan mengkorelasikan hasil tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis dengan rata-rata hasil ulangan harian. Validitas banding merupakan validitas yang dimiliki oleh instrumen yang dibuat memiliki koefisien korelasi yang tinggi dengan soal yang sudah valid (Ruseffendi, 1991: 181). Perhitungan menggunakan korelasi produk momem dari Karl Pearson, yaitu:

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

r = koefisien korelasi, n = jumlah siswa

X = nilai tes kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis

(35)

41

Kriteria pengujian adalah “jika nilai rhitung>rtabel maka soal dikatakan valid”.

Dengan derajat kebebasan 30 dan nilai  = 0,05 diperoleh nilai rtabel = 0,3494.

Sementara itu, hasil perhitungan menunjukkan nilai r11 untuk tes pemahaman dan komunikasi matematis masing-masing 0,36 dan 0,36. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai rhitung lebih dari nilai rtabel artinya kedua paket soal dikatakan valid.

3) Uji Validitas Item

Perhitungan validitas item/butir, menggunakan cara yang analog dengan validitas banding dengan menggunakan korelasi produk momen dari Karl Pearson. Kriteria pengujiannya adalah “jika nilai rhitung>rtabel maka soal dikatakan

valid”. Sementara itu taraf signifikan yang diambil adalah  = 0,05 dengan

[image:35.595.133.497.282.585.2]

derajat kebebasan (n-2) = 30, dan diperoleh data sebagai berikut: Tabel 3.3

Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis

Tes Pemahaman Matematis

No. rhitung dk (n – 2) rtabel validitas 1 0,78 0,05 30

0,35

valid

2 0,56 0,05 30 valid

3 0,80 0,05 30 valid

4c 0,67 0,05 30 valid

Tes Komunikasi Matematis

No. rhitung dk (n – 2) rtabel validitas 4a,b 0,55 0,05 30

0,35

valid

5 0,46 0,05 30 valid

6 0,37 0,05 30 valid

7 0,58 0,05 30 valid

Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa, seluruh instrumen yang digunakan dalam penelitian ini valid.

4) Indeks Kesukaran

[image:35.595.167.456.396.583.2]
(36)

42

[image:36.595.167.457.168.289.2]

dengan suatu bilangan pada interval kontinu 0,00 < IK < 1,00. Klasifikasinya mengacu pada (Suherman dan Kusumah,1990: 213):

Tabel 3.4

Interpretasi Indeks Kesukaran

Tingkat Kesukaran Interpretasi

IK = 0,00 Terlalu sukar

0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar 0,30 < IK ≤ 0,70 Sedang 0,70 < IK < 1,00 Mudah

IK = 1,00 Terlalu Mudah

Perhitungan indeks kesukaran mengacu pada rumusan: dengan,

IK = Indeks Kesukaran

JB = Jumlah dari nilai per bobot soal kelompok bawah

JA = Jumlah dari nilai per bobot soal kelompok atas

k = Jumlah siswa kelompok atas atau bawah ( 27% dari jumlah seluruh peserta

tes)

Dari hasil perhitungan diperoleh data seperti terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 3.5

Indeks Kesukaran Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis

Soal Tes Pemahaman Matematis

No. Soal IK Interpretasi No soal IK Interpretasi

1 0,61 Sedang 3 0,63 Sedang

2 0,85 Mudah 4c 0,46 Sedang

Soal Tes Komunikasi Matematis

No. Soal IK Interpretasi No soal IK Interpretasi

4a,b 0,70 Mudah 6 0,44 Sedang

5 0,81 Mudah 7 0,74 Mudah

5) Daya Pembeda

[image:36.595.126.518.491.636.2]
(37)

43

Daya pembeda dihitung dengan menggunakan:

(Suherman dan Kusumah, 1990:201) Keterangan :

DP = Daya Pembeda

JB = jumlah nilai perbobot soal untuk kelompok bawah

JA = jumlah nilai perbobot soal untuk kelompok atas

k = banyaknya siswa kelompok atas atau bawah (27% dari seluruh peserta tes)

Hasil perhitungan daya pembeda DP diinterpretasi dengan: DP < 0,00 interpretasi sangat jelek

