• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strict Liability dalam Sistem Hukum Lingkungan di Indonesia Suatu Studi Perbandingan dengan Sistem di Inggris T1 312006083 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strict Liability dalam Sistem Hukum Lingkungan di Indonesia Suatu Studi Perbandingan dengan Sistem di Inggris T1 312006083 BAB I"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Merosotnya kualitas lingkungan yang dibarengi dengan semakin menipisnya

persediaan sumber daya alam serta timbulnya berbagai permasalahan lingkungan

telah menyadarkan manusia betapa pentingnya hukum yang memberi dukungan

terhadap lingkungan dan peran sumber daya alam terhadap kehidupan di alam

semesta. Lingkungan sebenarnya dapat mendukung jumlah kehidupan yang tanpa

batas. Apabila bumi ini sudah tidak mampu lagi menyangga ledakan jumlah manusia

beserta aktivitasnya, maka manusia akan mengalami berbagai kesulitan. Pertumbuhan

jumlah penduduk bumi mutlak harus dikendalikan dan aktivitas manusianya pun

harus memperhatikan kelestarian lingkungan.1

Aturan hukum di Indonesia mendikte bahwa pembangunan Indonesia adalah

pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.

Hal ini berarti bahwa pembangunan mencakup: (1) kemajuan lahiriah seperti

sandang, pangan, perumahan dan lain-lain.; (2) kemajuan batiniah seperti pendidikan,

rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat dan lain-lain; (3) kemajuan yang meliputi seluruh

1

(2)

rakyat sebagaimana tercermin dalam perbaikan hidup berkeadilan sosial.2 Hukum

menjamin adanya kepastian agar masyarakat mempunyai kesadaran untuk turut serta

dalam melestarikan lingkungan. Pemerintah telah menyiapkan perangkat hukum

khususnya hukum lingkungan untuk menjerat para pencemar dan perusak lingkungan

hidup. Undang-Undang yang dimaksud adalah Undang-Undang No. 4 tahun 1982

tentang Pengelolaan Lingkungan hidup (UUPLH) dan telah disempurnakan dengan

Undang-Undang yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 31 tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) serta berbagai

peraturan perundangan pelaksanaan ketentuan perundangan di atas.

Sebagai subsistem atau bagian komponen dari sistem hukum nasional

Indonesia, peraturan perundangan yang mengatur lingkungan Indonesia di dalam

dirinya membentuk suatu sistem, dan sebagai suatu sistem, hukum lingkungan

Indonesia mempunyai subsistem yang terdiri atas:3

1. Hukum Penataan Lingkungan;

R.M Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 1996, hal 189.

3

(3)

Kaitan dengan apa yang dikatakan di atas, penegakan hukum lingkungan

hidup dengan menggunakan sarana hukum pidana dapat terkendala pada kesulitan

pembuktian. Pembuktian perkara TPLH (Tindak Pidana Lingkungan Hidup)

membutuhkan SDM dan teknologi yang tinggi dan penyelesaian perkara pidana

lingkungan hidup menjadi tidak rumit, murah dan cepat.4 Untuk mengikuti dikte

hukum di atas, masalah pertanggungjawaban pidana lingkungan hidup, Komnas

HAM berharap aparat penegak hukum dapat menggunakan konsep tanggung jawab

mutlak alias strict liability.5 Konsep strict liability atau tanggung jawab mutlak sistem

tanggung jawab pidana yang tampak tidak mengharuskan adanya kesengajaan atau

kealpaan. Jadi tidak diperlukan adanya unsur sengaja atau alpa dari terdakwa, namun

semata-mata perbuatan yang telah mengakibatkan pecemaran, siapa saja sepanjang

ada kerugian harus bertanggung jawab.

Berangkat dari asas strict liability di atas, praktis kejahatan yang berkaitan

dengan lingkungan hidup lebih banyak dibebankan kepada perusahaan. Kasus

Lapindo sebagai contoh merupakan sebuah peristiwa menarik. Berlarut-larutnya

pemeriksaan kasus Lapindo terlihat dari tarik menarik antara Kepolisian dan

Kejaksaan dan belum juga dinyatakan lengkap (P21). Berangkat dari pemahaman

penegak hukum yang tidak menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak (strict

liability). Sikap ngototnya untuk melihat keterlibatan pelaku apakah ada atau tidak

4

Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Bandung: Mandar Maju,

2007, hal 190.