0,00 < DP < 0,20 interpretasi jelek 0,20 < DP < 0,40 interpretasi cukup 0,40 < DP < 0,70 interpretasi baik 0,70 < DP < 1,00 interpretasi sangat baik

[image:37.595.118.509.501.649.2]

(Suherman dan Kusumah, 1990: 102) Hasil perhitungan untuk daya pembeda pada masing-masing tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.6

Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis

Soal Tes Pemahaman Matematis

No. Soal DP Interpretasi No soal DP Interpretasi

1 0,63 Baik 3 0,74 Sangat baik

2 0,30 Cukup 4c 0,78 Sangat baik

Soal Tes Komunikasi Matematis

No. Soal DP Interpretasi No soal DP Interpretasi

4a,b 0,44 Baik 6 0,67 Baik

5 0,37 Cukup 7 0,37 Cukup

2. Skala Sikap Siswa

(38)

44

pilihan frekuentif terdiri dari JS (Jarang Sekali), JR (Jarang), KD (Kadang), SR (Sering), SS (Sangat Sering).

Skala dihitung berdasarkan responden atau dikenal dengan aposteriori (Mulyana, 2005: 36). Adapun langkah-langkahnya adalah:

a. Menghitung banyaknya jawaban responden untuk setiap pilihan b. Menghitung presentase jawaban responden untuk setiap pilihan

c. Menghitung presentase kumulatif berdasarkan pada sikap positif atau negatif d. Menghitung nilai Z untuk setiap pilihan

e. Menghitung nilai Z + (Z) untuk setiap pilihan, dengan (Z) adalah negatif dari Z paling rendah

f. Membulatkan nilai Z + (Z)

g. Menambahkan nilai satu pada saetiap pilihan sehingga diperoleh nilai untuk pilihan JS, JR, KD, SR, dan SS

Berikutnya hasil pengolahan skala akan diuji validitasnya dengan menggunakan uji t, dan diperoleh data bahwa skala sikap sebanyak 20 item yang digunakan valid dan reliabel. Berikut ini data yang diperoleh dari hasil uji coba skala sikap terhadap 32 peserta. Kriteria pengujian adalah membandingkan nilai rhitung > rtabel

dilanjutkan dengan korelasi terhadap tabel t, yaitu jika nilai thitung > ttabel maka

butir skala sikap dikatakan valid. Pada taraf signifikan  = 0,05 dan dengan

derajat kebebasan dk = 30. Sehingga diperoleh nilai rtabel = 0,35 dan nilai ttabel =

(39)
[image:39.595.211.406.151.454.2]

45

Tabel 3.7

Validitas Butir Skala Sikap Siswa terkait Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi dalam Pembelajaran Simulasi

No. rhitung thitung validitas

1 0,7 4,61 valid 2 0,6 3,77 valid 3 0,4 2,43 valid 4 0,6 3,77 valid 5 0,5 3,12 valid 6 0,5 3,36 valid 7 0,5 2,96 valid 8 0,5 2,77 valid

9 0,6 4,2 valid

10 0,6 4,09 valid 11 0,5 2,94 valid 12 0,6 3,86 valid 13 0,4 2,61 valid 14 0,4 2,44 valid 15 0,5 2,96 valid 16 0,5 2,92 valid 17 0,6 3,62 valid 18 0,6 4,09 valid 19 0,7 4,61 valid 20 0,6 4,20 valid

Dengan mengkorelasikan terhadap tabel t, diperoleh kesimpulan bahwa seluruh item pada skala sikap yang digunakan adalah valid.

3. Observasi

(40)

46

F. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini dibagi kedalam tiga tahapan utama, yang akan dibahas secara rinci berikut ini:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan penelitian langkah yang ditempuh diawali dengan mengkaji masalah yang terjadi di lapangan, dan dilanjutkan dengan mengkaji

literatur yang mendukung dan relevan dengan permasalahan tersebut. Setelah dianalisis, maka disusunlah proposal penelitian dan rencana pelaksanaan pembelajaran serta instrumen-instrumen pendukungnya yang selanjutnya akan diuji coba dan divalidasi serta direvisi.

2. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian dimulai dengan pemberian tes kemampuan awal dan pretes dengan menggunakan instrumen yang sudah divalidasi. Setelah itu maka kelas eksperimen akan mendapatkan pembelajaran matematika dengan model simulasi, sementara itu kelas kontrol akan mendapat pembelajaran matematika secara konvensional. Dan di akhir rangkaian kegiatan pembelajaran tersebut, kedua kelas akan mendapatkan postes untuk mengukur kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis dengan menggunakan instrumen yang sudah divalidasi.

3. Tahap Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari hasil pretes dan postes adalah data gain yang selanjutnya akan diuji normalitasnya. Data yang berdistribusi normal akan diuji kembali dengan statistik uji homogenitas. Kemudian, untuk menguji perbedaan dua rata-rata digunakan statistik uji t. Tetapi, untuk data yang tidak berdistribusi

normal pengujian dilanjutkan dengan uji statistik non parametrik dengan uji Mann Whitney U.

Proses pengambilan data terjadi pada tahap dua atau tahap pelaksanaan. Dengan teknik pengambilan data sebagai berikut ini:

(41)

47

1) Membuat soalnya mudah

2) Menimbulkan sifat kreatif pada siswa karena mereka harus bercerita, memilih kata yangtepat, menyusun kalimat yang benar, menggambar, mengsinkronkan kalimat yang satu dengan lainnya, nalarnya benar dan lainnya.

3) Proses menjawab terlihat dengan jelas, sehingga nilai kebenaran setiap

langkah dapat diperiksa.

Data ini tergolong ke dalam jenis data kuantitatif.

b. Data sikap siswa yang termasuk ke dalam jenis data kualitatif, diperoleh dari skala sikap model Likert. Bentuknya merupakan pilihan sikap yang mengacu pada seberapa sering siswa bersikap sesuai dengan pernyataan yang diajukan.

c. Data aktivitas siswa yang termasuk ke dalam data kualitatif, diperoleh dari hasil observasi. Bentuknya berupa catatan pada suatu lembar isian tentang aktivitas yang akan diamati.

(42)

48

[image:42.595.115.506.112.724.2]

Gambar 3.1

Alur Kerja Penelitian

Studi Pendahuluan Identifikasi Masalah

Studi Literatur

Penyusunan Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian Validitas Muka dan Isi

Uji Coba dan Analisis Data Uji Coba

Penetapan Subjek Penelitian

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Pretes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi

Matematis

Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol

mendapat Pembelajaran Konvensional

Kelas Eksperimen mendapat Pembelajaran Model

Simulasi

Skala Sikap dan Observasi

Postes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi

Matematis

Pengumpulan Data

Analisis Data

(43)

49

G. Analisis Data

Data yang akan diperoleh pada penelitian ini, terdiri dari data kuantitatif dari kelompok eksperimen dan kontrol. Serta data kualitatif dari kelompok eksperimen. Hasil data kuantitatif terdiri dari data pretes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis, postes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa, serta nilai gain ternormalisasi N-Gain untuk kemampuan

pemahaman dan komunikasi matematis siswa.

[image:43.595.113.515.303.758.2]

Secara garis besar proses pengolahan dan analisis data kuantitatif terlihat pada diagram alur pemilihan uji statistik pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2

Alur Pemilihan Uji Statistik

Keterangan:

(44)

50

a. Perhitungan N-Gain Pretes dan Postes

Data pretes dan postes kemampuan pemahaman serta komunikasi matematis, masing-masing akan dihitung gain/peningkatannya dengan menggunakan gain ternormalisasi dari Hake (1999):

Gain ternormalisasi (g) =

Kriteria indeks gain, berdasarkan pada kriteria Hake (1999) sebagai berikut: Nilai g > 0,7 interpretasi tinggi

Nilai 0,3 < g < 0,7 interpretasi sedang Nilai g < 0,3 interpretasi rendah

b. Uji Normalitas

Data n-gain, pretes, dan postes yang diperoleh dari hasil tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis, masing-masing akan diuji normalitasnya.