5

Hukum Online, Komnas HAM Usulkan Strict Liability Untuk Kasus Lapindo,

(4)

ada kesalahan kemudian terjebak dengan hal-hal yang bersifat manipulatif yang sulit

pembuktiannya. Padahal dengan menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak (strict

liability), maka tidak perlu dibuktikan apakah para pelaku melakukan perbuatan itu

atau tidak, tetapi penegak hukum bisa membuktikan, bahwa karena kesalahan atau

kelalaian dari Lapindo, menyebakan bencana. Dengan pembuktian yang sederhana

ini, maka kasus Lapindo bisa disidangkan di muka hukum dan perusahaan yang

bertanggung jawab dalam bencana Lapindo dapat dipersalahkan dan

pertanggungjawaban pidana, atau langsung membayar ganti rugi kepada korban.

Sistem pembuktian yang harus dilakukan penggugat atau aparat penegak

hukum menolong problem pembuktian yang sulit dan pelik selama ini. Karena aparat

penegak hukum yang mengalami kesulitan, terutama dalam masalah pembuktiannya

yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat sangat teknis menentukan klasifikasi

ataupun unsur-unsur yang harus dipenuhi sehingga dikatakan sebagai pelaku tindak

pidana lingkungan.6 Kemudian asas hukum memberi pengetahuan tentang

permasalahan, sarana, prasarana, dana maupun pemahaman terhadap substansi hukum

menolong korban orang-orang yang kondisinya lemah.

Konstitusi Indonesia merupakan ketentuan kunci tentang diaturnya norma

mengenai lingkungan di Indonesia. Bahwa setiap warga negara berhak dan

memperoleh jaminan konstitusi untuk hidup dan memperoleh lingkungan hidup yang

baik dan sehat untuk tumbuh dan berkembang. Prinsip hukum yang ada dalam

6

(5)

konstitusi kemudian dijabarkan lagi ke Pasal 1 Angka (3) Undang-Undang No. 32

tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengeloloaan Lingkungan Hidup. Bahwa

pembangunan berkelanjutan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan

aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam startegi pembangunan untuk

menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan,

dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tumbuhnya industri yang

begitu pesat tentunya dirasakan pengaruhnya baik itu yang menyangkut dampak

positif maupun dampak negatifnya. Dampak positifnya tentunya terjadinya

peningkatan mutu dan kualitas hidup yang lebih komplek dengan ditandai dengan

adanya kesenangan dan impian manusia yang menjadi lebih mudah untuk diwujudkan

dalam kehidupan mereka sehari-hari. Akan tetapi dampak negatif dari adanya

revolusi industri ini tentu harusnya lebih diwaspadai untuk tidak terjadi suatu

kerusakan dalama tatanan lingkungan yang ada baik itu lingkungan hidup maupun

lingkungan sosial. Dalam perkembangannya, tatanan lingkungan hidup maupun

lingkungan sosial hendaknya senantiasa diperhatikan agar tidak mendatangkan

berbagai jenis bencana. Untuk itu diperlukan tanggung jawab dari semua elemen

masyarakat dalam menjaga tatanan lingkungan hidup dan lingkungan sosial sehingga

diharapkan akan tercipta suatu cara pandang yang lebih baik dalam memandang

(6)

Suatu konsep yang dikte hukum untuk hal di atas adalah konsep tanggung

jawab hukum (liability).7 Seseorang dikatakan secara hukum bertanggungjawab untuk

suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus

perbuatan yang berlawanan. Normalnya, dalam kasus sanksi dikenakan terhadap

deliquent adalah karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut harus

bertanggungjawab. Dalam kasus ini subyek responsibility dan subyek kewajiban

hukum adalah sama. Menurut teori tradisional, terdapat dua macam

pertanggungjawaban yang dibedakan, yaitu pertanggungjawaban berdasarkan

kesalahan (based on fault) dan pertanggungjawaban mutlak (strict liability).8

Banyak cara mempersoalkan kasus-kasus lingkungan. Salah satunya,

mengajukan gugatan pertanggungjawaban kepada perusahan yang menyebakan polusi

atau keruskan lingkungan. Dalam ranah hukum lingkungan, gugatan ini dikenal

dengan “strict liability” atau tanggung jawab mutlak pencemar yang mengakibatkan

kerusakan lingkungan. Konsep strict liability pertama kali diintrodusir dalam hukum

positif Indonesia antara lain melalui UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, selanjutnya Undang-Undang itu diubah dengan UU No. 32 tahun

2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Pasal 88 UU

PPLH disebutkan secara tegas mengenai konsep strict liability:

Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3,

7

Jimly Asshiddiqie & M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hal 61.