Pengujian dilakukan dengan berbantuan software SPSS versi 16 for windows pada taraf signifikan 0,05. Uji statistik yang digunakan adalah Shapiro-Wilk dengan kriteria pengujian jika nilai probabilitas (significance) > 0,05 artinya sampel berasal dari data yang berdistribusi normal.

c. Uji Homogenitas

Masing-masing data n-gain, pretes, dan postes yang diperoleh dari tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis, akan diuji homogenitasnya apabila sudah memenuhi syarat berdistribusi normal. Hal ini bertujuan untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan. Pengujian dilakukan menggunakan software SPSS versi 16 for windows pada taraf signifikan 0,05. Kriteria

(45)

51

d. Uji Perbedaan Rata-rata

Apabila data n-gain berdistribusi normal dan homogen maka, akan diuji kembali dengan menggunakan distribusi student atau distribusi t. Pengujian ini bertujuan untuk:

1) Menguji perbedaan rata-rata secara dua pihak untuk data pretes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. Maksud dari pengujian adalah untuk

mengetahui apakah rata-rata kemampuan awal kedua kelompok berbeda ataukah sama.

2) Menguji perbedaan rata-rata secara satu pihak untuk data postes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. Maksud dari pengujian adalah untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan siswa pada kelompok eksperimen lebih baik atau tidak.

3) Menguji perbedaan rata-rata secara satu pihak untuk data n-gain kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. Maksud dari pengujian adalah untuk mengetahui apakah rata-rata n-gain kelompok eksperimen lebih baik atau tidak.

Hipotesis dan kriteria pengujian masing-masing data menggunakan taraf

signifikan  = 5% atau 0,05, Notasi-notasi yang digunakan adalah:

1 = rata-rata kemampuan siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan

model simulasi

2 = rata-rata kemampuan siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan

konvensional

Hipotesis statistiknya adalah:

H0: 1 = 2

H1: 1 > 2

Dengan kriteria pengujian satu pihak “tolak Ho jika nilai significance (1-tailed) < ” dengan kata lain “tolak Ho jika nilai ½ x significance (2-tailed) < ” (Uyanto,

2009:153-328)

1) H0: Rata-rata kemampuan pemahaman matematis siswa SMA yang dalam

(46)

rata-52

rata kemampuan pemahaman matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional.

H1: Rata-rata kemampuan pemahaman matematis siswa SMA yang dalam

pembelajarannya menggunakan model simulasi lebih baik dibandingkan dengan rata-rata kemampuan pemahaman matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional.

2) H0: Rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa SMA yang dalam

pembelajarannya menggunakan model simulasi tidak berbeda dengan rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional.

H1: Rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa SMA yang dalam

pembelajarannya menggunakan model simulasi lebih baik dibandingkan dengan rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional.

3) H0: Rata-rata peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa SMA

yang dalam pembelajarannya menggunakan model simulasi tidak berbeda dengan peningkatan rata-rata kemampuan pemahaman matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional.

H1: Rata-rata peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa SMA

yang dalam pembelajarannya menggunakan model simulasi lebih baik dibandingkan dengan rata-rata peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional. 4) H0: Rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMA

yang dalam pembelajarannya menggunakan model simulasi tidak berbeda

dengan rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional.

H1: Rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMA

(47)

Rikayanti, 2013

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Mengacu pada hasil analisa dan pembahasan pada penelitian ini, diperoleh kesimpulan dari hasil penelitian ini sebagai berikut:

1. Rata-rata kemampuan pemahaman matematis siswa SMA yang dalam pembelajarannya menggunakan model simulasi lebih baik dibandingkan dengan rata-rata kemampuan pemahaman matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional.

2. Rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa SMA yang dalam pembelajarannya menggunakan model simulasi lebih baik dibandingkan dengan rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional.

3. Rata-rata peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa SMA yang dalam pembelajarannya menggunakan model simulasi lebih baik dibandingkan dengan peningkatan rata-rata kemampuan pemahaman matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional. 4. Rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMA yang

dalam pembelajarannya menggunakan model simulasi lebih baik dibandingkan dengan rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan konvensional. 5. Sikap siswa dalam hal komunikatif dan menghargai, cenderung positif.

Sedangkan sikap siswa dalam hal berani mengambil resiko, cenderung

negatif. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh skor sikap siswa yang cenderung mendekati skor sikap netralnya daripada skor idealnya.