8

(7)

dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Makna yang mendasar dari strict liability adalah agar terjadi keadilan bagi

pihak yang menderita langsung. Sebab pembuktian kesalahan terhadap suatu

peristiwa dirasakan langsung sangatlah sulit dan rumit apabila dibebankan kepada

korban. Kenyataan untuk memberlakukan pembuktian kesalahan (fault) sangat

terbatas. Bahkan fault based liability juga memungkinkan pencemar atau perusak

lingkungan terbebas dari pertanggungjawaban perdata apabila ia dapat membuktikan

bahwa ia telah melakukan upaya maksimal pencegahan memalui pendeketakan

analisi mengenai dampak lingkungan (dengan melaksanakan RKL dan RPL secara

konsisten), dan pendekatan manajemen seperti audit lingkungan (regulatory

compliance audit atau environmental management system audit).9 Padahal,

seharusnya menurut hukum strict liability tidaklah demikian.

Prinsip tanggung jawab mutlak strict liability perusahan dalam kerusakan

lingkungan di Indonesia belum pernah terlaksana.10 Padahal konsep ini sangat baik

untuk menjaga keberlangsungan hidup masyarakat yang menjadi korban. Menurut

Prayekti Muharjanti, peneliti hukum lingkungan dari Indonesia Center for

9

M.Fahmi Al Amruzi, Upaya Penegakan Hukum Lingkungan, Jurnal MMH, Jilid 40, No. 4, Oktober 2011, hal 457.

10

Hukum Online, Konsep Strict Liability Belum Pernah Terpakai,

(8)

Environmental Law (ICEL), sebenarnya ada beberapa kasus kerusakan lingkungan

dimana konsep strict liability dapat diterapkan.11

Sebagai konsep yang berakar dari sistem hukum Anglo saxon, pembuktian ini

lebih mudah cenderung praktis dibandingkan dengan sistem hukum Eropa

kontinental yang dianut oleh Indonesia. Di dalam sistem hukum Common law

system, berlaku asas “actus non est reus, nisi mens sit rea”. Suatu perbuatan tidak

dapat dikatakan bersifat kriminal jika “tidak terdapat kehendak jahat” didalamnya.

Bahkan Kadish dan Paulsen menafsirkan, “suatu kelakuan tidak dapat dikatakan

sebagai suatu kejahatan tanpa maksud kehendak jahat”. Dengan demikian, dalam

sistem common law system, bahwa untuk dipertanggungjawabkan seseorang karena

melakukan tindak pidana, sangat ditentukan oleh adanya mens rea pada diri

seseorang tersebut. Dengan demikian, mens rea yang hal ini dapat kita lihat dari

rujukan sistem hukum Civil law, atau dengan kata lain dapat kita sinkronkan dengan

ajaran “guilty of mind”, merupakan hal yang menentukan pertanggungjawban

pembuat tindak pidana. Dari dari sisi ini, penggunaan mens rea dalam common law

sistem, pada prinsipnya sejalan dengan penerapan asas “tiada pidana tanpa

kesalahan” dalam civil law sistem.

Maka secara prinsip penggunaan doktrin “mens rea” dalam sistem hukum

common law sejalan dengan asas “geen straf zonder schul beginsel” dalam sistem

hukum civil law. Prinsip ini kemudian dinegasikan Prinsip tanggung jawab mutlak

mutlak (strict liability). Pembuktian tidak semata-mata dilihat apakah pelaku

11

(9)

melakukan tindak pidana yang dituduhkan melakukan kesalahan atau tidak, tapi

beban pembuktian langsung mutlak dibebankan terhadap pelaku terhadap

kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan sumber daya alam (termasuk kejahatan-kejahatan lingkungan

hidup). Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) dibebankan kepada

perusahaan lingkungan hidup yang nyata-nyata melakukan kesalahan/kelalaian

dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dengan demikian, maka pembuktian menjadi

sederhana dan mudah diterapkan. Pembuktian ini praktis sehingga tidak perlu

memenuhi unsur yang dituduhkan kepada pelaku.

Berdasarkan hal tersebut, maka Penulis merasa penting mengetahui dan

belajar bagaimana konsep dan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) dalam

sistem hukum lingkungan di Indonesia. Itulah alasan Penulis memilih judul:

STRICT LIABILITY DALAM SISTEM HUKUM LINGKUNGAN DI

INDONESIA SUATU STUDI PERBANDINGAN DENGAN SISTEM DI

INGGRIS.”

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah: Bagaimana konsep strict liability dalam sistem hukum lingkungan hidup

(10)

C.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini

adalah: Mengetahui konsep (prinsip) strict liability dalam sistem hukum lingkungan

hidup di Indonesia dibandingkan dengan yang berlaku di Inggris.

D.

Manfaat Penelitian

Penulisan penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan bagi perkembangan

ilmu hukum, khususnya mengenai konsep dan prinsip-prinsip strict

liability dalam sistem hukum lingkungan hidup di Indonesia.

2. Secara Praktis

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan akademisi di bidang ilmu

hukum khususnya konsep dan prinsip-prinsipstrict liability dalam sistem

hukum lingkungan hidup di Indonesia

E.

Metode Penelitian

Sesuai dengan karakteristik perumusan masalah yang ditujukan untuk

menemukan dan mengkaji konsep dan prinsip-prinsip strict liability dalam sistem

hukum lingkungan hidup di Indonesia, maka metode penelitian yang digunakan

(11)

untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun hukum guna

menjawab isu hukum yang dihadapi.12 Hal ini sesuai dengan karakter ilmu hukum.

Dalam penelitian ini, pendekatan hukum digunakan untuk menjelaskan konsep dan

prinsip-prinsip strict liability dalam sistem hukum lingkungan hidup di Indonesia.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif. Deskripsi atau pemaparan merupakan kegiatan menentukan isu aturan

hukum setepat mungkin, sehingga kegiatan mendeskripsikan tersebut dengan

sendirinya mengandung kegiatan interprestasi.13 Dalam penelitian ini yang

diinterprestasikan yaitu mengenai prinsip-prinsip strict liability dalam sistem hukum

lingkungan hidup di Indonesia dengan yang berlaku di Inggris.

Untuk menjawab isu hukum dalam penelitian, Penulis akan menggunakan

pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum

yang ada.14 Dalam penelitian ini, maka Penulis akan menggali prinsip-prinsip strict

liability berdasarkan pandangan-pandangan tokoh-tokoh dan doktrin-doktrin hukum

yang berkembang dalam Ilmu Hukum. Meskipun tidak secara eksplisit, konsep

hukum dapat juga diketemukan di dalam undang-undang.15 Jadi konsep-konsep

hukum tersebut akan dijadikan penulis sebagai pijakan dalam membangun

12

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cetakan keenam, Kencana, Jakarta, 2010, hal 35.

13

Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2000, hal 149-150.

14

Peter Mahmud Marzuki, Op.cit, hal 137.

15

(12)

argumen hukum dalam memecahkan isu mengenai prinsip-prinsip strict liability

dalam sistem hukum lingkungan hidup di Indonesia dibandingkan dengan yang

berlaku di Inggris.

Pendekatan perundang-undangan diperlukan karena yang menjadi fokus

penelitian ini yaitu prinsip-prinsip strict liability dalam sistem hukum lingkungan

hidup di Indonesia. Dalam metode pendekatan perundang-undangan, peneliti perlu

memahami hierarki, dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan.16

Berdasarkan hal itulah maka Penulis akan memakai legislasi dan regulasi mengenai

pengaturan prinsip-prinsip strict liability dalam sistem hukum lingkungan hidup di

Indonesia.

Sumber data penelitian ini adalah data sekunder, yang meliputi bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.17

a. Bahan hukum primer:

1) Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan hidup.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas

buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, pendapat

para sarjana dan hasil simposium yang relevan dengan isu penelitian.

16

Ibid, hal 96.

17

(13)

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk

atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil uji t di atas terlihat bahwa variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap Kesempatan Kerja pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

Untuk dapat mengatasi bias kognitif ini langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh masyarakat Indonesia adalah: tidak membuat keputusan dalam waktu yang mendesak; hindari

Imam Turmuhdi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SMP PGRI BANGSALSARI IPA PPG 5 Hotel Jember Indah. DAFTAR PESERTA PLPG TAHAP 6 RAYON 116 FKIP

Sindrom metabolik berhubungan signifikan dengan riwayat adanya keluarga yang mengalami penyakit degeneratif (risiko meningkat 3.75 kali pada individu dari keluarga

Analisis Kualitatif merupakan penjelasan berdasarkan hasil wawancara dan berdasarkan temuan lapangan yang bertujuan untuk menjawab sasaran 1 dan sasaran 2 pada penelitian ini

Berdasarkan perjanjian-perjanjian tersebut, Perusahaan akan membayar premi per tahun kepada PFIL masing-masing sebesar 10% dan 9,6% dari pinjaman yang telah dikonversikan ke dalam

Diharapkan dengan literasi media sosial dapat menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjadi pengguna media sosial yang bertanggung jawab dan dapat dijadikan bekal

Sears (1994) berpendapat bahwa konformitas adalah individu yang menyesuaikan diri dan pandangan kelompok terhadap suatu hal tertentu.individu terhadap persepsi dan