(48)

83

B. Implikasi

Kesimpulan dari hasil penelitian kuasi eksperimen ini memberikan implikasi pada hal-hal berikut ini:

1. Model simulasi dalam pembelajaran matematika, dapat memberikan kontribusi pada kemampuan pemahaman matematis siswa.

2. Model simulasi dalam pembelajaran matematika, dapat memberikan

kontribusi pada kemampuan komunikasi matematis siswa.

3. Model simulasi dalam pembelajaran matematika, dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa. 4. Model simulasi dalam pembelajaran matematika, dapat memberikan

kontribusi pada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. 5. Penerapan model simulasi dalam pembelajaran matematika mendapatkan

apresiasi yang baik dari siswa, hal ini terlihat dari sikap siswa yang cenderung positif, walalupun pada indikator berani menanggung resiko sikap siswa masih cenderung negatif.

6. Penerapan model simulasi dalam pembelajaran matematika ini mendorong siswa untuk meningkatkan aktivitas belajarnya secara positif, sehingga dapat meminimalisir kegiatan-kegiatan siswa yang kurang mendukung kegiatan pembelajaran.

C. Rekomendasi

Berdasarkan pada hasil analisa, pemabahasan, dan kesimpulan serta teori-teori yang mendukung, maka penulis menyarankan hal-hal berikut ini:

1. Pembelajaran dengan model simulasi direkomendasikan sebagai alternatif

dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika SMA. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak ada model pembelajaran yang ideal dan selalu cocok

dengan materi matematika. Sehingga, dalam penerapannya diperlukan pemilihan tema simulasi yang tepat untuk materi pelajaran yang akan disampaikan.

(49)

84

differensial. Sehingga, penelitian selanjutnya dapat dikembangkan pada pokok bahsan yang lainnya.

3. Pembelajaran dengan model simulasi ini dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis, tetapi salah satu indikator dalam komunikasi yaitu menyusun pemikiran secara sistematis tidak berkembang dengan baik. Oleh sebab itu, disarankan untuk penelitian lanjutan yang

menekankan pentingnya menulis kembali secara sistematis. Hal ini menjadi penting, karena kemampuan tersebut dapat mempermudah kita untuk membaca kembali proses penemuan konsep yang pernah dilakukan. Selain itu, ide matematis yang dituliskan lebih komunikatif dan akan mudah dipahami orang lain.

4. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk mengkaji tentang peningkatan kemampuan matematis lainnya melalui model pembelajaran simulasi. Seperti, kemampuan penalaran, pemecahan masalah, koneksi, dan lain sebagainya. Selain itu, dapat dikaji pula pengaruh model ini terhadap disposisi matematik yang lainnya, seperti kecemasan, self–efficacy, kemandirian belajar, dan disposisi yang lainnya.

5. Menimbang bahwa model pembelajaran simulasi ini dapat memberikan respon positif dari siswa yang biasanya berlangsung secara satu arah. Maka penerapannya dapat memberikan kese

Gambar

Tabel
Gambar
Tabel 1.1 Prestasi Matematika Siswa Indonesia
Gambar 1.1 Grafik Prestasi Matematika Berdasarkan Gender
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

(1) Setelah penatalaksanaan di rumah sakit atau rumah sakit jiwa, ODGJ yang kondisi  akutnya sudah  teratasi  dan  dalam  kondisi  stabil

Solusi dari pemecahan masalah ini adalah dengan melakukan perancangan produk yang lebih sederhana, perbaikan proses perakitan, penggunaan komponen yang lebih sedikit sehingga

Penulisan ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pentingnya suatu pemasaran guna meningkatkan hasil dari penjualan suatu produk barang yang diproduksi oleh perusahaan,

PENYAJIAN SENI DOMYAK PADA GRUP SINAR PUSAKA MUDA KABUPATEN

Berdasarkan data terakhir yang disampaikan oleh (Panday, 2014c), dari 100 universitas terbaik di Indonesia menurut perangkingan Indonesia (100 Universitas Terbaik, 2014),

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem klasifikasi bahan perpustakaan dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pengklasifikasian bahan

Berdasarkan hasil evaluasi persyaratan administrasi terdapat 1 (satu) peserta lelang yang tidak memenuhi persyaratan administrasi yaitu : CV.DWINIKA, pada ada 2 (dua) SURAT